skripsi pengaruh pendidikan kesehatan terhadap ...repository.stikes-bhm.ac.id/265/1/45.pdfskripsi...

144
SKRIPSI PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP KETERAMPILAN PERAWATAN SINKOP DAN EPISTAKSIS PADA SISWA DI MI PLUS BUNGA BANGSA DOLOPO KABUPATEN MADIUN Oleh : NUR AULIA RIZKI NIM : 201402094 PROGRAM STUDI KEPERAWATAN STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN 2018

Upload: others

Post on 23-Oct-2020

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • SKRIPSI

    PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP KETERAMPILAN

    PERAWATAN SINKOP DAN EPISTAKSIS PADA SISWA DI MI PLUS

    BUNGA BANGSA DOLOPO KABUPATEN MADIUN

    Oleh :

    NUR AULIA RIZKI

    NIM : 201402094

    PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

    STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN

    2018

  • SKRIPSI

    PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP KETERAMPILAN

    PERAWATAN SINKOP DAN EPISTAKSIS PADA SISWA DI MI PLUS

    BUNGA BANGSA DOLOPO KABUPATEN MADIUN

    Diajukan untuk memperoleh

    gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) pada Program Studi S1 Keperawatan STIKES Bhakti

    Husada Mulia Madiun

    Oleh :

    NUR AULIA RIZKI

    NIM : 201402094

    PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

    STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN

    2018

  • v

    PERSEMBAHAN

    Bismillahirrohmaanirrohiim….

    1. Puji syukur ku panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

    Kekuatan dan Kesabaran dalam menyelesaikan tugas akhir ini (SKRIPSI).

    Karya kecil ini saya persembahkan untuk:

    2. Kepada kedua orang tua ku Bapak Ismanu dan Ibu Janatin yang tak pernah

    lelah menyayangiku, menasehatiku, dan slalu memberikan motivasi untuk

    tetap bersemangat…

    3. Dosen pembimbing dan penguji Ibu Asrina Pitayanti, S.Kep.,Ns.M.Kes, Ibu

    Retno Widiarini, S.KM.M.Kes, Ibu Kartika, S.Kep.,Ns.M.Kes Terimakasih

    banyak atas waktu, arahan, dan nasehat yang telah kalian berikan kepada saya

    hingga selesainya Skripsi ini.

    4. Yang selalu mengingatkan setiap hari untuk mengerjakan skripsi, mas

    Zulfikar Fa’ni Islam. Terimakasih sudah menemani sampai di titik ini dengan

    segala kesabaranmu.

    5. Segenap teman-teman angkatan 2014, khususnya sahabat-sahabat semua di

    kelas Keperawatan 8B terimakasih atas segala dukungan dan semangat yang

    telah kalian berikan.

  • vi

    LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN

    Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

    Nama : Nur Aulia Rizki

    NIM : 201402094

    Judul : Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Keterampilan

    Perawatan Sinkop dan Epistaksis pada Siswa di MI Plus Bunga

    Bangsa Kecamatan Dolopo Kabupaten Madiun

    Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi ini berdasarkan pemikiran

    dan pemaparan asli dari saya sendiri. Jika terdapat karya orang lain, saya akan

    mencantumkan sumber yang jelas.

    Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di

    kemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini,

    maka saya bersedia menerima sanksi akademik dan sanksi lain sesuai dengan

    peraturan yang berlaku di STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun.

    Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar tanpa paksaan dari

    pihak manapun.

    Madiun, Juli 2018

    Nur Aulia Rizki

    NIM. 201402094

  • vii

    DAFTAR RIWAYAT HIDUP

    Nama : Nur Aulia Rizki

    Jenis Kelamin : Perempuan

    Tempat dan Tanggal Lahir : Madiun, 25 Nopember 1995

    Agama : Islam

    Email : [email protected]

    Riwayat Pendidikan :

    1. Lulus Dari Pendidikan RA Muslimat Bunga Bangsa Dolopo Tahun 2002

    2. Lulus Dari MI Plus Bunga Bangsa Dolopo Tahun 2008

    3. Lulus Dari Madrasah Tsanawiyah Darul Huda Ponorogo Tahun 2011

    4. Lulus Dari Madrasah Aliyah Darul Huda Ponorogo Tahun 2014

    5. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bhakti Husada Mulia Madiun 2014-

    sekarang

    mailto:[email protected]

  • viii

    ABSTRAK

    Nur Aulia Rizki

    NIM 201402094

    PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP KETERAMPILAN

    PERAWATAN SINKOP DAN EPISTAKSIS PADA SISWA DI MI PLUS

    BUNGA BANGSA KECAMATAN DOLOPO KABUPATEN MADIUN

    76 halaman + 9 tabel + 8 gambar + 14 lampiran

    Sinkop dan epistaksis adalah suatu keadaan yang sering dijumpai dalam

    kehidupan sehari-hari. Setiap hari senin biasanya sering terjadi peserta didik yang

    mengalami sinkop. Sedangkan epistaksis prevalensinya meningkat pada anak-anak

    usia 35 tahun. Tujuan penelitian ini untuk

    mengetahui apakah ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap keterampilan

    perawatan sinkop dan epistaksis pada siswa di MI Plus Bunga Bangsa Kecamatan

    Dolopo Kabupaten Madiun.

    Jenis penelitian ini adalah penelitian pre eksperimen yaitu one group pre test

    post test design. Teknik sampel menggunakan simple random sampling dengan

    jumlah sampel adalah 55 responden. Pengumpulan data pada penelitian ini

    menggunakan lembar observasi SOP perawatan sinkop dan epistaksis. Analisa data

    menggunakan uji statistik wilcoxon.

    Setelah dilakukan pendidikan kesehatan keterampilan siswa meningkat yaitu

    siswa yang memiliki keterampilan baik sejumlah 41 siswa (74,5%) dan siswa yang

    memilik keterampilan cukup sejumlah 14 siswa (25,5%).

    Berdasarkan hasil analisa statistik wilcoxon diperoleh p value 0,000 < 0,05

    artinya ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap keterampilan perawatan sinkop

    dan epistaksis pada siswa di MI Plus Bunga Bangsa Kecamatan Dolopo Kabupaten

    Madiun.

    Kesimpulan dari penelitian ini bahwa pendidikan kesehatan dapat mempengaruhi

    keterampilan siswa dalam perawatan pada korban sinkop dan epistaksis. Pelatihan

    sinkop dan epistaksis ini diharapkan dapat meningkatkan keterampilan perawatan

    sinkop dan epistaksis di lingkungan sekolah MI Plus Bunga Bangsa dan dipraktekkan

    petugas UKS dengan baik.

    Kata Kunci : Keterampilan, Pendidikan Kesehatan, Sinkop, Epistaksis

    Kepustakaan : 33 (2000-2017)

  • ix

    ABSTRACT

    Nur Aulia Rizki

    NIM 201402094

    THE EFFECT OF HEALTH EDUCATION ON SYNCOPE AND EPISTAXIS

    ON TREATMENT OF SKILL IN THE STUDENTS MI PLUS BUNGA BANDA

    DOLOPO SUBDISTRICT MADIUN DISTRICT

    76 page + 9 table+ 8 pictures + 14 appendix

    Syncope and epistaxis is a condition that are often meted in every life. Every

    Monday is usually an often of students ecperience syncope. While epistaxis of

    prevalence increased in children at age < 10 years and increased again at age > 35

    years. The purpose of this research was to determine there is an effect of health

    education on syncope and epistaxis treatment of skill in the students MI Plus Bunga

    Banda Dolopo Subdistrict Madiun District.

    This research is research pre eksperimental that is one group pre test post

    test design. The sample technique using simple random sampling with the amount

    sample is 55 respondents. Data collection in this research used observation sheet

    SOP of syncope and epistaxis treatment. Data analysis using wilcoxon statistic test.

    After the health education, the stundents skill is increase that is students

    which have a good skill is 41 stundents (74,5%) and stundents which have an enough

    skill is 14 students (25,5%).

    Based on the results of wilcoxon statistic test obtained p value 0,000 < 0,05

    is there is an effect health education on syncope and epistaxis treatment of skill in the

    students MI Plus Bunga Bangsa Dolopo Subdistrict Madiun District.

    The conclusion of this research that is health education can affect of student

    skills in the treatment of syncope and epistaxis victims. This syncope and epistaxis

    training is expected to increase syncope and epistaxis treatment of skill in the

    environment school MI Plus Bunga Bangsa and be practiced by UKS good uffocial.

    Keywords: Skill, health education, syncope, epistaxis

    Literature: 33 (2000-2017)

  • x

    DAFTAR ISI

    Sampul Depan .................................................................................................... i

    Sampul Dalam ..................................................................................................... ii

    Lembar Persetujuan ............................................................................................. iii

    Lembar Pengesahan ............................................................................................ iv

    Persembahan ....................................................................................................... v

    Lembar Pernyataan Keaslian Penelitian.............................................................. vi

    Daftar Riwayat Hidup ......................................................................................... vii

    Abstrak ................................................................................................................ viii

    Daftar Isi.............................................................................................................. x

    Daftar Tabel ........................................................................................................ xiii

    Daftar Gambar ..................................................................................................... xiv

    Daftar Lampiran .................................................................................................. xv

    Daftar Singkatan.................................................................................................. xvi

    Daftar Istilah........................................................................................................ xvii

    Kata Pengantar .................................................................................................... xx

    BAB 1 PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 7 1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 7 1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................... 8

    BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Konsep Pendidikan Kesehatan 2.1.1 Pengertian Pendidikan Kesehatan ............................................ 9 2.1.2 Tujuan Pendidikan Kesehatan ................................................... 9 2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Pendidikan Kesehatan ................. 10 2.1.4 Metode Pendidikan Kesehatan .................................................. 11 2.1.5 Media Pendidikan Kesehatan .................................................... 13

    2.2 Konsep Keterampilan 2.2.1 Pengertian Keterampilan ........................................................... 18 2.2.2 Faktor Yang Mempengaruhi Keterampilan ............................... 18

    2.3 Konsep Perawatan Sinkop 2.3.1 Pengertian Sinkop ..................................................................... 19 2.3.2 Etiologi Sinkop .......................................................................... 20 2.3.3 Manifestasi Klinis Sinkop ......................................................... 21 2.3.4 Jenis-jenis sinkop ...................................................................... 21 2.3.5 Anamnesis ................................................................................. 30 2.3.6 Pemeriksaan Fisik dan Penunjang ............................................. 30 2.3.7 Pemeriksaan Neurologis ............................................................ 31 2.3.8 Indikasi Rawat Korban Sinkop ................................................. 32 2.3.9 Prognosis ................................................................................... 33

    2.4 Konsep Perawatan Epistaksis 2.4.1 Pengertian Epistaksis ................................................................. 33

  • xi

    2.4.2 Etiologi Epistaksis ..................................................................... 33 2.4.3 Manifestasi Klinis Epistaksis .................................................... 35 2.4.4 Tipe-Tipe Epistaksis .................................................................. 36 2.4.5 Patofisiologi Epistaksis ............................................................. 38 2.4.6 Komplikasi Epistaksis ............................................................... 38 2.4.7 Pencegahan Epistaksis ................................................................ 39 2.4.8 Perawatan Sederhana Epistaksis ................................................ 40 2.4.9 Anamnesis .................................................................................. 41 2.4.10 Pemeriksaan Penunjang Epistaksis ............................................ 42 2.4.11 Pencegahan Epistaksis Berlanjut ................................................ 42

