kompilasi skenario 3 blok 7

112
RESUME BLOK 7 SKENARIO 3 “BATUK LAMA” KOMPILASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER 2013

Upload: anggi-anggraini

Post on 29-Sep-2015

270 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

g

TRANSCRIPT

RESUME BLOK 7SKENARIO 3BATUK LAMA

KOMPILASI

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS JEMBER2013

Penyakit Kronis Respirasi

1. Sinusitis Kronis2. Rinitis Kronis3. Pertusis4. Atelektasis5. Tuberculosis6. MDR Tuberculosis7. Pleuritis TB8. TB with HIV/AIDS9. TB Pneumothorax10. PPOK11. Efusi Pleura12. Fibrosis Cystic13. Asma Bronkial14. Status Asthmaticus

Sinusitis Kronis

DefinisiInflamasi mukosa sinus paranasal yang berlangsung lebih dari tiga bulan sehingga menyebabkan perubahan irreversibel pada mukosa (metaplasi dari yang yang bersilia menjadi tidak) yang diakibatkan dari pengobatan sinusitis akut yang tidak diobati dan bisa juga disebabkan oleh alergi. Sinusitis kronik umumnya sukar disembuhkan dengan terapi medikamentosa saja. Harus dicari faktor penyebab dan predisposisinya

Etiologi1. Sinusitis DentogenInfeksi gigi rahang atas.2. Sinusitis JamurJamur Aspergillus dan Candida3. Sinusitis akut berulang dengan pengobatan yang tidak adekuat sehingga epitel bersilia tidak beregenerasi sempurna dan sekret tidak bisa keluar4. Kelainan anatomi dan faal yang menyebabkan kegagalan ventilasi dan drainase sehingga penyembuhan mukosa sinus yang terinfeksi lambat5. Alergi (terjadi edema mukosa dan hipersekresi)6. Polusi dan zat kimia7. Gangguan Drenase yang tidak segera diperbaiki.8. Perubahan mukosa akibat metaplasi, yang tadinya bersilia jadi tidak berilia9. Pengobatan infeksi akut yang tdak sempurna.

PatogenesisPolusi bahan kimia, alergi, dan defisiensi imunologik menyebabkan silia rusak, sehingga terjadi perubahan mukosa hidung. Perubahan ini mempermudah terjadinya infeksi. Terdapat edema konka yang mengganggu drainase sekret, sehingga silia rusak, dan seterusnya. Jika pengobatan pada sinusitis akuttidak adekuat, maka akan terjadi infeksi kronik.

Patofisiologi1. Sinusitis DentogenInfeksi gigi rahang atasseperti infeksi apikal akar gigi atau inflamasi jaringan periodontal menyebar secara langsung ke sinus atau ke pembuluh darah dan limfe.2. Sinusitis JamurSinusitis jamur dibagi menjadi bentuk invasif dan noninvasif. Sinusitis jamur invasif terbagi menjadi invasif akut fulminan dan invasif kronis indolen. Sinusitis jamur invasif akut ada invasi jamur ke jaringan dan vaskuler. Sinusitis jamur invasif kronik biasanya terjadi pada pasien dengan gangguan imunologi. Bersifat kronis progresif dan bisa menginvasi sampai ke orbital atau intra kranial. Sinusitis jamur non invasif merupakan kumpulan jamur didalam rongga sinus tanpa invasi kedalam mukosa dan tidak mendekstruksi tulang.

Manifestasi KlinisGejala subyektif bervariasi dari ringan sampai berat, seperti: Gejala hidung dan nasofaring, berupa sekret di hidung dan nasofaring (post nasal drip). Sekret di nasofaring secara terus-menerus akan menyebabkan batuk kronik. Gejala faring, berupa rasa tidak nyaman di tenggorok. Gejala telinga, berupa gangguan pendengaran akibat sumbatan tuba Eustachius. Nyeri kepala, biasanya pada pagi hari dan berkurang di siang hari. Mungkin akibat penimbunan ingus dalam rongga hidung dan sinus, serta stasis vena pada malam hari. Gejala mata, akibat penjalaran infeksi melalui duktus nasolakrimalis. Gejala saluran napas, berupa batuk dan kadang komplikasi di paru. Gejala saluran cerna, dapat terjadi gastroenteritis akibat mukopus yang tertelan.Hasil pemeriksaan klinis tidak seberat sinusitis akut dan tidak terdapat pembengkakan di muka. Pada rinoskopi anterior dapat ditemukan sekret kental purulen dari meatus medius atau meatus superior. Pada rinoskopi posterior tampak sekret purulen di nasofaring atau turun ke tenggorok.

Diagnosis dan pemeriksaan penunjang Rinoskopi anterior Mukosa merah, udim Mukopus atau sekret kental purulen di meatus nasi medius (tidak selalu) Adanya nyeri tekan pada sisi yang sakit Transiluminasi : kesuraman pada sisi yang sakit Foto posisi waters, PA, dan lateral umumnya hanya mampu menilai kondisi sinus yang besar-besar Sinoskopi dilakukan dengan pungsi menembus dinding medial sinus maksila, melalui meatus inferior. Laboratorium Tes sedimentasi, leukosit, dan C-reaktif protein dapat membantu diagnosis sinusitis akut Diambil dari mukosa sekitar meatus medius. Biasanya akan ditemukan kuman anaerob atau yang lebih sering adalah campuran dari kuman aerob. Kultur merupakan pemeriksaan yang tidak rutin pada sinusitis akut, tapi harus dilakukan pada pasien immunocompromise dengan perawatan intensif dan pada anak-anak yang tidak respon dengan pengobatan yang tidak adekuat, dan pasien dengan komplikasi yang disebabkan sinusitis. Imaging Rontgen sinus, dapat menunjukan suatu penebalan mukosa, air-fluid level, dan perselubungan. Pada sinusitis maksilaris, dilakukan pemeriksaan rontgen gigi untuk mengetahui adanya abses gigi. CT-Scan, memiliki spesifisitas yang jelek untuk diagnosis sinusitis akut, menunjukan suatu air-fluid level pada 87% pasien yang mengalami infeksi pernafasan atas dan 40% pada pasien yang asimtomatik. Pemeriksaan ini dilakukan untuk luas dan beratnya sinusitis. Merupakan gold diagnostic. MRI sangat bagus untuk mengevaluasi kelainan pada jaringan lunak yang menyertai sinusitis, tapi memiliki nilai yang kecil untuk mendiagnosis sinusitis akut.

PenatalaksanaanTerapi medikamentosa memiliki peran terbatas karena umumnya disebabkan obstruksi sinus yang persisten.Diberikan terapi obat-obat simtomatis dan antibiotik selama 2-4 minggu untuk mengatasi infeksinya. Antibiotik dipilih yang mencakup anaerob, seperti penisilin V. Klindamisin, atau augmentin merupakan pilihan yang tepat bila penisilin tidak efektif. Steroid nasal topikal seperti beklometason berguna sebagai antiinflamasi dan antialergi.Untuk membantu memperbaiki drainase dan pembersihan sekret, dapat dilakukan pungsi atau antrostomi dan irigasi untuksinusitismaksila, sedangkan untuksinusitisetmoid, frontal, dan sfenoid dapat dilakukan pencucian Proetz. Dilakukan 2 kali dalam seminggu. Bila setelah 5 atau 6 kali tidak ada perbaikan dan klinis masih tetap banyak sekret purulen, berarti mukosa sinus sudah ireversibel sehingga perlu dilakukan operasi radikal. Sinuskopi juga dapat dipakai untuk mengetahui apakah telah terjadi perubahan mukosa sinus.Terapi radikal dilakukan dengan mengangkat mukosa yang patologik dan membuat drainase sinus yang terkena. Untuk sinus maksila dilakukan operasi Caldwell-Luc, sedangkan untuk sinus etmoid dilakukan etmoidektomi dari intranasal atau ekstranasal. Padasinusitisfrontal dilakukan secara intranasal atau ekstranasal (operasi Killian). Drainase sinus sfenoid dilakukan secara intranasal.Perkembangan terakhir adalah Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF). Prinsipnya membuka dan membersihkan daerah kompleks ostiomeatal yang menjadi sumber penyumbatan dan infeksi, sehingga mukosa sinus kembali normal. Merupakan jenis pembedahan yang tidak radikal.Pada anak pemberian antibiotik jangka lama, dekongestan sistemik atau topikal, serta imunoterapi yang tepat merupakan dasar pengobatansinusitiskronik.Sinusitis DentogenPrinsip pengobatan adalah membuka sumbatan di KOM sehingga drainase dan ventilasi sinus pulih kembali. antibiotik untuk menghilangkan infeksi.Dekongestan untuk menghilangkan pembengkakan mukosa serta membuka sumbatan ostium sinus. Selain itu, jika diperlukan dapat di beri terapi analgesik, mukolitik, steroid oral atau topikal, pencucian rongga hidung dengan NaCl atau pemanasan.Bila ada alergi sebaiknya diberikan antihistamin generasi ke-2. Irigasi sinus maksila juga merupakan terapi tambahan yang sangat bermanfaat.Jika tidak sembuh dengan terapi diatas maka dilakukan tindakan operasi bedah sinus endoskopi fungsional.Sinusitis JamurPembedahanDebridemenAnti jamur sistemik dan pengobatan terhadap penyakit dasarnyaObat standart adalah amfoterisin B, rifampicin atau flucitocin

Komplikasi1. Kelainan orbita disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata (paling sering sinusitis etmoid). Penyebaran melalui tromboflebitis atau perkontinuitatum. Kelainan yang timbul: edema palpebra, selulitis orbita, trombosis sinus kavernosus. 2. Kelainan intra kranial dapat berupa meningitis, abses ekstradural atau subdural dan abses otak.3. Osteomielitis dan abses superiostal. Paling sering timbul akibat sinusitis frontal kronis. Pada sinusitis maksila dapat timbul fistula oroantral.4. Kelainan paru seperti bronkitis kronis dan bronkiektasis (sinobronkitis). Dapat juga timbul asma bronkial. Bila terdapat tanda-tanda komplikasi ini, maka pasien harus dirujuk dengan segera. Tanda bahaya lain adalah gejala sinusitis frontal dan sinusitis sfenoid akut yang berat. Bila gejala akut sinusitis tidak reda dengan pengobatan, terutama bila serangan timbul lebih dari 4-6 kali per tahun, gejala menetap di antara 2 serangan, dan diperkirakan ada masalah lain yang mendasarinya maka sebaiknya pasien juga dirujuk, karena mungkin diperlukan tindakan pembedahan.

Rhinitis Kronis

Rhinitis kronik adalah suatu peradangan pada membrane mukosa yang di sebabkan oleh infeksi berulang dan non infeksi. Yang termasuk dalam rinitis kronis adalah rinitis hipertrofi, rinitis sika dan rinitis spesifik. Meskipun penyebabnya bukan radang, rinitis vasomotor dan rinitis medikamentosa juga dimasukkan dalam rinitis kronis.

1. Rinitis HipertrofiEtiologiRinitis hipertrofi dapat timbul akibat infeksi berulang dalam hidung dan sinus, atau sebagai lanjutan dari rinitis alergi dan vasomotor.Gambaran KlinisGejala utama adalah sumbatan hidung. Sekret biasanya banyak, mukopurulen dan sering ada keluhan nyeri kepala. Konka inferior hipertrofi, permukaannya berbenjol-benjol ditutupi oleh mukosa yang juga hipertrofi. TerapiPengobatan yang tepat adalah mengobati faktor penyebab timbulnya rinitis hipertrofi. Kauterisasi konka dengan zat kimia (nitras argenti atau asam trikloroasetat) atau dengan kauter listrik dan bila tidak menolong perlu dilakukan konkotomi.

