agung nugroho-skripsi-fakultas kedokteran-naskah ringkas-2014

17
Efektivitas Penyuluhan terhadap Peningkatan Pengetahuan Santri Mengenai Gejala dan Pengobatan Trikuriasis di Pesantren X, Jakarta Timur Agung Nugroho, Saleha Sungkar 1. Program Studi Sarjana Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2. Departemen Parasitologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta E-mail: [email protected] Abstrak Trikuriasis merupakan salah satu penyakit parasitik yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di daerah padat penduduk dengan sanitasi yang kurang baik. Keberhasilan pencegahan trikuriasis berkaitan dengan tingkat pengetahuan masyarakat mengenai gejala dan pengobatannya. Oleh karena itu, masyarakat perlu diberikan penyuluhan mengenai trikuriasis lalu dievaluasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan pengetahuan santri Pesantren X, Jakarta Timur mengenai gejala dan pengobatan trikuriasis. Penelitian ini menggunakan desain pre-test and post-test dan melibatkan 154 santri. Pengambilan data dilakukan tanggal 22 Januari 2011 dengan memberikan kuesioner mengenai gejala dan pengobatan trikuriasis kepada semua santri (total sampling) sebelum dan sesudah penyuluhan. Hasilnya menunjukkan, sebelum penyuluhan santri yang memiliki tingkat pengetahuan baik mengenai gejala dan pengobatan trikuriasis adalah 1 orang (0,6%), sedang 18 orang (11,7%) dan kurang 135 orang (87,7%). Setelah penyuluhan santri dengan pengetahuan baik bertambah menjadi 4 orang (2,6%), sedang 39 orang (25,3%), dan kurang 111 orang (72,1%). Pada uji marginal homogeneity didapatkan p=0,002 yang berarti terdapat perbedaan bermakna pada tingkat pengetahuan santri sebelum dan setelah penyuluhan. Disimpulkan bahwa, penyuluhan efektif untuk meningkatkan pengetahuan santri mengenai gejala dan pengobatan trikuriasis. The Effectiveness of Health Promotion to Increase the Knowledge Level of X Islamic Boarding School Students About Symptoms and Treatment of Trichuriasis Abstract Trichuriasis is one of the parasitic diseases which became a problem for public health in the populous area with poor sanitation. The success of trichuriasis prevention is associated with the knowledge level of people about the symptoms and its treatment. Therefore, people need to be given health promotion about trichuriasis and will be evaluated afterwards. The objective of this research is to understand the knowledge level of X Islamic boarding school students in East Jakarta about symptoms and treatment of trichuriasis. The research is using pre-test and post-test design and involving 154 students. This study was carried out on January 22 nd , 2011 by giving questionnaire about symptoms and treatment of trichuriasis to all students (total sampling) before and after health promotion. The results before health promotion given, showed that the number of students with good, fair and poor knowledge level of symptoms and treatment of trichuriasis was 1 (0,6%), 18 (11,7%) and 135 (87,7%), respectively. After health promotion given, the results showed that the number of students with good knowledge level is increasing up to 4 people (2,6%); 39 people (25,3%), and 111 people with fair and poor level. (72,1%). Based on marginal homogeneity test, p value was obtained 0,002, which means there is a significant difference between the knowledge level of the students before and after health promotion. In brief, it can be concluded that health promotion is effective to improve the knowledge level of the students about symptoms and treatment of trichuriasis. Keywords: trichuriasis, knowledge, symptoms, treatment, health promotion, Islamic boarding school Efektivitas penyuluhan…, Agung Nugroho, FK UI, 2014

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: agung nugroho-skripsi-fakultas kedokteran-naskah ringkas-2014

Efektivitas Penyuluhan terhadap Peningkatan Pengetahuan Santri Mengenai Gejala

dan Pengobatan Trikuriasis di Pesantren X, Jakarta Timur

Agung Nugroho, Saleha Sungkar

1. Program Studi Sarjana Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

2. Departemen Parasitologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

E-mail: [email protected]

Abstrak

Trikuriasis merupakan salah satu penyakit parasitik yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di daerah padat penduduk dengan sanitasi yang kurang baik. Keberhasilan pencegahan trikuriasis berkaitan dengan tingkat pengetahuan masyarakat mengenai gejala dan pengobatannya. Oleh karena itu, masyarakat perlu diberikan penyuluhan mengenai trikuriasis lalu dievaluasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan pengetahuan santri Pesantren X, Jakarta Timur mengenai gejala dan pengobatan trikuriasis. Penelitian ini menggunakan desain pre-test and post-test dan melibatkan 154 santri. Pengambilan data dilakukan tanggal 22 Januari 2011 dengan memberikan kuesioner mengenai gejala dan pengobatan trikuriasis kepada semua santri (total sampling) sebelum dan sesudah penyuluhan. Hasilnya menunjukkan, sebelum penyuluhan santri yang memiliki tingkat pengetahuan baik mengenai gejala dan pengobatan trikuriasis adalah 1 orang (0,6%), sedang 18 orang (11,7%) dan kurang 135 orang (87,7%). Setelah penyuluhan santri dengan pengetahuan baik bertambah menjadi 4 orang (2,6%), sedang 39 orang (25,3%), dan kurang 111 orang (72,1%). Pada uji marginal homogeneity didapatkan p=0,002 yang berarti terdapat perbedaan bermakna pada tingkat pengetahuan santri sebelum dan setelah penyuluhan. Disimpulkan bahwa, penyuluhan efektif untuk meningkatkan pengetahuan santri mengenai gejala dan pengobatan trikuriasis. The Effectiveness of Health Promotion to Increase the Knowledge Level of X Islamic

