skripsi hubungan dukungan keluarga dengan tingkat …repository.stikes-bhm.ac.id/233/1/66.pdf ·...
TRANSCRIPT
ii
SKRIPSI
HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN TINGKAT
PENERIMAAN DIRI PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK
DI UNIT HEMODIALISA RSUD dr. SAYIDIMAN
MAGETAN
Diajukan untuk memperoleh
gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) pada Program Studi S1 Keperawatan
STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun
Oleh :
ROSYIDAH KURNIARIFIN
NIM : 201302045
PRODI KEPERAWATAN
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2017
iii
P E N G E S A H A N
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Tugas Akhir Skripsi dan dinyatakan
telah memenuhi sebagian syarat memperoleh gelar S.Kep
Pada Tanggal ............................................
Dewan Penguji
1. Zainal Abidin, SKM.,M.Kes (Epid) : (....................................................)
Dewan Penguji
2. Cholik Harun Rosjidi, M.Kes : (....................................................)
Penguji 1
3. Istikomah, S.Kep.,Ns.,M.Kes : (....................................................)
Penguji 2
Mengesahkan
STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun
Ketua,
Zainal Abidin, SKM.,M.Kes (Epid)
NIS.
iv
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui
oleh pembimbing dan telah dinyatakan layak
mengikutui Ujian Sidang
SKRIPSI
HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN TINGKAT
PENERIMAAN DIRI PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DI UNIT
HEMODIALISA RSUD dr. SAYIDIMAN MAGETAN
Menyetujui, Menyetujui,
Pembimbing II Pembimbing I
(Istikomah, S.Kep.,Ns.,M.Kes) (Cholik Harun Rosjidi, M.Kes)
NIP. 197405171998032009 NIP. 19720222200501101
Mengetahui,
Ketua Program Studi Keperawatan
(Mega Arianti P, S.Kep.,Ns., M.Kep)
NIS. 20130092
v
HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN TINGKAT
PENERIMAAN DIRI PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK
DI UNIT HEMODIALISA RSUD dr. SAYIDIMAN
MAGETAN
Rosyidah Kurniarifin*Cholik Harun Rosjidi*Istikomah
ABSTRAK
86 Halaman+14 Tabel+2 Gambar+16 Lampiran
Pada saat pasien divonis gagal ginjal kronik, pasien mengalami fase
kehilangan yang nyata yaitu kehilangan kesehatan dan perubahan kebiasaan hidup.
Buruknya hubungan interpersonal dan kurangnya dukungan dari pihak keluarga
akan mempengaruhi penerimaan diri pada pasien. Dukungan keluarga dapat
membantu individu untuk beradaptasi dengan segala situasi dan peristiwa yang
berkaitan dengan kondisi fisik maupun psikologis.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan dukungan
keluarga dengan tingkat penerimaan diri pasien GGK di unit Hemodialisa RSUD
dr. Sayidiman Magetan. Jenis penelitian ini yaitu korelasional dengan desain cross
sectional. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 65 pasien dan jumlah sampel
yang didapatkan menggunakan rumus Lemeshow yaitu sebanyak 56 orang. Teknik
sampling yang digunakan adalah Acidental Sampling. Data dianalisis menggunakan
uji Chi Square.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dukungan keluarga sebesar 50% dalam
kategori baik dan sebesar 35,7% dalam kategori cukup, sedangkan tingkat
penerimaan diri pasien sebesar 67,9% dalam kategori menerima. Dari hasil uji
statistik diketahui ada hubungan dukungan keluarga terhadap tingkat tingkat
penerimaan diri pasien GGK di unit Hemodialisa RSUD dr. Sayidiman Magetan
dengan p value 0,000 (α = 0,05) dengan keeratan hubungan tergolong sedang.
Simpulanya, semakin baik dukungan keluarga yang diberikan, maka tingkat
penerimaan diri pasien gagal ginjal kronik di unit HD RSUD dr. Sayidiman
Magetan semakin baik pula (dalam tahap menerima). Saran kepada keluarga untuk
memberikan dukungan penuh kepada pasien agar dapat membantu pasien gagal
ginjal kronik dalam menerima kondisinya.
Kata kunci : Dukungan Keluarga, Gagal Ginjal Kronik, Tingkat Penerimaan
diri
vi
THE RELATIONSHIP OF FAMILY SUPPORTS WITH SELFACCEPTANCE
LEVEL ON CHRONIC KIDNEY FAILURE PATIENT IN HEMODIALYSIS
UNIT AT dr. SAYIDIMAN MAGETAN DISTRICT GENERAL HOSPITAL
Rosyidah Kurniarifin*Cholik Harun Rosjidi*Istikomah
ABSTRACT
86 Pages+14 Tables+2 Pictures+16Lampiran
When the patient is diagnosed with Chronic Kidney Failure, patient
experiences an actual loss, in loss of health, and changes in living habits. poor
interpersonal relationships and lack of support from family will affect the patient’s
self-acceptance. Family support can help individuals to adapt to all situations and
events related to phsycal or psychological conditions.
This study aims to determined the relationships of family support with the
level of self-acceptance of patients with CKF in the hemodyalisis unit at dr.
Sayidiman Magetan District General Hospital. This type of research was
correlational with cross sectional design. The population in this study were 65
patients and the number of samples obtained using Lemeshow formula were 56
people. The sampling technique used was the Accidental Sampling. Data were
analyzed using Chi Square.
The results of the study, showed that family support were 50% in good
category and 35,7%, in moderate category. whereas patient self acceptance level
mostly in accept category that was equal to 67,9%. From the results of statistical
test using Chi Square was known there was a relationship of family support to the
level of self-acceptance of patients with CKF in the hemodialysis unit at dr.
Sayidiman Magetan district general hospital with p value 0,000 (α = 0,05) with the
power of relationship was moderate.
The conclusion, more better of family support that given by family, then the
level of self-acceptance of CKF patients in Hemodialysis Unit at dr. Sayidiman
District General Hospital Magetan also more better in acceptance stage. The
suggestion to the family are giving full of family support to patient so could help
CKF patient in accepting their condition.
Keywords : Family Support, Chronic Kidney Failure, Self-Acceptance Level
vii
HALAMAN PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Rosyidah Kurniarifin
NIM : 201302045
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil pekerjaan saya sendiri dan
didalamnya tidak terdapat karya yang diajukan dalam memperoleh gelar Sarjana di
suatu perguruan tinggi dan lembaga pendidikan lainnya. Pengetahuan yang di
peroleh dari hasil penerbitan baik yang sudah maupun belum/tidak dipublikasikan,
sumbernya di jelaskan dalam tulisan dan daftar pustaka.
Madiun, 20 Juli 2017
Rosyidah Kurniarifin
201302045
viii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Rosyidah Kurniarifin
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat dan Tanggal Lahir : Madiun, 20 Oktober 1995
Agama : Islam
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan :
1. Lulus Dari Pendidikan RA AL-MUSLIMUN Rejosari Tahun 2001
2. Lulus Dari Madrasah Ibtidaiyah Negeri Rejosari Tahun 2007
3. Lulus Dari Madrasah Tsanawiyah Negeri Rejosari Tahun 2010
4. Lulus Dari Madrasah Aliyah Negeri Rejosari Tahun 2013
5. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bhakti Husada Mulia Madiun 2013-
sekarang
ix
DAFTAR ISI
Halaman Sampul ............................................................................................... i
Sampul Dalam ................................................................................................... ii
Lembar Pengesahan .......................................................................................... iii
Lembar Persetujuan ......................................................................................... iv
Abstrak ............................................................................................................... v
Halaman Pernyataan ........................................................................................ vii
Daftar Riwayat Hidup ...................................................................................... viii
Daftar Isi ............................................................................................................ ix
Daftar Tabel ....................................................................................................... xi
Daftar Gambar .................................................................................................. xiii
Daftar Lampiran ............................................................................................... xiv
Daftar Istilah ..................................................................................................... xv
Daftar Singkatan ............................................................................................... xvii
Kata Pengantar ................................................................................................. xviii
Halaman Persembahan ..................................................................................... xix
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 7
1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 7
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................... 8
1.5 Keaslian Penelitian .................................................................................. 9
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA8
2.1 Konsep Keluarga
2.1.1 Definisi Keluarga ...................................................................... 11
2.1.2 Tipe Keluarga ............................................................................ 12
2.1.3 Fungsi Keluarga ........................................................................ 12
2.1.4 Tugas Keluarga dalam Bidang Kesehatan ................................ 13
2.2 Konsep Dukungan Keluarga
2.2.1 Definisi Dukungan Keluarga..................................................... 14
2.2.2 Sumber–sumber Dukungan Keluarga ...................................... 15
2.2.3 Komponen Dukungan Keluarga ................................................ 15
2.2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dukungan Keluarga .......... 19
2.3 Konsep Penerimaan Diri Terhadap Kehilangan dan Berduka
2.3.1 Definisi Penerimaan Diri...........................................................21
2.3.2 Definisi Kehilangan (Loss) .......................................................31
2.3.3 Definisi Berduka (Grief) ...........................................................35
2.4 Konsep Gagal Ginjal Kronik
2.4.1 Definisi Gagal Ginjal Kronik ....................................................38
2.4.2 Etiologi Gagal Ginjal Kronik ....................................................39
2.4.3 Patofisiologi Gagal Ginjal Kronik ............................................39
2.4.4 Manifestasi Klinis Gagal Ginjal Kronik ...................................40
x
2.4.5 Penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronik ......................................41
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESA PENELITIAN
3.1 Kerangka Konseptual ..............................................................................42
3.2 Hipotesa Penelitian ..................................................................................43
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian .....................................................................................44
4.2 Populasi dan Sampel
4.2.1 Populasi .....................................................................................45
4.2.2 Sampel .......................................................................................45
4.2.3 Kriteria Sampel .........................................................................47
4.3 Teknik Sampling .....................................................................................48
4.4 Kerangka Kerja Penelitian ......................................................................48
4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
4.5.1 Indentifikasi Variabel ................................................................50
4.5.2 Definisi Operasional Variabel ...................................................50
4.6 Instrumen Penelitian
4.6.1 Validitas ....................................................................................54
4.6.2 Reliabilitas ................................................................................55
4.7 Lokasi Dan Waktu Penelitian
4.7.1 Lokasi Penelitian .......................................................................56
4.7.2 Waktu Penelitian .......................................................................56
4.8 Prosedur Pengumpulan Data ...................................................................56
4.9 Teknik Analisa Data
4.9.1 Pengolahan Data........................................................................57
4.9.2 Analisa Data ..............................................................................59
4.10 Etika Penelitian .....................................................................................61
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum ....................................................................................63
5.2 Hasil Penelitian .......................................................................................64
5.3 Pembahasan .............................................................................................70
5.4 Keterbatasan Penelitian ...........................................................................81
BAB 6 PENUTUP
6.1 Kesimpulan ..............................................................................................82
6.2 Saran .........................................................................................................83
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................84
Lampiran-lampiran ..........................................................................................
xi
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Tabel Halaman
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian………………………........................... 9
Tabel 2.1 Tanda dan Gejala Berduka Berdasarkan Respon yang
Muncul…………………………..........................................
31
Tabel 4.1 Nilai Z sesuai dengan α........................................................ 40
Tabel 4.2 Definisi Operasional Hubungan Dukungan Keluarga
dengan Tingkat Penerimaan Diri Pasien Gagal Ginjal
Kronik…………………………...........................................
46
Tabel 4.3 Daftar Nilai Keeratan Hubungan Antar Variabel................. 58
Tabel 5.1 Distribusi frekuensi jenis kelamin pasien gagal ginjal
kronik di RSUD dr. Sayidiman Magetan pada bulan Juni
2017......................................................................................
64
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi pendidikan terakhir pasien gagal
ginjal kronik di RSUD dr. Sayidiman Magetan pada bulan
Juni 2017...............................................................................
65
Tabel 5.3 Disribusi frekuensi pekerjaan pasien gagal ginjal kronik di
RSUD dr. Sayidiman Magetan pada bulan Juni 2017..........
65
Tabel 5.4 Tendensi sentral usia pada pasien gagal ginjal kronik di
RSUD dr. Sayidiman Magetan pada bulan Juni 2017..........
66
Tabel 5.5 Disribusi frekuensi Status Pernikahan pasien gagal ginjal
kronik di RSUD dr. Sayidiman Magetan pada bulan Juni
2017......................................................................................
66
Tabel 5.6 Disribusi frekuensi Lama Sakit pada pasien gagal ginjal
kronik di RSUD dr. Sayidiman Magetan pada bulan Juni
2017......................................................................................
67
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Dukungan keluarga pada pasien
Gagal Ginjal Kronik di Unit Hemodialisa RSUD dr.
Sayidiman Magetan pada bulan Juni 2017...........................
67
Tabel 5.8 Distribusi frekuensi tingkat penerimaan diri pasien gagal
xii
ginjal kronik di RSUD dr. Sayidiman Magetan pada bulan
Juni 2017...............................................................................
68
Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi tingkat penerimaan diri pada pasien
gagal ginjal kronik di unit hemodisalisa RSUD dr.
Sayidiman Magetan pada bulan Juni 2017...........................
69
xiii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Gambar Halaman
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Hubungan Dukungan Keluarga dengan
Tingkat Penerimaan Diri Pasien Gagal Ginjal Kronik di
Unit Hemodialisa RSUD dr. Sayidiman
Magetan…………………………………...…………….......
36
Gambar 4.1 Kerangka Konsep Penelitian……………………………...... 43
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kisi-Kisi Kuesioner
Lampiran 2 Lembar Permohonan Menjadi Responden
Lampiran 3 Lembar Persetujuan Menjadi Responden (inform consent)
Lampiran 4 Kuesioner Dukungan Keluarga dan Tingkat Penerimaan Diri
Lampiran 5 Surat Izin dari BANKESBANPOL
Lampiran 6 Surat Izin Penelitian di RSUD dr. Sayidiman Magetan
Lampiran 7 Surat Keterangan Selesai Melakukan Penelitian
Lampiran 8 Lembar Konsul
Lampiran 9 Output hasil hitung SPSS Karakteristik Responden
Lampiran 10 Output hasil hitung SPSS Variabel Penelitian
Lampiran 11 Output hasil hitung SPSS Crosstab Variabel
Lampiran 12 Output hasil hitung SPSS Crosstab variabel Penelitian dengan
Karakteristik Responden
Lampiran 13 Distribusi Frekuensi
Lampiran 14 Lembar Revisi Konsul Proposal dan Skripsi
Lampiran 15 Tabulasi Dukungan Keluarga
Lampiran 16 Dokumentasi
xv
DAFTAR ISTILAH
Acceptance : Penerimaan
Acidental Sampling : teknik pengumpulan berdasarkan
kebetulan, yaitu siapa saja yang secara
kebetulan/incidental bertemu dengan
peneliti dan dianggap cocok sebagai
sumber data dapat digunakan sebagai
sampel
Alpha Cronbach : Alat untuk menguji keandalan suatu alat
dalam penelitian
Angry Marah
Anonimity : Tanpa nama
Bargainning : Menawar
Chi Square
Salah satu jenis uji komparatif non
parametris yang dilakukan pada dua
variabel, di mana skala data kedua
variabel adalah nominal. (Apabila dari 2
variabel, ada 1 variabel dengan skala
nominal maka dilakukan uji chi square
dengan merujuk bahwa harus digunakan
uji pada derajat yang terendah).
Chronic Kidney Failure Gagal Ginjal Kronik
Coding : Pengkodean
Communicable disease : Penyakit menular
: Penyakit kronik tidak menular
Correlation Berhubungan
Cronic non communicable
disease
: Penyakit kronis tidak menular
Cross sectional study : Potong lintang
Data Entry : Proses memasukan data atau informai ke
xvi
komputer melalui perangkat.
Denial : Menolak
Dependent Bebas
Depression Depresi (tertekan)
Disseminator : Penyebar informasi
Editing : Penyuntingan data
Extended family : Keluarga Besar
Glomerulonefritis : Radang Glomerulus
Grief : Berduka
Gout : Asam Urat
Hyperparatiroidisme : Kelebihan Hormon Paratiroid
Independent : Terikat
Inform Consent : Lembar Persetujuan
instrumental material support Dukungan material (Dukungan nyata)
Irreversible : Tidak Bisa dikembalikan (ke wujud
semula)
Loss : Kehilangan
Loss actual : Kehilangan Kenyataan
Non probability sampling Suatu Teknik sampling dimana populasi
tidak memiliki kesempatan yang sama
untuk dijadikan sample (Pengambilan
sample berdasarkan Kriteria)
Nuclear family : Keluarga Inti
Progresif : Berlanjut
Scoring : Pemberian skor
Shock : Terkejut
Single parent : Orangtua tunggal
xvii
DAFTAR SINGKATAN
CKF : Chronic Kidney Failure
GFR : Glomerular Filtration Rate
GGK : Gagal Ginjal Kronis
IRR : Indonesian Renal Registry
RISKESDAS : Riset Kesehatan Dasar
TPG : Terapi Penggantian Ginjal
USRD : United States Renal Data System
WHO : Whealth Health Organization
xviii
KATA PENGANTAR
AssalamualaikumWr.Wb
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas skripsi yang
berjudul “Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Penerimaan Diri Pasien
Gagal Ginjal Kronik di Unit Hemodialisa RSUD dr. Sayidiman Magetan” dengan
baik. Tersusunya skripsi ini tentu tidak lepas dari bimbingan, saran dan dukungan
moral kepada penulis, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Zainal Abidin, SKM.,M.Kes (Epid) selaku ketua STIKES Bhakti
Husada Mulia Madiun
2. Bapak Cholik Harun Rosjidi, M.Kes selaku dosen pembimbing 1 beserta
Ibu Istikomah, S.Kep.,Ns.,M.Kes selaku dosen pembimbing 2 yang selalu
membimbing dengan penuh kesabaran dan ketlatenan
3. Seluruh staf rumah sakit dr. Sayidiman Magetan, Khususnya perawat di unit
hemodialisa yang telah memberikan iin dan kesempatan untuk melakukan
penelitian
4. Kedua Orang tua saya yang telah memberi dorongan dan semangat tanpa
henti
5. Teman-teman yang telah memberi dorongan dan bantuan berupa apapun
dalam penyusunan tugas proposal ini.
xix
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tugas skripsi ini masih banyak
kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun selalu diharapkan demi kesempurnaan tugas skripsi ini.
Akhir kata penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan tugas skripsi ini dari awal sampai akhir. Semoga
Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita .Amin
WassalamualaikumWr.Wb
Madiun, 20 Juli 2017
Penulis
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saat ini di negara maju ataupun negara berkembang penyakit kronik tidak
menular (cronic non communicable diseases) seperti penyakit kardiovaskuler,
hipertensi, diabetes melitus, dan gagal ginjal kronik, sudah menggantikan
penyakit menular (communicable diseases) sebagai masalah kesehatan masyarakat
utama (Rindiastuti, 2008). Menurut Fakhrudin (2013) Gagal ginjal kronik
merupakan salah satu yang menjadi masalah utama kesehatan didunia.
Gagal ginjal kronis (GGK) merupakan gangguan fungsi ginjal yang
progresif dan irreversible yang mengarah pada penyakit tahap akhir dan
kematian, dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme
dan kesimbangan cairan serta elektrolit (Muttaqin, 2011). Ketika seseorang
divonis menderita gagal ginjal maka prosedur pengobatan yang dapat digunakan
untuk memperbaiki keadaan pasien yaitu melalui terapi hemodialisis (cuci darah)
dan transplantasi (cangkok) ginjal, tetapi karena mahalnya biaya operasi
transplantasi ginjal dan susahnya mencari donor ginjal maka cara yang paling
banyak digunakan adalah terapi Hemodialisis. Proses terapi hemodialisis dapat
membantu memperbaiki homeostasis tubuh penderita, namun tidak untuk
mengganti fungsi ginjal yang lainnya sehingga untuk mempertahankan hidupnya
pasien harus melakukan hemodialisis minimal dua kali dalam seminggu sepanjang
hidupnya (Roesli, 2008).
1
2
Menurut Kidney International Organization (2009), Gagal ginjal kronik
merupakan masalah kesehatan yang telah meluas dan mengenai 5-10% populasi
dunia. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan jumlah
penderita gagal ginjal pada tahun 2013 telah meningkat 50% dari tahun
sebelumnya.
Di Amerika Serikat, Prevalensi gagal ginjal kronik menurut United States
Renal Data System (USRDS) mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2013
sekitar 650.000 kasus, dan pada tahun 2014 sekitar 651.000 kasus. Sedangkan di
Indonesia angka kejadian gagal ginjal kronik menurut Indonesian Renal Registry
(IRR) meningkat dari tahun ke tahun yaitu pada tahun 2010 sebanyak 14.833
orang, pada tahun 2011 sebanyak 22.304 orang, dan meningkat pada tahun 2012
sebanyak 28.782 orang.
Menurut data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 prevalensi
gagal ginjal kronik di Indonesia sekitar 0,2%. Prevalensi tertinggi di Sulawesi
Tengah sebesar 0,5%, diikuti Aceh, Gorontalo, dan Sulawesi Utara masing-
masing 0,4%. Sementara Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Lampung,
Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur masing-masing 0,3%
(RISKESDAS, 2013). Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di
RSUD dr. Sayidiman Magetan penderita gagal ginjal kronis di Unit Hemodialisa
pada bulan Mei 2014 – Mei 2015 terdapat sebanyak 34 pasien tetap yang
menjalani hemodialisa, pada bulan Juni – April 2016 sebanyak ± 50 pasien tetap
dan bulan Mei – Maret 2017 sebanyak 65 pasien tetap. Setiap tahun di Unit
3
Hemodialisa terdapat sekitar 4000 – 6.500 kali kunjungan pasien (Rekam Medik
RSUD dr. Sayidiman Magetan, 2017).
Pada penderita gagal ginjal, kondisi tubuh yang melemah dan
ketergantungan pada mesin-mesin dialisa sepanjang hidupnya akan menyebabkan
penderita dituntut untuk dapat melakukan penyesuaian diri secara terus menerus
sepanjang hidupnya. pasien harus dihadapkan dengan berbagai masalah seperti
masalah finansial, kesulitan dalam mempertahankan pekerjaan, dorongan seksual
yang hilang, depresi akibat sakit yang kronis, perasaan kecewa dan putus asa, dan
ketakutan terhadap kematian, hal ini dapat menimbulkan permasalahan psikologis
yaitu depresi pada pasien gagal ginjal kronik (Alfiyanti et al, 2014).
