skenario 7
DESCRIPTION
bgaaTRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penyusunan makalah berdasarkan kasus berikut ini:
Seorang dokter gigi umum menerima pasien kembar, berusia sama namun
berpenampilan berbeda. Talya (13 tahun) mengeluh pada ibunya mengapa gigi
geliginya tumbuh tidak teratur, sedang gigi sulung yang akan tanggal 53 dan 63.
Dari data yang dikumpulkan dokter gigi menilai profil wajah baik, simetris dan
seimbang. Hubungan rahang ortognati dengan pola tumbuh kembang
skeletalnormal. Oklusi cukup baik dengan hubungan molar kanan dan kiri
netroklusi. Lengkung gigi atasnya tambak lebih sempit daripada lengkung gigi
bawah hingga gigi 13 dan 23 tampak kurang tempat unutk tumbuh. Pda waktu
menyusun rencana perawatan, dokter gigi harus memutuskan apakah ruang pada
lengkung giginya cukup untuk merapikan letak gigi-gigi Talya, dan harus
memikirkan desain alat ortodonti lepasan yang tepat untuk mengatasi kasus ini.
Saudarakembarnya, Anida, penampilan wajahnya tidak rileks, otot-otot sekitar
mulutnya tegang karena sulit menutup mulut. Pada waktu memeriksa oklusi,
dokter gigi menilai jarak gigit/overbitenya jauh sekali, hubungan molar dan
kaninus distoklusi, pada digital examination terdeteksi hubungan rahang
retrognatik. Dokter gigi akan merawat Talya sampai tuntas, namun akan merujuk
Anida ke dokter gigi yang berkompeten merawat kasusnya.
B. TUJUAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui dan mencapai
sasaran belajar berikut ini:
1. Mampu mengenali dan mendiagnosa penyimpangan tumbuh kembang
Dentokraniofasial.
2. Mampu menjelaskan kriteria pertimbangan rujukan.
3. Mampu menjelaskan macam-macam metode dan cara perhitungan ruang
4. Mampu menjelaskan pengertian, indikasi dan kontraindikasi, keuntungan
dan kerugian, komponen dan desain, serta cra pemasangan dan
aktivasinya. dari Alat Ortodonti Lepasan
2
5. Mampu menjelaskan cara monitoring penggunaan AOL dan mengenali
masalah yang mungkin terjadi
C. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaiman cara mengenali dan mendiagnosa penyimpangan tumbuh
kembang Dentokraniofasial?
2. Apa saja metode menentukan kecukupan ruang?
3. Bagaimana cara menentukan kecukupan ruang untuk masing-masing
metode?
4. Apa yang dimaksud dengan alat ortodonti lepasan?
5. Apa saja indikasi dan kontraindikasi AOL?
6. Apa saja kelebihan dan kekurangan dari penggunaan AOL?
7. Apa saja komponen-komponen dari AOL?
8. Apa saja macam-macam AOL?
9. Bagaimana cara mengaktivasi komponen aktif AOL?
10. Bagaimana desain AOL yang sesuai?
11. Bagaimana cara pemasangan AOL serta monitoringnya?
12. Apa masalah yang mungkin terjadi pada penggunaan AOL?
13. Apa saja kriteria yang dipertimbangkan dalam merujuk atau tidak merujuk
pasien kepada dokter gigi yang lebih kompeten?
14. HIPOTESIS BERDASARKAN PRIOR KNOWLEDGE
Talya (13tahun) mengalami penyimpangan tumbuh kembang DKF
menyebabkan maloklusi ringan sehingga tidak memerlukan rujukan dan ditangani
dengan pemakaian AOL.
Anida (13tahun) mengalami penyimpangan tumbuh kembang DKF menyebabkan
maloklusi berat sehingga memerlukan rujukan kepada dokter gigi spesialis orthodonti
3
BAB II
LANDASAN TEORI
2. 1 DIAGNOSIS PENYIMPANGAN TUMBUH KEMBANG
DENTOKRANIALFASIAL
A.Foto Ekstraoral
Foto ekstraoral yang dibutuhkan adalah
1. Foto frontal bibir istirahat
Penentuan morfologi tipe wajah
Pemeriksaan proporsional wajah
Pemeriksaan kesimetrisan wajah
Pemeriksaan keadaan bibir pasien
2. Foto frontal bibir tersenyum
Foto frontal dalam keadaan tersenyum bertujuan untuk memperlihatkan
keadaan proporsi jaringan lunak wajah selama tersenyum
3. Foto lateral
Penentuan morfologi tipe wajah.
Penentuan profil wajah.
Ada tiga macam yaitu : profil lurus (straight), profil cembung (convex), dan
profil cekung (concave).
Media untuk memonitor perkembangan perawatan.
4. Foto oblik bibir tersenyum
Foto oblik (bibir tersenyum) Posisi pasien miring 45 derajat dan bibir
dalam keadaan tersenyum
Foto oblik bertujuan untuk melihat garis senyum pasien sebelum dan sesudah
perawatan.
4
B. Foto Intraoral
Dapat melihat berbagai kondisi berikut:
• Kondisi gigi secara umum, adanya overjet atau overbite
• Ada/tidaknya midline shifting
• Oklusi statis
• Oklusi dinamis
5
C. Pemeriksaan Fungsional TMJ
Memeriksa apakah ada tanda-tanda maloklusi seperti:
- Clicking
- Crepitus (suara sendi bergeser)
- Sakit (otot dan saraf)
- Buka mulutnya tertahan.
6
D. Analisis Down pada Sefalometri
Analisis Down terbagi menjadi 2 komponen :
- Komponen skeletal digunakan untuk membantu dalam mendefinisikan tipe
fasial
- Komponen dental digunakan untuk menentukan apakah gigi geligi terposisi
normal dalam hubungannya dengan struktur tulang
4 tipe klasifikasi wajah menurut Down :
- Retrognathic,, yaitu rahang bawah yang regresif atau retruded
- Mesognathic, yaitu rahang bawah dalam posisi ideal atau rata-rata
- Prognathic, yaitu rahang bawah yang protrusif
- Trueprognathism, yaitu rahang bawah dengan protrusi yang sangat jelas
Menurut Down, keempat tipe fasial dasar tersebut dapat menampilkan hubungan
oklusi yang normal serta profil fasial harmonis, baik bentuk dan proporsi. Maksudnya
tidak selalu fasial yang simetri menunjukkan keadaan dental yang baik, begitupun
sebaliknya. Down menggunakan Frankfort-Horizontal Plane (Porion – Orbitale)
sebagai bidang referensi, sebagaimana bidang tersebut merupakan perkiraan tersesuai
dengan posisi pasien.
Parameter Skeletal
1. Facial Angle/ sudut fasial
Sudut fasial digunakan untuk mengukur derajat retrusi atau protrusi dari rahang
bawah dalam hubungannya dengan bagian atas wajah. Sudut ini merupakan sudut
bagian inferior dalam, yang terbentuk melalui pertemuan garis fasial (Nasion-
Pogonion) dengan FHP, dengan rerata 87,8o (±3,6
o). Dagu yang lebih maju
meningkatkan besar sudut, begitu pula sebaliknya menunjukkan dagu yang retrusif
atau retroposisi.
7
2. Sudut Konveksitas (NaPg)
Pertemuan garis titik N ke titik A lalu ke titik Pogonion (N-A-Pg) membentuk sudut
konveksivitas, sudut ini digunakan unutk mengukur penempatan lengkung basal
maksila pada titik limit anterior (titik A) dan berhubungan dengan profil wajah total
(Nasion-Pogonion). Sudut ini dibaca dengan menggunakan tanda plus atau minus
dengan nilai tengah 0. Jika garis pogonion-A mengalami perluasan dan terlokasi
anterior dari garis N-A, maka sudut dibaca positif, menunjukkan prominensi basis
gigi maksila dalam hubungannya dengan mandibula. Sementara sudut yang negatif
menunjukkan profil prognathic atau Class III. Rentang sudut -8,5o sampai +10
o
dengan rerata 0o.
3. Sudut Bidang A-B
Titik A dan B dihubungkan oleh garis yang jika diperluas membentuk sudut dengan
garis Nasion-Pogonion, yang disebut dengan sudut bidang A-B. Sudut ini mengukur
hubungan titik limit anterior basis apikal dari tiap rahang terhadap garis fasial. Pada
8
umumnya titik B terposisi di belakang titik A, sehingga umumnya bernilai negatif,
kecuali pada kasus Class III atau Class I dengan mandibula yang lebih maju.
Nilai sudut negatif yang sangat besar menyatakan tipe kasus Class II, hal ini dapat
disebabkan oleh retroposisi dagu atau mandibula atau titik dagu yang kurang
berkembang atau juga akibat maksila yang sangat menonjol. Sudut berkisar dari -9o
hingga 0o dengan rerata (-4,6
o).
4. Sudut Bidang Mandibula
Menurut Don, sudut bidang mandibula merupakan sudut tangen dari sudut gonion dan
titik terendah simfisis (umumnya menton, tapi beberapa peneliti memilih gnation).
Sudut ini terbentuk dengan menghubungkan bidang mandibula dengan FHP. Sudut
yang besar menunjukkan wajah yang retrusif dan ptrotrusif, serta menyatakan bentuk
wajah yang hiperdivergen atau ―long face‖. Rentang berkisar dari minimum 17o
hingga 28o dengan rerata 21,9
o.
9
5. Sumbu Tumbuh (Y-Axis)
Sumbu ini diukur dari sudut yang dibentuk dari pertemuan garis Sella ke Gnation
terhadap garis FHP. Sudut ini besar pada Class II daripada Class III, menunjukkan
derajat dari posisi dagu dengan hubungannya terhadap wajah bagian atas (downward,
rear ward, atau forward).
Penurunan Y-Axis dapat diinterpretasikan dari besarnya pertumbuhan horizontal
daripada vertikal wajah, atau semakin dalamnya gigitan. Peningkatan Y-Axis dapat
diinterpretasikan dari besarnya pertumbuhan vertikal melebihi horizontal dari
mandibula atau terbukanya gigitan. Pembacaan sumbu ini dapat meningkat jika terjadi
ekstrusi molar.Rentang berkisar anatra 53o hingga 66
o, dengan rerata 59,4
o.
