referat sinkop

66
DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN SINKOP Dian Pratiwi, Muzakkir Amir I. PENDAHULUAN Sinkop adalah masalah klinis penting karena merupakan hal yang umum, mahal, dan seringkali mengganggu; hal ini dapat menyebabkan cedera dan mungkin merupakan satu-satunya tanda bahaya sebelum Sudden Cardiac Death (SCD) .Wisten dan kawan kawan melaporkan bahwa 25% dari 162 korban SCD berusia 15-35 tahun awalnya mengalami sinkop atau presinkop. Pasien dengan sinkop yang menjalani perawatan di rumah sakit berjumlah 1% dan 3% menjalani perawatan di unit gawat darurat. Beberapa survei melaporkan bahwa hingga 50% orang pada usia dewasa muda pernah mengalami episode kehilangan kesadaran. Kebanyakan dari episode ini terisolasi dan tidak pernah mendapat perhatian medis. 1 Salah satu penyebab utama sinkop adalah kausa kardiovaskular. Hal ini dihubungkan dengan mortalitas yang tinggi pada pasien dengan riwayat penyakit jantung sebelumnya, iskemia miokard transien, dan kelainan jantung lain yang lebih jarang. 2 Tujuan utama evaluasi pasien dengan sinkop adalah untuk menentukan apakah pasien memiliki peningkatan 1

Upload: dian-pratiwi

Post on 06-Dec-2015

108 views

Category:

Documents


18 download

DESCRIPTION

Diagnosis dan Tatalaksana Sinkop

TRANSCRIPT

Page 1: REFERAT SINKOP

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN SINKOP

Dian Pratiwi, Muzakkir Amir

I. PENDAHULUAN

Sinkop adalah masalah klinis penting karena merupakan hal yang umum,

mahal, dan seringkali mengganggu; hal ini dapat menyebabkan cedera dan mungkin

merupakan satu-satunya tanda bahaya sebelum Sudden Cardiac Death (SCD) .Wisten

dan kawan kawan melaporkan bahwa 25% dari 162 korban SCD berusia 15-35 tahun

awalnya mengalami sinkop atau presinkop. Pasien dengan sinkop yang menjalani

perawatan di rumah sakit berjumlah 1% dan 3% menjalani perawatan di unit gawat

darurat. Beberapa survei melaporkan bahwa hingga 50% orang pada usia dewasa

muda pernah mengalami episode kehilangan kesadaran. Kebanyakan dari episode ini

terisolasi dan tidak pernah mendapat perhatian medis.1

Salah satu penyebab utama sinkop adalah kausa kardiovaskular. Hal ini

dihubungkan dengan mortalitas yang tinggi pada pasien dengan riwayat penyakit

jantung sebelumnya, iskemia miokard transien, dan kelainan jantung lain yang lebih

jarang.2

Tujuan utama evaluasi pasien dengan sinkop adalah untuk menentukan

apakah pasien memiliki peningkatan resiko kematian. Hal ini melibatkan identifikasi

pasien dengan iskemik miokard, sindrom Wolff-Parkinson White, dan penyakit

genetik yang secara potensial dapat mengancam nyawa seperti long QT syndrome

(LQTS), sindrom brugada dan takikardi ventrikular polimorfik katekolaminergik.2

Bila diagnosis ini dapat disingkirkan, sasaran kemudian diarahkan untuk

identifikasi penyebab sinkop dalam usaha meningkatkan kualitas hidup pasien dan

mencegah cedera pada pasien maupun orang lain.1

II. DEFINISI

1

Page 2: REFERAT SINKOP

Sinkop adalah kehilangan kesadaran sementara akibat hipoperfusi serebral

global transien dicirikan dengan onset cepat, durasi yang pendek, dan pemulihan

spontan. Kehilangan kesadaran dihasilkan dari penurunan aliran darah ke sistem

aktivasi retikular yang berlokasi pada batang otak dan tidak membutuhkan terapi

listrik atau kimia untuk kembali normal.3

Metabolisme otak, berbeda dengan organ-organ lain, sangat bergantung pada

perfusi. Konsekuensinya, pembatasan pada aliran darah serebral selama sekitar 10

detik dapat menyebabkan kehilangan kesadaran. Restorasi tingkah laku dan orientasi

setelah episode sinkop biasanya terjadi segera. Amnesia retrograde, meskipun jarang,

dapat terjadi pada pasien tua. Sinkop, sebagaimana didefinisikan disini,

merepresentasikan sebuah cabang dari spektrum kondisi yang jauh lebih luas sebagai

penyebab kehilangan kesadaran, termasuk kondisi seperti stroke dan kejang epileptik.

Penyebab nonsinkopal kehilangan kesadaran sementara berbeda dalam hal

mekanisme dan durasinya. 1,4,5

Faktanya, definisi dapat diperluas menjadi T-LOC (transien loss of

consiousnness), sebuah istilah yang sengaja dibuat untuk mencakup semua gangguan

yang dicirikan dengan kehilangan kesadaran (LOC= Loss of consciousness) yang self

limited, tanpa memandang mekanismenya. Dengan membedakan T-LOC dan sinkop,

definisi terkini meminimalkan kebingungan konseptual dan diagnosis. Dahulu,

literatur seringkali tidak mendefinisikan sinkop, atau mendefinisikannya dengan cara

berbeda. Istilah sinkop dahulu biasanya digunakan untuk T-LOC, termasuk kejang

epilektik dan bahkan stroke pada sinkop. Sumber yang membingungkan ini mungkin

masih sering didapatkan pada literatur.6

2

Page 3: REFERAT SINKOP

Gambar 1. Konteks kehilangan kesadaran transien (T-LOC= transien loss of consciousness, SCD= sudden cardiac death) (diadaptasi dari Moya A, Sutton R, Ammirati F, et al. Guidelines for The Diagnosis and Management of Syncope: The Task Force for The Diagnosis and Management of Syncope of The European Society of Cardiology (ESC). European Heart Journal 2009;30:2635)

Istilah pre sinkopal digunakan untuk menggambarkan gejala dan tanda yang

terjadi sebelum kehilangan kesadaran pada sinkop disinonimkan dengan tanda

bahaya atau gejala prodromal. Istilah pre sinkop atau near-syncope biasanya

digunakan untuk menggambarkan kondisi yang mirip dengan gejala prodromal

sinkop namun tidak diikuti dengan kehilangan kesadaran. Masih belum jelas apakah

mekanisme yang terlibat sama seperti halnya pada sinkop.3

3

Tidak

Tidak

JatuhJatuh

Kesadaran berubahKesadaran berubah

KomaKoma

Failed SCDFailed SCD Lainnya

Lainnya

Hilang Kesadaran?Hilang Kesadaran?

Transien?Onset cepat?Durasi cepat?

Pulih spontan?

Transien?Onset cepat?Durasi cepat?

Pulih spontan?

ya

ya

Page 4: REFERAT SINKOP

III. EPIDEMIOLOGI

Sinkop sering ditemukan pada populasi umum dan episode pertama biasanya

muncul pada kelompok usia tertentu seperti yang digambarkan pada gambar 2.3

Prevalensi dan insiden sinkop meningkat seiring pertambahan usia dengan

30% angka kejadian rekuren.7

Gambar 2. Presentasi skematik pada distribusi usia dan insiden kumulatif episode pertama sinkop pada populasi umum dengan subjek hingga usia 80 tahun. Data dari subjek usia 5-60 tahun berasal dari studi oleh Ganzeboom et al. Data dari subjek <5 tahun didasarkan pada studi oleh Lambrosso et al. dan subjek berusia 60-80 tahun didasarkan dari data oleh Soteriades et al. (dikutip dari Moya A, Sutton R, Ammirati F, et al. Guidelines for The Diagnosis and Management of Syncope: The Task Force for The Diagnosis and Management of Syncope of The European Society of Cardiology (ESC). European Heart Journal 2009;30:2640)

Sekitar 1% balita dapat mengalami bentuk sinkop vasovagal

(VVS=vasovagal syncope). Terdapat prevalensi yang tinggi episode pertama

pingsan diantara usia 1 hingga 30 tahun, dengan puncaknya 47% pada wanita dan

31% pada pria sekitar usia 15 tahun.8,9

Sinkop refleks sejauh ini merupakan penyebab paling sering. Sebaliknya,

frekuensi kejang epilepsi pada kelompok usia muda yang sama jauh lebih rendah

4

Page 5: REFERAT SINKOP

(<1%) dan sinkop akibat aritmia jantung bahkan jauh lebih sedikit. Pada sebuah

studi kohort, hanya 5% orang dewasa pada populasi yang mengalami episode

pertama sinkop pada usia diatas 40 tahun. Mayoritas mengalami episode pertama

sinkop dimediasi refleks pada masa awal masa remaja. Terdapat puncak insidens

pada usia diatas 65 tahun baik pada wanita maupun pria. Pada studi Framingham,

insidens sinkop memperlihatkan peningkatan tajam setelah usia 70 tahun, dari 5,7

kejadian per 1000 orang per tahun pada pria usia 60-69 tahun menjadi 11.1 pada

pria usia 70-79 tahun. Meskipun demikian, pada usia dewasa tua dan geriatri (>60

tahun) insiden kumulatif sinkop menjadi lebih sulit diketahui akibat adanya bias

riwayat episode pingsan puluhan tahun sebelumnya.10,11

Distribusi penyebab sinkop bervariasi berdasarkan usia pasien dan latar

klinis dimana pasien dievaluasi. Sinkop refleks merupakan penyebab sinkop yang

paling sering. Sinkop sekunder akibat penyakit kardiovaskular merupakan

penyebab kedua tersering. Pada pasien <40 tahun, hipotensi ortostatik adalah

penyebab sinkop yang jarang. Hipotensi ortostatik sering ditemukan pada pasien

lansia. Kondisi nonsinkopal, yang salah didiagnosis sebagai sinkop pada evaluasi

awal, lebih sering ditemukan pada unit gawat darurat dan merefleksikan

kompleksitas multifaktorial pada pasien tersebut.1,3

Sebuah studi yang diturunkan dari data dasar Medicare melaporkan biaya

tahunan perawatan di rumah sakit untuk manajemen pasien dengan sinkop sebesar

2.4 miliar dollar. Pasien yang mengalami sinkop juga melaporkan penurunan

kualitas hidup secara bermakna. Sebagai tambahan, sinkop dapat menyebabkan

cedera traumatik. Sebuah studi melaporkan bahwa 29% pasien dengan sinkop

yang menjalani perawatan pada unit gawat darurat mengalami cedera traumatik

minor dan 5% mengalami cedera traumatik berat termasuk cedera mayor akibat

kecelakaan lalu lintas disebabkan sinkop.7

IV. KLASIFIKASI

5

Page 6: REFERAT SINKOP

Tabel 1 menggambarkan klasifikasi patofisiologikal penyebab pokok

sinkop. Pembedaan dalam patofisiologi turunnya tekanan darah sistemik diikuti

turunnya aliran darah serebral global sebagai dasar sinkop menjadi acuan

klasifikasi ini. 12

Tabel 1. Klasifikasi Sinkop

Sinkop refleks (Neurally-mediated syncope)Vasovagal :