2. Rinitis SikaEtiologiPenyakit ini biasanya ditemukan pada orang tua dan pada orang yang bekerja di lingkungan yang berdebu, panas dan kering. Juga pada pasien dengan anemia, peminum alkohol, dan gizi buruk.Gambaran KlinisPada rinitis sika mukosa hidung kering, krusta biasanya sedikit atau tidak ada. Pasien mengeluh rasa iritasi atau rasa kering di hidung dan kadang kadang disertai epitaksis.TerapiPengobatan tergantung penyebabnya. Dapat diberikan obat cuci hidung. 3. Rinitis SpesifikRinitis DifteriEtiologiPenyakit ini disebabkan oleh Corynebacterium diphteriae.Gambaran klinisGejala rinitis difteri akut adalah demam, toksemia, limfadenitis, paralisis, sekret hidung bercampur darah, ditemukan pseudomembran putih yang mudah berdarah, terdapat krusta coklat di nares dan kavum nasi. Sedangkan rinitis difteri kronik gejalanya lebih ringan.TerapiTerapi rinitis difteri kronis adalah ADS (anti difteri serum), penisilin lokal dan intramuskuler. Rinitis AtrofiEtiologiAda beberapa hal yang dianggap sebagai penyebab rinitis atrofi, yaitu infeksi kuman Klebsiela, defisiensi Fe, defisiensi vitamin A, sinusitis kronis, kelainan hormonal dan penyakit kolagen.Gambaran KlinisRinitis atrofi ditandai dengan adanya atrofi progresif mukosa dan tulang hidung. Mukosa hidung menghasilkan sekret kental dan cepat mengering, sehingga terbentuk krusta yang berbau busuk. Keluhan biasanya nafas berbau, ingus kental berwarna hijau, ada krusta hijau, gangguan penghidu, sakit kepala dan hidung tersumbat. Keluhan subjektif yang sering ditemukan pada pasien biasanya napas berbau (sementara pasien sendiri menderita anosmia)Diagnosis Diferentiala. Rinitis atrofi: sekret bilateral dan berbau dengan krusta berwarna kuning kehijauan, penderita tidak membau, sedangkan orang lain membau. Lebih banyak menyerang wanita daripada pria, terutama sekitar usia pubertas.b. Sinusitis: sekret melimpah dapat bilateral atau unilateral, penderita dan orang lain disekitarnya membau. Dapat terjadi baik pada anak-anak maupun orang dewasa. Terkadang ditemukan hiposmia karena adanya obstruksi.c. Nasofaringitis kronis: sekret post nasal bilateral, penderita membau, sedangkan orang lain tidak membau. Tidak ada perbedaan frekuensi antara pria dan wanitaTerapiBelum ada yang baku. Penataksanaan ditujukan untuk menghilangkan etiologi, selain gejalanya. Dapat dilakukan secara konservatif atau operatif. Secara konservatif dapat diberikan :1. Antibiotik berspektrum luas atau sesuai uji resistensi kuman sampai gejal hilang.2. Obat cuci hidung agar bersih dari krusta dan bau busuk hilang dengan larutan betadine 1 sendok makan dalam 100 ml air hangat. Atau NH4Cl, NaHCO3, NaCl aaa9, dan aqua ad 300, keempatnya dalam 1 sendok makan dicampur 9 sendok makan air hangat atau dengan larutan garam hangat (garam dapur). Larutan dimasukkan ke dalam rongga hidung dan dikeluarkan lagi dengan menghembuskan kuat-kuat atau yang masuk ke nasofaring dikeluarkan melalui mulut. Dilakukan 2 kali sehari.3. Vitamin A 3 x 50.000 unit selama 2 minggu.4. Preparat Fe5. Pengobatan sinusitis, bila terdapat sinusitis.Bila pengobatan konsevatif adekuat yang cukup lama tidak menunjukkan perbaikan, pasien dirujuk untuk dilakukan operasi penutupan lubang hidung. Prinsipnya mengistirahatkan mukosa hidung pada nares anterior atau koana sehingga menjadi normal kembali selama 2 tahun. Atau dapat dilakukan implantasi untuk menyempitkan rongga hidung.

Rinitis SifilisEtiologiPenyebab rinitis sifilis adalah kuman Treponema pallidum.Gambaran klinisGejala rinitis sifilis yang primer dan sekunder serupa dengan rinitis akut lainnya. Hanya pada rinitis sifilis terdapat bercak pada mukosa. Sedangkan pada rinitis sifilis tertier ditemukan gumma atau ulkus yang dapat mengakibatkan perforasi septum. Sekret yang dihasilkan merupakan sekret mukopurulen yang berbau.TerapiSebagai pengobatan diberikan penisilin dan obat cuci hidung. Rinitis TuberkulosaEtiologiPenyebab rinitis tuberkulosa adalah kuman Mycobacterium tuberculosis.Gambaran KlinisTerdapat keluhan hidung tersumbat karena dihasilkannya sekret yang mukopurulen dan krusta. Tuberkulosis pada hidung dapat berbentuk noduler atau ulkus, jika mengenai tulang rawan septum dapat mengakibatkan perforasi.TerapiPengobatannya diberikan antituberkulosis dan obat cuci hidung. Rinitis LepraEtiologiRinitis lepra disebabkan oleh Mycobacterium leprae.Gambaran KlinisGangguan hidung terjadi pada 97% penderita lepra. Gejala yang timbul diantaranya adalah hidung tersumbat, gangguan bau, dan produksi sekret yang sangat infeksius Deformitas dapat terjadi karena adanya destruksi tulang dan kartilago hidung.TerapiPengobatan rinitis lepra adalah dengan pemberian dapson, rifampisin dan clofazimin selama beberapa tahun atau dapat pula seumur hidup. Rinitis JamurEtiologiPenyebab rinitis jamur, diantaranya adalah Aspergillus yang menyebabkan aspergilosis, Rhizopus oryzae yang menyebabkan mukormikosis, dan Candida yang menyebabkan kandidiasis.Gambaran KlinisPada aspergilosis yang khas adalah sekret mukopurulen yang berwarna hijau kecoklatan. Pada mukormikosis biasanya pasien datang dengan keluhan nyeri kepala, demam, oftalmoplegia interna dan eksterna, sinusitis paranasalis dan sekret hidung yang pekat, gelap, dan berdarah.TerapiUntuk terapinya diberikan obat anti jamur, yaitu amfoterisin B dan obat cuci hidung.

4. Rhinitis vasomotorEtiologiRhinitis vasomotor adalah suatu keadaan idiopatik yang didiagnosis tanpa adanya infeksi, alergi, eosinofilia, perubahan hormonal (kehamilan, hipertiroid), dan pajanan obat (kontrasepsi oral, antihipertensi, B-bloker, aspirin, klorpromazin dan obat topikal hidung dekongestan).Penyebab pasti rhinitis vasomotor ini belum diketahui secara pasti, diduga akibat gangguan keseimbangan vasomotor. Keseimbangan vasomotor ini dipengaruhi berbagai hal, antara lain:1. Obat-obatan yang menekan dan menghambat kerja saraf simpatis, misal ergotamin, clorpromazin, obat antihipertensi, dan obat vasokonstriktor lokal.2. Faktor fisik, seperti asap rokok, udara dingin, kelembaban udara yang tinggi, dan bau yang merangsang.3. Faktor endokrine, seperti kehamilan, pubertas, dan hipotiroidisme.4. Faktor psikis seperti cemas, tegangGambaran KlinisGejala penderita rhinitis alergi atau rhinitis vasomotor kadang-kadang sulit dibedakan karena gejala-gejalanya mirip, yaitu obstruksi hidung, rinorea dan bersin. Biasanya penderita rhinitis alergik lebih merasakan gatal dan bersin berulang seperti staccato. Biasanya ia tidak ditemukan atau tidak jelas pada rinitis vasomotor. Reaksi bisa disebabkan oleh disfungsi sistem saraf autonom, tetapi disamping itu, obstruksi hidung, rinorea dan bersin dapat disebabkan oleh faktor iritasi, fisik, endokrin dan faktor lain. Terdapat rinorea yang mukus atau serosa, kadang agak banyak. Jarang disertai bersin dan tidak disertai gatal di mata. Gejala memburuk pada pagi hari waktu bangun tidur karena perubahan suhu yang ekstrim, udara lembab, juga karena asap rokok dan sebagainya.Berdasarkan gejala yang menonjol dapat dibedakan menjadi tiga golongan:1. Golongan bersin(sneezers) : gejala memberikan respon yang baik dengan terapi antihistamin dan glukokortikosteroid topical.2. Golongan rinore(runners) : gejala dapat diatasi dengan pemberian antikolinergik topical.3. Golongan tersumbat (blockers) : baik denga terapi glukokortikosteroid topical dan vasokonstiktor oral.DiagnosisDiagnosis umumnya ditegakkan dengan cara eksklusi, yaitu menyingkirkan adanya rhinitis infeksi, alergi, okupasi, hormonal dan akibat obat. Dalam anamnesa dicari faktor yang mempengaruhi timbunya gejala. Rhinitis vasomotor dibuat dengan menyingkirkan kemungkinan lainnya dengan anamnesa, pemeriksaan fisik pada hidung dengan rinoskopi anterior didapatkan konka nasalis berwarna merah gelap atau merah tua, tetapi dapat pula pucat, edema mukosa hidung dan permukaan konka dapat licin atau berbenjol-benjol (hipertrofi). Pada rongga hidung terdapat sekret mukoid, biasanya sedikit. Akan tetapi pada golongan rinore sekret yang ditemukan serosa yang banyak jumlahnya.PenatalaksanaanPenatalaksanaan yang digunakan pada rhinitis vasomotor bervariasi, tergantung pada faktor penyebab dan gejala yang menonjol. Secara garis besar penatalaksanaan dibagi menjadi tiga macam, yaitu: Non FarmakologikMenghindari penyebab. Jika agen iritan diketahui, terapi terbaik adalah dengan pencegahan dan menghindari. Jika tidak diketahui, pembersihan mukosa nasal secara periodik mungkin bisa membantu. Bisa dilakukan dengan menggunakan semprotan larutan saline atau alat irigator seperti Grossan irigator. FarmakologikAntihistamin mempunyai respon yang beragam. Membantu pada pasien dengan gejala utama rinorea. Selain antihistamin, pemakaian antikolinergik juga efektif pada pasien dengan gejala utama rinorea. Dekongestan atau simpatomimetik agen digunakan pada gejala utama hidung tersumbat. Untuk gejala yang multipel, penggunan dekongestan yang diformulasikan dengan antihistamin dapat digunakan. Obat yang disarankan seperti Pseudoefedrin, Phenilprophanolamin dan Phenilephrin serta Oxymetazoline (semprot hidung). Kontraindikasi pemakaian dekongestan adalah penderita dengan hipertensi yang berat serta tekanan darah yang labil. Bedahprosedur pembedahan dapat dilakukan antara lain dengan Cryosurgery / Bedah Cryo yang berpengaruh pada mukosa dan submukosa. Operasi ini merupakan tindakan yang cukup sukses untuk mengatasi kongesti, tetapi ada kemungkinan untuk terjadinya hidung tersumbat post operasi yang berlangsung lama dan kerusakan dari septum nasi. KomplikasiBiasanya komplikasi yang sering terjadi dari rinitis vasomotor ini adalah polip hidung dan terjadinya sinusitis.

5. Rhinitis medikamentosaEtiologi Rhinitis medikamentosa adalah kelainan hidung berupa gangguan respon normal vasomotor sebagai akibat pemakaian vasokontriktor topikal dalam waktu lama dan berlebihan sehingga menyebabkan sumbatan hidung yang menetap.Obat vasokonstriktor topikal dari golongan simpatomimetik akan menyebabkan siklus nasal terganggu dan dakan berfungsi kembali bila pemakaian dihentikan. Pemakaian vasokontriktor topikal yang berulang dan waktu lama akan menyebabkan terjadinya fase dilatasi ulang (rebound dilatation) setelah vasokontriksi, sehingga timbul obstruksi. Bila pemakaian obat diteruskan maka akan terjadi dilatasi dan kongesti jaringan, perttambahan mukosa jaringan dan rangsangan sel-sel mukoid sehingga sumbatan akan menetap dan produksi sekret berlebihan. Selain vasokontriktor topikal, obat-obatan yang dapat menyebabkan edema mukosa diantaranya adalah asam salisilat, kontrasepsi oral, hydantoin, estrogen, fenotiazin, dan guanetidin. Sedangkan obat-obatan yang menyebabkan kekeringan pada mukosa hidung adalah atropin, beladona, kortikosteroid dan derivat katekolamin.Gambaran KlinisPada rhinitis medikamentosa terdapat gejala hidung tersumbat terus menerus, berair. Pada pemeriksaan edema/hipertrofi konka dengan secret hidung berlebihan. Apabila diberi tampon adrenalin, edema konka tidak berkurang.TerapiPengobatan rhinitis medikamentosa adalah dengan menghentikan obat tetes/semprot hidung, kortikosteroid secara penurunan bertahap untuk mengatasi sumbatan berulang, dekongestan oral.