Parameter Dental
1. Kemiringan Bidang Oklusal (Cant of Occlusal Plane)
10
Merupakan garis biseksi antara cusp molar pertama dan insisal edge. Down
merekomendasikan untuk menggambar bidang oklusal dari cusp premolar dan molar
pada kasus malposisi insisif yang parah. Untuk mengukur kemiringan bidang oklusal
terhadap bidang FHP digunakan pengukuran ini, saat bagian anterior bidang lebih
rendah daripada anterior, maka sudut menjadi positif. Sudut positif besar banyak
ditemukan pada Class II, begitupula sebaliknya. Ramus mandibular yang panjang
cenderung mengecilkan sudut ini. Rerata sudut ini adalah +9,3o.
2. Sudut Inter-Insisal
Sudut ini dibentuk dari garis insisal edge dan apeks akar insisif satu maksila
kemudian memotong insisif satu mandibula (dari insisal edge hingga apeks). Sudut ini
umumnya kecil pada pasien dengan tipping anterior pada insisif (proklinasi).
Reratanya 135,4o dengan rentang 130
o hingga 150
o.
11
3. Sudut Bidang Oklusal Insisif
Sudut ini menghubungkan insisif bawah dengan permukaan fungsional pada bidang
oklusal. Sudut dalam inferior dibaca berupa deviasi plus atau minus dari sudut yang
tepat. Sudut positif meningkat saat gigi mengalami inklinasi ke depan (proklinasi),
dan paling kecil pada kondisi Class II divisi 2 ketika insisif mengalami retroklinasi.
Reratanya adalah 14,5o dengan rentang +3,5
o hingga +20
o, standar deviasi 3,5
o.
4. Sudut Bidang Insisif Mandibula
Sudut ini dibentuk dari pertemuan bidang mandibula dengan garis yang melintasi
insisal edge dan apeks akar insisif satu mandibula. Sudut ini positif ketika insisif
tipping ke depan (proklinasi), di mana nilai sudut bertambah ketika proklinasi
meningkat. Nilai rerata adalah 1,4o dengan rentang -8,5o hingga +5
o.
12
5. Protrusi Insisif Maksila
Pengukuran ini berupa jarak antara incisal edge insisif satu maksila terhadap garis
dari titik A ke pogonion (A-Pg). Jarak ini positif jika incisal edge berada di depan
garis A-Pg dan negatif jika di belakang. Pengukuran ini mengindikasikan besarnya
protrusi gigi maksila. Reratanya adalah +2,7mm dengan rentang -1,0 hingga +5mm.
13
E. ANALISIS SEFALOMETRI LATERAL (STEINER)
Cecil C. Steiner mengembangkan analisis sefalometri lateral sebelumnya, yaitu tidak
hanya memperhitungkan relasi gigi geligi satu sama lain dan gigi dengan basis yang
berhubungan, tetapi juga menyadari pentingnya jaringan lunak yang menutupi.
Steiner meyakini akan mememberikan informasi klinis secara maksimal dengan
jumlah terkecil dari pengukuran. Tingkat penyimpangan dari normal dapat diketahui
dengan membandingkan pengukuran pasien maloklusi dengan ―oklusi‖ normal,.
Analisis
Steiner membagi analisisnya menjadi 3 bagian, yaitu :
1. Skeletal, yaitu hubungan rahang atas dan bawah dengan tengkorak dan dengan
satu sama lain
2. Dental, yaitu hubungan gigi insisivus atas dan bawah terhadap masing –
masing rahang dan terhadap satu sama lain
3. Jaringan Lunak, yaitu penilaian keseimbangan dan keselarasan dari profil
facial bawah
Steiner berpendapat bahwa landmarks seperti Porion dan Orbitale tidak selalu mudah
untuk diidentifikasi dalam gambaran radiografi sefalometri lateral, maka, ia memilih
untuk menggunakan basis kranii anterior (Sella – Nasion) sebagai garis acuan dalam
analisisnya. Kelebihan dari menggunakan dua titik ini adalah karenatitik – titik
tersebut hanya bergerak dalam jumlah minimal / sedikit, jika kepala menyimpang
dari posisi profil yang benar.
ANALISIS SKELETAL
1. Hubungan Maxilla terhadap Tengkorak (Relating the Maxilla to the Skull)
Sudut SNA terbentuk oleh pertemuan garis S-N dan N-A. Rata – rata sudutnya adalah
82o. Jika melebihi sudut 82
o, maka menunjukkan posisi yang relatif maju atau dapat
dikatakan maksila protrusi. Dan sebaliknya, jika sudut yang dihasilkan kurang dari
82o, maka menunjukkan posisi yang relatif mundur atau dapat dikatakan bahwa
maksila retrusi.
14
2. Hubungan Mandibulla terhadap Tengkorak (Relating the Mandibule to the
Skull)
Sudut SNB dihgunakan untuk menilai keadaan mandibula terhadap basis kranii
protrusi atau retrusi. Rata – rata untuk sudut SNB adalah 800.Jika sudut kurang dari
800
maka menunjukkan mandibula retrusi. Dan jika sudut lebih besar dari 800
, maka
mengacu pada prognati atau posisi mandibula maju.
3. Hubungan Maxilla terhadap Mandibula (Relating the Maxilla to the
Mandibule)
Sudut ANB digunakan untuk memberikan informasi mengenai hubungan posisi
rahang satu sama lain. Sudut ANB tersebut memberikan gambaran umum mengenai
perbedaan anteroposterior dari maxilla ke basis apikal mandibula. Rata – rata sudut
ini adalah 20, jika sudut meleibihi 2
0 menunjukkan gejala / kecendurungan skeletal
kelas II. Sesuai dengan aturan yang ada, semakin besar angkanya, semakin besar
perbedaan rahang anteroposterior, dan karena hal tersebut semakin besar pula
kesulitan dalam mengoreksi maloklusi.
Jika sudut kurang dari 20
atau bahkan 0 (misal : -1o , -2
o, dll) , menunjukkan bahwa
rahang bawah berada di depan rahang atas, hal tersebut menjunjukkan adanya
hubungan skeletal kelas III.
15
4. Occlusal Plane Angle
Bidang oklusal ditarik melalui daerah yang tumpang tindih antara cusp P1 dan M1.
Sudut dari bidang oklusal ke bidang S-N diukur. Rata – rata sudut untuk oklusi
normal adalah 14o. Sudutnya akan bertambah pada wajah yang panjang atau tumbuh
vertikal dan juga pada kasus skeletal open bite. Sudut ini mungkin akan berkurang
jika pada individu dengan pertumbuhan horizontal atau pada kasus skeletal deep bite.
5. Mandibular Plane Angle
Bidang mandibula ditarik antara Gonion (Go) dan Gnation (Gn). Sudut dari bidang
mandibula dibentuk dari gabungan bidang mandibula ke basis kranii anterior (S-N
16
plane). Rata – rata sudutnya adalah 32o. Jika sudut bidang mandibula terlalu besar
(vertical growers) atau terlalu kecil (horizontal growers) akan menimbulkan pola
pertumbuhan yang kurang baik dan dapat mempersulit proses perawatan.
ANALISIS DENTAL
1. Posisi Insisivus Maksila
Insisivus maksila berhubungan dengan bidang N-A baik secara perhitungan
angular maupun linear. Insisivus maksila terhadap N-A, diukur dalam derajat,
mengindikasikan hubungan angular dari gigi insisivus maksila. Insisivus central
maksila terhadap N-A, diukur dalam derajat, memberikan informasi posisi relatif ke
depan dan ke belakang (forward and backward) gigi insisivus terhadap garis N-A.
17
Insisivus central maksila harus berhubungan dengan garis N-A sedemikian
rupa sehingga titik paling anterior dari mahkotanya berada 4—7 mm di depan garis
N-A dan inklinasi aksial membentuk sudut 22o dengan garis N-A. Untuk menentukan
posisi anteroposterior relatif dari insisivus secara tepat, jarak dari permukaan paling
labial dari insisivus ke garis N-A perlu diukur.
2. Posisi Insisivus Mandibula
Posisi linear anteroposterior dan angulasi dari insisivus mandibular ditentukan
dengan menghubungan insisivus paling protusif dengan garis N-B.
Pengukuran insisivus mandibula terhadap garis N-B dalam millimeter
menunjukkan hubungan posisi ke depan atau ke belakang (forward and backward)
18
dari gigi geligi tersebut dengan garis N-B. Insisivus central mandibula terhadap N-B,
diukur dalam derajat, mengindikasikan inklinasi aksial dari gigi geligi tersebut.
2.2 KRITERIA PERTIMBANGAN RUJUKAN
Pertimbangan rujukan masalah ortodontik pada anak-anak disebut sebagai
‗Orthodontic Triage: Child‘. Triase ini dapat membedakan masalah ortodontik
moderate yang dapat ditangani oleh dokter gigi hingga kompleks yang harus
ditangani oleh dokter gigi spesialis ortodonti. Langkah-langkah dalam triase
ortodontik anak adalah sebagai berikut.
Langkah 1: Sindrom dan Abnormalitas dalam Perkembangan
Memisahkan pasien dengan sindrom fasial dan masalah kompleks lainnya.
Dari penampilan fisik, rekam medis dan dental, serta evaluasi status
perkembangan maka pasien dapat dipisahkan dengan mudah. Contoh sindrom
fasial adalah cleft lip or palate, Treacher-Collins’ syndrome, hemifacial
microsomia, dan Crouzon’s syndrome. Pasien dengan sindrom fasial
membutuhkan perawatan dengan multidisiplin ilmu, maka harus dirujuk
kepada spesialis tim kraniofasial untuk dievaluasi dan diberikan perawatan.
Kelainan pertumbuhan dapat mempengaruhi perawatan ortodontik yang
diberikan bersamaan dengan terapi endokrin, nutrisi, ataupun psikologi. Pasien
dengan kelainan pertumbuhan, seperti juvenile rheumatoid arthritis,
membutuhkan perawatan ortodontik yang tepat dan digabungkan dengan
indentifikasi serta kontrol proses kelaianannya.