Boarding School Students About Symptoms and Treatment of Trichuriasis Abstract

Trichuriasis is one of the parasitic diseases which became a problem for public health in the populous area with poor sanitation. The success of trichuriasis prevention is associated with the knowledge level of people about the symptoms and its treatment. Therefore, people need to be given health promotion about trichuriasis and will be evaluated afterwards. The objective of this research is to understand the knowledge level of X Islamic boarding school students in East Jakarta about symptoms and treatment of trichuriasis. The research is using pre-test and post-test design and involving 154 students. This study was carried out on January 22nd, 2011 by giving questionnaire about symptoms and treatment of trichuriasis to all students (total sampling) before and after health promotion. The results before health promotion given, showed that the number of students with good, fair and poor knowledge level of symptoms and treatment of trichuriasis was 1 (0,6%), 18 (11,7%) and 135 (87,7%), respectively. After health promotion given, the results showed that the number of students with good knowledge level is increasing up to 4 people (2,6%); 39 people (25,3%), and 111 people with fair and poor level. (72,1%). Based on marginal homogeneity test, p value was obtained 0,002, which means there is a significant difference between the knowledge level of the students before and after health promotion. In brief, it can be concluded that health promotion is effective to improve the knowledge level of the students about symptoms and treatment of trichuriasis.

Keywords: trichuriasis, knowledge, symptoms, treatment, health promotion, Islamic boarding school

Efektivitas penyuluhan…, Agung Nugroho, FK UI, 2014

Page 2: agung nugroho-skripsi-fakultas kedokteran-naskah ringkas-2014

Pendahuluan

Trikuriasis merupakan penyakit yang disebabkan oleh cacing Trichuris trichiura atau

cacing cambuk. T. trichiura bersifat kosmopolitan, yaitu terdapat di seluruh dunia namun

paling banyak ditemukan di daerah lembab dan panas, seperti Indonesia.1

Di Indonesia, prevalensi trikuriasis cukup tinggi. T. trichiura banyak terdapat di daerah

dengan kondisi tanah liat, penduduk yang padat, sosioekonomi rendah dan sanitasi

lingkungan yang kurang baik. Berdasarkan data Departemen Kesehatan tahun 1991 prevalensi

trikuriasis di Bali 53%, di perkebunan Sumatera Selatan 36,2%, dan sebanyak 51,6% di

sejumlah sekolah di Jakarta. Pada tahun 1996, di Musi Banyuasin, Sumatera Selatan

trikuriasis ditemukan sebanyak 60% dari 365 anak sekolah dasar.1 Pada penelitian tahun 2008

yang dilakukan Mardiana dan Djarismawati, diperoleh hasil penderita trikuriasis di Jakarta

Barat dan Jakarta Selatan masing-masing 25,3% dan 68,42%.2

T. trichiura adalah cacing yang termasuk soil transmitted helminths yaitu cacing yang

memerlukan tanah untuk perkembangan telur menjadi infektif. Oleh karena itu, trikuriasis

lebih banyak terdapat pada anak dibandingkan orang dewasa

karena anak sering kontak dengan tanah pada saat bermain. Jika anak kontak dengan tanah

yang tercemar telur T. trichiura maka telur akan tertelan bila anak tersebut tidak mencuci

tangan sebelum makan.

Trikuriasis dengan infeksi ringan biasanya tidak menunjukkan gejala klinis yang jelas

namun pada infeksi berat dapat menyebabkan anak sering mengalami diare, berat badan

turun, anemia serta sindrom disentri dengan komplikasi prolapsus rektum.1,3,4 Keadaan

tersebut akan menurunkan prestasi belajar dan secara keseluruhan akan menurunkan kualitas

hidup anak.

Jakarta Timur adalah salah satu wilayah di Jakarta yang berpenduduk padat dan

tanahnya merupakan tanah liat. Di Jakarta Timur terdapat pesantren dengan jumlah santri

yang cukup banyak namun memiliki fasilitas yang minim.

Mengingat jenis tanah di wilayah Jakarta Timur adalah tanah liat dan kepadatan santri

di pesantren cukup tinggi diduga prevalensi trikuriasis di pesantren tersebut tergolong tinggi.

Oleh karena itu, santri perlu dibekali dengan pengetahuan mengenai penyebab trikuriasis,

gejala, pengobatan dan pencegahannya dengan cara memberikan penyuluhan kesehatan

mengenai trikuriasis lalu tingkat pengetahuan santri dievaluasi.

Untuk mengetahui efektivitas penyuluhan perlu dilakukan survei yang mengukur

tingkat pengetahuan santri mengenai trikuriasis sebelum dan setelah penyuluhan, namun

Efektivitas penyuluhan…, Agung Nugroho, FK UI, 2014

Page 3: agung nugroho-skripsi-fakultas kedokteran-naskah ringkas-2014

karena keterbatasan penelitian maka yang dievaluasi adalah tingkat pengetahuan mengenai

gejala dan pengobatannya.

Tinjauan Teoritis

Hospes T. trichiura adalah manusia dan penyakit yang disebabkannya adalah

trikuriasis.1,3,4,5

T. trichiura betina dewasa memiliki panjang sekitar 5 cm, sedangkan yang jantan

berukuran sekitar 4 cm. Bagian anteriornya langsing mirip seperti cambuk, dan panjangnya

kira-kira 3/5 dari panjang tubuhnya. Bagian posteriornya lebih gemuk, pada cacing jantan

bentuknya melingkar dan terdapat satu spikulum, sedangkan pada cacing betina bentuknya

membulat tumpul.1 Cacing dewasa T. trichiura habitatnya adalah di kolon asendens dan

sekum yang bagian anteriornya seperti cambuk masuk ke dalam mukosa usus.1,3

Seekor cacing betina dapat menghasilkan telur sekitar 3000-10 000 butir per harinya.