- Dimediasi stress emosional: rasa takut, nyeri, instrumentasi, fobia darah- Dimediasi stress ortostatik

Situasional- Batuk, bersin- Stimulasi gastrointestinal (menelan, defekasi, nyeri viseral)- Miksi/pasca miksi- Pasca latihan- Postprandial- Lainnya (contohnya tertawa, memainkan alat musik tiup, angkat beban)

Sinkop Sinus KarotidBentuk Atipikal (Tanpa pemicu yang tampak dan/atau manifestasi klinis yang atipikal)

Sinkop akibat hipotensi ortostatikGangguan otonomik primer :

- Gangguan otonomik murni, atrofi sistem multipel, Penyakit parkinson dengan kegagalan otonomik, lewy body dementia

Gangguan otonomik sekunder :- diabetes, amiloidosis, uremia, cedera spinal

Hipotensi ortostatik diinduksi obat :- Alkohol, vasodilator, diuretik, fenotiazine, antidepresan

Deplesi Volume- Perdarahan, diare, muntah, dsb

Sinkop Kardiak (Kardiovaskular)Aritmia sebagai penyebab primer

Bradikardia :- Disfungsi nodus sinus (termasuk sindrom bradikardi/takikardi)- Penyakit pada sistem konduksi atrioventrikular

Takikardia :- Supraventrikular- Ventrikular (Idiopatik, sekuder akibat penyakit jantung struktural atau channelopathies)

Drug induced bradikardia dan takiaritmiaPenyakit struktural

Jantung: Penyakit katup, infark miokard akut/iskemia, kardiomiopati obstruktif, massa kardiak (miksoma atrial, tumor, dsb), penyakit perikardium/tamponade, anomali kongenital pada arteri koroner, disfungsi katup prostetik.Penyebab lain: Emboli paru, diseksi aorta akut, hipertensi pulmonal

(Diadaptasi dari Moya A, Sutton R, Ammirati F, et al. Guidelines for The Diagnosis and Management of Syncope: The Task Force for The Diagnosis and Management of Syncope of The European Society of Cardiology (ESC). European Heart Journal 2009;30:2646)

V. PATOFISIOLOGI

6

Page 7: REFERAT SINKOP

Pada individu muda sehat dengan aliran darah serebral sekitar 50-60 ml/100

gram jaringan/menit, sekitar 12-15% dari total kardiak output pada saat istirahat,

kebutuhan oksigen minimum yang dibutuhkan untuk mempertahankan kesadaran

(sekitar 3.0-3.5 ml O2/100 gram jaringan/menit) dapat dengan mudah dicapai. Namun

demikian, pada individu yang lebih tua, batas aman untuk suplai oksigen mungkin

lebih rendah.4

Penurunan aliran darah secara tiba-tiba selama setidaknya 6-8 detik cukup

untuk menyebabkan kehilangan kesadaran secara penuh. Evaluasi tilt test

memperlihatkan penurunan tekanan darah sistolik menjadi 60 mmHg atau kurang

dihubungkan dengan sinkop. Lebih jauh, diestimasikan penurunan suplai oksigen

serebral setidaknya sebesar 20% cukup untuk menyebabkan kehilangan kesadaran.4,12

Tekanan darah sistemik ditentukan oleh ditentukan oleh Cardiac output (CO)

dan resistensi vaskular perifer total, dan penurunan salah satunya dapat menyebabkan

sinkop, namun kombinasi dari keduanya seringkali ditemukan, meskipun kontribusi

relatif dari masing-masing faktor dapat bervariasi.3

Gambar 3 menjelaskan bagaimana patofisiologi sinkop, dengan tekanan darah

yang rendah/hipoperfusi serebral global sebagai pusatnya, berdampingan dengan

resistensi perifer yang rendah atau tidak adekuat dan kardiak output yang rendah.3

7

Page 8: REFERAT SINKOP

Gambar 3. Dasar patofisiologi klasifikasi sinkop. ANF=Autonomic nervous failure (gangguan nervus otonomik), ANS= Autonomic nervous system (sistem saraf otonom); BP= Blood pressure; low periph. resist.=Low peripheral resistance; OH = Ortostatic Hypotension.(dikutip dari Moya A, Sutton R, Ammirati F, et al. Guidelines for The Diagnosis and Management of Syncope: The Task Force for The Diagnosis and Management of Syncope of The European Society of Cardiology (ESC). European Heart Journal 2009;30:2637)

Resistensi perifer yang rendah atau tidak adekuat dapat diakibatkan oleh

aktivitas refleks yang tidak sesuai menyebabkan vasodilatasi dan bradikardia

bermanifestasi sebagai sinkop refleks tipe vasodepresor, kardioinhibitor atau pun tipe

campuran. Penyebab lain dari rendah atau tidak adekuatnya resistensi perifer adalah

kegagalan fungsional dan struktural sistem saraf otonom (ANS = Autonomic Nervous

System) akibat pengaruh obat, gangguan otonomik (ANF=Autonomic Nervous

Failure) primer atau sekunder. Pada ANF, jalur vasomotor simpatis tidak dapat

meningkatkan resistensi vaskular perifer sebagai respon terhadap posisi tegak. Stress

gravitasional, dikombinasikan dengan kegagalan vasomotor, menyebabkan pooling

vena dan akhirnya berkonsekuensi terhadap turunnya aliran balik vena dan kardiak

output.3

Penyebab transien rendahnya kardiak output terdiri dari 3 hal. Pertama adalah

bradikardia akibat gangguan refleks, dikenal sebagai sinkop refleks tipe

kardioinhibitor. Yang kedua adalah penyebab kardiovaskular, akibat aritmia dan

penyakit struktural termasuk emboli paru/hipertensi pulmonal. Yang ketiga adalah

aliran balik vena yang tidak adekuat akibat deplesi volume atau pooling vena. Ketiga

mekanisme tersebut: refleks, sekunder akibat hipotensi ortostatik, dan kardiovaskular

digambarkan pada lingkaran paling luar pada gambar 3.3

1. Sinkop refleks (Neurally Mediated Syncope)

Sinkop refleks secara tradisional mengacu pada kondisi heterogen

dimana refleks kardiovaskular yang secara normal berfungsi untuk

mengontrol sirkulasi mengalami gangguan secara intermitten, dalam respon

8

Page 9: REFERAT SINKOP

terhadap pencetus, menyebabkan vasodilatasi dan/atau bradikardi dan dengan

demikian membuat turunnya tekanan darah arteri dan perfusi serebral global.13

Sinkop refleks biasanya diklasifikasikan berdasarkan jalur eferen yang

paling terlibat, yakni simpatik atau parasimpatik. Istilah ‘tipe vasodepresor’

seringkali digunakan bila didominasi hipotensi akibat hilangnya tonus

vasokonstriktor pada saat posisi tegak. Istilah ‘kardioinhibitor’ digunakan bila

didominasi bradikardi atau asistol dan ‘campuran’ merupakan istilah bila

kedua mekanisme tersebut ditemukan secara bersama.1,3

Sinkop refleks juga dapat diklasifikasikan berdasarkan pemicunya

yaitu jalur aferen seperti pada tabel 1. Harus diketahui bahwa ini merupakan

penyederhanaan mengingat banyak mekanisme lain yang dapat muncul pada

konteks situasi spesifik, seperti sinkop saat miksi atau defekasi. Situasi

pemicu sangat bervariasi tergantung individu pasien. Pada kebanyakan kasus,

jalur eferen tidak bergantung pada asal pemicu (contohnya sinkop dipicu

miksi maupun sinkop vasovagal dapat muncul sebagai sinkop kardioinhibitor

ataupun vasodepresor).3

Mengetahui berbagai pemicu merupakan hal yang penting, karena

dengan mengenalinya dapat menjadi instrumen diagnosis sinkop:

Sinkop Vasovagal, dimediasi oleh emosi atau oleh stres ortostatik.

Biasanya didahului oleh gejala prodromal aktivasi otonom

(berkeringat, pucat, muntah).4,7

Sinkop situasional secara tradisional mengacu pada sinkop refleks

yang berhubungan dengan kondisi tertentu yang spesifik. Sinkop

pasca latihan dapat terjadi pada atlet muda sebagai bentuk dari

sinkop refleks sebagaimana pada subjek usia pertengahan dan tua

sebagai manifestasi awal gangguan nervus otonomik sebelum

mereka mengalami hipotensi ortostatik yang tipikal.4,7

9

Page 10: REFERAT SINKOP

Karotid sinus sinkop merupakan bentuk spontan yang jarang. Hal

ini dipicu oleh manipulasi mekanik pada sinus karotis. Pada

bentuk yang lebih umum tidak ditemukan pemicu mekanik dan hal

ini didiagnosis dengan masase sinus karotis.14

Istilah bentuk atipikal digunakan untuk mendeskripsikan situasi

dimana sinkop refleks terjadi dengan pemicu yang tidak jelas

bahkan tidak ada. Diagnosis kemudian hanya didasarkan pada

anamnesis, dan lebih jauh pada eksklusi penyebab sinkop yang

lain (tidak adanya penyakit jantung struktural) dan munculnya

gejala yang sama pada pemeriksaan tilt-table 1,3

Bentuk klasik dari vasovagal sinkop biasanya dimulai pada pasien

muda sebagai episode terisolasi dan dibedakan dari bentuk yang lain dengan

presentasi yang atipikal. Sinkop yang dimulai pada usia tua, biasanya

berhubungan dengan gangguan kardiovaskular atau neurologikal, mungkin

muncul sebagai hipotensi ortostatik atau hipotensi postprandial. Pada bentuk

yang terakhir ini, sinkop refleks tampaknya merupakan ekspresi proses

patologis, utamanya berkaitan dengan kegagalan sistem saraf otonom untuk

mengaktivasi refleks kompensasi, sehingga terdapat tumpang tindih dengan

kegagalan sistem saraf otonom.9

2. Hipotensi Ortostatik dan Sindrom Intoleransi Ortostatik

Berbeda dengan sinkop refleks, pada ANF aktivitas eferen simpatis

mengalami kerusakan kronik sehingga respon vasokontriksi berkurang. Pada

saat berdiri, tekanan darah menjadi turun dan terjadi sinkop atau pre-sinkop.

Hipertensi ortostatik (OH=Orthostatic Hypotension) didefinisikan sebagai

penurunan tekanan darah sistolik secara abnormal saat berdiri.3

10

Page 11: REFERAT SINKOP

Dari sudut pandang patofisiologi, terdapat perbedaan yang jelas antara

sinkop refleks dan ANF, namun manifestasi klinis pada dua kondisi ini

biasanya tumpang tindih sehingga sulit menegakkan diagnosis. ‘Intoleransi

ortostatik’ mengacu pada gejala dan tanda pada posisi tegak akibat

abnormalitas pada sirkulasi. Sinkop adalah salah satu gejalanya dan gejala

lain yaitu: (i) pusing/rasa melayang, pre-sinkop; (ii) kelemahan, kelelahan,

lesu; (iii) palpitasi, berkeringat; (iv) gangguan penglihatan (termasuk

pandangan kabur, silau, tunnel vision; dan (vi) nyeri pada leher, regio

oksipital/paraservikal dan bahu), low back pain atau nyeri area prekordial.15,16

Variasi sindrom klinis pada intoleransi ortostatik tampak pada tabel 2.