Pada saat pasien divonis mengalami gagal ginjal kronik, pasien mengalami
fase kehilangan yang nyata ( loss actual ) yaitu Kehilangan kesehatan, dan
perubahan kebiasaan hidup. Penderita penyakit tersebut akan mengalami tahapan-
tahapan dalam penerimaan penyakitnya yaitu penyangkalan (denial), marah
(angry), menawar (bargaining), deperesi (depression), dan penerimaan
(acceptance). Pasien selayaknya sadar bahwa tahapan-tahapan tersebut akan lewat
dengan sendirinya dan pada akhirnya tahapan "Penerimaan" (Acceptance) akan
dicapai. Namun kebanyakan orang tidak siap menghadapi duka, karena seringkali,
tragedi terjadi begitu cepat, dan tanpa peringatan. Pasien harus bekerja keras
melalui proses tersebut hingga akhirnya sampai pada tahap Penerimaan.
Berdasarkan pada hasil penelitian yang telah dilakukan oleh promovendus dr.
Sagiran, Sp.B, M.Kes sebanyak 81 persen pasien yang divonis gagal ginjal
bereaksi dengan emosi negatif, dan baru bisa menerima kenyataan menjelang
4
setahun sejak divonis penyakit ini. Umumnya pasien shock dan marah pada saat
disampaikan temuan bahwa mereka gagal ginjal.
Perasaan kehilangan yang terjadi pada diri pasien tidak boleh diabaikan
karena setiap aspek dari kehidupan normal yang pernah dimiliki pasien terganggu.
Rasa kehilangan yang terjadi dapat menyebabkan rasa frustasi, marah, serta upaya
untuk bunuh diri. Jika rasa marah tersebut tidak diungkapkan, mungkin perasaan
ini akan diproyeksikan ke dalam diri sendiri dan menimbulkan depresi, rasa putus
asa serta upaya bunuh diri. Jika rasa marah tersebut diproyeksikan kepada orang
lain, hal ini dapat menghancurkan hubungan keluarga (Smeltzer & Bare, 2002
dalam Padila, 2012).
Dari hasil wawancara sekilas dengan seorang pasien gagal ginjal kronik
berinisial NL, perempuan berusia 26 tahun mengatakan bahwa setelah menderita
penyakit gagal ginjal tersebut pasien mengaku menjadi lebih sering menangis,
murung dan merasa tidak berguna lagi. Pasien juga mengaku kadang merasa malu
jika bertemu dengan teman lama ataupun tetangganya karena adanya perubahan
pada keadaan fisiknya saat ini seperti kaki dan tangannya yang seringkali
membengkak dan warna kulit serta wajah yang menjadi menghitam. Pasien
merasa sangat menyesal dengan keadaan yang dialaminya saat ini dan merasa
bahwa keadaannya tersebut merupakan akibat dari kesalahan-kesalahannya di
masa lalu. Pasien mengaku tidak jarang memiliki pikiran untuk berhenti
melakukan terapi meskipun keluarga selalu menemani dan memberi dukungan
kepada pasien.
5
Hasil wawancara kedua yang dilakukan kepada seorang penderita gagal
ginjal berinisal MR, laki-laki berusia 28 tahun diketahui bahwa setelah menderita
penyakit gagal ginjal, pasien mengaku menjadi mudah sedih, marah, kecewa, dan
merasa putus asa. Pasien juga mengatakan gara-gara penyakitnya pasien menjadi
tidak bisa bekerja berat lagi sehingga mengalami gangguan dalam pekerjaannya.
Pasien seringkali ingin berhenti melakukan terapi karena merasa lelah dan tidak
adanya dukungan dari keluarga akibat masalah finansial.
Berdasarkan hasil wawancara tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa
penyakit gagal ginjal yang diderita oleh individu ini menimbulkan dampak
psikologis yang cukup berat khususnya pada penderita gagal ginjal yang
menjalani terapi hemodialisis. Banyak diantara mereka yang menunjukkan adanya
gangguan depresi dan kurangnya penerimaan terhadap kondisi dirinya, padahal
masalah psikologis yang dialami ini dapat memberikan dampak yang merugikan
bagi kondisi kesehatan penderita seperti dapat memperburuk kondisi kesehatan
penderita, menurunkan kualitas hidup penderita gagal ginjal dan yang paling
membahayakan dapat berujung pada munculnya ide atau upaya melakukan bunuh
diri.
Menurut Gabrielle Macaron (2013) dalam penelitiannya menyatakan bahwa
dari 51 sampel pasien Gagal Ginjal Kronik yang menjalani Hemodialisis, 45%
mengalami Ansietas, 50% mengalami depresi, dan 37% mengalami pemikiran
bunuh diri , akan tetapi tidak ada pasien yang beresiko tinggi untuk melakukan
bunuh diri.
6
Dukungan sosial dapat membantu individu untuk beradaptasi dengan segala
situasi dan peristiwa yang berkaitan dengan kondisi fisik maupun kondisi
piskologis yang tidak signifkan Bootzin,dkk (dalam Puspita, 2013). Menurut
Taylor (2006) mengatakan dukungan sosial akan lebih berarti bagi seseorang
apabila diberikan oleh orang-orang yang memiliki hubungan yang signifikan
dengan individu yang bersangkutan, dengan kata lain, dukungan tersebut
diperoleh dari keluarga seperti orang tua, pasangan (suami atau istri) anak, dan
kerabat keluarga lainnya, dimana diharapkan adanya dukungan dari keluarga
menjadikan pasien GGK lebih tahan terhadap pengaruh psikologis dari stresor
lingkungan dari pada individu yang tidak mendapatkan dukungan keluarga.
Menurut Ratna (2010) dukungan dari keluarga merupakan faktor penting
seseorang ketika menghadapi masalah (kesehatan) dan sebagai strategi preventif
untuk mengurangi stress dan pandangan hidup. Dukungan keluarga sangat
diperlukan dalam perawatan pasien, dapat membantu menurunkan kecemasan
pasien, meningkatkan semangat hidup dan komitmen pasien untuk tetap menjalani
pengobatan (Ratna, 2010).
Bentuk dukungan tersebut dapat berupa perilaku melayani yang dilakukan
oleh keluarga, baik dalam bentuk dukungan emosional (perhatian, kasih sayang,
empati), dukungan penghargaan (menghargai, memberikan umpan balik),
dukungan informasi (saran, nasehat, informasi) maupun dalam bentuk dukungan
instrumental (bantuan tenaga,dana dan waktu).
Berdasarkan Hasil penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Zefry pada
tahun 2016 dalam jurnalnya menyatakan bahwa dukungan sosial (dukungan
7
keluarga) berkontribusi sebesar 5.9% dari penerimaan diri seorang individu, yang
artinya bahwa sebesar 5.9% penerimaan diri mungkin dipengaruhi oleh dukungan
sosial. Hal ini mungkin karena apabila seorang individu mendapatkan dukungan
yang mencukupi dari orang-orang disekitarnya, maka akan membuat seseorang
lebih mudah untuk menerima keadaan dirinya.
Dari fenomena diatas peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Hubungan
Dukungan Keluarga dengan Tingkat Penerimaan Diri pada Pasien Gagal Ginjal
Kronik di Unit Hemodialisa RSUD dr. Sayidiman Magetan”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti merumuskan masalah
sebagai berikut “Adakah Hubungan Antara Dukungan Keluarga dengan Tingkat
Penerimaan Diri pada Pasien Gagal Ginjal Kronik di Unit Hemodialisa RSUD dr.
Sayidiman Magetan”
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan tingkat penerimaan diri
pada pasien Gagal Ginjal Kronik di RSUD dr. Sayidiman Magetan.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui dukungan keluarga pada pasien Gagal Ginjal Kronik di
RSUD dr. Sayidiman Magetan.
2. Mengetahui tingkat penerimaan diri pada pasien Gagal Ginjal Kronik di
RSUD dr. Sayidiman Magetan.
8
3. Mengetahui hubungan antara dukungan keluarga dengan tingkat
penerimaan diri pada pasien gagal ginjal kronik di RSUD dr. Sayidiman
Magetan.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Sebagai pengalaman awal dalam melakukan riset keperawatan yang
memberi manfaat di masa yang akan datang.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan dapat
dijadikan sumber belajar untuk meningkatkan dan mengembangkan
materi perkuliahan.
3. Bagi Rumah Sakit
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan untuk
meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya dalam memberikan
informasi dan dukungan kepada pasien Gagal Ginjal Kronik dalam
mempertahankan dan menerima keadaan dirinya dengan melibatkan
keluarga dalam memberikan dukungan terhadap pasien.
4. Bagi pasien Gagal Ginjal Kronik
Membantu meningkatkan motivasi dan kepercayaan diri pasien Gagal
Ginjal Kronik dalam menerima keadaan diri.
9
1.5 Keaslian Penelitian
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian (Jurnal Penelitian dari beberapa peneliti)
No Judul Variabel Jenis
Penelitian
Hasil Penelitian
1. Analisis faktor-faktor
yang berhubungan
dengan depresi pada
pasien Gagal Ginjal
Kronik yang
menjalani
Hemodialisa di
RSUD Panembahan
Senopati Bantul
(Anin Astiti,2014)
Usia, Status
Pernikahan,
Tingkat
Pendidikan,
Dukungan
Keluarga
dan Depresi
Deskriptif
Analitik
Terdapat hubungan
yang signifikan
antara kualitas
hidup dengan
depresi pada pasien
Gagal Ginjal
Kronik yang
menjalani
Hemodialisa.
Sedangkan faktor
lain berupa usia,
tingkat pendidikan,
status pernikahan,
dan dukungan
keluarga tidak
menunjukkan
hubungan yang
signifikan dengan
depresi.
2. Effect of perceived
social support on the
levels of anxiety and
depression of
Hemodialysis patient
(Loanna
Lilympaki,dkk,
2016)
Social
support
(significant
others,family
and friends),
anxiety and
depression
levels
Deskriptif
Corelatif
Menunjukkan
terdapat hubungan
yang signifikan
antara
ansietas/depresi
dengan support
sosial dari orang
terdekat, keluarga,
dan teman dengan
nilai masing-
masing p=<0,001,
p=<0,001,
p=<0,003 dimana
semakin baik
support sosial yang
di dapat oleh
pasien tersebut
semakin dapat
mengurangi
kemungkinan
pasien mengalami
10
depresi
3. Anxiety,Depression
and Suicidal Ideation
in Lebanese patient
undergoing
Hemodialysis
(Gabrielle
Macaron,dkk 2013)
Ansietas,
depresi dan
pemikiran
bunuh diri
Kualitatif Hasilnya
menunjukkan dari
51 sampel pasien
yang menjalani
Hemodialisis, 45%
mengalami
Ansietas, 50%
mengalami depresi,
dan 37%
mengalami
pemikiran bunuh
diri , akan tetapi
tidak ada pasien
yang beresiko
tinggi untuk
melakukan bunuh
diri.
4. Hubungan Dukungan
Keluarga dengan
Tingkat Depresi
Pasien Gagal Ginjal
Kronik dengan
Hemodialisa di RS
PKU
Muhammadiyah
Yogyakarta ( Desi
Agustini,2014)
Dukungan
Keluarga ,
tingkat
Depresi
Kuantitatif Menunjukkan
bahwa pasien
dengan dukungan
keluarga yang baik
(83%) memiliki
tingkat depresi
50%, dimana uji
korelasi dari dua
variabel tersebut
menunjukkan nilai
ʈ = -0,596 dan
p=0,000
5. Hubungan dukungan
keluarga dengan
motivasi penderita
gagal ginjal kronik
diruang hemodialisa
RSUD Dr.Soediran
Mangunsumarso
Wonogiri (Dewi
Nawangsih,2016)
Dukungan
Keluarga
dan Motivasi
Deskriptif
korelatif
Menunjukkan
adanya hubungan
yang signifikan
antara dukungan
keluarga dengan
motivasi pasien
gagal ginjal dengan
nilai p = 0,011
dengan keeratan
hubungan
tergolong sedang.
11
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Keluarga
2.1.1 Definisi Keluarga
Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena
hubungan darah, hubungan perkawinan, atau pengangkatan dan mereka hidup
dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan didalam perannya
masing-masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan (Friedman,
2010).
Menurut Ali (2010), keluarga adalah dua atau lebih individu yang
bergabung karena hubungan darah, perkawinan dan adopsi dalam satu rumah
tangga, yang berinteraksi satu dengan lainnya dalam peran dan menciptakan serta
mempertahankan suatu budaya. Sedangkan menurut Dep.Kes RI (1988, dalam
Setiawati, 2008) Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas
kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul serta tinggal disuatu tempat
dibawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan.
Jadi dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa keluarga
merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari dua individu atau lebih
yang berada dalam suatu hubungan dimana saling berinteraksi satu sama lain dan
menjalankan perannya masing-masing.
11
12
2.1.2 Tipe Keluarga
Tipe keluarga yang dianut oleh masyarakat di Indonesia adalah tipe
keluarga tradisional. Menurut Allender & Spradley (2001) dalam Achjar (2010).
Tipe Keluarga tradisional dapat dikelompokkan menjadi :
1. Keluarga inti (Nuclear Family) yaitu keluarga yang terdiri dari suami,istri dan
anak (anak kandung atau anak angkat).
2. Keluarga besar (extended family) yaitu keluarga inti ditambah dengan keluarga
lain yang masih mempunyai hubungan darah, misalnya kakek,nenek, paman
dan bibi.
3. Keluarga dyad yaitu keluarga yang terdiri dari suami istri tanpa anak.
4. Single parent yaitu keluarga yang terdiri dari satu orangtua dengan anak
kandung atau anak angkat.
5. Keluarga usia lanjut yaitu keluarga yang terdiri dari suami istri yang berusia
lanjut.
2.1.3 Fungsi Keluarga
Lima fungsi keluarga menurut (Friedman,1999 dalam Sudiharto,2012)
adalah sebagai berikut :
1. Fungsi Afektif, adalah fungsi internal keluarga untuk pemenuhan kebutuhan
psikososial, saling mengasuh dan memberikan cinta kasih, serta saling
mnerima dan mendukung.
2. Fungsi Sosialisasi, adalah proses perkembangan dan perubahan individu
keluarga, tempat anggota keluarga berinteraksi sosial dan belajar berperan di
lingkungan sosial.
13
3. Fungsi Reproduksi, adalah fungsi keluarga meneruskan kelangsungan
keturunan dan menambah sumber daya manusia.
4. Fungsi Ekonomi, adalah fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga
seperti sandang, pangan, papan.
5. Fungsi Perawatan Keluarga, adalah kemampuan keluarga untuk merawat
anggota keluarga yang mngalami masalah kesehatan.
2.1.4 Tugas Keluarga dalam Bidang Kesehatan
Friedman (1998) dalam Setiadi (2008) membagi 5 tugas keluarga dalam
bidang kesehatan yang harus dilakukan yaitu :
1. Mengenal masalah gangguan perkembangan kesehatan setiap anggotanya.
Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan karena
tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan berarti dan karena kesehatanlah
kadang seluruh kekuatan sumber daya dan dana keluarga habis. Orangtua perlu
mengenal keadaan kesehatan dan perubahan-perubahan yang dialami anggota
keluarga. Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota keluarga secara tidak
langsung menjadi perhatian dan tanggung jawab keluarga, maka apabila
menyadari adanya perubahan perlu segera dicatat kapan terjadinya, perubahan
apa yang terjadi dan seberapa besar perubahannya.
2. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan kesehatan yang tepat bagi
keluarga. Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari
pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan
siapa diantara keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan untuk
menentukan tindakan keluarga. Tindakan kesehatan yang dilakukan oleh
14
keluarga diharapkan tepat agar masalah kesehatan dapat dikurangi atau bahkan
teratasi. Jika keluarga mempunyai keterbatasan dapat meminta bantuan kepada
orang di lingkungan sekitar keluarga.
3. Memberikan keperawatan anggota keluarga yang sakit atau yang tidak dapat
membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya yang terlalu muda.
Perawatan ini dapat dilakukan dirumah apabila keluarga memiliki kemampuan
melakukan tindakan untuk memperoleh tindakan lanjutan agar masalah yang
lebih parah tidak terjadi.
4. Mempertahankan suasana rumah yang menguntungkan kesehatan dan
perkembangan kepribadian anggota keluarga. Keluarga memainkan peran yang
bersifat mendukung anggota keluarga yang sakit. Dengan kata lain perlu
adanya sesuatu kecocokan yang baik pemeliharaan kesehatan anggota
keluarga.
5. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga
kesehatan (pemanfaatan fasilitas kesehatan yang ada). Hubungan yang sifatnya
positif akan memberi pengaruh yang baik pada keluarga mengenai fasilitas
kesehatan. Diharapkan dengan hubungan yang positif terhadap pelayanan
kesehatan akan merubah setiap perilaku anggota keluarga mengenai sehat sakit.
2.2 Konsep Dukungan Keluarga
2.2.1 Definisi Dukungan Keluarga
Dukungan keluarga adalah sikap tindakan dan penerimaan keluarga
terhadap anggota keluarganya yang bersifat mendukung selalu siap memberikan
pertolongan dan bantuan jika diperelukan. Dalam hal ini penerimaan dukungan
15
keluarga akan tahu bahwa ada orang lain yang memperhatikan, menghargai dan
mencintainya (Friedman, 2010 dalam Dian, 2014).
Dukungan sosial adalah suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang
diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya, sehingga seseorng akan tahu
bahwa ada orang lain yang memperhatikan, menghargai dan mencintainya (Cohan
dan Syme, 1996 dalam Setiadi, 2008).
2.2.2 Sumber-sumber Dukungan Keluarga
Menurut Friedman,1998 dalam Setiadi, 2008 membagi sumber dukungan
keluarga menjadi dua, yaitu dukungan keluarga eksternal dan internal :
1. Dukungan Keluarga Internal
Dukungan keluarga internal antara lain adalah dukungan dari suami atau istri,
dari saudara kandung, atau dukungan dari anak.
2. Dukungan Keluarga Eksternal
Dukungan keluarga eksternal antara lain sahabat, pekerjaan, tetangga, sekolah,
keluarga besar, kelompok sosial, kelompok reakreasi, tempat ibadah, dan
praktisi kesehatan.
2.2.3 Komponen Dukungan Keluarga
Komponen-komponen dukungan keluarga menurut Ratna (2010) terdiri
dari:
1. Dukungan Emosional
Pada dukungan emosional keluarga sebagai sebuah tempat yang aman, nyaman
dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap
emosi. Setiap orang pasti membutuhkan bantuan afeksi dari orang lain,
16
dukungan ini berupa dukungan simpatik dan semangat, perhatian, empati,
cinta, kepercayaan dan penghargaan. Dengan demikian seseorang yang
menghadapi persoalan merasa dirinya tidak menanggung beban sendiri tetapi
masih ada orang lain yang memperhatikan, mau mendengar segala keluhannya,
bersimpati dan empati terhadap persoalan yang dihadapinya bahkan mau
membantu memecahkan masalah yang dihadapinya dan individu merasa
berharga. Gagal ginjal kronik dapat menimbulkan gangguan psikologis bagi
penderitanya. Hal ini disebabkan karena gagal ginjal kronik tidak dapat
disembuhkan. Kondisi ini dapat mempengaruhi seseorang dalam
mengendalikan emosi. Maka dukungan keluarga sangat penting yang akan
mendorong pasien untuk dapat mengendalikan emosi dan waspada terhadap hal
yang mungkin terjadi.
2. Dukungan Instrumental
Dukungan instrumental yaitu keluarga sebagai sumber pertolongan praktis dan
konkrit. Bantuan instrumental bertujuan untuk mempermudah seseorang dalam
melakukan aktifitasnya berkaitan dengan persoalan-persoalan yang
dihadapinya atau menolong secara langsung kesulitan yang dihadapinya.
Misalnya dengan menyediakan peralatan lengkap dan memadai bagi penderita,
menyediakan obat-obat yang dibutuhkan. Dukungan ini meliputi penyediaan
dukungan jasmaniah seperti pelayanan,bantuan finansial dan material berupa
bantuan nyata (instrumental supportmaterial support), suatu kondisi dimana
benda atau jasa akan membantu memecahkan masalah praktis, termasuk di
dalamnya bantuan langsung,seperti saat seseorang memberi atau meminjamkan
17
uang, membantu pekerjaan sehari-hari, menyampaikan pesan, menyediakan
transportasi, menjaga dan merawat saat sakit ataupun mengalami depresi yang
dapat membantu memecahkan masalah. Dukungan nyata paling efektif bila
dihargai oleh individu dan mengurangi depresi individu. Pada dukungan nyata
keluarga sebagai sumber untuk mencapai tujuan praktis dan tujuan nyata.
Dengan adanya dukungan instrumental yang cukup pada pasien gagal ginjal
kronik dalam menjalani hemodialisa diharapkan kondisi pasien dapat terjaga
dan terkontrol sehingga dapat meningkatkan kesehatannya.
3. Dukungan Informasional
Pada dukungan informasional keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan
disseminator (penyebar informasi). Bantuan informasi yang disediakan agar
dapat digunakan seseorang dalam menanggulangi persoalan-persoalan yang
dihadapi, meliputi pemberian nasehat,pengarahan, ide-ide atau informasi
lainnya yang dibutuhkan pasien gagal ginjal kronik dalam menjalani
hemodialisa. Jenis dukungan ini meliputi jaringan komunikasi dan tanggung
jawab bersama, termasuk di dalamnya memberikan solusi dari masalah,
memberikan nasehat, pengarahan, saran, atau umpan balik tentang apa yang
dilakukan oleh seseorang. Keluarga dapat menyediakan informasi dengan
menyarankan tentang dokter, terapi yang baik bagi dirinya, dan tindakan
spesifik bagi individu untuk melawan stressor. Pada dukungan informasi ini
keluarga sebagai penghimpun informasi. Berdasarkan hal tersebut pasien gagal
ginjal kronik dalam menjalani hemodialisa sangat membutuhkan dukungan dari
orang lain dalam arti keluarga berupa dukungan informasi. Dukungan
18
informasi yang dibutuhkan dapat berupa pemberian informasi tentang
hemodialisa.
4. Dukungan Penghargaan
Dukungan ini merupakan suatu bentuk penghargaan yang diberikan seseorang
kepada pihak lain berdasarkan kondisi sebenarnya dari penderita. Penilaian ini
bisa positif dan negatif yang mana pengaruhnya sangat berarti bagi seseorang.
Pada dukungan penghargaan keluarga bertindak sebagai sebuah umpan balik,
membimbing dan menengahi pemecahan masalah dan sebagai sumber dan
validator identitas keluarga. Dukungan ini juga merupakan dukungan yang
terjadi bila ada ekspresi penilaian yang positif terhadap individu.Individu
mempunyai seseorang yang dapat diajak bicara tentang masalah mereka, terjadi
melalui ekspresi pengaharapan positif individu kepada individu lain,
penyemangat, persetujuan terhadap ide-ide atau perasaan seseorang dan
perbandingan positif seseorang dengan orang lain, misalnya orang yang kurang
mampu. Dukungan keluarga dapat membantu meningkatkan strategi koping
individu dengan strategi-strategi alternatif berdasarkan pengalaman yang
berfokus pada aspek-aspek yang positif. Pada dukungan penghargaan ini pasien
gagal ginjal kronik mempunyai seseorang yang dapat diajak bicara tentang
masalah mereka, terjadi melalui ekspresi penghargaan positif individu kepada
individu lain, penyemangat, persetujuan terhadap ide-ide atau perasaan
seseorang dan perbandingan positif seseorang dengan oranglain. Dapat
dikatakan bahwa adanya dukungan penghargaan pada pasien gagal ginjal
kronik dalam menjalani hemodialisa berupa penghargaan, dapat meningkatkan
19
status psikososial, semangat, motivasi sehingga diharapkan dapat membentuk
perilaku yang sehat pada pasien dengan meningkatkan status kesehatannya.
