skripsi ringkas leni

23
APLIKASI HEMIMISEL ZEOLIT HDTMA-Br TERADSOLUBILISASI POLIMETIL METAKRILAT UNTUK ADSORPSI SOLAR TERDISPERSI DALAM AIR Leni, Tresye Utari, Yoki Yulizar, Aditya Yudiana Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia (UI), Kampus UI Depok 16424 [email protected] Abstrak Adsorpsi merupakan salah satu metoda yang dapat digunakan untuk menangani masalah limbah emulsi minyak solar. Pada penelitian ini digunakan adsorben admisel zeolit HDTMA-Br teradsolubilisasi polimetil metakrilat (PMMA) untuk demulsifikasi dan adsorpsi solar. Kondisi optimum pembuatan model limbah emulsi solar adalah konsentrasi SDS 0,002 M, perbandingan minyak:air yaitu 5x10 -4 :1, kecepatan pengadukan 450 rpm selama 15 menit. Hasil uji kestabilan emulsi dengan turbidimeter didapatkan nilai turbiditas 388 NTU dan uji ukuran partikel dengan PSA didapatkan 337,9 nm. Pembuatan adsorben zeolit admisel-PMMA dilakukan dengan melalui tahapan : adsorpsi surfaktan HDTMA-Br pada permukaan zeolit membentuk admisel, mengadsolubilisasikan monomer metil metakrilat (MMA) ke dalam admisel dan polimerisasi MMA dengan menambahkan inisiator kalium persulfat (K 2 S 2 O 8 ). Keberhasilan pembentukan zeolit admisel-PMMA tersebut dibuktikan dengan spektrofotometer FTIR. Analisis kuantitatif adsorpsi minyak solar oleh zeolit admisel-PMMA digunakan metode ekstraksi gravimetri dan adsorpsi SDS menggunakan spektrofotometer UV- Vis. Kondisi optimum adsorpsi adalah massa adsorben 0,6 gram, waktu pengadukan 45 menit dan pH 7,3. Kapasitas adsorpsi optimum untuk solar adalah 97,46 mg/gram dan untuk SDS 16,52 x 10 -4 mmol/L. Abstract Adsorption and demulsification is the one solution to handle waste diesel oil emulsion. Therefore, in this research, applications of zeolites admicelle HDTMA - Br adsolubilized poly methyl methacrylate (PMMA) for demulfication and adsorption waste of diesel oil emulsion. The optimum condition of fuel emulsion waste include of SDS concentration of 0.002

Upload: qurrota-ayun

Post on 25-Jun-2015

568 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: Skripsi ringkas leni

APLIKASI HEMIMISEL ZEOLIT HDTMA-Br TERADSOLUBILISASI POLIMETIL METAKRILAT UNTUK ADSORPSI SOLAR

TERDISPERSI DALAM AIR

Leni, Tresye Utari, Yoki Yulizar, Aditya Yudiana

Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia (UI), Kampus UI Depok 16424

[email protected]

Adsorpsi merupakan salah satu metoda yang dapat digunakan untuk menangani masalah limbah emulsi minyak solar. Pada penelitian ini digunakan adsorben admisel zeolit HDTMA-Br teradsolubilisasi polimetil metakrilat (PMMA) untuk demulsifikasi dan adsorpsi solar. Kondisi optimum pembuatan model limbah emulsi solar adalah konsentrasi SDS 0,002 M, perbandingan minyak:air yaitu 5x10-4:1, kecepatan pengadukan 450 rpm selama 15 menit. Hasil uji kestabilan emulsi dengan turbidimeter didapatkan nilai turbiditas 388 NTU dan uji ukuran partikel dengan PSA didapatkan 337,9 nm. Pembuatan adsorben zeolit admisel-PMMA dilakukan dengan melalui tahapan : adsorpsi surfaktan HDTMA-Br pada permukaan zeolit membentuk admisel, mengadsolubilisasikan monomer metil metakrilat (MMA) ke dalam admisel dan polimerisasi MMA dengan menambahkan inisiator kalium persulfat (K2S2O8). Keberhasilan pembentukan zeolit admisel-PMMA tersebut dibuktikan dengan spektrofotometer FTIR. Analisis kuantitatif adsorpsi minyak solar oleh zeolit admisel-PMMA digunakan metode ekstraksi gravimetri dan adsorpsi SDS menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Kondisi optimum adsorpsi adalah massa adsorben 0,6 gram, waktu pengadukan 45 menit dan pH 7,3. Kapasitas adsorpsi optimum untuk solar adalah 97,46 mg/gram dan untuk SDS 16,52 x 10-4 mmol/L.