Telur tersebut berukuran 50-54 x 32 mikron, bentuknya seperti tempayan dengan tonjolan

jernih pada kedua kutub.1,5 Kulit telur bagian luar berwarna kekuningan dan bagian dalamnya

jernih. Telur yang dibuahi kemudian dikeluarkan dari hospes bersama tinja. Telur tersebut

akan matang dalam waktu 2 sampai 4 minggu pada lingkungan yang sesuai, yaitu pada tanah

liat dan pada tempat dengan kondisi yang lembab dan teduh.1,3,4,5 Telur matang adalah bentuk

infektif sebab berisi larva di dalamnya.1 Bentuk dewasa dan telur T. trichiura (Gambar 1)4

Gambar 1. Cacing Dewasa dan Telur T. trichiura4

Keterangan:

A: cacing dewasa jantan

B: bagian posterior cacing jantan (spikulum)

C: cacing dewasa betina

D: telur belum matang

E: telur sudah matang

Efektivitas penyuluhan…, Agung Nugroho, FK UI, 2014

Page 4: agung nugroho-skripsi-fakultas kedokteran-naskah ringkas-2014

Cara infeksi langsung adalah jika hospes menelan telur matang. Larva kemudian keluar

dari dinding telur lalu masuk ke dalam usus halus. Saat berubah menjadi dewasa, cacing T.

trichiura turun ke bagian distal usus dan masuk ke daerah kolon, tepatnya sekum. Cacing ini

tidak mempunyai siklus paruh. Masa pertumbuhan mulai dari telur tertelan sampai cacing

betina dewasa mengeluarkan telur kira-kira sekitar 1-3 bulan setelah infeksi.1,3 T. trichiura

dapat hidup selama 1-5 tahun di usus manusia (Gambar 2)6

Gambar 2. Siklus hidup T. trichiura6

T. trichiura pada manusia umumnya hidup di sekum, namun dapat juga ditemukan di

kolon asendens. Pada kasus dengan infeksi berat, terutama pada anak-anak, cacing ini dapat

tersebar di seluruh kolon dan rektum. Bahkan, kadang dapat terlihat di mukosa rektum yang

mengalami prolapsus diakibatkan penderita mengejan saat defekasi.

T. trichiura memasukkan kepalanya ke dalam mukosa usus sehingga akan terjadi trauma

yang menimbulkan peradangan dan juga iritasi mukosa usus. Tempat dimana cacing itu

melekat akan mengalami perdarahan. Cacing itu juga menghisap darah hospesnya sehingga

dapat mengakibatkan anemia. 1,3,4,5

Kebanyakan individu yang terinfeksi adalah asimtomatik. Hanya penderita trikuriasis

berat yang biasanya menunjukkan gejala diare menahun selama 2-3 tahun yang umumnya

Efektivitas penyuluhan…, Agung Nugroho, FK UI, 2014

Page 5: agung nugroho-skripsi-fakultas kedokteran-naskah ringkas-2014

diselingi mual, anemia, sindrom disentri, berat badan turun, serta kadang disertai prolapsus

rektum.

Infeksi berat trikuriasis juga sering disertai dengan infeksi cacingan lainnya atau

protozoa, sedangkan pada infeksi ringan, hanya dapat diketahui dengan pemeriksaan tinja

rutin karena biasanya tidak memberikan gejala klinis yang jelas atau bahkan tanpa gejala.

1,3,4,5

Pemeriksaan pulasan tinja menunjukkan telur T. trichiura yang khas.3 Diagnosis

trikuriasis dibuat dengan menemukan telur dan cacing T. trichiura di dalam feses.1,4,5 Pada

pemeriksaan sampel feses di laboratorium, jumlah telur harus dihitung untuk menentukan

tingkat infeksi. Morfologi telur lebih mudah dilihat pada sediaan basah.4,5

Trikuriasis dapat diobati dengan hasil yang cukup baik menggunakan mebendazol

dengan dosis 2 x 100 mg selama 3 hari atau 500 mg pada dosis tunggal, atau albendazol dosis

tunggal 400 mg, atau dengan oksantel pirantel pamoat dosis tunggal 10-15 mg/kgBB.1,3,4

Untuk pengobatan masal dianjurkan menggunakan dosis tunggal.4 Pemberian mebendazol

dengan dosis 2 x 100 mg selama 3 hari menghasilkan angka kesembuhan 70-90% dan

mengurangi keluaran telur 90-99%. Sebagai tindakan lanjutan, dilakukan pemeriksaan tinja 2-

4 minggu setelah pengobatan.3

Trikuriasis sering terjadi pada masyarakat pedesaan miskin dengan fasilitas sanitasi yang

kurang.3 Kunci dalam persebaran trikuriasis adalah kontaminasi tanah dengan tinja. Telur T.

trichiura tumbuh di tanah liat dan tempat yang teduh serta lembab dengan suhu optimum

30oC. Pemakaian tinja sebagai pupuk dapat menjadi sumber infeksi. Oleh karena itu, negara

yang menggunakan tinja sebagai pupuk seperti Indonesia, frekuensi trikuriasis tergolong

tinggi. Pada beberapa daerah pedesaan di Indonesia frekuensinya mencapai 30-90%. Salah

satu upaya pencegahannya adalah mencuci dengan baik sayuran yang dimakan mentah. 1

Di daerah yang sangat endemik, infeksi dapat dicegah dengan mengobati orang yang

menderita trikuriasis, pembuatan jamban atau sanitasi yang baik, dan pendididikan tentang

kebersihan perorangan.1 Mengingat penyebaran trikuriasis dapat melalui insekta, tangan,

makanan, atau minuman yang tercemar telur cacing, salah satu upaya pencegahannya adalah

dengan mencuci tangan sebelum makan dan menjaga kebersihan makanan.3

Efektivitas penyuluhan…, Agung Nugroho, FK UI, 2014

Page 6: agung nugroho-skripsi-fakultas kedokteran-naskah ringkas-2014

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pesantren adalah asrama tempat

santri atau tempat murid-murid belajar mengaji, dsb. Pondok pesantren menurut M. Arifin

(dikutip dari Mujamil Qomar7) berarti suatu lembaga pendidikan agama Islam yang tumbuh

serta diakui masyarakat sekitar, dengan sistem asrama (komplek) dimana santri-santri

menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian atau madrasah yang sepenuhnya

berada di bawah kedaulatan dari kepemimpinan seseorang atau beberapa orang kyai dengan

ciri-ciri khas bersifat karismatik serta independen dalam segala hal.