    2.5 Konsep Sekolah 2.5.1 Pengertian Sekolah ..................................................................... 43 2.5.2 Tanggung Jawab Sekolah ........................................................... 43 2.5.3 Fungsi Sekolah ........................................................................... 44

    BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESA PENELITIAN

    3.1 Kerangka Konseptual ..............................................................................45 3.2 Hipotesa Penelitian ..................................................................................46

    BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

    4.1 Desain Penelitian .....................................................................................47 4.2 Populasi dan Sampel

    4.2.1 Populasi .....................................................................................48 4.2.2 Sampel .......................................................................................48 4.2.3 Kriteria Sampel ..........................................................................49

    4.3 Teknik Sampling .....................................................................................49 4.4 Kerangka Kerja Penelitian ......................................................................50 4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

    4.5.1 Indentifikasi Variabel ................................................................51 4.5.2 Definisi Operasional Variabel ...................................................51

    4.6 Instrumen Penelitian ................................................................................52 4.7 Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................................52 4.8 Prosedur Pengumpulan Data ...................................................................52 4.9 Pengolahan dan Analisis Data

    4.9.1 Teknik Pengolahan Data ...........................................................54 4.9.2 Tehnik Analisis Data .................................................................57

    4.10 Etika Penelitian .....................................................................................59

    BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Gambaran dan Lokasi penelitian .................................................61 5.1.2 Data Umum .................................................................................62 5.1.3 Data Khusus ................................................................................63

    5.2 Pembahasan .............................................................................................66

  • xii

    BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

    6.1 Kesimpulan ...............................................................................................73 6.2 Saran .........................................................................................................73

    DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................75

    Lampiran-lampiran ..............................................................................................78

  • xiii

    DAFTAR TABEL

    Nomor Judul Tabel Halaman

    Tabel

    Tabel

    Tabel

    Tabel

    Tabel

    Tabel

    Tabel

    Tabel

    Tabel

    4.4

    5.1

    5.2

    5.3

    5.4

    5.5

    5.6

    5.7

    5.8

    Definisi Operasional.............................................................

    Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis

    Kelamin……………………………………………………

    Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia……….

    Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status

    Tempat Tinggal…………………………………………….

    Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sumber

    Informasi Sinkop dan Epistaksis…………………………...

    Tingkat Keterampilan Perawatan Sinkop dan epistaksis

    sebelum diberikan pendidikan kesehatan………………….

    Keterampilan Perawatan Sinkop dan Epistaksis setelah

    diberikan pendidikan kesehatan……………………………

    Hasil Perbandingan tingkat keterampilan pretest dan post

    test pada perawatan sinkop dan epistaksis…………………

    Hasil Uji Statistik antara tingkat keterampilan perawatan

    sinkop dan epistaksis sesudah diberikan Pendidikan

    Kesehatan…………………………………………………..

    52

    62

    62

    63

    63

    64

    65

    66

    66

  • xiv

    DAFTAR GAMBAR

    Nomor Judul Gambar Halaman

    Gambar 2.1 Perawatan Sinkop Buka Jalan Napas ................................ 22

    Gambar 2.2 Perawatan Sinkop .............................................................. 23

    Gambar 2.3 Epistaksis Anterior ............................................................ 37

    Gambar 2.4 Epistaksis Posterior ........................................................... 38

    Gambar 2.5 Perawatan Epistaksis ......................................................... 41

    Gambar 3.2 Bagan Kerangka Konsep ................................................... 45

    Gambar 4.1 Desain Penelitian............................................................... 47

    Gambar 4.2 Kerangka Kerja Penelitian ................................................ 50

  • xv

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1 Permohonan surat izin survey pendahuluan di sekolah ..... 77

    Lampiran 2 Permohonan surat izin penelitian di sekolah ..................... 78

    Lampiran 3 Lembar permohonan menjadi responden .......................... 79

    Lampiran 4 Data demografi .................................................................. 81

    Lampiran 5 SOP perawatan sinkop dan epistaksis ................................ 83

    Lampiran 6 SAP .................................................................................... 87

    Lampiran 7 Tabulasi Skor sinkop dan epistaksis .................................. 99

    Lampiran 8 Tabulasi rata-rata skor sinkop dan epistaksis .................... 105

    Lampiran 9 Jumlah skor pretest post test sinkop dan epistaksis ........... 109

    Lampiran 10 Leaflet perawatan sinkop dan epistaksis ........................... 110

    Lampiran 11 Surat keterangan telah melakukan penelitian .................... 112

    Lampiran 12 Hasil SPSS ........................................................................ 113

    Lampiran 13 Kartu bimbingan skripsi .................................................... 120

    Lampiran 14 Dokumentasi ..................................................................... 123

  • xvi

    DAFTAR SINGKATAN

    EKG : Eektrokardiografi

    MRI : Magnetic Resonance Imaging

    SOP : Standar Operasional Prosedur

    TIA : Transient Imaging Ischemic Attack

    UKS : Usaha Kesehatan Sekolah

  • xvii

    DAFTAR ISTILAH

    Angiofibroma nasofaring : Tumor jinak pembuluh darah di

    nasofaring yang secara histologik jinak

    namun secara klinis bersifat ganas,

    karena mempunyai kemampuan

    mendestruksi tulang dan meluas ke

    jaringan sekitarnya.

    Arteriosklerosis : Keadaan dengan hilangnya elastisitas dari

    arteri

    Atresia koanal : Tertutupnya satu atau kedua posterior

    kavum nasi oleh membrane abnormal

    atau tulang.

    Audio aid : alat bantu dengar

    Audio visual aid : Alat bantu lihat-dengar

    Basic literary skill : Kemampuan dasar sastra

    Bill board : Media papan

    Booklet : Pesan dalam bentuk gambar/tulisan

    Bruit : Bunyi yang dihasilkan akibat turbulensi

    ketika darah melewati pembuluh arteri

    yang mengalami penyempitan

    Cleaning : Pengecekan kembali

    Coding : Pemberian kode

    Congenital : Kelainan bawaan

    Dehidrasi : Kekurangan cairan

    Diabetes mellitus : Penyakit yang ditandai dengan kadargula

    darah yang tinggi

    Disfungsi autonom : Gangguan sistem saraf otonom

    Editing : Penyuntingan data

    Enabling faktor : Faktor kemungkinan

    Ephilepsy : Kejang

    Epistaksis : Mimisan

    Fenilefrin : Obat untuk meredakan sementara

    tersumbatnya hidung, sinus, dan telinga.

    Film strip : Putaran film

    Flip chart : Kumpulan ringkasan, skema gambar,

    tabel yang dibuka secara berurutan,

    tersusun rapid an baik berdasarkan topic

    materi pembelajaran

    Flyer : Selebaran

    Granuloma : Nodul kecil yang terlihat diberbagai

    penyakit

    Guidance and counceling : Bimbingan dan penyuluhan

    Heat exhaustion : Terkena terik matahari saat lemah letih

    Heat stroke : Sengatan matahari

    Hemangioma : Suatu tumor jaringan lunak yang sering

  • xviii

    terjadi pada bayi baru lahir

    Hemophilia : Gangguan ketika darah sukar untuk

    membeku secara normal

    Hipoglikemia : Kadar gula darah dibawah normal

    Hipoksia serebral : Otak kekurangan oksigen

    Hipoperfusi serebral : Kurangnya asupan nutrisi yang

    diperlukan otak

    Inform consent : Lembar persetujuan

    Input : Sasaran

    Intermitten : Untuk sementara waktu

    Interpersonal skill : Kemampuan pribadi

    Ipsilateral : 2 bagian tubuh yang letaknya pada sisi

    yang sama (kanan/kiri)

    Kardiogenik : Yang berkaitan dengan jantung

    Karsinoma : Segala jenis tumor (kanker) yang tumbuh

    dari sel di lapisan permukaan penutup

    membrane pembatas dari organ

    Katapleksi : Suatu keadaan abnormal yang ditandai

    oleh gangguan kesadaran, sikap, dan otot

    tubuh

    Koagulopati : Gangguan pembekuan darah atau

    perdarahan yang berlebih

    Leaflet : Poster mini

    Leukemia : Kanker darah yang berawal dari sumsum

    tulang belakang, tempat sel darah dibuat

    Mann Whitney : Uji non parametris yang digunakan untuk

    mengetahui perbedaan median 2

    kelompok bebas apabila skala data

    variabel terikatnya ordinal atau

    interval/ratio tetapi tidak berdistribusi

    normal

    Morbili : Campak, penyakit virus akut

    Nasal dekongestan : Obat yang memberikan efek melegakan

    hidung hanya dalam waktu jangka

    pendek

    Neoplasma : Pertumbuhan abnormal namu bukan

    kanker yang mungkin terjadi diberbagai

    bagian tubuh

    Nonsycopal attack : Bukan serangan pingsan

    Output : Harapan

    Oksimetazolin : Obat yang digunakan untuk meringankan

    simtomatik dari kongesti hidung dan

    nasofaring karena flu, sinusitis, hay fever,

    atau alergi saluran napas atas lainnya

    Parestesia : Sensasi abnormal pada kulit berupa

    kesemutan, tertusuk atau terbakar pada

  • xix

    kulit

    Problem solving : Pemecahan masalah

    Prodromal : Gejala awal

    Recovery : Pemulihan

    Reinforcing : Penguat

    Probabilitas : kemungkinan

    Random : acak

    rinosinusitis : Gabungan dari rhinitis dan sinusitis

    Scoring : Pemberian skor

    Serebrovaskuler : Pembuluh darah otak

    Sinkop : Pingsan

    Slide : Layar

    Subclavian steal syndrome : Penyakit arteri perifer

    Tabulating : Tabel data

    Technical skill : Kemampuan tehnik

    Telengiectasis herediter : Pelebaran pembuluh darah yg diturunkan

    Tifoid : Penyakit yang terjadi karena karena

    infeksi bakteri Salmonella Typhi dan

    umumnya menyebar melalui makanan

    dan minuman yang terkontaminasi

    Transient Ischemic Attack : Stroke ringan

    Trombositipenia : Kekurangan trombosit

    Vertigo : Salah satu bentuk sakit kepala dimana

    penderita mengalami persepsi gerakan

    yang tidak semestinya yang disebabkan

    yang disebabkan oleh gangguan

    vestibular

    Visual aid : Alat bantu penglihatan

    Wilcoxon test : Uji nonparametris untuk mengukur

    signifikansi perbedaan antara 2 kelompok

    data berpasangan berskala ordinal atau

    interval tetapi tidak berdistribusi tidak

    normal

  • xx

    KATA PENGANTAR

    Assalamualaikum Wr.Wb

    Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala

    rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

    berjudul “Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Keterampilan Perawatan

    Sinkop dan Epistaksis pada siswa di MI Plus Bunga Bangsa Dolopo Kabupaten

    Madiun” dengan baik. Tersusunnya skripsi ini tentu tidak lepas dari bimbingan,

    saran dan dukungan moral kepada penulis, untuk itu penulis mengucapkan terima

    kasih kepada :

    1. Ibu Hj.Arina Manasikana, S.Pd.I selaku Kepala Sekolah MI Plus Bunga

    Bangsa Dolopo Kabupaten Madiun yang telah memberikan ijin dan

    kesempatan untuk melakukan penelitian dan seluruh Stafnya

    2. Bapak Zainal Abidin, SKM.,M.Kes (Epid) selaku Ketua STIKES Bhakti

    Husada Mulia Madiun

    3. Mega Arianti Putri, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku Ketua Prodi Studi

    Keperawatan yang telah memberikan kesempatan, fasilitas untuk

    mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Prodi Keperawatan

    4. Kartika, S.Kep.,Ns.,M.K.M selaku dewan penguji yang telah memberikan

    bimbingan dan masukan yang bermanfaat sehingga skripsi ini dapat

    terselesaikan dengan baik

    5. Ibu Asrina Pitayanti, S.Kep.,Ns.,M.Kes selaku dosen pembimbing 1

    beserta Ibu Retno Widiarini, SKM.,M.Kes selaku dosen pembimbing 2

    yang selalu membimbing dengan penuh kesabaran dan ketelatenan

  • xxi

    6. Kedua Orang tua saya (Bapak Ismanu dan Ibu Janatin) yang telah

    memberi dorongan dan semangat tanpa henti

    7. Mas Zulfikar Fa’ni Islam, Bulek Sugiarti, Dek Iva, Diah, Ibel, Etik yang

    banyak membantu.