Pasien dengan asimetris skeletal signifikan selalu dikategorikan sebagai
masalah yang parah atau kompleks.
Pasien dengan masalah-masalah diatas membutuhkan evaluasi termasuk
radiografik posteroanterior dan lateral sefalometri. Perawatan yang dibutuhkan
biasanya berupa tindakan bedah sebagai tambahan untuk perawatan ortodontik
yang komperhensif sehingga perlu dirujuk.
19
Gambar 1. Langkah pertama dalam triase ortodontik anak
Langkah 2: Analisis Profil Wajah
Masalah Anteroposterior dan Vertikal. Masalah skeletal kelas II dan kelas
III serta deformasi vertikal dari tipe wajah yang panjang dan pendek
membutuhkan evaluasi sefalometri untuk merencanakan perawatan yang tepat
dan harus mempertimbangkan keparahan masalah tersebut sehingga harus
dirujuk.
Protrusi ataupun Retrusi Dental. Keparahan protrusi ataupun retrusi dental
harus dikenali selama analisis profil wajah. Protrusi ataupun retrusi gigi insisiv
dengan masalah skeletal juga membutuhkan perawatan skeletal. Namun,
pasien dengan proporsi skeletal yang baik juga dapat mengalami protrusi
insisor. Ketika masalah ini muncul, maka dibutuhkan analisis ruang karena
protrusi insisor dapat membuat potensi terjadinya gigi berjejal lebih tinggi.
Protrusi insisor (bimaxillary protrusi, bukan overjet) biasanya
mengindikasikan ekstraksi premolar dan retraksi insisor yang mengalami
protrusi. Perawatan ini sangat kompleks dan berkepanjangan, sehingga perlu
dirujuk.
20
Gambar 2. Langkah kedua dalam triase ortodontik anak
Langkah 3: Perkembangan Dental
Masalah yang berhubungan dengan perkembangan biasanya membutuhkan
perawatan secara langsung ketika sudah ditemukan.
Perkembangan dental yang asimetris. Erupsi yang asimetris terlihat
signifikan jika perbedaan dari waktu erupsi normal adalah 6 bulan atau lebih.
Perawatan yang baik meliputi monitoring situasi dan dilihat apakah perlu
dilakukan ekstraksi selektif. Kasus ini termasuk kasus parah yang perlu
ditangani dokter gigi spesialis ortodonti.
Gigi permanen yang hilang. Gigi permanen yang hilang akibat bawaan
adalah pasti terjadi (jika gigi primer sebelumnya hilang) atau mungkin terjadi
(jika gigi primer masih ada) sebagai masalah lengkung yang asimetris.
Perawatan yang dibutuhkan adalah pemeliharaan gigi primer, pergantian gigi
yang hilang secara prostetik atau secara transplantasi maupun implan,
ekstraksi gigi primer yang menutupi jalannya erupsi sehingga memungkinkan
gigi permanen untuk drifting, ataupun ekstraksi gigi primer yang diikuti
dengan perawatan ortodontik. Memilih keputusan yang tepat membutuhkan
penilaian terhadap profil wajah yang hati-hati, posisi insisor, kebutuhan ruang,
dan status gigi primer. Maka dari itu, diperlukan rujukan.
Ankilosis gigi permanen. Gigi permanen yang mengalami ankilosis pada usia
dini ataupun gigi tersebut gagal erupsi maka dikategorikan sebagai gigi yang
hilang. Masalah ini sangat parah sehingga membutuhkan kombinasi perawatan
bedah dan ortodontik. Pilihan perawatan yang ditawarkan sangat sedikit, yang
21
paling umum dilakukan adalah ekstraksi gigi yang terkena dan setelah itu
dilakukan penutupan ruang secara ortodontik (jika tulang alveolar cukup
memungkinkan untuk terjadi penutupan ruang) atau penggantian prostetik.
Maka dari itu, diperlukan rujukan.
Supernumerary teeth. Kehadiran multiplesupernumerary teeth
mengindikasikan masalah yang kompleks dan mungkin terdapat sindrom
ataupun abnormalitas bawaan seperti cleidocranial dysplasia. Maka
dibutuhkan perawatan ekstraksi gigi yang berlebih dan reposisi gigi lainnya,
sehingga dibutuhkan rujukan. Namun, jika hanya satu gigi saja yang
berlebihan dan tidak mengalami posisi berjejal yang kompleks, maka dokter
gigi dapat melakukan ekstraksi tanpa rujukan.
Retained or ankylosed primary teeth. Hanya dibutuhkan monitoring oleh
dokter gigi tanpa adanya rujukan. Ketika diperlukan tindakan, maka dapat
dilakukan ekstraksi dan pemeliharaan ruang (jika terjadi kehilangan ruang atau
perpindahan vertikal). Hal ini dikarenakan gigi primer yang abnormal tersebut
nantinya akan digantikan oleh gigi permanen.
Erupsi ektopik. Erupsi ektopik sering mengakibatkan kehilangan gigi primer
dini, tetapi di kasus yang parah dapat terjadi resorpsi gigi permanen.
Perawatan yang dibutuhkan adalah kombinasi bedah, ortodontik, dan mungkin
berhubungan secara genetik dengan anomali lainnya.
22
Gambar 3. Langkah ketiga dalam triase ortodontik anak
Langkah 4: Masalah Space
Pertama kali dilakukan analisis ruang. Dari analisis tersebut dapat dilihat
apakah terjadi kehilangan caninus maupun molar secara prematur. Masalah
tersebut dapat diatasi oleh dokter gigi dengan space maintener.
Selain itu, jika sudah terjadi kehilangan ruang saat premature loss sebesar
3mm atau kurang maka dapat ditangani oleh dokter gigi tanpa dirujuk dengan
space regaining (simple appliances). Namun, jika kehilangan ruang lebih dari
3mm maka perlu dirujuk.
Ketidakteraturan insisor dengan ruang yang cukup dapat ditangani oleh dokter
gigi. Pada pasien dengan periode gigi bercampur dapat dilakukan align
ataupun perawatannya ditunda. Pada pasien dengan periode gigi tetap dapat
dilakukan align
Ketidakteraturan gigi dengan ruang yang berkurang 4mm atau kurang dapat
ditangani oleh dokter gigi dengan mengatur ruang (mengurangi lebar gigi
23
primer, mengekstraksi gigi primer secara selektif, ataupun ekspansi lengkung).
Namun, jika ruangnya berkurang lebih dari 4mm, maka dibutuhkan rujukan.
Midline diastema 2mm atau kurang dapat ditangani oleh dokter gigi dengan
menunggu gigi caninus erupsi tanpa tindakan apapun pada pasien anak.
Berbeda dengan pasien dewasa, diperlukan tindakan tip gigi secara bersamaan.
Namun, jika diastema lebih dari 2mm diperlukan rujukan dan akan dilakukan
bodily movement lalu frenectomi.
Gambar 4. Langkah keempat dari triase ortodontik anak
Langkah 5: Kesenjangan Oklusal Lainnya
Evaluasi bentuk fasial atau hasil analisis ruang. Dari hasil analisis tersebut,
dapat dilihat jika terjadi posterior crossbite (skeletal) maka pasien tersebut
harus dirujuk untuk dilakukan pelebaran sutura mid-palatal.
Jika terjadi posterior crossbite (dental), anterior crossbite, ataupun overjet
berlebih yang kompleks maka perlu dirujuk. Namun, jika posterior crossbite
(dental) moderate maka dokter gigi dapat melakukan tindakan perluasan
dengan cara tipping gigi. Jika anterior crossbite moderate terjadi maka dokter
24
gigi dapat melakukan tip gigi dengan alat lepasan. Jika terjadi overjet berlebih
yang moderate maka dokter gigi dapat melakukan tip dengan alat lepasan.
Jika terjadi anterior open bite yang sederhana, maka pada gigi primer tidak
dibutuhkan perawatan. Namun, pada periode gigi bercampur dibutuhkan
tindakan berupa terapi thumb sucking oleh dokter gigi.
Masalah yang kompleks harus dirujuk dan akan dilakukan modifikasi
pertumbuhan ataupun bedah rahang.
Jika terjadi deep overbite, maka harus dirujuk dan akan dilakukan intrusi
maupun mechanoterapi.
Jika terjadi pergeseran akibat trauma, maka harus dirujuk dan akan dilakukan
perawatan secara langsung.
Gambar 5. Langkah kelima dalam triase ortodontik
25
2.3 ANALISA KEBUTUHAN RUANG
Analisa ruang merupakan suatu cara yang digunakan dalam penentuan
diagnosa kondisi rongga mulut pasien dan rencana perawatan preventif maupun
interseptif ortodontik yang akan dilakukan oleh dokter gigi karena macam perawatan
sangat bergantung pada kondisi susunan gigi geligi dan keinginan pasien terhadap
susunan gigi geliginya. Prinsip pelaksanaan analisa ruang ini berdasarkan diskrepansi
pada model studi dan rahang pasien. Diskrepansi merupakan ruang yang dihasilkan
dari perbedaan ruang yang tersedia (available space) dengan ruang yang dibutuhkan
(required space). Secara umum, konsep perhitungan kebutuhan ruang tergambar dari
peta konsep berikut:
Dalam melakukan perhitungan dibutuhkan model studi, radiograf, dan alat
ukur seperti jangka sorong, dan tabel perkiraan. Analisis ini dapat dilakukan melalui
cara manual maupun menggunakan komputerisasi selain itu metode yang
digunakanpun bermacam – macam dimana cara – cara maupun metode yang ada
memiliki kekurangan dan kelebihan tersendiri. Penggunaan cara maupun metode yang
digunakan akan disesuaikan kasus yang dihadapi. Keakuratan analisis selain
bergantung pada kemampuan operator seperti pemilihan dan penguasaan teknik
Gambar 1. Perbandingan antara ruang yang tersedia dengan ruang yang
dibutuhkan. Apabila kekurangan ruang yang tersedia maka gigi akan crowding.
Apabila sesuai maka susunan gigi rapi dan apabila ruang yang tersedia lebih
banyak daripada ruang yang dibutuhkan maka jarak antar gigi renggang.