2.2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dukungan Keluarga
Faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga menurut Setiadi
(2008) adalah sebagai berikut :
1. Tahap Perkembangan
Artinya dukungan dapat ditentukan oleh faktor usia dalam hal ini adalah
pertumbuhan dan perkembangan, dengan demikian setiap rentang usia (bayi-
lansia) memiliki pemahaman dan respon terhadap perubahan kesehatan yang
berbeda-beda.
2. Pendidikan atau tingkat pengetahuan
Keyakinan seseorang terhadap adanya dukungan terbentuk oleh variabel
intelektual yang terdiri dari pengetahuan, latar belakang pendidiksn, dan
pengalaman masa lalu. kemampuan kognitif akan membentuk cara berpikir
seseorang termasuk kemampuan untuk memahami faktor-faktor yang
berhubungan dengan penyakit dan menggunakan pengetahuan tentang
kesehatan untuk menjaga kesehatan dirinya sehingga lebih kooperatif dalam
memberikan dukungan. dukungan yang diberikan pada lansia tergantung dari
tingkat pengetahuan keluarga. Keluarga yang memiliki tingkat pengetahuan
tinggi akan memberikan dukungan informasional kepada pasien mengenai
penyakit yang diderita pasien beserta pengobatan atau terapi yang harus
dijalani.
20
3. Faktor emosi
Faktor emosional juga mempengaruhi keyakinan terhadap adanya dukungan
dan cara melaksanakannya. Seseorang yang mengalami respon stres dalam
setiap perubahan hidupnya cenderung berespon terhadap berbagai tanda sakit,
mungkin dilakukan dengan cara mengkhawatirkan bahwa penyakit tersebut
dapat mengancam kehidupannya. Seseorang yang secara umum terlihat sangat
tenang mungkin mempunyai respon emosional yang kecil selama ia sakit.
Seorang individu yang tidak mampu melakukan koping secara emosional
terhadap ancaman penyakit mungkin akan menyangkal adanya gejala penyakit
pada dirinya dan tidak mau menjalani pengobatan.
4. Spiritual
Aspek spiritual dapat terlihat dari bagaimana seseorang menjalani
kehidupannya, mencakup nilai dan keyakinan yang dilaksanakan, hubungan
dengan keluarga atau teman, dan kemampuan mencari harapan dan arti dalam
hidup.
5. Praktik di Keluarga
Cara bagaimana keluarga memberikan dukungan biasanya mempengaruhi
penderita dalam melaksanakan kesehatannya. Misalnya : pasien juga
kemungkinan besar akan melakukan tindakan pencegahan jika keluarganya
melakukan tindakan pencegahan jika keluarganya melakukan hal yang sama.
Misal : anak yang selalu diajak orangtuanya untuk melakukan pemeriksaan
kesehatan rutin, maka ketika punya anak dia akan melakukan hal yang sama.
21
6. Faktor sosial ekonomi
Faktor sosial dan psikososial dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit
dan mempengaruhi cara seseorang mendefinisikan dan bereaksi terhadap
penyakitnya. Variabel psikososial mencakup : stabilitas perkawinan, gaya
hidup, dan lingkungan kerja. Seseorang biasanya akan mencari dukungan dan
persetujuan dari kelompok sosialnya, hal ini akan mempengaruhi keyakinan
kesehatan dan cara pelaksanannya. Semakin tinggi tingkat ekonomi seseorang
biasanya ia akan lebih cepatn tanggap terhadap gejala penyakit yang dirasakan.
Sehingga ia akan segera mencari pertolongan ketika merasa ada gangguan pada
kesehatannya. Serta sebaliknya semakin rendah tingkat ekonomi seseorang
maka ia kan kurang tanggap terhadap gejala penyakit yang dirasakan.
7. Latar belakang Budaya
Latar belakang budaya mempengaruhi keyakinan, nilai dan kebiasaan individu,
dalam memberikan dukungan termasuk cara pelaksanaan kesehatan pribadi.
Keyakinan keluarga dan masyarakat selama ini akan berpengaruh pada
rendahnya dukungan keluarga yang diberikan kepada lansia.
2.3 Konsep Penerimaan Diri terhadap Kehilangan dan Berduka
2.3.1 Definisi Penerimaan Diri
Penerimaan diri dapat diartikan sebagai suatu sikap penerimaan terhadap
gambaran mengenai kenyataan diri. Rubin (dalam Novvida,2007) menyatakan
bahwa penerimaan diri merupakan suatu sikap yang merefleksikan perasaan
senang sehubungan dengan kenyataan diri sendiri. Menurut Chaplin (2012),
penerimaan diri merupakan sikap yang pada dasarnya merasa puas dengan diri
22
sendiri, kualitas-kualitas dan bakat-bakat sendiri dan pengakuan akan keterbatasan
sendiri.
Germer (2009) mendefinisikan penerimaan diri sebagai kemampuan
individu untuk dapat memiliki suatu pandangan positif mengenai siapa dirinya
yang sebenar-benarnya, dan hal ini tidak dapat muncul dengan sendirinya,
melainkan harus dikembangkan oleh individu. sedangkan menurut Hurlock
(dalam Satyaningtyas, 2005) penerimaan diri merupakan kemampuan menerima
segala hal yang ada pada diri sendiri baik kekurangan maupun kelebihan yang
dimiliki, sehingga apabila terjadi peristiwa yang kurang menyenangkan maka
individu tersebut akan mampu berpikir logis tentang baik buruknya masalah yang
terjadi tanpa menimbulkan perasaan, permusuhan,perasaan rendah diri, malu, dan
rasa tidak aman.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa penerimaan ini
merupakan sikap individu yang mencerminkan perasaan menerima dan senang
atas segala kelebihan dan kekurangan yang ada pada dirinya serta mampu
mengelola segala kekhususan diri dengan baik sehingga dapat menumbuhkan
kepribadian dan fisik yang sehat. Penerimaan diri pada penderita gagal ginjal
adalah penerimaan terhadap fisik dan menerima peran sosial secara baik sehingga
ia merasa bahagia, gembira dan puas sehingga dapat memberikan rasa percaya diri
yang besar, terbebas dari rasa kehilangan dan berduka yang berlarut.
2.3.1.1 Tahapan Penerimaan
Kubbler Rose (1970) dalam Tomb (2008) mendefinisikan sikap
penerimaan (acceptance) terjadi bila seseorang mampu menghadapi kenyataan
23
daripada hanya menyerah pada pengunduran diri atau tidak ada harapan. Menurut
Kubler Ross (dalam teori Kehilangan / Berduka), sebelum mencapai pada tahap
acceptance (penerimaan) individu akan melalui beberapa tahapan, diantaranya
adalah tahap denial, anger, bargainning,depression, dan acceptance.
1. Tahap Menolak (Denial)
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok,
dimulai dari rasa tidak percaya atau menolak kenyataan bahwa kehilangan itu
terjadi, dengan mengatakan “tidak saya tidak percaya bahwa itu terjadi”, “itu
tidak mungkin”. Saat menerima diagnosa dari seorang ahli, perasaan penderita
gagal ginjal selanjutnya akan diliputi kebingungan. Bingung atas arti diagnosa,
bingung akan apa yang harus dilakukan, sekaligus bingung mengapa hal ini
dapat terjadi pada dirinya. Kebingungan ini sangat manusiawi, karena
umumnya, penderita mengharapkan yang terbaik untuk dirinya. Tidak mudah
bagi penderita gagal ginjal untuk dapat menerima apa yang sebenarnya terjadi.
Kadangkala, terselip rasa malu untuk mengakui bahwa hal tersebut dapat
terjadi pada dirinya. Keadaan ini bisa menjadi bertambah buruk, jika penderita
gagal ginjal tersebut mengalami tekanan sosial dari lingkungannya. Kadang
dalam hati muncul pernyataan ”tidak mungkin hal ini terjadi pada saya” atau
”tidak pernah terjadi keadaan seperti ini di kehidupan saya”. Reaksi fisik yang
terjadi pada fase pengingkaran adalah letih, lemah, pucat, mual, diare,
gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, tidak tahu harus
berbuat apa.
24
2. Fase Marah ( Angry)
Fase ini dimulai dengan timbulnya kesadaran akan kenyataan terjadinya
kehilangan. Individu menunjukkan perasaan yang meningkat yang sering
diproyeksikan kepada orang yang ada di lingkungannya, orang-orang tertentu
atau ditunjukkan pada dirinya sendiri. Tidak jarang dia menunjukkan perilaku
agresif, kasar dalam berbicara, menolak pengobatan, dan menuduh dokter dan
perawat yang tidak becus. Respon fisik yang sering terjadi pada fase ini antara
lain, muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal. Pada
pasien dengan gagal ginjal, reaksi marah ini bisa dilampiaskan kepada
beberapa pihak sekaligus. Bisa kepada dokter yang memberi diagnosa. Bisa
kepada diri sendiri atau kepada pasangan hidup. Pernyataan yang sering
muncul dalam hati (sebagai reaksi atas rasa marah) muncul dalam bentuk
”Tidak adil rasanya...”, ” Mengapa saya yang mengalami ini?” atau ”Apa salah
saya?”.
3. Fase Tawar Menawar (Bergaining)
Apabila individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara
intensif, maka ia akan maju ke fase tawar menawar dengan memohon
kemurahan Tuhan. Respon ini sering dinyatakan dengan kata-kata “kalau saja
kejadian ini bisa ditunda maka saya akan sering berdoa “. Apabila proses
berduka ini dialami oleh keluarga maaka pernyataan sebagai berikut sering
dijumpai, “kalau saja yang sakit bukan anak saya”. Pada tahap ini, penderita
gagal ginjal berusaha untuk menghibur diri dengan pernyataan seperti
25
“Mungkin kalau saya menunggu lebih lama lagi, keadaan akan membaik
dengan sendirinya”.
4. Fase Depresi (Depression)
Muncul dalam bentuk putus asa, tertekan dan kehilangan harapan.
Kadangkala depresi dapat juga menimbulkan rasa bersalah, yang khawatir
apakah keadaan dirinya akibat dari kelalaian penderita sendiri, atau akibat dosa
di masa lalu. Putus asa, sebagai bagian dari depresi, akan muncul saat penderita
gagal ginjal mulai membayangkan masa depan yang akan dihadapinya.
Harapan atas masa depan dirinya menjadi keruh, dan muncul dalam bentuk
pertanyaan ”Akankah saya mampu hidup mandiri dan berguna bagiorang
lain?”. Pada tahap depresi, penderita gagal cenderung murung, menghindar dari
lingkungan sosial terdekat, lelah sepanjang waktu dan kehilangan gairah hidup.
Gejala fisik yang sering diperlihatkan adalah menolak makan, susah tidur,
letih, dorongan libido menurun.
5. Fase Penerimaan (Acceptance)
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilanagn. Pikiran yang
selalu terpusat kepada objek atau orang hilang akan mulai berkurang atau
menghilang, individu telah menerima kenyataan kehilangan yang dialaminya,
gambaran tentang objek atau orang yang hilang mulai dilepaskan dan secara
bertahap perhatian beralih pada objek yang baru. Fase menerima ini biasanya
dinyatakan dengan kata “ Apa yang dapat saya lakukan agar saya cepat
sembuh”. Pada tahap ini, penderita gagal ginjal sudah menerima kenyataan
baik secara emosi maupun intelektual. Sambil mengupayakan ”penyembuhan”,
26
mereka mengubah persepsi dan harapan atas dirinya. Penderit gagal ginjal pada
tahap ini cenderung mengharapkan yang terbaik sesuai dengan kapasitas dan
kemampuannya.
Patut dicatat bahwa, kelima tahap tersebut di atas tidak harus terjadi secara
berurutan. Bisa saja ada satu tahap atau lebih yang terlompati, atau kembali
muncul jika ada hal-hal yang mengingatkan ketidak ”sempurnaan” dirinya (bila
dibandingkan dengan orang normal semestinya). Demikian pula pada tahap awal.
Ada juga penderita gagal ginjal yang telah begitu lama mencari diagnosa dan
penyembuhan. Begitu mereka mendapatkan diagnosa dan metode yang dapat
membantu mereka, perasaan legalah yang mereka dapatkan, bukan menolak
menerima kenyataan (Psychology Forum UMM, 2016).
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penerimaan diri adalah
kemampuan untuk menerima kelebihan dan maupun kekurangan yang ada
didalam dirinya dengan apa adanya dan secara realistik tanpa menyalahkan diri
sendiri dan rasa penyesalan yang tidak rasional. Sedangkan penerimaan diri pada
penderita gagal ginjal adalah penerimaan terhadap fisik dan menerima peran
sosial secara baik sehingga ia merasa bahagia, gembira dan puas yang pada
gilirannya memberikan rasa percaya diri yang besar. Apabila individu dapat
memulai fase-fase tersebut dan masuk pada fase damai atau fase penerimaan,
maka dia akan dapat mengakhiri proses berduka dan mengatasi perasaan
kehilangannya secara tuntas. tapi apabila individu tetap berada pada salah satu
fase dan tidak sampai pada fase penerimaan, jika mengalami kehilangan lagi sulit
baginya masuk pada fase penerimaan (Yosep dan Sutini, 2016).
27
2.3.1.2 Faktor- faktor yang mempengaruhi Penerimaan diri
Hurlock (1974) menjelaskan beberapa kondisi yang mendukung seseorang
untuk dapat menerima dirinya sendiri. Dimana kondisi-kondisi tersebut mampu
mewujudkan penerimaan diri seorang individu. Kondisi yang mendukung proses
penerimaan diri tersebut, antara lain:
1. Pemahaman Diri (Self-Understanding)
Pemahaman diri adalah persepsi tentang dirinya sendiri yang dibuat secara
jujur, tidak berpura-pura dan bersifat realistis. Persepsi atas diri yang
ditandai dengan keaslian (genuineness); tidak berpura-pura tetapi apa
adanya, tidak berkhayal tetapi nyata (benar adanya), tidak berbohong
tetapi jujur, dan tidak menyimpang. Pemahaman diri bukan hanya terpaku
pada mengenal atau mengakui fakta tetapi juga merasakan pentingnya
fakta-fakta .
2. Harapan yang Realistis (Realistic Expectations)
Harapan yang realistis muncul jika individu menentukan sendiri
harapannya yang disesuaikan dengan pemahaman mengenai kemampuan
dirinya, bukan harapan yang ditentukan oleh orang lain. Hal tersebut
dikatakan realistis jika individu memahami segala kelebihan dan
kekurangan dirinya dalam mencapai harapan dan tujuannya.
3. Tidak adanya Hambatan Lingkungan (Absence of Environmental
Obstacle)
Ketidakmampuan untuk meraih harapan realistis mungkin disebabkan oleh
adanya berbagai hambatan dari lingkungan. Bila lingkungan sekitar tidak
28
memberikan kesempatan atau bahkan malah menghambat individu untuk
dapat mengekspresikan dirinya, maka penerimaan diri akan sulit untuk
dicapai. Namun jika lingkungan, dan keluarga turut memberikan
dukungan, maka kondisi ini dapat mempermudah penerimaan diri seorang
individu.
4. Sikap Sosial yang Menyenangkan (Favorable Social Attitudes)
Tiga kondisi utama yang menghasilkan evaluasi positif terhadap diri
seseorang antara lain, tidak adanya prasangka terhadap seseorang, adanya
penghargaan terhadap kemampuan-kemampuan sosial, dan kesediaan
individu mengikuti tradisi suatu kelompok sosial. Individu yang memiliki hal
tersebut diharapkan mampu menerima dirinya.
5. Tidak Adanya Stress Emosional (Absence of Severe Emotional Stress)
Ketiadaan gangguan stress yang berat akan membuat individu dapat bekerja
sebaik mungkin, merasa bahagia, rileks, dan tidak bersikap negatif terhadap
dirinya. Kondisi positif ini diharapkan membuat individu mampu melakukan
evaluasi diri sehingga penerimaan diri yang memuaskan dapat tercapai.
6. Jumlah Keberhasilan (Preponderance of Successes)
Saat individu berhasil ataupun gagal, ia akan memperoleh penilaian sosial
dari lingkungannya. Ketika seseorang memiliki aspirasi tinggi, maka ia tidak
akan mudah terpengaruh oleh penilaian sosial tentang kesuksesan maupun
kegagalan. Dia kemudian akan menjadi lebih mudah dalam menerima dirinya
sendiri terkait dengan kondisi dimana ia telah terpuaskan dengan keberhasilan
yang telah dicapainya tanpa memikirkan pendapat lingkungan sosial.
29
7. Identifikasi dengan orang yang memiliki penyesuaian diri yang baik
(Identification with Well-Adjusted People)
Saat individu dapat mengidentifikasikan diri dengan orang yang memiliki
penyesuaian diri yang baik, maka hal itu dapat membantu individu untuk
mengembangkan sikap positif dan menumbuhkan penilaian diri yang baik.
Lingkungan rumah dengan model identifikasi yang baik akan membentuk
kepribadian sehat pada seseorang sehingga ia mampu memiliki penerimanaan
diri yang baik pula.
8. Perspektif diri (Self-Persperctive)
Individu yang mampu melihat dirinya sebagaimana perspektif orang lain
memandang dirinya, akan membuat individu tersebut menerima dirinya
dengan baik. Dimana hal ini diperoleh melalui pengalaman dan belajar. Usia
dan tingkat pendidikan seseorang juga berpengaruh untuk dapat
mengembangkan perspektif dirinya. Sebuah perspektif diri yang baik
memudahkan akses terhadap penerimaan diri.
9. Pola Asuh Masa Kecil Yang Baik (Good Childhood Training)
Meskipun penyesuaian diri pada seseorang dapat berubah secara radikal
karena adanya peningkatan dan perubahan dalam hidupnya, hal tersebut
dianggap dapat menentukan apakah penyesuaiannya dikatakan baik jika
diarahkan oleh masa kecilnya. Konsep diri mulai terbentuk sejak masa kanak-
kanak sehingga pengaruhnya terhadap penerimaan diri seseorang tetap ada
walaupun usia individu terus bertambah. Dengan demikian, pola asuh juga
turut mempengaruhi bagaimana seseorang dapat mewujudkan penghayatan
penerimaan diri.
30
10. Konsep Diri yang Stabil (Stable Self-concept)
Individu dianggap memiliki konsep diri yang stabil, jika dalam setiap waktu
ia mampu melihat kondisinya dalam keadaan yang sama. Jika seseorang ingin
mengembangkan kebiasaan penerimaan diri, ia harus melihat dirinya sendiri
dalam suatu cara yang menyenangkan untuk menguatkan konsep dirinya,
sehingga sikap penerimaan diri itu akan menjadi suatu kebiasaan.
Sedangkan menurut Sari (2002) mengemukakan bahwa ada beberapa faktor
yang mempengaruhi penerimaan diri individu antara lain:
1. Pendidikan
Individu yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi akan memiliki
tingkat kesadaran yang lebih baik akan keadaan yang dia miliki dan
segera mencari upaya untuk mengatasi keadaan tersebut.
2. Dukungan Sosial
Penerimaan diri akan semakin baik apabila ada dukungan sosial yang
muncul dari lingkungan di sekitar individu tersebut.
2.3.1.3 Ciri-ciri Penerimaan Diri
Menurut Allport (dalam Wrastari, 2003), seseorang yang menerima dirinya
akan memiliki ciri sebagai berikut:
1. Memiliki gambaran positif tentang dirinya.
2. Dapat mengatur dan dapat bertoleransi dengan rasa frustasi atau
kemarahannya.
3. Dapat berinteraksi dengan orang lain tanpa memusuhi mereka apabila
orang lain memberikan kritikan
31
4. Dapat mengatur keadaan emosi mereka (seperti depresi, kemarahan, rasa
bersalah, dan lain - lain).
5. Mengekspresikan keyakinan dan perasaan dengan mempertimbangkan
perasaan dan keadaan orang lain.
Selain ciri – ciri di atas, Sheere (dalam Wrastari, 2003. Hal. 21)
mengemukakan orang yang menerima dirinya memiliki ciri – ciri :
1. Mempunyai keyakinan akan kemampuannya untuk menghadapi
kehidupannya.
2. Menganggap dirinya berharga sebagai seorang manusia yang
sederajat dengan orang lain.
3. Berani memikul tanggung jawab terhadap perilakunya.
4. Menerima pujian dan celaan secara obyektif.
5. Tidak menyalahkan dirinya akan keterbatasan yang dimilikinya
ataupun mengingkari kelebihannya.
2.3.2 Definisi Kehilangan (Loss)
Kehilangan adalah suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau
keseluruhan. Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap
individu selama rentang kehidupan, sejak lahir individu sudah mengalami
kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk
yang berbeda (Yosep, 2011).
Kehilangan adalah situasi aktual atau potensial ketika sesuatu (orang atau
objek) yang dihargai telah berubah, tidak ada lagi, atau menghilang. Seseorang
32
dapat kehilangan citra tubuh, orang terdekat, perasaan sejahtera, pekerjaan, barang
milik pribadi, keyakinan, atau sense of self baik sebagian ataupun keseluruhan.
Peristiwa kehilangan dapat terjadi secara tiba-tiba atau bertahap sebagai sebuah
pengalaman traumatik. Kehilangan sendiri dianggap sebagai kondisi krisis, baik
krisis situasional ataupun krisis perkembangan (Mubarak & Chayatin, 2007).
2.3.2.1 Tipe Kehilangan
Potter dan Perry (2005) menyatakan kehilangan dapat dikelompokkan
dalam 5 kategori: kehilangan objek eksternal, kehilangan lingkungan yang telah
dikenal, kehilangan orang terdekat, kehilangan aspek diri, dan kehilangan hidup.
1. Kehilangan objek eksternal
Kehilangan benda eksternal mencakup segala kepemilikan yang telah menjadi
usang, berpindah tempat, dicuri, atau rusak karena bencana alam. Bagi seorang
anak benda tersebut mungkin berupa boneka atau selimut, bagi seorang dewasa
mungkin berupa perhiasan atau suatu aksesoris pakaian. Kedalaman berduka
yang dirasakan seseorang tehadap benda yang hilang tergantung pada nilai
yang dimiliki orang tersebut terhadap benda yang dimilikinya, dan kegunaan
dari benda tersebut.
