jump 7 laporan skenario 1

56
Jump 7 Teori penuaan 1. Telomere theory Telomer memendek setiap pembelahan sel berhasil Pada akhirnya sel tidak bisa membelah lagi ketika telomer telah habis sel membesar & apoptosis 2. Reproductive-cell cycle theory Penuaan Penurunan hormon reproduksi. Hormon reproduksi punya fungsi lain selain pada sistem reproduksi misal estrogen juga berfungsi menghambat aktivitas osteoclast dalam bone resorption ( Kalau estrogen turun, aktivitas osteoclast meningkat, tulang jadi rapuh) 3. Gene loss theory Pada suatu penelitian, tiap tahun manusia kehilangan 0,6% DNA yang mengatur aktivitas otot jantung, sedangkan pada anjing 3,3% Cocok pada rasio kehidupan manusia : anjing = 6:1 4. Autoimmune theory Penuaan aktivitas autoimmune meningkat 5. mTOR theory mTOR protein berfungsi buat menghambat autofagi. Penuaan mTOR protein berkurang Autofagi meningkat 6. Wear and tear theory

Upload: yaasin-r-n

Post on 16-Jan-2016

44 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Tutorial skenario 1 pediatri

TRANSCRIPT

Page 1: Jump 7 Laporan Skenario 1

Jump 7

Teori penuaan

1. Telomere theory

Telomer memendek setiap pembelahan sel berhasil Pada akhirnya sel

tidak bisa membelah lagi ketika telomer telah habis sel membesar &

apoptosis

2. Reproductive-cell cycle theory

Penuaan Penurunan hormon reproduksi. Hormon reproduksi punya

fungsi lain selain pada sistem reproduksi misal estrogen juga berfungsi

menghambat aktivitas osteoclast dalam bone resorption ( Kalau estrogen

turun, aktivitas osteoclast meningkat, tulang jadi rapuh)

3. Gene loss theory

Pada suatu penelitian, tiap tahun manusia kehilangan 0,6% DNA yang

mengatur aktivitas otot jantung, sedangkan pada anjing 3,3% Cocok

pada rasio kehidupan manusia : anjing = 6:1

4. Autoimmune theory

Penuaan aktivitas autoimmune meningkat

5. mTOR theory

mTOR protein berfungsi buat menghambat autofagi. Penuaan mTOR

protein berkurang Autofagi meningkat

6. Wear and tear theory

Penuaan merupakan akumulasi damage dari manusia lahir

7. Free-redical theory

Penuaan merupakan hasil dari kerusakan yang disebabkan oleh oxidative

stress

Systemic effect of aging

1. Body composition

Otot Atropi (Sarkopenia) Fiber tipe II lebih cepet atropi

Page 2: Jump 7 Laporan Skenario 1

Lemak Berkurang (Misal di bawah kulit); Tapi lingkar pinggang

ukurannya cenderung tetap visceral fat tidak berkurang; lemak juga

bisa nimbun di dalam otot Massa otot menurun

Jaringan ikat Jaringan ikat hialin dan elastis berkurang

2. Energy availability vs demand

Pembentukan ATP tidak seefektif saat muda

3. Signalling network

Beberapa hormon jumlahnya menurun pada saat tua Hormonal

signaling lebih buruk

Antioxidant buffer kurang efektif mudah terkena oxidative stress

4. Neurodegeneration

Brain atrophy

Motor neuron berkurang

Perubahan fisiologis pada lansia

Perubahan Anatomik pada Sistema Muskuloskeletal

Massa tulang kontinu sampai mencapai puncak pada usia 30-35 tahun

setelah itu akan menurun karena disebabkan berku¬rang¬nya aktivitas osteoblas

sedangkan aktivitas osteoklas tetap normal. Secara teratur tulang mengalami turn

Page 3: Jump 7 Laporan Skenario 1

over yang dilaksana¬kan melalui 2 proses yaitu; modeling dan remodeling, pada

ke¬adaan normal jumlah tulang yang dibentuk remodeling sebanding dengan

tulang yang dirusak. Ini disebut positively  coupled jadi masa tulang yang hilang

nol. Bila tulang yang dirusak lebih banyak terjadi kehilangan masa tulang ini

disebut negatively  coupled yang terjadi pada usia lanjut. 

Dengan bertambahnya usia terdapat penurunan masa tulang secara linier

yang disebabkan kenaikan turn over pada tulang sehingga tulang lebih pourus.

Pengurangan ini lebih nyata pada wanita, tulang yang hilang kurang lebih 0,5

sampai 1% per tahun dari berat tulang pada wanita pasca menopouse dan pada

pria diatas 80 tahun, pengurangan tulang lebih mengenai bagian trabekula

dibanding dengan kortek. Pada pemeriksaan histologi wanita pasca menopouse

dengan osteoporosis spinal hanya mempunyai trabekula kurang dari 14%. Selama

kehidupan laki-laki kehilangan 20-30% dan wanita 30-40% dari puncak massa

tulang.