26
analisis yang tepat untuk setiap kasus juga bergantung pada hasil cetakan model studi
dan alat – alat bantu yang digunakan saat pengukuran.
Hasil dari analisa kebutuhan ruang harus berdasarkan pada tiga asumsi
penting yaitu:
1. Posisi anteroposterior dari gigi insisif harus tepat (contohnya gigi
insisif tersebut tidak dalam kondisi protrusif atau retrusif secara
berlebihan)
Prevalensi gigi insisif protrusif lebih besar daripada retusif.
Ada interaksi antara crowding gigi geligi dengan suatu hubungan yang
protrusif atau retrusif, apabila insisif condong ke lingual (retrusif), ini
akan memperjelas adanya crowding, namun apabila insisif protrusi,
potensi terjadinya crowding juga akan semakin berkurang. Crowding
dan protrusi adalah dua aspek yang berbeda, dalam sebuah fenomena
yang sama. Jika tidak ada ruang yang cukup untuk gigi tumbuh secara
tepat, hal ini dapat mengakibatkan crowding, protrusi, atau kombinasi
dari keduanya. Oleh karena itu, informasi tentang seberapa banyak gigi
insisif tersebut mengalami protrusi harus ada di pemeriksaan klinis
untuk mengevaluasi hasil analisa kebutuhan ruang.
2. Ruang yang tersedia tidak akan berubah selama pertumbuhan,
Hal ini berlaku pada sebagian besar anak, namun tidak pada
semua anak. Pada anak dengan wajah yang proporsional, kecil
kemungkinannya bahwa gigi geligi tidak akan tumbuh sesuai dengan
lengkung rahang yang ada, namun seringnya gigi akan bergerak secara
anterior atau posterior pada keadaan rahang yang tidak sesuai. Oleh
karena itu, analisa pengukuran ruang tidak akan akurat pada anak
dengan masalah skeletal (kelas II, kelas III, wajah yang terlalu panjang
atau pendek). Bahkan pada anak dengan wajah yang proporsional,
posisi dari gigi molar permanen akan berubah saat molar sulung
digantikan dengan gigi premolar. Jika pengukuran tersebut dilakukan
pada periode mixed dentition, maka harus dilakukan antisipasi untuk
pergeseran molar yang akan terjadi.
3. Gigi yang telah erupsi harus dalam ukuran normal
27
Hal ini dapat dicapai dengan penilaian secara klinis dan radiografis.
Anomali pada ukuran gigi mempunyai dampak yang besar terhadap
ruang tersedia pada lengkung gigi
METODE ANALISIS KEBUTUHAN RUANG PADA PERIODE MIX
DENTITION
Ada tiga metode yang dapat dilakukan:
1. Metode Radiografi
Pengukuran dimensi gigi dengan menggunakan metode radiografi
memerlukan kualitas gambar yang baik dan tidak kabur atau distorsi
minimal. Teknik radiografi periapikal merupakan teknik yang sering
digunakan dibandingkan dengan panoramik atau teknik yang lain karena
perbesaran ukuran gigi yang belum erupsi dapat disesuaikan dengan
derajat perbesaran ukuran gigi yang telah erupsi. Walaupun seringkali
pada penggunaan teknik periapikal, gigi caninus bisa distorsi dan
mengurangi keakuratan pengukuran. Ketepatan metode pengukuran ini
sangat bergantung pada teknik pengambilan gambar yaitu jarak target film,
ada tidaknya distorsi pada film, kejelasan batas mahkota, dan overlapping.
Pada gigi yang mengalami rotasi akan sulit dilakukan pengukuran secara
tepat. Foster dan Wylie (1958) menyatakan pengukuran gigi secara
langsung lebih bisa dipercaya dibandingkan dengan pengukuran yang
diperoleh dari radiografi intraoral dengan kualitas yang meragukan. Untuk
memastikan ukuran yang sebenarnya, biasanya dilakukan pengukuran
pada mesio-distal gigi molar pada model. Seperti pada gambar di bawah
ini:
28
Sedangkan, hubungan proporsional sederhana didapat:
Keakuratan sangat bergantung pada kualitas radiograf dan posisi
lengkung rahang. Teknik ini dapat digunakan baik pada rahang atas
maupun bawah untuk semua ras.
Dalam metode ini dikenal adanya analisi Nance (1947) dan Analisis
Bull (1959). Analisis Nance menggunakan gigi dC, dM1, dan dM2
untuk memprediksi ruang gigi C, P1, dan P2. Selisih ruang yang
tersedia dan ruang yang dibutuhkan dapat dihitung.
Prosedur dari analisis ini adalah:
a. Persiapan
1. Model RA dan RB
2. Foto rontgen/radiograf
3. Jangka sorong
b. Cara
Gambar2. Untuk mengoreksi pembesaran pada film, dengan objek
yang sama pada model. B. pada film. A. yang mana akan
menghasilkan presentasi pembesaran. Rata-rata dari keduanya
digunakan untuk mengoreksi pembesaran dari gigi yang belum
erupsi.
29
1. Ukur lebar mesiodistal dari gigi dC,d M1,dM2 dari model atau
langsung (RA kanan-kiri, RB kanan-kiri), kemudian jumlahkan
2. Ukur lebar mesiodistal dari gigi C, P1, dan P2 yang belum tumbuh
dari foto rontgen/radiograf (RA kanan-kiri, RB kanan-kiri), kemudian
jumlahkan
3. Kemudian bandingkan hasil 1 dan 2. Kemungkinan hasilnya:
- Hasil 1=2 -->cukup
- Hasil 1>2 --> kelebihan sehingga jarak antar gigi renggang
- Hasil 1<2 --> kurang sehingga gigi crowding atau ektopik
2. Metode Non Radiografi
Prediksi lebar mesiodistal gigi kaninus dan premolar permanen yang
belum erupsi dilakukan dengan metode non radiografi, yang pada
prinsipnya dikembangkan dari perhitungan korelasi dan regresi. Analisis
dengan metode non radiografi memiliki beberapa keuntungan yaitu :
Prediksi gigi geligi yang belum erupsi dapat dilakukan dengan
menggunakan lebar gigi geligi permanen yang telah erupsi
sempurna, tanpa radiograf
Perhitungannya sangat sederhana, memiliki systematic error yang
minimal
Dapat dilakukan oleh dokter gigi umum maupun spesialis
Dapat dilakukan dengan cepat, dapat dilakukan pada model
maupun di mulut dengan ketepatan yang baik
Dapat digunakan untuk rahang atas maupun bawah
Sedangkan kekurangannya adalah hasil analisis sangat bergantung pada
hasil cetak model studi. Terdapat dua metode analisis yaitu:
- Analisis Moyers
Analisis Moyers menggunakan jumlah lebar mesiodistal insisif
mandibula dalam memprediksi jumlah lebar caninus dan premolar
maksila dan mandibula. Adanya korelasi yang cukup besar antara
besar gigi geligi insisifmandibula dengan jumlah lebar mesiodistal gigi
kaninus dan premolar pada keduarahang merupakan alasan utama
keempat gigi insisif mandibula digunakan sebagaigigi prediktor dalam
memprediksi jumlah ruang yang dibutuhkan bagi gigi geligiyang
30
belum erupsi. Selain itu, gigi insisif mandibula dipilih sebagai
gigiprediktor karena gigi geligi ini erupsi lebih awal pada masa geligi
bercampur danletaknya berada di tengah-tengah lengkung gigi
sehingga diperoleh akses pengukuranyang mudah dan akurat, baik
pada mulut secara langsung maupun pada model. Gigi insisif
mandibula juga tidak memiliki banyak variasi bentuk dan ukuran.Pada
awalnya tabel prediksi tersebut digunakan untuk laki-laki dan
perempuan secara bersamaan (1973). Namun kemudian tabel tersebut
disempurnakan dengan membedakan antara laki-laki dan perempuan
(1988). Tingkat kepercayaan 50% adalah tingkat kepercayaan untuk
perhitungan yang lebih akurat. Namun, Moyers merekomendasikan
tingkat kepercayaan 75% digunakan untuk kebutuhan klinis karena
pada level ini ada kecenderungan nilai lebar mesiodistal yang
diprediksi setara atau lebih kecil dari lebar mesiodistal yang
sebenarnya. Format tabel ini sebenarnya berfungsi untuk mencegah
para dokter gigi memperoleh nilai yang tidak sesuai dengan nilai lebar
mesiodistal yang sebenarnya.
Cara menggunakan analisis moyers adalah sebagai berikut :
1. Mengukur lebar mesiodistal keempat gigi insisif permanen bawah
baik sentral maupun lateral kemudian dijumlahkan dan dicatat.
2. Jika terdapat crowding pada gigi insisif bawah, tandai jarak antar
insisif dalam lengkung gigi tiap kuadran dimulai dari titik kontak gigi
insisif sentralis mandibula. Ruang yang tersedia adalah jarak antara
distal insisif lateral ke mesial M1, apabila gigi insisif crowding,
maka jarak overlapping di hitung, dikurangkan dari ruang yang
tersedia.
3. Mengukur jarak tanda di bagian anterior (bagian distal gigi insisif
lateralis permanen) ke tanda di permukaan mesial dari gigi molar
pertama permanen (space available). Dapat dilakukan menggunakan
kawat atau dengan kaliper.
4. Jumlah lebar mesiodistal keempat gigi insisif mandibula
dibandingkan dengan nilai pada tabel proporsional dengan tingkat
kepercayaan 75% untuk memprediksi lebar gigi caninus dan premolar
maksila dan mandibula yang akan erupsi pada satu kuadran.
31
5. Membandingkan jumlah ruang yang tersedia dengan ruang yang
diprediksi (dari tabel) pada kedua rahang. Jika diperoleh nilai negatif,
maka dapat disimpulkan adanya kekurangan ruang. Jika diperoleh
nilai postifi, maka dapat disimpulkan ruang yang tersedia cukup
untuk ruang gigi erupsi.
