skripsi ringkas leni
TRANSCRIPT
APLIKASI HEMIMISEL ZEOLIT HDTMA-Br TERADSOLUBILISASI POLIMETIL METAKRILAT UNTUK ADSORPSI SOLAR
TERDISPERSI DALAM AIR
Leni, Tresye Utari, Yoki Yulizar, Aditya Yudiana
Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia (UI), Kampus UI Depok 16424
Adsorpsi merupakan salah satu metoda yang dapat digunakan untuk menangani masalah limbah emulsi minyak solar. Pada penelitian ini digunakan adsorben admisel zeolit HDTMA-Br teradsolubilisasi polimetil metakrilat (PMMA) untuk demulsifikasi dan adsorpsi solar. Kondisi optimum pembuatan model limbah emulsi solar adalah konsentrasi SDS 0,002 M, perbandingan minyak:air yaitu 5x10-4:1, kecepatan pengadukan 450 rpm selama 15 menit. Hasil uji kestabilan emulsi dengan turbidimeter didapatkan nilai turbiditas 388 NTU dan uji ukuran partikel dengan PSA didapatkan 337,9 nm. Pembuatan adsorben zeolit admisel-PMMA dilakukan dengan melalui tahapan : adsorpsi surfaktan HDTMA-Br pada permukaan zeolit membentuk admisel, mengadsolubilisasikan monomer metil metakrilat (MMA) ke dalam admisel dan polimerisasi MMA dengan menambahkan inisiator kalium persulfat (K2S2O8). Keberhasilan pembentukan zeolit admisel-PMMA tersebut dibuktikan dengan spektrofotometer FTIR. Analisis kuantitatif adsorpsi minyak solar oleh zeolit admisel-PMMA digunakan metode ekstraksi gravimetri dan adsorpsi SDS menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Kondisi optimum adsorpsi adalah massa adsorben 0,6 gram, waktu pengadukan 45 menit dan pH 7,3. Kapasitas adsorpsi optimum untuk solar adalah 97,46 mg/gram dan untuk SDS 16,52 x 10-4 mmol/L.
Abstract
Adsorption and demulsification is the one solution to handle waste diesel oil emulsion. Therefore, in this research, applications of zeolites admicelle HDTMA - Br adsolubilized poly methyl methacrylate (PMMA) for demulfication and adsorption waste of diesel oil emulsion. The optimum condition of fuel emulsion waste include of SDS concentration of 0.002 M, the variation ratio of oil: water is 5x10- 4 : 1, stirring 450 rpm for 15 minute. Result of stabilized emulsion with turbidimeter is 388 NTU as amount of turbidity and 337,9 nm of particle test with PSA. Making adsorption zeolite admicelle–PMMA through the stages of HDTMA-Br surfactant adsorption on the surface of the zeolite, adsolubilized methyl methacrylate monomer into the zeolite admicelle and polymerization initiator admicelle by adding calium persulfate (K2S2O8). The success of the modifications proved by FTIR spectrophotometer showed that the spectrum of PMMA has appeared on zeolite admicelle - PMMA. The efficiency of zeolite admicelle PMMA forming was proven by FTIR spectrophotometer. On the other hand, quantitative analysis of fuel emulsion adsorption by zeolit was using gravimeter extraction method while SDS adsorption was using UV-Vis spectrophotometer. The optimum condition of adsorption are 0,6 gram adsorbent mass, 45 minutes agitation time and pH 7,3. Optimum adsorption capacity of fuel is 97,46 mg/gram and 16,52 x 10-4 mmol/L for SDS.
Keywords: natural zeolite, emulsion, diesel oil, SDS, polymerization admicelle, admicelle -PMMA
1. PENDAHULUAN
Seiring dengan perkembangan zaman, teknologi yang digunakan oleh manusia akan
semakin berkembang pula. Dewasa ini, kemajuan teknologi ini memberikan masalah yang
kompleks terhadap lingkungan, baik terhadap lingkungan hayati maupun lingkungan non
hayati. Setiap proses produksi selalu menghasilkan sisa-sisa produksi atau limbah. Salah satu
limbah yang berbahaya adalah limbah buangan minyak solar yang berasal dari industri
manufaktur, pengolahan logam, bengkel perawatan mesin dan otomotif, terutama industri
produksi minyak bumi dan gas[1].