2. Kehilangan lingkungan yang telah dikenal
Kehilangan yang berkaitan dengan perpisahan dari lingkungan yang telah di
kenal mencakup meninggalkan lingkungan yang telah dikenal selama periode
tertentu atau kepindahan secara permanen. Contohnya, termasuk pindah ke
kota baru, mendapat pekerjaan baru, atau perawatan di rumah sakit.
Kehilangan melalui perpisahan dari lingkungan yang telah di kenal dan dapat
33
terjadi melalui situasi maturasional, misalnya ketika seorang lansia pindah ke
rumah perawatan, atau situasi situasional, contohnya kehilangan rumah akibat
bencana alam atau mengalami cedera atau penyakit.
3. Kehilangan orang terdekat
Orang terdekat mencakup orang tua, pasangan, anak-anak, saudara sekandung,
guru, pendeta, teman, tetangga, dan rekan kerja.Kehilangan dapat terjadi akibat
perpisahan, pindah, melarikan diri, promosi di tempat kerja, dan kematian.
4. Kehilangan aspek diri
Kehilangan aspek dalam diri dapat mencakup bagian tubuh, fungsi fisiologis,
atau psikologis. Kehilangan bagian tubuh dapat mencakup anggota gerak,
mata, rambut, gigi, atau payudara. Kehilangan fungsi fisiologis mencakup
kehilangan kontrol kandung kemih atau usus, mobilitas, kekuatan, atau fungsi
sensoris. Kehilangan fungsi psikologis termasuk kehilangan ingatan, rasa
humor, harga diri, percaya diri, kekuatan, respek atau cinta. Kehilangan aspek
diri ini dapat terjadi akibat penyakit, cedera, atau perubahan perkembangan
atau situasi. Kehilangan seperti ini, dapat menurunkan kesejahteraan individu.
Orang tersebut tidak hanya mengalami kedukaan akibat kehilangan tetapi juga
dapat mengalami perubahan permanen dalam citra tubuh dan konsep diri.
5. Kehilangan Hidup
Sesorang yang menghadapi kematian menjalani hidup, merasakan, berpikir,
dan merespon terhadap kejadian dan orang sekitarnya sampai terjadinya
kematian. Perhatian utama sering bukan pada kematian itu sendiri tetapi
mengenai nyeri dan kehilangan kontrol. Meskipun sebagian besar orang takut
34
tentang kematian dan gelisah mengenai kematian, masalah yang sama tidak
akan pentingnya bagi setiap orang. Setiap orang berespon secara berbeda-beda
terhadap kematian. orang yang telah hidup sendiri dan menderita penyakit
kronis lama dapat mengalami kematian sebagai suatu perbedaan. Sebagian
menganggap kematian sebagai jalan masuk ke dalam kehidupan setelah
kematian yang akan mempersatukannya dengan orang yang kita cintai di surga.
Sedangkan orang lain takut perpisahan, dilalaikan, kesepian, atau cedera.
Ketakutan terhadap kematian sering menjadikan individu lebih bergantung.
2.3.2.2 Faktor presdisposisi yang mempengaruhi reaksi kehilangan
Faktor predisposisi yang mempengaruhi reaksi kehilangan adalah genetik,
kesehatan fisik, kesehatan jiwa, pengalaman masa lalu (Suliswati, 2005).
1. Genetik
Individu yang dilahirkan dan dibesarkan di dalam keluarga yang mempunyai
riwayat depresi biasanya sulit mengembangkan sikap optimistik dalam
menghadapi suatu permasalahan, termasuk menghadapi kehilangan.
2. Kesehatan fisik
Individu dengan keadaan fisik sehat, cara hidup yang teratur, cenderung
mempunyai kemampuan mengatasi stres yang lebih tinggi dibandingkan
dengan individu yang sedang mengalami gangguan fisik.
3. Kesehatan jiwa/mental
Individu yang mengalami gangguan jiwa terutama mempunyai riwayat depresi,
yang ditandai dengan perasaan tidak berdaya, pesimistik, selalu dibayangi oleh
masa depan yang suram, biasanya sangat peka terhadap situasi kehilangan.
35
4. Pengalaman kehilangan di masa lalu
Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang bermakna dimasa kanak-kanak
akan mempengaruhi kemampuan individu dalam menghadapi kehilangan di
masa dewasa.
2.3.3 Definisi Berduka (Grief)
Berduka merupakan reaksi terhadap kehilangan yang merupakan respon
emosional yang normal (Suliswati, 2005). Definisi lain menyebutkan bahwa
berduka, dalam hal ini dukacita adalah proses kompleks yang normal yang
mencakup respon dan perilaku emosi, fisik, spiritual, sosial, dan intelektual ketika
individu, keluarga, dan komunitas menghadapi kehilangan aktual, kehilangan
yang diantisipasi, atau persepsi kehilangan ke dalam kehidupan pasien sehari-hari
(NANDA, 2015).
Dari berbagai definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa berduka merupakan
suatu reaksi psikologis sebagai respon kehilangan sesuatu yang dimiliki yang
berpengaruh terhadap perilaku emosi, fisik, spiritual, sosial, maupun intelektual
seseorang. Berduka sendiri merupakan respon yang normal yang dihadapi setiap
orang dalam menghadapi kehilangan yang dirasakan.
2.3.3.2 Faktor penyebab berduka
Banyak situasi yang dapat menimbulkan kehilangan dan dapat
menimbulkan respon berduka pada diri seseorang (Carpenito, 2006). Situasi yang
paling sering ditemui adalah sebagai berikut:
36
1. Patofisiologis
Berhubungan dengan kehilangan fungsi atau kemandirian yang bersifat
sekunder akibat kehilangan fungsi neurologis, kardiovaskuler, sensori,
muskuloskeletal, digestif, pernapasan, ginjal dan trauma.
2. Terkait pengobatan
Berhubungan dengan peristiwa kehilangan akibat dialisis dalam jangka waktu
yang lama dan prosedur pembedahan (mastektomi, kolostomi, histerektomi).
3. Situasional (Personal, Lingkungan)
Berhubungan dengan efek negatif serta peristiwa kehilangan sekunder akibat
nyeri kronis, penyakit terminal, dan kematian; berhubungan dengan kehilangan
gaya hidup akibat melahirkan, perkawinan, perpisahan, anak meninggalkan
rumah, dan perceraian; dan berhubungan dengan kehilangan normalitas
sekunder akibat keadaan cacat, bekas luka, dan penyakit.
4. Maturasional
Berhubungan dengan perubahan akibat penuaan seperti teman-teman,
pekerjaan, fungsi, dan rumah dan berhubungan dengan kehilangan harapan dan
impian. Rasa berduka yang muncul pada setiap individu dipengaruhi oleh
bagaimana cara individu merespon terhadap terjadinya peristiwa kehilangan.
Miller (1999 dalam Carpenito, 2006) menyatakan bahwa dalam menghadapi
kehilangan individu dipengaruhi oleh dukungan sosial (Support System),
keyakinan religius yang kuat, kesehatan mental yang baik, dan banyaknya
sumber yang tersedia terkait disfungsi fisik atau psikososial yang dialami.
37
2.3.3.3 Tanda dan Gejala Berduka
Tanda dan gejala berduka juga dikemukan oleh Videbeck (2008), yang
mencakup ke dalam lima respon, yaitu respon kognitif, emosional, spiritual,
perilaku, dan fisiologis yang akan dijelaskan dalam tabel dibawah ini:
Tabel 2.1 Tanda dan Gejala Berduka Berdasarkan Respon yang Muncul
Respon Berduka Tanda dan Gejala
Respon Kognitif 1. Gangguan asumsi dan keyakinan;
2. Mempertanyakan dan berupaya menemukan
makna kehilangan;
3. Berupaya mempertahankan keberadaan orang
yang meninggal atau sesuatu yang hilang;
4. Percaya pada kehidupan akhirat dan seolah-
olah orang yang meninggal adalah
pembimbing.
Respon Emosional 1. Marah, sedih, cemas;
2. Kebencian;
3. Merasa bersalah dan kesepian;
4. Perasaan mati rasa;
5. Emosi tidak stabil;
6. Keinginan kuat untuk mengembalikan ikatan
dengan individu atau benda yang hilang;
7. Depresi, apatis, putus asa selama fase
disorganisasi dan keputusasaan.
Respon Spiritual 1. Kecewa dan marah pada Tuhan;
2. Penderitaan karena ditinggalkan atau merasa
ditinggalkan atau kehilangan;
3. Tidak memiliki harapan, kehilangan makna
Respon Perilaku 1. Menangis terisak atau tidak terkontrol;
2. Gelisah;
3. Iritabilitas atau perilaku bermusuhan;
4. Mencari atau menghindar tempat dan aktivitas
yang dilakukan bersama orang yang telah
meninggal;
5. Kemungkinan menyalahgunakan obat atau
alkohol;
6. Kemungkinan melakukan upaya bunuh diri
atau pembunuhan
38
2.3.3.4 Akibat Berduka
Setiap orang merespon peristiwa kehilangan dengan cara yang sangat
berbeda. Tanpa melihat tingkat keparahannya, tidak ada respon yang bisa
dikatakan maladaptif pada saat menghadapi peristiwa kehilangan akut. Apabila
proses berduka yang dialami individu bersifat maladaptif, maka akan
menimbulkan respon detrimental (cenderung merusak) yang berkelanjutan dan
berlangsung lama (Carpenito, 2006). Proses berduka yang maladaptif tersebut
akan menyebabkan berbagai masalah sebagai akibat munculnya emosi negatif
dalam diri individu. Dampak yang muncul diantaranya perasaan
ketidakberdayaan, harga diri rendah, hingga isolasi sosial.
2.4 Konsep Gagal Ginjal Kronik
2.4.1 Definisi Gagal Ginjal Kronik
Gagal ginjal kronik adalah sindrom klinis yang umum pada stadium lanjut
dari semua penyakit ginjal kronik yang ditandai oleh uremia. Gagal ginjal kronik
merupakan gangguan fungsi renal progresif dan irreversibel dimana kemampuan
tubuh gagal mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit menyebabkan uremia atau retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah. Gagal ginjal kronik perkembangannya progresif dan lambat biasanya
berlangsung beberapa tahun (Haryono, 2013).
Respon Fisiologis 1. Sakit kepala, insomnia;
2. Gangguan nafsu makan;
3. Tidak bertenaga;
4. Gangguan pencernaan;
5. Perubahan sistem imun dan endokrin.
39
Gagal ginjal kronik (GGK) adalah kemunduran fungsi ginjal yang progresif
dan irreversibel dimana terjadi kegagalan kemampuan tubuh untuk
mempertahankan keseimbangan metabolik, cairan dan elektrolit yang
mengakibatkan uremia atau azotemia. Dialisis atau transplantasi ginjal
kadangkadang diperlukan untuk kelangsungan hidup pasien (Wijaya & Putri,
2013).
2.4.2 Etiologi
Etiologi gagal ginjal kronik (Haryono, 2013) terdiri dari:
1. Infeksi saluran kemih (pielonefitis Kronis)
2. Penyakit peradangan (glomerulonefritis) primer dan sekunder yaitu peradangan
ginjal bilateral biasanya timbul pasca infeksi streptococcus.
3. Penyakit vaskuler hipertensif (nefrosklerosis, stenosis arteri renalis) :
merupakan penyakit primer dan menyebabkan kerusakan pada ginjal.
4. Gangguan jaringan penyambung (SLE, poliarteritis nodusa, sklerosis sistemik).
5. Penyakit congenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus
ginjal) yang ditandai dengan kista multiple.
6. Penyakit metabolik (Diabetes Melitus, gout, hiperparatiroidisme)
7. Nefropati toksik
8. Nefropati obstruktif (batu saluran kemih).
2.4.2 Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal, sebagian nefron (termasuk glomerulus
dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh).
Nefron-nefron yang utuh hipertropi dan memproduksi volume filtrasi yang
40
meningkat disertai reabsopsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR/daya
saring. Metode adaftif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari
nefron-nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada
yang bisa direabsopsi berakibat dieresis osmotik disertai poliuri dan haus.
Selanjutnya, oleh karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak, oliguri
timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada
pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila
kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80%-90%. Pada tingkat ini, fungsi renal yang
demikian, nilai kreatinin clearance turun sampai 15ml/menit atau lebih rendah
(Haryono, 2013).
2.4.3 Manifestasi Klinis
Pada gagal ginjal kronis setiap sistem tubuh dipengaruhi oleh kondisi
uremia, oleh karena itu pasien akan memperlihatkan sejumlah tanda dan gejala.
Keparahan tanda dan gejala tergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal,
kondisi lain yang mendasari adalah usia pasien. Berikut merupakan tanda dan
gejala gagal ginjal kronis (Haryono, 2013):
1. Sistem kardiovaskuler antara lain, hipertensi, pitting edema, edema periorbital,
pembesaran vena leher, friction subpericardial.
2. Sistem pulmoner antara lain, nafas dangkal, krekel, kusmaul, sputum kental
dan liat.
3. Sistem gastrointestinal antara lain, anoreksia, mual dan muntah, perdarahan
saluran GI, ulserasi, perdarahan mulut, dan nafas berbau ammonia.
41
4. Sistem muskuloskletal antara lain, kram otot, kehilangan kekuatan otot dan
fraktur tulang.
5. Sistem integumen antara lain, warna kulit abu-abu mengkilat, pruritus, kulit
kering bersisik, ekimosis, kuku tipis rapuh, rambut tipis dan kasar.
6. Sistem reproduksi antara lain: amenore, atrofi testis.
2.4.5 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dilakukan dengan beberapa prosedur antara lain (Wijaya &
Putri, 2013) yaitu:
1. Pengaturan minum dengan pemberian cairan Pengendalian Hipertensi yaitu
dengan mengurangi intake garam,
2. Pengendalian K+ dalam darah,
3. Penanggulangan anemia dengan transfuse darah,
4. Penanggulangan asidosis,
5. Pengobatan dan pencegahan infeksi,
6. Pengaturan protein dalam makan,
7. Pengobatan neuropati,
8. Dialisis
9. Transplantasi
42
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESA PENELITIAN
3.1 Kerangka Konsep
Komponen Dukungan Keluarga
menurut Ratna (2010) yaitu :
1. Dukungan Emosional
2. Dukungan Instrumental
3. Dukungan Penghargaan
4. Dukungan
Informasional
Dukungan keluarga di
kategorikan dalam :
1. Kurang
2. Cukup
3. Baik
Penderita Gagal Ginjal
Kronik
Tahapan Penerimaan Diri
menurut teori Kubbler Rose
(1970) dalam Tomb (2008):
1. Menolak (Denial)
2. Marah (Angry)
3. Menawar
(Bargaining)
4. Depresi
5. Menerima
(Acceptance)
Mengalami Kehilangan
Aspek Diri
Mengalami Tahapan
Penerimaan Diri akibat
Kehilanagan
42
Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Penerimaan diri
menurut Sari (2002) adalah :
1. Pendidikan
2. Dukungan Sosial
43
Keterangan :
: Tidak diteliti
: Di teliti
: Berpengaruh
: Berhubungan
(Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian)
1.2 Hipotesa Penelitian
Hipotesa adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan
penelitian (Nursalam, 2013). Dari penelitian diatas dapat dirumuskan hipotesa
sebagai berikut :
H0 : Tidak ada Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Penerimaan Diri
Pasien Gagal Ginjal Kronik di Unit Hemodialisa RSUD dr. Sayidiman
Magetan.
H1 : Ada Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Penerimaan Diri Pasien
Gagal Ginjal Kronik di Unit Hemodialisa RSUD dr. Sayidiman Magetan.
44
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
Metode Penelitian merupakan cara yang digunakan oleh peneliti dalam
mengumpulkan penelitiannya. Data penelitian meliputi, desain penelitian,
kerangka kerja, populasi, sampel, teknik sampling, identifikasi variabel, definisi
operasional, teknik pengumpulan data, pengolahan data, penyajian data, etika
penelitian, dan keterbatasan penelitian (Arikunto,2010).
4.1 Desain Penelitian
Desain penelitian adalah suatu strategi untuk mencapai tujuan penelitian
yang diharapkan dan berperan sebagai pedoman atau penuntun penelitian yang
pada seluruh proses penelitian (Nursalam, 2013).
Jenis penelitian ini adalah Kuantitatif dengan menggunakan desain
penelitian Correlation, yaitu penelitian yang menggambarkan hubungan antara
dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat (Notoatmodjo, 2010). Pada
penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu dukungan keluarga sebagai variabel
bebas (Independent) dan tingkat penerimaan diri pasien gagal ginjal kronik
sebagai variabel terikat (dependent). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah Cross Sectional, dimana waktu pengukuran/observasi data variabel
independen dan dependen dilakukakan dalam satu kali pada satu saat. Dalam
penelitian ini cara pengambilan data dari dua variabel yaitu dukungan keluarga
dan tingkat penerimaan diri pasien GGK dilakukan sekaligus dalam waktu yang
bersamaan.
44
45
4.2 Populasi dan Sampel
4.2.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2011). Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh pasien Gagal ginjal kronik yang berada di Unit
Hemodialisa RSUD dr. Sayidiman Magetan sebanyak 65 orang dalam satu bulan
terakhir yaitu pada bulan Maret 2017.
4.2.2 Sampel
Sampel adalah sebagian objek yang diambil dari keseluruhan objek yang
diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2010). Dalam
penelitian ini yang menjadi sampel adalah pasien gagal ginjal kronik yang berada
di unit hemodialisa RSUD dr.Sayidiman magetan, sampel yang digunakan
sebanyak 56 responden dengan teknik pengambilan sampel adalah purposive
sampling. Besar dan banyaknya sampel pada penelitian ini dihitung dengan
menggunakan Rumus Lemeshow yang sesuai digunakan untuk desain penelitian
Cross Sectional, sebagai berikut :
Keterangan :
n = Besar sampel
Z = Score Z, berdasarkan nilai α yang diinginkan
α = Derajat kepercayaan
N = Populasi
46
d = Toleransi kesalahan
P = Porposi kasus yang diteliti, jika P tidak diketahui maka gunakan P
terbesar yaitu P = 0,5 (peneliti menggunakan P sebesar 0,5 berdasarkan
proporsi kasus yang pernah diteliti yaitu 50% (0,5) kejadian depresi pada
pasien gagal ginjal kronik)
1-P = q, yaitu proporsi untuk terjadinya suatu kejadian, jika penelitian ini
menggunakan P 0,5 maka q= 1-P = 1-0.5
Batas toleransi kesalahan dinyatakan dengan prosentase. Semakin kecil
toleransi kesalahan, semakin akurat sampel menggambarkan populasi.
Tabel 4.1 Nilai Z sesuai dengan α
Besar nilai Z disesuaikan dengan nilai α
A 1 – α – α/2 – α
1% 99% 2,58 2,33
5% 95% 1,96 1,64
10% 90% 1,64 1,28
Sesuai dengan rumjus cross sectional dimana – α/2 , maka besaran score
Z yang akan diambil adalah sesuai dengan kolom kedua. Pada penelitian ini,
derajat kepercayaan yang digunakan adalah 5%, maka – α/2 = 1,96 , Jadi sudah
ditetapkan bahwa score Z² = 3,84.
Sehingga dapat dihitung jumlah sampel penelitian sebanyak 51 responden
yang diperoleh dari perhitungan sebagai berikut :
1,96² 0,5 (1-0,5)65
0,05² (65-1) + 1,96² 0,5 (1- 0.5)
3,84 . 0,5 . (0,5) . 65
0,0025 (64) + 3,84 . 0,5 .(0,5)
n =
n =
47
3,84 . 0,5 . 32.5
0,16 + 3,84 . 0,25
3,84 . 0,5 . 32.5
0,16 + 0,96
62,4
1,12
n = 55,714285714
n = 56
4.2.3 Kriteria Sampel
Sampel didapat dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi. Kriteria
inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari satu populasi target yang
terjamgkau dan akan diteliti (Nursalam, 2013). Kriteria inklusi dalam penelitian
ini adalah :
1. Bersedia dijadikan responden
2. Dapat diajak berkomunikasi
3. Dapat membaca dan memahami tulisan sederhana
4. Kooperatif
dengan kriteria eksklusi :
1. Responden yang sedang dalam kondisi kritis
2. Gagal ginjal bawaan (Konginetal)
3. Tinggal sendiri
n =
n =
n =
48
4.3 Teknik Sampling
Teknik sampling merupakan suatu proses seleksi sampel yang digunakan
dalam penelitian dari populasi yang ada, sehingga jumlah sampel akan mewakili
keseluruhan populasi yang ada. Penelitian ini menggunakan teknik nonprobability
sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang tidak memberi
peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih
menjadi sampel (Sugiyono, 2008). Teknik ini digunakan karena peneliti
mempunyai kriteria inklusi dan ekslusi terhadap sampel yang akan dipilih. Lebih
spesifik peneliti menggunakan teknik accidental sampling yaitu teknik
pengumpulan berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara
kebetulan/incidental bertemu dengan peneliti dan dianggap cocok sebagai sumber
data dapat digunakan sebagai sampel. Teknik ini digunakan dengan pertimbangan
sampel yang akan diambil dapat sesuai dengan kriteria yang telah dibuat oleh
peneliti
4.4 Kerangka Kerja Penelitian
Kerangka kerja merupakan bagan kerja terhadap rancangan kegiatan
penelitian yang akan dilakukan, meliputi siapa saja yang akan diteliti (subyek
penelitian), variabel yang aka diteliti, dan variabel yang mempengaruhi dalam
penelitian (Hidayat, 2007).
49
Gambar 4.1 Kerangka Kerja Hubungan antara Dukungan Keluarga dengan
Tingkat Penerimaan Diri Pasien Gagal Ginjal Kronik.
Populasi
Semua pasien Gagal Ginjal Kronik di Unit Hemodialisa RSUD
dr.Sayidiman Magetan
Sampel
Jumlah sampel yang digunakan sebanyak 56
responden
Sampling
teknik non probability sampling dengan jenis
accidental sampling
Desain Penelitian
Corelation dengan pendekatan waktu cross sectional
Pengumpulan Data
Menggunakan Kuesioner
Variabel bebas :
Dukungan Keluarga
Variabel terikat:
Tingkat Penerimaan diri
Pengolahan Data
editing, coding, scoring, tabulating
Hasil Dan Kesimpulan
Pelaporan
Analisis
Chi Square dengan nilai α = 0,05
50
4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel
4.5.1 Identifikasi Variabel
Variabel dalam penelitian adalah segala sesuatu yang akan menjadi objek
pengamatan penelitian. Sugiyono (2011) menyatakan bahwa variabel penelitian
pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh
peneliti untuk di pelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut,
kemudian ditarik kesimpulannya. Dalam penelitian ini terdapat 2 variabel yaitu:
1. Variabel Independent (Bebas)
Variabel Independent atau variabel bebas merupakan variabel yang menjadi
sebab timbulnya atau berubahnya variabel dependen (terikat), Sehingga
variabel independent dikatakan sebagai variabel yang mempengaruhi (Saryono
& Setiawan, 2010). Variabel Independent dalam penelitian ini adalah
Dukungan Keluarga.