Tabel1. Perhitungan Analisis Moyers
Gambar3. Jarak pengukuran metode moyers yaitu dari distal gigi
insisif lateral ke mesial gigi molar 1
Catatan : Posisi distal gigi molar dua desidui atau sisi mesial gigi molar
pertama atas dan bawah yang masih end to end bite ( sejajar ) pada masing-
masing sisi tambahkan kebutuhan ruang untuk penyesuaian oklusi menjadi klas
I Angle ( Lee way space ) rata-rata sebesar 0.9 mm untuk rahang atas dan 1,7
32
mm untuk rahang bawa selain itu pada Metode Nance, ia dapat juga digunakan
untuk mengetahui besarnya Lee way space pada kasus-kasus mixed dentition.
Cara membaca dan penanganan yang mungkin dilakukan setelah mengetahui
hasil analisis Moyers ini adalah :
1. Ruang yang tersedia < dari prediksi
Perawatan yang dibutuhkan adalah space regainer yang digunakan untuk
membuka kembali ruang seperti seharusnya sehingga dapat menghindari
kondisi crowded.
2. Ruang yang tersedia = prediksi
Perawatan yang dibutuhkan adalah space maintainer yang digunakan untuk
mempertahankan ruang yang sudah ada sehingga menghindari kondisi
malposisi gigi geligi. Ulfa (2009) menambahkan kehilangan gigi desidui
molar kedua sebelum memasuki masa erupsinya maka akan memacu gigi
molar pertama permanen untuk bergerak ke arah mesial. Hal tersebut dapat
diatasi dengan menggunakan space maintainer untuk menjaga agar tidak
terjadi pergeseran gigi dan ruang yang mencukupi untuk gigi premolar
kedua erupsi. Kehilangan dini gigi tidak serta merta dapat diatasi dengan
menggunakan space maintainer dimana terdapat kondisi tertentu yang tidak
memungkinkan penggunaan alat tersebut diantaranya :
1. Gigi yang mengalami premature lost adalah gigi insisivus desidui karena
hampir tidak ada pergeseran kearah mesial
2. Tonjolan yang ada di sebelah ruang kosong sudah mengunci sedemikian
rupa sehingga pergeseran ke ruang kosong akan terhalang dengan
sendirinya
3. Pergeseran gigi yang terjadi justru memperbaiki relasi molar pada oklusi
normal
4. Pergeseran gigi memperbaiki crowded anterior
- Analisis Tanaka-Johnston
Analisis ini merupakan pengembangan dari perhitungan regresi
Moyers untuk memprediksi lebar mesiodistal gigi kaninus, premolar
pertama, dan premolar kedua permanen yang akan erupsi. Analisis
Tanaka-Johnston dikembangkan dari 506 sampel yang berasal dari
keturanan Eropa Utara. Analisis Tanaka-Johnston memiliki koefisien
korelasi sebesar 0,63 untuk maksila dan 0,65 untuk mandibula
33
sedangkan standard error of estimate yang dimiliki adalah 0,86 mm
untuk gigi rahang atas dan 0,85 mm untuk gigi rahang bawah. Analisis
ini tidak membutuhkan foto radiografi maupun tabel sehingga mudah
dihafal dan praktis digunakan. Analisis ini menggunakan lebar
mesiodistal keempat gigi insisif mandibula dalam perhitungannya.
Dalam analisis Tanaka-Johnston, setengah dari jumlah lebar
mesiodistal keempat gigi insisif mandibula dihitung. Kemudian
ditambahkan 10,5 mm untuk memprediksi jumlah lebar mesiodistal
gigi kaninus dan premolar yang akan erupsi pada mandibula dalam
satu kuadran. Pada maksila rumus ditambahkan 11,0 mm untuk
memprediksi jumlah lebar mesiodistal gigi kaninus dan premolar pada
maksila dalam satu kuadran. Setelah itu, jumlah lebar gigi pada
seluruh rahang dijumlahkan dan dibandingkan dengan ruang yang
tersedia pada rahang (space available). Secara detail dapat dilihat pada
tabel dibawah ini:
34
- Analisis Sitepu
Rahardjo (2011) menjelaskan bahwa dalam pelaksanaan analisa ruang
ini ada cara lain yang digunakan yaitu dengan menghitung memakai
rumus tertentu untuk mengetahui lebar benih gigi. Prosedur cara ini
adalah dengan menjumlahkan keempat lebar mesiodistal gigi insisius
rahang bawah kemudian dimasukkan ke rumus dan hasil perhitungan
akan menunjukkan lebar mesiodistal gigi kaninus (C), premolar
pertama (P1), dan premolar kedua (P2). Ruang yang dibutuhkan dapat
diperoleh dari jumlah lebar mesiodistal gigi insisiv atas ataupun bawah
ditambah dua kali lebar mesiodistal kaninus permanen dan premolar
yang didapat dari rumus. Rumus yang ada biasanya ditentukan untuk
suatu ras tertentu dimana Sitepu (1983) dalam tesisnya menemukan
rumus yang sesuai dengan ras Deutero-Melayu. Penelitian yang ia
lakukan mencakup 215 anak dengan presentasi keberhasilan rumus
sebesar 99%. Rumus tersebut adalah lebar mesiodistal gigi kaninus
(C), premolar pertama (P1), dan premolar kedua (P2) pada satu sisi (Y)
berdasar jumlah lebar mesiodistal gigi insisivus rahang bawah (X)
dengan persamaan :
Y rahang atas = 0,484263X + 11,7181
Y rahang bawah = 0,460037X + 10,9117
Perbedaan antara analisis Moyers dengan analisis Sitepu ini
terletak pada ras yang diteliti dimana pada Moyers adalah anak kulit
putih Amerika sementara pada Sitepu pada anak ras Deutero-Melayu
selain itu tampak pada nila perbandingan prediksi lebar region
kaninus-premolar pada rahang atasnya prediksi Sitepu lebih besar
dibanding prediksi Moyers dengan lebar insisivus rahang bawah yang
sama namun hal tersebut berbanding terbalik pada lebar regio kaninus-
premolar rahang bawah dimana prediksi Moyers lebih besar angkanya
dibanding prediksi Sitepu yang menunjukkan perkembangan rahang
pada anak Amerika berkulit putih lebih besar dibanding pada anak ras
Deutro-Melayu mengingat adanya pengaruh jenis dan pola konsumsi
makanannya. Prediksi Moyers menjelaskan bahwa ketika kita
menggunakannya harus memperhatikan pula overjet yang terjadi. pada
35
anduan umum analisa ruang secara keseluruhan ini sendiri adalah
mengacu pada Proffit dan Fields (2007) dimana dijelaskan bahwa :
1. Kondisi dengan kekurangan ruang sampai dengan 4 mm maka
tidak perlu dilakukan pencabutan gigi permanen.
2. Kondisi dengan kekurangan ruang antara 5 – 9 mm terkadang
masih dapat dilakukan perawatan dengan tidak perlu
dilakukan pencabutan gigi permanen namun seringnya
memerlukan pencabutan gigi permanen (tidak termasuk gigi
M3).
3. Kondisi dengan kekurangan ruang 10 mm atau lebih maka
selalu perlu dilakukan pencabutan gigi permanen biasanya
premolar pertama dengan catatan seluruh gigi lainnya dalam
keadaan baik namun apabila terdapat gigi karies parah dan
tidak dapat dirawat lagi maka dapat dicabut dengan
menyesuaikan kondisi kasus pasien.
3. Metode kombinasi gambaran radiograf dan tabel prediksi.
- Analisis Hixon-Oldfather and Staley
Metode ini menggabungkan teknik radiografi dan teknik perhitungan pada
model dalam memprediksi jumlah lebar mesiodistal gigi kaninus dan
premolar yang akan erupsi pada kedua rahang. Metode ini merupakan
metode yang paling akurat karena menggabungkan keuntungan dari
metode radiografi dan metode rumus prediksi untuk meningkatkan daya
prediktibilitas. Metode ini pertama kali dikembangkan oleh Hixon dan
Oldfather (1958). Kemudian Staley memodifikasi metode ini sehingga
standard error of estimate dapat diturunkan menjadi 0,44 dan koefisien
korelasinya meningkat menjadi 0,92. Berikut adalah grafik standard error
of estimates dari metode ini:
36
Gambar4. Grafik menunjukkan hubungan antara ukuran gigi insisif bawah
dari model ditambah premolar satu dan dua bawah yang diukur dari
radiograf (x-axis) dan ukuran gigi kaninus ditambah gigi premolar (y-axis)
Cara menggunakan analisis Hixon -Oldfather and Staley adalah sebagai
berikut :
1. Lebar mesiodistal gigi insisif sentralis dan gigi insisif lateralis pada
satu kuadran diukur pada model studi.
2. Dilakukan pengukuran secara langsung lebar mahkota gigi premolar
pertama dan kedua yang belum erupsi pada foto radiografi.
3. Jumlahkan hasil pengukuran pada model studi dan foto radiografi.
4. Lihat pada grafik prediksi untuk menentukan gigi kaninus, premolar
pertama, dan premolar kedua yang belum erupsi
38
2.4 ALAT ORTODONTI LEPASAN
Alat ortodonti lepasan tidak melekat permanen pada gigi dan dapat lepas dari mulut
oleh pasien. Berbagai pergerakan gigi yang dapat dicapai dengan menggunakan, baik individu
maupun kelompok gigi: tipping, pengurangan overbite, koreksi crossbite, ektrusi, dan intrusi
Alat ortodonti lepasan digunakan untuk beberapa jenis pergerakan gigi berikut
- Gerakan tiping Karena alat ortodonti lepasan menerapkan satu titik kontak
pergerakan pada mahkota gigi sehingga gigi akan miring disekitar titik tumpu,
dimana titik tumpu pada gigi berakar satu berada pada 40% panjang akar dari apek
- Pergerakan sekelompok gigi karena alat lepasan dihubungkan dengan baseplate
yang lebih efisien menggerakkan sekelompok gigi
- Mempengaruhi erupsi dari opposing teeth hal ini dapat diatasi dengan
menggunakan
Flat anterior bite plane, mengatasi occlusi yang rendah pada gigi anterior.
Alat ini untuk mengurangi overbite
Bucal capping, membebaskan kontak antara segmen bukal gigi. Hal ini
dimungkinkan jika intrusi pada bagian bukal diperlukan.
A. INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI,
Indikasi
- Pasien berada pasa masa tumbuh kembang (lebih efektif jika digunakan pada masa
mixed dentition)
- Kasus non ekstraksi
- Sebagai retensi setelah perawatan orthodontic
Kontraindikasi
- Maloklusi skeletal
- Pasien tidak kooperatif (kooperatif pasien pada AOL lebih besar dari 70%)
B. KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN
Keuntungan
39
1. Pasien dapat melanjutkan prosedur rutin oral hygiene tanpa gangguan.
Rongga mulut dan alat orthodonti lepasan, keduanya dapat tetap dijaga
kebersihannya.
2. Semua prosedur restorative dapat dilakukan saat penggunaan alat
orthodonti lepasan.
3. Hampir semua bentuk pergerakan tipping dapat secara sukses diperbaiki.
4. Alat orthodonti lepasan lebih tidak mencolok dibandingkan dengan fixed
appliance. Oleh karena itu, secara umum AOL lebih diterima oleh pasien.
5. Penggunaan alat ini dapat diaplikasikan dan dimonitor oleh dokter gigi
umum karena desainnya yang relatif simpel.
6. Waktu yang dibutuhkan oleh operator untuk mengaktivasi alat ini lebih
sedikit, dikarenakan gerakan yang diakibatkan oleh alat hanya sedikit,
sehingga waktu pertemuan dokter gigi dengan pasien juga lebih sedikit.
7. Pasien dapat melepas alat yang rusak atau tidak nyaman. Di samping itu,
alat yang rusak juga tidak darurat bagi para dokter gigi.
8. Murah
Kekurangan
1. Kekooperatifan pasien adalah kunci dari terapi alat orthodonti lepasan.
Durasi pemakaian alat tergantung pada durasi alat dapat bekerja.
Karenanya, durasi perawatan dapat bertambah tergantung dari kepatuhan
pasien.
2. Kemampuan alat orthodonti lepasan hanya dapat untuk beberapa
pergerakan, tidak dapat menyebabkan pergerakan tiga dimensional.
3. Pergerakan yang banyak sangat sulit dilakukan, bahkan terkadang tidak
mungkin dilakukan.
4. Pasien harus memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk melepas dan
memasang kembali alat agar perawatan sukses.
5. Kemungkinan alat orthodonti lepasan hilang dan/atau rusak lebih besar.
C. KOMPONEN DAN DESAIN
Terdapat 3 komponen utama dalam alat ortodonti lepasan:
1. Komponen retentive
40
Komponen retentive adalah bagian yang menjaga alat tetap pada
posisinya dan mencegah kesalahan penempatan. Bagian ini juga menjaga agar
alat tidak lepas saat digunakan. Komponen retentive dibentuk oleh kawat yang
tidak memiliki fungsi penggerak tetapi fungsi penjangkaran. Kawat ini disebut
juga dengan clasp.
Prinsip penggunaan clasp adalah dengan mengandalkan undercut yang
dibentuk oleh clasp. Pada undercut, clasp akan mengikat pada bagian
lengkung gigi dibawah lingkar terbesar gigi. Ada dua tipe undercut; buccal
lingual cervical gigi dan mesial distal proximal gigi.
Clasp terdiri dari berbagai jenis berdasarkan bentuk dan perlekatannya.
Clasp-clasp tersebut adalah:
a. Cicumferential clasp : dikenal juga sebagai ¾ clasp. Mempunyai
desain yang sederhana dan perlekaatannya baik, perlekatan pada
undercut di sisi cervico buccal (M1), kelemahannya jika gigi belum
erupsi sempurna perlekatan tidak baik.
b. Jackson‘s clasp: mirip dengan circumferential tetapi retensi dibuat
mengelilingi gigi sepenuhnya, disebut juga U clasp. Kelemahannya
jika gigi belum erupsi sempurna perlekatan tidak baik.
c. Adam‘s clasp: terdiri dari 3 komponen; 2 arrow head, bridge, 2
retentive arm dan memakai undercut mesial dan distal. Bridge berada 1
mm dari permukaan bukal dan setinggi setengah mahkota gigi.
Arrowheads harus parallel dan dapat duduk pada mesial distal
unePaling sering digunakan karena bersifat universal dan dapat
dimodifikasi dengan mudah. Kelebihannya antara lain retensinya
sangat baik, dapat dengan mudah disesuaikan, dapat digunakan pada
41
gigi yang belum erupsi sempurna, dan dapat dipakai pada tahap
perkembangan gigi sulung ataupun permanent, setengah atau erupsi
sempurna dan pada gigi insisif, premolar ataupun molar.
d. Triangular clasp: diletakkan pada interdental dua gigi posterior,
cengkram ini menggunakan prinsip undercut di proksimal.
Kelebihannya yaitu tidakmemberikan iritasi pada gingival.
e. Southend clasp: cengkram diletakan pada servikal margin labial dua
gigi insisif 1.
f. Ball end clasp: claps ini memiliki bola diujungnya yang berfungsi
untuk mengcengkram undercut proksimal pada interdental. mirip
dengan triangular clasp, peletakannya sama, hanya saja bentuknya
lebih sederhana
g. Schwarz clasp: clasp ini memiliki banyak arrowhead yang
mencengkram interproksimal undetcut gigi poserior. Prinsip yang
42
digunakan hampir seperti triangular clasp hanya saja gigi yang
dilibatkan lebih banyak
h. Crozat clasp: adalah modifikasi dari Jackson‘s clasp tetapi ditambah
solderan kawat pada bagian buccal di bawah kawat utamanya yang
dapat mencengkram undercut mesial dan distal sehingga memberikan
retensi yang lebih baik.
2. Komponen aktif
Komponen aktif adalah kawat pemberi gaya untuk pergerakan gigi. Ada empat
jenis komponen aktif:
a. Bow (busur)
biasanya digunakan untuk retraksi gigi-gigi incisor. Ada beberapa jenis
bow berdasarkan bentuk juga fungsinya. Dapat digunakan menjadi
aktif (diameter kawat SS 0,6-0,7 mm) ataupun pasif (diameter kawat
SS 0,7-0,9 mm). Komponen ini digunakan untuk mereduksi overjet
maupun mendorong sekelompok gigi anterior ke palatal / lingual.
Bentuknya mengikuti lengkung gigi anterior dan sejajar bidang
oklusal. Letak kawat harus di 1/3 tengah mahkota gigi agar tujuannya
tercapai, yaitu gigi terdorong ke palatal. Sedangkan jika letak kawat
berada pada 1/3 servikal, gigi akan terdorong ke palatal dan insisal
(ekstrusi) dan jika letak kawat berada pada 1/3 insisal, maka gigi akan
terdorong ke palatal dan servikal (intrusi). Daerah aktivasinya adalah
dengan memperkecil loop.
Jenis Labial Bow :
43
- Split
Labial bow yang membelah di bagian tengah. Labial bow tipe ini
menunjukkan fleksibilitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan short labial
bow. Diindikasikan untuk anterior retraction, modifikasi labial bow tipe ini
dapat digunakan untuk menutup midline diastema. Aktivasinya adalah dengan
menekan U loop 1-2 mm.
- Reverse
Biasa disebut juga dengan reverse loop labial bow. U loops terletak pada distal
gigi C dan ujung bebas dari U loops beradaptasi dari oklusal diantara P1 dan
C. Mencegah C ke arah buccal ketika retraksi
- Robert‘s retractor
44
Labial bow yang dibuat dari kawat tipis (0,5 mm) dengan coil berdiameter 3
mm pada mesial gigi C. Diindikasikan untuk pasien dengan severe anterior
proclination dengan overjet > 4 mm. Kawatnya sangat fleksibel, sehingga hal
tersebut menghasilkan kekuatan yang lebih ringan
- Mill‘s retractor
Memiliki loop yang luas. Diindikasikan untuk pasien dengan large overjet.
Kekurangan dari labial bow tipe ini adalah konstruksinya rumit.
- High with apron springs
Menggunakan kawat yang tebal (0,9 mm). Labial bow tipe ini dapat di desain
untuk retraksi pada satu atau lebih gigi, sifatnya sangat fleksibel dan dapat
digunakan pada kasus large overjet. Apron spring disini adalah komponen
aktif yang dapat di aktivasi melalui bending menuju gigi. Karna sangat
fleksibel, maka aktivasi hingga 3 mm dapat dilakukan dalam suatu waktu.
Kekurangannya adalah konstruksi yang rumit dan memiliki resiko untuk
mengiritasi jaringan lunak.
b. Spring (pegas)
digunakan untuk menggerakan gigi ke berbagai arah sesuai jenis
springnya.
i. Simple spring
Untuk menarik gigi ke arah mesial atau distal. Terdiri dari
sebuah coil/kumparan atau helix yang berada di dekat titik
attachmentdan ujung bebas (free end) yang bergerak.
45
Konstruksi pegas ini dibangun sedemikian rupa sehinggahelix
diposisikan berlawanan dengan arah dimaksudkanperpindahan
gigi . Helix juga harus ditempatkan di sepanjangsumbu panjang
gigi yang akan dipindahkan dan tegak luruske arah gerakan gigi
(Gambar 38.2B ) .
Aktivasi finger springs diaktifkan dengan membuka
kumparan/coil atau memindahkan area aktif terhadap gigi yang
dipindahkan. Sekitar 3 mm dari aktivasi dianggap optimal.
ii. Cranked single cantilever spring untuk menggerakan incisor ke
labial
iii. Z spring (bumper terbuka) digunakan untuk menggerakan gigi
ke labial
iv. T spring (bumper tertutup) untuk menggerakan gigi ke labial.
Terbuat dari SS 0,5-0,6 mm (diameter kawat) digunakan untuk
mendorong gigi P dan kadang C ke buccal. Dapat pula untuk
mendorong dua gigi anterior ke labial bersama-sama. Sesuai
dengan namanya, pegas ini memiliki bentuk T-shaped pada
lengannya, dan ujungnya tertanam pada baseplate. Aktivasi
46
dilakukan dengan menarik ujung bebas dari ―T‖ terhadap arah
pergerakan gigi yang diharapkan.
v. Coffin spring digunakan fungsinya sama seperti screw yaitu
untuk ekspansi lengkung rahang
vi. Canine retractor:
o U loop untuk menarik canine ke distal
o Hellcal untuk menarik canine ke distal
o Palatal untuk menarik canine ke distal
o Buccal untuk menarik canine ke distal
c. Screw diletakkan pada basis plat akrilik. Guna screw untuk alat
ortodonti untuk menghubungkan bagian dari basis akrilik yang terpisah
kegunaannya antara lain untuk ekspansi lengkung rahang, menggeser
sekelompok gigi ke labial dan ke distal.