Abstract

Adsorption and demulsification is the one solution to handle waste diesel oil emulsion. Therefore, in this research, applications of zeolites admicelle HDTMA - Br adsolubilized poly methyl methacrylate (PMMA) for demulfication and adsorption waste of diesel oil emulsion. The optimum condition of fuel emulsion waste include of SDS concentration of 0.002 M, the variation ratio of oil: water is 5x10- 4 : 1, stirring 450 rpm for 15 minute. Result of stabilized emulsion with turbidimeter is 388 NTU as amount of turbidity and 337,9 nm of particle test with PSA. Making adsorption zeolite admicelle–PMMA through the stages of HDTMA-Br surfactant adsorption on the surface of the zeolite, adsolubilized methyl methacrylate monomer into the zeolite admicelle and polymerization initiator admicelle by adding calium persulfate (K2S2O8). The success of the modifications proved by FTIR spectrophotometer showed that the spectrum of PMMA has appeared on zeolite admicelle - PMMA. The efficiency of zeolite admicelle PMMA forming was proven by FTIR spectrophotometer. On the other hand, quantitative analysis of fuel emulsion adsorption by zeolit was using gravimeter extraction method while SDS adsorption was using UV-Vis spectrophotometer. The optimum condition of adsorption are 0,6 gram adsorbent mass, 45 minutes agitation time and pH 7,3. Optimum adsorption capacity of fuel is 97,46 mg/gram and 16,52 x 10-4 mmol/L for SDS.

Keywords: natural zeolite, emulsion, diesel oil, SDS, polymerization admicelle, admicelle -PMMA

Page 2: Skripsi ringkas leni

1. PENDAHULUAN

Seiring dengan perkembangan zaman, teknologi yang digunakan oleh manusia akan

semakin berkembang pula. Dewasa ini, kemajuan teknologi ini memberikan masalah yang

kompleks terhadap lingkungan, baik terhadap lingkungan hayati maupun lingkungan non

hayati. Setiap proses produksi selalu menghasilkan sisa-sisa produksi atau limbah. Salah satu

limbah yang berbahaya adalah limbah buangan minyak solar yang berasal dari industri

manufaktur, pengolahan logam, bengkel perawatan mesin dan otomotif, terutama industri

produksi minyak bumi dan gas[1].

Limbah buangan minyak solar termasuk limbah B3 yang perlu mendapatkan

penanganan khusus. Menurut PP No. 74 tahun 2001 yang dimaksud dengan Bahan Berbahaya

dan Beracun (B3) adalah bahan yang karena sifat, konsentrasi, atau jumlahnya, baik secara

langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan, merusak lingkungan hidup, atau dapat

membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk

hidup lainnya (pasal 1 ayat 1). Berdasarkan masalah tersebut diperlukan suatu teknologi

lingkungan yang dapat mengurangi zat pencemar yang ditimbulkan oleh buangan emulsi

minyak solar. Pengolahan limbah buangan emulsi minyak solar dengan menggunakan proses

konvensional sulit dilakukan karena limbah tersebut mengandung kadar COD, kandungan

logam, kandungan surfaktan dan minyak yang tinggi [2]. Metode umum yang telah digunakan

untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan pemisahan dengan skimmers, kimia atau

demulsifikasi fisik (penambahan koagulan dan asam atau perlakuan panas)[3]. Diantara

metode tersebut, perlakuan secara kimiawi menggunakan demulsifier dapat menghasilkan

efisiensi pemisahan yang paling baik dibandingkan metode lainnya. Prinsip dasar dari proses

ini adalah pemisahan air dan minyak yang terkandung di dalam limbah cair emulsi minyak

dengan bantuan demulsifier, bahan kimia yang berfungsi sebagai pemecah emulsi. Selain itu

digunakan teknik adsorpsi untuk memisahkan beberapa golongan limbah air, khususnya untuk

senyawa-senyawa yang tidak mudah untuk terbiodegradasi[4].

Salah satu penelitian yang telah dilakukan dalam bidang kimia permukaan, yaitu

menggunakan suatu adsorben untuk mengadsorpsi limbah cair pada suatu sampel dengan

zeolit. Zeolit merupakan kristal aluminosilikat terhidrasi alkali dan kation alkali tanah, dan

mempunyai pori-pori yang dapat dimodifikasi dengan senyawa lain yang sesuai dengan

ukuran porinya. Zeolit memiliki kapasitas tukar kation tinggi dan sering digunakan sebagai

penukar kation murah untuk berbagai aplikasi[5].