2. Variabel Dependent (Terikat)
Variabel dependent adalah variabel yang diamati dan diukur untuk menentukan
ada tidaknya atau pengaruh dari variabel bebas (Nursalam, 2013). Variabel
dependen dalam penelitian ini adalah Tingkat Penerimaan Diri Pasien GGK.
4.5.2 Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati
dari sesuatu yang didefinisikan tersebut, sehingga memungkinkan peneliti untuk
melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu obyek atau
fenomena. Pada definisi operasional dirumuskan untuk kepentingan akurasi,
komunikasi, dan replikasi (Nursalam, 2013).
52
Tabel 4.2 Definisi Operasional Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Penerimaa Diri Pasien Gagal Ginjal Kronik
Variabel Definisi Operasional Parameter Instrumen Skala Skor
Variabel
Independen
: Dukungan
Keluarga
Dukungan keluarga
adalah sikap tindakan
dan penerimaan
keluarga terhadap
anggota keluarganya
yang bersifat
mendukung selalu siap
memberikan
pertolongan dan
bantuan jika
diperelukan
Dukungan keluarga
terhadap tingkat
penerimaan diri pasien
gagal ginjal kronik :
1. dukungan informasional
(pemberian nasehat,
pengarahan, umpan
balik, ide-ide atau
informasi lainnya yang
dibutuhkan)
2. dukungan penilaian
(penyemangat,
penghargaan positif
individu kepada individu
lain, persetujuan ide-ide
atau perasaan seseorang)
3. dukungan emosional
(individu mempunyai
kepercayaan bahwa
dirinya dicintai dan
disayangi oleh orang-
orang yang
menyayanginya.)
4. dukungan instrumental
(tersedianya sarana
Kuesioner
dengan
pengukuran
skala likert
Ordinal
Dengan skor pertanyaan :
1 = tidak pernah
2 = kadang-kadang
3 = sering
4 = selalu
Kemudian hasil skor
pertanyaan di kategorikan :
1. Kurang (total skor <
40) 2. Cukup (total skor 40-
60) 3. Baik (total skor > 60)
53
prasarana yang
dibutuhkan untuk
5. menolong individu
tersebut)
Variabel
Dependen :
Tingkat
Penerimaan
Diri
penerimaan diri
merupakan kemampuan
menerima segala hal
yang ada pada diri
sendiri baik kekurangan
maupun kelebihan yang
dimiliki. Sikap
penerimaan
(acceptance) terjadi bila
seseorang mampu
menghadapi kenyataan
daripada hanya
menyerah pada
pengunduran diri atau
tidak ada harapan.
1. Memiliki gambaran
positif tentang dirinya.
2. Dapat mengatur keadaan
emosi mereka (seperti
depresi, kemarahan, rasa
bersalah, dan lain - lain). 3. Mempunyai keyakinan
akan kemampuannya
untuk menghadapi
kehidupannya.
4. Menganggap dirinya
berharga sebagai seorang
manusia yang sederajat
dengan orang lain. 5. Tidak menyalahkan
dirinya akan
keterbatasan yang
dimilikinya ataupun
mengingkari
kelebihannya.
Kuesioner
dengan option
jawaban ya
dan tidak
Nominal Ya =1 tidak = 0
Skor disimpulkan berdasarkan
jawaban yang dipilih pada
tahap penerimaan diri (Denial,
angry, bargainning, depresi,
dan acceptance) kemudian dari
hasil jawaban di kategorikan
dalam :
1. Tidak menerima ( apabila
jawaban pasien mengarah
pada salah satu tahap ini :
denial, angry, bargainning,
dan acceptance)
2. Menerima (apabila jawaban
pasien mengarah pada tahap
Acceptance
54
4.6 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat – alat yang akan digunakan untuk
pengumpulan data ( Notoatmodjo, 2010). Instrumen penelitian dapat berupa:
kuesioner (daftar pertanyaan), formulir observasi, formulir-formulir lain yang
berkaitan dengan pencatatan data dan sebagainya. Instrumen pada penelitian ini
menggunakan alat bantu kuesioner dukungan keluarga dan kuesioner tingkat
penerimaan diri yang dibuat berdasarkan teori yang telah dipelajari oleh peneliti.
Kuesioner dukungan keluarga berisi 20 pertanyaan yang terdiri dari dukungan in
strumental pada soal no 1-5, dukungan informasional no 6-10, dukungan penilaian
11-15, dukungan emosional 16-20 dan untuk kuesioner tingkat penerimaan diri
berisi 25 pernyataan yang terdiri dari pernyataan penolakan (denial) terdapat pada
no (1-5) pernyataan marah (angry) pada no (7-10), pernyataan menawar
(bargainning) (11-15), pernyataan depresi (depression) (16-20), dan pernyataan
penerimaan (acceptance) (21-25).
4.6.1 Validitas
Suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan
suatu instrument. Sebuah Instrument dikatakan valid apabila mampu mengukur
apa yang kita inginkan, dan apabila dapat mengungkap data dari variabel yang
diteliti secara tepat (Arikunto,2010). Dalam hal ini penguji menggunakan
kuesioner yang disusun berdasarkan teori yang telah dipelajari. Uji validitas
dilakukan pada setiap butir pertanyaan dimana hasil r hitung kita bandingkan
dengan r tabel dimana df = n-2 dengan sig 5%. Jika r tabel < r hitung maka valid
(Sujarweni, 2014).
55
Untuk hasil uji kuesioner dukungan keluarga dengan 20 item soal diperoleh
r hitung 0,935. Item pertanyaan dikatakan valid jika nilai r hitung lebih besar dari
r tabel (0,576) pada taraf signifikan 5 % atau α = 0,05 yaitu r hitung > r tabel. Dan
untuk hasil uji validitas kuesioner tingkat penerimaan diri dengan 25 item soal
diperoleh r hitung 0,991 dan dinyatakan valid karena r hitung lebih besar dari r
tabel.
4.6.2 Realibilitas
Reliabilitas (keandalan) merupakan ukuran suatu kestabilan dan konsistensi
responden dalam menjawab hal yang berkaitan dengan kontruk-kontruk
pertanyaan yang merupakan dimensi suatu variabel dan disusun dalam suatu
bentuk kuesioner. Setelah 20 item pernyataan dukungan keluarga dan 25 item
pernyataan Tingkat penerimaan diri di uji kevalidannya, maka proses berikutnya
masuk pada uji reabilitas kuesioner, dengan cara yang sama dengan
komputerisasi menggunakan teknik Alpha Cronbach (α) dalam uji reliabilitas r
hasil adalah alpha. Jika r alpha > r tabel pernyataan tersebut reliable, begitu
juga sebaliknya. Suatu instrumen dikatakan reliable jika memberikan nilai Alpha
Cronbach > 0,60 (Sujarweni, 2014).
Berdasarkan hasil uji reliabilitas yang dilakukan pada 12 responden
diperoleh nilai Alpha Cronbach untuk kuesioner dukungan keluarga sebesar
0,935 dan kuesioner tingkat penerimaan diri diperoleh sebesar 0,991. Dalam
penelitian ini Alpha Cronbach lebih besar dari r tabel (0,60) berarti item tersebut
sangat reliabel.
56
4.7 Lokasi dan Waktu Penelitian
4.7.1 Lokasi penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Ruang Unit Hemodialisa RSUD
dr.Sayidiman Magetan.
4.7.2 Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan Januari – Juli 2017.
4.8 Prosedur Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subyek dan
proses pengumpulan karakteristik subyek yang diperlukan dalam suatu penelitian
(Nursalam, 2013). Dalam melakukan penelitian prosedur yang ditetapkan adalah
sebagai berikut :
1. Menyampaikan persetujuan judul penelitian sebagai pengantar surat
permohonan ijin melaksanakan penelitian kepada ketua STIKES Bhakti
Husada Mulia Madiun untuk melakukan penelitian di Rumah Sakit dr.
Sayidiman MagetanMengurus surat pengantar dari kampus STIKES Bhakti
Husada Mulia Madiun.
2. Menyampaikan surat permohonan ijin melaksanakan penelitian kepada Kepala
Rumah Sakit dr. Sayidiman Magetan.
3. Pelaksanaan penelitian di Rumah Sakit dr. Sayidiman Magetan selama 1 Bulan.
4. Memberikan penjelasan pada calon responden dan bila bersedia menjadi
responden dipersilahkan untuk menandatangani Inform Consent.
5. Memberikan penjelasan kepada responden tentang cara pengisian kuesioner.
57
6. Memberikan kesempatan kepada responden untuk bertanya kepada peneliti
apabila ada yang tidak jelas dengan kuesioner.
7. Memberikan waktu kepada responden untuk mengisi kuesioner.
8. Kuesioner yang telah diisi, kemudian dikumpulkan dan diperiksa
kelengkapanannya oleh peneliti kemudian dilakukan analisa.
4.9 Teknik Analisi Data
4.9.1 Pengolahan Data
1. Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh
atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data atau
setelah data terkumpul (Alimul Aziz, 2007), yang meliputi :
a. Mengecek kelengkapan identitas pengisian
b. Setelah lengkap baru menyesuaikan kodenya
c. Mengecek masing- masing kekurangan isian data
2. Coding
Coding merupakan kegiatan memberikan kode numerik (angka) terhadap data
yang terdiri atas beberapa kategori. Coding atau mengkode data bertujuan
mengindentifikasi kualitatif atau membedakan aneka karakter (Alimul Aziz,
2007).
3. Skoring
Scoring yaitu menentukan skor/nilai untuk tiap item pertanyaan dan tentukan
nilai terendah dan tertinggi (Setiadi, 2007).
58
a. Untuk mengukur dukungan keluarga bila responden menjawab
pertanyaan dengan jawaban “selalu” maka skornya 4, “sering” skornya 3,
“kadang-kadang” skornya 2 dan “tidak pernah” skornya 1. Kemudian
dari jumlah total skor tersebut di tentukan dalam 3 kategori, dengan
ketentuan sebagai berikut :
x ≤ (μ – σ)
(μ – σ) ≤ x ≤ (μ + σ)
x ≥ (μ + σ)
Keterangan :
μ : Mean Teoritis
σ : besar satuan standart deviasi untuk kategori
x : nilai scoring
(Azwar, 2012)
Jadi dapat dihitung sebagai berikut :
x ≤ (μ – σ)
x ≤ (50 – 10 )
x ≤ 40
(Jumlah skor untuk dukungan keluarga yang kurang adalah <40)
(μ – σ) ≤ x ≤ (μ + σ)
(50 – 10) ≤ x ≤ (50 + 10)
40 ≤ x ≤ 60
(Jumlah skor untuk dukungan keluarga yang cukup adalah 40-60)
x ≥ (μ + σ)
59
x ≥ (50 + 10)
x ≥ 60
(Jumlah skor untuk dukungan keluarga yang baik adalah >60)
b. Untuk mengukur tingkat penerimaan diri skor disimpulkan berdasarkan
jawaban yang di pilih responden pada tahap penerimaan diri, yaitu :
1) Tahap menolak
2) Tahap marah
3) Tahap menawar
4) Tahap depresi
5) Tahap menerima
dari jawaban yang dipilih pasien berdasarkan 5 tahapan diatas kemudian
dikategorikan menjadi 2 yaitu :
1) Tidak menerima ( apabila jawaban pasien mengarah pada salah
satu tahap ini : denial, angry, bargainning, dan acceptance)
2) Menerima (apabila jawaban pasien mengarah pada tahap
Acceptance
4. Tabulating
Tabulating yakni membuat tabel-tabel data, sesuai dengan tujuan penelitian
atau yang diinginkan oleh peneliti (Notoatmodjo, 2012).
4.9.2 Analisa Data
1. Analisa Univariat
Analisa data univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
karakteristik setiap variabel penelitian (Notoatmodjo, 2013). Berdasarkan
60
macam data yang dimiliki tersebut, dalam penelitian ini dipakai perhitungan
distribusi frekuensi. Distribusi frekuensi dalam penelitian ini sebagai berikut :
karateristik responden (umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan) dukungan
keluarga, dan tingkat penerimaan diri pasien GGK dalam bentuk tabel
distribusi frekuensi.
Data akan di analisis dengan menggunakan rumus prosentase sebagai
berikut :
P =
Keterangan :
P = Angka Presentase
f = Frekuensi
n = Banyaknya Responden
2. Analisa Bivariat
Analisa bivariat adalah uji terhadap dua variabel yang diduga
berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2013). Dalam penelitian ini
analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga
dengan tingkat penerimaan diri pasien gagal ginjal kronik. Pengolahan analisa
data bivariat ini dengan menggunakan bantuan komputerisasi yaitu SPSS 16.
Uji statistik yang digunakan adalah Chi Square tabel 3x2 dengan α = 0,05.
Dasar digunakannya uji statistik chi square, jika data dari salah satu variabel
yang akan diolah mengandung unsur skala nominal. Selain itu juga untuk
melihat kemaknaan perhitungan jika nilai p-value < 0,05 berarti terdapat
61
hubungan yang bermakana (signifikan) atau H0 ditolak dan H1 diterima,
artinya ada hubungan antara dukungan keluarga dengan tingkat penerimaan
diri pasien gagal ginjal kronik. Jika nilai p-value > 0,05 atau H0 diterima H1
ditolak, artinya tidak ada hubungan antara dukungan keluarga dengan tingkat
penerimaan diri pasien gagal ginjal kronik.
4.10 Etika Penelitian
Menurut Hidayat (2007), etika dalam melakukan penelitian meliputi :
1. Prinsip etika penelitian
Dalam melaksanakan penelitian khususnya menggunakan subjek penelitian
adalah manusia, maka prinsip yang harus dipahami adalah :
a. Prinsip manfaat
Penelitian yang dilakukan diharapakan memberikan manfaat untuk
kepentingan manusia. Prinsip ini bisa ditegaskan dengan membebaskan,
tidka menimbulkan kekerasan, dan tidak menjadikan manusia untuk
dieksploitasi.
b. Prinsip menghormati manusia
Berdasarkan prinsip ini manusia berhak untuk menentukan pilihan antara
mau dan tidak untuk diikutsertakan menjadi subjek penelitian.
c. Prinsip keadilan
Prinsip ini dilakukan untuk menjunjung tinggi keadilan manusia dengan
menghargai hak atau memberikan pengobatan secara adil, hak menjaga
privasi manusia, dan tidak berpihak dalam perlakuan terhadap manusia.
62
2. Masalah Etika Penelitian
a. Inform consent
Infirm consent diberikan sebelum melakukan penelitian. Inform consent
ini merupakan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Pemberian
inform consent ini bertujuan agar subjek mengerti maksud dan tujuan
penelitian dan mengetahui dampaknya.
b. Prinsim Anonimity
Anomality berarti dalam menggunakan subjek penelitian tidak
mencantumkan nama pada lembar pengumpulan data. Penelitian hanya
menuliskan kode pada lembar pengumpulan data tersebut.
c. Prinsip confidentially
Dalam hal ini kerahasiaan, informasi yang sudah didapatkan dari
responden harus menjamin kerahasiaanya. Masalah ini merupakan
masalah etuka dengan memberikan jaminan kerahasian hasil penelitian,
baik informasi maupun masalah-masalah lainnya.
63
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis menyajikan hasil dan pembahasan penelitian tentang
Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Penerimaan Diri Pasien Gagal
Ginjal Kronik di Unit Hemodialisa dr. Sayidiman Magetan. Hasil penelitian
diuraikan secara deskriptif sesuai dengan tujuan umum dan khusus pada
penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2017 dengan responden
penelitian ini sebanyak 56 orang. Sedangkan hasil penelitian ini dikelompokkan
menjadi 2 yaitu data umum dan data khusus.
Data umum akan menyajikan mengenai karakteristik responden berdasarkan
jenis kelamin, umur pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, dan lama sakit.
Sedangkan data khususnya menyajikan Hubungan Dukungan Keluarga dengan
Tingkat Penerimaan Diri Pasien Gagal Ginjal Kronik di Unit Hemodialisa dr.
Sayidiman Magetan, yang didapat dari lembar kuesioner yang diberikan peneliti
kepada pasien Gagal Ginjal yang bersedia menjadi responden. Data ini akan
disajikan dalam bentuk frekuensi dan prosentase. Setelah data terkumpul
dilakukan tabulasi untuk memudahkan pembahasan.
5.1 Gambaran Umum
Rumah Sakit Umum Daerah dr. Sayidiman Magetan berada di Kabupaten
Magetan, Jalan Pahlawan No.2, Tambran Magetan. Penelitian ini berada di Unit
Hemodialisa RSUD dr.Sayidiman Magetan. Perawat di Unit Hemodialisa
berjumlah 7 orang yang dibagi menjadi 2 shift yaitu pagi dan siang. Shift pagi
dimulai pada pukul 06.00 – 10.00 WIB dan shift siang dimulai pada pukul 10.00 -
63
64
14.00 WIB. Kapasitas pasien diruangan ini sebanyak 13 bed. Di ruangan ini
perawatan yang diberikan berupa terapi cuci darah (Hemodialisis), dimana setiap
pasien melakukan terapi 2 kali dalam seminggu, dengan jumlah pasien tetap
sebanyak 65 orang sesuai jadwal yang telah ditetapkan.
5.2 Hasil Penelitian
Hasil penelitian terdiri dari data umum dan data khusus. Data umum
meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status kawin, lama sakit, dan
tempat tinggal. Sedangkan data khusus menampilkan dukungan keluarga dan
tingkat penerimaan diri pasien gagal ginjal kronik, dan hubungan dukungan
keluarga dengan tingkat peneriman diri pasien gagal ginjal kronik.
5.2.1 Data Umum
Data umum yang diidentifikasikan dari responden adalah usia, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan, status kawin, dan lama sakit.
1. Karaketistik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 5.1 Distribusi frekuensi jenis kelamin pasien gagal ginjal kronik
di RSUD dr. Sayidiman Magetan pada bulan Juni 2017
No Jenis Kelamin Frekuensi Persen (%)
1 Laki – laki 42 75,0
2 Perempuan 14 25,0
Total 56 100.0
Sumber : Data umum responden penelitian di Unit Hemodialisa
dr.Sayidiman Magetan 2017.
Berdasarkan tabel 5.1 responden gagal ginjal kronik di RSUD dr.
Sayidiman Magetan pada bulan Juni 2017 menunjukan bahwa sebagian
besar berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 42 responden (75%).
65
2. Karaketistik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi pendidikan terakhir pasien gagal ginjal
kronik di RSUD dr. Sayidiman Magetan pada bulan Juni
2017
No Pendidikan Terakhir Frekuensi Persen (%)
1 Tidak Sekolah 3 5,4
2 SD 14 25,0
3 SMP/SLTP 18 32,1
4 SMA/SLTA 13 23,2
5 DIPLOMA/SARJANA 8 14,3
Total 56 100.0
Sumber : Data umum responden penelitian di Unit Hemodialisa
dr.Sayidiman Magetan 2017.
Berdasarkan tabel 5.2 diketahui bahwa sebagian besar responden
memiliki status pendidikan terakhir SMP yaitu sebesar 18 responden
(32,1%) dan sebagian kecil responden yaitu 3 pasien (5,4%) memiliki
status pendidikan tidak sekolah.
3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan
Tabel 5.3 Disribusi frekuensi pekerjaan pasien gagal ginjal kronik di
RSUD dr. Sayidiman Magetan pada bulan Juni 2017
No Pendidikan
Terakhir
Frekuensi Persen (%)
1 Tidak Bekerja 5 8,9
2 Pedagang 13 23,2
3 Petani 9 16,1
4 Pegawai Negeri 7 12,5
5 Wiraswasta 21 37,5
6 TNI/POLRI 1 1,8
Total 56 100.0
Sumber : Data umum responden penelitian di Unit Hemodialisa
dr.Sayidiman Magetan 2017.
66
Berdasarkan Tabel 5.3 diketahui bahwa sebagian besar responden
memiliki pekerjaan sebagai Wiraswasta, yaitu sebanyak 21 pasien
(37,5%), sedangkan sebagian kecil sebanyak 1 pasien (1,8%) memilki
pekerjaan sebagai TNI/POLRI.
4. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Tabel 5.4 Tendensi sentral usia pada pasien gagal ginjal kronik di
RSUD dr. Sayidiman Magetan pada bulan Juni 2017
Usia Mean Median Modus Min-Max SD CI-95%
48,92 49,5 54,00 26,00-76.00 10,82 46,02 –
56,82
Sumber : Data umum responden penelitian di Unit Hemodialisa
dr.Sayidiman Magetan 2017.
Berdasarkan tabel 5.4 tentang usia responden diatas menunjukan
bahwa usia minimal 26 tahun dan usia maksimal 76 tahun. Dengan rata-
rata usia responden 48 tahun.
5. Karakteristik Responden Berdasarkan Status Pernikahan
Tabel 5.5 Disribusi frekuensi Status Pernikahan pasien gagal ginjal
kronik di RSUD dr. Sayidiman Magetan pada bulan Juni
2017
No Pendidikan Terakhir Frekuensi Persen (%)
1 Lajang 1 1,8
2 Menikah 47 83,9
3 Cerai Hidup 2 3,6
4 Cerai Mati 6 11,7
Total 56 100.0
Sumber : Data umum responden penelitian di Unit Hemodialisa
dr.Sayidiman Magetan 2017.
Berdasarkan tabel 5.5 diketahui bahwa sebagian besar responden yaitu
sebanyak 47 pasien (83,9%) berstatus menikah.
67
6. Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Sakit
Tabel 5.6 Disribusi frekuensi Lama Sakit pada pasien gagal ginjal
kronik di RSUD dr. Sayidiman Magetan pada bulan Juni
2017
No Lama Sakit Frekuensi Persen (%)
1 < 1 tahun 13 23,2
2 1-2 tahun 23 41,1
3 > 2 tahun 20 35,7
Total 56 100.0
Sumber : Data umum responden penelitian di Unit Hemodialisa
dr.Sayidiman Magetan 2017.
Berdasarkan tabel 5.6 diketahui bahwa sebagian besar responden yaitu
sebanyak 23 pasien (41,1%) lama sakit antara 1-2 tahun, dan sebagian
kecil responden yaitu sebanyak 13 pasien (23,2%) lama sakit < 1 tahun.
5.2.2 Data Khusus
Data khusus yang diidentifikasikan dari responden adalah dukungan
keluarga, tingkat penerimaan diri, dan hubungan dukungan keluarga dengan
tingkat penerimaan diri pasien Gagal Ginjal Kronik di RSUD dr. Sayidiman
Magetan.