    8. Teman-teman keperawatan angkatan 2014 yang telah memberi dorongan

    dan bantuan berupa apapun dalam penyusunan tugas skripsi ini.

    Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak

    kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat

    membangun selalu diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini.

    Akhir kata penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah

    berperan serta dalam penyusunan skripsi ini dari awal sampai akhir. Semoga

    Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita.Aamiin

    Wassalamualaikum Wr.Wb

    Madiun, Juli 2018

    Peneliti

    Nur Aulia Rizki

    NIM. 201402094

  • 1

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang Masalah

    Sinkop (pingsan) dan epistaksis (mimisan) adalah suatu keadaan yang

    sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Kebanyakan dari individu

    pernah mengalami sinkop setidaknya sekali seumur hidup. Dalam sebuah

    kegiatan sekolah seperti upacara bendera setiap hari senin biasanya sering

    terjadi peserta didik yang mengalami sinkop. Penyebabnya pun bisa beragam,

    seperti kondisi tubuh yang tidak fit atau karena memang fisiknya lemah.

    Sinkop adalah suatu kehilangan kesadaran sesaat akibat hipoperfusi

    serebral global yang ditandai dengan onset (kejadian) yang cepat, jangka

    waktu pendek, dan recovery penuh secara spontan (Setyohadi, 2015). Adapun

    epistaksis biasanya di alami oleh anak usia TK-SD, yaitu kejadian yang dapat

    disebabkan oleh pembuluh darah yang masih tipis dan peka karena suatu

    benturan atau trauma akibat mengkorek-korek hidung, bersin yang terlalu kuat,

    perubahan cuaca yang ekstrim (panas, kering) dan tekanan udara juga dapat

    menjadi pemicu terjadinya epistaksis yang terjadi secara sepontan. Perlu

    penanganan segera secara cepat dan tepat dari kedua kasus di atas.

    Kejadian sinkop dan epistaksis pada siswa disekolah bisa terjadi

    sewaktu-waktu, oleh karena itu siswa sekolah sebaiknya mampu menguasai

    penatalaksaannya melalui pertolongan pertama. Di Amerika diperkirakan 3%

  • 2

    dari kunjungan pasien di gawat darurat disebabkan oleh sinkop dan

    merupakan 6% alasan seseorang datang ke rumah sakit. Puncak prevalensi

    sinkop terjadi pada remaja yang berusia 15 tahun (Gaggioli, et al., 2014).

    Dalam penelitian Saedi (2013) catatan kunjungan pasien yang dilakukan di

    sebuah klinik rawat jalan kardiologi dari Maret 2006 sampai dengan

    September 2007, menemukan prevalensi angka kejadian sinkop sebanyak 9%.

    Jumlah kejadian sinkop pada anak berusia 5-14 tahun sebanyak 4,14%, usia

    15-44 tahun sebanyak 44,8%, usia 45-64 tahun sebanyak 31% dan usia 65

    tahun keatas dengan prevalensi 20%. Sedangkan untuk epistaksis sering

    dijumpai pada siswa dan angka kejadiannya menurun setelah pubertas (Lubis

    & Saragih, 2007). Dan untuk kejadian sinkop di tingkat SD, dalam sebulan

    terdapat 4 siswa korban pre sinkop dan 3 korban sinkop di SD

    Muhammadiyah Tamantirto Bantul, Yogyakarta (Saedi, 2013).

    Epistaksis dapat terjadi pada segala umur, terutama terjadi pada anak-

    anak dan usia lanjut. Prevalensi epistaksis meningkat pada anak-anak usia

    dibawah 10 tahun dan meningkat kembali di usia 35 tahun keatas. Epistaksis

    jarang terjadi pada bayi tanpa adanya suatu keadaan koagulopati atau

    patologis pada hidung (misalnya, atresia koanal, neoplasma). Anak-anak yang

    lebih tua dan remaja juga memiliki insiden lebih jarang. Prevalensi epistaksis

    cenderung lebih tinggi pada laki-laki (58%) dibandingkan perempuan (42%).

    Penyalahgunaan kokain pada penderita remaja cenderung meningkatkan

    epistaksis. Epistaksis diperkirakan terjadi pada 60% manusia selama hidupnya

  • 3

    dan 6% dari mereka mencari penanganan medis (Punagi, 2017). Untuk

    kejadian epistaksis di tingkat SD yaitu di SDN Sambiduwur didapatkan data

    siswa yang mengalami epistaksis pada tahun 2015 sejumlah 19 siswa (Basri,

    2016).

    Dampak dari seseorang yang sering mengalami sinkop memiliki

    mortalitas yang lebih tinggi dan mengalami penurunan kualitas hidup

    dibandingkan yang tidak pernah pingsan. sinkop dapat memiliki morbiditas

    tinggi yang sering kambuh dan disertai cedera fisik (Ntusi, et al., 2015).

    Sedangkan untuk epistaksis biasanya di alami oleh anak usia TK-SD. Menurut

    Soepardi, dkk (2007), komplikasi dari epistaksis yang berlangsung lama

    berakibat perdarahan hebat kemudian dapat terjadi syok dan anemia.

    Seringkali seseorang yang mengalami epistaksis dibawa ke Unit Rawat Jalan

    karena perdarahan berlangsung terus menerus atau berulang, tidak peduli

    tingkat keparahan perdarahan akan tetap menimbulkan kecemasan bagi orang

    tua (Lubis & Saragih, 2007).

    Pertolongan pertama pada korban sinkop sebenarnya hanya dengan

    tindakan sederhana, yaitu buka jalan napas, periksa pernapasan, lalu naikkan

    tungkai korban 15-30 cm, kemudian longgarkan pakaian yang ketat. Jika

    korban terjatuh, periksa adanya cedera (Thygerson, 2011). Sedangkan untuk

    penanganan epsitaksis yaitu duduk tegak, lalu menjepit hidung dengan jempol

    dan jari telunjuk dan bernapas melalui mulut. Kemudian menjepit hidung

    selama 5-10 menit. Untuk mencegah berlanjutnya perdarahan yaitu jangan

  • 4

    menghembuskan napas dari hidung atau membungkuk sampai beberapa jam

    setelah perdarahan dan pertahankan posisi kepala lebih tinggi dari posisi

    jantung dan jangan mengorek hidung (Hagen, Millman, 2013).

    Berdasarkan dampak dari sinkop dan epistaksis tersebut, maka perlu

    diberikan pertolongan pertama yang tepat. Akan tetapi ketika ada kejadian

    gawat darurat masyarakat masih sering mengalami kepanikan. Mereka ragu

    untuk melakukan pertolongan pertama dikarenakan minimnya pengetahuan

    akan ilmu kesehatan. Hal itu juga terjadi di sekolah yang disebabkan

    kurangnya pengetahuan untuk melakukan pertolongan pertama (Junaidi,

    2011).

    Pada tanggal 2 Januari 2018 peneliti mengunjungi MI Plus Bunga

    Bangsa Dolopo Madiun untuk melakukan survey pendahuluan. Hasil survey

    pendahuluan yang dilakukan di UKS MI Plus Bunga Bangsa Dolopo Madiun,

    menurut keterangan guru kasus siswa yang mendatangi UKS adalah karena

    mimisan, sinkop, pusing, nyeri perut, dan luka lecet akibat jatuh. Kejadian

    epistaksis di sekolah sering terjadi, dalam sebulan ada 5 siswa (1,3%) dari 372

    siswa dengan penyebab kelelahan, jatuh kemudian mengalami trauma di

    hidung, dan karena cuaca sangat panas. Beberapa siswa sering mengalami

    epistaksis berulang. Untuk penanganan epistaksis pihak UKS hanya

    membersihkan darah yang keluar dengan kasa dan dipulangkan serta guru

    memberi laporan pada wali murid. Beberapa siswa mengalami epistaksis

    berulang karena setelah epistaksis berhenti sering mengorek hidungnya lagi

  • 5

    yang berujung terjadinya epistaksis berulang dalam sehari. Guru juga

    menyampaikan darah siswa mengucur sampai ke tangan dan membasahi

    pakaian seragam murid karena terlambat mendapat penanganan. Siswa yang

    mengalami sinkop dalam sebulan ada 4 siswa (1,07%) dari 372 siswa.

    Keterangan siswa saat wawancara, penanganan sinkop di MI Plus Bunga

    Bangsa yaitu membawa korban ke UKS dan diberi perawatan dengan minyak

    kayu putih atau freshcare. Setelah korban siuman dianjurkan minum air putih

    atau teh hangat kemudian korban disuruh untuk beristirahat.

    Untuk siswa yang mengeluh nyeri perut petugas UKS sudah mampu

    menangani keluhan tersebut dengan mengoleskan minyak kayu putih di perut

    korban. Sedangkan untuk penanganan pusing, korban dianjurkan untuk

    minum obat pereda nyeri seperti asam mefenamat. Bagi yang pusingnya hebat

    dan tidak segera sembuh, petugas UKS langsung melaporkan ke guru untuk

    memanggilkan orang tua korban. Untuk luka lecet akibat jatuh, dioleskan

    betadine di area luka kemudian diberi kasa dan hansaplast.

    Pada tanggal 8 Januari 2018 peneliti kembali melakukan wawancara di

    MI Plus Bunga Bangsa. Hasil wawancara yang dilakukan pada 5 siswa

    petugas UKS, ditemukan data bahwa petugas UKS sudah pernah

    mendapatkan pendidikan kesehatan dari guru tentang perawatan epistaksis

    dan sinkop, tetapi untuk perawatannya yang spesifik menurut teori mereka

    belum mengetahui. Sehingga sering kebingungan dalam mengambil tindakan.