Pada sinofial sendi terjadi perubahan berupa tidak ratanya permukaan

sendi terjadi celah dan lekukan dipermukaan tulang rawan. Erosi tulang rawan

hialin menyebabkan pembentukan kista di rongga sub kondral. Ligamen dan

jaringan peri artikuler menga¬lami degenerasi Semuanya ini menyebabkan

penurunan fungsi sendi, elastisitas dan mobilitas hilang sehingga sendi kaku,

kesu¬litan dalam gerak yang rumit.

Perubahan yang jelas pada sistem otot adalah berkurangnya masa otot

terutama mengenai serabut otot tipe II. Penurunan ini disebabkan karena otropi

dan kehilangan serabut otot. Perubahan ini menyebabkan laju metabolik basal dan

laju komsumsi oksigen maksimal berkurang. Otot menjadi mudah lelah dan

kecepatan laju kontraksi melambat. Selain penurunan masa otot juga dijumpai

berkurangnya rasio otot dan jaringan lemak.

Perubahan anatomik pada sistema kardiovaskuler

Elastisitas dinding aorta menurun dengan bertambahnya usia. Disertai

dengan bertambahnya kaliber aorta. Perubahan ini terjadi akibat adanya

Page 4: Jump 7 Laporan Skenario 1

perubahan pada dinding media aorta dan bukan merupakan akibat dari perubahan

intima karena aterosklerosis. Perubahan aorta ini menjadi sebab apa yang disebut

isolated aortic incompetence dan terdengarnya bising pada apex cordis.

Penambahan usia tidak menyebabkan jantung mengecil (atrofi) seperti

organ tubuh lain, tetapi malahan terjadi hipertropi. Pada umur 30-90 tahun massa

jantung bertambah (± 1 gram/tahun pada laki-laki dan ± 1,5 gram/tahun pada

wanita).Pada daun dan cincin katup aorta perubahan utama terdiri dari

berkurangnya jumlah inti sel dari jaringan fibrosa stroma katup, penumpukan

lipid, degenerasi kolagen dan kalsifikasi jaringan fibrosa katup tersebut. Daun

katup menjadi kaku, perubahan ini menyebabkan terdengarnya bising sistolik

ejeksi pada usia lanjut.

Ukuran katup jantung tampak bertambah. Pada orang muda katup

antrioventrikular lebih luas dari katup semilunar. Dengan bertambahnya usia

terdapat penambahan circumferensi katup, katup aorta paling cepat sehingga pada

usia lanjut menyamai katup mitral, juga menyebabkan penebalan katup mitral dan

aorta. Perubahan ini disebabkan degenerasi jaringan kalogen, pengecilan ukuran,

penimbunan lemak dan kalsifikasi. Kalsifikasi sering terjadi pada anulus katup

mitral yang sering ditemukan pada wanita. Perubahan pada katup aorta terjadi

pada daun atau cincin katup. Katup menjadi kaku dan terdengar bising sistolik

ejeksi.

Otak mendapat suplai darah utama dari Arteria Karotis Interna dan

a.vertebralis. Pembentukan plak ateroma sering dijumpai didaerah bifurkatio

kususnya pada pangkal a.karotis interna, Sirkulus willisii dapat pula terganggu

dengan adanya plak ateroma juga arteri-arteri kecil mengalami perubahan

ateromatus termasuk fibrosis tunika media hialinisasi dan kalsifikasi. Walaupun

berat otak hanya 2% dari berat badan tetapi mengkomsumsi 20% dari total

kebutuhan oksigen komsumsion. Aliran darah serebral pada orang dewasa kurang

lebih 50cc/100gm/menit pada usia lanjut menurun menjadi 30cc/100gm/menit.

Perubahan degeneratif yang dapat mempengaruhi fungsi sistem

vertebrobasiler adalah degenerasi discus veterbralis (kadar air sangat menurun,

fibrokartilago meningkat dan perubahan pada mukopoliskharid). Akibatnya diskus

Page 5: Jump 7 Laporan Skenario 1

ini menonjol ke perifer mendorong periost yang meliputinya dan

lig.intervertebrale menjauh dari corpus vertebrae. Bagian periost yang terdorong

ini akan mengalami klasifikasi dan membentuk osteofit. Keadaan seperti ini

dikenal dengan nama spondilosis servikalis. Discus intervertebralis total

merupakan 25% dari seluruh collumna vertebralis sehingga degenerasi diskus

dapat mengakibatkan pengurangan tinggi badan pada usia lanjut. Spondilosis

servikalis berakibat 2 hal pada a.vertebralis, yaitu:

1) Osteofit sepanjang pinggir corpus vetebrales dan pada posisi tertentu

bahkan dapatmengakibatkan oklusi pembuluh arteri ini.

2) Berkurangnya panjang kolum servikal berakiabat a.verterbralies

menjadi berkelok-kelok.

Pada posisi tertentu pembuluh ini dapat tertekuk sehingga terjadi oklusi.

Dengan adanya kelainan anatomis pembuluh darah arteri pada usia lanjut seperti

telah diuraikan diatas, dapat dimengerti bahwa sirkulasi otak pada orang tua

sangat rentan terhadap peru¬bahan-perubahan, baik perubahan posisi tubuh

maupun fungsi jantung dan bahkan fungsi otak.