1. Dukungan Keluarga
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Dukungan keluarga pada pasien Gagal
Ginjal Kronik di Unit Hemodialisa RSUD dr. Sayidiman
Magetan pada bulan Juni 2017
Sumber : Data dari hasil pengolahan kuesioner penelitian di Unit
Hemodialisa dr. Sayidiman Magetan 2017.
No Dukungan Keluarga Frekuensi Persen (%)
1 Kurang 8 14,3
2 Cukup 20 35,7
3 Baik 28 50,0
Total 56 100.0
68
Berdasarkan tabel 5.7 diketahui bahwa secara umum dukungan
keluarga yang diperoleh pasien gagal ginjal kronik di RSUD dr. Sayidiman
Magetan dari 56 responden yang termasuk dalam kategori baik yaitu 28
responden (50,0%).
2. Tingkat Penerimaan Diri
Tabel 5.8 Distribusi frekuensi tingkat penerimaan diri pasien gagal
ginjal kronik di RSUD dr. Sayidiman Magetan pada bulan
Juni 2017
No Tingkat Penerimaan
Diri
Frekuensi Persen (%)
1 Tidak Menerima 18 32,1
2 Menerima 38 67,9
Total 56 100.0
Sumber : Data dari hasil pengolahan kuesioner penelitian di Unit
Hemodialisa dr.Sayidiman Magetan 2017.
Berdasarkan tabel 5.8 diketahui bahwa tingkat penerimaan diri pada
pasien Gagal Ginjal Kronik di Unit Hemodialisa RSUD dr. Sayidiman
Magetan dari 56 responden sebagian besar adalah menerima yaitu
sebanyak 38 pasien (67,9%).
69
3. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Penerimaan Diri Pasien
Gagal Ginjal Kronik di RSUD dr. Sayidiman Magetan
Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi tingkat penerimaan diri pada pasien gagal ginjal
kronik di unit hemodisalisa RSUD dr. Sayidiman Magetan pada bulan
Juni 2017
Dukungan
Keluarga
Tingkat Penerimaan diri
Total Ρ
Value
CI
(95%)
Tidak
Menerima
Menerima
n % n % Jumlah %
Kurang 7 87,5% 1 12,5% 8 100 %
0,000
2, 147
–
19,46
9
Cukup 8 40% 12 60% 20 100 %
Baik 3 10,7% 25 89,3% 28 100 %
Total 56
α= 0,05 Χ= 17,701 CC=0,555
Sumber : Data dari hasil pengolahan kuesioner penelitian di Unit
Hemodialisa dr.Sayidiman Magetan 2017.
Berdasarkan tabel 5.9 diatas menunjukkan bahwa responden dengan
dukungan keluarga yang kurang sebagian besar memiliki tingkat
penerimaan diri dalam kategori tidak menerima yaitu sebanyak 7 pasien
(87,5%) dari total 8 pasien (100%), responden dengan dukungan keluarga
yang cukup sebagian besar masuk dalam kategori tingkat penerimaan diri
menerima sebanyak 12 pasien (60%) dari total 20 pasien (100%), serta
responden dengan dukungan keluarga yang baik sebagian besar memiliki
tingkat penerimaan diri dalam kategori menerima sebanyak 25 pasien
(89,3%) dari total 28 pasien (100%).
Berdasarkan hasil analisa dengan menggunakan uji statistik Chi-
Square di dapatkan ρ value 0,000 ≤ α = 0,05 artinya H0 ditolak Ha
diterima, sehingga ada hubungan dukungan keluarga dengan tingkat
70
penerimaan diri pasien gagal ginjal kronis di unit hemodialisa RSUD dr.
Sayidiman Magetan. Sedangkan nilai koefisien korelasinya yaitu 0,555
yang dikategorikan sedang (0,40 – 0,599) yang artinya keeratan hubungan
dukungan keluarga dengan tingkat penerimaan diri pasien gagal ginjal
kronik di unit hemodialisa RSUD dr.Sayidiman Magetan adalah sedang.
5.3 Pembahasan
Berdasarkan hasil pengumpulan data dengan kuesioner terhadap responden
pada bulan Juni 2017 dan setelah diolah, maka penulis akan membahas mengenai
hubungan dukungan keluarga dengan tingkat penerimaan diri pasien gagal ginjal
di RSUD dr. Sayidiman Magetan.
5.3.1 Dukungan Keluarga Pasien gagal Ginjal Kronik di Unit Hemodialisa
RSUD dr. Sayidiman Magetan
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa dukungan keluarga yang
diterima oleh pasien gagal ginjal kronik di unit hemodialisa RSUD dr.Sayidiman
Magetan, sebagian besar dalam kategori baik yaitu sebesar 50%.
Friedman mengatakan bahwa keluarga menjadi pusat utama yang penting
dan hanya keluarga yang memperhatikan individu secara total dan memperhatikan
setiap aspek-aspek kehidupannya. Kuntjoro dalam Prasetyaningsih (2011)
mengatakan sumber dukungan paling sering diberikan oleh pasangan hidup atau
anggota keluarga, teman dekat, dan seseorang yang memiliki hubungan yang
harmonis dengan klien. Perkawinan merupakan proses awal terbentuknya sebuah
keluarga, sehingga secara tidak langsung perkawinan merupakan awal munculnya
dukungan keluarga. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar
responden yaitu sebanyak 47 responden (83,9%) berstatus menikah.
71
Perkawinan, seperti yang diungkapkan oleh Rodin dan Solovey dalam Iis
(2016) bahwa perkawinan dan keluarga merupakan pemberi dukungan paling
penting, dari perkawinan tersebut memunculkan adanya ikatan batin sehingga
seseorang akan lebih memberikan dukungan yang bermakna dibandingkan orang
lain. Sehingga keluarga memegang peranan yang penting dalam pengobatan dan
terapi pasien karena keluarga memperhatikan kebutuhan individu secara utuh dan
menyeluruh, karena memiliki ikatan hubungan batin, sehingga keberhasilan
pengobatan dapat tercapai dan pasien dapat mencapai kondisi yang lebih baik
bahkan sembuh dari sakit yang diderita. Seseorang yang belum menikah atau yang
sudah tidak memiliki pasangan akan lebih membutuhkan dukungan dari
lingkungan keluarganya secara lebih besar.
Peneliti berasumsi bahwa keluarga berperan penting dalam proses
penguatan mental dan emosional pada pasien Gagal ginjal kronik. Responden
yang mendapat dukungan keluarga yang baik dapat diartikan bahwa keluarga
responden sangat peduli dan memperhatikan kondisi anggota keluarganya yang
sakit. Keluarga memberikan dukungan moril maupun materil yang dapat berupa
dukungan instrumental, informasional, emosional, dan penilaian. Lubis (2009)
mengatakan bahwa individu yang mendapat dukungan sosial akan merasa bahwa
dirinya diperhatikan, dicintai, dan dihargai sehingga dapat menjadi kekuatan bagi
individu yang dapat menolong secara psikologis dan fisik, khususnya membantu
menerima reaksi emosional yang terjadi pada pasien agar siap menerima keadaan
dirinya dan mengahadapi kenyataan saat ini sehingga dapat mengurangi atau
bahkan menghilangkan kecemasan pasien.
72
Dalam Penelitian ini masih terdapat dukungan keluarga yang tidak baik
yaitu dukungan keluarga dalam kategori cukup sebanyak (35,7%) dan kategori
kurang sebanyak (14,3%). Sebagian besar dukungan keluarga yang tidak baik
berada pada aspek dukungan instrumental dan informasional, dimana dalam aspek
dukungan instrumental keluarga kurang memberikan dukungan dalam hal
perekonomian, membantu pasien dalam melakukan aktivitas, dan mengunjungi
pasien saat sakit atau menjalani hemodialisa. Sedangkan untuk dukungan keluarga
dalam aspek informasional, keluarga kurang dalam memberikan saran, nasehat,
pengarahan, serta tidak mengingatkan jadwal HD pasien.
Dukungan keluarga sangat diperlukan bagi penderita penyakit kronis untuk
mengatasi problem psikis yang dialami selama sakit. Selain itu kondisi yang
menyertai klien dengan penyakit kronik membutuhkan biaya perawatan tinggi,
berdampak pada individu dan keluarga besar, gangguan pada aktifitas dan
pekerjaan, menjadi ketergantungan pada orang lain dan membutuhkan program
rehabilitas. Saat pasien divonis gagal ginjal kronik, pasien akan mengalami rasa
kehilangan yang nyata, dan apabila dukungan keluarga yang di terimanya kurang,
hal inilah yang akan mempersulit penerimaan diri pada pasien. Dukungan
keluarga yang kurang menyebabkan pasien akan merasa tidak diperhatikan,
kecewa, putus asa, cemas bahkan sampai depresi. Apabila gejala-gejala tersebut
tidak ditangani segera maka akan memperburuk kondisinya dan mempengaruhi
tingkat penerimaan dirinya.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Gabrielle
Macaron (2013) yang menyatakan bahwa pasien gagal ginjal kronik, 45%
73
mengalami ansietas, 50% mengalami depresi, dan 37% mengalami pemikiran
untuk bunuh diri.
5.3.2 Tingkat Penerimaan Diri Pasien Gagal Ginjal Kronik di Unit
Hemodialisa dr. Sayidiman Magetan
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat penerimaan diri
pada pasien Gagal Ginjal Kronik di Unit Hemodialisa RSUD dr. Sayidiman
Magetan sebagian besar dalam kategori menerima yaitu sebanyak 67,9%.
Sedangkan 32,1% lainnya dalam kategori tidak menerima.
Penerimaan diri adalah kemampuan untuk menerima kelebihan dan maupun
kekurangan yang ada didalam dirinya dengan apa adanya dan secara realistik
tanpa menyalahkan diri sendiri dan rasa penyesalan yang tidak rasional.
Sedangkan penerimaan diri pada penderita gagal ginjal adalah penerimaan
terhadap fisik dan menerima peran sosial secara baik sehingga ia merasa bahagia,
gembira dan puas yang pada gilirannya memberikan rasa percaya diri yang besar.
Ketika seseorang divonis menderita gagal ginjal maka ia harus menjalankan
terapi hemodialisis secara rutin seumur hidup sebanyak satu sampai tiga kali
seminggu tergantung kondisi ginjal penderita. Mereka tidak hanya mengalami
penderitaan secara fisik namun juga penderitaan mental seperti gangguan
kecemasan, depresi atau bahkan psikotik. Umumnya gejala yang lebih sering
ditunjukkan oleh penderita adalah depresi dan kekecewaan Soewadi (dalam
Pitoyo, 2003), karena di satu sisi harus bergantung seumur hidup pada mesin
dialisis dan di sisi lain ia harus tetap menjalankan peran dan aktivitas dalam
kehidupannya. Penderita menjadi merasa tidak bisa mandiri sehingga berpikiran
bahwa dirinya hanya merepotkan orang lain, selain itu penderita juga merasa
74
bahwa dirinya tidak memiliki hal yang dapat dibanggakan. Jika kondisi ini
berlangsung dalam jangka waktu yang panjang tanpa ada intervensi pada sisi
psikologis mereka, maka bisa menjadikan mereka sulit untuk menerima dirinya,
tidak menyenangi dirinya, mencemooh diri sendiri, merasa orang lain menjauhi
dan menghina dirinya, tidak percaya pada perasaan dan sikapnya sendiri. Gejala-
gejala yang ditunjukkan tersebut menurut Hurlock (1973) merupakan tanda
rendahnya tingkat penerimaan diri.
Pada penelitian ini sebagian besar pasien yang tidak menerima berada pada
fase bargainning yaitu sebesar 77,7% sedangkan 22,2% lainnya berada pada fase
depresi. Pada fase bargainning terjadi penundaan kesadaran atas kenyataan terjadinya
kehilangan dan dapat mencoba untuk membuat kesepakatan secara halus atau terang-
terangan seolah kehilangan tersebut dapat dicegah. Individu mungkin berupaya untuk
melakukan tawar-menawar dengan memohon kemurahan Tuhan. Dan pada fase
Depresi muncul dalam bentuk rasa putus asa, tertekan dan kehilangan harapan.
Kemampuan penerimaan diri yang dimiliki seseorang berbeda-beda
tingkatannya sebab kemampuan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara
lain usia, latar belakang pendidikan, pola asuh orang tua dan dukungan sosial.
Berdasarkan hasil penelitian, responden dengan tingkat penerimaan diri
tidak menerima sebanyak 18 pasien (32,1%), berada di rentang usia 26-55 tahun
dimana usia tersebut termasuk dalam kategori usia produktif (15-65 tahun). Usia
produktif adalah usia dimana seseorang aktif dalam bekerja maupun beraktivitas
dalam menghasilkan suatu produk maupun jasa untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Responden yang menderita gagal ginjal kronik tidak dapat bekerja
layaknya orang sehat akibat komplikasi yang bisa timbul seperti sesak nafas dan
75
kelemahan, hal inilah yang semakin memperberat tingkat penerimaan diri pasien
gagal ginjal kronik dimana usia yang seharusnya dapat digunakan untuk bekerja
dan beraktivitas harus terhambat karena kondisi penyakit yang dialaminya.
Faktor lain yang mempengaruhi tingkat penerimaan diri adalah status
pendidikan. Berdasarkan hasil analisa, responden dengan tingkat penerimaan diri
tidak menerima (32,1%) sebagian besar bersatus pendidikan terakhir SD (12,5%)
dan SMP (12,5%). Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Sari (2002)
bahwa penerimaan diri seseorang dipengaruhi oleh pendidikan, dimana individu
yang memiliki status pendidikan yang lebih tinggi akan memiliki tingkat
kesadaran yang lebih baik akan keadaan yang dia miliki dan segera mencari upaya
untuk mengatasi keadaan tersebut. Pendapat tersebut sesuai dengan pendapat
Notoatmodjo (2010), yakni semakin tinggi tingkat pendidikan maka akan semakin
mudah seseorang menerima hal baru dan akan mudah menyesuaikan diri.
Peneliti berasumsi bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan individu maka
semakin tinggi pula tingkat penerimaan diri individu tersebut, dimulai dari
kesadaran akan keadaan yang di alaminya dan upaya untuk mencari solusi terbaik
dalam mengatasi keadaan tersebut. Dan sebaliknya tingkat pendidikan yang
rendah dapat mempersulit individu dalam menerima informasi dan terbatas dalam
memahami kondisi yang dialaminya.
Faktor selanjutnya yaitu lamanya sakit, dari 18 (32,1%) responden yang
tidak menerima 9 (16,1%) diantaranya telah sakit gagal ginjal selama < 1 tahun
dan 8 (14,3%) diantaranya 1-2 tahun. Berdasarkan pada hasil penelitian yang telah
dilakukan oleh promovendus dr. Sagiran, Sp.B, M.Kes sebanyak 81 persen pasien
76
yang divonis gagal ginjal bereaksi dengan emosi negatif, dan baru bisa menerima
kenyataan menjelang setahun sejak divonis penyakit ini.
Lama sakit yang diderita pasien berpengaruh pada penerimaan diri pasien.
Pasien sudah lama menderita gagal ginjal kronik dan menjalani terapi hemodialisa
akan menjadi lebih adaptif terhadap kondisinya, kemungkinan sudah dalam fase
penerimaan dalam kriteria Kubbler Ross, dimana untuk mencapai pada tahap
menerima pasien harus melaui 5 fase penerimaan diri yaitu denial, angry,
bargainning, depresi, acceptance, dan dari masing-masing fase membutuhkan
waktu yang tidak pasti, Sehingga hal inilah yang menyebabkan tingkat
penerimaan dirinya lebih baik dibandingkan dengan pasien yang baru divonis
gagal ginjal kronik dan menjalani terapi hemodialisa.
5.3.3 Hubungan dukungan keluarga dengan tingkat penerimaan diri pasien
gagal ginjal kronik di unit hemodialisa RSUD dr. Sayidiman Magetan
Hasil analisa data dari tabel 5.9 diketahui bahwa dukungan keluarga yang
baik pada pasien gagal ginjal kronik sebagian besar menghasilkan tingkat
penerimaan diri yaitu menerima sebesar 25 responden (89,3%), dukungan
keluarga yang cukup sebagian besar menghasilkan tingkat penerimaan diri yaitu
menerima sebesar 12 responden (60%), sedangkan untuk dukungan keluarga yang
kurang sebagian besar menghasilkan tingkat penerimaan diri yaitu tidak menerima
sebesar 7 responden (87,5%).
Berdasarkan hasil analisa dengan menggunakan uji statistik Chi-Square di
dapatkan ρ value 0,000 ≤ α = 0,05 artinya H0 ditolak Ha diterima, sehingga ada
hubungan dukungan keluarga dengan tingkat penerimaan diri pasien gagal ginjal
77
kronis di unit hemodialisa RSUD dr. Sayidiman Magetan. Sedangkan nilai
koefisien korelasinya yaitu 0,555 yang dikategorikan sedang yang artinya
keeratan hubungan dukungan keluarga dengan tingkat penerimaan diri pasien
gagal ginjal kronik di unit hemodialisa RSUD dr.Sayidiman Magetan adalah
sedang
Dari hasil analisa data diperoleh dukungan keluarga baik dengan tingkat
penerimaan diri yaitu menerima. Hal ini didukung oleh teori yang dikemukakan
oleh Sari (2002) bahwa tingkat penerimaan diri seseorang dipengaruhi oleh
dukungan keluarga dan pendidikan, dimana penerimaan diri akan semakin baik
apabila ada dukungan sosial yang muncul dari lingkungan di sekitar individu
tersebut. Dukungan keluarga merupakan bagian dari klien yang paling dekat dan
tidak dapat dipisahkan. Klien akan merasa nyaman dan tentram apabila mendapat
dukungan dan perhatian dari keluarganya, karena dengan dukungan tersebut
menimbulkan kepercayaan dalam diri klien untuk menerima kondisinya dan
menghadapi serta mengelola penyakitnya dengan lebih baik.
Friedman dalam Mubarok (2009) menyatakan lima fungsi dasar keluarga
yang salah satunya adalah fungsi afektif. Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan
kebutuhan psikososial. Keberhasilan fungsi afektif tampak melalui adanya
perasaan saling memiliki antara satu sama lain sehingga tercipta hubungan yang
hangat dan saling mendukung.
Dari hasil analisa data diperoleh dukungan keluarga kurang dengan tingkat
penerimaan diri yaitu tidak menerima. Peneliti berasumsi bahwa responden
dengan dukungan keluarga kurang menunjukkan bahwa keluarga kurang
maksimal dalam memberikan dukungan sosial yaitu sebagai keluarga hanya
78
memberikan aksi sugesti yang umum pada responden tanpa memberikan umpan
balik responsif guna penyelesaian permasalahan yang dihadapi oleh pasien.
Cohen dan Syme (1985) secara umum mendefinisikan dukungan sosial
sebagai suatu keadaan bermanfaat atau menguntungkan yang diperoleh individu
dari orang lain baik berasal dari hubungan sosial struktural yang meliputi
keluarga/teman dan lembaga pendidikan maupun berasal dari hubungan sosial
yang fungsional yang meliputi dukungan emosi, informasi, penilaian dan
instrumental. Mengacu pada pengertian dukungan sosial di atas, maka bisa
diasumsikan bahwa ketika seseorang dihadapkan pada masalah atau kesulitan
hidup dan ia mendapatkan dukungan sosial dari lingkungannya berupa tersedianya
orang yang dapat memberikan motivasi yang diperlukan ketika sedang “down”,
mendengarkan keluh kesah, memberikan informasi yang diperlukan, diajak
berdiskusi dan bertukar pikiran maka orang tersebut akan merasa lebih nyaman,
merasa diperhatikan, serta merasa memiliki tempat untuk berbagi keluh kesah
yang dialami sehingga beban psikologis yang terasa berat, jika harus ditanggung
sendirian, bisa lebih ringan. Demikian halnya jika dukungan sosial ini tidak ia
peroleh, maka beban yang dialami orang tersebut akan terasa lebih berat sehingga
bisa memunculkan stres dan frustasi saat menghadapi masa-masa sulitnya.
Gagal Ginjal Kronik merupakan penyakit degeneratif dimana pada penderita
penyakit tersebut akan mengalami tahapan-tahapan dalam penerimaan
penyakitnya yaitu penyangkalan (denial), marah (anger), menawar (bargaining),
deperesi (depression), dan penerimaan (acceptance). Pasien selayaknya sadar
bahwa tahapan-tahapan tersebut akan lewat dengan sendirinya dan pada akhirnya
tahapan "Penerimaan" (Acceptance) akan dicapai. Namun kebanyakan orang tidak
79
siap menghadapi duka, karena seringkali, tragedi terjadi begitu cepat, dan tanpa
peringatan. Pasien harus bekerja keras melalui proses tersebut hingga akhirnya
sampai pada tahap Penerimaan. Selama proses tersebut berlangsung, dukungan
keluarga sangat penting terhadap kondisi pasien GGK karena pada umumnya
klien GGK yang menjalani terapi hemodialisa membutuhkan dukungan dalam
proses pengobatan dan terapi hemodialisa, khususnya dukungan dalam mengatasi
problem psikis yang dialami selama sakit. Selain itu kondisi yang menyertai klien
dengan penyakit kronik membutuhkan biaya perawatan tinggi, yang berdampak
pada individu dan keluarga besar, gangguan pada aktivitas dan pekerjaan, dan
menjadi ketergantungan terhadap orang lain. Hal – hal tersebutlah yang
mempengaruhi tingkat penerimaan diri seseorang terhadap kondisi sakit yang di
alaminya khususnya penyakit gagal ginjal kronik dimana seumur hidupnya
membutuhkan terapi guna mempertahankan fungsi ginjalnya, Dukungan keluarga
yang kurang akan menimbulkan masalah psikologis tersendiri pada pasien, yang
bisa mempengaruhi kesehatan fisiknya. Pasien akan merasa tidak diperhatikan,
merasa takut, kecewa putus asa, cemas bahkan sampai ke tingkat depresi.
Disinilah peran keluarga sangat penting untuk tetap memberikan semangat dan
dukungan penuh pada pasien sehingga pasien ada kecenderungan untuk menjadi
lebih baik dan menerima kondisinya.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Suryaningsih M
(2015) yang menyatakan bahwa responden gagal ginjal kronik yang mendapatkan
dukungan keluarga yang baik (83,1%) mengalami depresi (20,4%) dan tidak
depresi (79,6%).
80
Pada penderita gagal ginjal, dukungan emosional yang berupa kasih sayang,
perhatian dan empati merupakan hal akan dapat membantu individu untuk
menjalani kehidupannya. Dukungan ini membuat individu yang menerimanya
merasa dipahami dan diterima sehingga membawa kekuatan baru yang berguna
untuk membentengi diri dari keadaan yang terus menekan yang dapat
menyebabkan depresi. Dukungan penghargaan akan mengembangkan rasa
percaya diri pada individu yang menerimanya sehingga akan memberikan
penilaian positif, dorongan serta penghargaan pada individu yang bersangkutan.