Pertussis

DefinisiPertusis adalah infeksi saluran pernapasan akut berupa batuk yang sangat berat atau batuk intensif. Nama lain tussis quinta, wooping cough, batuk rejan. Pertusis atau batuk rejan adalah infeksi bakteri yang sangat menular yang menyebabkan beberapa minggu tak terkendali, atau bahkan bulan. Pertussis artinya batuk yang intensif, merupakan penyakit infeksi saluran pernafasan akut yang dapat menyerang setiap orang yang rentan seperti anak-anak yang tidak diimunisasi atau pada orang dewasa dengan kekebalan menurun. Istilah pertussis (batuk kuat) pertama kali diperkenalkan oleh Sydenham pada tahun 1670. Pertussis adalah penyakit yang serius pada anak-anak kecil diseluruh dunia. Pada orang dewasa juga sering terjadi karier yang asimptomatik atau infeksi yang ringan. Prevalensi pertussis di seluruh dunia sekarang berkurang karena adanya imunisasi aktif.

EtiologiPenyebab pertusis adalah Bordetella pertusis atau Hemopilus pertusis.Bordetella pertusis adalah suatu kuman yang kecil ukuran 0,5-1 um dengan diameter 0,2-0,3 um , ovoid kokobasil, tidak bergerak, gram negative , tidak berspora, berkapsul dapat dimatikan pada pemanasan 50C tetapi bertahan pada suhu tendah 0- 10C dan bisa didapatkan dengan melakukan swab pada daerah nasofaring penderita pertusis yang kemudian ditanam pada media agar Bordet-Gengou. Bakteri ini menyerang sel-sel epitelium yang bersilia di bronkus dan menyebabkan infiltrat selular, banyak secret, hiperplasia jaringan limpa, nekrosis sel. Reaksi ini dapat menular kedalam paru-paru. Sindroma whooping cough (batuk paroksismal) yg mirip, namun lebih ringan, dari Pertussis disebabkan B. parapertussis, Chlamydia trachomatis dan beberapa jenis Adenovirus.

PatofisiologiBordetella pertusis diitularkan melalui sekresi udara pernapasan yang kemudian melekat pada silia epitel saluran pernapasan. Basil biasanya bersarang pada silia epitel thorak mukosa, menimbulkan eksudasi yang muko purulen, lesi berupa nekrosis bagian basal dan tengah epitel torak, disertai infiltrate netrofil dan makrofag. Mekanisme patogenesis infeksi Bordetella pertusis yaitu perlengketan, perlawanan, pengerusakan local dan diakhiri dengan penyakit sistemik.Perlengketan dipengaruhi oleh FHA ( filamentous Hemoglutinin), LPF (lymphositosis promoting factor), proten 69 kd yang berperan dalam perlengketan Bordetella pertusis pada silia yang menyebabkan Bordetella pertusis dapat bermultipikasi dan menghasilkan toksin dan menimbulkan whooping cough. Dimana LFD menghambat migrasi limfosit dan magrofag didaerah infeksi. Perlawanan karena sel target da limfosist menjadi lemah dan mati oleh karena ADP (toxin mediated adenosine disphosphate) sehingga meningkatkan pengeluaran histamine dan serotonin, blokir beta adrenergic, dan meningkatkan aktivitas isulin.Sedang pengerusakan lokal terjadi karena toksin menyebabkan peradangan ringan disertai hyperplasia jaringan limfoid peribronkial sehingga meningkatkan jumlah mucus pada permukaan silia yang berakibat fungsi silia sebagai pembersih akan terganggu akibatnya akan mudah terjadi infeksi sekunder oleh sterptococos pneumonia, H influenzae, staphylococos aureus. Penumpukan mucus akan menyebabkan plug yang kemudian menjadi obstruksi dan kolaps pada paru, sedang hipoksemia dan sianosis dapat terjadi oleh karena gangguan pertukaran oksigen saat ventilasi dan menimbulkan apneu saat batuk. Lendir yang terbentuk dapat menyumbat bronkus kecil sehingga dapat menimbulkan emfisema dan atelektasis. Eksudasi dapat pula sampai ke alveolus dan menimbulkan infeksi sekunder, kelaina paru itu dapat menimbulkan bronkiektasis. Ini merupakan tahap penyakit sistemik.

Gejala KlinisMasa inkubasi Bordetella pertusis adlah 6-2 hari ( rata rata 7 hari). Sedang perjalanan penyakit terjadi antara 6-8 minggu.Ada 3 stadium Bordetella pertussis: Stadium kataral (1-2 minggu)Menyerupai gejala ispa : rinore dengan lender cair, jernih, terdapat injeksi konjungtiva, lakrimasi, batuk ringan iritatif kering dan intermiten, panas tidak begitu tinggi, dan droplet sangat infeksius Stadium paroksimal atau spasmodic (2-4 minggu)Frekuensi derajat batuk bertambah 5-10 kali pengulangan batuk uat, selama expirsi diikuti usaha insprasi masif yang medadak sehingga menimbulkan bunyi melengking (whooop) oleh karena udara yang dihisap melalui glotis yang menyempit. Muka merah, sianosis, mata menonjol, vena-vena leher menonjol, lidah menjulur, lakrimasi, salivasi, petekia diwajah, muntah sesudah batuk paroksimal, apatis , penurunan berat badan, batuk mudah dibangkitkan oleh stress emosiaonal dan aktivitas fisik. Anak dapat terberak berak dan terkencing kencing. Kadang kadang pada penyakit yang berat tampak pula perdarahan subkonjungtiva dan epistaksis. Stadium konvalesens (1-2 minggu)Whoop mulai berangsur angsur menurun dan hilang 2-3 minggu kemudian tetapi pada beberapa pasien akan timbul batuk paroksimal kembali. Episode ini akan berulang-ulang untuk beberapa bulan dan sering dihubungkan dengan infeksi saluran napas bagian atas yang berulang.

DiagnosisDiagnosis ditegakan berdasarkan atas anamnesa , pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboraturium. Pada anamnesis penting ditanyakan adakah serangan yang khas yaitu batuk mula mula timbul pada malam hari tidak mereda malahan meningkat menjadi siang dan malam dan terdapat kontak dengan penderita pertusis, batuk bersifat paroksimal dengan bunyi whoop yang jelas, bagaimanakah riwayat imunisasinya. Pada pemeriksaan fisik tergantung dari stadium saat pasien diperiksa. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis( 20.000-50000/ul) pada akhir stadium kataralis dan permulaan stadium spasmodic. DL/CBC: Pada minggu pertama, lukopenia mirip gambaran infek. Virus Pada minggu ke2: Hitung limfosit absolut > 10.000 kemungkinan besar Pertussis Reaksi Lukomoid dengan total lukosit 20.000-50.000, dan >60% limposit DxBndg: Lukemia. Biakan B. pertussis dari nasofaring dengan swab dari dacron dikultur pada media khusus selama 7 hari. Paling sering positif pada Stadium Kataral, namun sering fals negative Teknik tes Imunoasai & Imunofloresens membutuh kealihan tinggi pada personelia laborat Limfosit pada penderita Pertussis dengan nukleus yang lobulated. Banyak limfosit di Pertussis disebut atypical. Ada koralasi positif diantara jumlah imfosit & beratnya gejala PertussisDan pemeriksaan lain adalah foto thorak apakah terdapat infiltrate perihiler, atelektasis atau emfisema. Diagnosis dapat dibuat dengan memperhatikan batuk yang khas bila penderita datang pada stadium spasmodic, sedang pada stadium kataralis sukar dibuat diagnosis karena menyerupai common cold.

Diagnosis BandingPada batuk spasmodic perlu dipikirkan bronkiolitis, pneumonia bacterial, sistis fibrosis, tuberculosis dan penyakit lain yang menyebabkan limfadenopati dengan penekanan diluar trakea dan bronkus. Infeksi Bordetella parapertusis, Bordetella bronkiseptika dan adenovirus dapat menyerupai sindrom klinis Bordetella pertusis. Tetapi dapat dibedakan dengan isolasi kuman penyebab. Bronkiolitis (RSV) pada bayi < 6 bulan Asma Obstruksi di trakea, benda asing, penekanan dari kelenjar limf hilus karena TBC atau tumor mediastinal Pneumonia virus atau Pneumonia H. Influenza Lukemia akut (reaksi lukomoid). Bentuknya limfosit bukan limfoblast

Penatalaksanaan1. Antibiotikaa. Eritromisin dengan dosis 50 mg/kgbb/hari dibagi dalam 4 dosis.Obat ini dapat menghilangkan Bordetella pertusis dari nasofaring dalam 2-7 hari (rata-rata 3-4 hari) dengan demikian memperpendek kemungkinan penyebaran infeksi. Eritromisin juga menyembuhkan pertusis bila diberikan dalam stadium kataralis, mencegah dan menyembuhkan pneumonia, oleh karena itu sangat penting untuk pengobatan pertusis untuk bayi muda.b. Ampisilin dengan dosis 100 mg/kgbb/hari, dibagi dalam 4 dosis.c. Lain-lain : rovamisin, kotromoksazol, kloramfenikol dan tetrasiklin.2. ImunoglobulinBelum ada penyesuaian faham mengenai pemberian immunoglobulin pada stadium kataralis.3. Ekspektoransia dan mukolitik4. Kodein diberikan bila terdapat batuk batuk yang hebat sekali.5. Luminal sebagai sedative.6. Oksigen bila terjadi distress pernapasan baik akut maupun kronik.7. Terapi suportif : atasi dehidrasi, berikan nutrisi8. Betameatsol dan salbutamol untuk mencegah obstruksi bronkus, mengurangi batuk paroksimal, mengurangi lama whoop.9. Vaksin untuk pertusis a. Bayi dan AnakAnak untuk vaksin pertusis biasanya diberikan dalam kombinasi dengan difteri dan tetanus. Imunisasi berwenang merekomendasikan bahwa DTaP (difteri, tetanus, pertusis acellular) vaksin diberikan pada dua, empat dan enam dan 15 sampai 18 bulan usia dan antara empat dan enam tahun.b. Pra-remaja dan remaja Pada tahun 2005, vaksin baru telah disetujui sebagai booster vaksinasi tunggal untuk remaja dan orang dewasa disebut Tdap (tetanus, difteri, dan pertusis acellular). Usia lebih disukai untuk vaksinasi rutin dengan Tdap adalah 11 atau 12 tahun. Remaja, usia 11 hingga 18 harus menerima dosis tunggal Tdap bukan Td (tetanus, difteri) untuk imunisasi booster tetanus, difteri, dan pertusis jika mereka telah menyelesaikan masa kecil yang direkomendasikan DTP / DTaP seri vaksinasi.c. DewasaUntuk orang dewasa yang 19 melalui 64 tahun dan sebelumnya belum menerima dosis Tdap, dosis tunggal Tdap harus mengganti satu dosis booster Td untuk imunisasi jika vaksin yang mengandung toksoid tetanus yang terakhir menerima sedikitnya sepuluh tahun sebelumnya. Orang dewasa yang mempunyai kontak dekat dengan bayi berusia di bawah 12 bulan yang sebelumnya tidak menerima Tdap harus menerima dosis Tdap, suatu interval sesingkat dua tahun sejak Td terbaru disarankan.

Komplikasi1. Alat pernapasanDapat terjadi otitis media, bronchitis, bronkopneumonia, atelektasis yang disebabkan sumbatan mucus, emfisema dapat juga terjadi emfisema mediastinum, leher, kulit pada kasus yang berat, bronkiektasis, sedangkan tuberculosis yang sebelumnya telah ada dapat menjadi bertambah berat, batuk yang keras dapat menyebabkan rupture alveoli, emfisema intestisial, pnemutorak.2. Alat pencernaanMuntah muntah yang berat dapat menimbulkan emasiasi, prolapsus rectum atau hernia yang mungkin timbul karena tingginya tekanan intra abdominal, ulcus pada ujung lidah karena lidah tergosok pada gigi atau tergigit pada waktu serangan batuk, stomatitis.3. Susunan saraf pusatKejang dapat timbul karena gangguan keseimbangan elektrolit akibat muntah muntah. Kadang kadang terdapat kongesti dan edema otak, mungkin pula terjadi perdarahan otak, koma, ensefalitis, hiponatremi.4. Lain lainDapat pula terjadi perdarahan lain seperti epistaksis, hemoptisis dan perdarahan subkonjungtiva.

Atelektasis

DefinisiAtelektasis adalah pengembangan paru-paru secara tak sempurna pada bayi baru lahir. Meskipun atelektasis sebenarnya bukan merupakan penyakit,tetapi ada kaitannya dengan penyakit parenkim paru. Hal ini disebabkan oleh jumlah alveoli paru tidak mengandung udara akibat kegagalan ekspansi (atelektasis kongenital) atau kegagalan resorpsi udara dari alveoli (collapse).