Bentuk sinkop refleks dengan stres ortostatik sebagai pemicu utama juga

diikutsertakan.3

‘OH klasik’ merupakan tanda klinis didefinisikan sebagai penurunan

tekanan darah sistolik ≥20 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥10

mmHg dalam 3 menit posisi tegak, muncul pada pasien dengan ANF

murni, hipovolemia atau bentuk lain dari ANF.17

‘Initial OH’ dicirikan dengan penurunan tekanan darah segera

setelah posisi tegak >40 mmHg. Tekanan darah kemudian secara

cepat dan spontan kembali ke normal, sehingga periode hipotensi

dan gejala relatif pendek (<30 detik).18

11

Page 12: REFERAT SINKOP

Gambar 4. Gambaran tilt test ‘Inisial OH’ (kiri) dan ‘OH klasik’ (kanan). Tracing di kiri diambil dari remaja bugar berusia 17 tahun dengan keluhan rasa melayang berat transien selama berdiri aktif. Tampak penurunan tekanan darah yang nyata. Titik nadirnya pada 7-10 detik dan diikuti oleh pemulihan tekanan darah. Tracing di kanan diambil pada laki-laki usia 47 tahun dengan ANF murni. Tekanan darah mulai turun segera setelah posisi berdiri tingkat yang sangat rendah setelah 1 menit posisi berdiri dengan hanya sedikit peningkatan denyut jantung meskipun terdapat hipotensi. ANF= Autonomic Nervous Failure; BP=Blood Pressure; HR= Heart rate. (dikutip dari Moya A, Sutton R, Ammirati F, et al. Guidelines for The Diagnosis and Management of Syncope: The Task Force for The Diagnosis and Management of Syncope of The European Society of Cardiology (ESC). European Heart Journal 2009;30:2639)

‘Delayed (progresif) OH’ tidak jarang pada pasien berusia tua. Hal

ini dihubungkan dengan kerusakan degeneratif pada refleks

kompensasi dan kekakuan jantung pada lansia yang sensitif terhadap

penurunan preload. ’Delayed OH’ dicirikan dengan penurunan

tekanan darah sistolik secara lambat progresif pada posisi tegak.

Tidak adanya refleks bradikardi (vagal) membedakan ‘delayed OH’

dari sinkop refleks. ‘Delayed OH’ mungkin dapat diikuti bradikardia

(bila kombinasi dengan sinkop refleks), akan tetapi, pada lansia,

turunnya tekanan darah relatif kurang curam dibanding pada usia

muda.19

‘Sindrom Takikardi Ortostatik Postural’ (POTS=Postural

Orthostatic Tachycardia Syndrome). Beberapa pasien, kebanyakan

wanita muda, muncul dengan keluhan berat pada intoleransi

12

Page 13: REFERAT SINKOP

ortostatik, namun tidak mengalami sinkop, dengan peningkatan

denyut jantung secara signifikan (>30 denyut per menit atau

mencapai >120 denyut per menit) dan ketidakstabilan tekanan darah.

Patofisiologi yang mendasari masih belum jelas. 20

3. Sinkop Kardiak (Kardiovaskuler)

Aritmia

Aritmia adalah penyebab sinkop kardiak paling sering. Hal ini

menginduksi gangguan hemodinamik, yang dapat menyebabkan

penurunan kritis pada CO dan aliran darah serebral. Meskipun

demikian, sinkop seringkali memiliki faktor kontribusi yang

multipel, termasuk denyut jantung, tipe aritmia (supraventrikular

atau ventrikular), fungsi ventrikel kiri, postur, dan kecukupan

kompensasi vaskular.21,22

Tanpa memandang efek kontribusi tersebut, bila aritmia adalah

penyebab primer sinkop, maka harus diterapi secara spesifik. Pada

sick sinus syndrome, nodus sinoatrial mengalami kerusakan, berupa

automatisasi abnormal ataupun konduksi abnormal sinoatrial. Pada

situasi ini, sinkop disebabkan jeda relatif lama pada sinus arrest atau

blok sinoatrial dan kegagalan mekanisme escape. Jeda ini paling

sering ditemukan ketika takiaritmia atrial tiba-tiba berhenti (sindrom

taki-bradi). 22

Bentuk yang parah dari blok atrioventrikular (AV) (Blok

Mobitz 2, ‘high grade’, dan total blok AV) paling sering

berhubungan dengan sinkop. Pada kasus ini irama jantung

bergantung pada timbulnya pacu jantung tambahan atau irama

escape . Sinkop terjadi karena jeda pacu jantung untuk memulai

suatu impuls terjadi relatif lama. Sebagai tambahan, impuls

13

Page 14: REFERAT SINKOP

tambahan ini memiliki frekuensi yang relatif lambat (25-40 kali per

menit). Bradikardi juga memperpanjang repolarisasi dan menjadi

predisposisi terjadinya takikardi ventrikel (VT= Ventricular

Tachycardia) polimorfik, khususnya tipe Torsade de Pointes.3

Sinkop atau near sinkop terjadi saat onset takikardi

paroksismal, sebelum terjadi kompensasi vaskular. Kesadaran,

secara umum, kembali sebelum takikardi menghilang. Bila

hemodinamik masih tidak adekuat akibat takikardi, kondisi tidak

sadar tetap terjadi. Pemulihan kemudian menjadi tidak spontan, tidak

lagi diklasifikasi sebagai sinkop, dan merupakan cardiac arrest.3,21,22

Beberapa obat dapat menyebabkan bradi-takiaritmia. Banyak

obat antiaritmia dapat menyebabkan bradikardi sebagai konsekuensi

efek spesifiknya pada fungsi nodus sinus atau konduksi AV. Sinkop

akibat Torsade de Pointes tidak jarang terjadi, khususnya pada

wanita, dan disebabkan oleh obat-obat yang memperpanjang interval

QT. Hal ini khususnya seringkali muncul pada pasien yang

mengalami LQTS. Obat-obat yang memperpanjang interval QT

terdiri dari kategori berbeda antara lain antiaritmia, vasodilator,

psikotropika, antimikroba, antihistamin non sedatif, dan sebagainya.3

Penyakit Struktural

Penyakit struktural kardiovaskular dapat menyebabkan sinkop

bila kebutuhan sirkulasi melebihi kemampuan jantung yang

mengalami kerusakan untuk meningkatkan outputnya. Tabel 1

memuat penyakit kardiovaskular yang paling sering menyebabkan

sinkop. Sinkop membutuhkan perhatian besar bila dihubungkan

dengan kondisi dimana terdapat obstruksi menetap atau dinamis

pada outflow ventrikel kiri. Dasar terjadinya pingsan adalah aliran

darah yang tidak adekuat akibat obstruksi mekanik. Meskipun

14

Page 15: REFERAT SINKOP

demikian, pada beberapa kasus, sinkop tidak semata-mata akibat

restriksi CO, namun bergabung dengan gangguan refleks atau OH.

Contohnya, pada kondisi dimana terdapat stenosis aorta, sinkop

tidak semata-mata akibat restriksi CO, namun juga akibat gangguan

refleks vasodilatasi dan/atau aritmia jantung primer. Lebih jauh,

aritmia, khususnya atrial fibrilasi, seringkali merupakan penyebab

pingsan yang penting. Karenanya, mekanisme sinkop dapat

multifaktor. Untuk mengenali jantung sebagai penyebab sinkop

adalah mengoreksi penyakit struktural yang ada, bila

memungkinkan.3

15

Page 16: REFERAT SINKOP

16

Page 17: REFERAT SINKOP

Tabel 2 Sindrom Intoleransi Ortostatik yang Dapat Menyebabkan Sinkop

Klasifikasi Tes untuk Diagnosis Waktu mulai berdiri hingga muncul gejala

Patofisiologi Gejala Paling sering Kondisi yang paling sering terkait

Initial OH Tes beat-to-beat tekanan darah sistolik pada posisi baring ke berdiri (berdiri aktif)

0-30 detik Ketidaksesuaian antara CO dan SVR (Systemic Vascular Resistance)

Rasa melayang/pusing, gangguan visual beberapa detik setelah berdiri, (sinkop jarang)

Subjek muda, asthenic, usia tua, diinduksi obat (α bloker), CSS

OH klasik (gangguan otonomik klasik)

Tes Lying-to-standing (berdiri aktif) atau tilt table

30 detik- 3 menit

Gangguan peningkatan SVR pada disfungsi otonom mengakibatkan pooling darah atau deplesi volume berat melebihi penyesuaian refleks

Pusing, pre-sinkop, kelemahan, palpitasi, gangguan pendengaran dan visual (sinkop jarang)

Usia tua, diinduksi obat (semua obat vasoaktif dan diuretik)

Delayed OH Tes Lying-to-standing (berdiri aktif) atau tilt table

3-30 menit Penurunan progresif pada aliran balik vena: CO rendah, penurunan kemampuan vasokonstriksi (kegagalan refleks adaptasi), tidak ada refleks bradikardia

Perpanjangan prodromal (pusing, lemah, palpitasi, gangguan visual dan pendengaran, hiperhidrosis, low back pain, nyeri leher atau prekordial) seringkali diikuti dengan sinkop cepat

Usia tua, gangguan otonom, diinduksi obat (obat-obat vasoaktif dan diuretik), adanya komorbid

Delayed (progresif) OH + Sinkop refleks

tilt table 3-45 menit Penurunan progresif pada aliran balik vena (seperti di atas) diikuti reaksi vasovagal (refleks aktif termasuk refleks bradikardia dan vasodilatasi.

Perpanjangan prodromal (pusing, lemah, palpitasi, gangguan visual dan pendengaran, hiperhidrosis, low back pain, nyeri leher atau prekordial) selalu diikuti dengan sinkop cepat

Usia tua, gangguan otonom, diinduksi obat (obat-obat vasoaktif dan diuretik), adanya komorbid

Sinkop refleks (VVS) dipicu posisi berdiri

tilt table 3-45 menit Refleks adaptasi inisial muncul secara normal diikuti penurunan cepat aliran balik vena dan reaksi vasovagal (refleks aktif termasuk refleks bradikardia dan vasodilatasi)

Prodromal jelas (klasik) dan pemicu selalu diikuti sinkop

Dewasa muda dan sehat, didominasi wanita

POTS tilt table bervariasi Tidak jelas; Dekondisi berat, aliran balik vena yang tidak adekuat atau pooling darah vena secara berlebihan

Peningkatan denyut jantung bermakna yang simtomatis dan ketidakstabilan tekanan darah. Tidak ada sinkop

Wanita muda

(Diadaptasi dari Moya A, Sutton R, Ammirati F, et al. Guidelines for The Diagnosis and Management of Syncope: The Task Force for The Diagnosis and Management of Syncope of The European Society of Cardiology (ESC). European Heart Journal 2009;30:2638)

17

Page 18: REFERAT SINKOP

VI. EVALUASI PASIEN DENGAN SINKOP

1. Evaluasi Awal

Evaluasi meliputi anamnesis penyakit secara hati-hati, pemeriksaan

fisik, temasuk pengukuran tekanan darah ortostatik dan elektrokardiogram

(EKG). Berdasarkan penemuan pada pemeriksaan-pemeriksaan ini,

pemeriksaan tambahan lain dapat dilakukan:

Masase sinus karotis pada pasien >40 tahun. 3

Ekokardiogram ketika diketahui riwayat penyakit jantung

sebelumnya atau data yang ada mengarahkan pada penyakit jantung

struktural atau sinkop sekunder akibat kausa kardiovaskular.3

Monitoring EKG dengan segera ketika muncul kecurigaan sinkop

aritmik.3

Orthostatic challenge (lying-to-standing orthostatic test dan tes tilt

table) bila sinkop terkait posisi berdiri atau terdapat kecurigaan ke

arah mekanisme refleks.3

Pemeriksaan lain yang kurang spesifik seperti evaluasi neurologi atau

tes darah hanya diindikasikan bila terdapat kecurigaan ke arah T-LOC

non sinkopal.3

Evaluasi awal harus dapat menjawab 3 pertanyaan kunci:3

(1) Apakah merupakan episode sinkopal atau bukan?