Pada pembuluh darah perifer, arterosclerosis yang berat akan

menyebabkan penyumbatan arteria perifer yang menyebabkan pasokan darah ke

otot-otot tungkai bawah menurun hal ini menyebabkan iskimia jaringan otot yang

menyebabkan keluhan kladikasio.

Perubahan Anatomik pada Sistem Pernafasan (System Respiratorius)

A.    Dinding dada: Tulang-tulang mengalami osteoporosis, rawan mengalami osifikasi

sehingga terjadi perubahan bentuk dan ukuran dada. Sudut epigastrik relatif

mengecil dan volume rongga dada mengecil.

B.     Otot-otot pernafasan: Musuculus interkostal dan aksesori mengalami kelemahan

akibat atrofi.

Page 6: Jump 7 Laporan Skenario 1

C.     Saluran nafas: Akibat kelemahan otot, berkurangnya jaringan elastis bronkus dan

aveoli menyebabkan lumen bronkus mengecil. Cicin rawan bronkus mengalami

pengapuran.

D.    Struktur jaringan parenkim paru: Bronkiolus, duktus alveoris dan alveolus

membesar secara progresip, terjadi emfisema senilis. Struktur kolagen dan elastin

dinding saluran nafas perifer kualitasnya mengurang sehingga menyebabkan

elastisitas jaringan parenkim paru berkurang. Penurunan elastisitas jaringan

parenkim paru pada usia lanjut dapat karena menurunnya tegangan permukaan

akibat pengurangan daerah permukaan alveolus. Perubahan anatomi tersebut

menyebabkan gangguan fisiologi pernapasan sebagai berikut:

1)   Gerak pernafasan: adanya perubahan bentuk, ukuran dada, maupun volume

rongga dada akan merubah mekanika pernafasan menjadi dangkal, timbul

gangguan sesak nafas, lebih-lebih apabila terdapat deformitas rangka dada akibat

penuaan.

2)   Distribusi gas: perubahan struktur anatomik saluran nafas akan menimbulkan

penimbulkan penumpukan udara dalam alveolus (air trapping) ataupun gangguan

pendistribusian gangguan udara nafas dalam cabang bronkus.

3)   Volume dan kapasitas paru menurun: hal ini disebabkan karena beberapa faktor:

(1) kelemahan otot nafas, (2) elastisitas jaringan parenkim paru menurun, (3)

resistensi saluaran nafas (menurun sedikit). Secara umum dikatakan bahwa pada

usia lanjut terjadi pengurangan ventilasi paru. d.    Gangguan transport gas: pada

usia lanjut terjadi penurunan PaO2 secara bertahap, penyebabnya terutama

disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan ventilasi-perfusi. Selain itu diketahui

Page 7: Jump 7 Laporan Skenario 1

bahwa pengambilan O2 oleh darah dari alveoli (difusi) dan transport O2 ke

jaringan berkurang, terutama terjadi pada saat melakukan olahraga. Penurunan

pengambilan O2 maksimal disebabkan antara lain karena: (1) berbagi perubahan

pada jaringan paru yang menghambat difusi gas, dan (2) kerena bertkurangnya

aliran darah ke paru akibat turunnyan curah jantung.

4)   Gangguan perubahan ventilasi paru: pada usia lanjut terjadi gangguan pengaturan

ventilasi paru, akibat adanya penurunan kepekaan kemoreseptor perifer,

kemoreseptor sentral atupun pusat-pusat pernafasan di medulla oblongata dan

pons terhadap rangsangan berupa penurunan PaO2, peninggian PaCO2,

Perubahan pH darah arteri dan sebagainya.

Perubahan Anatomik pada sistema Syaraf Pusat

Otak Berat otak kurang lebih 350 gram pada saat kelahiran kemudian

meningkat menjadi 1,375 gram pada usia 20 tahun, berat otak mulai menurun

pada usia 45-50 tahun penurunan ini kurang lebih 11% dari berat maksimal. Berat

dan volume otak berkurang rata-rata 5-10% selama umur 20-90 tahun. Otak

mengandung lebih 100 million sel termasuk diantarnya sel neuron yang berfungsi

menyalurkan impuls listrik dari susunan saraf pusat. pada penuaan otak

kehilangan 100.000 neuron /tahun.  Neuron dapat mengirim signal kepada beribu-

ribu sel lain dengan kecepatan 200 mil/jam.  Pada orang tua Sulci pada permukaan

otak melebar sedang¬kan girus akan mengecil. Pada orang muda rasio antara

subtansia grisea dan substansia alba 1 : 28, pada orang tua menurun menjadi 1 :

13. Terjadi penebalan meningeal, atropi cerebral (berat otak menurun 10% antara

usia 30-70 tahun. Secara berangsur-angsur tonjolan dendrit dineuron hilang

disusul membengkaknya batang dendrit dan batang sel. Secara progresif terjadi

fragmentasi dan kematian sel. Pada semua sel terdapat deposit lipofusin (pigment

wear &tear yang terbentuk di sitoplasma, kemungkinan berasal dari lisosom atau

Page 8: Jump 7 Laporan Skenario 1

mitokondria). RNA, Mitokondria dan enzym sitoplasma menghilang, inklusi

dialin eosinofil dan badan Levy, neurofibriler menjadi kurus dan degenerasi

granulovakuole. korpora amilasea terdapat dimana-mana dijaringan otak.