Berdasarkan hal tersebut, zeolit dapat dimodifikasi dengan surfaktan atau Surfaktan

Modified Zeolit (SMZ)[6]. Molekul-molekul surfaktan membentuk bilayers pada permukaan

Page 3: Skripsi ringkas leni

eksternal zeolit dengan lapisan bawah sehingga terjadi interaksi elektrostatik antara muatan

negative pada permukaan zeolit dan headgroups surfaktan yang bermuatan positif sedangkan

lapisan atas terikat dengan lapisan bawah melalui ikatan hidrofobik dengan kekuatan antara

kelompok ekor surfaktan dalam lapisan kedua[7]. Dalam konfigurasi bilayer surfaktan, pada

permukaan zeolit terjadi pertukaran muatan. SMZ dapat dimodifikasi lebih lanjut melalui

pembentukan polimer di dalamnya, sehingga dapat meningkatkan sifat hidrofobisitasnya

untuk mengadsorpsi senyawa nonpolar. Pembentukan film dengan cara polimerisasi pada

admisel terdiri dari tiga tahapan proses kimia, yaitu pembentukan admisel dengan surfaktan,

adsolubilisasi monomer pada admisel, pembentukan polimer dengan adanya inisiator[8].

Berdasarkan penelitian sebelumnya, belum pernah dilakukan penelitian mengenai

demulsifikasi emulsi limbah minyak solar pada zeolit alam yang dimodifikasi melalui

polimerisasi admisel metil metakrilat. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dilakukan

pembuatan emulsi minyak solar yang stabil dan melakukan modifikasi zeolit alam melalui

polimerisasi admisel dengan surfaktan kationik, HDTMA-Br untuk demulsifikasi limbah

minyak solar. Adsorpsi pada permukaan zeolit terjadi dengan mekanisme pertukaran ion dan

pasangan ion. Kalium persulfat (K2S2O8) digunakan sebagai inisiator reaksi polimerisasi

admisel dan metil metakrilat digunakan sebagai monomer non polar yang akan

berpolimerisasi di dalam admisel. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan pembuatan emulsi

minyak solar/air yang stabil, mengaplikasikan admisel-PMMA untuk demulsifikasi minyak

solar dengan kondisi optimum.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Minyak Solar

Minyak solar yang dihasilkan dari penyulingan minyak mentah berwarna kuning

coklat jernih (Pertamina, 2005). Minyak solar digunakan untuk bahan bakar pada semua jenis

mesin diesel dengan kecepatan putaran tinggi (di atas 1000 rpm). Nama lain minyak solar

adalah Gas Oil, Automotive Diesel Oil, High Speed Diesel (Pertamina, 2005). Seiring

pemakaian minyak solar yang semakin meningkat, permasalahan terhadap pemakaian minyak

solar juga semakin meningkat. Selama kegiatan industri perminyakan yaitu pengeboran,

produksi, transportasi dan pengilangan produk minyak terjadi tumpahan minyak solar di

lingkungan. Dampak yang dihasilkan adalah terjadi rembesan ke dalam tanah sehingga

menyebabkan pencemaran air tanah (PT. Pertamina). Limbah minyak solar yang mengapung

menutupi permukaan air dapat mengganggu kehidupan organisme perairan. Hal ini

Page 4: Skripsi ringkas leni

disebabkan karena lapisan minyak pada permukaan air akan menghalangi difusi oksigen dari

udara ke dalam air, sehingga jumlah oksigen yang terlarut di dalam air menjadi berkurang.

Selain itu, lapisan minyak menghalangi masuknya sinar matahari ke dalam air, sehingga

proses fotosintesis oleh tanaman air tidak dapat berlangsung. Tumpahan minyak solar di

perairan dalam keadaan bebas mengapung di permukaan, dalam bentuk dispersi solar yang

stabil atau dalam bentuk emulsi yang stabil.

2.2 Emulsi

Emulsi adalah dispersi suatu cairan dalam cairan lainnya yang tidak saling bercampur.

Gambar 2.2 menggambarkan dua tipe emulsi, yaitu emulsi minyak dalam air dan emulsi air

dalam minyak. Emulsi minyak dalam air (O/W) yaitu minyak terdispersi ke dalam air,

sedangkan emulsi air dalam minyak (W/O) adalah air terdispersi dalam minyak (Holmberg,

et al., 2003). Untuk meningkatkan kestabilan emulsi perlu ditambahkan zat penstabil emulsi

(emulsifier). Sifat kimia emulsifier yang digunakan dapat menentukan tipe emulsi yang terjadi

O/W atau W/O. Contoh emulsifier adalah surfaktan.