(2) Apakah diagnosis etiologi telah dapat ditentukan?

(3) Apakah ada data yang mengarahkan pada resiko tinggi kejadian

kardiovaskular atau kematian?

2. Diagnosis Sinkop

18

Page 19: REFERAT SINKOP

Diferensiasi antara sinkop dan kondisi nonsinkopal dengan

kehilangan kesadaran yang nyata atau semu dapat diperoleh pada sebagian

besar kasus melalui anamnesis yang detail, namun kadang pula menjadi

sangat sulit.3

Pertanyaan berikut harus dijawab:

Apakah kehilangan kesadaran komplit?

Apakah kehilangan kesadaran bersifat transien dengan onset

cepat dan durasi yang pendek?

Apakah pasien pulih secara spontan, komplit, tanpa sekuele?

Apakah pasien kehilangan tonus postural?

Bila jawaban terhadap semua pertanyaan diatas positif, episode gejala

mungkin sekali mengarah pada sinkop. Bila jawaban pada salah satu atau

lebih pertanyaan diatas adalah negatif, eksklusikan bentuk lain dari LOC

sebelum berlanjut ke evaluasi sinkop lebih jauh.3

3. Diagnosis Etiologi

Evaluasi awal dapat menentukan penyebab sinkop pada 23-50%

pasien. 26,27

Terdapat beberapa penemuan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, atau

EKG yang dapat dipertimbangkan pada diagnosis penyebab sinkop, yang

membuat tidak diperlukan lagi evaluasi lebih jauh. Pada banyak kasus lain,

penemuan pada evaluasi awal tidak dapat menegakkan diagnosis definitif

namun mengarahkan pada beberapa penyebab yang mungkin (tabel 3). Pada

kondisi ini, tes-tes tambahan biasanya diperlukan.3

\

Tabel 3. Beberapa Ciri Klinik Masing-masing Tipe Sinkop

Sinkop dimediasi neural Tidak ada penyakit jantung

19

Page 20: REFERAT SINKOP

Riwayat sinkop rekuren Dialami segera setelah mengalami rasa tidak nyaman pada penglihatan, pendengaran, penciuman, atau

adanya sensasi nyeri Berdiri lama atau di keramaian, cuaca panas Mual muntah berkaitan dengan sinkop Selama makan atau post prandial Dengan rotasi kepala atau penekanan pada sinus karotis (seperti pada tumor, bercukur, ikatan yang kuat

pada leher Setelah aktivitas

Sinkop akibat OH Setelah berdiri Hubungan berjangka waktu dengan dimulainya atau perubahan dosis penggunaan obat-obatan vasoaktif

yang berefek hipotensi Berdiri lama, khususnya pada tempat yang ramai, panas Adanya neuropati otonom atau parkinsonisme Berdiri setelah aktivitas

Sinkop Kardiovaskular Adanya penyakit jantung struktural secara definitif Riwayat keluarga dengan SCD yang tidak dapat dijelaskan atau channelopathy Selama latihan atau telentang EKG abnormal Palpitasi tiba-tiba yang segera diikuti oleh sinkop Penemuan EKG mengarahkan pada aritmik sinkop

- Blok bifasikular (LBBB atau RBBB kombinasi dengan left anterior atau left posterior fascicular block)

- Abnormalitas konduksi intraventrikular yang lain ( Durasi QRS ≥0.12 detik)- Blok AV derajat dua Mobitz I- Sinus bradikardi asimtomatis yang tidak sesuai (<50 bpm), blok sinoatrial atau sinus pause ≥3

detik tanpa adanya penggunaan obat-obatan kronotropik- Non-sustained VT- Kompleks QRS preeksitasi

Interval QT panjang atau pendek- Early Repolarization- Pola RBBB dengan ST elevasi di sadapan V1-V3 (sindrom Brugada)- Gelombang T negatif pada sadapan prekordial kanan, gelombang epsilon dan ventricular late

potentential mengarahkan pada ARVC- Gelombang Q mengarahkan pada infark miokard

(Diadaptasi dari Moya A, Sutton R, Ammirati F, et al. Guidelines for The Diagnosis and Management of Syncope: The Task Force for The Diagnosis and Management of Syncope of The European Society of Cardiology (ESC). European Heart Journal 2009;30:2646)

20

Page 21: REFERAT SINKOP

Gambar 5. Kelainan pada EKG saat istirahat yang potensial menjadi aritmia. Setiap sampel diwakili sadapan V1; Gambar yang normal terdapat disisi paling kiri sebagai pembanding. AF= Atrial Fibrilasi; AV= Atrioventrikular; CM= Cardiomyopathy (Kardiomiopati); RBBB = Right Bundle Branch Block; SVT = Supraventrikular Takikardi; VF = Ventrikel Fibrilasi; VT = Ventrikel Takikardi. (Dikutip dari Bonow R, Mann D, Zipes D, et al. Diagnosis of Cardiac Arrhythmias. In: Braunwald's Heart Disease A Textbook of Cardiovascular Medicine 9th Ed. Elsevier 2012; 689)

4. Stratifikasi Resiko

Bila penyebab sinkop masih tidak jelas setelah evaluasi awal, langkah

selanjutnya adalah menilai resiko kejadian kardiovaskular mayor atau SCD.

Gambar 6 memperlihatkan alur diagnostik yang dapat dilakukan pada

pasien.3

21

Page 22: REFERAT SINKOP

Gambar 6. Alur Diagnostik Pada Pasien dengan T-LOC. (Diadaptasi dari Moya A, Sutton R, Ammirati F, et al. Guidelines for The Diagnosis and Management of Syncope: The Task Force for The Diagnosis and Management of Syncope of The European Society of Cardiology (ESC). European Heart Journal 2009;30:2646)

Ciri resiko tinggi sesuai dengan guideline SCD dan pacu jantung

terbaru tercantum pada tabel 4.3

22

Tunda terapi dipandu oleh dokumentasi EKG

Tunda terapi dipandu oleh dokumentasi EKG

Tes untuk sinkop cardiovaskular atau dimediasi neural yang sesuai

Tes untuk sinkop cardiovaskular atau dimediasi neural yang sesuai

* mungkin membutuhkan pemeriksaan laboratorium** Resiko kejadian serius dalam jangka pendek

Page 23: REFERAT SINKOP

Tabel 4. Kriteria Resiko Tinggi Jangka Pendek yang Membutuhkan Perawatan Rumah Sakit atau Evaluasi yang Intensif

Penyakit struktural atau koroner yang berat (Gagal jantung, ejeksi fraksi yang rendah, atau riwayat infark miokard)

Manifestasi klinis atau gambaran EKG yang mengarahkan pada sinkop aritmik Pingsan saat latihan atau posisi telentang Palpitasi pada saat sinkop Riwayat keluarga dengan SCD Non-sustained VT Blok bifasikular (LBBB atau RBBB kombinasi dengan left anterior atau left posterior fascicular block) atau

abnormalitas konduksi intraventrikular yang lain ( Durasi QRS ≥0.12 detik)\ Sinus bradikardia inadekuat <50 kali per menit) atau blok sinoatrial tanpa penggunaan obat-obat kronotropik

negatif atau latihan fisik Kompleks QRS preeksitasi QT interval panjang atau pendek Pola RBBB dengan ST elevasi di sadapan V1-V3 (sindrom Brugada) Gelombang T negatif pada sadapan prekordial kanan, gelombang epsilon dan ventricular late potentential

mengarahkan pada ARVC

Faktor komorbid yang penting Anemia berat Gangguan elektrolit

(Diadaptasi dari Moya A, Sutton R, Ammirati F, et al. Guidelines for The Diagnosis and Management of Syncope: The Task Force for The Diagnosis and Management of Syncope of The European Society of Cardiology (ESC). European Heart Journal 2009;30:2647)

VII. TES DIAGNOSTIK

1. Masase Sinus Karotis

Diagnosis hipersensitivitas sinus karotis didasarkan pada munculnya asistol

>3 detik (subtipe kardioinhibitor), penurunan >50 mmHg tekanan darah sistolik

(subtipe vasodepressor), atau keduanya (subtipe campuran) selama masase sinus

karotis. Sinkop rekuren disebabkan stimulasi sinus karotis dengan asistol >3 detik

tanpa penggunaan obat-obatan yang mendepresi nodus sinoatrial atau konduksi

atrioventrikular merupakan indikasi kelas I (level C) untuk pemasangan pacu

jantung. Rekuren sinkop tanpa kejadian provokatif yang jelas dan dengan respon

kardioinhibitor hipersensitif, merupakan indikasi kelas IIa berdasarkan American

College of Cardiology/American Heart Association Guideline. 29

Indikasi untuk Masase sinus karotis

23

Page 24: REFERAT SINKOP

Infark miokard, Transient Ischemic Attack (TIA) atau stroke dalam 3

bulan terakhir merupakan kontraindikasi absolut. Riwayat ventrikel fibrilasi

atau ventikel takikardi merupakan kontraindikasi relatif. Bila terdapat bruit

karotis, USG Doppler karotis harus dilakukan sebelum melakukan masase

sinus karotis. 4,29

Teknik masase sinus karotis

Masase sinus karotis hanya dapat dilakukan oleh klinisi yang terlatih

untuk menangani komplikasi potensial tindakan ini. Setelah menggali riwayat

penyakit secara detail, pemeriksaan fisik (termasuk auskultasi karotis), dan

penjelasan prosedur, pasien dibaringkan telentang selama minimal 5 menit

dengan monitoring EKG dan tekanan darah pada tilt table . Monitoring

tekanan darah non invasif denyut ke denyut (contohnya Finapress) lebih

dipilih karena batas nadir tekanan darah terjadi sekitar 18 detik, dan kembali

ke baseline pada 30 detik. Pengukuran dengan sistem otomatis konvensional

kurang sensitif untuk menangkap respon yang cepat ini. Hal ini utamanya

bila respon vasodepressor merupakan fokus utama. Dengan mantap, masase

longitudinal harus dilakukan selama 5 detik di atas sisi pulsasi maksimal

pada sinus karotis kanan, yang berlokasi di antara batas superior kartilago

tiroid dan sudut madibula. Beberapa senter merekomendasikan untuk

meneruskan masase selama 10 detik bila tidak ada asistol setelah 5 detik.