(Darmojo, Boedhi, dkk. 2009)

Berbagai perubahan degeneratif ini meningkat pada individu lebih dari 60

tahun dan menyebabkan gangguan persepsi, analisis dan integrasi, input sensorik

menurun menyebabkan gangguan kesadaran sensorik (nyeri sentuh, panas, dingin

posisi sendi). Tampilan sensori motor untuk menghasilkan ketepatan melambat.

Gangguan mekanisme mengontrol postur tubuh dan daya anti grafitasi menurun,

keseimbangan dan gerakan menurun. Daya pemikiran abstrak menghilang,

memori jangka pendek dan kemampuan belajar menurun, lebih kaku dalam

memandang persoalan, lebih egois dan introvet. (Darmojo, Boedhi, dkk. 2009)

Saraf Otonom Pusat pengendali saraf otonom adalah hipotalamus.

Penelitian tentang berbagai gangguan fungsi hipotalamus pada usia lanjut saat ini

sedang secara intensif dilakukan di berbagai senter, yang antara lain diharapkan

bisa mengungkap berbagai penyebab terjadi¬nya gangguan otonom pada lansia.

Beberapa hal yang dikatakan sebagai penyebab terjadinya gangguan otonom pada

usia lanjut adalah penurunan asetilkolin, atekolamin, dopamin, noradrenalin.

Perubahan pada ‘neurotransmisi” pada ganglion otonom yang berupa

penurunan pembentukan asetil-kolin yang disebabkan terutama oleh penurunan

enzim utama kolin-asetilase.Terdapat perubahan morfologis yang

mengakibatkan pengurangan jumlah reseptor kolin Hal ini menyebabkan

predeposisi terjadinya hipotensi postural, regulasi suhu sebagai tanggapan atas

panas/dingin terganggu, otoregulasi disirkulasi cerebral rusak sehingga mudah

terjatuh.

Perubahan Sistem Imun

Sistem Imun Tubuh memiliki fungsi yaitu membantu perbaikan DNA

manusia; mencegah infeksi yang disebabkan oleh jamur, bakteri, virus, dan

Page 9: Jump 7 Laporan Skenario 1

organisme lain; serta menghasilkan antibodi (sejenis protein yang disebut

imunoglobulin) untuk memerangi serangan bakteri dan virus asing ke dalam

tubuh. Tugas sistem imun adalah mencari dan merusak invader (penyerbu) yang

membahayakan tubuh manusia. Fungsi sistem imunitas tubuh

(immunocompetence) menurun sesuai umur. Kemampuan imunitas tubuh

melawan infeksi menurun termasuk kecepatan respons imun dengan peningkatan

usia. Hal ini bukan berarti manusia lebih sering terserang penyakit, tetapi saat

menginjak usia tua maka resiko kesakitan meningkat seperti penyakit infeksi,

kanker, kelainan autoimun, atau penyakit kronik. Hal ini disebabkan oleh

perjalanan alamiah penyakit yang berkembang secara lambat dan gejala-gejalanya

tidak terlihat sampai beberapa tahun kemudian. Di samping itu, produksi

immunoglobulin yang dihasilkan oleh tubuh orang tua juga berkurang jumlahnya

sehingga vaksinasi yang diberikan pada kelompok lansia kurang efektif melawan

penyakit.

Salah satu perubahan besar yang terjadi seiring pertambahan usia adalah

proses thymic involution 3. Thymus yang terletak di atas jantung di belakang

tulang dada adalah organ tempat sel T menjadi matang. Sel T sangat penting

sebagai limfosit untuk membunuh bakteri dan membantu tipe sel lain dalam

sistem imun. Seiring perjalanan usia, maka banyak sel T atau limfosit T

kehilangan fungsi dan kemampuannya melawan penyakit. Volume jaringan timus

kurang dari 5% daripada saat lahir. Saat itu tubuh mengandung jumlah sel T yang

lebih rendah dibandingkan sebelumnya (saat usia muda), dan juga tubuh kurang

mampu mengontrol penyakit dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. Jika

Page 10: Jump 7 Laporan Skenario 1

hal ini terjadi, maka dapat mengarah pada penyakit autoimun yaitu sistem imun

tidak dapat mengidentifikasi dan melawan kanker atau sel-sel jahat. Inilah alasan

mengapa resiko penyakit kanker meningkat sejalan dengan usia.

Salah satu komponen utama sistem kekebalan tubuh adalah sel T, suatu

bentuk sel darah putih (limfosit) yang berfungsi mencari jenis penyakit pathogen

lalu merusaknya. Limfosit dihasilkan oleh kelenjar limfe yang penting bagi tubuh

untuk menghasilkan antibodi melawan infeksi. Secara umum, limfosit tidak

berubah banyak pada usia tua, tetapi konfigurasi limfosit dan reaksinya melawan

infeksi berkurang. Manusia memiliki jumlah T sel yang banyak dalam tubuhnya,

namun seiring peningkatan usia maka jumlahnya akan berkurang yang

ditunjukkan dengan rentannya tubuh terhadap serangan penyakit.