Limbah buangan minyak solar termasuk limbah B3 yang perlu mendapatkan
penanganan khusus. Menurut PP No. 74 tahun 2001 yang dimaksud dengan Bahan Berbahaya
dan Beracun (B3) adalah bahan yang karena sifat, konsentrasi, atau jumlahnya, baik secara
langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan, merusak lingkungan hidup, atau dapat
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk
hidup lainnya (pasal 1 ayat 1). Berdasarkan masalah tersebut diperlukan suatu teknologi
lingkungan yang dapat mengurangi zat pencemar yang ditimbulkan oleh buangan emulsi
minyak solar. Pengolahan limbah buangan emulsi minyak solar dengan menggunakan proses
konvensional sulit dilakukan karena limbah tersebut mengandung kadar COD, kandungan
logam, kandungan surfaktan dan minyak yang tinggi [2]. Metode umum yang telah digunakan
untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan pemisahan dengan skimmers, kimia atau
demulsifikasi fisik (penambahan koagulan dan asam atau perlakuan panas)[3]. Diantara
metode tersebut, perlakuan secara kimiawi menggunakan demulsifier dapat menghasilkan
efisiensi pemisahan yang paling baik dibandingkan metode lainnya. Prinsip dasar dari proses
ini adalah pemisahan air dan minyak yang terkandung di dalam limbah cair emulsi minyak
dengan bantuan demulsifier, bahan kimia yang berfungsi sebagai pemecah emulsi. Selain itu
digunakan teknik adsorpsi untuk memisahkan beberapa golongan limbah air, khususnya untuk
senyawa-senyawa yang tidak mudah untuk terbiodegradasi[4].
Salah satu penelitian yang telah dilakukan dalam bidang kimia permukaan, yaitu
menggunakan suatu adsorben untuk mengadsorpsi limbah cair pada suatu sampel dengan
zeolit. Zeolit merupakan kristal aluminosilikat terhidrasi alkali dan kation alkali tanah, dan
mempunyai pori-pori yang dapat dimodifikasi dengan senyawa lain yang sesuai dengan
ukuran porinya. Zeolit memiliki kapasitas tukar kation tinggi dan sering digunakan sebagai
penukar kation murah untuk berbagai aplikasi[5].
Berdasarkan hal tersebut, zeolit dapat dimodifikasi dengan surfaktan atau Surfaktan
Modified Zeolit (SMZ)[6]. Molekul-molekul surfaktan membentuk bilayers pada permukaan
eksternal zeolit dengan lapisan bawah sehingga terjadi interaksi elektrostatik antara muatan
negative pada permukaan zeolit dan headgroups surfaktan yang bermuatan positif sedangkan
lapisan atas terikat dengan lapisan bawah melalui ikatan hidrofobik dengan kekuatan antara
kelompok ekor surfaktan dalam lapisan kedua[7]. Dalam konfigurasi bilayer surfaktan, pada
permukaan zeolit terjadi pertukaran muatan. SMZ dapat dimodifikasi lebih lanjut melalui
pembentukan polimer di dalamnya, sehingga dapat meningkatkan sifat hidrofobisitasnya
untuk mengadsorpsi senyawa nonpolar. Pembentukan film dengan cara polimerisasi pada
admisel terdiri dari tiga tahapan proses kimia, yaitu pembentukan admisel dengan surfaktan,
adsolubilisasi monomer pada admisel, pembentukan polimer dengan adanya inisiator[8].