Tekanan lemah pada sinus karotis tidak akan menyebabkan respon

hipersensitivitas.29

Masase sinus karotis dilakukan secara inisial di sisi kanan pada posisi

telentang, karena sekitar 66% pasien dengan hipersensitivitas sinus karotis

memiliki respon positif pada sisi kanan sehingga potensial dapat mencegah

perlunya melakukan masase berulang. Masase harus dihentikan bila terjadi

asistol >3detik. Gejala, termasuk perbaikan gejala, tekanan darah, dan

interval R-R harus direkam. Bila masase pada sisi kanan tidak diagnostik,

prosedur harus diulang, secara berurutan, pada posisi telentang ke kiri dan

24

Page 25: REFERAT SINKOP

posisi head up tilt dengan kemiringan sekitar 70º ke kanan dan ke kiri, diikuti

reekuilibrasi hemodinamik pada semua kasus. Hingga 30% subjek, respon

hanya muncul selama masase pada posisi head up tilt. Pada akhir prosedur,

pasien harus tetap pada posisi telentang selama setidaknya 10 menit.29

2. Challenge Ortostatik

Terdapat dua metode berbeda untuk menilai respon pada perubahan postural

dari telentang ke berdiri. Yang pertama adalah berdiri aktif dari telentang ke berdiri,

yang kedua adalah tes tilt table dengan kemiringan 60-70º 3

- Berdiri aktif

Pemeriksaan ini berguna untuk mendiagnosis tipe intoleransi

ortostatik yang berbeda seperti tampak pada tabel 2.3

Alat otomatis untuk mengembangkan cuff spigmomanometer pada

lengan yang diprogram untuk mengulang dan mengonfirmasi pengukuran

bila terdapat nilai yang jauh berbeda mungkin tidak akan berguna karena

tekanan darah yang jatuh sangat cepat selama OH. Dengan

spigmomanometer lebih dari empat pengukuran per menit tidak dapat

diperoleh tanpa obstruksi vena pada lengan. Bila dibutuhkan nilai yang lebih

frekuen, pengukuran tekanan darah denyut-ke-denyut secara kontinyu dan

noninvasif dapat digunakan.3

- Tilt test

Tilt test dapat memunculkan refleks dimediasi neural pada seting

klinis. Pooling darah dan penurunan aliran balik vena akibat stres ortostatik

dan imobilisasi dapat memicu timbulnya refleks. Efek akhirnya, hipotensi

dan biasanya diikuti perlambatan denyut jantung terkait kegagalan kapabilitas

vasokonstriktor diikuti hilangnya aktivitas simpatik dan overaktivitas vagal.

Situasi klinik yang berhubungan dengan tilt test adalah sinkop refleks dipicu

oleh berdiri lama. Meskipun demikian, tes ini juga dapat positif pada bentuk

sinkop refleks yang lain dan pada pasien dengan sick sinus syndrome. Pola

25

Page 26: REFERAT SINKOP

respon pada tilt test juga digunakan untuk membedakan sinkop refleks murni

dari bentuk non klasik ‘delayed OH’ sebagaimana tercantum pada tabel 2. 3

Indikasi Tilt Test:

- Serangan sinkop pertama kali yang tidak dapat diterangkan pada pasien

resiko tinggi atau sinkop berulang tanpa adanya penyakit jantung

organik.3

- Pasien dengan kecurigaan sinkop dimediasi neural.3

- Untuk membedakan sinkop refleks dan sinkop karena hipotensi

ortostatik.3

- Untuk membedakan sinkop dengan kejang akibat epilepsi.3

- Untuk mengevaluasi pasien dengan riwayat jatuh berulang yang tidak

dapat dijelaskan.3

- Untuk mengevaluasi pasien dengan sinkop yang sering dan memiliki

penyakit psikiatri.3

Persiapan pasien:

Pasien, khususnya diatas 60 tahun, harus dipuasakan tidak lebih dari 2

jam sebelum tindakan untuk mencegah efek bias dehidrasi relatif dan

hipotensi. Obat-obatan yang mempengaruhi kardiovaskular dan sistem saraf

otonomik dan yang kiranya mempengaruhi volume intravaskular harus

dihentikan setidaknya lima kali waktu paruh sebelum tes, kecuali obat-obat

tersebut diduga terlibat sebagai penyebab timbulnya sinkop. Saat sedang

dalam posisi head up tilt, pasien harus diinstruksikan untuk menghindari

gerakan otot dan persendian ekstremitas bagian bawah guna memaksimalkan

pooling vena.29

26

Page 27: REFERAT SINKOP

Gambar 7. Pasien yang menjalani tilt table test(Dikutip dari Lanier JB, Mote MB, Clay EC. Evaluation and Management of Orthostatic Hypotension. American Family Physician 2011; 84: 530)

Peralatan dan monitoring:

Dengan tenaga mekanik ataupun listrik, alat tilt table harus dapat

secara cepat mencapai posisi tegak dan memungkinkan dikalibrasi pada

kemiringan sudut antara 60-80º; kembali ke posisi telentang dengan cepat

dan lancar secara mudah.29

Monitoring elektrokardiografi harus dilakukan secara kontinyu

selama gejala atau perubahan hemodinamik dan tiap menit. Monitoring

tekanan darah juga dilakukan kontinyu, noninvasif, menangkap variasi

denyut ke denyut (dapat menggunakan fotopletismografi digital).

Penggunaan spigmomanometer tidak sensitif untuk perubahan tekanan darah

secara cepat. Pengukuran tekanan darah intraarteri secara rutin tidak

disarankan. 29

Untuk meminimalkan rangsangan yang berefek pada fungsi saraf

otonom, tes harus dilakukan pada ruangan yang tenang, pencahayaan remang,

dan pada suhu yang nyaman. Peralatan resusitasi sesuai standar harus

tersedia. 29

Sudut meja dan durasi tes adalah penentu krusial hasil tes, sensitivitas

dan spesifitas. Sudut kemiringan antara 60-80 optimal untuk mencetuskan

27

Page 28: REFERAT SINKOP

stres ortostatik yang cukup tanpa meningkatkan insidens hasil tes yang positif

palsu dan banyak direkomendasikan. Kanulasi intravena harus dihindari

kecuali pada protokol isoprenalin untuk mencegah efek yang dapat

mempengaruhi spesifitas tes. 29

Terminasi tes harus dilakukan segera saat kriteria positif tes telah

tercapai, atau bila pasien merasa tidak nyaman, aritmia yang signifikan atau

terjadinya efek samping mengancam yang lain.29

Head up Tilt Pasif

Pasien dalam posisi telentang selama minimal 5 menit bila tanpa

kanulasi vena dan minimal 20 menit bila dilakukan kanulasi. Pasien

kemudian dimiringkan ke atas dengan sudut antara 60-70˚ selama minimal 20

menit dan maksimal 45 menit.3

Head up Tilt test dengan provokasi farmakologi

Head up tilt test dengan isoprenalin

Pasien dalam posisi telentang selama 20 menit, kemudian

dimiringkan dalam posisi 70˚ selama 5 menit. Posisi telentang dilakukan lagi

selama lima menit untuk reekuilibrasi. Isoprenaline kemudian diinfuskan

dengan dosis 1 μg/menit selama 5 menit dalam posisi telentang, dan 5 menit

pada posisi dimiringkan 70˚. Infus dihentikan selama 2 menit pada posisi

telentang. Isoprenaline kemudian diberikan kembali dengan dosis 3 μg/menit

selama 5 menit telentang dan selama 5 menit pada posisi 70˚. Dosis

isoprenalin yang lebih tinggi tidak boleh diberikan karena akan berefek pada

spesifitas tes. Kontraindikasi termasuk penyakit jantung iskemik, hipertensi

tidak terkontrol, left ventricular outflow obstruction, dan stenosis aorta

signifikan, dan harus hati-hati dilakukan pada pasien yang diketahui

menderita disritmia.3,29

Infus harus dihentikan bila denyut jantung melampaui 150 kali per

menit, tekanan darah melebihi 180/100 mmHg atau bila terjadi aritmia, nyeri

28

Page 29: REFERAT SINKOP

dada, tremor parah, muntah atau efek samping lain yang tidak dapat

ditoleransi pasien. Efek samping khususnya menonjol pada pasien lanjut usia.

Pada kondisi dimana terdapat riwayat klinis yang kuat dan tilt pasif inisial

yang nondiagnostik, tilt test menggunakan nitrogliserin (NTG), yang dapat

ditoleransi lebih baik dengan spesifitas yang sama pada kelompok umur ini

lebih dipilih.29

Head up tilt test dengan Nitrogliserin

Pasien dalam posisi telentang seperti diatas, dan kemudian diberikan

dua dosis terukur (400-800 μg) sublingual NTG spray. Dua dosis terukur

diberikan untuk memastikan dosis efektif untuk melawan efek profil

farmakokinetik linear NTG dan variasi absorpsi. Pasien kemudian tetap

dalam posisi telentang selama 5 menit lalu dimiringkan dalam posisi 70˚

selama 20 menit. 29

Kriteria Positif

Tilt table test dinyatakan positif bila muncul gejala sinkop atau

presinkopal diikuti hipotensi, bradikardia ataupun keduanya. Perubahan

denyut jantung dan tekanan darah secara terisolasi tidak boleh dinyatakan

sebagai vasovagal sinkop.29

Head up tilt table test pada pasien pediatri

Anak-anak berusia 3 tahun dapat melakukan tes tilt table. Indikasi,

kontraindikasi dan metodologi secara esensial sama dengan orang dewasa

dengan ketentuan dosis isoprenalin tidak boleh melebihi 0.03 μcg/kg/menit

bila tes diindikasikan. Sensitivitas dan spesifisitas untuk tilt test pasif dan tilt

test menggunakan isoprenaline sama dengan pada orang dewasa, namun

belum ada data mengenai tilt test dengan NTG pada populasi ini.29

Head up tilt table test pada pasien lanjut usia

29

Page 30: REFERAT SINKOP

Perbedaan utama pada subjek lansia adalah munculnya gejala klinis

yang lebih bervariasi pada grup ini. Pasien lanjut usia dengan sinkop

vasovagal seringkali memiliki onset sinkop yang tiba-tiba dengan gejala

prodromal minimal atau tidak ada, karenanya kriteria hasil tes yang positif

perlu lebih dipertimbangkan dalam konteks ini.29

Sinkop non vasovagal yang berkaitan dengan penggunaan diagnostik head

up tilt table test

- Diferensial diagnosis sinkop konvulsif

Pergerakan tonik klonik berdurasi pendek dan sentakan mioklonik

tidak jarang mengikuti sinkop vasovagal, khususnya selama perpanjangan

asistol dan kemunculannya dapat menyebabkan misdiagnosis epilepsi.