Kelompok lansia kurang mampu menghasilkan limfosit untuk sistem

imun. Sel perlawanan infeksi yang dihasilkan kurang cepat bereaksi dan kurang

efektif daripada sel yang ditemukan pada kelompok dewasa muda. Ketika

antibody dihasilkan, durasi respons kelompok lansia lebih singkat dan lebih

sedikit sel yang dihasilkan. Sistem imun kelompok dewasa muda termasuk

limfosit dan sel lain bereaksi lebih kuat dan cepat terhadap infeksi daripada

kelompok dewasa tua. Di samping itu, kelompok dewasa tua khususnya berusia di

atas 70 tahun cenderung menghasilkan autoantibody yaitu antibodi yang melawan

antigennya sendiri dan mengarah pada penyakit autoimmune. Autoantibodi adalah

factor penyebab rheumatoid arthritis dan atherosklerosis. Hilangnya efektivitas

sistem imun pada orang tua biasanya disebabkan oleh perubahan kompartemen sel

T yang terjadi sebagai hasil involusi timus untuk menghasilkan interleukin 10 (IL-

Page 11: Jump 7 Laporan Skenario 1

10). Perubahan substansial pada fungsional dan fenotip profil sel T dilaporkan

sesuai dengan peningkatan usia.

Fenotip resiko imun dikenalkan oleh Dr. Anders Wikby yang

melaksanakan suatu studi imunologi longitudinal untuk mengembangkan faktor-

faktor prediktif bagi usia lanjut. Fenotip resiko imun ditandai dengan ratio

CD4:CD8 < 1, lemahnya proliferasi sel T in vitro, peningkatan jumlah sel-sel

CD8+CD28-, sedikitnya jumlah sel B, dan keberadaan sel-sel CD8T adalah CMV

(Cytomegalovirus). Efek infeksi CMV pada sistem imun lansia juga didiskusikan

oleh Prof. Paul Moss dengan sel T clonal expansion (CD8T).

Secara khusus jumlah sel CD8 T berkurang pada usia lanjut. Sel CD8 T

mempunyai 2 fungsi yaitu: untuk mengenali dan merusak sel yang terinfeksi atau

sel abnormal, serta untuk menekan aktivitas sel darah putih lain dalam rangka

perlindungan jaringan normal. Para ahli percaya bahwa tubuh akan meningkatkan

produksi berbagai jenis sel CD8 T sejalan dengan bertambahnya usia. Sel ini

disebut TCE (T cell clonal expansion) yang kurang efektif dalam melawan

penyakit. TCE mampu berakumulasi secara cepat karena memiliki rentang hidup

yang panjang dan dapat mencegah hilangnya populasi TCE secara normal dalam

organisme. Sel-sel TCE dapat tumbuh lebih banyak 80% dari total populasi CD8.

Perbanyakan populasi sel TCE memakan ruang lebih banyak daripada sel lainnya,

yang ditunjukkan dengan penurunan efektifitas sistem imunitas dalam memerangi

bakteri patogen. Hal itu telah dibuktikan dengan suatu studi yang dilakukan

terhadap tikus karena hewan ini memiliki fungsi sistem imunitas mirip manusia.

Ilmuwan menemukan tikus berusia lanjut mempunyai tingkat TCE lebih besar

daripada tikus normal, populasi sel CD8 T yang kurang beragam, dan penurunan

kemampuan melawan penyakit. Peningkatan sel TCE pada tikus normal

menggambarkan berkurangnya kemampuan melawan penyakit. Ilmuwan

menyimpulkan bahwa jika produksi TCE dapat ditekan pada saat terjadi proses

penuaan, maka efektifitas sistem imunitas tubuh dapat ditingkatkan dan

Page 12: Jump 7 Laporan Skenario 1

kemampuan melawan penyakit lebih baik lagi. Aging juga mempengaruhi

aktivitas leukosit termasuk makrofag, monosit, neutrofil, dan eosinofil. Namun

hanya sedikit data yang tersedia menjelaskan efek penuaan terhadap sel-sel

tersebut.

Fungsi Mental dan Somatomotorik

Fungsi mental san somatomotorik pada lansia mengalamii penurunan. Hal

ini bisa dilihat dari bagaimana daya kognisi mereka ( kecerdasan, kemampuan

berhitung, dan penguasaan ruang) yang sudah mulai berkurang. Bahkan di

beberapa kasus, banyak orang lansia yang memiliki daya ingat tidak bagus

sehingga membuat meraka sering lupa. Kemampuan mereka dalam belajar dan

mengambil keputusan juga akan berkurang. Peluang kemunduran fungsi mental

ini akan semakin besar jika orang yang telah lansia tersebut sudah jarang

mengasah otak dan pikirannya. Ketiga, penurunan fungsi sensomotorik juga

banyak dialami oleh orang yang telah lansia. Biasanya ini ditandai dengan

kemampuan meraka dalam melakuakn pergerakan yang semakin menurun.