2.3 Demulsifikasi

Proses demulsifikasi bertujuan untuk memecahkan emulsi sehingga fasa air dan

minyaknya terpisah. Oleh karena itu, lapisan film emulsifier yang menjembatani fasa air dan

minyak harus dihilangkan. Menurut Tron d Erik Havre, proses demulsifikasi memiliki

beberapa tahapan, yaitu creaming/sedimentasi, flokulasi, koalesen, dan breaking. Flokulasi

adalah proses mendekatnya dua atau lebih droplet emulsi tanpa ada gaya interaksi diantara

keduanya membentuk agregat. Sedimentasi adalah proses pengendapan droplet, di dasar

wadah, sedangkan creaming adalah proses pengapungan droplet di permukaan. Coalescence

adalah proses penggabungan droplet emulsi menjadi droplet yang lebih besar dan akhirnya

dapat terjadi pemisahan fasa (breaking).

2.4 Surfaktan

Surfaktan (surface active agent) adalah suatu zat yang mempunyai sifat adsorpsi pada

permukaan/antarmuka dan berfungsi untuk menurunkan energi bebas antarmuka (Yulizar, et

al., 2005). Molekul surfaktan memiliki dua bagian yaitu bagian kepala dan ekor. Bagian

kepala bersifat hidrofilik (suka air) yang merupakan bagian polar, sedangkan bagian ekor

Page 5: Skripsi ringkas leni

bersifat hidrofobik (tidak suka air/suka minyak) yang merupakan bagian non polar (Hui,

1996). Bagian polar molekul surfaktan dapat bermuatan positif, negatif atau netral.

Surfaktan diklasifikasikan menjadi empat jenis berdasarkan gugus hidrofiliknya, yaitu

surfaktan anionik, surfaktan kationik, surfaktan non-ionik, dan surfaktan amfoterik (Rosen,

2004).

a. Surfaktan Anionik

Surfaktan anionik adalah molekul yang mempunyai muatan negatif pada bagian

hidrofilik. Contoh surfaktan anionik adalah natrium dodesil sulfat CH3(CH2)11OSO3-

Na+.

b. Surfaktan Kationik

Surfaktan kationik adalah surfaktan yang memiliki muatan postif pada sisi

hidrofiliknya. Contoh surfaktan kationik antara lain hexadecyltrimethyl ammonium

bromide C16H33N(CH3)3+Br.

c. Surfaktan Zwitter Ion

Surfaktan jenis ini memiliki muatan positif dan negatif pada sisi hidrofiliknya.

Contoh surfaktan amfoter yaitu dodesil betain, CH3(CH2)11NHCH2CH2COOH.

d. Surfaktan Non Ion

Surfaktan nonionik berbeda dari surfaktan anionik dan kationik, molekulnya tidak

bermuatan ketika dilarutkan dalam media berair. Sifat hidrofilikannya disebabkan oleh

ikatan hidrogen antara molekul surfaktan dengan molekul-molekul air.

2.4.1 Surfaktan Sodium Dodecyl Sulfate

Sodium Dodecyl Sulfate (SDS) adalah surfaktan anionik dan pada temperatur 303 K

(300C) membentuk misel dengan bilangan agregasi rata-rata 70 dan diameter misel 3,05 nm.

CMC SDS berada pada konsentrasi 8x10-3 M, nilai HLB 40 dan berat molekul relatif 288,38

gram/mol. Sesuai dengan aturan Bancroft, surfaktan SDS memiliki nilai HLB yang tinggi,

sehingga bila digunakan sebagai emulsifier akan dihasilkan emulsi O/W.

2.5 Adsorpsi

Adsorpsi adalah proses yang terjadi ketika molekul cair/gas terakumulasi pada

permukaan padatan/cairan, sehingga membentuk monolayer atau multilayer di permukaan.

Secara umum, adsorpsi diklasifikasikan menjadi dua jenis berdasarkan jenis ikatannya, yaitu

adsorpsi kimia dan adsorpsi fisika (Oscik, 1982). Adsorpsi kimia terjadi karena adanya

interaksi kimia antara molekul adsorbat dengan molekul adsorben. Interaksi kimia ini cukup

Page 6: Skripsi ringkas leni

kuat, sehingga adsorpsi kimia bersifat irreversible, disertai dengan panas adsorpsi yang besar

dan terbentuk monolayer pada permukaan adsorben. Proses adsorpsi fisika adalah terikatnya

molekul adsorbat pada permukaan adsorben melalui gaya tarik-menarik yang relatif lemah.

Oleh karena itu adsorpsi fisika bersifat reversible, panas adsorpsinya kecil dan terbentuk

multilayer pada permukaan adsorben.