Lembaga riset Islam (dikutip dari Mujamil Qomar7) mendefinisikan pesantren ialah

suatu tempat yang tersedia untuk para santri dalam menerima pelajaran-pelajaran agama Islam

sekaligus tempat berkumpul dan tempat tinggalnya.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pesantren merupakan suatu tempat

pendidikan dan pengajaran yang menekankan pelajaran agama Islam dengan disertai asrama

sebagai tempat tinggal santri yang bersifat permanen.

Berdasarkan KBBI, penyuluhan adalah proses, cara, perbuatan menyuluh; penerangan.

Tahap-tahap perencanaan penyuluhan kesehatan (Gambar 3)8

Gambar 3. Langkah Perencanaan Penyuluhan Kesehatan8

Penyuluhan kesehatan memiliki berbagai tujuan, yaitu tujuan jangka pendek, tujuan

jangka menengah, dan tujuan jangka panjang. Tujuan jangka pendeknya adalah terciptanya

pengertian, nilai, norma dan sikap. Tujuan jangka menengah adalah terciptanya perilaku sehat

sedangkan tujuan jangka panjang adalah status kesehatan yang optimal.

Dalam melakukan penyuluhan perlu ditentukan sasaran penyuluhannya. Sasaran

penyuluhan adalah individu atau kelompok yang akan diberi penyuluhan. Pemilihan

kelompok sasaran menentukan strategi atau metode penyuluhan.

Penyuluhan dapat diberikan melalui berbagai metode. Pemilihan metode

bergantung pada tujuan yang ingin dicapai. Jika tujuan yang ingin dicapai aspek pengertian,

pesan cukup disampaikan dengan lisan atau tulisan. Jika tujuannya untuk mengembangkan

Efektivitas penyuluhan…, Agung Nugroho, FK UI, 2014

Page 7: agung nugroho-skripsi-fakultas kedokteran-naskah ringkas-2014

sifat yang positif, sasaran harus menyaksikan sikap positif tersebut, baik diperagakan, melalui

film, atau dengan slide maupun foto.

Isi penyuluhan harus diberikan dalam bahasa yang mudah dipahami, dan dapa

dilaksanakan oleh sasaran dengan sarana yang mereka miliki. Saat menyusun isi penyuluhan,

harus diungkapkan keuntungan yang didapat jika sasaran melaksanakan anjuran yang

diberikan. Setelah penyuluhan diberikan perlu diadakan evaluasi dengan memberikan umpan

balik pada kelompok sasaran.8

Pengetahuan di sini didefinisikan sebagai apapun yang responden ketahui mengenai

trikuriasis, termasuk nama lain, siklus hidup, morfologi, pencegahan, gejala, dan

pengobatannya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengetahuan berarti segala sesuatu

yang diketahui berkaitan dengan suatu hal.

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap

objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dsb.). Pada saat penginderaan

berubah menjadi pengetahuan, proses ini sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan

persepsi terhadap objek. Pengetahuan seseorang sebagian besar didapat melalui indera

penglihatan dan pendengaran. Pengetahuan seseorang terhadap objek memiliki intensitas yang

berbeda.9

Menurut Notoatmodjo (dikutip dari Ferry Efendi, Makhfudli9) terdapat 6 tingkat

pengetahuan, yaitu:

1. Mengetahui

Tahu diartikan sebagai proses pemanggilan memori yang sudah ada sebelumnya

setelah mengamati sesuatu. Untuk mengetahui orang tahu akan sesuatu dapat diukur dengan

menggunakan pertanyaan.

2. Memahami

Memahami suatu objek tidak hanya sekedar tahu tentang objek tersebut, tidak sekedar

dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan dengan benar

tentang objek yang diketahui tersebut.

3. Mengaplikasikan

Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat

menerapkan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain.

4. Menganalisis

Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan/atau memisahkan,

kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang ada dalam objek yang

Efektivitas penyuluhan…, Agung Nugroho, FK UI, 2014

Page 8: agung nugroho-skripsi-fakultas kedokteran-naskah ringkas-2014

diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang sudah sampai tingkat analisis adalah jika

orang tersebut dapat membedakan, mengelompokkan, membuat diagram terhadap

pengetahuan atas objek tersebut.

5. Menyintesis

Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau

meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang

dimiliki. Dapat disimpulkan, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi

baru dari formulasi yang sudah ada.

6. Mengevaluasi

Evaluasi berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan penilaian

terhadap objek tertentu. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau

kuesioner yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari responden. Wawancara

dilakukan dengan berkomunikasi secara langsung (bertatap muka) dengan responden atau

tidak berhadapan langsung dengan responden (misalnya melalui telepon). Kuesioner diajukan

secara tertulis pada sekelompok orang untuk mendapatkan keterangan.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain pre-post study untuk mengetahui peningkatan

pengetahuan santri mengenai gejala dan pengobatan trikuriasis sebelum dan setelah diberikan

penyuluhan (before and after). Penelitian ini bertempat di pesantren X, Jakarta Timur.

Pengambilan data dilaksanakan pada tanggal 22 Januari 2011. Populasi target penelitian ini

adalah santri pesantren. Populasi terjangkau penelitian ini adalah seluruh santri Pesantren X,

Jakarta Timur. Seluruh santri Pesantren X dijadikan subjek penelitian (related sample).

Kriteria inklusi penelitian ini adalah seluruh santri yang terdaftar di Pesantren X dan yang

berada pada saat pengambilan data. Tidak ada kriteria eksklusi pada penelitian ini karena

seluruh santri dijadikan subjek penelitian.

Peneliti menggunakan metode total sampling karena seluruh santri dijadikan subjek

penelitian. Variabel bebas yang digunakan adalah penyuluhan, variabel tergantungnya ialah

pengetahuan mengenai gejala dan pengobatan trikuriasis, sedangkan variabel perancunya

yaitu usia, jenis kelamin, serta tingkat pendidikan.