Berdasarkan penelitian sebelumnya, belum pernah dilakukan penelitian mengenai
demulsifikasi emulsi limbah minyak solar pada zeolit alam yang dimodifikasi melalui
polimerisasi admisel metil metakrilat. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dilakukan
pembuatan emulsi minyak solar yang stabil dan melakukan modifikasi zeolit alam melalui
polimerisasi admisel dengan surfaktan kationik, HDTMA-Br untuk demulsifikasi limbah
minyak solar. Adsorpsi pada permukaan zeolit terjadi dengan mekanisme pertukaran ion dan
pasangan ion. Kalium persulfat (K2S2O8) digunakan sebagai inisiator reaksi polimerisasi
admisel dan metil metakrilat digunakan sebagai monomer non polar yang akan
berpolimerisasi di dalam admisel. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan pembuatan emulsi
minyak solar/air yang stabil, mengaplikasikan admisel-PMMA untuk demulsifikasi minyak
solar dengan kondisi optimum.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Minyak Solar
Minyak solar yang dihasilkan dari penyulingan minyak mentah berwarna kuning
coklat jernih (Pertamina, 2005). Minyak solar digunakan untuk bahan bakar pada semua jenis
mesin diesel dengan kecepatan putaran tinggi (di atas 1000 rpm). Nama lain minyak solar
adalah Gas Oil, Automotive Diesel Oil, High Speed Diesel (Pertamina, 2005). Seiring
pemakaian minyak solar yang semakin meningkat, permasalahan terhadap pemakaian minyak
solar juga semakin meningkat. Selama kegiatan industri perminyakan yaitu pengeboran,
produksi, transportasi dan pengilangan produk minyak terjadi tumpahan minyak solar di
lingkungan. Dampak yang dihasilkan adalah terjadi rembesan ke dalam tanah sehingga
menyebabkan pencemaran air tanah (PT. Pertamina). Limbah minyak solar yang mengapung
menutupi permukaan air dapat mengganggu kehidupan organisme perairan. Hal ini
disebabkan karena lapisan minyak pada permukaan air akan menghalangi difusi oksigen dari
udara ke dalam air, sehingga jumlah oksigen yang terlarut di dalam air menjadi berkurang.
Selain itu, lapisan minyak menghalangi masuknya sinar matahari ke dalam air, sehingga
proses fotosintesis oleh tanaman air tidak dapat berlangsung. Tumpahan minyak solar di
perairan dalam keadaan bebas mengapung di permukaan, dalam bentuk dispersi solar yang
stabil atau dalam bentuk emulsi yang stabil.
2.2 Emulsi
Emulsi adalah dispersi suatu cairan dalam cairan lainnya yang tidak saling bercampur.
Gambar 2.2 menggambarkan dua tipe emulsi, yaitu emulsi minyak dalam air dan emulsi air
dalam minyak. Emulsi minyak dalam air (O/W) yaitu minyak terdispersi ke dalam air,
sedangkan emulsi air dalam minyak (W/O) adalah air terdispersi dalam minyak (Holmberg,
et al., 2003). Untuk meningkatkan kestabilan emulsi perlu ditambahkan zat penstabil emulsi
(emulsifier). Sifat kimia emulsifier yang digunakan dapat menentukan tipe emulsi yang terjadi
O/W atau W/O. Contoh emulsifier adalah surfaktan.
2.3 Demulsifikasi
Proses demulsifikasi bertujuan untuk memecahkan emulsi sehingga fasa air dan
minyaknya terpisah. Oleh karena itu, lapisan film emulsifier yang menjembatani fasa air dan
minyak harus dihilangkan. Menurut Tron d Erik Havre, proses demulsifikasi memiliki
beberapa tahapan, yaitu creaming/sedimentasi, flokulasi, koalesen, dan breaking. Flokulasi
adalah proses mendekatnya dua atau lebih droplet emulsi tanpa ada gaya interaksi diantara
keduanya membentuk agregat. Sedimentasi adalah proses pengendapan droplet, di dasar
wadah, sedangkan creaming adalah proses pengapungan droplet di permukaan. Coalescence
adalah proses penggabungan droplet emulsi menjadi droplet yang lebih besar dan akhirnya
dapat terjadi pemisahan fasa (breaking).
2.4 Surfaktan
Surfaktan (surface active agent) adalah suatu zat yang mempunyai sifat adsorpsi pada
permukaan/antarmuka dan berfungsi untuk menurunkan energi bebas antarmuka (Yulizar, et
al., 2005). Molekul surfaktan memiliki dua bagian yaitu bagian kepala dan ekor. Bagian
kepala bersifat hidrofilik (suka air) yang merupakan bagian polar, sedangkan bagian ekor
bersifat hidrofobik (tidak suka air/suka minyak) yang merupakan bagian non polar (Hui,
1996). Bagian polar molekul surfaktan dapat bermuatan positif, negatif atau netral.