  • 6

    Pendidikan kesehatan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap

    keterampilan seseorang, karena setelah mendapat pendidikan kesehatan

    seseorang akan mendapatkan ilmu pengetahuan baru sehingga hal tersebut

    akan mempengaruhi keterampilan seseorang. Hal tersebut dibuktikan dengan

    penelitian Eka Saputra (2015) yang berjudul Pengaruh Pendidikan Kesehatan

    Terhadap Keterampilan Guru Dalam Melakukan Pertolongan Pertama pada

    Siswa yang Mengalami Pingsan (Sinkop) menunjukkan nilai p value 0.001,

    hal tersebut dapat diartikan terdapat pengaruh yang signifikan antara

    pendidikan kesehatan dengan keterampilan dalam pertolongan pada kasus

    pingsan (sinkop). Berdasarkan penelitian Tri Darmasto (2015) yang berjudul

    Pengaruh Pendidikan Kesehatan tentang Penanganan Epistaksis menunjukkan

    nilai p value 0,000 (p < 0,005). Dimana ada perbandingan nilai pretest dan

    post test sehingga menunjukkan pengaruh yang signifikan antara pemberian

    pendidikan kesehatan untuk penanganan epistaksis. Dan diperkuat dengan

    penelitian Dahlan (2014) yang berjudul Pengaruh Pendidikan Kesehatan

    tentang Bantuan Hidup Dasar (BHD) terhadap Keterampilan Tenaga

    Kesehatan dengan menunjukkan nilai p-value = 0,000 (p < 0,005) dimana

    terdapat pengaruh yang signifikan setelah diberikan pendidikan kesehatan

    tentang Bantuan Hidup Dasar (BHD).

    Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk

    melakukan penelitian tentang pengaruh pendidikan kesehatan terhadap

  • 7

    keterampilan siswa dalam perawatan sinkop dan epistaksis pada siswa di MI

    Plus Bunga Bangsa Dolopo Madiun.

    1.2 Rumusan Masalah

    Rumusan masalah pada penelitian ini adalah “adakah pengaruh pendidikan

    kesehatan terhadap keterampilan siswa dalam perawatan sinkop dan epistaksis

    pada siswa di MI Plus Bunga Bangsa Dolopo Madiun?”

    1.3 Tujuan

    1.3.1 Tujuan Umum

    Untuk menganalisis pengaruh pendidikan kesehatan terhadap

    keterampilan perawatan sinkop dan epistaksis di MI Plus Bunga Bangsa

    Dolopo Madiun Tahun 2018.

    1.3.2 Tujuan Khusus

    1. Mengidentifikasi keterampilan siswa dalam perawatan sinkop dan

    epistaksis di MI Plus Bunga Bangsa Dolopo Madiun sebelum

    diberikan pendidikan kesehatan Tahun 2018.

    2. Mengidentifikasi keterampilan siswa dalam perawatan sinkop dan

    epistaksis di MI Plus Bunga Bangsa Dolopo Madiun setelah

    diberikan pendidikan kesehatan Tahun 2018.

    3. Menganalisis pengaruh pendidikan kesehatan terhadap

    keterampilan dalam perawatan sinkop dan epistaksis pada siswa

    MI Plus Bunga Bangsa Dolopo Madiun Tahun 2018.

  • 8

    1.4 Manfaat

    1.4.1 Manfaat Teoritis

    Penelitian ini diharapkan dapat mendukung teori dalam memberikan

    intervensi keperawatan di bidang keperawatan gawat darurat yang ada di

    sekolah.

    1.4.2 Manfaat Praktis

    1. Stikes Bhakti Husada Mulia Madiun

    Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi

    dalam perawatan sinkop dan epistaksis pada anak-anak di lingkup

    sekolah.

    2. Sekolah

    Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah informasi serta

    serta wawasan pengetahuan siswa tentang perawatan sinkop dan

    epistaksis.

    3. Peneliti lain

    Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk

    penelitian selanjutnya dengan menambah variabel lainnya.

  • 9

    BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Pendidikan Kesehatan

    2.1.1 Pengertian pendidikan kesehatan

    Pendidikan kesehatan dalam arti pendidikan secara umum adalah segala

    upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain, baik individu, kelompok,

    atau masyarakat, sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku

    pendidikan atau promosi kesehatan. Dan batasan ini tersirat unsure-unsur input

    (sasaran dan pendidik dari pendidikan), proses (upaya yang direncanakan untuk

    mempengaruhi orang lain) dan output (melakukan apa yang diharapkan). Hasil yang

    diharapkan dari suatu promosi atau pendidikan kesehatan adalah perilaku kesehatan,

    atau perilaku untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang kondusif oleh

    sasaran dari promosi kesehatan (Notoatmodjo, 2012).

    2.1.2 Tujuan pendidikan kesehatan

    Promosi kesehatan mempengaruhi 3 faktor penyebab terbentuknya perilaku

    tersebut menurut Green dalam (Notoatmodjo, 2012) yaitu :

    a. Promosi kesehatan dalam faktor-faktor predisposisi

    Promosi kesehatan bertujuan untuk memunculkan kesadaran, memberikan atau

    meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pemeliharaan dan peningkatan

    kesehatan bagi dirinya sendiri, keluarga maupun masyarakatnya. Disamping

    itu, dalam konteks promosi kesehatan juga memberikan pengertian tentang

  • 10

    tradisi, kepercayaan masyarakat dan sebagainya, baik yang merugikan maupun

    yang menguntungkan kesehatan. Bentuk promosi ini dilakukan dengan

    penyuluhan kesehatan, pameran kesehatan, iklan-iklan layanan kesehatan,

    billboard, dan sebagainya.

    b. Promosi kesehatan dalam faktor-faktor enabling (penguat)

    Bentuk promosi kesehatan ini dilakukan agar masyarakat dapat

    memberdayakan masyarakat agar mampu mengadakan sarana dan prasarana

    kesehatan dengan cara memberikan bantuan teknik, memberikan arahan, dan

    cara-cara mencari dana untuk pengadaan sarana dan prasarana.

    c. Promosi kesehatan dalam faktor reinforcing (pemungkin)

    Promosi kesehatan dalam faktor ini bermaksud untuk mengadakan pelatihan

    bagi tokoh agama, tokoh masyarakat, dan petugas kesehatan itu sendiri dengan

    tujuan agara sikap dan perilaku petugas dapat menjadi teladan, contoh atau

    acuan bagi masyarakat tentang hidup sehat.

    2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi pendidikan kesehatan

    Beberapa faktor yang perlu diperhatikan agar pendidikan kesehatan dapat

    mencapai sasaran (Saragih, 2010) yaitu :

    a. Tingkat Pendidikan

    Pendidikan dapat mempengaruhi cara pandang seseorang terhadap informasi

    baru yang diterimanya. Maka dapat dikatan bahwa semakin tinggi tingkat

  • 11

    pendidikannya, semakin mudah seseorang menerima informasi yang

    didapatnya.

    b. Tingkat sosial ekonomi

    Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi seseorang, semakin mudah pula dalam

    menerima informasi baru.

    c. Adat istiadat

    Masyarakat kita masih sangat menghargai dan menganggap adat istiadat

    sebagai sesuatu yang tidak boleh diabaikan.

    d. Kepercayaan masyarakat

    Masyarakat lebih memperhatikan informasi yang disampaikan oleh orang-

    orang yang sudah mereka kenal, karena sudah ada kepercayaan masyarakat

    dengan penyampaian informasi.

    e. Ketersediaan waktu di masyarakat

    Waktu penyampaian informasi harus memperhatikan tingkat aktifitas

    masyarakat untuk menjamin tingkat kehadiran masyarakat dalam penyuluhan.

    2.1.4 Metode Pendidikan Kesehatan

    Menurut Notoadmodjo (2012), berdasarkan pendekatan sasaran yang ingin

    dicapai, penggolongan metode pendidikan ada 3 (tiga), yaitu:

    a. Metode berdasarkan pendekatan perorangan

    Metode ini bersifat perorangan dan biasanya digunakan untuk membina

    perilaku baru, atau membina seseorang yang mulai tertarik pada suatu

  • 12

    perubahan perilaku atau inovasi. Dasar digunakannya pendekatan perorangan

    ini karena setiap orang mempunyai masalah atau alasan yang berbeda-beda

    sehubungan dengan penerimaan atau perilaku baru tersebut. Ada 2 bentuk

    pendekatannya yaitu:

    1. Bimbingan dan penyuluhan (guidance and Counceling)

    2. Wawancara

    b. Metode berdasarkan pendekatan kelompok

    Penyuluh berhubungan dengan sasaran secara kelompok. Dalam penyampaian

    promosi kesehatan dengan metode ini kita perlu mempertimbangkan besarnya

    kelompok sasaran serta tingkat pendidikan formal dari sasaran. Ada 2 jenis

    tergantung besarnya kelompok, yaitu kelompok besar dan kelompok kecil.

    c. Metode berdasarkan pendekatan massa

    Metode pendekatan massa ini cocok untuk mengkomunikasikan pesan-pesan

    kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat. Sehingga sasaran dari metode

    ini bersifat umum, dalam arti tidak membedakan golongan umur, jenis

    kelamin, pekerjaan, status sosial ekonomi, tingkat pendidikan, dan

    sebagainya, sehingga pesan-pesan kesehatan yang ingin disampaikan harus

    dirancang sedemikian rupa sehingga dapat ditangkap oleh massa.

  • 13

    2.1.5 Media pendidikan kesehatan

    2.1.5.1 Fungsi Media

    Media sebagai alat bantu menyampaikan pesan-pesan kesehatan. Alat-alat

    bantu tersebut mempunyai fungsi sebagai berikut (Notoatmodjo, 2012):

    a. Menimbulkan minat sasaran pendidikan

    b. Mencapai sasaran yang lebih banyak

    c. Membantu dalam mengatasi banyak hambatan dalam pemahaman

    d. Menstimulasi sasaran pendidikan untuk meneruskan pesan-pesan yang

    diterima orang lain

    e. Mempermudah penyampaian bahan atau informasi kesehatan

    f. Mempermudah penerimaan informasi oleh sasaran/masyarakat

    g. Mendorong keinginan orang untuk mengetahui, kemudian mendalami dan

    akhirnya mendapatkan pengertian yang lebih baik

    h. Membantu menegakkan pengertian yang diperoleh

    2.1.5.2 Tujuan Media

    Media ini memilik beberapa tujuan yaitu:

    a. Tujuan yang akan dicapai

    1. Menanamkan pengetahuan/pengertian, pendapat dan konsep-konsep

    2. Mengubah sikap dan persepsi

    3. Menanamkan perilaku/kebiasaan yang baru

  • 14

    b. Tujuan penggunaan alat bantu

    1. Sebagai alat bantu dalam latihan/penataran/pendidikan

    2. Untuk menimbulkan perhatian terhadap suatu masalah

    3. Untuk mengingatkan suatu pesan/informasi

    4. Untuk menjelaskan fakta-fakta, prosedur, tindakan

    2.1.5.3 Bentuk Media

    Ada beberapa bentuk media penyuluhan antara lain (Notoatmodjo, 2012)

    a. Berdarkan stimulasi indra

    1. Alat bantu lihat (visual aid) yang berguna dalam menstimulasi indra

    penglihatan

    2. Alat bantu dengar (audio aid) yaitu alat yang dapat membantu untuk

    menstimulasi indra pendengar pada waktu penyampaian bahan

    pendidikan/pengajaran

    3. Alat bantu lihat-dengar (audio visual aids)

    b. Berdasarkan pembuatannya dan penggunaannya

    1. Alat peraga atau media yang rumit, seperti film, film strip, slide, dan

    sebagainya yang memerlukan listrik dan proyektor

    2. Alat peraga sederhana, yang mudah dibuat sendiri dengan bahan-bahan

    setempat

    c. Berdasarkan fungsinya sebagai penyalur media kesehatan

    1. Media cetak

  • 15

    a) Leaflet

    Merupakan bentuk penyampaian informasi kesehatan melalui

    lembaran yang dilipat. Keuntungan menggunakan media ini antara

    lain: sasaran dapat menyesuaikan dan belajar mandiri serta praktis

    karena mengurangi kebutuhan mencatat, sasaran dapat melihat isinya

    disaat santai dan sangat ekonomis, berbagai informasi dapat diberikan

    atau dibaca oleh anggota kelompok sasaran, sehingga bisa

    didiskusikan, dapat memberikan informasi yang detail yang mana

    tidak diberikan secara lisan, mudah dibuat, diperbanyak dan

    diperbaiki serta mudah disesuaikan dengan kelompok sasaran.

    b) Booklet

    Booklet adalah suatu media untuk menyampaikan pesan-pesan

    kesehatan dalam bentuk tulisan dan gambar. Booklet sebagai saluran,

    alat bantu, saran dan sumber daya pendukungnya untuk

    menyampaikan pesan harus menyesuaikan dengan isi materi yang

    akan disampaikan.