Dukungan instrumental merupakan dukungan berupa benda, tenaga, materi atau
bantuan langsung. Dukungan ini akan sangat membantu, berkurangnya masalah
yang dihadapi misalnya seperti masalah biaya terapi sehingga akan mengurangi
beban penderita gagal ginjal. Dukungan informatif dapat meliputi pemberian
nasehat, penjelasan, saran, dan pengarahan, misalnya berupa informasi tentang
penyakit yang sedang dialami individu, tempat terapi, dan lain sebagainya yang
berhubungan dengan penyakit yang diderita individu.
5.4 Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti masih terdapat
keterbatasan yang ditemukan oleh peneliti, yaitu Saat diberikan kuesioner,
responden dalam keadaan dilakukan terapi cuci darah sehingga memungkinkan
pasien cenderung sekedarnya atau kurang maksimal dalam memberikan jawaban,
hal ini dapat menimbulkan adanya bias informasi, dan responden yang
mengetahui bahwa dirinya sedang diteliti dapat mempengaruhi pada jawaban
yang diberikan.
82
BAB VI
PENUTUP
Pada bab ini peneliti akan menyampaikan tentang hubungan dukungan
keluarga dengan tingkat penerimaan diri pasien gagal ginjal kronik di unit
hemodialisa RSUD dr. Sayidiman Magetan.
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan data dan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
1) Sebagian besar responden memiliki dukungan keluarga yang baik (50%).
2) Sebagian besar responden memiliki tingkat Penerimaan diri menerima
(67,9%)
3) Ada hubungan dukungan keluarga dengan tingkat Penerimaan diri pasien
Gagal Ginjal Kronik di Unit Hemodialisa RSUD dr. Sayidiman Magetan
dengan ρ value 0,000 ≤ α = 0,05.
6.2 Saran
1) Bagi Pasien
Meningkatkan rasa percaya diri, tidak mudah putus asa dan selalu bersemangat
untuk tetap menjalani terapi pengobatan sesuai dengan anjuran dokter.
2) Bagi Keluarga/Masyarakat
Diharapkan untuk lebih meningkatkan kepeduliannya terhadap anggota
keluarga yang sedang sakit, khususnya dalam hal memberikan bantuan
perekonomian, membantu pasien dalam melakukan aktivitas, memberikan
semangat kepada pasien, memberikan saran untuk selalu menjaga kondisi
82
2
83
tubuhnya, memberikan nasehat dan pengarahan untuk selalu mematuhi diet
yang dianjurkan dokter, serta mengingatkan jadwal HD pasien. Dengan
demikian pasien akan merasa merasa nyaman dan tentram apabila
mendapatkan dukungan dari keluarganya, karena dengan dukungan tersebut
menimbulkan kepercayaan dalam diri pasien untuk menerima kondisinya.
3) Bagi Tempat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi untuk
tempat penelitian dan memberikan solusi seperti perawat dapat memberikan
konseling kepada pasien untuk tetap percaya diri dalam menerima kondisinya
dan menghadapi serta mengelola penyakitnya dengan lebih baik, dan untuk
keluarga agar selalu memberikan dukungan kepada pasien sehingga pasien
akan merasa diperhatikan.
4) Bagi Peneliti Selanjutnya
a. Pada saat memberikan kuesioner terhadap responden, hendaknya
dilakukan saat sebelum atau sesudah pasien menjalani terapi cuci darah,
sehingga responden memilki waktu yang cukup untuk memahami
kuesioner dan memberikan jawaban maksimal (tidak sekedarnya).
b. Pada penelitian ini sample yang di gunakan adalah pasien tetap yang telah
melakukan cuci darah di unit hemodialisa, sehingga mungkin apabila
pasien sudah beradaptasi (menerima) terhadap kondisi dan lingkungannya.
Maka disarankan peneliti selanjutnya untuk mengambil sample dari
pasien rawat inap yang belum lama divonis gagal ginjal kronik untuk
mengetahui bagaimana tingkat penerimaan dirinya.
84
Daftar Pustaka
Alfiyanti, et al. 2014. “Pengaruh Relaksasi Otot Progresif Terhadap Tingkat
Depresi Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani
Hemodialisis Di Unit Hemodialisa RS Telogorejo Semarang.”
Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Prakek. Jakarta: Rineka
Cipta.
Azwar, S. 2012. Penyusunan Skala Psikologi Edisi 2. Yogyakarta: Daftar Pustaka.
Chaplin, J.P. 2012. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta : Rajawali Press
Black & Hawks. 2009. Medical Surgical Nursing Clinical Mnagement for
Positive Outcomes elseveir Saunders.
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Ed.8 Vol.2. Jakarta:
EGC.
Friedman, M.M. 2010. Keperawatan Keluarga Teori dan Praktek. Jakarta: EGC.
Hidayat, A. 2007. Metode Penelitian Kebidanan & Teknik Analisa Data. Jakarta:
Salemba Medika.
IRR. (2015). Report of Indonesian Renal Registry dalam
http://www.indonesianrenalregistry.org/data/4th/annual/report/of/IRR/2
011.pdf diakses 07 April 2017
Jayanthi, D. 2008. Hubungan Stres dan Mekanisme Koping dengan Dukungan
Sosial Keluarga dalam Merawat Pasien Gagal Ginjal Kronik di Unit
Hemodialisa Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto
Jakarta Tahun 2008. Skripsi Tidak Dipublikasikan. UPN Veteran
Jakarta.
Muttaqin, A & Sari, K. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Novvida, Kartika. 2007. Penerimaan Diri dan Stress pada Penderita Diabetes
Mellitus. Skripsi (tidak diterbitkan) Yogyakarta : Fakultas Psikologi dan
Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia
85
Nursalam. 2013. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.
Sadock Kaplan. 2010. Sinopsis Psikiatri. Jilid 1. Tangerang : Binarupa Aksara
Satyaningtyas, R. 2005. Penerimaan Diri Dan Kebermaknaan Hidup Penyandang
Cacat Fisik. Jurnal Psiko-Buana, Vol. 3, No. 2, 2005. Fakultas
Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta.
Setiadi. 2008. Konsep dan Proses Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Graha
Mulia
Setiawati, S. (2008). Penuntun Praktis Kepeawatan Keluarga. Jakarta: Trans Info
Media.
Smeltzer, S. C dan Bare, B. G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner Suddarth, Edisi 8. Jakarta: EGC.
Sugiyono, S. 2012. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta
Sujarweni, V. Wiratna. 2014. Metodologi Penelitian Keperawatan, Cetakan 1.
Yogyakarta: Gava Media.
Suliswati,( 2005). Konsep Dasar Kesehatan Jiwa. Jakarta: Buku Kedokteran.
EGC
Rindiastuti, Y. 2008. Deteksi Dini dan Pencegahan Penyakit Gagal Ginjal
Kronik. FK. UNS. Surakarta.
Ratna, W. (2010). Sosiologi dan antropologi kesehatan. Yogyakarta: Pustaka
Rihama.
Rekam Medik RSUD dr.Sayidiman. 2017. Jumlah Pasien Gagal Ginjal Kronik
TAHUN 2015-2017.
Roesli, R., (2008). Hipertensi, diabetes, dan gagal ginjal di Indonesia. Dalam:
Lubis, H.R., et al (eds).. Hipertensi dan Ginjal. USU Press, Medan: 95-
108.
Padila (2012) Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Nuha Medika
Potter & Perry. (2010). Funda Mental of Nursing Edisi 7. Salemba Medica:
Jakarta.
Price, SA, L.M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit , Edisi
6. EGC, Jakarta.
86
Price & Wilson. 2005. Patofisisologi Konsep Klinis Proses- proses Penyakit Jilid
2 Ed 4. Jakarta: EGC.
Taylor, S. E. 2006. Health Psychology. (6th. Ed). Singapore: Mc. Graw Hill Book
Company.
USRDS. 2013. Chronic Kidney Disease in The General Population, Vol 1. USA,
diakses tanggal 07 April 2017.
Wijaya A. 2005. Kualitas Hidup Pasien Penyakit Gagal Ginjal Kronik yang
Menjalani Hemodialisa dan Mengalami Depresi. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Wijayakusuma, H. (2008). Bebas penyakit ginjal & saluran kemih. Jakarta:
Pustaka Bunda.
Yosep, I , dan Sutini , T. 2016. Buku Ajar Keperawatan Jiwa cetakan ke 7.
Bandung: Refika Aditama
.
87
Lampiran 1
KISI – KISI KUESIONER DUKUNGAN KELUARGA
No. Indikator No Pernyataan Jumlah
1. Dukungan Instrumental 1-5 5
2. Dukungan Informasional 6-10 5
3. Dukungan Emosional 11-15 5
4. Dukungan Penilaian 16-20 5
Jumlah Total Pernyataan 20
KISI – KISI KUESIONER TINGKAT PENERIMAAN DIRI
No. Indikator No Pernyataan Jumlah
1. Tahap Menolak (Denial) 1-5 5
2. Tahap Marah (Angry) 6-10 5
3. Tahap Menawar (Bargainning) 11-15 5
4. Tahap Depresi (Depression) 16-20 5
5. Tahap Penerimaan (Acceptance) 21-25 5
Jumlah Total Pernyataan 25
88
Lampiran 2
LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN
Dengan hormat,
Saya sebagai mahasiswa Progam Studi Ilmu Keperawatan STIKES Bhakti
Husada Mulia Madiun,
Nama : Rosyidah Kurniarifin
Nim : 201302045
Bermaksud melakukan penelitian tentang “Hubungan Dukungan Keluarga
dengan Tingkat Penerimaan Diri Pasien Gagal Ginjal Kronik di Unit Hemodialisa
RSUD dr. Sayidiman Magetan”. Sehubungan dengan ini, saya mohon kesedian
saudara untuk bersedia menjadi responden dalam penelitian yang akan saya
lakukan. Kerahasiaan data pribadi saudara akan sangat kami jaga dan informasi
yang akan saya gunakan untuk kepentingan penelitian.
Demikian permohonan saya, atas perhatian dan kesediaan saudara saya
ucapkan terima kasih.
Madiun, April
2017
Peneliti
Rosyidah Kurniarifin
201302045
89
Lampiran 3
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
(Informed Consent)
Yang bertandatangan dibawah ini :
Nama :
Umur :
Setelah saya mendapatkan penjelasan mengenai tujuan, manfaat, jaminan
kerahasiaan dan tidak adanya resiko dalam penelitian yang akan dilakukan oleh
mahasiswa Program Studi Keperawatan STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun
yang bernama Rosyidah Kurniarifin mengenai “Hubungan Dukungan Keluarga
dengan Tingkat Penerimaan Diri Pasien Gagal Ginjal Kronik di Unit Hemodialisa
Rsud dr. Sayidiman Magetan” saya mengetahui bahwa informasi yang akan saya
berikan ini sangat bermanfaat bagi pengetahuan keperawatan di Indonesia. Untuk
itu saya akan memberikan data yang diperlukan dengan sebenar-benarnya.
Demikian penyataan ini saya buat untuk dipergunakan sesuai keperluan.
Madiun, April 2017
Responden
90
Lampiran 4
KUESIONER
DUKUNGAN KELUARGA DAN TINGKAT PENERIMAAN DIRI
Tanggal wawancara :
Nama pewawancara :
No responden :
A. Identitas Responden
Jawablah beberapa pertanyaan ini sebagai identitas diri anda, yaitu sebagai
berikut:
1. Inisial nama :
2. Umur :
3. Jenis Kelamin :
laki-laki Perempuan
4. Pendidikan :
Tidak sekolah SD SMP SMA Diploma/Sarjana
5. Pekerjaan :
Tidak bekerja Pedagang Petani Pegawai Negeri
Wiraswasta TNI/POLRI Lain-lain
6. Status Pernikahan :
Lajang Menikah Cerai Hidup Cerai mati
7. Lama Sakit :
< 1 tahun 1-2 tahun > 2 tahun
8. Tempat Tinggal
sendiri bersama keluarga
91
B. Petunjuk Pengisian Angket
1. Isilah angket dengan jujur sesuai dengan apa yang paling anda rasakan saat ini.
Apapun jawaban anda akan dijamin kerahasiaannya.
2. Berilah tanda (√) pada salah satu kolom yang menurut anda cocok atau anda
setuju dengan pernyataan tersebut.
3. Untuk kerjasama dan perhatiannya peneliti ucapkan terimakasih.
KUESIONER DUKUNGAN KELUARGA
No. Pernyataan Selalu Sering Kadang-
kadang
Tidak
Pernah
1. Keluarga membantu saya dalam
mengatasi masalah
perekonomian dengan
memberikan bantuan dana untuk
menjalani terapi hemodialisa
2. Keluarga memperhatikan
minuman dan makanan yang
saya konsumsi selama sakit
3. Keluarga dekat dan teman-
teman saya mengunjungi saya
sewaktu sakit atau selama
menjalani hemodialisa
4. Keluarga mendampingi saya
selama menjalani hemodialisa
5. Keluarga membantu saya
melakukan aktivitas yang tidak
bisa saya lakukan selama sakit
atau selama menjalani
hemodialisa
6. Keluarga memberikan nasehat
kepada saya ketika merasa putus
asa
7. Saya dan anggota keluarga
lainnya berdiskusi untuk
mengatasi masalah yang timbul
karena penyakit saya selama
menjalani hemodialisa
8. Keluarga mencari informasi
tentang pengobatan alternatif
untuk membantu saya dalam
penyembuhan penyakit
92
No. Pernyataan Selalu Sering Kadang-
kadang
Tidak
Pernah
9. Keluarga mencari informasi
dalam mengatasi komplikasi
akibat terapi hemodialisa
10. Keluarga mengingatkan jadwal
saya untuk terapi hemodialisa
11. Keluarga memberikan kekuatan
dan semangat untuk mengatasi
rasa takut dalam menghadapi
penyakit yang saya alami
12. Keluarga memberikan
lingkungan yang nyaman untuk
saya dirumah
13. Keluarga menyarankan saya
untuk tetap menjalin hubungan
dengan lingkungan selama saya
sakit
14. Keluarga menghibur saya disaat
saya sedih
15. Keluarga memberikan banyak
perhatian dan kasih sayang
selama saya sakit
16. Keluarga membandingkan
kondisi saya dengan orang lain
yang menderita penyakit lebih
parah selama saya sakit
17. Keluarga mendukung tindakan
saya dalam melakukan kegiatan
18. Keluarga meminta pendapat
saya terkait terapi hemodialisa
yang saya jalani
19. Keluarga memberikan semangat
kepada saya untuk melakukan
aktivitas sehari-hari selama sakit
20. Keluarga memberikan pujian
atas perkembangan kondisi dari
terapi hemodialisis yang saya
lakukan.
93
KUESIONER TINGKAT PENERIMAAN DIRI
Jawablah pernyataan dibawah ini dengan mencentang (√) pada jawaban yang
paling sesuai dengan perasaan anda.
Bagaimana perasaan yang anda saat ini terkait penyakit gagal ginjal kronik yang
anda alami?
A. Fase Denial
1. Saya belum bisa menerima penyakit gagal ginjal kronik yang saya alami
Tidak Ya
2. Saya masih tidak percaya bahwa saya mengalami penyakit gagal ginjal
kronik
Tidak Ya
3. Saya berpikir mungkin dokter salah dalam memberikan diagnosa
Tidak Ya
4. Saya belum bisa menerima penyakit gagal ginjal kronik yang saya alami
Tidak Ya
5. Selama ini saya selalu menjaga kesehatan jadi tidak mungkin saya
mengalami penyakit gagal ginjal kronik
Tidak Ya
B. Fase Angry
1. Saya merasa tuhan tidak adil pada saya
Tidak Ya
2. Gara-gara penyakit gagal ginjal kronik ini saya tidak bisa hidup normal
seperti orang lain
Tidak Ya
94
3. Gara-gara penyakit gagal ginjal kronik ini saya banyak mengalami
kehilangan
Tidak Ya
4. Apa salah saya sampai harus sakit seperti ini
Tidak Ya
5. Mengapa harus saya yang mengalami ini
Tidak Ya
C. Fase Bargainning
1. Kalau saja saya menjaga pola hidup yang sehat mungkin saya tidak akan
mengalami sakit seperti ini
Tidak Ya
2. Kalau saja kejadian ini bisa ditunda mungkin saya akan lebih berhati-hati
dalam menjaga kesehatan
Tidak Ya
3. Seandainya saja saat ini saya tidak sakit gagal ginjal kronik
Tidak Ya
4. Mungkin kalau saya menunggu lebih lama lagi kondisi saya akan membaik
Tidak Ya
D. Fase Depresi
1. Saya merasa tidak berguna bagi orang lain
Tidak Ya
2. Saya merasa pesimis terhadap kondisi saat ini
Tidak Ya
3. Saya merasa lebih baik mati daripada harus menjalani terapi seumur hidup
Tidak Ya
4. Akankah saya mampu hidup mandiri dengan kondisi seperti ini
Tidak Ya
95
5. Saya tidak memiliki semangat untuk hidup
Tidak Ya
E. Acceptance
1. Saya harus bisa menghadapi kondisi penyakit gagal ginjal kronik yang
saya alami
Tidak Ya
2. Saya pasti mampu bertahan dengan penyakit saya saat ini
Tidak Ya
3. Saya harus melakukan terapi cuci darah dengan rutin dan patuh dalam
menjalani diit sesuai anjuran dokter
Tidak Ya
4. Saya merasa penyakit saya saat ini adalah ujian dari tuhan
Tidak Ya
5. Saya harus tetap bersemangat dalam menjalani kehidupan ini
Tidak Ya
96
Lampiran 5
97
98
Lampiran 6
99
Lampiran 7
100
Lampiran 8
100
101
101
102
Lampiran 9
a. Output Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Descriptives
Statistic Std. Error
UMUR Mean 48,9286 1,44686
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 46,0290
Upper Bound 51,8282
5% Trimmed Mean 48,7262
Median 49,5000
Variance 117,231
Std. Deviation 10,82733
Minimum 26,00
Maximum 76,00
Range 50,00
Interquartile Range 15,00
Skewness ,199 ,319
Kurtosis -,031 ,628
b. Output Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
J_KELAMIN
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid LAKI-LAKI 42 75,0 75,0 75,0
PEREMPUAN 14 25,0 25,0 100,0
Total 56 100,0 100,0
c. Output Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan
PENDIDIKAN
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid TIDAK SEKOLAH 3 5,4 5,4 5,4
SD 14 25,0 25,0 30,4
SMP 18 32,1 32,1 62,5
SMA 13 23,2 23,2 85,7
DIPLOMA/SARJANA 8 14,3 14,3 100,0
Total 56 100,0 100,0
103
d. Output Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan
PEKERJAAN
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid TIDAK BEKERJA 5 8,9 8,9 8,9
PEDAGANG 13 23,2 23,2 32,1
PETANI 9 16,1 16,1 48,2
PEGAWAI NEGERI 7 12,5 12,5 60,7
WIRASWASTA 21 37,5 37,5 98,2
TNI/POLRI 1 1,8 1,8 100,0
Total 56 100,0 100,0
e. Output Karakteristik Responden Berdasarkan Status Pernikahan
S_KAWIN
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid LAJANG 1 1,8 1,8 1,8
MENIKAH 47 83,9 83,9 85,7
CERAI HIDUP 2 3,6 3,6 89,3
CERAI MATI 6 10,7 10,7 100,0
Total 56 100,0 100,0
f. Output Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Sakit
LAMA_SAKIT
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid < 1 TAHUN 13 23,2 23,2 23,2
1-2 TAHUN 23 41,1 41,1 64,3
> 2 TAHUN 20 35,7 35,7 100,0
Total 56 100,0 100,0
104
Lampiran 10
a. Output Dukungan Keluarga
DUKUNGAN
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid kurang 8 14,3 14,3 14,3
cukup 20 35,7 35,7 50,0
baik 28 50,0 50,0 100,0
Total 56 100,0 100,0
b. Output Tingkat Penerimaan Diri
TNGKT_PENERIMAAN
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Menerima 18 32,1 32,1 32,1
Menerima 38 67,9 67,9 100,0
Total 56 100,0 100,0
Lampiran 11
105
Lampiran 11
c. Crosstab Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Penerimaan
Diri Pasien Gagal Ginjal Kronik Di RSUD Dr. Sayidiman Magetan
DUKUNGAN * TNGKT_PENERIMAAN Crosstabulation
TNGKT_PENERIMAAN
Total Tidak Menerima Menerima
DUKUNGAN kurang Count 7 1 8
% within DUKUNGAN 87,5% 12,5% 100,0%
% within
TNGKT_PENERIMAAN 38,9% 2,6% 14,3%
% of Total 12,5% 1,8% 14,3%
cukup Count 8 12 20
% within DUKUNGAN 40,0% 60,0% 100,0%
% within
TNGKT_PENERIMAAN 44,4% 31,6% 35,7%
% of Total 14,3% 21,4% 35,7%
baik Count 3 25 28
% within DUKUNGAN 10,7% 89,3% 100,0%
% within
TNGKT_PENERIMAAN 16,7% 65,8% 50,0%
% of Total 5,4% 44,6% 50,0%
Total Count 18 38 56
% within DUKUNGAN 32,1% 67,9% 100,0%
% within
TNGKT_PENERIMAAN 100,0% 100,0% 100,0%
% of Total 32,1% 67,9% 100,0%
106
Chi-Square Tests
Value df
Asymptotic
Significance (2-
sided)
Pearson Chi-Square 17,701a 2 ,000
Likelihood Ratio 18,313 2 ,000
Linear-by-Linear Association 16,970 1 ,000
N of Valid Cases 56
a. 1 cells (16,7%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 2,57.
Symmetric Measures
Value
Asymptotic
Standardized
Errora Approximate T
b
Approximate
Significance
Interval by Interval Pearson's R ,555 ,104 4,909 ,000c
Ordinal by Ordinal Spearman Correlation ,536 ,107 4,665 ,000c
N of Valid Cases 56
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.