Klasifikasi1. Atelektasis absorpsi Terjadi akibat adanya obstruksi pada saluran nafas seperti bronkhial atau bronkhiolus.2. Atelektasis kompresi Terjadi akibat adanya kompresi atau tekanan dari luar paru yang dapat mengakibatkannya kolaps.

EtiologiSebab utama dari atelektasis adalah penyumbatan sebuah bronkus. Penyumbatan juga bisa terjadi pada saluran pernafasan yang lebih kecil. Penyumbatan bisa disebabkan oleh adanya gumpalan lendir, tumor atau benda asing yang terhisap ke dalam bronkus. Atau bronkus bisa tersumbat oleh sesuatu yang menekan dari luar, seperti tumor atau pembesaran kelenjar getah bening. Jika saluran pernafasan tersumbat, udara di dalam alveoli akan terserap ke dalam aliran darah sehingga alveoli akan menciut dan memadat.Pada atelektasis absorbsi, obstruksi saluran nafas menghambat masuknya udara kedalam alveolus yang terletak di distal terhadap sumbatan. Atelektasis absorbsi dapat disebabkan oleh obstruksi bronkus intrinsik atau ekstrinsik. Obstruksi intrinsik paling sering disebabkan oleh sekret atau eksudat yang tertahan. Tekanan ekstrinsik pada bronkus biasanya disebabkan oleh neoplasama, pembesaran kelenjar getah bening aneurisma atau jaringan parut.Pada atelektasis tekanan diakibatkan oleh tekanan ekstrinsik pada semua bagian paru atau bagian dari paru, sehingga mendorong udara keluar dan mengakibatkan kolaps. Sebab-sebab yang paling sering adalah efusi pleura, pneumotoraks, atau peregangan abdominal yang mendorong diapragma keatas. Atelektasis tekanan lebih jarang terjadi di bandingkan dengan atelektasis absorbsi.

Faktor resiko Pembiusan (anestesia)/pembedahan Tirah baring jangka panjang tanpa perubahan posisi Pernafasan dangkal Penyakit paru-paru.

Patofisiologi1. Atelektasis bawaan (neonaturum)Atelektasis bawaan adalah atelektasis yang terjadi sejak lahir, dimana paru-paru tidak dapat berkembang secara sempurna. Terjadi pada bayi (aterm/prematur) yang dilahirkan dalam kondisi telah meninggal (still born) atau lahir dalam keadaan hidup lalu bertahan hanya beberapa hari dengan pernapasan buruk. Paru-paru tampak padat, kempis, dan tidak berisi udara.Atelektasis resorbsi yaitu kondisi bayi yang mampu bernapas dengan baik, tetapi terjadi hambatan pada jalan napas yang mengakibatkan udara dalam alveoli diserap sehingga alveolus mengempis kembali (timbul pada penyakit membran hyaline).2. Atelektasis didapata.Atelektasis obstruksiTerjadi akibat adanya obtruksi total pada jalan napas, mulai dari laring sampai dengan bronkhiolus. Udara dalam alveolus diserap sampai rongga alveolus kolaps. Faktor lain penyebab atelektasis adalah melemahnya gerakan napas (otot parasternal/diafragma).Atelektasis obstruksi terjadi dapat terjadi pada pasien dengan :1)Asma bronkhial2)Bronkhitis kronis3)Bronkhiektasis4)Aspirasi benda asing5)Pasca bedah6)Aspirasi darah beku7)Neoplasma bronkhusKondisi lain yang dapat menyebabkan atelektasis obstruksi antara lain: usia (sudah tua atau usia anak-anak) dan kondisi tubuh dengan kesadaran menurun (pengaruh anestesi) yang mengakibatkan kelemahan otot-otot napas sehingga tidak dapat mengeluarkan sumbatan pada jalan napas.Gejala klinis : dispnea, sianosis dan kolaps, bagian dada yang atelektasis tidak bergerak, dan pernapasan terdorong ke arah yang sakit. Pada pemeriksaan foto thoraks didapatkan bayangan padat serta diafragma menonjol ke atas.b.Atelektasis kompresiTerjadi akibat adanya tekanan dari luar. Tekanannya dapat bersifat:1)Menyeluruh (complete)a) Terjadi bila tekanan besar dan merata.b) Terjadi pada : hidrothoraks, hemothoraks, empiema, dan pneumothoraks.c) Terjadi terutama pada bagian basal.2)Sebagian (partial)a) Terjadi bila tekanan hanya terlokalisasi (setempat)b) Terjadi misalnya pada : tumor dan kardiomegali3. Sindroma lobus medialisSindroma lobus medialis merupakan atelektasis jangka panjang, dimana lobus media (tengah) dari paru-paru kanan mengkerut. Penyebabnya biasanya adalah penekanan bronkus oleh suatu tumor atau pembesaran kelenjar getah bening.Paru-paru yang tersumbat dan mengkerut, dapat berkembang menjadi pneumonia yang tidak dapat sembuh total dan peradangan kronis, jaringan parut dan bronkiektasis.4. Atelektasis percepatanAtelektasis percepatan biasanya terjadi pada pilot pesawat tempur. Penerbangan dengan kecepatan tinggi akan menutup saluran pernafasan yang kecil, menyebabkan alveoli (kantong udara kecil di paru-paru) menciut.5. Mikroatelektasis tersebar atau terlokalisasiPada keadaan ini, sistem surfaktan paru-paru terganggu. Surfaktan adalah zat yang melapisi alveoli dan berfungsi menurunkan tegangan permukaan, sehingga mencegah pengkerutan.

Manifestasi klinikAtelektasis dapat terjadi secara perlahan dan hanya menyebabkan sesak nafas yang ringan.penderita sindroma lobus medialis mungkin tidak mengalami gejala sama sekali, walaupun banyak yang menderita batuk-batuk pendek. dispnea dengan pola nafas cepat dan dangkal takikardi Sianosis temperatur tinggi penurunan kesadaran atau syok bunyi perkusi redup pada atelektasis yang luas bising nafas akan melemah atau sama sekali tidak terdengar terdapat perbedaan gerak dinding thorak, gerak sela iga dan diafragma pada perkusi mungkin batas jantung dan mediastinum akan bergeser, letak diafragma mungkin meninggi. Makroskopis, paru-paru yang kolaps tampak cekung, berwarna merah kebiruan, padat dan pleura pada daerah tersebut mengerut. Mikroskopis, alveolus yang menyempit tampak sebagai celah yang memanjang. Terdapat sumbatan pada pembuluh darah septum alveolus.

DiagnosisDiagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan klinis dan gambaran radiologis yang jelas dari berkurangnya ukuran paru-paru (digambarkan dengan adanya penarikan tulang iga, peninggian diafragma, penyimpangan dari trakea, jantung dan mediastinum dan sela lobus kehilangan udara, di celah interlobus menjadi bergeser atau tidak pada tempatnya, dan densitas pada lobus menjadi lebih opak, seperti pada bronkus, pembuluh darah kelenjar limfe menjadi tidak beraturan. Dan pemeriksaan khusus misalnya dengan bronkoskopi dan bronkografi, dapat degan tepat menetukan cabang bronkus yang tersumbat

TerapiTujuan pengobatan adalah mengeluarkan dahak dari paru-paru dan kembali mengembangkan jaringan paru yang terkena.Tindakan yang biasa dilakukan :1. Berbaring pada sisi paru-paru yang sehat sehingga paru-paru yang terkena kembali bisa mengembang 2. Menghilangkan penyumbatan, baik melalui bronkoskopi maupun prosedur lainnya 3. Latihan menarik nafas dalam (spirometri insentif) 4. Perkusi (menepuk-nepuk) dada untuk mengencerkan dahak 5. Postural drainase 6. Antibiotik diberikan untuk semua infeksi 7. Pengobatan tumor atau keadaan lainnya. 8. Pada kasus tertentu, jika infeksinya bersifat menetap atau berulang, menyulitkan atau menyebabkan perdarahan, maka biasanya bagian paru-paru yang terkena mungkin perlu diangkatSetelah penyumbatan dihilangkan, secara bertahap biasanya paru-paru yang mengempis akan kembali mengembang, dengan atau tanpa pembentukan jaringan parut ataupun kerusakan lainnya.

KomplikasiAtelektasis yang berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian jaringan paru yang terserang dengan jaringan fibrosis dan juga atelektasis dapat menyebabkan pirau (jalan pengalihan) intrapulmonal (perfusi ventilasi) dan bila meluas, dapat menyebabkan hipoksemia.

PrognosisPada umumnya atelektasis dapat hilang jika penyebab obstruksi telah dihilangkan kecuali jika ada infeksi sekunder. Cepat lambatnya penyembuhan tergantung pula pada luasnya daerah atelektasis dan atelektasis. Atelektasis pada umumnya mudah terjadi infeksi, karena gerakan mukosilier pada bronkus yang bersangkutan terganggu, sehingga efek batuk tidak bekerja. Jika infeksi ini berlangsung lebih lanjut, dapat pula mengakibatkan bronkiektasis atau abses paru.

TuberculosisTuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan olehMycobacterium tuberculosis, yang sebagian besar (80%) menyerang paru-paru.Mycobacterium tuberculosistermasuk basil gram positif, berbentuk batang, dinding selnya mengandung komplek lipida-glikolipida serta lilin (wax) yang sulit ditembus zat kimia.UmumnyaMycobacterium tuberculosismenyerang paru dan sebagian kecil organ tubuh lain. Kuman ini mempunyai sifat khusus, yakni tahan terhadap asam pada pewarnaan, hal ini dipakai untuk identifikasi dahak secara mikroskopis. Sehingga disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA).Mycobacterium tuberculosiscepat mati dengan matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup pada tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh, kuman dapatdormant(tertidur sampai beberapa tahun). TB timbul berdasarkan kemampuannya untuk memperbanyak diri di dalam sel-sel fagosit.Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyebab kematian utama yang diakibatkan oleh infeksi. Diperkirakan pada tahun 2004 jumlah penderita baru TB akan bertambah sekitar seperempat juta orang, yang sebagian besar dari penderita tersebut adalah penduduk yang berusia produktif antara 15-55 tahun.Tuberkulosis merupakan suatu penyakit kronik yang salah satu kunci keberhasilan pengobatannya adalah kepatuhan dari penderita(adherence). Kemungkinan ketidak patuhan penderita selama pengobatan TB sangatlah besar. Ketidak patuhan ini dapat terjadi karena beberapa hal, diantaranya adalah pemakaian obat dalam jangka panjang, jumlah obat yang diminum cukup banyak serta kurangnya kesadaran dari penderita akan penyakitnya. Oleh karena itu perlu peran aktif dari tenaga kesehatan sehingga keberhasilan terapinya dapat dicapai. Untuk menanggulangi masalah TB di Indonesia, strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) yang direkomendasikan oleh WHO merupakan pendekatan yang paling tepat untuk saat ini, dan harus dilakukan secara sungguh-sungguh dimana salah satu komponen dari strategi DOTS tersebut adalah pengobatan dengan panduanOAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO).

Apoteker sebagai salah satu komponen tenaga kesehatan hendaknya dapat berperan aktif dalam pemberantasan dan penanggulangan TB. Apoteker dalam hal ini dapat membantu : mengarahkan pasien yang diduga menderita TB untuk memeriksakan diri terhadap TB(case finding),memotivasi pasien untuk patuh dalam pengobatan, memberikan informasi dan konseling, membantu dalam pencatatan untuk pelaporan.Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah penyakit infeksi pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh bakteri. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru-paru (90%) dibandingkan bagian lain tubuh manusia.

Tuberculosis (TBC) merupakan penyakit menular yang masih menjadi perhatian dunia. Hingga saat ini, belum ada satu negara pun yang bebas TBC. Angka kematian dan kesakitan akibat kuman mycobacterium tuberculosis ini pun tinggi.

Penyakit TBC Menular Lewat Udara

Tingkat prevalensi penderita TBC di Indonesia diperkirakan sebesar 289 per 100 ribu penduduk dan insidensi sebesar 189 per 100 ribu penduduk. Bahkan 27 dari 1.000 penduduk terancam meninggal seperti yang dilaporkan Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia yang dihimpun sepanjang 2011 mengenai tuberkulosis (TBC) di Indonesia.

Laporan tersebut juga meliris bahwa angka penjaringan penderita baru TBC meningkat 8,46 persen dari 744 penderita TBC di 2010 menjadi 807 per 100.000 penduduk di 2011. Namun, kabar baiknya angka kesembuhan pada 2011 mencapai target sebesar 83,7 persen dan angka keberhasilan pengobatan pada 2011 mencapai target sebesar 90,3 persen.Gejala Penyakit TBCPenderita yang terserang basil tersebut biasanya akan mengalami demam tapi tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul. Gejala lain, penurunan nafsu makan dan berat badan, batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah), perasaan tidak enak (malaise), dan lemah.