    Manfaat booklet sebagai media komunikasi pendidikan kesehatan

    adalah:

    1. Menimbulkan minat sasaran pendidikan

    2. Membantu di dalam mengatasi banyak hambatan

  • 16

    3. Membantu sasaran pendidikan untuk belajar lebih banyak dan

    cepat

    4. Merangsang sasaran pendidikan untuk meneruskan pesan-pesan

    yang diterima kepada orang lain.

    5. Mempermudah penyampaian bahasa pendidikan

    6. Mempermudah penemuan informasi oleh sasaran pendidikan

    7. Mendorong keinginan orang untuk mengetahui lalu mendalami

    dan akhirnya mendapatkan pengertian yang lebih baik

    8. Membantu menegakkan pengertian yang diperoleh.

    c) Flyer (selembaran)

    d) Flip chart (lembar balik)

    Media penyampain pesan atau informasi kesehatan dalam bentuk

    buku dimana tiap lembar berisi gambar peragaan dan lembaran

    baliknya berisi kalimat sebagai pesan kesehatan yang berkaitan

    dengan gambar. Keunggulan menggunakan media ini antara lain:

    mudah dibawa, dapat dilipat maupun digulung, murah, efisien, dan

    tidak perlu peralatan yang rumit. Sedangkan kelemahannya yaitu

    terlalu kecil untuk sasaran yang berjumlah relative besar, mudah

    robek dan tercabik.

    e) Rubrik (tulisan-tulisan surat kabar), poster, dan foto

    2. Media Elektronik

  • 17

    a) Video dan film strip

    Keunggulan penyuluhan dengan metode ini adalah dapat memberikan

    realita yang mungkin sulit direkam kembali oleh mata dan pikiran

    sasaran, dapat memicu diskusi mengenai sikap dan perilaku, efektif

    untuk sasaran yang jumlahnya relatif penting dapat diulang kembali,

    mudah digunakan, dan tidak memerlukan ruangan yang gelap.

    Sementara kelemahan media ini yaitu memerlukan sambungan listrik,

    peralatannya beresiko untuk rusak, perlu adanya kesesuaian antara

    kaset dengan alat pemutar, membutuhkan ahli professional agar

    gambar mempunyai makna dalam sisi artistik maupun materi, serta

    membutuhkan banyak biaya.

    b) Slide

    Keunggulan media ini yaitu dapat memberikan berbagai realita

    walaupun terbatas, cocok untuk sasaran yang jumlahnya relatif besar,

    dan pembuatannya relatif murah, serta peralatannya cukup ringkas

    dan mudah digunakan. Sedangkan kelemahannya memerlukan

    sambungan listrik, peralatannya beresiko mudah rusak, dan

    memerlukan ruangan sedikit lebih gelap.

    c) Media Papan

  • 18

    2.2 Konsep Keterampilan

    2.2.1 Pengertian keterampilan

    Keterampilan berasal dari kata terampil yang berarti cakap, mampu, dan

    cekatan. Iverson (2001) mengatakan bahwa keterampilan membutuhkan pelatihan

    dan kemampuan dasar yang dimilik setiap orang, yang dapat lebih membantu

    menghasilkan sesuatu yang lebih bernilai dengan lebih cepat.

    Menurut Robbins (2000), keterampilan dibagi menjadi 4 kategori, yaitu:

    a. Basic Literacy Skill: suatu keahlian dasar yang sudah pasti harus dimilik

    setiap orang seperti membaca, menulis, berhitung, dan mendengarkan.

    b. Technical Skill: suatu keahlian secara teknis yang didapat dari pembelajaran

    dalam bidang teknik seperti mengoperasikan computer dan alat digital

    lainnya.

    c. Interpersonal Skill: suatu keahlian setiap orang dalam berkomunikasi satu

    sama lain seperti mendengarkan seseorang, memberi pendapat dan bekerja

    secara tim

    d. Problem Solving: suatu keahlian seseorang dalam memecahkan masalah

    dengan menggunakan logika atau perasaan.

    2.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keterampilan

    Menurut Notoatmodjo (2007), keterampilan merupakan aplikasi dari

    pengetahuan sehingga tingkat keterampilan seseorang berkaitan dengan tingkat

    pengetahuan.

  • 19

    Faktor-faktor yang mempengaruhi keterampilan secara langsung menurut

    Widyatun (2005), yaitu:

    a. Motivasi

    Merupakan sesuatu yang membangkitkan keinginan dalam diri seseorang

    untuk melakukan berbagai tindakan. Motivasi inilah yang mendorong

    seseorang bisa melakukan tindakan sesuai dengan prosedur yang sudah

    diajarkan.

    b. Pengalaman

    Merupakan suatu hal yag akan memperkuat kemampuan seseorang dalam

    melakukan sebuah tindakan (keterampilan). Pengalaman membangun

    seseorang untuk bisa melakukan tindakan-tindakan selanjutnya yang lebih

    baik yang dikarekan sudah melakukan tindakan-tindakan sebelumnya.

    c. Keahlian

    Keahlian yang dimiliki seseorang akan membuat terampil dalam melakukan

    keterampilan tertentu. Keahlian akan membuat seseorang mampu melakukan

    sesuai dengan yang sudah diajarkan sebelumnya.

    2.3 Perawatan Sinkop

    2.3.1 Pengertian sinkop

    Sinkop (pingsan) adalah suatu kehilangan kesadaran sesaat akibat hipoperfusi

    serebral global yang di tandai dengan onset yang cepat, jangka waktu pendek, dan

    recovery penuh secara spontan (Setyohadi, 2015).

  • 20

    Jatuh pingsan adalah hilangnya kesadaran dan kontrol otot untuk sesaat, yaitu

    beberapa detik sampai beberapa menit yang mengakibatkan seseorang jatuh secara

    mendadak (Saubers, 2011).

    2.3.2 Etiologi sinkop

    Menurut Thygerson (2011), sinkop dapat dipicu dari beberapa faktor seperti

    berikut :

    a. Dehidrasi

    b. Berdiri terlalu lama

    c. Posisi tubuh naik secara mendadak seperti dari jongkok lalu berdiri

    d. Tekanan emosi

    e. Kehilangan darah

    f. Batuk-batuk

    g. Hipoglikemia

    h. Sakit perut

    i. Gangguan pada jantung

    Menurut Dewanto dkk (2009), Sinkop juga dapat dibagi menurut etiologinya,

    yaitu :

    a. Neutrally mediated syncopal syindrome, sinkop vasovagal, sinkop sinus

    karotis, sinkop situasional (sinkop karena adanya perdarahan akut, sinkop

    akibat batuk, bersin)

  • 21

    b. Disfungsi otonom, syndrome disfungsi otonom primer (disfungsi otonom

    murni, atropi sistem multiple, penyakit perkinson dengan disfungsi otonom)

    c. Sinkop akibat aritmia jantung : disfungsi nodus SA, gangguan konduksi

    atrioventrikular

    d. Penyakit structural jantung atau kardio pulmoner

    e. Serebrovaskuler (subclavian steal syndrome)

    2.3.3 Manifestasi klinis sinkop

    Menurut Sukanta (2011), gejala ringan yang sering terjadi pada penderita sinkop

    adalah sebagai berikut :

    a. Kelelahan yang menyeluruh

    b. Sakit kepala atau pusing

    c. Mata berkunang-kunang

    d. Haus

    e. Nafas sesak dan pendek

    2.3.4 Jenis-jenis sinkop dan perawatannya

    Menurut Iskandar (2011), jenis-jenis sinkop adalah sebagai berikut :

    a. Sinkop biasa

    Sinkop jenis ini biasanya terjadi pada mereka yang berdiri lama di bawah

    terik matahari, kekurangan asupan makanan, tidak sarapan oagi terlebih

    dahulu, atau pada orang-orang tua yang berdiri sesudah berbaring lama di

    tempat tidur. Pingsan ini juga dapat terjadi karena penyakit anemia (kurang

  • 22

    darah), kelelahan, tekanan darah rendah (hipotensi), ketakutan terhadap

    sesuatu, atau tidak tahan melihat darah

    Perawatan pada sinkop biasa menurut Thygerson (2011) adalah sebagai

    berikut:

    1. Buka jalan napas, periksa pernapasan, dan berikan perawatan yang sesuai

    2. Naikkan tungkai korban 15-30 cm

    3. Longgarkan pakaian yang ketat

    4. Jika korban terjatuh, periksa adakah cedera

    Gambar 2.1 Perawatan Sinkop buka jalan napas

  • 23

    Gambar 2.2 Perawatan Sinkop

    Cari pertolongan medis jika korban:

    1. Mengalami episode pingsan berulang

    2. Tidak secara cepat menjadi responsive

    3. Menjadi tidak berrespon saat duduk atau berbaring

    4. Pingsan tanpa alasan

    b. Sinkop karena panas (Heat Exhaustion)

    Sinkop jenis ini terjadi pada mereka yang sehat, namun karena bekerja atau

    berkegiatan di tempat yang sangat panas sehingga pingsan. Biasanya korban

    mula-mula merasakan jantung yang berdebar-debar, mual, muntah, sakit

    kepala, kemudian pingsan. Keringat yang bercucuran pada orang pingsan

    diudara yang sangat panas merupakan petunjuk yang akurat

    Tindakan perawatannya adalah :

  • 24

    1. Bawa dan baringkan penderita di tempat yang teduh atau sejuk, lalu

    lakukan pertolongan pada seperti pada pertolonga pingsan biasa. Beri

    korban minum air garam dalam keadaan dingin

    2. Tindakan ini dilakukan saat korban telah sadar kembali

    c. Sinkop karena sengatan terik matahari (Heat Stroke)

    Sinkop karena sengatan terik matahari merupakan keadaan yang lebih berat

    dari pingsan karena heat exhaustion. Sengatan terik matahari terjadi karena

    kontak langsung dengan matahari dalam jangka waktu yang lama, tubuh

    bereaksi dengan mengeluarkan keringat banyak dalam waktu yang cukup

    lama sehingga menyebabkan kelenjar keringat kelelahan dan tidak mampu

    mengeluarkan keringat lagi. Hal ini berdampak panas yang mengenai tubuh

    tidak dihambat oleh pengeluaran keringat yang telah berkurang sehingga

    terjadi psinkop.