107
Lampiran 12
a. Output Dukungan Keluarga *Jenis Kelamin
DUKUNGAN * J_KELAMIN Crosstabulation
J_KELAMIN
Total LAKI-LAKI PEREMPUAN
DUKUNGAN kurang Count 7 1 8
Expected Count 6,0 2,0 8,0
% of Total 12,5% 1,8% 14,3%
cukup Count 13 7 20
Expected Count 15,0 5,0 20,0
% of Total 23,2% 12,5% 35,7%
baik Count 22 6 28
Expected Count 21,0 7,0 28,0
% of Total 39,3% 10,7% 50,0%
Total Count 42 14 56
Expected Count 42,0 14,0 56,0
% of Total 75,0% 25,0% 100,0%
b. Output Dukungan Keluarga *Pendidikan
DUKUNGAN * PENDIDIKAN Crosstabulation
PENDIDIKAN
Total
TIDAK
SEKOLAH SD SMP SMA
DIPLOMA/
SARJANA
DUKUNGAN Kurang Count 1 4 2 0 1 8
% of Total 1,8% 7,1% 3,6% 0,0% 1,8% 14,3%
Cukup Count 2 6 10 1 1 20
% of Total 3,6% 10,7% 17,9% 1,8% 1,8% 35,7%
baik Count 0 4 6 12 6 28
% of Total 0,0% 7,1% 10,7% 21,4% 10,7% 50,0%
Total Count 3 14 18 13 8 56
% of Total 5,4% 25,0% 32,1% 23,2% 14,3% 100,0%
108
c. Output Dukungan Keluarga *Pekerjaan
DUKUNGAN * PEKERJAAN Crosstabulation
PEKERJAAN
Total
TIDAK
BEKERJA PEDAGANG PETANI
PEGAWAI
NEGERI
WIRA
SWASTA
TNI/
POLRI
DUKUNGAN kurang Count 0 2 1 1 4 0 8
% of Total 0,0% 3,6% 1,8% 1,8% 7,1% 0,0% 14,3%
cukup Count 3 4 5 0 7 1 20
% of Total 5,4% 7,1% 8,9% 0,0% 12,5% 1,8% 35,7%
baik Count 2 7 3 6 10 0 28
% of Total 3,6% 12,5% 5,4% 10,7% 17,9% 0,0% 50,0%
Total Count 5 13 9 7 21 1 56
% of Total 8,9% 23,2% 16,1% 12,5% 37,5% 1,8% 100,0%
d. Output Dukungan Keluarga *Status Pernikahan
DUKUNGAN * S_KAWIN Crosstabulation
S_KAWIN
Total LAJANG MENIKAH CERAI HIDUP CERAI MATI
DUKUNGAN kurang Count 0 7 1 0 8
Expected Count ,1 6,7 ,3 ,9 8,0
% of Total 0,0% 12,5% 1,8% 0,0% 14,3%
cukup Count 1 16 0 3 20
Expected Count ,4 16,8 ,7 2,1 20,0
% of Total 1,8% 28,6% 0,0% 5,4% 35,7%
baik Count 0 24 1 3 28
Expected Count ,5 23,5 1,0 3,0 28,0
% of Total 0,0% 42,9% 1,8% 5,4% 50,0%
Total Count 1 47 2 6 56
Expected Count 1,0 47,0 2,0 6,0 56,0
% of Total 1,8% 83,9% 3,6% 10,7% 100,0%
109
e. Output Dukungan Keluarga *Lama Sakit
DUKUNGAN * LAMA_SAKIT Crosstabulation
LAMA_SAKIT
Total < 1 TAHUN 1-2 TAHUN > 2 TAHUN
DUKUNGAN kurang Count 3 3 2 8
% of Total 5,4% 5,4% 3,6% 14,3%
Cukup Count 5 9 6 20
% of Total 8,9% 16,1% 10,7% 35,7%
Baik Count 5 11 12 28
% of Total 8,9% 19,6% 21,4% 50,0%
Total Count 13 23 20 56
% of Total 23,2% 41,1% 35,7% 100,0%
f. Output Tingkat Penerimaan Diri * Jenis Kelamin
TNGKT_PENERIMAAN * J_KELAMIN Crosstabulation
J_KELAMIN
Total LAKI-LAKI PEREMPUAN
TNGKT_PENERIMAAN Tidak Menerima Count 12 6 18
% of Total 21,4% 10,7% 32,1%
Menerima Count 30 8 38
% of Total 53,6% 14,3% 67,9%
Total Count 42 14 56
% of Total 75,0% 25,0% 100,0%
110
g. Output Tingkat Penerimaan Diri * Pendidikan
TNGKT_PENERIMAAN * PENDIDIKAN Crosstabulation
PENDIDIKAN
Total
TIDAK
SEKOLAH SD SMP SMA
DIPLOMA/
SARJANA
TNGKT
PENERIMAAN
Tidak Menerima Count 1 7 7 2 1 18
% of Total 1,8% 12,5% 12,5% 3,6% 1,8% 32,1%
Menerima Count 2 7 11 11 7 38
% of Total 3,6% 12,5% 19,6% 19,6% 12,5% 67,9%
Total Count 3 14 18 13 8 56
% of Total 5,4% 25,0% 32,1% 23,2% 14,3% 100,0%
h. Output Tingkat Penerimaan Diri * Pekerjaan
TNGKT_PENERIMAAN * PEKERJAAN Crosstabulation
PEKERJAAN
Total
TIDAK
BEKERJA PEDAGANG PETANI
PEGAWAI
NEGERI WIRASWASTA
TNI/
POLRI
TNGKT
PENERIMAAN
Tidak
Menerima
Count 1 6 2 1 8 0 18
% of
Total 1,8% 10,7% 3,6% 1,8% 14,3% 0,0% 32,1%
Menerima Count 4 7 7 6 13 1 38
% of
Total 7,1% 12,5% 12,5% 10,7% 23,2% 1,8% 67,9%
Total Count 5 13 9 7 21 1 56
% of
Total 8,9% 23,2% 16,1% 12,5% 37,5% 1,8%
100,0
%
111
i. Output Tingkat Penerimaan Diri * Status Pernikahan
TNGKT_PENERIMAAN * S_KAWIN Crosstabulation
S_KAWIN
Total LAJANG MENIKAH CERAI HIDUP CERAI MATI
TNGKT_PENERIMAAN Tidak
Menerima
Count 1 15 2 0 18
% of
Total 1,8% 26,8% 3,6% 0,0% 32,1%
Menerima Count 0 32 0 6 38
% of
Total 0,0% 57,1% 0,0% 10,7% 67,9%
Total Count 1 47 2 6 56
% of
Total 1,8% 83,9% 3,6% 10,7% 100,0%
j. Output Tingkat Penerimaan Diri * Lama Sakit
TNGKT_PENERIMAAN * LAMA_SAKIT Crosstabulation
LAMA_SAKIT
Total < 1 TAHUN 1-2 TAHUN > 2 TAHUN
TNGKT_PENERIMAAN Tidak Menerima Count 9 8 1 18
% of Total 16,1% 14,3% 1,8% 32,1%
Menerima Count 4 15 19 38
% of Total 7,1% 26,8% 33,9% 67,9%
Total Count 13 23 20 56
% of Total 23,2% 41,1% 35,7% 100,0%
112
Lampiran 13
DISTRIBUSI FREKUENSI
Skor_
Dukungan Dukungan Tngkt_Penerimaan Usia Jenis_Kelamin Pendidikan Pekerjaan Status_Pernikahan Lama_Sakit Tempat_Tinggal Jenis_Penerimaan
61 baik Menerima 54 LAKI-LAKI SMP WIRASWASTA MENIKAH > 2 TAHUN BERSAMA
KELUARGA Acceptance
70 baik Menerima 49 LAKI-LAKI SMA WIRASWASTA MENIKAH 1-2 TAHUN BERSAMA
KELUARGA Acceptance
50 cukup Menerima 50 LAKI-LAKI SD WIRASWASTA MENIKAH > 2 TAHUN BERSAMA
KELUARGA Acceptance
74 baik Menerima 58 LAKI-LAKI DIPLOMA/
SARJANA
PEGAWAI
NEGERI MENIKAH < 1 TAHUN
BERSAMA
KELUARGA Acceptance
72 baik Tidak Menerima 35 LAKI-LAKI SMA WIRASWASTA MENIKAH < 1 TAHUN BERSAMA
KELUARGA Bargainning
37 kurang Tidak Menerima 42 LAKI-LAKI TIDAK
SEKOLAH PEDAGANG MENIKAH < 1 TAHUN
BERSAMA
KELUARGA Bargainning
57 cukup Menerima 56 LAKI-LAKI SMP PETANI MENIKAH > 2 TAHUN BERSAMA
KELUARGA Acceptance
68 baik Menerima 57 LAKI-LAKI DIPLOMA/
SARJANA
PEGAWAI
NEGERI MENIKAH 1-2 TAHUN
BERSAMA
KELUARGA Acceptance
39 kurang Tidak Menerima 33 LAKI-LAKI SMP WIRASWASTA CERAI HIDUP 1-2 TAHUN SENDIRI Depresi
68 baik Menerima 62 LAKI-LAKI SD PEDAGANG CERAI MATI > 2 TAHUN BERSAMA
KELUARGA Acceptance
52 cukup Tidak Menerima 38 LAKI-LAKI SD WIRASWASTA MENIKAH 1-2 TAHUN BERSAMA
KELUARGA Bargainning
66 baik Tidak Menerima 31 LAKI-LAKI SMA PEDAGANG CERAI HIDUP < 1 TAHUN BERSAMA
KELUARGA Bargainning
58 cukup Tidak Menerima 46 PEREMPUAN SMP PEDAGANG MENIKAH < 1 TAHUN BERSAMA
KELUARGA Bargainning
42 cukup Menerima 52 LAKI-LAKI SMP WIRASWASTA MENIKAH 1-2 TAHUN BERSAMA
KELUARGA Acceptance
73 baik Menerima 42 PEREMPUAN SMA PEDAGANG MENIKAH > 2 TAHUN BERSAMA
KELUARGA Acceptance
67 baik Menerima 33 LAKI-LAKI SMA WIRASWASTA MENIKAH 1-2 TAHUN BERSAMA
KELUARGA Acceptance
50 cukup Tidak Menerima 26 PEREMPUAN SMP WIRASWASTA LAJANG < 1 TAHUN SENDIRI Depresi
56 cukup Tidak Menerima 40 PEREMPUAN SD PETANI MENIKAH 1-2 TAHUN BERSAMA
KELUARGA Bargainning
112
113
59 cukup Tidak Menerima 36 PEREMPUAN SMP TIDAK
BEKERJA MENIKAH < 1 TAHUN
BERSAMA
KELUARGA Bargainning
50 cukup Menerima 54 PEREMPUAN SMP PEDAGANG MENIKAH > 2 TAHUN BERSAMA
KELUARGA Acceptance
75 baik Menerima 52 LAKI-LAKI DIPLOMA/
SARJANA
PEGAWAI
NEGERI MENIKAH > 2 TAHUN
BERSAMA
KELUARGA Acceptance
67 baik Menerima 56 LAKI-LAKI SMP WIRASWASTA MENIKAH 1-2 TAHUN BERSAMA
KELUARGA Acceptance
71 baik Menerima 60 PEREMPUAN SMA PEDAGANG CERAI MATI > 2 TAHUN BERSAMA
KELUARGA Acceptance
67 baik Menerima 52 LAKI-LAKI SMA PEDAGANG MENIKAH > 2 TAHUN BERSAMA
KELUARGA Acceptance
58 cukup Tidak Menerima 40 PEREMPUAN SD PEDAGANG MENIKAH 1-2 TAHUN BERSAMA
KELUARGA Bargainning
65 baik Menerima 55 LAKI-LAKI SMA WIRASWASTA MENIKAH 1-2 TAHUN BERSAMA
KELUARGA Acceptance
62 baik Menerima 44 LAKI-LAKI SMA WIRASWASTA MENIKAH 1-2 TAHUN BERSAMA
KELUARGA Acceptance
61 baik Menerima 58 LAKI-LAKI SMP PETANI MENIKAH > 2 TAHUN BERSAMA
KELUARGA Acceptance
70 baik Menerima 41 PEREMPUAN SMP PEDAGANG MENIKAH 1-2 TAHUN BERSAMA
KELUARGA Acceptance
49 cukup Menerima 74 LAKI-LAKI TIDAK
SEKOLAH
TIDAK
BEKERJA CERAI MATI > 2 TAHUN
BERSAMA
KELUARGA Acceptance
69 baik Tidak Menerima 40 LAKI-LAKI DIPLOMA/
SARJANA
PEGAWAI
NEGERI MENIKAH < 1 TAHUN
BERSAMA
KELUARGA Bargainning
63 baik Menerima 76 LAKI-LAKI SD TIDAK
BEKERJA CERAI MATI > 2 TAHUN
BERSAMA
KELUARGA Acceptance
49 cukup Menerima 50 LAKI-LAKI SD PETANI MENIKAH 1-2 TAHUN BERSAMA
KELUARGA Acceptance
50 cukup Tidak Menerima 42 LAKI-LAKI SMP PEDAGANG MENIKAH 1-2 TAHUN BERSAMA
KELUARGA Bargainning
37 kurang Menerima 47 LAKI-LAKI DIPLOMA/ SARJANA
PEGAWAI NEGERI
MENIKAH > 2 TAHUN BERSAMA
KELUARGA Acceptance
37 kurang Tidak Menerima 37 LAKI-LAKI SMP WIRASWASTA MENIKAH < 1 TAHUN BERSAMA
KELUARGA Depresi
39 kurang Tidak Menerima 55 LAKI-LAKI SD WIRASWASTA MENIKAH 1-2 TAHUN BERSAMA
KELUARGA Bargainning
35 kurang Tidak Menerima 39 LAKI-LAKI SD WIRASWASTA MENIKAH > 2 TAHUN BERSAMA
KELUARGA Bargainning
113
114
64 baik Menerima 61 LAKI-LAKI SD PETANI MENIKAH > 2 TAHUN BERSAMA
KELUARGA Acceptance
55 cukup Menerima 41 LAKI-LAKI SMP WIRASWASTA MENIKAH < 1 TAHUN BERSAMA
KELUARGA Acceptance
66 baik Menerima 60 PEREMPUAN SD TIDAK
BEKERJA MENIKAH > 2 TAHUN
BERSAMA
KELUARGA Acceptance
52 cukup Tidak Menerima 48 LAKI-LAKI SMP WIRASWASTA MENIKAH 1-2 TAHUN BERSAMA
KELUARGA Bargainning
53 cukup Menerima 68 PEREMPUAN SD TIDAK
BEKERJA CERAI MATI > 2 TAHUN
BERSAMA
KELUARGA Acceptance
68 baik Menerima 48 PEREMPUAN SMA WIRASWASTA MENIKAH < 1 TAHUN BERSAMA
KELUARGA Acceptance
66 baik Menerima 56 PEREMPUAN SMP PETANI MENIKAH 1-2 TAHUN BERSAMA
KELUARGA Acceptance
63 baik Menerima 57 LAKI-LAKI SMA WIRASWASTA MENIKAH 1-2 TAHUN BERSAMA
KELUARGA Acceptance
66 baik Menerima 54 LAKI-LAKI DIPLOMA/
SARJANA
PEGAWAI
NEGERI MENIKAH > 2 TAHUN
BERSAMA
KELUARGA Acceptance
45 cukup Menerima 42 LAKI-LAKI SMA WIRASWASTA MENIKAH < 1 TAHUN BERSAMA
KELUARGA Acceptance
48 cukup Menerima 68 LAKI-LAKI TIDAK
SEKOLAH PETANI CERAI MATI 1-2 TAHUN
BERSAMA
KELUARGA Acceptance
61 baik Menerima 48 LAKI-LAKI SMA PEDAGANG MENIKAH 1-2 TAHUN BERSAMA
KELUARGA Acceptance
46 cukup Menerima 48 LAKI-LAKI DIPLOMA/
SARJANA TNI/POLRI MENIKAH 1-2 TAHUN
BERSAMA
KELUARGA Acceptance
62 baik Menerima 54 LAKI-LAKI DIPLOMA/
SARJANA
PEGAWAI
NEGERI MENIKAH > 2 TAHUN
BERSAMA
KELUARGA Acceptance
43 cukup Menerima 54 LAKI-LAKI SMP PETANI MENIKAH > 2 TAHUN BERSAMA
KELUARGA Acceptance
62 baik Menerima 50 LAKI-LAKI SMP WIRASWASTA MENIKAH 1-2 TAHUN BERSAMA
KELUARGA Acceptance
36 kurang Tidak Menerima 29 LAKI-LAKI SD PEDAGANG MENIKAH < 1 TAHUN BERSAMA
KELUARGA Depresi
38 kurang Tidak Menerima 42 PEREMPUAN SD PETANI MENIKAH 1-2 TAHUN BERSAMA
KELUARGA Bargainning
114
115
Lampiran 14
116
117
118
119
120
121
Lampiran 15
TABULASI DATA DUKUNGAN KELUARGA
Inisial soal
1
soal
2
soal
3
soal
4
soal
5
soal
6
soal
7
soal
8
soal
9
soal
10
soal
11
soal
12
soal
13
soal
14
soal
15
soal
16
soal
17
soal
18
soal
19
soal
20 Total Predikat Kode_Skor
N 4 2 3 3 3 1 2 2 3 4 3 3 4 3 3 2 4 4 4 4 61 BAIK 3
SG 4 3 3 4 3 2 3 3 3 4 4 4 4 4 3 3 4 4 4 4 70 BAIK 3
MS 2 2 3 3 3 2 3 2 2 3 3 3 3 3 2 1 3 2 3 2 50 CUKUP 2
HR 1 4 4 4 3 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 74 BAIK 3
MR 4 4 3 4 3 4 3 3 4 4 4 4 3 4 4 2 3 4 4 4 72 BAIK 3
JK 1 2 2 2 2 1 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 37 KURANG 3
ST 4 3 2 4 2 1 3 2 4 4 1 2 3 4 3 2 4 3 2 4 57 CUKUP 2
SH 4 4 3 4 4 4 2 2 1 4 4 4 2 4 4 2 4 4 4 4 68 BAIK 3
SGT 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 39 KURANG 3
SR 4 4 4 4 4 4 4 3 2 3 4 4 3 4 4 2 2 3 3 3 68 BAIK 3
SM 1 2 3 3 3 3 3 2 2 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 52 CUKUP 3
SP 4 4 4 4 4 3 3 4 2 4 4 2 4 4 4 1 2 2 4 3 66 BAIK 3
TN 2 3 3 4 4 4 3 2 4 3 2 3 3 3 2 3 3 3 2 2 58 CUKUP 2
SRN 2 2 2 3 2 2 2 2 2 3 2 2 3 2 2 2 2 2 2 1 42 CUKUP 2
PR 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 4 4 1 3 3 4 4 73 BAIK 3
HRT 4 4 3 4 3 3 2 2 2 3 4 4 4 4 4 1 4 4 4 4 67 BAIK 3
NR 3 3 2 4 2 2 2 2 1 3 3 3 3 2 4 3 2 2 1 3 50 CUKUP 3
SPT 3 3 3 4 4 2 3 3 3 4 2 3 2 2 2 1 3 3 3 3 56 CUKUP 2
SRT 4 3 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 1 2 3 2 3 59 CUKUP 3
STN_A 3 3 2 3 3 2 2 1 3 2 3 2 2 3 4 4 2 2 2 2 50 CUKUP 2
STR 4 4 3 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 75 BAIK 3
DM 4 3 3 4 4 3 3 4 4 4 4 3 3 3 3 2 3 2 4 4 67 BAIK 3
NL 4 4 2 4 4 4 4 3 3 4 4 4 4 4 4 2 3 3 3 4 71 BAIK 3
SY 4 4 3 4 4 3 3 2 2 4 4 4 4 3 4 4 2 3 3 3 67 BAIK 3
SW 4 3 2 4 4 2 2 3 1 3 3 3 3 4 4 2 3 2 3 3 58 CUKUP 2
YS 4 4 2 4 4 4 3 3 2 4 3 3 3 4 4 3 3 2 3 3 65 BAIK 3
KS 4 4 2 4 4 3 3 3 1 4 3 3 4 4 1 3 2 3 4 3 62 BAIK 3
HR 4 3 3 2 4 3 3 2 3 2 4 3 3 3 4 4 1 3 3 4 61 BAIK 3
STN_B 4 3 4 4 4 3 3 3 3 3 4 4 3 3 4 4 3 4 3 4 70 BAIK 3
NH 2 2 3 4 2 2 2 2 2 3 2 3 2 3 2 3 3 2 2 3 49 CUKUP 2
121
122
ED 4 3 3 4 4 4 3 2 4 4 4 3 4 4 3 3 3 3 3 4 69 BAIK 3
ST 3 4 3 4 3 3 2 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 63 BAIK 3
GM 2 2 2 4 2 2 2 2 2 4 3 3 2 3 3 2 2 2 3 2 49 CUKUP 2
SGT 3 3 2 3 3 2 2 3 2 3 2 2 2 3 3 2 2 2 3 3 50 CUKUP 3
STR_B 1 2 2 3 2 2 1 2 1 1 2 2 2 2 2 1 3 2 2 2 37 KURANG 1
SNO 1 2 2 2 1 1 2 1 1 2 2 3 2 2 2 2 3 2 2 2 37 KURANG 1
WRT 2 2 2 1 2 3 3 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 1 39 KURANG 1
TKN 1 2 2 2 1 2 1 2 1 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 35 KURANG 1
SLMN 4 3 2 3 3 3 4 3 3 4 3 3 3 4 4 2 3 3 3 4 64 BAIK 3
SYN_B 3 3 2 3 3 2 4 3 2 4 3 3 3 2 3 2 2 2 4 2 55 CUKUP 2
SN 3 3 4 3 3 4 3 3 4 3 3 3 4 3 2 3 3 4 4 4 66 BAIK 3
SPN 2 3 1 2 2 3 3 3 2 3 2 3 2 3 3 2 3 4 3 3 52 CUKUP 2
BRH 2 3 1 2 2 3 2 2 1 3 3 3 3 3 4 3 4 3 3 3 53 CUKUP 2
JM 4 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 4 3 4 4 4 65 BAIK 3
RKY 4 3 1 3 3 4 4 3 3 3 4 3 3 4 4 3 3 3 4 4 66 BAIK 3
SPT 4 3 1 3 2 4 4 2 3 3 4 4 3 3 3 1 4 4 4 4 63 BAIK 3
SLMN 4 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 4 3 4 4 3 3 3 4 66 BAIK 3
SJT 1 2 2 3 2 2 2 2 2 1 2 3 3 2 3 3 2 2 3 3 45 CUKUP 2
KTM 2 2 2 3 2 2 3 2 2 2 3 2 2 3 3 1 3 3 4 2 48 CUKUP 2
EDG 2 3 2 3 3 3 3 3 3 2 4 3 4 3 4 2 4 3 3 4 61 BAIK 3
ARF 1 2 2 1 2 2 2 2 2 2 4 3 2 3 4 2 3 1 3 3 46 CUKUP 2
AD 3 4 3 2 3 3 3 3 3 2 3 4 3 4 3 3 4 3 3 3 62 BAIK 3
KRL 2 2 2 3 2 2 1 1 2 3 3 3 2 2 3 1 2 2 2 3 43 CUKUP 2
SJN 3 3 4 4 1 3 2 3 1 3 3 3 3 3 4 3 4 4 4 4 62 BAIK 3
MRN 3 2 2 1 2 3 2 2 1 2 1 2 1 3 1 2 2 2 1 1 36 KURANG 1
SFN 3 2 2 3 1 2 1 2 2 2 2 1 2 2 2 2 1 2 2 2 38 KURANG 1
122