Surfaktan diklasifikasikan menjadi empat jenis berdasarkan gugus hidrofiliknya, yaitu
surfaktan anionik, surfaktan kationik, surfaktan non-ionik, dan surfaktan amfoterik (Rosen,
2004).
a. Surfaktan Anionik
Surfaktan anionik adalah molekul yang mempunyai muatan negatif pada bagian
hidrofilik. Contoh surfaktan anionik adalah natrium dodesil sulfat CH3(CH2)11OSO3-
Na+.
b. Surfaktan Kationik
Surfaktan kationik adalah surfaktan yang memiliki muatan postif pada sisi
hidrofiliknya. Contoh surfaktan kationik antara lain hexadecyltrimethyl ammonium
bromide C16H33N(CH3)3+Br.
c. Surfaktan Zwitter Ion
Surfaktan jenis ini memiliki muatan positif dan negatif pada sisi hidrofiliknya.
Contoh surfaktan amfoter yaitu dodesil betain, CH3(CH2)11NHCH2CH2COOH.
d. Surfaktan Non Ion
Surfaktan nonionik berbeda dari surfaktan anionik dan kationik, molekulnya tidak
bermuatan ketika dilarutkan dalam media berair. Sifat hidrofilikannya disebabkan oleh
ikatan hidrogen antara molekul surfaktan dengan molekul-molekul air.
2.4.1 Surfaktan Sodium Dodecyl Sulfate
Sodium Dodecyl Sulfate (SDS) adalah surfaktan anionik dan pada temperatur 303 K
(300C) membentuk misel dengan bilangan agregasi rata-rata 70 dan diameter misel 3,05 nm.
CMC SDS berada pada konsentrasi 8x10-3 M, nilai HLB 40 dan berat molekul relatif 288,38
gram/mol. Sesuai dengan aturan Bancroft, surfaktan SDS memiliki nilai HLB yang tinggi,
sehingga bila digunakan sebagai emulsifier akan dihasilkan emulsi O/W.
2.5 Adsorpsi
Adsorpsi adalah proses yang terjadi ketika molekul cair/gas terakumulasi pada
permukaan padatan/cairan, sehingga membentuk monolayer atau multilayer di permukaan.
Secara umum, adsorpsi diklasifikasikan menjadi dua jenis berdasarkan jenis ikatannya, yaitu
adsorpsi kimia dan adsorpsi fisika (Oscik, 1982). Adsorpsi kimia terjadi karena adanya
interaksi kimia antara molekul adsorbat dengan molekul adsorben. Interaksi kimia ini cukup
kuat, sehingga adsorpsi kimia bersifat irreversible, disertai dengan panas adsorpsi yang besar
dan terbentuk monolayer pada permukaan adsorben. Proses adsorpsi fisika adalah terikatnya
molekul adsorbat pada permukaan adsorben melalui gaya tarik-menarik yang relatif lemah.
Oleh karena itu adsorpsi fisika bersifat reversible, panas adsorpsinya kecil dan terbentuk
multilayer pada permukaan adsorben.
2.6 Zeolit
Zeolit terbentuk dari tetrahedral alumina dan silika yang pada permukaan rongganya
terdapat ion-ion logam alkali dan alkali tanah sebagai kation penyeimbang. Zeolit alam
merupakan suatu kelompok mineral yang dihasilkan dari proses alam terhadap batuan
vulkanik, yang terdiri dari silikon oksida dan alumina oksida. Contohnya zeolit alam adalah
Klinoptilolit, Modernit, Analsim, Enonit, dan Laumontit. Kerangka dasar struktur zeolit
terdiri dari unit-unit tetrahedral (AlO4)5- dan (SiO4)4- dan saling berhubungan melalui atom
oksigen (Martin, 2000). Pada struktur zeolit, empat atom oksigen berkoordinasi dengan semua
atom Si membentuk tetrahedral. Si 4+ akan digantikan oleh Al3+ sehingga terjadi difisiensi
muatan postitif. Defisiensi muatan positif ini menyebabkan zeolit bermuatan negatif dan
selanjutnya akan dinetralkan oleh kation alkali atau alkali tanah, seperti Na+, K+, Mg 2+, dan
Ca 2+ di dalam rongga-rongganya untuk mencapai senyawa yang stabil. (Li, et al., 2008).
2.7 Modifikasi Zeolit
Karakter permukaan zeolit dapat diubah sifatnya dengan melakukan proses modifikasi
permukaan. Pada penelitian ini dilakukan modifikasi zeolit dengan tiga proses kimia, yaitu
pembentukan admisel pada permukaan zeolit, adsolubilisasi monomer dan pembentukan
polimer pada admisel.