    Gejala sengatan panas matahari biasanya didahului oleh keringat yang

    mendadak menghilang. -

    -

    C. Muka korban dan pernapasannya cepat.

    Tindakan perawatannya adalah :

  • 25

    1. Tubuh korban harus segera didinginkan dengan membawanya ke tempat

    yang teduh, banyak angin (kalau perlu pakai kipas angin atau di ruangan

    ber-AC). Kompres kepalanya dengan air dingin atau es dalam kantong

    2. Jika memungkinkan, selubungi korban dengan sprei basah dan sesekali

    menyiramkan air dingin sampai kulit kembali berwarna normal

    3. Gosok atau pijatlah anggota badan kea rah jantung untuk memperlancar

    peredaran darah

    4. Usahakan agar korban tidak menggigil dengan jalan memijit-mijit kaki

    dan tangannya

    5. C, hentikan pengompresan dan

    bawa korban ke rumah sakit

    6. Korban memerlukan perawatan di rumah sakit karena penanganannya

    membutuhkan waktu lebih dari satu hari

    d. Sinkop karena kencing manis (Diabetes Mellitus)

    Penderita penyakit kencing manis dapat mengalami sinkop karena dosis

    insulin yang diberikan berlebihan sehingga glukosa sangat rendah. Dengan

    demikian pasokan glukosa ke otak rendah atau karena zat keton dalam darah

    sangat tinggi. Oleh karena itu, sebaiknya para penderita kencing manis selalu

    memberikan keterangan bahwa dirinya menderita diabetes. Jika ia mendapat

    suntikan insulin, perlu juga disebutkan dosis dan jenis insulin yang diberikan

  • 26

    sehingga apabila pingsan di jalan para penolong dapat segera mengetahui

    penyebabnya.

    Gejala kelebihan zat keton: akan terlihat kondisi penderita sangat sakit, kulit

    kering, dan kemerahan. Penderita haus, tidak merasa lapar, napas bau aseton,

    serta napasnya dalam dan cepat.

    Gejala kelebihan insulin: penderita terlihat lemah dan pucat. Tidak haus

    namun merasa sangat lapar. Biasanya napas tidak bau aseton dan napasnya

    normal/tidak cepat.

    Tindakan perawatan untuk korban siknop karena kelebihan zat insulin

    adalah:

    Korban ditolong seperti pada sinkop biasa. Ditambah beri asupan gula lewat

    dubur. Jika sudah sadar berikan minuman yang mengandung banyak gula

    sampai kondisinya pulih

    Tindakan perawatan untuk korban sinkop karena kelebihan zat keton adalah :

    1. Penderita harus segera dibawa ke rumah sakit sambil bandanya diselimuti

    2. Jika penolong ragu apakah karena kelebihan insulin atau zat keton, maka

    berikan saja pertolongan dengan pemberina minum air gula secukupnya

    3. Dengan pemberian gula akan menolong penderita karena jika bukan

    karena kelebihan insulin tidak merugikan, tetapi jika karena insulin

    penderita akan segera pulih. Namun setelah itu, korban segera dibawa ke

    rumah sakit

  • 27

    e. Sinkop karena keracunan

    Tindakan perawatannya adalah:

    Bersihkan saluran pernapasan korban dari lender, kotoran atau muntahan.

    Dalam kasus keracunan, penolong jangan memberikan napas buatan dengan

    cara mulut ke mulut karena bahay kontaminasi dari korban ke penolong.

    Tetapi gunakan tindakan pertolongan pernapasan dengan cara lain. Apabila

    racun tidak dapat dikenali, maka sementara berikan larutan norit (larutan

    arang batok kelapa di dalam air), putih telur, susu, dan air sebanyak-

    banyaknya untuk mengencerkan racun yang masuk dalam tubuh.

    f. Sinkop karena minuman keras

    Minuman keras misalnya yang beralkohol tinggi dapat membuat seseorang

    jadi mabuk. Bahkan, jika mabuk berat dapat menyebabkan pingsan.

    Tindakan perawatannya adalah: suruh korban tidur sampai pengaruh

    alkoholnya hilang. Lamanya tidur dipengaruhi seberapa banyak minum

    alcohol. Biasanya memerlukan 1-2 hari untuk tidur.

    g. Sinkop karena perdarahan otak

    Pingsan jenis ini biasanya karena tekanan darah mendadak tinggi dan

    menyebabkan pembuluh darah otak pecah yang disebut stroke perdarahan.

    Gejalanya adalah sakit kepala, mual, muntah, dan pingsan/koma. Setelah

    sadar dapat mengalami gangguan pada beberapa bagian tubuhnya,

  • 28

    diantaranya sulit berbicara, kelumpuhan separuh badan, dan bisa timbul

    kejang.

    Tindakan perawatannya adalah:

    Penderita harus segera dibawa ke rumah sakit. Apabila masih sadar, dapat

    diberi paracetamol atau sejenisnya sebagai pereda nyeri kepala.

    h. Sinkop karena kesedihan

    Kesedihan yang amat sangat dapat mengakibatkan seseorang menjadi labil

    emosinya dan dapat memicu terjadinya pingsan.

    Tindakan perawatannya adalah:

    Lakukan seperti pada sinkop biasa. Kalau perlu berikan obat penenang

    i. Sinkop karena cedera kepala

    Korban dikatakan cedera atau gegar otak apabila muncul gejala mual,

    muntah, dan penurunan kesadaran sampai koma setelah kepalanya terbentur.

    Tindakan perawatannya adalah:

    1. Bersihkan mulut dan saluran pernapasan korban dari kotoran, lender,

    ataupun muntahan

    2. Lalu baringkan korban dengan kepala miring ke samping untuk

    memudahkan muntahan keluar

    3. Korban jangan sering diangkat atau dipindahkan

    4. Bila ada perdarahb segera hentikan

  • 29

    5. Saat mengusung korban, perlakukan seperti penderita mengalami patah

    tulang leher

    6. Penderita yang sudah sadar, harus tetap berbaring dan dicegah agar tidak

    gelisah

    7. Setelah pertolongan dilakukan, segera bawa ke rumah sakit

    j. Sinkop karena nyeri

    Tindakan perawatannya adalah:

    Jika tidak terjadi tanda-tanda shock, korban ditolong sepertipada pertolongan

    sinkop biasa. Untuk menguranyi nyeri dapat diberikan obat pereda nyeri.

    k. Sinkop karena perdarahan

    Perdarahan berat dapat membuat penderita pingsan. Hal tersebut bisa terjadi

    karena darah banyak keluar sehingga korban kekurangan darah atau ia tidak

    tahan melihat darah sehingga pingsan.

    Tindakan perawatannya adalah:

    Jika tidak ada tanda-tanda shock, korban ditolong seperti pada sinkop biasa

    kemudian dihentikan perdarahannya.

  • 30

    2.3.5 Anamnesis

    Menurut Dewanto dkk (2009), anamnesis sinkop meliputi episode sinkop

    yang mencakup: faktor pencetus, aktivitas sebelum terjadinya sinkop, posisi pasien

    saat serangan sinkop misalnya berdiri, duduk, atau tidur, karena dapat membantu

    membedakan apakah sinkop kardiogenik atau nonkardiogenik. Klinisi juga sebaiknya

    mengumpulkan informasi mengenai gejala-gejala sebelum timbulnya sinkop, yaitu :

    rasa ingin pingsan, kepala terasa ringan, vertigo, kelemahan, diaphoresis, perasaan

    tidak nyaman di perut, mual, penglihatan kabur, pucat, dan parestesia sering terjadi

    sebelum sinkop. Sepertiga dari pasien (terutama lansia) hanya menampilkan sedikit

    gejala prodromal, bahkan ada yang tidak mengalaminya. Pada kasus-kasus demikian

    biasanya diikuti oleh trauma fisik, misalnya terjatuh.

    Riwayat penggunaan obat juga harus diteliti dengan seksama, terutama obat-

    obat yang sering dihubungkan dengan penyebab sinkop, antara lain:

    a. Obat-obatan yang menurunkan tekanan darah

    b. Obat-obatan yang mempengaruhi kesadaran

    c. Obat-obatan yang mempengaruhi curah jantung

    d. Obat-obatan yang memperpanjang interval QT

    2.3.6 Pemeriksaan fisik dan penunjang

    Menurut Dewanto dkk (2009), pemeriksaan fisik dan penunjang untuk korban

    sinkop adalah sebagai berikut:

  • 31

    a. Pemeriksaan jantung yang lengkap dan menyeluruh dapat memberikan

    gambaran mengenai penyebab sinkop

    b. Tanda-tanda vital

    c. Pemeriksaan neurologis sebagai barometer perbaikan ataupun perburukan

    gejala. Status mental biasanya normal

    d. Identifikasi trauma

    e. Beberapa pemeriksaan bedside dapat membantu menunjukkan sumber

    sinkop

    f. Pemeriksaan EKG 12 sadapan

    2.3.7 Pemeriksaan neurologis

    Pemeriksaan neurologis pada sinkop berdasarkan gangguannya yaitu:

    disfungsi autonom, gangguan serebrovaskuler, nonsycopal attack, dan evaluasi

    psikiatrik. Pada disfungsi autonom, sistem autonom tidak mampu menyesuaikan pada

    perubahan posisi sehingga menyebabkan hipotensi ortostasik dan sinkop. Derajat

    sinkop didasarkan pada lamanya dapat berdiri sebelum akhirnya duduk. Hipotensi dan

    gangguan miksi merupakan jenis disfungsi otonomi lainnya (Dewanto dkk, 2009).

    Gangguan serebrovaskuler juga menjadi salah satu penyebab terjadinya

    sinkop. Gangguan tersebut dikarenakan steal syndrome dan TIA. Steal syndrome ini

    terjadi stenosis pada proximal arteri subclavicula (ditandai dengan bruit pada leher

    bawah dan penurunan tekanan darah dan volume nadi lengan ipsilateral) yang dapat

    menyebabkan aliran retrogard arteri vertebralis ke bawah saat lengan digerakkan

  • 32

    (Ginsberg, 2007). TIA (Transient Ischemik Attack) gangguan fungsi otak singkat yang

    reversibel akibat hipoksia serebral (Corwin, 2009).

    Nonsycopal attack menjadi pemicu terjadinya sinkop meliputi epilepsy yang

    disebabkan oleh lepasnya listrik paroksimal dalam neuron serebral yang menyebabkan

    berbagai pola klinis berbeda termasuk sinkop (Rubenstein dkk, 2007). Katapleksi juga

    termasuk dalam nonsycopal attack. Penderita katapleksi mengalami serangan yang

    tiba-tiba dan hilangnya kelenturan otot temporal pada tubuh, sehingga seluruh otot

    lurik dalam tubuh terpengaruh dan bisa memicu terjadinya sinkop (Rafknowledge,

    2004). Jenis nonsycopal attack yang terakhir adalah drop attack yang merupakan

    kehilangan tonus otot yang tiba-tiba (Ginsberg, 2007).