Mereka pun juga akan kesulitan dalam melakukan pekerjaan yang

kompleks. Untuk bisa mengatasi masalah yang satu ini biasanya orang yang telah

lansia menggunakan bantuan berbagai macam alat untuk bisa bergerak dengan

lebih mudah seperti kursi roda dan juga tongkat untuk berjalan dan melakukan

aktivitas lainnya. Keempat, orang yang telah lansia juga akan mengalami

penurunan neurofisiologis. Penurunan kemampuan ini meliputi penghantaran pada

bagian saraf otot. Hal inilah yang menyebabkan meraka gampang sekali

mengalami capek dan kelelahan. Disamping itu kemampuan metabolisme tubuh

yang berkurang juga menjadi alasan mengapa banyak dari orang yang lansia tidak

Page 13: Jump 7 Laporan Skenario 1

bisa melakuakan aktivitas mereka dengan performa yang terbaik. Produksi

hormone bagi orang yang lansia juga akan semakin menurun kualitasnya.

Kemunduran Motivasi dan Temperamen

Kemunduran juga terjadi pada kepribadian orang yang lansia. Mereka akan

memiliki motivasi dan tempramen yang kurang. Namun ada beberapa hal positif

yang bisa diperoleh dari hal ini diantaranya adalah rasa tanggung jawab dan juga

pengendalian diri yang semakin membaik dari waktu ke waktu. Bahkan mereka

akan menjadi pribadi yang sopan dan perhatian terhadap masyarakat sekitar.

Semakin tua umur mereka, maka akan semakin besar rasa sosialisasi yang

dimilikinya. Itulah beberapa penurunan yang dialami oleh orang yang sudah

memasukai tahap lansia, dimana semua orang pasti akan mengalaminya.

Penurunan Organ pada Lansia

Pada masa lansia kulit tidak lagi mampu meregang elastis. Lapisan luar

atau epidermal kulit mulai menipis karena lapisan dalam dermis menjadi lebih

berserabut. Terjadi pengeriputan, kerja kelenjar peluh dan kelenjar minyak dalam

kulit yang berfungsi melumasi, memelihara, dan memperlancar kelenturan kulit

menjadi kurang efisien. Kelembaban kulit mulai berkurang. Kasus yang terjadi

adalah mu7dahnya lansia terkena penyakit kulit.

Penurunan fungsi internal terjadi pada umumnya pada sistem

Kardiovasculair, pernapasan, saraf, sensori dan muskuloskeletal. Pada sistem

pembuluh jantung, tekanan darah menurun dan efisiensi kerja jantung tinggal

80%. Jantung mulai kehilangan otot serabutnya dan pembuluh darah menjadi

semakin kaku dan kurang elastis. Jaringan mengalami atropi, arteri mengeras dan

menciut. Kekuatan otot jantung melemah, ukuran sel oto jantung mengecil dan

Page 14: Jump 7 Laporan Skenario 1

kaluaran jantung juga mengecil. Kasus yang sering terjadi adalah terganggunya

sistem jantung dan peredaran darah.

Kapasitas pernapasan turun menjadi 75 % (dibandingkan dengan

kapasitas optimum 100%). Struktur paru-paru mulai kehilangan sebagian dari sifat

elastisitanya. Napas mulai tidak teratur dan sering mengalami sesak karena suplai

oksigen berkurang. Kecepatan syaraf dalam merespons perintah dari otak ke

serabut otot menurun sampai 10%. Terjadi redukasi aliran darah ke otak,

penurunan konsumsi oksigen dan glukosa, terjadi juga atropi celebral dan

penyusutan berat otak sehingga daya ingat semakin melemah dan pikun (alzeimer)

karena beban pekerjaan yang tinggi.

Kemampuan sensori pada masa lansia mengalami serangkaian

kemunduran sejalan dengan berkurangnya fungsi organ internal tubuh.

Penglihatan sudah mengalami penurunan sehingga umumnya sudah

membutuhkan kaca mata sebagai alat bantu. Fungsi pendengaran juga mengalami

kemunduran. Kekuatan dan daya otot, masa otot dan elastisitasnya menurun. Pada

wanita biasanya terjadi tulang melemah dan densitasnya menurun (osteoporosis).

Deposit garam mineral pada tulang meningkat sehingga menimbulkan sakit dan

linu pada persendian penggul dan lutut. Biasanya orang yang memiliki berat

badan berlebih beresiko mengalami berbagai penyakit degeneratif.

Jatuh pada Lansia

Jatuh dapat didefinisikan sebagai seseorang yang dalam posisi tergeletak di tanah

atau ke daerah yang lebih rendah ; terkadang bagian tubuhnya menghantam suatu

Page 15: Jump 7 Laporan Skenario 1

objek sehingga menyebabkan dia jatuh. Misalnya pada gangguan akut seperti

stroke dan seizure atau karena lingkungan yang tidak aman ( Merck, 2013).

Etiologi

Jatuh pada lansia sendiri sangat jarang disebabkan oleh hanya satu faktor

risiko. Jatuh biasanya disebabkan beberapa faktor yang kompleks dari salah satu

faktor di bawah ini.

a. Faktor intrinsik ( penurunan fungsi tubuh, kelainan dan efek obat )

b. Faktor ekstrinsik yaitu lingkungan yang tidak aman

c. Faktor situasional ( berhubungan dengan aktivitas yang terburu – buru)

Faktor Intrinsik

Faktor instrinsik adalah variabel-variabel yang menentukan mengapa

seseorang dapat jatuh pada waktu tertentu dan orang lain dalam kondisi yang

sama mungkin tidak jatuh (Stanley, 2006)

Perubahan yang terjadi pada tubuh lansia mempengaruhi kemampuan

untuk mempertahankan keseimbangan (contoh saat berdiri, berjalan dan duduk).