Agar bisa mengantisipasi penyakit ini sejak dini, berikut gejala-gejala penyakit tuberculosis yang perlu Anda ketahui.Gejala utama: Batuk terus-menerus dan berdahak selama tiga pekan atau lebih.

Gejala tambahan yang sering dijumpai Dahak bercampur darah/batuk darah Sesak nafas dan rasa nyeri pada dada Demam/meriang lebih dari sebulan Berkeringat pada malam hari tanpa penyebab yang jelas Badan lemah dan lesu Nafsu makan menurun dan terjadi penurunan berat badanPenegakan diagnosis dilakukan dengan mengadakan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung (BTA) dan gambaran radio logis (foto rontgen).Penyebab Infeksi TBCPenyakit ini diakibatkan infeksi kuman mikobakterium tuberkulosis yang dapatmenyerang paru, ataupun organ-organ tubuh lainnya seperti kelenjar getah bening, usus, ginjal, kandungan, tulang, sampai otak.TBC dapat mengakibatkan kematian dan merupakan salah satu penyakit infeksi yang menyebabkan kematian tertinggi di negeri ini.

Kali ini yang dibahas adalah TBC paru.TBC sangat mudah menular, yaitu lewat cairan di saluran napas yang keluar ke udara lewat batuk/bersin & dihirup oleh orang-orang di sekitarnya. Tidak semua orang yang menghirup udara yang mengandung kuman TBC akan sakit.

Pada orang-orang yang memiliki tubuh yang sehat karena daya tahan tubuh yang tinggi dan gizi yang baik, penyakit ini tidak akan muncul dan kuman TBC akan "tertidur". Namun,pada mereka yang mengalami kekurangan gizi, daya tahan tubuh menurun/ buruk, atau terus-menerus menghirup udara yang mengandung kuman TBC akibat lingkungan yang buruk, akan lebih mudah terinfeksi TBC (menjadi 'TBC aktif') atau dapat juga mengakibatkan kuman TBC yang "tertidur" di dalam tubuh dapat aktif kembali (reaktivasi).

Infeksi TBC yang paling sering, yaitu pada paru, sering kali muncul tanpa gejala apa pun yang khas, misalnya hanya batuk-batuk ringan sehingga sering diabaikan dan tidak diobati. Padahal, penderita TBC paru dapat dengan mudah menularkan kuman TBC ke orang lain dan kuman TBC terus merusak jaringan paru sampai menimbulkan gejala-gejala yang khas saat penyakitnya telah cukup parah.Uji Tuberkulin dan Klasifikasi TBCPada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan paling bermanfaat untuk menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mikobakterium tuberkulosa dan sering digunakan dalam "Screening TBC".Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC dengan uji tuberkulin adalah lebih dari 90%.Penderita anak umur kurang dari 1 tahun yang menderita TBC aktif uji tuberkulin positif 100%, umur 12 tahun 92%, 24 tahun 78%, 46 tahun 75%, dan umur 612 tahun 51%. Dari persentase tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar usia anak maka hasil uji tuberkulin semakin kurang spesifik.Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang cara mantoux lebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada bagian atas lengan bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji tuberkulin dilakukan 4872 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi.

Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-paru.1.Pembengkakan (Indurasi) :04mm,uji mantoux negatif.Arti klinis : tidak ada infeksi Mikobakterium tuberkulosa.

2.Pembengkakan (Indurasi):39mm,uji mantoux meragukan.Hal ini bisa karena kesalahan teknik, reaksi silang dengan Mikobakterium atipik atau setelah vaksinasi BCG.

3.Pembengkakan (Indurasi) : 10mm,uji mantoux positif.Arti klinis : sedang atau pernah terinfeksi Mikobakterium tuberkulosa.

Pemeriksaan radiologis dapat memperkuat diagnosis, karena lebih 95% infeksi primer terjadi di paru-paru maka secara rutin foto thorax harus dilakukan. Ditemukannya kuman Mikobakterium tuberkulosa dari kultur merupakan diagnostik TBC yang positif, namun tidak mudah untuk menemukannya.Klasifikasi TBC (menurut The American Thoracic Society, 1981)Klasifikasi 0 Tidak pernah terinfeksi, tidak ada kontak, tidak menderita TBC

Klasifikasi I Tidak pernah terinfeksi,ada riwayat kontak,tidak menderita TBC

Klasifikasi II Terinfeksi TBC / test tuberkulin ( + ), tetapi tidak menderita TBC (gejala TBC tidak ada, radiologi tidak mendukung dan bakteriologi negatif).

Klasifikasi III Sedang menderita TBC

Klasifikasi IV Pernah TBC, tapi saat ini tidak ada penyakit aktif

Klasifikasi V Dicurigai TBC

Pengendalian atau penanggulangan TB yang terbaik adalah mencegah agar tidakterjadi penularan maupun infeksi. Pencegahan TB pada dasarnya adalah :1. Mencegah penularan kuman dari penderita yang terinfeksi2. Menghilangkan atau mengurangi faktor risiko yang menyebabkan terjadinya penularan.Tindakan mencegah terjadinya penularan dilakukan dengan berbagai cara, yang utama adalahmemberikan obat anti TB yang benar dan cukup, serta dipakai dengan patuh sesuai ketentuan penggunaan obat.

Pencegahan dilakukan dengan cara mengurangi atau menghilangkan faktor risiko, yakni pada dasarnya adalah mengupayakan kesehatan perilaku dan lingkungan, antara lain dengan pengaturan rumah agar memperoleh cahaya matahari, mengurangi kepadatan anggota keluarga, mengatur kepadatan penduduk, menghindari meludah sembarangan, batuk sembarangan, mengkonsumsi makanan yang bergizi yang baik dan seimbang.

Dengan demikian salah satu upaya pencegahan adalah dengan penyuluhan. Penyuluhan TB dilakukan berkaitan dengan masalah pengetahuan dan perilaku masyarakat. Tujuan penyuluhan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan peranserta masyarakat dalam penanggulangan TB. Terapi atau Pengobatan penderita TB dimaksudkan untuk; 1.menyembuhkan penderita sampai sembuh, 2.mencegah kematian, 3.mencegah kekambuhan, dan 4.menurunkan tingkat penularan.

PRINSIP PENGOBATANSesuai dengan sifat kuman TB, untuk memperoleh efektifitas pengobatan, maka prinsip-prinsip yang dipakai adalah :1. Menghindari penggunaan monoterapi. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Hal ini untuk mencegah timbulnya kekebalan terhadap OAT.2. Untuk menjamin kepatuhan penderita dalam menelan obat, pengobatan dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT =Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).3. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.Tahap Intensif Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan obat. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu Sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.Tahap Lanjutan Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama Tahap lanjutan penting untuk membunuh kumanpersister (dormant)sehingga mencegah terjadinya kekambuha

REGIMEN PENGOBATANPenggunaan Obat Anti TB yang dipakai dalam pengobatan TB adalah antibotik dan anti infeksi sintetis untuk membunuh kumanMycobacterium. Aktifitas obat TB didasarkan atas tiga mekanisme, yaitu aktifitas membunuh bakteri, aktifitas sterilisasi, dan mencegah resistensi. Obat yang umum dipakai adalahIsoniazid, Etambutol, Rifampisin, Pirazinamid, dan Streptomisin.Kelompok obat ini disebut sebagai obat primer. Isoniazid adalah obat TB yang paling poten dalam hal membunuh bakteri dibandingkan dengan rifampisin dan streptomisin. Rifampisin dan pirazinamid paling poten dalam mekanisme sterilisasi.Sedangkan obat lain yang juga pernah dipakai adalah Natrium Para Amino Salisilat, Kapreomisin, Sikloserin, Etionamid, Kanamisin, Rifapentin dan Rifabutin. Natrium Para Amino Salisilat, Kapreomisin, Sikloserin, Etionamid, dan Kanamisin umumnya mempunyai efek yang lebih toksik, kurang efektif, dan dipakai jika obat primer sudah resisten. Sedangkan Rifapentin dan Rifabutin digunakan sebagai alternatif untuk Rifamisin dalam pengobatan kombinasi anti TB.Rejimen pengobatan TB mempunyai kode standar yang menunjukkan tahap dan lama pengobatan, jenis OAT, cara pemberian (harian atau selang) dan kombinasi OAT dengan dosis tetap. Contoh : 2HRZE/4H3R3 atau 2HRZES/5HREKode huruf tersebut adalah akronim dari nama obat yang dipakai, yakni :H = IsoniazidR = RifampisinZ = PirazinamidE = EtambutolS = StreptomisinSedangkan angka yang ada dalam kode menunjukkan waktu atau frekwensi. Angka 2 didepan seperti pada 2HRZE, artinya digunakan selama 2 bulan, tiap hari satu kombinasi tersebut, sedangkan untuk angka dibelakang huruf, seperti pada 4H3R3 artinya dipakai 3 kali seminggu (selama 4 bulan).

Sebagai contoh, untuk TB kategori I dipakai 2HRZE/4H3R3, artinya : Tahap awal/intensif adalah 2HRZE : Lama pengobatan 2 bulan, masing masing OAT (HRZE) diberikan setiap hari. Tahap lanjutan adalah 4H3R3 : Lama pengobatan 4 bulan, masing masing OAT (HR) diberikan 3 kali seminggu.

Paduan OAT Yang Digunakan Di IndonesiaPaduan pengobatan yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan TB oleh Pemerintah Indonesia :Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3.Kategori 2 : 2HRZES/HRZE/5H3R3E3.Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3.Disamping ketiga kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)

Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket kombipak, dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. 1 paket untuk 1 penderita dalam 1 masa pengobatan. Obat Paket Tuberkulosis ini disediakansecara gratis melalui Institusi pelayanan kesehatan milik pemerintah, terutama melalui Puskesmas, Balai Pengobatan TB paru, Rumah Sakit Umum dan Dokter Praktek Swasta yang telah bekerja sama dengan Direktorat Pemberantasan Penyakit Menular Langsung, Depkes RI.

KATEGORI-1 (2HRZE/4H3R3)Tahap intensif terdiri dari HRZE diberikan setiap hari selama 2 bulan. Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari HR diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan.

Obat ini diberikan untuk:Penderita baru TB Paru BTA PositifPenderita baru TB Paru BTA negatif Rntgen Positif yang sakit beratPenderita TB Ekstra Paru berat

KATEGORI -2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3)Tahap intensif diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan HRZES setiap hari. Dilanjutkan 1 bulan dengan HRZE setiap hari. Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang diberikan tiga kali dalam seminggu.Obat ini diberikan untuk penderita TB paru BTA(+) yang sebelumnya pernah diobati, yaitu:Penderita kambuh (relaps)Penderita gagal (failure)Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default).

KATEGORI-3 (2HRZ/4H3R3)Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZ), diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan 3 kali seminggu.Obat ini diberikan untuk:Penderita baru BTA negatif dan rntgen positif sakit ringan,Penderita TB ekstra paru ringan.

OAT SISIPAN (HRZE)Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2, hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan obat sisipan (HRZE) setiap hari selama 1 bulan.

Paduan OAT Sisipan untuk penderita dengan berat badan antara 33 50 kg1 tablet Isoniazid 300 mg, 1 kaplet Rifampisin 450 mg, 3 tablet Pirazinamid 500 mg, 3 tablet Etambutol 250 mgSatu paket obat sisipan berisi 30 blister HRZE yang dikemas dalam 1 dos kecil.

Pengobatan TB Pada AnakPrinsip dasar pengobatan TB pada anak tidak berbeda dengan pada orang dewasa, tetapi ada beberapa hal yang memerlukan perhatian: Pemberian obat baik pada tahap intensif maupun tahap lanjutan diberikan setiap hari. Dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan anakSusunan paduan obat TB anak adalah2HRZ/4HR:Tahap intensif terdiri dari Isoniazid (H), Rifampisin (R) dan Pirazinamid (Z) selama 2 bulan diberikan setiap hari (2HRZ). Tahap lanjutan terdiri dari Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) selama 4 bulan diberikan setiap hari (4HR).

Pemantauan kemajuan pengobatan pada anak dapat dilihat antara lain dengan terjadinya perbaikan klinis, naiknya berat badan, dan anak menjadi lebih aktif dibanding dengan sebelum pengobatan.