Sebelum pengambilan data, peneliti memberikan penjelasan mengenai apa yang akan

dilakukan lalu meminta kesediaan subjek untuk mengikuti penelitian. Setelah mendapat

persetujuan, peneliti memberikan kuesioner pre-test yang berisi pertanyaan mengenai gejala

Efektivitas penyuluhan…, Agung Nugroho, FK UI, 2014

Page 9: agung nugroho-skripsi-fakultas kedokteran-naskah ringkas-2014

dan pengobatan trikuriasis. Setelah pengisian selesai, kuesioner dikumpulkan dan diperiksa

kelengkapannya. Selanjutnya, santri diberikan penyuluhan mengenai trikuriasis oleh tenaga

kesehatan (dokter) yang berpengalaman dalam memberikan penyuluhan. Setelah penyuluhan

selesai, dilakukan post-test dengan memberikan kuesioner yang berisi pertanyaan yang sama

dengan pre-test. Setelah pengisian selesai dan kuesioner telah lengkap peneliti memberikan

souvenir sebagai tanda terima kasih kepada responden. Data yang diperoleh akan dijaga

kerahasiaannya.

Pengolahan data penelitian ini menggunakan program SPSS for Windows versi 17.0.

Setelah dilakukan pengolahan data, data tersebut akan disajikan dalam bentuk tabel. Analisis

data menggunakan uji marginal homogeneity. Interpretasi analitik akan dilakukan untuk

mengetahui hubungan antar variabelnya.

Verifikasi data dilakukan oleh peneliti dengan memberikan kuesioner. Data yang

didapatkan dari pengisian kuesioner akan diperiksa kelengkapan dan kesesuaiannya segera

setelah pengambilan data selesai.

Setelah dipastikan lengkap dan sesuai, data yang diperoleh diklasifikasikan sesuai

dengan skala pengukurannya masing-masing yaitu numerik, ordinal, dan nominal. Usia dan

nilai pengetahuan responden diklasifikasikan ke dalam skala numerik. Lalu, jenis kelamin dan

tingkat pendidikan diklasifikasikan ke dalam skala nominal.

Analisis univariat digunakan untuk melihat penyajian distribusi frekuensi dari

analisis distribusi variabel tergantung dan variabel bebas. Analisis bivariat digunakan

untuk melihat hubungan antara variabel bebas dengan variabel tergantung. Untuk

mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan sebelum dan setelah penyuluhan

digunakan uji marginal homogeneity.

Hasil Dari survei yang dilakukan di pesantren X, Jakarta Timur didapatkan 154 orang responden

dengan jumlah responden laki-laki sebanyak 91 orang (59,1%), perempuan 63 orang (40,9%),

santri aliyah 73 orang (47,4%), dan santri tsanawiyah 81 orang (52,6%).

Efektivitas penyuluhan…, Agung Nugroho, FK UI, 2014

Page 10: agung nugroho-skripsi-fakultas kedokteran-naskah ringkas-2014

Tabel 4.2.1 Sebaran Responden Berdasarkan Jumlah Sumber Informasi

Jumlah Sumber Informasi Jumlah 1 Sumber Informasi 1 (0,6%) 2 Sumber Informasi 26 (16,9%) 3 Sumber Informasi 77 (50%) 4 Sumber Informasi 33 (21,4%) 5 Sumber Informasi 11 (7,1%) 6 Sumber Informasi 4 (2,6%) 7 Sumber Informasi 1 (0,6%) 8 Sumber Informasi 1 (0,6%)

Dari Tabel 4.2.1 diketahui bahwa sebagian besar responden (50,0%) memperoleh

informasi mengenai gejala dan pengobatan trikuriasis dari 3 sumber infomasi.

Tabel 4.2.2 Sebaran Berdasarkan Usia Responden

Usia Jumlah 11 4 (2,6%) 12 9 (5,8%) 13 23 (14,9%) 14 25 (16,2%) 15 26 (16,9%) 16 27 (17,5%) 17 23 (14,9%) 18 14 (9,1%) 19 2 (1,3%) 20 1 (0,6%)

Berdasarkan tabel 4.2.2 diketahui bahwa sebagian besar responden berusia antara 13

sampai 17 tahun, namun yang paling tinggi adalah usia 16 tahun dengan jumlah sebanyak 27

orang (17,5%).

Tabel 4.2.3 Sebaran Responden Berdasarkan Sumber Informasi Paling Berkesan

Sumber Informasi Jumlah Dokter 80 (51,9%) Teman 1 (0,6%) Guru 19 (12,3%) Orang Tua 42 (27,3%) Internet 6 (3,9%) TV 5 (3,2%) Koran 1 (0,6%)

Efektivitas penyuluhan…, Agung Nugroho, FK UI, 2014

Page 11: agung nugroho-skripsi-fakultas kedokteran-naskah ringkas-2014

Dari Tabel 4.2.3 diketahui bahwa sebanyak 80 responden (51,9%) memilih dokter sebagai

sumber informasi yang paling berkesan.

Tabel 4.2.4 Tingkat Pengetahuan Responden mengenai Gejala dan Pengobatan Trikuriasis Sebelum dan Sesudah Penyuluhan

Penyuluhan Tingkat Pengetahuan Baik Cukup Kurang Uji

Sebelum 1 (0,6%) 18 (11,7%) 135 (87,7%) marginal homogeneity

p=0,002 Sesudah 4 (2,6%) 39 (25,3%) 111 (72,1%)

Tabel 4.2.4 menjelaskan hubungan tingkat pengetahuan responden mengenai gejala

dan pengobatan trikuriasis sebelum dan setelah penyuluhan. Tampak bahwa terdapat

perbedaan bermakna antara tingkat pengetahuan sebelum dengan setelah penyuluhan

(p=0,002). Hal tersebut berarti tingkat pengetahuan mengenai gejala dan pengobatan

trikuriasis dipengaruhi oleh penyuluhan.