2.6 Zeolit

Zeolit terbentuk dari tetrahedral alumina dan silika yang pada permukaan rongganya

terdapat ion-ion logam alkali dan alkali tanah sebagai kation penyeimbang. Zeolit alam

merupakan suatu kelompok mineral yang dihasilkan dari proses alam terhadap batuan

vulkanik, yang terdiri dari silikon oksida dan alumina oksida. Contohnya zeolit alam adalah

Klinoptilolit, Modernit, Analsim, Enonit, dan Laumontit. Kerangka dasar struktur zeolit

terdiri dari unit-unit tetrahedral (AlO4)5- dan (SiO4)4- dan saling berhubungan melalui atom

oksigen (Martin, 2000). Pada struktur zeolit, empat atom oksigen berkoordinasi dengan semua

atom Si membentuk tetrahedral. Si 4+ akan digantikan oleh Al3+ sehingga terjadi difisiensi

muatan postitif. Defisiensi muatan positif ini menyebabkan zeolit bermuatan negatif dan

selanjutnya akan dinetralkan oleh kation alkali atau alkali tanah, seperti Na+, K+, Mg 2+, dan

Ca 2+ di dalam rongga-rongganya untuk mencapai senyawa yang stabil. (Li, et al., 2008).

2.7 Modifikasi Zeolit

Karakter permukaan zeolit dapat diubah sifatnya dengan melakukan proses modifikasi

permukaan. Pada penelitian ini dilakukan modifikasi zeolit dengan tiga proses kimia, yaitu

pembentukan admisel pada permukaan zeolit, adsolubilisasi monomer dan pembentukan

polimer pada admisel.

2.7.1 Pembentukan Admisel

Tahap pertama modifikasi permukaan adalah pembentukan admisel pada permukaan

zeolit. Admisel berasal dari kata adsorbed micelle, yaitu fenomena pembentukan lapisan

bilayer dari molekul surfaktan pada permukaan padatan zeolit. Penambahan konsentrasi

surfaktan secara terus menerus menyebabkan adsorpsi meningkat, sehingga terjadi perubahan

dari bentuk monolayer menjadi bilayer. Surfaktan kationik yang digunakan dalam penelitian

ini adalah HDTMA - Br yang dapat membentuk misel dengan bilangan agregasi yaitu 95, dan

diameter misel = 5 nm. CMC HDTMA-Br berada pada konsentrasi 9x10-4 M dan berat

Page 7: Skripsi ringkas leni

molekul relatif 364,45 gram/mol. Kelarutan dalam air adalah 0.192 gram/L (20 °C), titik

leleh 250 - 256 °C dan bulk density 390 kg/m3.

2.7.2 Adsolubilisasi pada Admisel

Tahapan kedua adalah proses adsolubilisasi, yaitu proses teradsorpsinya molekul

organik non polar ke dalam admisel. Admisel mempunyai tiga daerah adsolubilisasi, yaitu

daerah hidrofilik, palisade, dan core. Daerah bagian tengah disebut daerah core, terdiri dari

rantai hidrokarbon dan memiliki sifat non polar. Daerah antara gugus hidrofilik dan core

disebut dengan daerah palisade. Kepolaran pada daerah ini merupakan intermediet dari

daerah hidrofilik dan core. Molekul-molekul organik dapat teradsolubilisasi ke dalam bilayer

dari admisel melalui mekanisme difusi. Molekul organik non polar akan cenderung

teradsorpsi pada daerah core admisel, yaitu daerah yang paling bersifat hidrofobik.

Pada penelitian ini digunakan monomer metil metakrilat (MMA). MMA adalah

monomer vinil yang termasuk ke dalam golongan monomer akrilat. Memiliki sifat fisika dan

kimia yaitu cairan bening yang berbau menyengat, memiliki berat molekul 100,12 gram/mol,

densitas 0,936 gram/mL, kelarutan dalam air 15 gram/L, dan memiliki gugus aktif berupa

struktur ikatan tak jenuh untuk berpolimerisasi melalui mekanisme radikal bebas.

2.7.3 Polimerisasi pada Admisel

Tahapan ketiga adalah proses polimerisasi dari monomer yang telah teradsolubilisasi

ke dalam admisel. Polimerisasi admisel adalah reaksi polimerisasi yang terjadi dalam admisel

surfaktan. Pada penelitian ini dihasilkan polimer yaitu polimetil metakrilat atau PMMA. Sifat

fisik dan kimia PMMA adalah padatan termoplastik yang kaku dan keras pada suhu ruang,

memiliki densitas 3,7 gram/mL dan titik didih 1540C. PMMA juga dapat dimanfaatkan untuk

mengadsorpsi senyawa-senyawa organik dari sejumlah besar larutan dengan membentuk

kompleks yang kuat (Shao, et al., 2010).

Selain monomer, yang digunakan pada proses polimerisasi adalah inisiator. Inisiator

adalah zat yang dapat memicu reaksi rantai pada proses polimerisasi karena zat tersebut dapat

terurai menghasilkan spesi partikel reaktif yang mengandung elektron tidak berpasangan

(radikal bebas) atau ion bermuatan positif atau negatif (anion atau kation) (Rosa, 2005).