47
d. Elastic (karet) jarang sekali digunakan pada alat ortodonti lepasan.
Lebih banyak digunakan pada alat ortodonti cekat. Elastic digunakan
untuk menarik gigi dengan dipasangkan pada hook pada kawat
aktivasi. Elastic biasanya digunakan untuk meningkatkan gaya yang
diberikan kawat orto atau memberikan gaya kea rah yang tidak bisa
diberikan dengan baik oleh kawat ortho, misalnya menariknya ke
oklusal.
3. Base plate (plat basis)
Sebagian besar dari alat ortodonti lepasan debentuk dari plat basis. Fungsi base
plate adalah mendukung komponen lain, seperti :
- Tempat penanaman basis spring, clasps , labial bow, dll
- Mencegah pergeseran gigi yang tidak akan digerakan
- Melindungi spring di daerah palatal
- Menahan dan meneruskan kekuatan gigitan
Syarat :
- Menutupi seluruh palatum keras (RA) / vestibulum lingualis (RB)
- Menempel pada tepi vertikal gigi bagian palatal
- Berkontak ringan dengan mukosa palatal / lingual
- Tidak menghalangi erupsi gigi
- Ketebalan maksimum 2 mm (cukup tebal sebagai tempat retensi pegas)
- Tidak mudah patah & memberikan kenyamanan
- Kondisi akrillik tidak porus, halus, berkilap, dan merata
48
Dapat di modifikasi dan memiliki tambahan fungsi, seperti :
- Anterior bite plane / anterior bite raiser
Yaitu suatu peninggian gigitan di anterior, biasanya di rahang atas. Fungsi dari
anterior bite plane yaitu :
1. Untuk menghilangkan kontak Rahang Atas dan Rahang Bawah di
posterior
2. Memberikan efek intrusi gigi anterior dan efek ekstrusi gigi posterior.
3. Untuk kelainan vertikal misalnya kasus deep bite
4. Mengatasi crossbite posterior (kelainan buco-lingual/ buco palatal),
dengan bantuan tambahan perawatan lainnya.
5. Peninggian 1-2 mm (regio M berjarak 1-2 mm)
6. Berkontak dengan gigi anterior bawah
7. Terlihat datar dari depan (sejajar bidang horizontal). Pemakaian tidak
boleh terlalu lama, bila sudah diatasi maka akrilik diasah untuk mecegah
kelainan TMJ.
- Posterior bite plane / posterior bite raiser
Yaitu suatu peninggian gigitan di posterior, dapat diletakan di rahang atas
ataupun rahang bawah. Fungsi dari posterior bite plane :
1. Menghilangkan kontak vertikal di anterior seperti untuk mengatasi
crossbite anterior (jumping the bite) hanya bila overbite lebih besar dari
freeway space
2. Tekanan di posterior akan menimbulkan intrusi gigi posterior
- Incline bite plane
D. CARA PEMASANGAN DAN AKTIVASI
Komponen Aktif
Komponen ini mengaplikasikan gaya ke gigi untuk menghasilkan pergerakan
yang diinginkan. Komponen-komponen tersebut adalah:
a. Pegas. Terbuat dari kawat stainless steel dengan diameter 0,5-0,7 mm.
b. Busur (bows). Terbuat dari kawat stainless steel dengan diameter 0,5-0,7 mm
49
c. Sekrup
d. Elastis
Pegas
Adalah komponen yang berfungsi untuk memberi tekanan untuk mendorong,
menarik, atau memutar gigi yang malposisi. Dapat diklasifikasikan menjadi:
1) Pegas untuk menarik ke arah mesial / distal
2) Mendorong ke labial / bukal
3) Menarik ke palatal / lingual
4) Memperbaiki rotasi gigi
5) Pegas ekspansi
Syarat :
Sederhana dan kuat
Mudah disesuaikan
Mudah dibersihkan
Fit pada ruang yang ada tanpa menyebabkan ketidak nyamanan pada
pasien
Harus dapat aktif dalam jangka waktu yang lama
Tipe-Tipe Pegas :
Pegas Sederhana
Disebut juga Simple Spring / Finger Spring / Free And Spring / Cantilever
Spring.
Biasanya digunakan untuk gigi insisif.
Diameter kawat yang digunakan SS 0,5 – 0,6 mm.
Lengan pegas terletak di atas titik kontak dan tidak mengganggu oklusi
dan tidak menempel pada gusi.
Bagian labial sejajar dengan permukaan insisal gigi, sepanjang 1/3 mesial-
distal.
50
Dapat dimodifikasi dengan menggunakan koil, koil berada berlawanan
dengan arah pergerakan gigi yag direncanakan. Koil juga berada segaris
pada long axis.
Aktivasi dilakukan dengan menggerakan lengan pegas ± 3mm ke arah
pergerakan atau dengan memperbesar koil (jika menggunakan koil).
Diindikasikan untun pergerakan mesiodistal misalnya penutupan diastema
tetapi gigi harus berada normal di garis lengkung gigi.
Mershon Spring
Bisa dalam bentuk single / double.
Berfungsi untuk mendorong lebih dari dua gigi anterior ke labial secara
bersama-sama.
Diameter kawat yang digunakan SS 0,6-0,7 mm.
Terletak tegak lurus sumbu panjang gigi, jika tidak dapat mengakibatkan
ekstrusi gigi.
51
Pegas Bumper Terbuka
Disebut juga Mattress Spring / Z spring.
Digunakan untuk mendorong gigi I atau C ke labial.
Diameter kawat yang digunakan SS 0,6 mm.
Pegas terletak di palatal atau lingual.
Terdiri dari dua loop atau lebih yang sejajar dan selebar bidang mesio-
distal.
Loop tegak lurus sumbu gigi.
Aktifasi dilakukan dengan memperbesar loop.
Bila keduad loop diaktifasi, maka gigi akan bergerak ke labial, sedangkan
jika hanya satu loop yang diaktifasi, maka gigi akan berotasi.
Digunakan untuk pergerakan ke labial pada kasus crossbite apabila
terdapat space yang cukup.
52
Pegas Bumper Tertutup
Disebut juga sebagai T Spring.
Gunanya untuk mendorong dua gigi C dan P ke bukal.
Diameter kawat yang digunakan SS 0,5-0,6 mm.
Sesuai dengan namanya, pegas ini memiliki bentuk T-shaped pada
lengannya, dan ujungnya tertanam pada baseplate. Aktivasi dilakukan
dengan menarik ujung bebas dari ―T‖ terhadap arah pergerakan gigi yang
diharapkan (membuka loop agar tetap berkontak ke gigi yang bergerak ke
bukal).
Labial Bow
53
Komponen ini digunakan untuk mereduksi overjet maupun mendorong
sekelompok gigi anterior ke palatal / lingual.
Dapat digunakan menjadi:
aktif (diameter kawat SS 0,6-0,7 mm), ataupun
pasif (diameter kawat SS 0,7-0,9 mm).
Bentuknya mengikuti lengkung gigi anterior dan sejajar bidang oklusal.
Letak kawat:
1/3 tengah, gigi akan terdorong ke palatal,
1/3 servikal, gigi akan terdorong ke palatal dan insisal (ekstrusi), dan
1/3 insisal, gigi akan terdorong ke palatal dan servikal (intrusi).
Daerah aktivasinya adalah dengan memperkecil loop.
Terdapat banyak variasi dari labial bow dalam bidang orthodontik.
(LABIAL BOW SAMA KAYAK MERRY, AMBIL GAMBAR DARI
MERRY)
Busur Labial Tipe Pendek (Short Labial Bow)
Pundak busur labial tipe ini setelah keluar dari plat lewat di daerah interdental
antara gigi C dan P1 atau c dan m1 decidui, kemudian membentuk U loop arah
vertikal setinggi pertengahan antara vornic – cervical gigi, dilanjutkan dengan
belokan 90° melengkung horisontal mengikuti permukaan labial gigi-gigi
anterior dari satu sisi ke sisi sebelahnya kemudian dengan cara yang sama
membentuk belokan 90° arah vertikal membentuk U loop dan pundak pada
sisi sebelahnya. Berguna untuk meretraksi ke dua atau ke empat gigi insisivus
yang inklinasinya terlalu ke labial/protrusive dan penutupan space anterior.
Selain itu dapat digunakan sebagai komponen retensi dalam Hawley‘s
retainer. Diameter kawat yang dipakai bervariasi tergantung kegunaannya : 0,7
mm untuk tujuan aktif (retraksi) dan 0,8 mm - 0,9 mm untuk tujuan retentif
(retainer) untuk mempertahankan hasil perawatan. Untuk penutupan space,
aktivasi dilakukan dengan cara menekan loop 1-2 mm.
54
Busur Labial Tipe Panjang (Long Labial Bow)
Bentuknya sama dengan busur labial tipe pendek terdiri dari basis, pundak,
loop U dan lengkung labial tetapi letak pundak di daerah interdental gigi P1
dan P2 atau antara gigi m1 dan m2 desidui. Lengkung labial menempel pada
permukaan labial gigi anterior dari gigi kaninus kanan sampai kaninus kiri
sehingga dapat dipakai untuk meretraksi ke enam gigi anterior. Diameter
kawat yang biasa dipakai adalah 0,7mm/0,8 mm untuk pemakaian aktif dan
0,9 mm untuk pemakaian retentif (sebagai retainer). Busur ini diindikasikan
untuk reduksi overjet minor, penutupan space anterior kecil, penutupan space
distal kaninus dan untuk guidance bagi kaninus saat retraksi kaninus. Dapat
dimodifikasi dengan disolderkan pada cengkram Adams.