Tabel 4.2.5 Proporsi Skor Jawaban Terhadap Pertanyaan Mengenai Gejala dan Pengobatan Trikuriasis

No Pertanyaan Skor Total Skor maks Persentase

Pre-test Post-test Pre-test Post-test

21 Infeksi berat cacing cambuk (jumlah cacing sangat banyak) dapat mengakibatkan…

200 246 770 26 32

22 Infeksi cacing cambuk dapat menyebabkan...

262 299 770 34 38,8

23 Infeksi cacing cambuk dalam jangka panjang dapat menyebabkan…

256 294 770 33,2 38,2

24 Cacing cambuk TIDAK dapat diobati dengan obat cacing yang dijual

340 435 770 44,2 56,5

Efektivitas penyuluhan…, Agung Nugroho, FK UI, 2014

Page 12: agung nugroho-skripsi-fakultas kedokteran-naskah ringkas-2014

bebas karena…

25 Pengobatan cacing cambuk dilakukan dengan minum obat cacing selama…

195 340 770 25,3 44,2

Pada tabel 4.2.5 tampak bahwa semua skor pada pertanyaan nomor 21-25 meningkat

setelah penyuluhan. Sebelum penyuluhan, pertanyaan nomor 25 pada kuesioner mengenai

lamanya waktu minum obat cacing pada pengobatan cacing cambuk didapat rata-rata skor

paling rendah yakni 1,26 dari rentang skor 0-5. Sebagian besar responden 54 orang (35%)

menjawab bahwa pengobatan cacing cambuk dilakukan dengan minum obat cacing dua kali

sehari, sementara yang menjawab benar bahwa pengobatan cacing cambuk dilakukan dengan

minum obat cacing selama tiga hari berturut-turut hanya 39 responden (25,3%). Pertanyaan

dengan rata-rata skor paling tinggi yakni 2,2 dari rentang skor 0-5 adalah pertanyaan nomor

24 mengenai mengapa cacing cambuk tidak dapat diobati dengan obat cacing yang dijual

bebas. Sebagian besar responden 68 orang (44,2%) menjawab benar bahwa cacing cambuk

tidak dapat diobati dengan obat cacing yang dijual bebas dikarenakan cacing melekat erat di

dinding usus.

Setelah penyuluhan, pertanyaan nomor 21 pada kuesioner mengenai akibat infeksi

berat cacing cambuk (jumlah cacing sangat banyak) mendapatkan rata-rata skor paling rendah

yakni 1,6 dari rentang skor 0-5. Sebagian besar responden 64 orang (41%) menjawab bahwa

infeksi berat cacing cambuk (jumlah cacing sangat banyak) dapat mengakibatkan usus besar

menonjol di anus yang hanya bernilai 1, sedangkan hanya sebagian lainnya yaitu 21 orang

(13,6%) menjawab infeksi berat cacing cambuk (jumlah cacing sangat banyak) dapat

mengakibatkan perdarahan dan sebanyak 36 orang (23,4%) menjawab infeksi berat cacing

cambuk (jumlah cacing sangat banyak) dapat mengakibatkan disentri. Pertanyaan dengan

rata-rata skor paling tinggi yakni 2,8 dari rentang skor 0-5 adalah pertanyaan nomor 24

mengenai mengapa cacing cambuk tidak dapat diobati dengan obat cacing yang dijual bebas.

Sebagian besar responden 81 orang (52,6%) menjawab benar bahwa cacing cambuk tidak

dapat diobati dengan obat cacing yang dijual bebas dikarenakan cacing melekat erat di

dinding usus. Pembahasan

Jakarta Timur merupakan wilayah yang terdapat di Provinsi DKI Jakarta dan kondisi

tanahnya adalah tanah liat. Wilayah tersebut juga tergolong padat penduduk dan sering

Efektivitas penyuluhan…, Agung Nugroho, FK UI, 2014

Page 13: agung nugroho-skripsi-fakultas kedokteran-naskah ringkas-2014

dilanda banjir saat musim hujan. Banjir itu disebabkan sungai-sungai di wilayah tersebut tidak

dapat lagi menampung debit air hujan. Hal-hal di atas mengakibatkan wilayah Jakarta Timur

tergolong rawan dalam penyebaran trikuriasis karena T. trichiura memerlukan kondisi yang

sesuai untuk perkembangannya.

Perilaku seseorang dipengaruhi oleh pengetahuan yang dimilikinya. Oleh karena itu

agar berperilaku baik seseorang harus memiliki tingkat pengetahuan yang baik, termasuk

dalam pencegahan trikuriasis. Dengan meningkatnya pengetahuan diharapkan masyarakat

dapat mengenali trikuriasis dan mengetahui cara mengobatinya. Benthem et al melaporkan

masyarakat yang memiliki pengetahuan yang lebih baik mengenai demam berdarah dengue

(DBD) memiliki upaya pencegahan yang jauh lebih baik.12 Namun, Karolina MS melaporkan

tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan terhadap pencegahan

osteoporosis.13

Pada penelitian ini, sebelum penyuluhan mayoritas responden memiliki tingkat

pengetahuan kurang. Sebelum penyuluhan, responden yang memiliki pengetahuan kurang

berjumlah 135 orang (87,7%), cukup 18 orang(11,7%), dan baik 1 orang (0,6%). Hal itu

disebabkan kurangnya frekuensi penyuluhan kesehatan khususnya penyuluhan tentang

cacingan sehingga banyak siswa yang tidak mengetahui. Selain itu kurikulum pesantren tidak

menyediakan jurusan IPA dan hanya menyediakan jurusan IPS. Sebagaimana diketahui,

pengetahuan cacingan khususnya trikuriasis hanya didapat pada jurusan IPA sehingga

menyebabkan tingkat pengetahuan mereka masih kurang.