Pemulihan yang cepat, durasi episode yang pendek, dan tidak adanya gejala

dan tanda postictal mengarahkan pada diagnosis vasovagal, yang hanya dapat

dibuat dengan kecurigaan tinggi dan tilt test yang sesuai, khususnya dengan

elektroensefalografi secara bersamaan.4,29

- Sindrom Takikardia Ortostatik Postural

Postural takikardia dalam hubungannya dengan hipotensi relatif ringan

telah dideskripsikan dan didiagnosis dengan bantuan posisi head up tilt, dan

dipikirkan sebagai bentuk ringan dari disfungsi otonomik dibanding varian

sinkop vasovagal. Sindrom didiagnosis berdasarkan peningkatan denyut

jantung >30 kali per menit (atau maksimum denyut jantung 120 kali/menit)

dan tanpa adanya hipotensi yang bermakna namun dapat menimbulkan gejala

termasuk pusing, kelemahan, dan presinkop.3,29

- Hipotensi Ortostatik

Hipotensi ortostatik secara tradisional didiagnosa dengan penurunan

tekanan darah saat posisi berdiri. Definisi ini telah diperluas oleh American

30

Page 31: REFERAT SINKOP

Autonomic Society and the American Academy of Neurology dengan

memasukkan turunnya tekanan darah sistolik 20 mmHg atau tekanan darah

diastolik 10 mmHg menggunakan tilt table pada posisi head up dalam 3

menit dan pada sudut 60˚.3.29

- Sinkop psikogenik dan hiperventilasi

Sinkop psikogenik atau kehilangan kesadaran tanpa adanya kelainan

pada denyut jantung, tekanan darah, elektroensefalografi atau Doppler

transkranial, dapat didiagnosis secara terpercaya menggunakan head up tilt

table test. Manifestasi klinis termasuk sinkop yang tiba-tiba dan dramatis,

periode pemulihan yang panjang, dan disorientasi pasca episode sinkop,

kesemuanya jarang terjadi pada serangan vasovagal. Sinkop hiperventilasi

dipertimbangkan pada kelompok gangguan psikiatri yang sama dengan

diagnosis ditegakkan dengan adanya hipokapnia (yang dapat menstimulasi

vasokonstriksi serebral) dan alkalosis selama head up tilt table test. Secara

tradisional, pemeriksaan analisa gas darah merupakan baku emas untuk

kondisi ini, namun penelitian terbaru melaporkan penggunaan end-tidal

PCO2 sebagai penanda hiperventilasi (capnography tilt test).29

31

Page 32: REFERAT SINKOP

Gambar 8. Gambaran sinkop klasik (vasovagal) dengan tipe campuran, terjadi pada head up tilt test dengan nitrogliserin. Gambar diperlebar dan bagian pertama dari fase pasif tilt test tidak diperlihatkan. Grafik atas menunjukkan kurva denyut jantung; grafik bawah menunjukkan kurva tekanan darah sistolik, diastolik dan rata-rata. Segera setelah pemberian 0.4 mg NTG, terdapat penurunan ringan pada tekanan darah sebagai konsekuensi efek hemodinamik dari obat. Fase presinkopal berlangsung sekital 2 menit dan dicirikan dengan peningkatan tekanan darah diastolik sebesar 15 mmHg, yang mengindikasikan adaptasi refleks kompensasi penuh dengan vasokonstriksi perifer. Denyut jantung meningkat sekitar 35 kali per menit. Garis putus-putus vertikal menunjukkan onset waktu reaksi vasovagal, yang dicirikan dengan penurunan tekanan darah dan denyut jantung secara cepat yang menyebabkan sinkop selama sekitar 3 menit. [HR=Heart Rate (Denyut Jantung); BP=Blood Pressure (Tekanan darah)]. (Dikutip dari Camm AJ, Luscher TF, Serruys PW, et al. Syncope. In: The ESC Text Book of Cardiovascular Medicine. Blackwell Publising 2004; 938)

3. Monitoring Elektrokardiografi

Monitor EKG diindikasikan hanya bila terdapat probabilitas yang tinggi pada

evaluasi sebelumnya yang mengarahkan pada diagnosis aritmia sebagai penyebab

sinkop, sebagaimana terdapat pada tabel 3. Monitoring EKG bernilai diagnostik bila

terdapat korelasi antara sinkop dan abnormalitas elektrokardiografi (bradi atau

takiaritmia). Sebaliknya, monitoring EKG mengeksklusi penyebab aritmia ketika

terjadi sinkop tanpa adanya variasi irama. 4

Monitoring di rumah sakit (bedside atau telemetrik) dilakukan hanya bila

pasien memiliki penyakit jantung struktural yang bermakna dan memilki resiko

tinggi untuk mengalami aritmia yang mengancam hidup. Monitoring EKG selama

beberapa hari mungkin bermanfaat, khususnya bila monitoring dilakukan segera

setelah sinkop.4

Mayoritas pasien memiliki interval bebas sinkop selama beberapa minggu,

bulan bahkan tahun, Karenanya, korelasi gejala dengan gambaran EKG jarang dapat

dicapai lewat monitoring holter. Monitoring holter hanya diindikasikan bila pasien

mengalami sinkop atau presinkop dengan frekuensi yang sangat sering. Pemeriksaan

ini juga mungkin berguna pada pasien dengan gambaran EKG mengarah pada sinkop

aritmik sebagai panduan untuk pemeriksaan lebih lanjut (misalnya studi

elektrofisiologi).4

Loop recorder eksternal dapat digunakan pada pasien yang memiliki interval

gejala ≤4 minggu. Yang terbaru, sistem monitoring ambulatori berbasis internet

32

Page 33: REFERAT SINKOP

berpotensi untuk monitoring kontinyu pasien jarak jauh karena dapat menyediakan

sarana guna pengenalan aritmia secara cepat tanpa perlu ke rumah sakit untuk

mengunduh data.4

Pasien dengan sinkop yang jarang sulit untuk didiagnosa menggunakan

sistem diatas. Pada kondisi tertentu, perlu dipertimbangkan pemasangan implantable

ECG loop recorder (ILR) seperti tampak pada gambar 9. Pada keadaan dimana

mekanisme sinkop masih belum jelas setelah evaluasi lengkap, ILR diindikasikan

pada pasien yang memiliki gambaran klinis atau EKG yang mengarah pada sinkop

aritmik atau riwayat sinkop rekuren dengan cedera. ILR dapat pula diindikasikan

pada pemeriksaan fase inisial sebagai pengganti pemeriksaan konvensional. Hal ini

khususnya pada pasien dengan fungsi kardiak yang cukup yang memiliki gambaran

klinis atau EKG mengarah pada sinkop aritmik, dan yang bertujuan untuk

mengonfirmasi suspek bradikardia sebelum pemasangan pacu jantung pada pasien

sinkop dimediasi neural dengan episode yang sering atau traumatik.31

Gambar 9. Implantable loop recorder. ILR ditempatkan secara subkutan dengan anestesi lokal, dan memiliki baterai dengan ketahanan 18-24 bulan. Alat ini dapat menyimpan hingga 42 menit EKG sadapan tunggal kontinyu. Aktivasi otomatis terjadi bila muncul aritmia yang dikenali. (Dikutip dari Camm AJ, Luscher TF, Serruys PW, et al. Syncope. In: The ESC Text Book of Cardiovascular Medicine. Blackwell Publising 2004; 931-946)

4. Studi Elektrofisiologi

Efisiensi diagnostik studi elektrofisiologi invasif tidak hanya sangat

bergantung pada derajat abnormalitas tes sebelumnya namun juga pada protokol

pemeriksaan dan kriteria yang digunakan untuk diagnosis. Hasil positif pada studi

elektrofisiologi terjadi hampir secara eksklusif pada pasien dengan penyakit jantung

33

Page 34: REFERAT SINKOP

yang jelas dan defek konduksi. Perlu ditekankan bahwa hasil studi elektrofisiologi

yang normal tidak dapat secara komplit mengeksklusi penyebab aritmia pada sinkop.

Bila mengarah pada aritmia, direkomendasikan untuk melakukan evaluasi lebih jauh

(misalnya loop recording). Sebaliknya, hasil abnormal pada studi elektrofisiologi

(misalnya interval His-Ventrikular yang relatif panjang, ventrikel fibrilasi yang dapat

diinduksi dengan stimulasi agresif) mungkin pula tidak diagnostik untuk menentukan

penyebab sinkop. 4

Secara umum, studi elektrofisiologi diindikasikan pada pasien dengan sinkop

yang dicurigai akibat bradiaritmia atau takiaritmia bila pendekatan noninvasif belum

mampu mendiagnosis secara pasti.1

Terdapat 4 area kegunaan tes elektrofisiologi pada pasien dengan sinkop:

suspek penyakit nodus sinus, bundle branch block (impending high degree AV

block), suspek SVT, dan suspek VT.4

Tabel 5. Protokol Elektrofisiologi Minimal untuk Diagnosis Sinkop

Pengukuran waktu pemulihan nodus sinus dan waktu pemulihan nodus sinus terkoreksi dengan mengulang rangkaian pacu atrial selama 30-60 detik dengan setidaknya satu denyut pacu rendah (10-20 kali per menit lebih tinggi dari nodus sinus) dan dua denyut pacu yang lebih tinggi*

Penilaian sistem His-Purkinje termasuk pengukuran interval His-Ventrikular (HV) pada baseline dan konduksi pseudosinkop dengan stres peningkatan pacu atrial; bila studi baseline-nya inkonklusif, provokasi dengan infus pelan ajmaline (1 mg/kg/iv), procainamide (10 mg/kgbb/iv), atau disopiramide (2 mg/kgbb/iv) ditambahkan kecuali bila ada kontraindikasi

Penilaian induksibilitas aritmia ventrikel dilakukan dengan stimulasi ventrikel terprogram pada dua sisi ventrikel kanan (apeks dan outflow tract), pada sepanjang dua siklus rangsangan dasar (100 atau 120 denyut per menit dan 140 atau 150 denyut per menit), dengan hingga dua stimulus ekstra. **

Penilaian induksibilitas aritmia supraventrikel dengan protokol stimulasi atrial

* Bila dicurigai terdapat disfungsi nodus sinus, blokade otonom dapat diaplikasikan dan pengukuran diulangi

** Ekstrastimulus ketiga dapat ditambahkan. Hal ini dapat meningkatkan sensitivitas, namun menurunkan spesifisitas. Ventricular extrastimulus coupling interval dibawah 200 ms juga menurunkan spesifisitas.

(Diadaptasi dari Camm AJ, Luscher TF, Serruys PW, et al. Syncope. In: The ESC Text Book of Cardiovascular Medicine. Blackwell Publising 2004; 941).