    2.3.8 Indikasi rawat korban sinkop

    Perawatan pasien sinkop di rumah sakit mempertimbangkan 2 tujuan yang

    mendasari, yaitu diagnosis dan terapi. Kasus sinkop yang pada evaluasi awal belum

    diketahui penyebabnya dapat dirawat di rumah sakit. Kasus sinkop yang sudah ketahui

    diagnosanya pada evaluasi klinis awal, keputusan di rawat di rumah sakit tergantung

    pada prognosis dan etiologi yang mendasari dan perawatan yang dibutuhkan. Terapi

    yang diperoleh pasien sinkop meliputi terapi non farmakologis seperti pencegahan

    sekunder, ekspansi volume dan latihan ortostatik. Dan terapi farmakologisnya yaitu

    seperti penyakit-β, agonis-α, dan alat pacu jantung (Dewanto, 2009).

  • 33

    2.3.9 Prognosis

    Menurut Dewanto dkk (2009), penderita sinkop dengan disfungsi ventrikel

    (takikardi ventrikel) memiliki prognosis buruk. Beberapa gangguan jantung yang

    menyebabkan sinkop, tidak berhubungan dengan meningkatnya kematian, seperti

    takikardi supraventrikuler dan sick-sinus syndrome.

    Kelompok penderita sinkop dengan prognosis baik adalah:

    a. Pasien usia muda tanpa penyakit jantung dan EKG yang normal

    b. Neutrally-mediated syncope

    c. Hipotensi ortostatik

    2.4 Perawatan Epistaksis

    2.4.1 Pengertian epistaksis

    Epistaksis atau perdarahan hidung adalah jenis perdarahan spontan patologis

    yang sering. Biasanya terjadi sebagai erosi spontan salah satu pembuluh superfisial

    mukosa dekat dengan tepi septum hidung (Munir, Haryono, dan Rambe, 2006).

    2.4.2 Etiologi

    Menurut Punagi (2017) perdarahan hidung diawali oleh pecahnya pembuluh

    darah yang berjalan di submukosa hidung. Epistaksis dapat ditimbulkan oleh sebab-

    sebab lokal dan umum atau kelainan sistemik.

    a. Lokal

    1. Trauma

  • 34

    Perdarahan dapat terjadi karena trauma ringan misalnya bersin,

    mengorek hidung, trauma seperti terpukul, jatuh dan sebagainya.

    Iritasi gas yang merangsang dan trauma pada saat pembedahan dapat

    juga menyebabkan epistaksis.

    2. Infeksi

    Infeksi hidung seperti rinosinusitis serta granuloma spesifik, seperti

    lupus, sifilis dan lepra dapat menyebabkan epistaksis.

    3. Neoplasma

    Epistaksis yang berhubungan dengan neoplasma biasanya sedikit dan

    intermitten, kadangkadang ditandai dengan mukus yang bernoda

    darah. Neoplasma yang dapat menyebabkan epistaksis masif seperti

    hemangioma, karsinoma, serta angiofibroma nasofaring.

    4. Kelainan kongenital

    Kelainan kongenital yang sering menyebabkan epistaksis adalah

    perdarahan telangiektasis herediter.

    5. Pengaruh lingkungan

    Epistaksis sering terjadi pada udara yang kering dan saat musim

    dingin yang disebabkan dehumidifikasi mukosa nasal.

    6. Operasi

    b. Sistemik

    1. Kelainan darah, misalnya leukemia, trombositopenia, dan hemophilia

  • 35

    2. Penyakit kardiovaskuler, misalnya hipertensi dan arteriosklerosis

    3. Infeksi Akut, biasanya infeksi akut pada demam berdarah, influenza,

    morbili dan tifoid

    4. Gangguan endokrin

    Pada saat hamil terjadi peningkatan estrogen dan progesteron yang

    tinggi di pembuluh darah yang menuju ke seluruh membran mukosa

    dalam tubuh termasuk di hidung yang menyebabkan mukosa edema

    dan rapuh sehingga terjadi epistaksis.

    5. Alkoholisme

    Meningkatnya tekanan intravaskular yang dapat mengakibatkan

    pecahnya pembuluh darah sehingga terjadi epistaksis.

    6. Penyakit Von Willebrand.

    2.4.3 Manifestasi klinis Epistaksis

    Menurut Budiman (2011), manifestasi klinis dari epistaksis dapat ditandai

    dengan tanda-tanda seperti berikut :

    a. Darah berwarna merah cerah yang keluar dari lubang hidung, berasal dari

    hidung interior

    b. Darah yang berwarna merah gelap atau cerah dari bagian belakang

    tenggorokan, berasal dari hidung posterior (umumnya disalah artikan

    sebagai hemoptisis karena adanya ekspektorasi)

    c. Pusing dan terkadang sulit bernapas

  • 36

    d. Perembesan di belakang septum nasal, di telinga tengah dan di sudut mata

    e. Hemoragi parah (berlangsung lebih dari 10 menit setelah ditekan)

    berakibat: hipotensi, denyut nadi cepat, dispnea dan pucat, darah yang

    hilang bisa mencapai 1 liter setiap jam pada orang dewasa

    2.4.4 Tipe-tipe epistaksis

    Menurut Mangunkusumo dan Wardhani (2007) berdasarkan lokasinya,

    epistaksis dapat dibagi atas :

    a. Epistaksis anterior

    Epistaksis anterior berasal dari pleksus kiesselbach (Little’s Area),

    perdarahan biasanya ringan, terjadi pada permukaan mukosa hiperemsis

    atau karena kebiasaan mengorek hidung yang seruing terjadi pada anak-

    anak. Selain itu juga dapat berasal dari arteri ethmoidalis anterior. Daerah

    ini rentan terhadap kelembapan udara yang di inspirasi dan trauma.

    Akibatnya dapat terjadi ulkus, rupture, atau kondisi patologik lainnya

    yang selanjutnya akan menyebabkan perdarahan. Perdarahan dapat

    berhenti sendiri (spontan) dan dapat dikendalikan dengan tindakan

    sederhana.

  • 37

    Gambar 2.3 Epistaksis Anterior

    b. Epistaksis posterior

    Epistaksis posterior dapat berasal dari arteri sfenopalatina (area

    Woodruff, di bawah bagian posterior kanka nasalis inferior) dan arteri

    ethmoid posterior. Perdarahan biasanya hebat dan jarang berhenti dengan

    sendirinya. Pasien mengeluh darah di belakang tenggorokannya. Sering

    ditemukan pada pasien hipertensi, arteriosklerosis atau pasien dengan

    penyakit kardiovaskuler.

  • 38

    Gambar 2.4 Epistaksis Posterior

    2.4.5 Patofisiologi epistaksis

    Pada orang yang berusia menengah dan lanjut, pemeriksaan arteri kecil dan

    sedang terlihat perubahan progresif dari otot pembuluh darah tunika media menjadi

    jaringan kolagen. Perubahan tersebut bervariasi dari fibrosis interstitial sampai

    perubahan yang komplet menjadi jaringan parut. Perubahan tersebut memperlihatkan

    gagalnya kontraksi pembuluh darah karena hilangnya otot tunika media yang menjadi

    jaringan kolagen sehingga mengakibatkan perdarahan yang banyak dan lama.

    Pada orang yang lebih muda, pemeriksaan di lokasi perdarahan setelah

    terjadinya epistaksis memperlihatkan area yang tipis dan lemah. Kelemahan dinding

    pembuluh darah ini disebabkan oleh trauma atau iskemia lokal (Munir et al, 2006)

    2.4.6 Komplikasi epistaksis

    Menurut Iskandar (2006), komplikasi epistaksis dapat terjadi sebagai akibat

    dari epistaksis itu sendiri dan juga akibat dari upaya penanggulangan yang dilakukan.

  • 39

    Perdarahan yang hebat dapat menyebabkan aspirasi darah ke dalam saluran napas

    bawah, juga dapat menyebabkan syok, anemia, dan gagal ginjal. Turunnya tekanan

    darah secara mendadak dapat menyebabkan hipoksia, edema serebri, insufisiensi

    koroner sampai infark miokard sehingga dapat menyebabkan kematian.

    2.4.7 Pencegahan epistaksis

    Menurut Freeman (2007), pencegahan epistaksis yaitu dengan cara sebagai berikut :

    a. Gunakan semprotan hidung atau tetes larutan garam, yang keduanya dapat

    dibeli, teteskan pada kedua lubang dua sampai tiga kali dalam sehari.

    Untuk membuat tetes larutan ini dapat mencampur satu sendok the garam

    ke dalam secangkir gelas, didihkan selama 20 menit lalu biarkan sampai

    hangat kuku

    b. Gunakan alat untuk melembabkan udara di rumah

    c. Gunakan gel larut air di hidung, oleskan dengan cotton bud. Jangan

    memasukkan cotton bud melebihi 0,5 – 6cm ke dalam hidung

    d. Hindari meniup melalui hidung terlalu keras

    e. Bersin melalui mulut

    f. Hindari memasukkan benda keras ke dalam hidung, termasuk jari

    g. Batasi penggunaan obat-obatan yang dapat meningkatkan perdarahan

    seperti ibuprofen atau aspirin

    h. Konsultasi ke dokter jika alergi tidak bisa d tangani oleh obat alergi biasa

  • 40

    i. Berhenti merokok, karena merokok bisa menyebabkan hidung kering dan

    menyebakan iritasi

    2.4.8 Perawatan sederhana pada korban epistaksis

    Menurut Kindersley (2009), pertolongan pertama yang dapat dilakukan pada

    korban epistaksis adalah sebagai berikut:

    a. Bantulah korban untuk duduk dengan mencondongkan tubuhnya ke

    depan. Mintalah untuk bernapas melalui mulutnya. Pencet hidung korban

    selama 10 menit, kemudian lepaskan.

    b. Minta korban untuk meludahkan cairan berlebihan yang ada di mulutnya.

    Jika perdarahan belum berhenti, pencet kembali hidungnya selama 10

    menit, lalu lepaskan. Jika masih berdarah lagi, pencet lagi.

    c. Setelah perdarahan berhenti, gunakan kapas yang telah direndam air

    suam-suam kuku untuk membersihkan wajah korban. Sarankan korban

    untuk beristirahat dan tidak meniup hidungnya. Jika dalam beberapa jam

    setelahnya korban mengorek (atau meniup) hidungnya, perdarahan dapat

    terjadi kembali.

  • 41

    Gambar 2.5 Perawatan Epistaksis

    2.4.9 Anamnesis epistaksis

    Menurut Adam et al (1997), anamnesis yang penting ditanyakan pada korban

    epistaksis adalah:

    c. Riwayat perdarahan sebelumnya

    d. Lokasi terjadinya perdarahan

    e. Apakah ada darah yang mengalir ke dalam tenggorokan atau keluar dari

    hidung bila korban duduk tegak?

    f. Frekuensi perdarahan

    g. Riwayat gangguan perdarahan dalam keluarga

  • 42

    h. Hipertensi

    i. Diabetes mellitus

    j. Penyakit hati

    k. Penggunaan antikoagulan

    l. Trauma hidung yang belum lama

    2.4.10 Pemeriksaan penunjang

    Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan untuk korban epistaksis

    adalah:

    a. Pemeriksaan darah tepi lengkap

    b. Fungsi hemostatis

    c. Uji faal ginjal dan faal hati

    d. Pemeriksaan foto hidung, sinus paranasal, dan nasofaring

    e. CT scan dan MRI dapat diindikasikan untuk menentukan adanya

    rinosinusitis, benda asing, dan neoplasma. Jika diperlukan pemeriksaan

    radiologi hidung, sinus paranasal dan nasofaring dapat dilakukan setelah

    keadaan akut dapat diatasi (Soepardi dkk, 2000).