Mekanisme polimerisasi radikal bebas melalui tiga tahapan, yaitu inisiasi (pemicuan),

propagasi (perambatan), dan terminasi (Risqia Minierini, 2013).

Page 8: Skripsi ringkas leni

2.8 Metode Methylene Blue Alkyl Substance (MBAS)

Metode Methylene Blue Alkyl Substance (MBAS) adalah metode yang digunakan

untuk menentukan kadar surfaktan anionik dalam larutan dan diukur menggunakan.

Methylene blue adalah suatu zat pewarna kationik. Berat molekul relatif methylene blue

adalah 350 gram/mol. MBAS adalah suatu cara pemindahan/transfer methylene blue ke dalam

cairan organik yang tidak saling bercampur. Pemindahan ini dapat terjadi jika terbentuk

pasangan ion antara surfaktan anionik dan kation methylene blue. Zat yang dapat diukur

dengan metode ini adalah surfaktan anionik yang dapat diekstraksi secara sempurna oleh

kloroform. Pada penelitian ini surfaktan anionik yang digunakan adalah surfaktan sodium

dodesil sulfat.

2.9 Metode Ekstraksi Gravimetri

Analisis kuantitatif minyak dan lemak dalam air dapat dilakukan dengan metode

ekstraksi gravimetri. Ekstraksi adalah pemisahan suatu fraksi dari fraksi lain yang berada di

dalam suatu campuran berdasarkan perbedaan kelarutan. Ekstraksi yang dilakukan pada

penelitian ini adalah ekstraksi dengan melarutkan minyak dalam pelarut untuk minyak.

Pelarut minyak yang digunakan dalam penelitian ini adalah pelarut n-heksan (Ketaren, 1986).

2.10 Turbidimeter

Turbidimeter adalah alat yang digunakan untuk mengukur tingkat kekeruhan cairan

yang berasal dari hamburan sinar yang dihasilkan. Hamburan sinar terjadi karena interaksi

antara sinar yang diberikan dengan partikel suspensi yang terdispersi dalam larutan (Saidar, et

al., 2002). Prinsip umum dari turbidimeter adalah sinar yang datang mengenai suatu partikel

kemudian dihamburkan dan ditangkap oleh detektor kemudian dirubah ke dalam bentuk

angka dalam satuan (NTU). Batas deteksi alat berkisar antara 0-1000 NTU (Day dan

Underwood, 2002).

2.11 Spektrofotometer UV - Vis

Spektrofotometer UV - Vis mempunyai rentang pengukuran pada panjang gelombang

190-1100 nm. Apabila radiasi dari Spektrum UV - Vis dilewatkan melalui larutan berwarna

maka radiasi dengan panjang gelombang tertentu diserap (absorpsi) secara selektif sedangkan

yang lainnya akan diteruskan (transmisi). Hubungan antara absorbansi dan konsentrasi dapat

diukur sesuai dengan Hukum Lambert - Beer. Spektrofotometer UV - Vis terdiri dari

Page 9: Skripsi ringkas leni

beberapa komponen pokok yaitu: sumber radiasi (lampu hidrogen, deuterium, atau wolfram),

kuvet (dari kuarsa, kaca, atau plastik), monokromator, detektor dan rekorder.

2.12 Spektrofotometer IR

Spektrofotometer IR digunakan untuk menganalisis gugus fungsional suatu molekul.

Penyerapan daerah infra merah yang sering digunakan adalah daerah infra merah tengah yaitu

pada panjang gelombang 4000-690 cm-1 (12 - 2x10 13 Hz; 2,5-15 μm). Prinsip pengukuran

spektrofotometer IR yaitu melalui absorpsi radiasi infra merah pada tingkat energi vibrasi dan

rotasi pada ikatan kovalen yang mengalami perubahan momen dipol dalam suatu molekul.

Suatu sumber akan mengemisikan energi infra merah melalui bagian optik dari spektrometer.

Sinar yang melewati interferometer dipisahkan lalu bergabung kembali menghasilkan suatu

pola interferensi, kemudian ditransmisikan dan diukur oleh detektor. Produk dari detektor

adalah interferogram. Pengukuran ini diubah menjadi format digital yang dapat dibaca

komputer oleh Analog Digital Converter (ADC). Kemudian interferogram diubah mejadi

suatu pita spektrum tunggal oleh Fast Fourier Transform (FFT).