Split Labial Bow
Merupakan modifikasi dari short labial bow dengan memisahkan kawat di
tengah. Hal ini dilakuka untuk meningkatkan fleksibilitas dari short labial bow
yang kaku. Busur ini dibuat dari kawat SS 0,7 mm dan mempunyai 2 lengan
bukal, U loop, distal akhir di kaninus, yang terpisah. Labial bow ini efektif
untuk retraksi anterior, penutupan diastema di midline yang dimodifikasi
dengan lengan bukal yang memanjang melewati insisiv yang berlawanan.
Aktivasi dilakukan dengan menekan/ mengecilkan loop 1-2 mm.
Robert’s Retractor
Labial bow ini dibuat dari kawat SS 0,5 mm. Ia memanjang di permukaan
labial dari C ke C. Ia menambahkan koil 3mm pada dasar loop. Kombinasi
dari kawat yang tipis dengan koil menjadikan labial bow ini sangat fleksibel
dan rentan distorsi karena kurangnya stabilitas vertikal. Untuk mengatasinya,
lengan distal dari loop disokong dengan softened stainless steel tubes dengan
diameter internal 0,5 mm. Bersama dengan cengkram adam‘s untuk retensi,
retractor ini dapat digunakan pada pasien dengan proklinasi anterior berat
karena alat ini menghasilkan gaya yang lebih ringan tetapi dengan jangka
55
waktu aktivasi yang lebih lama. Ia juga dapat digunakan pada pasien dewasa
dengan alasan yang sama.
Reverse Labial Bow
Labial bow ini disebut reverse karena aktivasi dilakukan dengan membuka
loop lebih lebar, bukan menekannya sehingga lebih kecil. Loop berada di
distal kaninus dan lengan kanan dibengkokkan ke arah anterior lengkung
rahang. Lengan mesial loop diadaptasikan diantara kaninus dan premolar 1.
aktivasi dilakukan dengan membuka loop yang menyebabkan menurunkan
posisi labial bow di regio insisivus. Untuk menjaga level yang sesuai, tekukan
penyeimbang diberikan dia dasar U loop.
Mill’s Retractor
Merupakan labial bow denga desain kompleks. Menggunakan kawat SS
0,7 mm yang mempunyai loop yang ekstensif untuk meningkatkan
fleksibilitas dan range dari aksi yang dapat dilakukan retractor. Bagian
anterior memanjang sampai mesial kaninus dan selanjutnya membentuk loop
kompleks yang mengarah ke gingival sebelum berakhir di lengan retentiv di
distal kaninus. Konstruksi yang sulit dan pemenuhan pasien yang kurang
mejadikannya jarang digunakan.
High Labial Bow with Apron Springs
Labial bow memanjang sampai ke vestibulum labial. Menggunakan kawat
SS 0,9-1 mm. labial bow bertindak sebagai support terhadap apron springs
(menggunakan kawat 0,4 mm). apron springs membantu retraksi satu atau
lebih gigi anterior atas. Karena menggunakan pegas yang sangat fleksibel,
dapat dilakukan untuk kasus overjet yang besar. Pegas diaktivasikan dengan
membengkokkannya mendekati gigi. Konstruksi yang sulit, kemungkinan
mencederai jaringan lunak, dan pemenuhan pasien yang kurang mejadikannya
jarang digunakan.
56
Fitted Labial Bow
Labial ini mengadaptasikan kontur dari permukaan labial anterior. Ia
digunakan untuk retensi setelah perawatan orthodontik cekat. U loop lebih
kecil dibandingkan labial bow konvensional.
Helical Coils Spring
o Free-ended spring dengan dua koil yang diletakkan pada lengan yang
berbeda.
o Digunakan untuk regain lost extracion space.
o Terbuat dari kawat SS 0,6 mm dengan lengan penyambung diantara kedua
pegas berfungsi sebagai lengan retentif.
o Aktivasi dilakukan dengan membuka koil. Kedua koil dapat diaktivasi
dengan berbeda tergantung kebutuhan.
o Pegas di support oleh sebuah envelop of acrylic.
Pegas Coffin
Ada 2 jenis, yaitu untuk RA dan RB, tetapi kasus yang sering adalah RA.
Merupakan pegas berbentuk omega yang berfungsi untuk mengekspansi
lengkung rahang.
Aktivasi dengan cara memegang kedua sisi alat di sekitar cengkram lalu
secara perlahan mendorong kedua sisi alat menjauh untuk melebarkan
pegas sekitar 2 mm.
Syarat-syarat Coffin RA:
57
1. Diameter 1,25 mm.
2. Dibentuk dengan loop yang cukup besar pada bagian tengah palatal.
3. Berjarak 1 mm dari mukosa palatal.
4. Ujung anterior terletak di mesial gigi P1 dan ujung distal di
pertengahan gigi M1.
Pegas W
Pegas W di indikasikan untuk mengatasi rahang atas yang kontraksi
(periode mixed dentition)
DIameter kawat yang digunakan SS 1,1 – 1,2 mm.
58
2.5 CARA MONITORING PENGGUNAAN ALAT ORTHODONTI LEPASAN DAN
MASALAH YANG DAPAT TERJADI DALAM ALAT ORTODONTI
LEPAS
A. INSTRUKSI KEPADA PASIEN
Keberhasilan Alat Ortodonti Lepas (AOL) ditentukan oleh kepatuhan pasien terhadap
instruksi yang diberikan oleh dokter gigi. Pasien dan orangtuanya harus diberikan
instruksi dan DHE secara lisan serta dengan daftar tertulis tentang apa yang harus
dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. Berikut adalah beberapa hal yang
harus diperhatikan dalam pemakaian Alat Ortodonti Lepas (AOL), antara lain:
1. Saat proses penyisipan dan pelepasan alat, pasien harus ditunjukkan caranya
menggunakan cermin. Insist that the appliance be maneuvered by the bridges of the
clasp and not the labial bow or springs.
2. Pasien harus diinstruksikan untuk memakai alat selama 24 jam sehari, dan hanya
melepasnya saat menyikat gigi serta saat berolahraga dan berenang.
3. Oral Hygiene pasien harus baik agar menghindari kemungkinan dekalsifikasi
enamel.
4. Pasien harus diinstruksikan untuk membersihkan alat dengan cara menyikatnya
dengan sabun dan air dengan hati-hati agar tidak menekuk atau mendistorsi
komponen AOL.
5. Jika terjadi kerusakan alat atau nyeri, pasien harus melaporkannya segera ke klinik.
6. Pasien dengan AOL yang memiliki sekrup harus diberikan petunjuk tentang cara
aktivasinya.
7. Pasien harus diinstruksikan untuk tidak meninggalkan alatnya di luar mulut untuk
jangka waktu yang lama karena dapat menyebabkan kerusakan atau distorsi alat.
8. Alat harus dihindari dari hewan peliharaan jika sedang tidak digunakan.
59
B. KEGAGALAN YANG DAPAT TERJADI
Pergerakan Anteroposterior
o Pengurangan overjet
Kadang-kadang gigi incisive rahang atas tidak retraksi secara efisien.
Hal ini disebabkan oleh basis di belakang gigi incisive rahang atas
yang belum dibuang, atau pun karena kasus ofan overbite yang dapat
mencegah retraksi gigi insicive.
o Proklinasi gigi anterior rahang atas dengan oklusi yang tidak memadai
atau ada halangan pada oklusi dapat mencegah gigi untuk bergerak ke
anterior
Pergerakan vertical
o Bidang oklusi anterior atau posterior harus dalam ketinggian yang
tidak menghilangkan freeway space. Ketinggian bidang oklusi yang
tidak memadai tidak akan mengurangi overbite atau pun
menghilangkan gangguan oklusal.
Pergerakan transversal
o Kegagalan dalam aktivasi sekrup akan menyebabkan kurangnya
ekspansi. Instruksi yang tepat harus diberikan kepada pasien atau
orangtua.
Kepatuhan pasien
o Keberhasilan AOL tergantung pada kepatuhan pasien. Kepatuhan
pasien dapat ditingkatkan dengan cara merancang alat dengan baik dan
fitting yang benar terhadap pasien, serta dengan memberikan instruksi
yang jelas kepada pasien.
o
C. MASALAH YANG DAPAT TERJADI DALAM ALAT ORTODONTI
LEPAS
o Kurangnya pemeliharaan oral hygiene dapat menyebabkan inflamasi gingiva
dan enamel hypoplasia. Pasien harus diinstruksikan untuk membersihkan alat
serta menjaga oral hygiene. Pembersihan yang tidak benar juga dapat
60
menyebabkan karies pada gigi. Alat harus didesain sedemikian rupa agar tidak
menyebabkan retensi makan atau impaksi.
o Iritasi jaringan lunak dapat terjadi jika alat memiliki ujung-ujung yang tajam
dan tidak membulat. Alat tidak boleh memiliki bagian tajam dan tepi-tepinya
harus halus untuk menghindari iritasi jaringan lunak dan ulserasi.
o Gaya pada alat harus optimal. Gaya berlebihan yang diaplikasikan dari
komponen aktif dapat menyebabkan nyeri pada gigi. Selain itu, gaya yang
berlebihan juga dapat menyebabkan mobilitas gigi.
61
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Talya (13tahun) mengalami penyimpangan tumbuh kembang DKF
menyebabkan maloklusi ringan sehingga tidak memerlukan rujukan, mengalami
persistensi C sulung sehingga diperlukan ekstraksi dC agar gigi C permanen dapat
tumbuh dengan baik dan ditangani dengan pemakaian AOL yaitu penggunaan sekrup
ekspansi untuk melebarkan lengkung rahang ke lateral agar gigi 13 dan 23 dapat
erupsi tanpa kekurangan tempat. Lalu diberikan anterior bite plane karena gigi Talya
crossbite. Pada gigi 11 21 diberikan pegas bumper tertutup, gigi 32 42 diberikan
pegas bumper terbuka. Di maksila dan mandibula diberikan labial bow untuk
meretraksi gigi ke labial.
Anida (13tahun) mengalami penyimpangan tumbuh kembang DKF
menyebabkan maloklusi berat sehingga memerlukan rujukan kepada dokter gigi
spesialis orthodonti karena maloklusi kelas 2.