    2.2.1 Pencegahan epistaksis berlanjut

    Menurut Hagen & Millman (2013), upaya untuk mencegah berlanjutnya

    epistaksis yaitu dengan cara sebagai berikut:

  • 43

    a. Jangan hembuskan napas dari hidung atau membungkuk sampai beberapa

    jam setelah perdarahan. Pertahankan kepala lebih tinggi dari posisi

    jantung anda. Jangan mengorek hidung.

    b. Jika perdarahan kembali terjadi, hembuskan napas dengan hati-hati untuk

    membersihkan hidung dari bekuan darah, dan semprotkan kedua sisi

    hidung dengan semprotan nasal dengokestan yang mengandung

    oksimetazolin atau fenilefrin. Jepit hidung anda kembali.

    2.5 Sekolah

    2.5.1 Pengertian sekolah

    Sekolah adalah sistem interaksi sosial suatu organisasi keseluruhan terdiri atas

    interaksi pribadi terkait dalam suatu hubungan organik (Atmodiwiro, 2000).

    Sedangkan menurut undang-undang no. 2 tahun 1989 sekolah adalah satuan

    pendidikan yang berjenjang dan berkesinambungan untuk menyelenggarakan

    kegiatan belajar mengajar.

    2.5.2 Tanggung jawab sekolah

    Sekolah memiliki tanggung jawab yang besar terhadap perkembangan peserta

    didik dan peningkatan mutu pendidikan di sekolah dengan mendayagunakan

    komponen-komponen sekolah secara maksimal dalam kehidupan bermasyarakat yang

    bersifat nyata di sekitarnya (Daryanto, 2007).

  • 44

    2.5.3 Fungsi sekolah

    Menurut Simanjuntak (2000), dibidang pendidikan dan sosial sekolah

    memeliki fungsi yaitu membina dan mengembangkan sikap mental peserta didik dan

    menyelenggarakan pendidikan yang bermutu dengan melaksanakan pengelolaan

    komponen-komponen sekolah, melaksanakan administrasi sekolah dan melaksanakan

    supervise.

    Secara garis besar, fungsi sekolah:

    a. Mendidik calon warganegara yang dewasa

    b. Mempersiapkan calon warga masyarakat

    c. Mengembangkan cita-cita profesi kerja

    d. Mempersiapkan calon pembentuk keluarga yang baru

    e. Pengembangan pribadi (realisasi pribadi)

  • 45

    BAB 3

    KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESA

    3.1 Kerangka Konseptual

    Kerangka konseptual adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin

    diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang dilakukan (Notoatmodjo,

    2010)

    Pendidikan Kesehatan

    Faktor-faktor yang

    mempengaruhi pendidikan

    kesehatan:

    1. Tingkat pendidikan

    2. Tingkat sosial ekonomi

    3. Adat istiadat

    4. Kepercayaan masyarakat

    5. Ketersediaan waktu di

    masyarakat

    Sinkop Epistaksis

    Siswa

    Keterampilan Perawatan

    Epistaksis

    1. Baik

    2. Cukup

    3. Kurang

    Sinkop

    1. Baik

    2. Cukup

    3. Kurang

  • 46

    Keterangan:

    : diteliti : berpengaruh

    : tidak diteliti

    Gambar 3.1 Bagan Kerangka Konsep pengaruh Pendidikan kesehatan terhadap

    keterampilan perawatan sinkop dan epistaksis di MI Plus Bunga Bangsa

    Dolopo Madiun

    Dari kerangka konsep di atas, faktor yang mempengaruhi pendidikan kesehatan

    adalah tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, adat istiadat, kepercayaan

    masyarakat, dan ketersediaan waktu di masyarakat (Saragih, 2010). Dari lima faktor

    tersebut akan mempengaruhi keberhasilan suatu pendidikan kesehatan yang

    menciptakan keterampilan perawatan pada sinkop dan epistaksis. Tingkat keterampilan

    perawatan sinkop dan epistaksis ada 3, yaitu baik, cukup, dan kurang.

    3.2 Hipotesis Penelitian

    Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan

    penelitian (Nursalam, 2016). Hipotesis pada penelitian ini adalah:

    H1 diterima: ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap keterampilan perawatan

    sinkop dan epistaksis di MI Plus Bunga Bangsa Dolopo Madiun.

    H1 ditolak : tidak pengaruh pendidikan kesehatan terhadap keterampilan perawatan

    sinkop dan epistaksis di MI Plus Bunga Bangsa Dolopo Madiun.

  • 47

    BAB 4

    METODOLOGI PENELITIAN

    4.1 Desain Penelitian

    Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pra experiment yaitu one

    group pre test post test design. Adapun desain dalam penelitian ini dapat dijelaskan

    pada skema sebagai berikut (Nursalam, 2013).

    Gambar 4.1 Desain penelitian One Group Pre test Post test

    Pre test Perlakuan Post test

    Keterangan:

    01 : sebelum diberikan pendidikan kesehatan sinkop dan epistaksis

    X : pemberian pendidikan kesehatan sinkop dan epistaksis

    02 : setelah diberikan pendidikan kesehatan sinkop dan epistaksis

    Dengan randomisasi (R) maka dalam kedua kelompok mempunyai sifat yang

    sama sebelum dilakukan intervensi (perlakuan). Karena pada kedua kelompok sama

    pada awalnya, maka perbedaan hasil post test pada kelompok tersebut dapat disebut

    sebagai pengaruh dari intervensi atau perlakuan (Notoatmodjo, 2012).

    01 X 02

  • 48

    4.2 Populasi dan Sampel

    4.2.1 Populasi

    Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswi kelas 5 MI Plus Bunga

    Bangsa Dolopo Madiun yang berjumlah 64 siswa yang menjadi petugas UKS.

    4.2.2 Sampel

    Sampel yang diambil dari penelitian ini adalah siswa yang menjadi petugas

    UKS dan memenuhi kriteria. Besar sampel dihitung menggunakan Rumus Slovin

    sebagai berikut:

    n = N

    1 + N (d)2

    Keterangan :

    n : besar sampel

    N : besar populasi

    D : tingkat signifikan p (0,05)

    n = 64

    1 + 64(0,05)2

    n = 64

    1 + 64(0,0025)

    n = 64

    1 + 0,16

    n = 64

    1,16

  • 49

    n = 55,17 = 55

    Sehingga dengam menggunakan rumus diatas maka besar sampel yang

    diperlukan untuk tingkat keterampilan perawatan sinkop dan epistaksis penelitian ini

    adalah n=55, yang berarti 55 siswa.

    4.2.3 Kriteria sampel

    Sampel didapat dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi.

    a. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:

    1. Dapat berkomunikasi dengan baik

    2. Bersedia menjadi responden penelitian

    3. Sehat jasmani dan rohani

    b. Kriteria eksklusi adalah siswa yang tidak hadir saat penelitian.

    4.3 Teknik Sampling

    Dalam penelitian ini menggunakan teknik sampling probabilitas (random

    sampling). Dengan menggunakan pengambilan sampel secara acak sederhana (simple

    random sampling), dimana sampel diambil secara acak sehingga semua sampel

    mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel dalam penelitian.

    Alasan peneliti dalam pemilihan pengambilan sampel secara acak sederhana ini

    karena populasi bersifat homogen, dan ukuran besar populasi sudah pasti.

  • 50

    4.4 Kerangka Kerja

    Gambar 4.2 Kerangka Kerja Penelitian Pengaruh Pendidikan Kesehatan terhadap

    keterampilan perawatan sinkop dan epistaksis

    Populasi

    Siswa kelas 5 MI Plus Bunga Bangsa Dolopo Madiun sebanyak 64 siswa

    yang menjadi petugas UKS

    Sampel

    Siswa kelas 5 MI Plus Bunga Bangsa Dolopo Madiun sebanyak 55 siswa

    yang sesuai dengan kriteria inklusi

    Sampling : Teknik simple random sampling

    Desain penelitian : Pra Eksperimen dengan pendekatan one group pretest-

    posttest

    Pengolahan Data pre post test perawatan sinkop dan epistaksis Editing,

    scoring, coding, tabulating, entry data, cleaning

    Analisis data: uji wilcoxon test

    Hasil, pembahasan dan kesimpulan pengaruh pendidikan terhadap

    keterampilan perawatan sinkop dan epistaksis

    Pre test

    Pendidikan kesehatan

    sinkop dan epistaksis

    Post test

  • 51

    4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

    4.5.1 Identifikasi Variabel

    Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu:

    1. Variabel Independen (bebas)

    Variabel independen dalam penelitian ini adalah Pendidikan Kesehatan

    2. Variabel Dependen (terikat)

    Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Keterampilan Perawatan

    Sinkop dan Epistaksis.

    4.5.2 Definisi Operasional

    Variabel Definisi

    Operasional

    Parameter Alat Ukur Skala Skor

    Independen:

    Pendidikan

    kesehatan

    Pemberian

    penyuluhan

    tentang

    kesehatan

    untuk

    memberikan

    infirmasi

    guna

    meningkatka

    n

    pengetahuan

    sinkop dan

    epistaksis di

    MI Plus

    Bunga

    Bangsa

    Dolopo

    Kabupaten

    Madiun

    Pendidikan

    kesehatan

    dibagi

    menjadi dua:

    sebelum dan

    sesudah

    mendapat

    pendidikan

    kesehatan

    1.

    - - -

    Dependen:

    Keterampilan

    Reaksi atau

    respon dari

    Keterampilan

    perawatan

    Lembar

    observasi

    Ordinal Skor

    penilaian

  • 52

    perawatan

    sinkop dan

    epistaksis

    seorang

    murid

    terhadap

    stimulus atau

    obyek dalam

    melakukan

    perawatan

    sinkop dan

    epistaksis di

    MI Plus

    Bunga

    Bangsa

    Dolopo

    Kabupaten

    Madiun

    menyadarkan

    korban

    sinkop dan

    menghentika

    n perdarahan

    pada korban

    epistaksis

    perawatan

    sinkop dan

    lembar

    observasi

    Perawatan

    epistaksis

    kemampuan

    :

    Baik: x ≥36

    Cukup: 24 ≤

    x < 36

    Kurang: x <

    24

    (Azwar,

    2011)

    4.6 Instrumen Penelitian

    Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi dan

    SOP perawatan sinkop dan epistaksis. Lembar observasi diisi sesuai dengan

    keterampilan siswa dalam mempraktekkan perawatan sinkop dan epistaksis yang ada

    di SOP.

    4.7 Lokasi Penelitian

    Penelitian ini akan dilaksanakan di MI Plus Bunga Bangsa Kecamatan Dolopo

    Kabupaten Madiun.

    4.8 Waktu Penelitian

    Waktu penelitian dilakukan pada bulan April sampai Juli 2018.

    4.9 Prosedur Pengumpulan Data

    a. Menyampaikan persetujuan judul penelitian sebagai pengantar surat

    permohonan izin melaksanakan penelitian kepada ketua STIKES Bhakti

  • 53

    Husada Mulia Madiun untuk melakukan penelitian di MI Plus Bunga Bangsa

    Dolopo Madiun.

    b. Menyampaikan surat permohonan ijin melaksanakan penelitian kepada bagian

    Instansi kantor MI Plus Bunga Bangsa untuk melaksanakan penelitian di MI

    Plus Bunga Bangsa

    c. Pelaksanaan penelitian di MI Plus Bunga Bangsa