2.7.1 Pembentukan Admisel
Tahap pertama modifikasi permukaan adalah pembentukan admisel pada permukaan
zeolit. Admisel berasal dari kata adsorbed micelle, yaitu fenomena pembentukan lapisan
bilayer dari molekul surfaktan pada permukaan padatan zeolit. Penambahan konsentrasi
surfaktan secara terus menerus menyebabkan adsorpsi meningkat, sehingga terjadi perubahan
dari bentuk monolayer menjadi bilayer. Surfaktan kationik yang digunakan dalam penelitian
ini adalah HDTMA - Br yang dapat membentuk misel dengan bilangan agregasi yaitu 95, dan
diameter misel = 5 nm. CMC HDTMA-Br berada pada konsentrasi 9x10-4 M dan berat
molekul relatif 364,45 gram/mol. Kelarutan dalam air adalah 0.192 gram/L (20 °C), titik
leleh 250 - 256 °C dan bulk density 390 kg/m3.
2.7.2 Adsolubilisasi pada Admisel
Tahapan kedua adalah proses adsolubilisasi, yaitu proses teradsorpsinya molekul
organik non polar ke dalam admisel. Admisel mempunyai tiga daerah adsolubilisasi, yaitu
daerah hidrofilik, palisade, dan core. Daerah bagian tengah disebut daerah core, terdiri dari
rantai hidrokarbon dan memiliki sifat non polar. Daerah antara gugus hidrofilik dan core
disebut dengan daerah palisade. Kepolaran pada daerah ini merupakan intermediet dari
daerah hidrofilik dan core. Molekul-molekul organik dapat teradsolubilisasi ke dalam bilayer
dari admisel melalui mekanisme difusi. Molekul organik non polar akan cenderung
teradsorpsi pada daerah core admisel, yaitu daerah yang paling bersifat hidrofobik.
Pada penelitian ini digunakan monomer metil metakrilat (MMA). MMA adalah
monomer vinil yang termasuk ke dalam golongan monomer akrilat. Memiliki sifat fisika dan
kimia yaitu cairan bening yang berbau menyengat, memiliki berat molekul 100,12 gram/mol,
densitas 0,936 gram/mL, kelarutan dalam air 15 gram/L, dan memiliki gugus aktif berupa
struktur ikatan tak jenuh untuk berpolimerisasi melalui mekanisme radikal bebas.
2.7.3 Polimerisasi pada Admisel
Tahapan ketiga adalah proses polimerisasi dari monomer yang telah teradsolubilisasi
ke dalam admisel. Polimerisasi admisel adalah reaksi polimerisasi yang terjadi dalam admisel
surfaktan. Pada penelitian ini dihasilkan polimer yaitu polimetil metakrilat atau PMMA. Sifat
fisik dan kimia PMMA adalah padatan termoplastik yang kaku dan keras pada suhu ruang,
memiliki densitas 3,7 gram/mL dan titik didih 1540C. PMMA juga dapat dimanfaatkan untuk
mengadsorpsi senyawa-senyawa organik dari sejumlah besar larutan dengan membentuk
kompleks yang kuat (Shao, et al., 2010).
Selain monomer, yang digunakan pada proses polimerisasi adalah inisiator. Inisiator
adalah zat yang dapat memicu reaksi rantai pada proses polimerisasi karena zat tersebut dapat
terurai menghasilkan spesi partikel reaktif yang mengandung elektron tidak berpasangan
(radikal bebas) atau ion bermuatan positif atau negatif (anion atau kation) (Rosa, 2005).
Mekanisme polimerisasi radikal bebas melalui tiga tahapan, yaitu inisiasi (pemicuan),
propagasi (perambatan), dan terminasi (Risqia Minierini, 2013).
2.8 Metode Methylene Blue Alkyl Substance (MBAS)
Metode Methylene Blue Alkyl Substance (MBAS) adalah metode yang digunakan
untuk menentukan kadar surfaktan anionik dalam larutan dan diukur menggunakan.
Methylene blue adalah suatu zat pewarna kationik. Berat molekul relatif methylene blue
adalah 350 gram/mol. MBAS adalah suatu cara pemindahan/transfer methylene blue ke dalam
cairan organik yang tidak saling bercampur. Pemindahan ini dapat terjadi jika terbentuk
pasangan ion antara surfaktan anionik dan kation methylene blue. Zat yang dapat diukur
dengan metode ini adalah surfaktan anionik yang dapat diekstraksi secara sempurna oleh
kloroform. Pada penelitian ini surfaktan anionik yang digunakan adalah surfaktan sodium
dodesil sulfat.