3. METODE PENELITIAN

PSAMikroskop

Emulsi Stabil Turbidimeter

Stabil III

Turbidimeter

Stabil IV

Stabil I

Turbidimeter

TurbidimeterVariasi Kecepatan

Pengadukan

Turbidimeter

Variasi Waktu Pengadukan

Stabil II

Variasi Perbandingan Volume Solar:Air

Variasi Konsentrasi SDS

Solar+Akuades

Page 10: Skripsi ringkas leni

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pembuatan Emulsi Minyak Solar dalam Air

Larutan SDS pada konsentrasi 0,002 M 10 mL dicampur dengan perbandingan volume

minyak solar : air yaitu 0,005: 1 diaduk selama 15 menit dan kecepatan pengadukan 450 rpm.

Nilai turbiditas emulsi dapat dilihat pada Gambar 3.1.

300 350 400 450 5000

100200300400500

Kecepatan Pengadukan (rpm)

Tu

rbid

itas

(NT

U)

Gambar 4.1 Grafik Turbiditas Emulsi dengan Variasi Kecepatan Pengadukan

Nilai Kapasitas Adsorpsi

Dosis Waktu pH

UV

pHWaktu Dosis

Aplikasi adsorpsi SDS

Nilai Kapasitas Adsorpsi

FTIR

FTIR, XRF, XRD, BET,

+K2S2O8

Zeolit Admisel-PMMA

+ MMA

Adsolubilisasi MMA

+ HDTMA-Br

Admisel (zeolit HDTMA-Br)

Na-Zeolit

Penyeragaman kation

KimiaFisika

Aktivasi

Aplikasi adsorpsi solar

Zeolit alam

Page 11: Skripsi ringkas leni

Berdasarkan Gambar 3.1 nilai turbiditas tertinggi terjadi pada kecepatan

pengadukan 450 rpm, yaitu kecepatan pengadukan optimum. Pada kecepatan pengadukan 450

rpm, frekuensi kontak antara SDS dan droplet mencapai optimum untuk membentukemulsi

yang stabil. Jika kecepatan pengadukan < 450 rpm frekuensi kontak antara SDS dengan

droplet lebih sedikit, sehingga SDS belum teradsorpsi secara sempurna di sekeliling droplet

dan emulsi belum stabil. Namun pada kecepatan pengadukan 500 rpm nilai turbiditas turun

kembali, karena terjadi frekuensi tumbukan yang tinggi antara droplet yang telah stabil.

Tumbukan ini akan menyebabkan rusaknya lapisan SDS yang meliputi droplet dan emulsi

menjadi tidak stabil kembali.

4.2 Hasil Aktivasi Zeolit Alam dan Na-Zeolit

Karakterisasi zeolit alam dan Na-Zeolit dilakukan menggunakan spektrofotometer

FTIR. Karakterisasi zeolit menggunakan FTIR dilakukan pada daerah bilangan gelombang

400 – 4000 cm-1. Spektrum FTIR dari zeolit alam dan Na-Zeolit diperlihatkan pada Gambar

4.10. Berdasarkan Gambar 4.10 terlihat bahwa pada zeolit alam terdapat spektrum serapan

gugus H-O-H vibrasi tekuk (1645,3 cm-1), gugus O-T-O vibrasi tekuk (450 cm-1) dan vibrasi

ulur O-H (3600 cm-1), gugus T-O vibrasi ulur simetris (800,46 cm-1) dan gugus T-O vibrasi

ulur asimetris (1055 cm-1) merupakan unsur pembentuk zeolit.

Gambar 4.2 Hasil Spektra FTIR Zeolit

alam dan Na-Zeolit

4.3 Hasil Aktivasi Zeolit Admisel dan Zeolit Admisel-PMMA

Zeolit admisel-PMMA yang diperoleh, selanjutnya dikarakterisasi menggunakan

spektofotometer FTIR. Gambar 3.2 merupakan spektra FTIR dari Na-Zeolit, zeolit admisel,

dan zeolit admisel-PMMA untuk menunjukkan adanya gugus-gugus baru pada zeolit setelah

dilakukan proses modifikasi. Pada spektrum admisel dan admisel-PMMA, terdapat puncak-

Page 12: Skripsi ringkas leni

puncak serapan baru pada bilangan gelombang 2926 cm-1 dan 2922 cm-1 yang menandakan

adanya gugus C-H stretching dari rantai hidrokarbon HDTMA. Selain itu, pada admisel dan

admisel-PMMA muncul juga puncak serapan gugus N-H bending dari HDTMA pada

bilangan gelombang sekitar 1487,1 cm-1. Munculnya puncak-puncak serapan tersebut

menandakan bahwa HDTMA+ telah teradsorpsi pada permukaan zeolit. Pada spektrum zeolit

admisel-PMMA, muncul puncak serapan baru pada bilangan gelombang 1803,4 cm-1 yang

merupakan serapan khas karbonil ester dari metil metakrilat. Adanya puncak- puncak serapan

ini membuktikan bahwa PMMA telah

teradsolubilisasi di dalam admisel zeolit-

HDTMA.