Obat Anti Tuberkulosis Kombinasi TetapDisamping Kombipak, saat ini tersedia juga obat TB yang disebutFix Dose Combination(FDC). Obat ini pada dasarnya sama dengan obat kompipak, yaiturejimen dalam bentuk kombinasi, namun di dalam tablet yang ada sudah berisi 2,3 atau 4 campuran OAT dalam satu kesatuan. WHO sangat menganjurkan pemakaian OAT-FDC karena beberapa keunggulan dan keuntungannya dibandingkan dengan OAT dalam bentuk kombipak apalagi dalam bentuk lepas.Keuntungan penggunaan OAT FDC:1. Mengurangi kesalahan peresepan karena jenis OAT sudah dalam satu kombinasi tetap dan dosis OAT mudah disesuaikan dengan berat badan penderita.2. Dengan jumlah tablet yang lebih sedikit maka akan lebih mudah pemberiannya dan meningkatkan penerimaan penderita sehingga dapat meningkatkan kepatuhan penderita.3. Dengan kombinasi yang tetap, walaupun tanpa diawasi, maka penderita tidak bisa memilih jenis obat tertentu yang akan ditelan.4. Dari aspek manajemen logistik, OAT-FDC akan lebih mudah pengelolaannya dan lebih murah pembiayaannya.Beberapa hal yang mungkin terjadi dan perlu diantisipasi dalam pelaksanaan pemakaian OAT-FDC : Salah persepsi, petugas akan menganggap dengan OAT-FDC, kepatuhan penderita dalam menelan obat akan terjadi secara otomatis, karenanya pengawasan minum obat tidak diperlukan lagi. Tanpa jaminan mutu obat, maka bio-availability obat, khususnya Rifampisin akan berkurang. Jika kesalahan peresepan benar terjadi dalam OAT-FDC, maka akan terjadi kelebihan dosis pada semua jenis OAT dengan Risiko toksisitas atau kekurangan dosis (sub-inhibitory concentration) yang memudahkan berkembangnya resistensi obat.

Bila terjadi efek samping sulit menentukan OAT mana yang merupakan penyebabnya. Karena paduan OAT-FDC untuk kategori-1 dan kategori-3 yang ada pada saat ini tidak berbeda maka dapat menurunkan nilai pentingnya pemeriksaan dahak mikroskopis bagi petugas. Pemakaian OAT-FDC tidak berarti mengganti atau meniadakan tatalaksana standar dan pengawasan menelan obat.

MULTI DRUGS RESISTEN TB

Definisi Resistensi ganda menunjukkan M.tuberculosis resisten terhadap rifampisin dan INH dengan atau tanpa OAT lainnya.

Secara umum resistensi terhadap obat tuberkulosis dibagi menjadi:- Resistensi primer ialah apabila pasien sebelumnya tidak pernah mendapat pengobatan TB- Resistensi inisial ialah apabila kita tidak tahu pasti apakah pasiennya sudah pernah ada riwayat pengobatan sebelumnya atau tidak- Resistensi sekunder ialah apabila pasien telah punya riwayat pengobatan sebelumnya.

Laporan pertama tentang reistensi ganda datang dari Amerika Serikat, khususnya pada pasien TB dan AIDS yang menimbulkan angka kematian 70% 90% dalam waktu hanya 4 sampai 16 minggu. Laporan WHO tentang TB tahun 2004 menyatakan bahwa sampai 50 juta orang telah terinfeksi oleh kuman tuberkulosis yang resisten terhadap obat anti tuberkulosis. TB paru kronik sering disebabkan oleh MDR

Ada beberapa penyebab terjadinya resitensi terhadap obat tuberkulosis, yaitu:-Pemakaian obat tunggal dalam pengobatan tuberkulosis-Penggunaan paduan obat yang tidak adekuat, yaitu jenis obatnya yang kurang atau di lingkungan tersebut telah terdapat resistensi yang tinggi terhadap obat yang digunakan, misalnya memberikan rifampisin dan INH saja pada daerah dengan resistensi terhadap kedua obat tersebut sudah cukup tinggi-Pemberian obat yang tidak teratur, misalnya hanya dimakan dua atau tiga minggu lalu stop, setelah dua bulan berhenti kemudian berpindah dokter dan mendapat obat kembali selama dua atau tiga bulan lalu stop lagi, demikian seterusnya-Fenomena addition syndrome (Crofton, 1987), yaitu suatu obat ditambahkan dalam suatu paduan pengobatan yang tidak berhasil. Bila kegagalan itu terjadi karena kuman TB telah resisten pada paduan yang pertama, maka penambahan (addition) satu macam obat hanya akan menambah panjang daftar obat yang resisten-Penggunaan obat kombinasi yang pencampurannya tidak dilakukan secara baik, sehingga mengganggu bioavailabiliti obat-Penyediaan obat yang tidak reguler, kadang obat datang ke suatu daerah kadang terhenti pengirimannya sampai berbulan-bulan-Pemakaian obat antituberkulosis cukup lama, sehingga menimbulkan kejemuan-Pengetahuan pasien kurang tentang penyakit TB-Kasus MDR-TB rujuk ke dokter spesialis paru

Pengobatan Tuberkulosis Resisten Ganda (MDR)Terdapat 5 sumber utama resisten obat Tb menurut kontribusi Spigots, yaitu :1. Pengobatan tidak lengkap dan adekuat menyebabkan mutasi M. Tb resistensi1. Lamanya pasien menderita infeksi disebabkan oleh keterlambatan diagnosis MDR Tb dan hilangnya efektiviti terapi sehingga terjadi penularan galur resisten obat terhadap kontak yang masih sensitif.1. Pasien resisten obat Tb dengan kemoterapi jangka pendek memiliki angka kesembuhan kecil dan hilangnya efek terapi epidemiologi penularan.1. Pasien resisten obat Tb dengan kemoterapi jangka pendek akan mendapatkan resistensi lanjut disebabkan ketidak hatihatian pemberian monoterapi (efek penguat).1. Koinfeksi HIV dapat memperpendek periode infeksi menjadi penyakit Tb dan penyebab pendeknya masa infeksi.

Klasifikasi OAT untuk MDR Kriteria utama berdasarkan data biologikal dibagi menjadi 3 kelompok OAT:1. Obat dengan aktiviti bakterisid: aminoglikosid, tionamid dan pirazinamid yang bekerja pada pH asam2. Obat dengan aktiviti bakterisid rendah: fluorokuinolon3. Obat dengan akiviti bakteriostatik, etambutol, cycloserin dan PASFluorokuinolonFluorokuinolon (moksifloksasin, levofloksasin, ofloksasin dan siprofloksasin) dapat digunakan untuk kuman TB yang resisten terhadap lini-1.Resistensi silangPada pengobatPada pengobatan MDR TB harus dipertimbangkan resistensi silang dalam memilih jenis OAT. Tidak efektif memberikan OAT dari golongan yang sama atau paduan OAT yang berpotensi terjadi resistensi silang.- Tionamid dan tiosetason. Etionamid adalah golongan tionamid yang dapat menginduksi terjadinya resistensi silang dengan proteonamid karena satu golongan. Sering ditemukan resistensi silang antara tionamid dengan tioasetason, galur yang biasanya resisten dengan tiosetason biasanya masih sensitif terhadap etionamid dan proteonamid. Galur yang resisten terhadap etionamid dan proteonamid biasanya juga resisten juga terhadap tioasetason pada lebih dari 70% kasus.-Aminoglikosid. Galur yang resisten terhadap streptomisin biasanya sensitif terhadap kanamisin dan amikasin. Galur yang resisten terhadap kanamisin dapat menyebabkan resisten silang terhadap amikasin. Galur yang resisten terhadap kanamisin dan amikasin juga menimbulkan resisten terhadap streptomisin. Galur yang resisten terhadap streptomisin, kanamisin, amikasin biasanya masih sensitif terhadap kapreomisin.. Resisten terhadap streptomisin gunakan kanamisin atau amikasin . Resisten terhadap kanamisin atau amikasin gunakan kapreomisin

-FluorokuinolonOfloksasin dan siprofloksasin dapat menginduksi terjadinya resistensi silang untuk semua fluorokuninolon. Itulah sebabnya penggunaan ofloksasin harus hati-hati karena beberapa kuinolon yang lebih aktif (levofloksasin dan moksifloksasin) dapat menggantikan ofloksasin di masa datang.-Sikloserin dan terizidon. Terdapat resistensi silang antara dua macam obat ini. Tidak terdapat resistensi silang dengan obat golongan lain.- Hingga saat ini belum ada paduan pengobatan yang distandarisasi untuk pasien MDR-TB. Pemberian pengobatan pada dasarnya tailor made, bergantung dari hasil uji resistensi dengan menggunakan minimal 4 OAT masih sensitif- Obat lini 2 yang dapat digunakan yaitu golongan fluorokuinolon, aminoglikosida, etionamid, sikloserin, klofazimin, amoksilin+ as.klavulanat- Saat ini paduan yang dianjurkan ialah OAT yang masih sensitif minimal 2 3 OAT lini 1 ditambah dengan obat lini 2, yaitu Siprofloksasin dengan dosis 1000 1500 mg atau ofloksasin 600 800 mg (obat dapat diberikan single dose atau 2 kali sehari)- Pengobatan terhadap tuberkulosis resisten ganda sangat sulit dan memerlukan waktu yang lama yaitu minimal 18 bulan- Hasil pengobatan terhadap TB resisten ganda ini kurang menggembirakan. Pada pasien non-HIV, konversi hanya didapat pada sekitar 50% kasus, sedangkan response rate didapat pada 65% kasus dan kesembuhan pada 56% kasus.- Pemberian obat antituberkulosis yang benar dan pengawasan yang baik, merupakan salah satu kunci penting mencegah resisten ganda. Konsep Directly Observed Treatment Short Course (DOTS) merupakan salah satu upaya penting dalam menjamin keteraturan berobat.- Prioriti yang dianjurkan bukan pengobatan MDR, tetapi pencegahan MDR-TB

DiagnosisLangkah awal mendiagnosis resisten obat Tb adalah mengenal pasien dalam risiko dan mempercepat dilakukannya diagnosis laboratorium. Deteksi awal MDR Tb dan memulai sejak awal terapi merupakan faktor penting untuk mencapai keberhasilan terapi. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi sputum BTA, uji kultur M. Tb dan resistensi obat. Kemungkinan resistensi obat Tb secara simultan dipertimbangkan dengan pemeriksaan sputum BTA sewaktu menjalani paduan terapi awal. Kegagalan terapi dapat dipertimbangkan sebagai kemungkinan resisten obat Tb sampai ada hasil uji resistensi obat beberapa minggu kemudian yang menunjukkan terdapatnya paduan terapi yang tidak adekuat. Identifikasi cepat pasien resistensi obat Tb dilakukan terutama pasien memiliki risiko tinggi karena program pengendalian Tb lebih sering menggunakan paduan terapi empiris, minimalisasi penularan, efek samping OAT, memberikan terapi terbaik dan mencegah resistensi obat lanjut.Prediksi seseorang dalam risiko untuk melakukan uji resistensi obat adalah langkah awal deteksi resistensi obat. Prediktor terpenting resistensi obat adalah riwayat terapi Tb sebelumnya, progresiviti klinis dan radiologi selama terapi Tb, berasal dari daerah insidens tinggi resisten obat dan terpajan individu infeksi resisten obat Tb. Setelah pasien dicurigai MDR Tb harus dilakukan pemeriksaan uji kultur M. Tb dan resistensi obat. Laboratorium harus mengikuti protokol jaminan kualiti dan memiliki akreditasi nasional / internasional. Khususnya 2 sampel dengan hasil yang berbeda dari laboratorium dengan tingkat yang berbeda direkomendasikan untuk diperiksakan pada laboratorium yang lebih balk. Penting sekali laboratorium menekankan pemeriksaan uji resistensi obat yang cepat, adekuat, valid dan mudah dicapai oleh pasien dan layanan kesehatan. Mewujudkan laboratorium seperti ini disuatu daerah merupakan tantangan untuk program pengendalian Tb.