Peningkatan pengetahuan juga harus diiringi penanaman kebiasaan yang baik tentang

kesehatan. Diharapkan setelah pemberian penyuluhan tidak hanya pengetahuan mereka saja

yang meningkat, tetapi juga terciptanya perilaku sehat dan status kesehatan yang baik. Oleh

karena itu, perlu ada evaluasi berkala untuk menyesuaikan tingkat pengetahuan dan perilaku.

Hasti Lestari di Semarang meneliti hubungan paparan jenis media dengan

pengetahuan mengenai influenza dan diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan antara paparan

media dengan pengetahuan responden mengenai influenza.14 Karolus Ngambut juga meneliti

mengenai jenis media dan hubungannya dengan pengetahuan mengenai penyakit DBD yang

hasilnya menunjukkan bahwa ada hubungan antara pemanfaatan media dengan pengetahuan

responden. Penelitian tersebut juga menunjukkan terdapat perbedaan rata-rata pengetahuan

mengenai penyakit DBD antara responden yang menggunakan media interpersonal

(penyuluhan) dengan responden yang menggunakan media siar (televisi).15

Pada umumnya, informasi dari sumber yang paling menarik dan berkesan akan

membuat penerimanya lebih ingat akan informasi tersebut. Jenis sumber informasi yang

Efektivitas penyuluhan…, Agung Nugroho, FK UI, 2014

Page 14: agung nugroho-skripsi-fakultas kedokteran-naskah ringkas-2014

menarik dan tidak menimbulkan salah tafsir adalah media audio visual. Hal tersebut

dikarenakan media audiovisual memiliki gambar yang bergerak dan disertai suara yang dapat

memperjelas isi informasi. Media audiovisual yang melibatkan lebih banyak panca indera

dibanding media lain seperti buku atau majalah menyebabkan informasi lebih mudah

diterima. Hal tersebut dikarenakan pesan lebih mudah ditangkap melalui beberapa panca

indera.16

Berdasarkan hasil analisis data, sebagian besar responden memilih dokter sebagai

sumber informasi yang paling berkesan (51,9%). Hal itu mungkin disebabkan dokter

dianggap sebagai profesi yang paling terpercaya dalam menyampaikan informasi kesehatan.

Kemungkinan lainnya adalah banyak siswa bercita-cita menjadi dokter, sehingga mereka

mendengarkan dengan penuh antusias informasi apapun yang diberikan dokter. Selain itu,

jarangnya informasi kesehatan yang disampaikan di televisi khususnya trikuriasis

menyebabkan televisi sedikit dipilih oleh responden.

Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa jumlah sumber informasi yang diterima

responden mengenai cacingan khususnya trikuriasis diperoleh dari 3 jenis sumber informasi

(50%), namun hasil pre-test menunjukkan pengetahuan siswa tergolong kurang. Salah satu

faktor penyebabnya antara lain banyaknya materi yang harus diterima santri terutama

pelajaran sekolah sehingga informasi yang didapat banyak yang terlupa.

Pada kuesioner ini terdapat lima soal mengenai gejala dan pengobatan trikuriasis.

Sebelum penyuluhan, secara umum responden banyak yang salah menjawab sehingga tingkat

pengetahuan mereka tergolong kurang. Setelah penyuluhan, jawaban benar meningkat dan

jawaban salah berkurang sehingga pengetahuan meningkat secara bermakna.

Pertanyaan nomor 21 adalah mengenai akibat dari infeksi berat cacing cambuk.

Sebagian besar responden yaitu sebanyak 49 orang menjawab C (bernilai=2) namun setelah

penyuluhan yang memilih C berkurang menjadi 36 orang. Namun setelah penyuluhan,

sebagian besar responden justru memilih A (bernilai=1) yaitu 64 orang.

Pada pertanyaan nomor 22 adalah akibat dari infeksi cacing cambuk. Sebagian besar

responden yaitu sebanyak 69 orang menjawab C (bernilai=2). Setelah penyuluhan, sebagian

besar kembali memilih C dan bertambah menjadi 77 orang.

Pertanyaan nomor 23 adalah mengenai akibat dari infeksi cacing cambuk dalam

jangka panjang. Sebagian besar responden yaitu sebanyak 58 orang menjawab A (bernilai=3).

Setelah penyuluhan, sebagian besar tetap memilih A namun berkurang menjadi 52 orang.

Pertanyaan nomor 24 adalah mengenai mengapa cacing cambuk tidak dapat diobati

dengan obat cacing yang dijual bebas. Sebagian besar responden yaitu sebanyak 68 orang

Efektivitas penyuluhan…, Agung Nugroho, FK UI, 2014

Page 15: agung nugroho-skripsi-fakultas kedokteran-naskah ringkas-2014

menjawab B (bernilai=5). Setelah penyuluhan, sebagian besar responden tetap memilih B dan

jumlahnya bertambah menjadi 81 orang.

Pertanyaan nomor 25 adalah mengenai lama minum obat cacing pada pengobatan

cacing cambuk. Sebagian besar responden yaitu sebanyak 54 orang menjawab B (bernilai=0)

dan setelah penyuluhan yang memilih B berkurang menjadi 27 orang. Setelah penyuluhan,

sebagian besar responden memilih C (bernilai=5) yaitu 67 orang.

Dari lima pertanyaan di atas, diketahui bahwa skor jawaban benar umumnya

meningkat namun belum semuanya mencapai kategori baik. Oleh karena itu penyuluhan harus

diberikan secara berkala agar pengetahuan santri dapat ditingkatkan.

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan intervensi berupa penyuluhan kepada

responden. Setelah dilakukan analisis hasil penelitian, didapatkan bahwa terdapat perbedaan

bermakna antara tingkat pengetahuan mengenai gejala dan pengobatan trikuriasis sebelum

dan setelah penyuluhan. Terjadi peningkatan jumlah responden dengan tingkat pengetahuan

kategori baik dari 0,6% menjadi 2,6%. Selain itu pula, terjadi penurunan signifikan jumlah

responden dengan tingkat pengetahuan kurang dari 87,7% menjadi 72,1%. Hal tersebut

membuktikan penyuluhan berpengaruh positif terhadap tingkat pengetahuan responden

mengenai gejala dan pengobatan trikuriasis.