Gambar 4.3 Hasil Spektra FTIR Zeolit Admisel dan Zeolit Admisel-PMMA

4.4 Aplikasi Zeolit Admisel-PMMA sebagai Adsorben Solar dan SDS

Pada penelitian ini, dibandingkan kemampuan adsorpsi Na-zeolit, zeolit admisel dan

zeolit admisel-PMMA untuk mengadsorpsi SDS dan solar. Gambar 3.3 merupakan grafik

adsorpsi minyaksolar dan SDS oleh Na Zeolit, zeolit admisel dan zeolit admisel-PMMA.

Berat minyak solar yang teradsorpsi dapat dihitung secara kuantitatif dengan metode ekstraksi

gravimetri, sedangkan konsentrasi SDS yang teradsorpsi dapat ditentukan dengan metode

MBAS.

Page 13: Skripsi ringkas leni

Gambar 4.5 Hasil Adsorpsi Minyak

Solar dan SDS

4. KESIMPULAN

Emulsi solar dalam air yang stabil dapat dibuat dengan mencampurkan larutan SDS

dan minyak solar dengan kondisi optimum konsentrasi SDS 0,002 M, perbandingan solar : air

5 x 10-3 : 1, kecepatan pengadukan 450 rpm selama 15 menit. Berdasarkan hasil karakterisasi

dengan FTIR terbukti, bahwa adsorben zeolit admisel-PMMA telah berhasil dibuat dengan

cara memodifikasi zeolit alam dengan HDTMA-Br dan PMMA. Kemampuan adsorpsi SDS

dan solar oleh zeolit admisel-PMMA lebih baik baik dibandingkan dengan Na-Zeolit dan

admisel zeolit. Kondisi optimum adsorpsi SDS dan minyak solar pada zeolit admisel-PMMA

adalah massa adsorben 0,6 gram, waktu pengadukan 45 menit dan pH 7,3.

DAFTAR ACUAN

[1] Cheryan, M. and N. Rajagopalan, 1998. Membran processing of oily streams : Waste

water treatment and waste reduction, J. Membrane Sci. 151,.p13-28.

[2] Kim., et al, 2005. Effect of fouling reduction by ozone backwashing in a microfiltration

system with advanced new membrane material. Desalination,Vol. 202. p. 361-368.

[3] Moosai, R. and R. A. Dawe, 2003, Gas attachment of oil droplets for gas flotation for

oily waste water cleanup, Separation and Purification Technology, 33 (3), p.303-314.

[4] Eren, E., Afsin, B. (2007). Investigation of a basic dye adsorption from aqueous

solution onto raw and pre-treated bentonite surfaces. Dyes Pigments 73(2007) 162-167.

Na-ZeolitZeolit HDTMA-Br

Zeolit Admisel PMMA

0

20

40

60

80

100

34.36

64.31

95.72

15,13 x 10-415,42 x 10-4

18,92 x 10-4

Berat Solar ter-adsopsi (mg/gr)

Konsentrasi SDS teradsorpsi (m-mol/L)

Jenis Adsorben

Ber

at

tera

dso

rpsi

(m

g/g

r)

Page 14: Skripsi ringkas leni

[5]Daud, S. (2011). Sintesa Katalis Molibden Zeolit Klinoptilolit dan Aplikasinya untuk

Desulfurisasi Senyawa Asam Merkaptopropanoat. Karya Utama Magister Kimia,

Departemen Kimia FMIPAUI, Depok.

[6] Surfactant-modified Zeolite (SMZ) - A Versatile, Inexpensive Sorbent for Removing

ContaminantsfromWater.(n.d).7Oktober2013.http://www.gsaresources.com/smz.html

[7] Bowman, R.S, G.M Haggarty, R.G H uddleston, D. Neel and M. Flynn, 1995, Sorption of

nonpolar Organics, Inorganic Cation, and Inorganic Anions by Sufactant- Modified

Zeolite. In D.A. Sabatini, R.C K nox and J.h Harwell (eds). Surfactant-enhanced

Remediation of Subsurface Contamination. ACS Symposium Series 594. American

Chemical Society, Washington DC.

[8] Wei., at al, 2003. X-ray photoelectron spectroscopic studies of hydrophilic surfaces

modified via admicellar polymerization. Journal of Colloid and Interface Science 264

(2003) 296–300.

[9,10] Rosa, N.M. (2005). Studi Polimerisasi Metil Metakrilat pada Admisel Zeolit Alam

Hexadecyltrimethyl Ammonium Bromide dan Aplikasinya sebagai Adsorben Pigment

Red. Karya Utama Sarjana Kimia, Departemen Kimia FMIPA UI, Depok.