Tabel 6. Kriteria Diagnostik Studi Elektrofisologi untuk Evaluasi Sinkop

Studi elektrofisiologi bernilai diagnostik dan tidak diperlukan tes tambahan pada kondisi berikut (kelas I, level pembuktian B) :- Sinus bradikardi dan perpanjangan waktu pemulihan nodus sinus terkoreksi (CSNRT=corrected

sinus node recovery time) >525 ms- Bundle Branch Block disertai interval HV baseline ≥100 ms atau blok his-purkinje derajat dua atau

34

Page 35: REFERAT SINKOP

tiga muncul selama pacu atrial tambahan atau dengan induksi farmakologi- Induksi sustained VT monomorfik pada pasien dengan riwayat infark miokard- Induksi SVT yang menyebabkan hipotensi atau gejala spontan

Interval HV antara 70 dan 100 ms dapat dipertimbangkan bernilai diagnostik (kelas IIa, level pembuktian B)

Induksi VT polimorfik atau VF pada pasien dengan sindrom brugada, ARVC, dan pasien pasca resusitasi cardiac arrest dapat dipertimbangkan bernilai diagnostik (kelas IIa, level pembuktian B)

Induksi VT polimorfik atau VF pada pasien dengan kardiomiopati iskemik atau DCM tidak dapat dipertimbangkan sebagai penemuan diagnostik (kelas III, level pembuktian B)

(Diadaptasi dari Moya A, Sutton R, Ammirati F, et al. Guidelines for The Diagnosis and Management of Syncope: The Task Force for The Diagnosis and Management of Syncope of The European Society of Cardiology (ESC). European Heart Journal 2009;30:2652)

5. Tes Adenosin Trifosfat

Injeksi intravena adenosin trifosfat (ATP) baru-baru ini diusulkan sebagai

alat untuk investigasi pasien dengan sinkop yang tak dapat dijelaskan.4

Tes ini membutuhkan injeksi cepat bolus 20 mg ATP selama monitoring

EKG. Asistol selama 6 detik atau blok AV selama lebih dari 10 detik dianggap

abnormal. Tes ATP menghasilkan respon abnormal pada beberapa pasien dengan

sinkop yang etiologinya tidak diketahui, namun tidak pada kontrol. Pemeriksaan

ATP mengidentifikasi kelompok pasien dengan sinkop tak dapat dijelaskan lainnya

dengan gejala klinis definitif dan prognosis baik namun dengan kemungkinan

mekanisme sinkop yang heterogen. Nilai diagnostik dan prediktif tes ini masih

membutuhkan konfirmasi studi prospektif.4

6. Ekokardiografi

Ekokardiografi termasuk evaluasi data hemodinamik fungsional dan

struktural adalah teknik kunci untuk mendiagnosis adanya penyakit jantung

struktural. Ekokardiografi memainkan peran penting pada stratifikasi resiko

didasarkan LVEF. Bila terdapat kelainan struktural jantung, tes lain untuk

mengevaluasi penyebab kardiak sinkop harus dilakukan. Ekokardiografi tanpa perlu

dilakukan tes lebih jauh hanya dapat mengidentifikasi penyebab sinkop pada sangat

sedikit pasien (misalnya stenosis aorta, miksoma atrial, tamponade, dan

sebagainya).3

35

Page 36: REFERAT SINKOP

7. Excersise Stress Testing

Excercise test harus dilakukan pada pasien yang pernah mengalami episode

sinkop selama atau segera setelah latihan.4

Terdapat dua kondisi yang harus diperhatikan. Sinkop yang terjadi selama

latihan pada kondisi terdapat penyakit jantung struktural kemungkinan besar

memiliki kausa kardiak. Tanpa adanya penyakit jantung struktural, sinkop yang

terjadi selama latihan mungkin adalah manifestasi refleks vasodilatasi berlebihan.32,33

8. Pemeriksaan Lainnya

Pada pasien dengan sinkop dicurigai akibat langsung maupun tidak langsung

iskemia miokard, angiografi koroner direkomendasikan untuk mengonfirmasi

diagnosis. Meskipun demikian, angiografi sebagai pemeriksaan tunggal jarang

diagnostik untuk menentukan penyebab sinkop.3

Penyebab neurologis dapat menyebabkan kehilangan kesadaran transien

(misalnya kejang), namun hampir tidak pernah menyebabkan sinkop. Karenanya,

pemeriksaan neurologis mungkin dibutuhkan untuk membedakan kejang dari sinkop

pada beberapa pasien, namun hal ini tidak boleh dipikirkan sebagai elemen esensial

pada evaluasi dasar sinkop yang nyata. Kontribusi elektroensefalografi (EEG),

Computerized Tomography, dan Magnetic Resonance kepala adalah untuk

menyingkap abnormalitas akibat epilepsi; tidak ada gambaran EEG yang spesifik

untuk kehilangan kesadaran manapun selain epilepsi.4

VIII. MANAJEMEN

1. Prinsip Umum Penangan Sinkop

Tujuan utama terapi pasien dengan sinkop adalah untuk memperpanjang

harapan hidup, membatasi cedera fisik dan mencegah rekurensi. Kepentingan dan

prioritas sasaran yang berbeda ini bergantung pada penyebab sinkop. Contohnya,

pada pasien dengan VT sebagai penyebab sinkop, resiko mortalitas jelas dominan,

36

Page 37: REFERAT SINKOP

sementara manajemen pasien dengan sinkop refleks ditujukan untuk mencegah

rekurensi dan/atau membatasi cedera.3

Kerangka terapi secara umum didasarkan pada stratifikasi resiko dan

identifikasi mekanisme spesifik bila memungkinkan sebagaimana terangkum dalam

gambar 10. 3

37

Page 38: REFERAT SINKOP

Gambar 10. Bagan Terapi Sinkop (PJK= Penyakit Jantung Koroner, DCM=Dilated Cardiomyopathy, HOCM=Hypertrophic Obstructive Cardiomyopathy, ARVC= Arrytmogenic Right Ventricular Cardiomyopathy, ICD= Implantable Cardioverter Defibrillator) ( dikutip dari Moya A, Sutton R, Ammirati F, et al. Guidelines for The Diagnosis and Management of Syncope: The Task Force for The Diagnosis and Management of Syncope of The European Society of Cardiology (ESC). European Heart Journal 2009;30:2656).

2. Manajemen Sinkop refleks

Landasan awal manajemen non farmakologi pada pasien dengan sinkop

refleks adalah edukasi dan penekanan bahwa kondisi ini merupakan penyakit yang

tidak membahayakan. Secara umum, terapi awal menekankan edukasi pada

kewaspadaan dan menghindari pencetus yang mungkin (seperti lingkungan yang

ramai dan panas, deplesi volume), pengenalan awal terhadap gejala prodromal dan

melakukan manuver untuk mencegah episode (seperti posisi telentang, physical

38

Pertimbangkan terapi spesifik atau tunda terapi dipandu oleh dokumentasi EKG

Pertimbangkan terapi spesifik atau tunda terapi dipandu oleh dokumentasi EKG

Edukasi, dan cegah faktor pencetus biasanya memadai

Edukasi, dan cegah faktor pencetus biasanya memadai

Terapi spesifik untuk aritmia yang mendasari

Terapi spesifik untuk aritmia yang mendasari

Terapi Penyakit dasar

Terapi Penyakit dasar

Pertimbangkan terapi ICD berdasar pada guideline ICD terbaru

Pertimbangkan terapi ICD berdasar pada guideline ICD terbaru

Tidak dapat diprediksi

atau frekuensi

tinggi

Dapat diprediksi

atau frekuensi rendah

Aritmia Jantung

Struktural (Kardio atau

kardiopulmonal)

contohnya PJK, DCM, HOCM,

ARVC, channelopathies

Page 39: REFERAT SINKOP

counterpressure manoeuvres (PCM)). Penting untuk menghindari obat yang dapat

menurunkan tekanan darah (termasuk α bloker, diuretik dan alkohol).3

Physical Counter Pressure Manoeuvres (PCM)

Terapi ‘fisik’ non farmakologi muncul sebagai terapi terdepan dalam

penanganan sinkop refleks. Dua trial klinis memperlihatkan bahwa PCM

isometrik pada betis (menyilangkan betis) atau lengan (genggaman tangan

dan menegangkan lengan), dapat menginduksi peningkatan tekanan darah

yang signifikan selama fase impending sinkop refleks yang membuat pasien

mampu mencegah atau menghambat kehilangan kesadaran pada banyak

kasus. 3

Tes tilt table dapat digunakan untuk mengajari pasien guna

mengenali gejala prodromal awal. Semua pasien harus dilatih untuk

melakukan PCM, khususnya pada pasien muda, gejala yang berat, dan

memiliki motivasi yang baik. Meskipun bukti efektivitasnya yang rendah,

tindakan ini cukup aman.3

Tilt Training

Pada pasien usia muda dengan motivasi tinggi dengan gejala

vasovagal rekuren dipicu stres ortostatik, latihan untuk memperpanjang

periode penguatan posisi berdiri (disebut tilt training) dapat menurunkan

rekurensi sinkop.3

Meskipun demikian, metode ini terhambat oleh komplians pasien

yang rendah untuk melanjutkan program latihan dalam jangka panjang, dan

pada empat penelitian acak terkontrol gagal mengonfirmasi efektivitas jangka

pendek tilt training untuk mereduksi angka respon positif pada tilt testing.3

Terapi Farmakologi

39

Page 40: REFERAT SINKOP

Banyak obat telah diteliti untuk terapi sinkop refleks, kebanyakan

dengan hasil yang mengecewakan. Obat-obatan ini termasuk β bloker,

dysopiramid, scopolamin, teofilin, efedrin, etilefrin, midodrine, clonidin, dan

serotonin reuptake inhibitor.3

Karena adanya gangguan untuk mencapai vasokonstriksi yang sesuai

pada kondisi sinkop refleks, vasokonstriktor α agonis (etilefrin dan

midodrine) telah digunakan. Secara keseluruhan, data-data penelitian

mengarahkan bahwa terapi farmakologi kronik menggunakan α agonis

semata mungkin hanya sedikit dapat digunakan pada sinkop refleks, dan

penggunaan jangka panjang tidak dapat disarankan untuk gejala yang muncul

sesekali. Meskipun belum ada bukti, dosis tunggal yang self administered,

contohnya satu dosis sebelum akan memulai aktivitas yang memerlukan

berdiri dalam jangka waktu lama yang biasanya akan memicu sinkop (dikenal

sebagai strategi ‘pil dalam saku’) mungkin berguna untuk pasien tertentu

sebagai tambahan edukasi gaya hidup dan PCM.3

Fludrocortison menunjukkan manfaat yang kurang efektif pada

penelitian ganda tersamar acak pada anak. Fludrocortison telah digunakan

secara luas pada dewasa dengan sinkop refleks, namun belum ada bukti

penelitian yang mendukung hal ini. 3,7

β bloker pada sinkop refleks pernah dianggap dapat mengurangi

derajat aktivasi mekanoreseptor ventrikel karena efek inotropik negatifnya.

Teori ini tidak didukung oleh trial klinis. Penggunaan rasional β bloker pada

bentuk lain sinkop dimediasi neural relatif kurang. Obat ini dapat

meningkatkan bradikardi pada CSS. β bloker gagal memperlihatkan

efektivitasnya pada 5 dari 6 studi penelitian jangka panjang.3

Paroxetine nampaknya efektif pada sebuah trial plasebo terkontrol,

yang memasukkan pasien-pasien dengan gejala berat pada sebuah institusi.