Tingkatan OAT untuk pengobatan MDR-TB

TingkatanObatDosis harianAktiviti antibakteriRasio kadar puncak serum terhadap MIC

1Aminoglikosida. Streptomisinb.Kanamisin atau amikasinc. Kapreomisin15 mg/kgBakterisid menghambat organisme yang multiplikasi aktif20-305-7.5

10-15

2Thiomides(Etionamid protionamid)10-20 mg/kgBakterisid4-8

3Pirazinamid20-30 mg/kgBakterisid pada pH asam7.5-10

4Ofloksasin7.5-15 mg/kgBakterisid mingguan2.5-5

5Etambutol15-20 mg/kgBakteriostatik2-3

6Sikloserin10-20 mg/kgBakteriostatik2-4

7PAS asam10-12 gBakteriostatik100

Penatalaksanaan MDR TBDasar pengobatan terutama untuk keperluan membuat regimen obat-obat anti TB, WHO guidelines membagi obat MDR-TB menjadi 5 group berdasarkan potensi dan efikasinya, sebagai berikut (World Health Organization, 2008) :1. Grup pertama, pirazinamid dan ethambutol, karena paling efektif dan dapat ditoleransi dengan baik. Obat lini pertama yang terbukti sebaiknya digunakan dan digunakan dalam dosis maksimal.1. Grup kedua, obat injeksi bersifat bakterisidal, kanamisin (amikasin), jika alergi digunakan kapreomisin, viomisin. Semua pasien diberikan injeksi sampai jumlah kuman dibuktikan rendah melalui hasil kultur negative1. Grup ketiga, fluorokuinolon, obat bekterisidal tinggi, misal levofloksasin. Semua pasien yang sensitif terhadap grup ini harus mendapat kuinolon dalam regimennya1. Grup empat, obat bakteriostatik lini kedua, PAS (paraaminocallicilic acid), ethionamid, dan sikloserin. Golongan obat ini mempunyai toleransi tidak sebaik obat-obat oral lini pertama dan kuinolon.1. Grup kelima, obat yang belum jelas efikasinya, amoksisilin, asam klavulanat, dan makrolid baru (klaritromisin). Secara in vitro menunjukkan efikasinya, akan tetapi data melalui uji klinis pada pasien MDR TB masih minimal.

Menurut WHO guidelines 2008 membuat pentahapan tersebut sebagai brikut (World Health Organization, 2008):1. Tahap 1 : gunakan obat dari lini pertama yang manapun yang masih menunjukkan efikasi.1. Tahap 2 : tambahan obat di atas dengan salah satu golongan obat injeksi berdasarkan hasil uji sensitivitas dan riwayat pengobatan.1. Tahap 3 : tambahan obat-obat di atas dengan salah satu obat golongan fluorokuinolon.1. Tahap 4 : tambahkan obat-obat tersebut di atas dengan satu atau lebih dari obat golongan 4 sampai sekurang-kurangnya sudah tersedia 4 obat yang mungkinefektif.1. Tahap 5 : pertimbangkan menambahkan sekurang-kurangnya 2 obat dari golongan 5 (melalui proses konsultasi dengan pakar TB MDR) apabila dirasakan belum ada 4 obat yang efektif dari golongan 1 sampai 4.

Pengobatan pasien MDR TB terdiri atas dua tahap, tahap awal dan tahap lanjutan. Pengobatan MDR TB memerlukan waktu lebih lama daripada pengobatan TB bukan MDR, yaitu sekitar 18-24 bulan. Pada tahap awal pasien akan mendapat obat anti tuberkulosis lini kedua minimal 4 jenis OAT yang masih sensitif, dimana salah satunya adalah obat injeksi. Pada tahap lanjutan semua OAT lini kedua yang dipakai pada tahap awal.

Pencegahan terjadinya resistensi obatPencegahan terjadinya MDR TB dapat dimulai sejak awal penanganan kasus baru TB antara lain : pengobatan secara pasti terhadap kasus BTA positif pada pertama kali, penyembuhan secara komplit kasih kambuh, penyediaan suatu pedoman terapi terhadap TB, penjaminan ketersediaan OAT adalah hal yang penting, pengawasan terhadap pengobatan, dan adanya OAT secara gratis. Jangan pernah memberikan terapi tunggal pada kasus TB. Peranan pemerintah dalam hal dukungan kelangsungan program dan ketersediaan dana untunk penanggulangan TB (DOTS). Dasar pengobatan TB oleh klinisi berdasarkan pedoman terapi sesuai evidence based dan tes kepekaan kuman.

PLEURITIS TB

DEFINISIPleuritis TB merupakan infeksi pada pleura akibat tuberkulosis. Penyakit ini kebanyakan terjadi sebagai komplikasi TB paru melalui fokus subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening. Sebab lain dapat juga dari robeknya perkijuan ke arah saluran getah bening yang menuju rongga pleura, iga, atau kolumna vertebralis. Dapat juga secara hematogen dan menimbulkan efusi pleura bilateral. Rupturnya focus subpleural dari jaringan nekrosis perkijuan dapat menimbulkan cairan efusi karena tuberkuloprotein yang ada didalamnya masuk ke rongga pleura, menimbukan reaksi hipersensitivitas tipe lambat.

PATOGENESISPatofisiologiPleuritis TB dapat merupakan manifestasi dari tuberkulosis primer atau tuberkulosis post primer (reaktivasi). Hipotesis terbaru mengenai Pleuritis TB primer menyatakan bahwa pada 6-12 minggu setelah infeksi primer terjadi pecahnya fokus kaseosa subpleura ke kavitas pleura. Antigen mikobakterium TB memasuki kavitas pleura dan berinteraksi dengan Sel T yang sebelumnya telah tersensitisasi mikobakteria, hal ini berakibat terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe lambat yang menyebabkan terjadinya eksudasi karena meningkatnya permeabilitas dan menurunnya klirens sehingga terjadi akumulasi cairan di kavitas pleura. Cairan efusi ini secara umum adalah eksudat tapi dapat juga berupa serosanguineous dan biasanya mengandung sedikit basil TB. Beberapa kriteria yang mengarah ke Pleuritis TB primer : (i). Adanya data tes PPD positif baru, (ii). Rontgen thorax dalam satu tahun terakhir tidak menunjukkan adanya kejadian tuberkolosis parenkim paru(iii) Adenopati Hilus dengan atau tanpa penyakit parenkim. Umumnya, efusi yang terjadi pada Pleuritis TB primer berlangsung tanpa diketahui dan proses penyembuhan spontan terjadi pada 90% kasus.Pleuritis TB dapat berasal dari reaktivasi atau TB post primer. Reaktivasi dapat terjadi jika stasus imunitas pasien turun. Pada suatu penelitian disebutkan bahwa umur rata-rata pasien dengan reaktivasi TB adalah 44,6 tahun. Pada kasus Pleuritis TB rekativasi, dapat dideteksi TB parenkim paru secara radiografi dengan CT scan pada kebanyakan pasien. Infiltrasi dapat terlihat pada lobus superior atau segmen superior dari lobus inferior. Bekas lesi parenkim dapat ditemukan pada lobus superior, hal inilah yang khas pada TB reaktivasi. Efusi yang terjadi hampir umumnya ipsilateral dari infiltrat dan merupakan tanda adanya TB parenkim yang aktif.Efusi pada pleuritis TB dapat juga terjadi sebagai akibat penyebaran basil TB secara langsung dari lesi kavitas paru, dari aliran darah dan sistem limfatik pada TB post primer (reaktivasi). Penyebaran hematogen terjadi pada TB milier. Efusi pleura terjadi 10-30% dari kasus TB miler. Pada TB miler, efusi yang terjadi dapat masif dan bilateral. PPD test dapat negatif dan hasil pemerikasaan sputum biasanya juga negatif.

Gambaran Klinis dan SekueleGambaran klinis dari Pleuritis TB yang paling sering dilaporkan adalah batuk (71-94%), demam (71-100%), nyeri dada pleuritik (78-82%) dan dispneu. Batuk yang terjadi biasanya nonproduktif terutama ketika tidak terdapat lesi paru aktif. Keringat malam, sensasi mengigil, dyspneu, malaise, dan penurunan berat badan merupakan keluhan umum. Demam dan nyeri dada umumnya terdapat pada pasien muda, sedangkan batuk dan dyspneu umumnya pada pasien yang lebih tua. Durasi rata-rata dari gejala penyakit sekitar 14 hari pada pleuritis TB primer dan 60 hari pada pleuritis TB reaktivasi. Pemeriksaan fisik ditemukan berkurangnya suara nafas dan perkusi pekak diatas tempat efusi. Pleral friction rub dilaporkan pada 10% pasien5).

Pada keadaan tidak diberikannya obat anti tuberkulosis, resolusi dari efusi yang terjadi pada pleuritis TB biasanya spontan dalam beberapa bulan. Akan tetapi, setengah dari kasus yang tidak diterapi akan berkembang menjadi bentuk tuberkulosis paru dan ekstraparu yang lebih berat yang dapat berakibat pada kecacatan dan kematian. Sekule lain pada pleuritis TB primer adalah terjadinya sisa penebalan pleura yang potensial menyebabkan pembatasan ventilasi. Infeksi kronik aktif dapat mengawali berkembangnya tuberkulosa empyema. Pecahnya kavitas parenkim ke ruang pleura dapat berkembang menjadi fistula bronkhopleural dan pyo-pnemothoraks.

DIAGNOSISPada pasien pleuritis TB ditemukan gejala sesak napas (dyspneu), febris, penurunan berat badan, dan nyeri dada pleuritik. Kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan. Diagnosis utama berdasarkan adanya kuman tuberkulosis dalam cairan efusi (biakan) atau dengan biopsi jaringan pleura. Pemeriksaan foto toraks juga dapat membantu dalam mendiagnosis adanya efusi pleura.

PENATALAKSANAANPengobatan dengan obat-obat antituberkulosis (Rifampisisn, INH, Pirazinamid/Etambutol/Streptomisin) memakan waktu 6-12 bulan. Dosis dan cara pemberian obat sama dengan pengobatan TB paru. Pengobatan ini dapat menyebabkan cairan efusi dapat diserap kembali, tetapi untuk menghilangkan eksudat ini dengan cepat dapat dilakukan torakosintesis. Umumnya cairan diresousi dengan sempurna, tetapi kadang-kadang dapat diberikan kortikosteroid secara sistematik (prednison 1 mg/kgBB selama 2 minggu kemudian dosis diturunkan secara perlahan).

TB DENGAN HIV / AIDSTB dengan HIV saling mempengaruhi satu sama lain. HIV merupakan factor resiko pada infeksi TB/ orang yang baru terinfeksi. TB terjadi pada awal infeksi HIVGejala: gejala sama seperti gejala pada TB, yaitu salah satunya batuk produktif, demam, neuropatiPrinsip pengobatan: pengaobatan dilakukan terhadap penyakit TB terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan HIV

Dampak HIV pada program TB1. Meningkatkan beban kasus TB aktif yang diakibatkan oleh HIV2. Meningkatkan morbiditas dan mortalitas HIV pada pasien TB3. Angka putus berobat lebih tinggi dan angka penyembuhan lebih rendah4. Meningkatnya reaksi efek samping obat selama pengobatan TB5. Meningkatkan risiko penularan TB (termasuk penularan nosokomial)6. Meningkatkan beban pelayanan TB7. Memperlambat akses suspek TB kepada layanan kesehatan akibat stigma HIV/AIDS

Dampak TB pada program HIV1. Meningkatkan beban kasus TB aktif pada ODHA2. TB dapat mempercepat terjadinya proses supresi imunitas terkait HIV3. Meningkatkan morbiditas dan mortalitas TB pada ODHA4. Kesulitan mendiagnosis TB pada ODHA di mana terjadi gambaran klinis TB terkait HIV yang berbeda5. Meningkatkan beban pada layanan HIVPada daerah dengan angka prevalens HIV yang tinggi di populasi dengan kemungkinan koinfeksi TB-HIV, maka konseling dan pemeriksaan HIV diindikasikan untuk seluruh TB pasien sebagai bagian dari penatalaksanaan rutin. Pada daerah dengan prevalens HIV yang rendah, konseling dan pemeriksaan HIV hanya diindikasi pada pasien TB dengan keluhan dan tanda tanda yang diduga berhubungan dengan HIV dan pada pasien TB dengan riwayat risiko tinggi terpajan HIV.Jadi tidak semua pasien TB paru perlu diuji HIV. Hanya pasien TB paru tertentu saja yang memerlukan uji HIV, misalnya:a. Ada riwayat perilaku risiko tinggi tertular HIVb. Hasil pengobatan OAT tidak memuaskanc. MDR TB / TB kronikPemeriksaan minimal yang perlu dilakukan untuk memastikan diagnosis TB paru adalah pemeriksaan BTA dahak, foto toraks dan jika memungkinkan dilakukan pemeriksaan CD4. Gambaran penderita HIV-TB dapat dilihat pada tabel 7 berikut.