Visus. Sensitivitas terhadap kontras, kedalaman persepsi dan adaptasi terhadap

gelap menjadi berkurang. Perubahan pada aktivasi otot dan kemampuan untuk

menghasilkan kekuatan dan kecepatan otot yang cukup pun sudah tidak ada

sehingga untuk mempertahankan atau mengembalikan respon keseimbangan

pasca menginjak pada daerah tidak seimbang atau setelah tertabrak pun sulit.

Kelemahan pada otot merupakan faktor paling utama terjadinya jatuh.

Penyakit akut dan kronik pun juga bisa menyebabkan jatuh. Penyakit yang

berkenaan dengan ketidakmampuan untuk menjaga tekanan darah misalnya saja

anemia, COPD, dehidrasi, infeksi (pneumonia dan sepsis), Cardioinhibitory

carotid sinus hypersensitivity, Gangguan metabolisme seperti diabetes dan

penyakit lainnya. Penyakit seperti delirium, dementia dan stroke juga sangat

berpotensi untuk menyebabkan jatuh. Selain itu, penyakit yang tergolong Gait

seperti arthritis, deformitas kaki dan kelemahan otot memegang peranan penting

Page 16: Jump 7 Laporan Skenario 1

dalam menyebabkan jatuh pada usia lanjut. Tidak hanya faktor penyakit yang

melemahkan otot, namun gangguan penglihatan seperti katarak, glaukoma dan

degenerasi makular pun menjadi faktor jatuhnya lansia terutama di lingkungan

yang tidak mendukung.

Penggunaan obat seperti golongan aminoglikosid, dan loop diuretic yang

merusak sistem vestibular, analgesic terutama opioid dan obat – obatan psikoaktif

seperti antidepressan, antipsikosis dan benzodiazepine dapat menyebabkan

berkurangnya kewaspadaan dan memperlambat proses di otak. Obat

antihypertensives terutama vasodilator dapat menyebabkan impaired cerebral

perfusion.

Faktor Ekstrinsik

Faktor-faktor ekstrinsik tersebut antara lain lingkungan yang tidak

mendukung meliputi cahaya ruangan yang kurang terang, lantai yang licin, tempat

berpegangan yang tidak kuat, tidak stabil, atau tergeletak di bawah, tempat tidur

atau WC yang rendah atau jongkok, obat-obatan yang diminum dan alat-alat bantu

berjalan (Darmojo, 2004).

Faktor lingkungan meningkatkan risiko jatuhnya lansia baik secara

langsung maupun tidak, apalagi bila sudah berinteraksi dengan adanya faktor

intrinsik. Risiko semakin tinggi bila lingkungan menuntut adanya postur tubuh

dan pengendalian keseimbangan dan mobilitas yang baik, misalnya saja pada jalan

yang licin dan lingkungan yang tidak familiar bila usia lanjut baru saja pindah ke

lokasi yang lain. Selain dari faktor geografisnya, pencahayaan di lingkungan

tersebut juga penting. Bila lansia berjalan pada pagi hari, maka pastinya perlu

pencahayaan yang cukup.

Faktor Situasional

Aktivitas dan keputusan tertentu juga dapat meningkatkan risiko jatuh dan

cedera terkait jatuh pada usia lanjut. Misalnya saja mengobrol ketika berjalan atau

melakukan multitasking sehingga terganggu suatu aktivitasnya dan tidak

Page 17: Jump 7 Laporan Skenario 1

menyadari adanya objek yang mampu membuat jatuh usia lanjut seperti tangga,

batu kerikil dsb ; terburu – buru menuju kamar mandi terutama di malam hari atau

bisa juga terburu – buru untuk mengangkat telepon.

Pencegahaan

Menurut Darmojo (2004), ada 3 usaha pokok untuk pencegahan jatuh yaitu :

a. Identifikasi faktor resiko

Pada setiap lanjut usia perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari adanya

faktor instrinsik risiko jatuh, perlu dilakukan assessment keadaan

sensorik, neurologis, muskuloskeletal dan penyakit sistemik yang sering

menyebabkan jatuh. Keadaan lingkungan rumah yang berbahaya dan

dapatmenyebabkan jatuh harus dihilangkan. Penerangan rumah harus

cukuptetapi tidak menyilaukan. Lantai rumah datar, tidak licin, bersih dari

benda-benda kecil yang susah dilihat, peralatan rumah tangga yangsudah

tidak aman (lapuk, dapat bergerser sendiri) sebaiknya diganti, peralatan

rumah ini sebaiknya diletakkan sedemikian rupa sehingga tidak

mengganggu jalan/tempat aktivitas lanjut usia. Kamar mandi dibuat tidak

licin sebaiknya diberi pegangan pada dindingnya, pintu yang mudah

dibuka. WC sebaiknya dengan kloset duduk dan diberi pegangan di

dinding.