Namun, hal ini tidak didukung oleh studi-studi lainnya. Paroxetine dapat

mengurangi ansietas, yang dapat mencetuskan serangan. Paroxetine adalah

40

Page 41: REFERAT SINKOP

obat psikotropik yang membutuhkan perhatian pada penggunaannya oleh

pasien tanpa penyakit psikiatri berat. 3

Pacu Jantung

Pemasangan pacu jantung untuk sinkop refleks didasarkan pada

respon pada tilt testing. Pacu jantung mungkin berguna pada komponen

kardioinhibitor pada refleks vasovagal, namun tidak memiliki efek pada

komponen vasodepresor yang seringkali dominan. Karenanya, pacu jantung

hanya memiliki peran terbatas pada terapi sinkop refleks, kecuali bradikardi

spontan yang berat terdeteksi selama monitoring berkepanjangan.3,7

3. Manajemen Hipotensi Ortostatik dan Sindrom Intoleransi Ortostatik

Prinsip strategi terapi pada ANF diinduksi obat adalah mengeleminasi agen

penyebab. Ekspansi volume ekstraselular adalah sasaran penting. Bila tidak ada

hipertensi, pasien harus diinstruksikan untuk mengonsumsi garam dan cairan yang

cukup, dengan target 2-3 liter air per hari dan 10 gram NaCl. Tidur dengan elevasi

kepala (10º) mencegah poliuria nokturnal, menjaga distribusi cairan tubuh yang

baik, dan memperbaiki hipertensi nokturna.3

Pooling vena gravitasional pada pada pasien lansia dapat diterapi dengan

abdominal binders atau compression stocking.19

PCM seperti menyilangkan betis dan berjongkok dapat dilakukan oleh pasien

yang memiliki gejala peringatan.3

Berbeda dengan sinkop refleks, penggunaan α agonis, midodrine, dapat

diberikan sebagai terapi lini pertama pada pasien dengan kronik ANF. Obat ini tidak

dapat dianggap sebagai penyembuh dan tidak pula dapat memberi manfaat pada

semua pasien, namun obat ini dapat sangat berguna pada beberapa orang. Tidak ada

keraguan bahwa midodrine meningkatkan tekanan darah baik pada posisi telentang

maupun berdiri sehingga memperbaiki gejala OH. Midodrine (5-20 mg, 3 kali

sehari) telah memperlihatkan efektivitas pada tiga penelitian acak placebo

terkontrol.3,30

41

Page 42: REFERAT SINKOP

Bukti menguntungkan pada fludrokortison (dikombinasi dengan elevasi

kepala saat tidur) diperoleh pada 2 penelitian observasional kecil dan satu penelitian

samar ganda pada 60 pasien; studi observasional memperlihatkan manfaat

hemodinamik dan pada penelitian samar ganda pasien yang diterapi memiliki gejala

yang lebih sedikit dengan tekanan darah lebih tinggi. 3,30

4. Manajemen Aritmia Jantung sebagai penyebab sinkop

Dasar sinkop pada situasi ini bersifat multifaktorial, dan dipengaruhi oleh

denyut ventrikular, fungsi ventrikel kiri, dan kecukupan kompensasi vaskular

(termasuk pengaruh refleks dimediasi neural).3

Disfunsi Nodus Sinus

Secara umum, terapi pacu jantung diindikasikan dan telah dibuktikan

memiliki efektivitas tinggi pada pasien dengan disfungsi nodus sinus ketika

bradiaritmia sebagai penyebab sinkop dideteksi lewat dokumentasi EKG

selama sinkop spontan atau sebagai konsekuensi SNRT (Sinus node recovery

time) yang abnormal.3

Pacu jantung permanen sering meredakan gejala tapi mungkin tidak

berefek pada survival. Meskipun dengan pacing yang adekuat, sinkop dapat

berulang pada 20% pasien dalam follow up jangka panjang. Hal ini akibat

seringkali terdapat hubungan mekanisme refleks vasodepresor dengan

penyakit nodus sinus. Mode yang terakhir berkembang yaitu atrial-based

minimal ventricular pacing direkomendasikan sebagai alternatif dari DDDR

konvensional (dual chamber rate-adaptive pace maker).3

Eliminasi obat-obatan yang dapat mengeksaserbasi atau menutupi

kerentanan terhadap bradikardia adalah elemen penting dalam mencegah

rekurensi sinkop. Meskipun demikian, bila obat pengganti tidak tersedia,

pacu jantung mungkin dibutuhkan. Teknik ablasi jantung perkutaneus untuk

mengontrol atrial takiaritmia menjadi semakin penting pada pasien tertentu

42

Page 43: REFERAT SINKOP

dengan bentuk bradikardia-takikardia pada sick sinus syndrome, namun

jarang digunakan secara primer untuk mencegah sinkop. 3

Penyakit Konduksi Sistem Atrioventrikular

Pacu jantung merupakan terapi sinkop terkait blok AV simtomatik.

Pacu Biventrikular harus dipertimbangkan pada pasien dengan indikasi

pemasangan pacu jantung akibat blok AV dan penurunan LVEF, gagal

jantung dan perpanjangan durasi QRS.3

Supraventrikular Takikardi Paroksismal dan Ventrikel Takikardi

Pada pasien dengan AV nodal reciprocating tachycardia paroksismal,

AV reciprocating tachycardia, atau atrial flutter tipikal berkaitan dengan

sinkop, ablasi kateter adalah pilihan pertama. Pada pasien tersebut,

pemberian obat-obatan terbatas untuk menjembatani ablasi atau bila ablasi

gagal. Pada pasien dengan sinkop berkaitan dengan fibrilasi atrial atau left

atrial flutter atipikal, keputusan harus didasarkan pada tiap individu.3

Sinkop akibat Torsade de Pointes tidak jarang ditemukan dan aritmia

ini dapat disebabkan obat-obat yang memperpanjang QT interval. Terapinya

adalah menghentikan obat yang dicurigai. Kateter ablasi atau terapi

farmakologi harus dipikirkan pada pasien dengan sinkop akibat VT pada

kondisi jantung normal, atau penyakit struktural dengan disfungsi ringan

pada jantung.3

ICD diindikasikan pada pasien dengan sinkop dan penurunan fungsi

jantung serta VT atau fibrilasi tanpa penyebab yang dapat dikoreksi.

Meskipun pada pasien ini ICD biasanya tidak mencegah rekurensi sinkop,

alat ini direkomendasikan untuk menurunkan resiko SCD.3

43

Page 44: REFERAT SINKOP

Sinkop Sekunder Akibat Penyakit Struktural Jantung atau Penyakit

Kardiovaskular

Pada pasien dengan sinkop sekunder akibat penyakit jantung

struktural termasuk malformasi jantung kongenital, atau penyakit

kardiopulmonal, sasaran terapi tidak hanya untuk mencegah rekurensi sinkop,

namun juga terapi pada penyakit yang mendasari dan menurunkan resiko

SCD.3

IX. PROGNOSIS

Untuk prognosis dan stratifikasi resiko pada sinkop, terdapat dua elemen

penting yang harus dipertimbangkan: (i) resiko kematian dan kejadian mengancam

nyawa; dan (ii) resiko rekurensi sinkop dan cedera fisik.3

1. Resiko kematian dan kejadian mengancam nyawa

Penyakit jantung struktural dan penyakit pada sistem listrik jantung, adalah

faktor resiko mayor SCD dan mortalitas keseluruhan pada pasien dengan sinkop.3

Hipotensi ortostatik memiliki dua kali resiko kematian yang lebih tinggi

berkaitan dengan keparahan komorbidnya dibandingkan dengan populasi umum.3

Sebaliknya, pada pasien muda dimana penyakit jantung struktural atau

penyakit sistem listrik jantung telah disingkirkan dan mengalami sinkop refleks,

prognosisnya jauh lebih baik. Kebanyakan kematian dan banyak outcome yang jelek

tampaknya berkaitan dengan tingkat keparahan penyakit dasar dibandingkan dengan

sinkop yang dialami. Beberapa faktor klinis yang dapat memprediksi outcome telah

diidentifikasi pada beberapa studi populasi perspektif melibatkan validasi kohort.3

2. Rekurensi Sinkop dan resiko cedera fisik

Pada studi populasi, sekitar sepertiga pasien mengalami rekurensi sinkop

pada follow-up 3 tahun. Jumlah episode sinkop selama kehidupan adalah prediktor

terkuat rekurensi. Contohnya, pada pasien dengan diagnosis yang belum jelas, resiko

rendah dan usia >40 tahun, riwayat satu atau dua episode sinkop selama kehidupan

diprediksi mengalami 15 dan 20% rekurensi setelah 1 dan 2 tahun, secara respektif,

44

Page 45: REFERAT SINKOP

sedangkan riwayat 3 episode sinkop selama kehidupan diprediksi mengalami

rekurensi 36 dan 42% setelah 1 dan 2 tahun, secara respektif.3

Penyakit psikiatri dan usia <45 tahun dihubungkan dengan angka

pseudosinkop yang tinggi. Jenis kelamin, respon tilt test, keparahan manifestasi

klinis, dan adanya atau absennya penyakit jantung struktural memiliki nilai prediktif

yang minimal atau tidak ada.3

Morbiditas mayor, seperti fraktur dan kecelakaan lalu lintas, dilaporkan pada

6% pasien, dan cedera minor seperti laserasi dan hematom pada 29%. Sinkop

rekuren dihubungkan dengan fraktur dan cedera jaringan lunak pada 12% pasien.

Pada pasien yang masuk ke unit gawat darurat (UGD), trauma minor dilaporkan

pada 29.1% dan trauma mayor pada 4.7% kasus; prevalensi tertinggi (43%)

diobservasi pada pasien yang lebih tua dengan sindroma sinus karotis.3

Morbiditas yang tinggi didapatkan pada lansia dan bervariasi mulai dari

kehilangan kepercayaan diri, depresi, dan ketakutan untuk jatuh, hingga fraktur dan

perawatan lanjut.3

X. RINGKASAN

Sinkop adalah kehilangan kesadaran sementara akibat hipoperfusi serebral

global transien dicirikan dengan onset cepat, durasi yang pendek, dan pemulihan

spontan. Prevalensi dan insiden sinkop meningkat seiring pertambahan usia dengan

hingga 30% angka kejadian rekuren. Secara garis besar, klasifikasi sinkop

didasarkan atas patofisiologi yang mendasarinya; terdiri dari: (i) Sinkop Refleks

(Neurally-mediated syncope), (ii) Sinkop akibat hipotensi ortostatik, dan (iii) sinkop

kardiak (kardiovaskular).

Evaluasi pasien dengan sinkop dimulai dengan anamnesis, pemeriksaan fisis,

dan EKG standar. Bila pada evaluasi awal diagnosis masih belum jelas, selanjutnya

dilakukan stratifikasi resiko dan pemeriksaan lebih lanjut untuk menentukan etiologi.

Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain : masase sinus karotis, challenge

ortostatik berupa berdiri aktif dan tilt test, monitoring elektrokardiografi (contohnya

45

Page 46: REFERAT SINKOP

monitoring holter atau pemasangan implantable loop recorder), studi

elektrofisiologi, ekokardiografi, tes adenosin trifosfat, excercise stress test,

angiografi koroner serta evaluasi neurologis maupun psikiatri bila diperlukan.

Prinsip penanganan pasien sinkop adalah untuk memperpanjang harapan

hidup, membatasi cedera fisik dan mencegah rekurensi. Terapi optimal untuk sinkop

harus ditujukan pada etiologi yang mendasari.

46