Pengobatan OAT pada TB-HIV:- Pada dasarnya pengobatannya sama dengan pengobatan TB tanpa HIV/AIDS.- Prinsip pengobatan adalah menggunakan kombinasi beberapa jenis obat dalam jumlah cukup dan dosis serta jangka waktu yang tepa- Pemberian tiasetazon pada pasien HIV/AIDS sangat berbahaya karena akan menyebabkan efek toksik berat pada kulit- Injeksi streptomisin hanya boleh diberikan jika tersedia alat suntik sekali pakai yang steril.- Desensitisasi obat (INH, rifampisin) tidak boleh dilakukan karena mengakibatkan toksik yang serius pada hati- Pada pasien TB dengan HIV/AIDS yang tidak memberi respons terhadap pengobatan, selain dipikirkan terdapat resistensi terhadap obat juga harus dipikirkan terdapatnya malabsorpsi obat. Pada pasien HIV/AIDS terdapat korelasi antara imunosupresi yang berat dengan derajat penyerapan, karenanya dosis standar OAT yang diterima suboptimal sehingga konsentrasi obat rendah dalam serum- Saat pemberian obat pada koinfeksi TB-HIV harus memperhatikan jumlah limfosit CD4 dan sesuai dengan rekomendasi yang ada

Resistensi silangPada pengobatan MDR TB harus dipertimbangkan resistensi silang dalam memilih jenis OAT. Tidak efektif memberikan OAT dari golongan yang sama atau paduan OAT yang berpotensi terjadi resistensi silang.- Tionamid dan tiosetasonEtionamid adalah golongan tionamid yang dapat menginduksi terjadinya resistensi silang dengan proteonamid karena satu golongan. Sering ditemukan resistensi silang antara tionamid dengan tioasetason, galur yang biasanya resisten dengan tiosetason biasanya masih sensitif terhadap etionamid dan proteonamid. Galur yang resisten terhadap etionamid dan proteonamid biasanya juga resisten juga terhadap tioasetason pada lebih dari 70% kasus.- AminoglikosidGalur yang resisten terhadap streptomisin biasanya sensitif terhadap kanamisin dan amikasin. Galur yang resisten terhadap kanamisin dapat menyebabkan resisten silang terhadap amikasin. Galur yang resisten terhadap kanamisin dan amikasin juga menimbulkan resisten terhadap streptomisin. Galur yang resisten terhadap streptomisin, kanamisin, amikasin biasanya masih sensitif terhadap kapreomisin. . Resisten terhadap streptomisin gunakan kanamisin atau amikasin . Resisten terhadap kanamisin atau amikasin gunakan kapreomisin- FluorokuinolonOfloksasin dan siprofloksasin dapat menginduksi terjadinya resistensi silang untuk semua fluorokuninolon. Itulah sebabnya penggunaan ofloksasin harus hati-hati karena beberapa kuinolon yang lebih aktif (levofloksasin dan moksifloksasin) dapat menggantikan ofloksasin di masa datang.- Sikloserin dan terizidonTerdapat resistensi silang antara dua macam obat ini. Tidak terdapat resistensi silang dengan obat golongan lain.- Hingga saat ini belum ada paduan pengobatan yang distandarisasi untuk pasien MDR-TB. Pemberian pengobatan pada dasarnya tailor made, bergantung dari hasil uji resistensi dengan menggunakan minimal 4 OAT masih sensitif- Obat lini 2 yang dapat digunakan yaitu golongan fluorokuinolon, aminoglikosida, etionamid, sikloserin, klofazimin, amoksilin+ as.klavulanat- Saat ini paduan yang dianjurkan ialah OAT yang masih sensitif minimal 2 3 OAT lini 1 ditambah dengan obat lini 2, yaitu Siprofloksasin dengan dosis 1000 1500 mg atau ofloksasin 600 800 mg (obat dapat diberikan single dose atau 2 kali sehari)- Pengobatan terhadap tuberkulosis resisten ganda sangat sulit dan memerlukan waktu yang lama yaitu minimal 18 bulan- Hasil pengobatan terhadap TB resisten ganda ini kurang menggembirakan. Pada pasien non-HIV, konversi hanya didapat pada sekitar 50% kasus, sedangkan response rate didapat pada 65% kasus dan kesembuhan pada 56% kasus.- Pemberian obat antituberkulosis yang benar dan pengawasan yang baik, merupakan salah satu kunci penting mencegah resisten ganda. Konsep Directly Observed Treatment Short Course (DOTS) merupakan salah satu upaya penting dalam menjamin keteraturan berobat.- Prioriti yang dianjurkan bukan pengobatan MDR, tetapi pencegahan MDR-TB

TB WITH PNEUMOTHORAXTB dengan pneumothorax spontan sekunder, insiden kurang lebih 5% di post primary TB.Gejala : pernapasan pendek, batuk, dan distress respirasi, deviasi trakea.Patologi : pleura infection rupturnya subpleural caseous lesi terjadi akumulasi dari empyema kronik.Tatalaksana : menjalani thoracostomy tube dengan perbaikan pneumothorax dan status respirasi sesuai TB.Tapi sebelum era antibiotic untuk pengobatan TB, pengobatan TB dengan pemberian cairan sehingga dapat menyebabkan pneumothorax iatrogenic aktivisial karena berlebihnya cairan atau udara yg masuk.

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)

DefinisiPPOK adalah penyakit yang ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak reversibel total. Hambatan aliran udara biasanya progresif dan dihubungkan dengan respons inflamasi abnormal paru terhadap partikel berbahaya atau gas-gas.

Faktor risikoFaktor Host:1. Genetik : Defisiensi alfa 1 antitripsin. Suatu kelainan herediter.1. Hipereaktivitas bronkus.1. Gender : Pria lebih berisiko daripada wanita.1. Atopi dan asma : Atopi sendiri bukan faktor risiko.1. Penyakit anak-anak : Infeksi saluran napas dan asma anakFaktor eksternal1. Rokok sigaret, faktor risiko paling penting. Cerutu, rokok pipa dan berbagai jenis rokok juga faktor risiko.1. Occupational dust and chemicals1. Polusi udara ( indoor dan outdoor )

KlasifikasiEmfisema1. Keadaan paru abnormal karena adanya pelebaran rongga udara padaa asinus yang sifatnya permanen. Pelebaran ini disebabkan karena kerusakan dinding asinus. Asinus adalah bagian paru yang terletak di bronkiolus terminais distal.1. Etiologi : kebiasaan merokok, polusi udara di daerah industriEmfisema dibagi menurut bentuk asinus yang terserang :1. Emfisema sentilobular (CLE):Hanya menyerang bagian bronkiolus respiratorius dan duktus alveolaris.Dinding mulai berlubang, membesar, bergabung dan akhirnya menyatu.CLE biasanya banyak menyerang bagian atas paru tetapi akhirnyatersebar tidak merata.Jarang ditemukan pada mereka yang tidak merokok.1. Emfisema Panlobular (PLE):Alveolus yang terletak distal dari bronkiolus terminalis mengalami pembersaran serta kerusakan secara merata.Jika semakin parah, semua komponen asinus sedikit demi sedikit menghilang sehingga akhirnya hanya tertinggal beberapa lembar jaringan.PLE tersebar merata di seluruh paru.

Patogenesis:1. Alfa 1- antiprotease : perlndungan terhadap protease1. Antiprotease yang berkurang sangat berperan penting dalam patogenesis emfisema1. Protease dihasilkan oleh bakteri, PMN, monosit, makrofag. Sewaktu proses fagositosis berlangsung dan mencegah elastin dan makromolekul lain pada jaringan paru1. Pada orang sehat, kerusakan jaringan paru dicegah oleh antiprotease yang menghambat aktivitas protease1. Pada orang yang merokok mengakibatkan respon peradangan sehinggaterjadi pelepasan enzim proteolitik, sementara itu oksidan pada asap menghambat alfa 1-antiprotease1. Mengalami hipoksia, hiperkapnea, karena hipoventilasi

Perubahan patofisiologi :1. Infeksi kronik : karena menghisap rokok/ bahan yang mengiritasi bronkus dan bronkiolus, sehingga mengacaukan mekanisme pertahanan normal saluran napas. Silia menjadi lumpuh karena efek nikotin sehingga mukus tidak bisa dikeluarkan dengan mudah > perangsangan sekresi mukus berlebih1. Infeksi : mukus berlebih dan peradangan epitel bronkiolus menyebabkan obstruksi kronik1. Obstruksi kronik : sukar ekspirasi, udara terperangkap dalam alveoli dan menyebabkan alveoli sangat teregang.

Kelainan:1. Obstruksi bronkiolus : peningkatan tahanan saluran nafas dan mengakibatkan meningkatnya kerja pernafasan sehingga susah ekspirasi1. Hilangnya sebagian besar dinding aveolus mengakibatkan menurunnya kapasitas difus paru, berkurangnya kemampuan paru untuk mengoksigenasi dan mengeluarkan karbon dioksida dari darah1. Beberapa bagian paru ada yang ventilasinya baik sebagian ada yang buruk1. Hilangnya dinding paru mengakibatkan berkurangnya jumlah kapiler paru yang dilalui darah, sehingga tahanan vaskular paru meningkat dan terjadi hipertensi paru. hal ini mengakibatkan bertambahnya beban jantung kanan sehingga dapat tejadi gagal jantung kanan.Sumber : guyten, patofisiologi syilvia

Gejala klinis: Sesak nafas dengan karakteristik berhubungan dengan aktivitas (dispneu of effort). Batuk dengan dahak tidak banyak. Pada Pemeriksaan fisik dijumpai toraks hiperinflasi. Hiperinflasi menimbulkan barrel chest, suara perkusi hipersonor, dan suara nafas menurun.Diagnosis Anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjangRadiologi: hiperinflasi. Penipisan vaskuler dan hiperlusen. Faal paru: Ada obstruksi. Pemeriksaan alfa 1 antitripsinPenatalaksaanEdukasi untuk penderita dan keluarga. Berhenti merokok, hindari paparan factor iritan. Rehabilitasi. Terapi oksigen. Bronkodilator: antikolinergik, golongan xantine, agonis beta 2. NutrisiPenyulitPneumotoraks. Kor Pulmonale. Gagal nafas. Malutrisi.Sumber: Pedoman Diagnosis dan terapi ilmu penyakit paru. 2005

Bronkhitis KronikBronkhitis kronik adalah penyakit paru kronik yang ditandai dengan hambatan aliran udara disaluran nafas yang tidak sepenuhnya revesibelEtiologi 1. Rokok sigaret, faktor resiko paling penting. Cerutu, rokok pipa dan berbagi jenis rokok juga faktor resiko1. Occupational dust and chemicals1. Polusi udara (indoor dan outdoor)PatofisiologiPerubahan patologi yang bronchitis kronik dijumpai di saluran nafas besar (central airway), saluran nafas kecil (periphereal airway), parenkim paru dan vasekuler pulmonal 1. Saluran nafas besar Infiltrasi sel-sel radang pada permukaan epitel. Kelejar- kelenjar yang mensekresi mukus membesar dan jumlah sel Gobler meningkat 1. Saluran nafas kecil Inflamasi kronis menyebabkan siklus injury danrepair dinding saluran berulang. Proses repair akan menghasilkan structural remodeling dari dinding saluran nafas dengan peningkatan kandungan kolagen dan pembentukan jaringan ikat yang menyebabkan penyempitan lumen dan obstruksi saluran nafas permanen 1. Parenkim paru Destruksi parenkim paru secara khas berupa emfisema sentrilobuler.Kelainan tersebut lebih sering dibagian atas pada kesus ringan, namun bila lanjut bisa terjadi diseluruh bagian paru dan juga terjadi destruksi pada pulmonary capilla bed.1. Perubahan vaskuler pulmonal Perubahan struktur yang pertama kali adalah penebalan intima diikuti peningkatan otot polos dan infiltrasi dinding pembuluh darah oleh sel- sel radang. Jika penyakit bertambah lajut jumlah otot polos, proteoglikans dan kolagen bertambah sehingga dinding pembuluh darah bertambah tebalGejala KlinisGejala klinis bronchitis kronik dapat sangat ringan, sampai sangat berat. Gejala klinis yang paling dikeluhkan dalam anamnesa adalah batuk,sesak nafas, suara mengi (wheezing) batuk kronis, batuk berdarah nyeri dada, anoreksia, dan berat badan menurun. Pada inspeksi ditemukan Awalnya hanya ekspirasi memanjang dan wheezing pada ekspirasi paksa. Bila obstruksi berlanjut tampak hiperinflasi dan barrel chest. Penggunaan otot nafas tambahan atau pursed- lips breathing menunjukkan hambatan aliran udara berat. Edema tungkai. Juguler venous pressure (JVP) meningkat, hepar teraba dan hipertensi pulmonal adalah tanda kor pulmonale kronikum dekompensata.Pada pemeriksaan auskultasi ditemukan suara napas vesikuler normal, atau melemah,terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa, ekspirasi meman