2.9 Metode Ekstraksi Gravimetri
Analisis kuantitatif minyak dan lemak dalam air dapat dilakukan dengan metode
ekstraksi gravimetri. Ekstraksi adalah pemisahan suatu fraksi dari fraksi lain yang berada di
dalam suatu campuran berdasarkan perbedaan kelarutan. Ekstraksi yang dilakukan pada
penelitian ini adalah ekstraksi dengan melarutkan minyak dalam pelarut untuk minyak.
Pelarut minyak yang digunakan dalam penelitian ini adalah pelarut n-heksan (Ketaren, 1986).
2.10 Turbidimeter
Turbidimeter adalah alat yang digunakan untuk mengukur tingkat kekeruhan cairan
yang berasal dari hamburan sinar yang dihasilkan. Hamburan sinar terjadi karena interaksi
antara sinar yang diberikan dengan partikel suspensi yang terdispersi dalam larutan (Saidar, et
al., 2002). Prinsip umum dari turbidimeter adalah sinar yang datang mengenai suatu partikel
kemudian dihamburkan dan ditangkap oleh detektor kemudian dirubah ke dalam bentuk
angka dalam satuan (NTU). Batas deteksi alat berkisar antara 0-1000 NTU (Day dan
Underwood, 2002).
2.11 Spektrofotometer UV - Vis
Spektrofotometer UV - Vis mempunyai rentang pengukuran pada panjang gelombang
190-1100 nm. Apabila radiasi dari Spektrum UV - Vis dilewatkan melalui larutan berwarna
maka radiasi dengan panjang gelombang tertentu diserap (absorpsi) secara selektif sedangkan
yang lainnya akan diteruskan (transmisi). Hubungan antara absorbansi dan konsentrasi dapat
diukur sesuai dengan Hukum Lambert - Beer. Spektrofotometer UV - Vis terdiri dari
beberapa komponen pokok yaitu: sumber radiasi (lampu hidrogen, deuterium, atau wolfram),
kuvet (dari kuarsa, kaca, atau plastik), monokromator, detektor dan rekorder.
2.12 Spektrofotometer IR
Spektrofotometer IR digunakan untuk menganalisis gugus fungsional suatu molekul.
Penyerapan daerah infra merah yang sering digunakan adalah daerah infra merah tengah yaitu
pada panjang gelombang 4000-690 cm-1 (12 - 2x10 13 Hz; 2,5-15 μm). Prinsip pengukuran
spektrofotometer IR yaitu melalui absorpsi radiasi infra merah pada tingkat energi vibrasi dan
rotasi pada ikatan kovalen yang mengalami perubahan momen dipol dalam suatu molekul.
Suatu sumber akan mengemisikan energi infra merah melalui bagian optik dari spektrometer.
Sinar yang melewati interferometer dipisahkan lalu bergabung kembali menghasilkan suatu
pola interferensi, kemudian ditransmisikan dan diukur oleh detektor. Produk dari detektor
adalah interferogram. Pengukuran ini diubah menjadi format digital yang dapat dibaca
komputer oleh Analog Digital Converter (ADC). Kemudian interferogram diubah mejadi
suatu pita spektrum tunggal oleh Fast Fourier Transform (FFT).
3. METODE PENELITIAN
PSAMikroskop
Emulsi Stabil Turbidimeter
Stabil III
Turbidimeter
Stabil IV
Stabil I
Turbidimeter
TurbidimeterVariasi Kecepatan
Pengadukan
Turbidimeter
Variasi Waktu Pengadukan
Stabil II
Variasi Perbandingan Volume Solar:Air
Variasi Konsentrasi SDS
Solar+Akuades
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pembuatan Emulsi Minyak Solar dalam Air
Larutan SDS pada konsentrasi 0,002 M 10 mL dicampur dengan perbandingan volume
minyak solar : air yaitu 0,005: 1 diaduk selama 15 menit dan kecepatan pengadukan 450 rpm.
Nilai turbiditas emulsi dapat dilihat pada Gambar 3.1.