Penyuluhan terbukti secara bermakna dapat meningkatkan pengetahuan responden

mengenai gejala dan pengobatan trikuriasis karena pada dasarnya, responden adalah santri

yang sudah terbiasa dalam menyimak pelajaran dan berada pada usia potensial untuk

menyerap informasi. Hal ini mempermudah responden menyerap informasi dan menerima

pengajaran. Selain itu topik penyuluhan adalah topik yang sesuai dengan kebutuhan santri.

Trikuriasis atau yang mereka kenal sebagai penyakit cacingan sering dan banyak dialami oleh

santri seperti mereka. Hal itu membuat mereka tertarik untuk mengetahui lebih lanjut

mengenai pembahasan tentang penyakit tersebut. Ketertarikan mereka terbukti dengan sikap

kooperatif dan antusiasme responden dalam menyimak penyuluhan yang diberikan serta

seluruhnya mengikuti penelitian ini.

Penyuluh merupakan tenaga kesehatan sekaligus dokter yang ahli dalam memberikan

penyuluhan kesehatan. Materi penyuluhan telah dikuasai dengan baik karena beliau ahli

dalam bidangnya. Selain itu, penyuluh juga telah berpengalaman dalam menyampaikan

penyuluhan kepada berbagai jenis kalangan, termasuk anak-anak. Oleh karena itu, penyuluh

mampu menyampaikan materi secara komunikatif dan menyenangkan sehingga responden

lebih mudah memahami dan menyerap informasi yang diberikan.

.

Efektivitas penyuluhan…, Agung Nugroho, FK UI, 2014

Page 16: agung nugroho-skripsi-fakultas kedokteran-naskah ringkas-2014

Kesimpulan

1. Responden terbanyak adalah laki-laki dengan jumlah 91 orang (59,1%) dan santri

tsanawiyah sebanyak 81 orang (52,6%). 50% responden mendapatkan 3 jenis sumber

informasi dan dokter (51,9%) dipilih sebagai sumber informasi yang paling berkesan.

2. Sebelum diberikan penyuluhan, jumlah santri dengan pengetahuan baik sebanyak 1

orang (0,6%), cukup sebanyak 18 orang (11,7%), dan kurang sebanyak 135 orang

(87,7%). Setelah diberikan penyuluhan, santri dengan pengetahuan baik sebanyak 4

orang (2,6%), cukup sebanyak 39 orang (25,3%), dan kurang sebanyak 111 orang

(72,1%)

3. Penyuluhan efektif dalam meningkatkan pengetahuan santri mengenai gejala dan

pengobatan trikuriasis.

Saran

1. Tingkat pengetahuan santri harus terus ditingkatkan agar seluruhnya mencapai

kategori baik.

2. Pemberian penyuluhan perlu disampaikan dengan menarik agar materi mudah

diterima dengan baik oleh responden.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui perilaku santri setelah

mendapat penyuluhan.

Daftar Referensi

1. Gandahusada S, Illahude HD, Pribadi W. Parasitologi Kedokteran. Edisi 3. Jakarta:

Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006.

2. Mardiana, Djarismawati. Prevalensi Cacing Usus pada Murid Sekolah Dasar Wajib

Belajar Pelayanan Gerakan Terpadu Pengentasan Kemiskinan Daerah Kumuh di

Wilayah DKI Jakarta. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 7 No. 2, Agustus 2008: 769 –

774.

3. Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson: Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC, 1996.

4. Natadisastra D, Agoes R. Parasitologi Kedokteran: Ditinjau dari Organ Tubuh yang

Diserang. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2005.

5. Muslim HM. Parasitologi untuk Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC, 2005.

Efektivitas penyuluhan…, Agung Nugroho, FK UI, 2014

Page 17: agung nugroho-skripsi-fakultas kedokteran-naskah ringkas-2014

6. Purnomo, Gunawan J, Magdalena LJ, Ayda R, Harijani AM. Atlas Helmintologi

Kedokteran. Jakarta: Penerbit Gramedia, 2005.

7. Qomar M. Pesantren: dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi.

Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007.

8. Maulana HDJ. Promosi Kesehatan. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC, 2009.

9. Efendi F, Makhfudli. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktik dalam

Keperawatan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika, 2009.

10. http://timur.jakarta.go.id/v10/?page=Geografi&sub=1 diunduh pada tanggal 13

Agustus 2011 pukul 20.00 WIB.

11. http://timur.jakarta.go.id/v10/?page=Demografi diunduh pada tanggal 13 Agustus

2011 pukul 20.10 WIB.

12. Benthem BHB, Khantikul N, Panart K, Kessels PJ, Somboon P, Oskam L. Knowledge

and use of prevention measures related to dengue in northern Thailand. Tropical

Medicine and International Health. 2002; 7: 993-9

13. Karolina MS. Hubungan Pengetahuan dan Pencegahan Osteoporosis yang Dilakukan

Lansia di Kecamatan Medan Selayang. Medan: Fakultas Kedokteran USU, 2009.

Thesis

14. Lestari H. Hubungan Paparan Jenis Media dengan Pengetahuan Influenza pada Ibu-

ibu di RW 08 Kelurahan Padangsari, Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang.

Semarang: Fakultas Kesehatan Masyarakat Undip, 2011. Thesis

15. Ngambut K. Studi tentang Jenis Media/Saluran Informasi Hubungannya dengan

Pengetahuan Mengenai Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) pada Ibu Rumah

Tangga di Kelurahan Sumurboto Kecamatan Banyumanik Kota Semarang. Semarang:

Fakultas Kesehatan Masyarakat Undip, 2003. Thesis

16. van den Ban AW, Hawkins HS. Penyuluhan Pertanian. Yogyakarta: Penerbit Kanisius,

1999.

Efektivitas penyuluhan…, Agung Nugroho, FK UI, 2014