300 350 400 450 5000
100200300400500
Kecepatan Pengadukan (rpm)
Tu
rbid
itas
(NT
U)
Gambar 4.1 Grafik Turbiditas Emulsi dengan Variasi Kecepatan Pengadukan
Nilai Kapasitas Adsorpsi
Dosis Waktu pH
UV
pHWaktu Dosis
Aplikasi adsorpsi SDS
Nilai Kapasitas Adsorpsi
FTIR
FTIR, XRF, XRD, BET,
+K2S2O8
Zeolit Admisel-PMMA
+ MMA
Adsolubilisasi MMA
+ HDTMA-Br
Admisel (zeolit HDTMA-Br)
Na-Zeolit
Penyeragaman kation
KimiaFisika
Aktivasi
Aplikasi adsorpsi solar
Zeolit alam
Berdasarkan Gambar 3.1 nilai turbiditas tertinggi terjadi pada kecepatan
pengadukan 450 rpm, yaitu kecepatan pengadukan optimum. Pada kecepatan pengadukan 450
rpm, frekuensi kontak antara SDS dan droplet mencapai optimum untuk membentukemulsi
yang stabil. Jika kecepatan pengadukan < 450 rpm frekuensi kontak antara SDS dengan
droplet lebih sedikit, sehingga SDS belum teradsorpsi secara sempurna di sekeliling droplet
dan emulsi belum stabil. Namun pada kecepatan pengadukan 500 rpm nilai turbiditas turun
kembali, karena terjadi frekuensi tumbukan yang tinggi antara droplet yang telah stabil.
Tumbukan ini akan menyebabkan rusaknya lapisan SDS yang meliputi droplet dan emulsi
menjadi tidak stabil kembali.
4.2 Hasil Aktivasi Zeolit Alam dan Na-Zeolit
Karakterisasi zeolit alam dan Na-Zeolit dilakukan menggunakan spektrofotometer
FTIR. Karakterisasi zeolit menggunakan FTIR dilakukan pada daerah bilangan gelombang
400 – 4000 cm-1. Spektrum FTIR dari zeolit alam dan Na-Zeolit diperlihatkan pada Gambar
4.10. Berdasarkan Gambar 4.10 terlihat bahwa pada zeolit alam terdapat spektrum serapan
gugus H-O-H vibrasi tekuk (1645,3 cm-1), gugus O-T-O vibrasi tekuk (450 cm-1) dan vibrasi
ulur O-H (3600 cm-1), gugus T-O vibrasi ulur simetris (800,46 cm-1) dan gugus T-O vibrasi
ulur asimetris (1055 cm-1) merupakan unsur pembentuk zeolit.
Gambar 4.2 Hasil Spektra FTIR Zeolit
alam dan Na-Zeolit
4.3 Hasil Aktivasi Zeolit Admisel dan Zeolit Admisel-PMMA
Zeolit admisel-PMMA yang diperoleh, selanjutnya dikarakterisasi menggunakan
spektofotometer FTIR. Gambar 3.2 merupakan spektra FTIR dari Na-Zeolit, zeolit admisel,
dan zeolit admisel-PMMA untuk menunjukkan adanya gugus-gugus baru pada zeolit setelah
dilakukan proses modifikasi. Pada spektrum admisel dan admisel-PMMA, terdapat puncak-
puncak serapan baru pada bilangan gelombang 2926 cm-1 dan 2922 cm-1 yang menandakan
adanya gugus C-H stretching dari rantai hidrokarbon HDTMA. Selain itu, pada admisel dan
admisel-PMMA muncul juga puncak serapan gugus N-H bending dari HDTMA pada
bilangan gelombang sekitar 1487,1 cm-1. Munculnya puncak-puncak serapan tersebut
menandakan bahwa HDTMA+ telah teradsorpsi pada permukaan zeolit. Pada spektrum zeolit
admisel-PMMA, muncul puncak serapan baru pada bilangan gelombang 1803,4 cm-1 yang
merupakan serapan khas karbonil ester dari metil metakrilat. Adanya puncak- puncak serapan
ini membuktikan bahwa PMMA telah
teradsolubilisasi di dalam admisel zeolit-
HDTMA.
Gambar 4.3 Hasil Spektra FTIR Zeolit Admisel dan Zeolit Admisel-PMMA
4.4 Aplikasi Zeolit Admisel-PMMA sebagai Adsorben Solar dan SDS
Pada penelitian ini, dibandingkan kemampuan adsorpsi Na-zeolit, zeolit admisel dan
zeolit admisel-PMMA untuk mengadsorpsi SDS dan solar. Gambar 3.3 merupakan grafik
adsorpsi minyaksolar dan SDS oleh Na Zeolit, zeolit admisel dan zeolit admisel-PMMA.
Berat minyak solar yang teradsorpsi dapat dihitung secara kuantitatif dengan metode ekstraksi
gravimetri, sedangkan konsentrasi SDS yang teradsorpsi dapat ditentukan dengan metode
MBAS.
Gambar 4.5 Hasil Adsorpsi Minyak
Solar dan SDS
4. KESIMPULAN
Emulsi solar dalam air yang stabil dapat dibuat dengan mencampurkan larutan SDS
dan minyak solar dengan kondisi optimum konsentrasi SDS 0,002 M, perbandingan solar : air
5 x 10-3 : 1, kecepatan pengadukan 450 rpm selama 15 menit. Berdasarkan hasil karakterisasi
dengan FTIR terbukti, bahwa adsorben zeolit admisel-PMMA telah berhasil dibuat dengan
cara memodifikasi zeolit alam dengan HDTMA-Br dan PMMA. Kemampuan adsorpsi SDS
dan solar oleh zeolit admisel-PMMA lebih baik baik dibandingkan dengan Na-Zeolit dan
admisel zeolit. Kondisi optimum adsorpsi SDS dan minyak solar pada zeolit admisel-PMMA
adalah massa adsorben 0,6 gram, waktu pengadukan 45 menit dan pH 7,3.
DAFTAR ACUAN
[1] Cheryan, M. and N. Rajagopalan, 1998. Membran processing of oily streams : Waste
water treatment and waste reduction, J. Membrane Sci. 151,.p13-28.
[2] Kim., et al, 2005. Effect of fouling reduction by ozone backwashing in a microfiltration
system with advanced new membrane material. Desalination,Vol. 202. p. 361-368.
[3] Moosai, R. and R. A. Dawe, 2003, Gas attachment of oil droplets for gas flotation for
oily waste water cleanup, Separation and Purification Technology, 33 (3), p.303-314.
[4] Eren, E., Afsin, B. (2007). Investigation of a basic dye adsorption from aqueous
solution onto raw and pre-treated bentonite surfaces. Dyes Pigments 73(2007) 162-167.
Na-ZeolitZeolit HDTMA-Br
Zeolit Admisel PMMA
0
20
40
60
80
100
34.36
64.31
95.72
15,13 x 10-415,42 x 10-4
18,92 x 10-4
Berat Solar ter-adsopsi (mg/gr)
Konsentrasi SDS teradsorpsi (m-mol/L)
Jenis Adsorben
Ber
at
tera
dso
rpsi
(m
g/g
r)
[5]Daud, S. (2011). Sintesa Katalis Molibden Zeolit Klinoptilolit dan Aplikasinya untuk
Desulfurisasi Senyawa Asam Merkaptopropanoat. Karya Utama Magister Kimia,
Departemen Kimia FMIPAUI, Depok.
[6] Surfactant-modified Zeolite (SMZ) - A Versatile, Inexpensive Sorbent for Removing
ContaminantsfromWater.(n.d).7Oktober2013.http://www.gsaresources.com/smz.html
[7] Bowman, R.S, G.M Haggarty, R.G H uddleston, D. Neel and M. Flynn, 1995, Sorption of
nonpolar Organics, Inorganic Cation, and Inorganic Anions by Sufactant- Modified
Zeolite. In D.A. Sabatini, R.C K nox and J.h Harwell (eds). Surfactant-enhanced
Remediation of Subsurface Contamination. ACS Symposium Series 594. American
Chemical Society, Washington DC.
[8] Wei., at al, 2003. X-ray photoelectron spectroscopic studies of hydrophilic surfaces
modified via admicellar polymerization. Journal of Colloid and Interface Science 264
(2003) 296–300.
[9,10] Rosa, N.M. (2005). Studi Polimerisasi Metil Metakrilat pada Admisel Zeolit Alam
Hexadecyltrimethyl Ammonium Bromide dan Aplikasinya sebagai Adsorben Pigment
Red. Karya Utama Sarjana Kimia, Departemen Kimia FMIPA UI, Depok.