b. Penilaian keseimbangan dan gaya berjalan (gait)

Setiap lanjut usia harus dievaluasi bagaimana keseimbangan badannya

dalam melakukan gerakan pindah tempat, pindah posisi. Bila goyangan

badan pada saat berjalan sangat berisiko jatuh, maka diperlukan bantuan

latihan oleh rehabilitasi medis. Penilaian gaya berjalan juga harus

dilakukan dengan cermat, apakah kakinya menapak dengan baik, tidak

mudah goyah, apakah penderita mengangkat kaki dengan benar pada saat

berjalan, apakah kekuatan otot ekstremitas bawah penderita cukup untuk

Page 18: Jump 7 Laporan Skenario 1

berjalan tanpa bantuan. Kesemuanya itu harus dikoreksi bila terdapat

kelainan/penurunan.

c. Mengatur/ mengatasi faktor situasional.

Faktor situasional yang bersifat serangan akut yang diderita lanjut usia

dapat dicegah dengan pemeriksaan rutin kesehatan lanjut usia secara

periodik. Faktor situasional bahaya lingkungan dapat dicegah dengan

mengusahakan perbaikan lingkungan, faktor situasional yang berupa

aktifitas fisik dapat dibatasi sesuai dengan kondisi kesehatan lanjut usia.

Aktifitas tersebut tidak boleh melampaui batasan yang diperbolehgkan

baginya sesuai hasil pemeriksaan kondisi fisik. Maka di anjurkan lanjut

usia tidak melakukan aktifitas fisik yang sangat melelahkan atau berisiko

tinggi untuk terjadinya jatuh.

Retinopati Diabetik dan Katarak Komplikata

Ada kaitan yang kuat antara hiperglikemia pada penderita DM dengan

dengan insidens dan berkembangnya retinopati. Manifestasi dini retinopati berupa

mikroaneurisma (pelebaran vaskular kecil) dari arteriole retina. Akibatnya terjadi

perdarahan, neovaskularisasi dan jaringan parut retina yang dapat mengakibatkan

kebutaan.

Ganguan penglihatan lainnya adalah katarak disebabkan komplikasi dari

penyakit diabetes melitus (katarak komplikata). Pada katarak komplikata akibat

DM ini, terjadi penimbunan sorbitol dalam lensa oleh karena kekurangan insulin.

Perlu diketahui, bahwa  hiperglikemi pada DM menyebabkan penumpukan kadar

glukosa pada sel dan jaringan yang dapat mentranspor glukosa tanpa memerlukan

insulin. Glukosa yang berlebihan ini tidak akan termetabolisasi habis secara

normal melalui glikolisis, tetapi sebagian dengan perantaraan enzim aldose

reduktase akan diubah menjadi sorbitol yang akan tertumpuk dalam sel/jaringan

dan menyebabkan kerusakan dan perubahan fungsi jaringan tersebut.

Penumpukan sorbitol pada lensa ini mengakibatkan katarak dan kebutaan.

Page 19: Jump 7 Laporan Skenario 1

Kedua penyakit tersebut merupakan faktor resiko intrinsik sebagai

komplikasi DM. Pasien pada skenario dianjurkan untuk operasi mata akan tetapi

pasien selalu menolak. Sementara itu, retinopati diabetik dan katarak sebenarnya

dapat diobati jika ditangani lebih dini. Katarak dapat dioperasi dengan cara

memasang lensa artifisial, sedangkan retinopati diabetik dapat diobati dengan

fotokoagulasi retina di mana sinar laser difokuskan pada retina sehingga

menghasilkan parut korioretinal yang di tempatkan dikutub posterior retina.

Pengobatan ini juga dapat menekan neovaskularisasi dan perdarahan yang terjadi

pada retinopati diabetik. Oleh karena tidak diobati, maka mata pasien tersebut

menjadi kabur dan dapat menyebabkan pasien terjatuh, apalagi jika didukung oleh

kelemahan otot akibat proses penuaan dan faktor lingkungan, seperti lantai yang

licin, dan sebagainya.

Neuropati Diabetik

Diabetes melitus seringkali juga menimbulkan komplikasi di susunan saraf

pusat dan perifer. Baik di pusat maupun perifer, kerusakan akibat diabetes melitus

bersifat sekunder yaitu melalui vaskulitis. Karena itu, endotelium arteri-arteri

menjadi rusak yang mempermudah pembentukan trombus. Permeabilitasnya

menjadi lebih besar yang memperbesar kemungkinan masuknya mikroorganisme

dan toksin dari sawar darah otak dan mempermudah terbentuknya mikro-

aneurisme.

Neuropati diabetika merupakan komplikasi vaskulitis di susunan saraf

perifer. Anoksia akibat mikrotrombosis dan mudah terkena substansi toksik

merupakan mekanisme yang mendasari disfungsi susunan saraf perifer, terutama

komponen sensoriknya. Neuropati diabetik, selain sebagai komplikasi dari

vaskulitis juga disebabkan karena pada jaringan saraf terjadi penimbunan sorbitol

dan fruktosa serta penurunan kadar mioinositol yang menimbulkan neuropati.

Perubahan biokimia dalam jaringan saraf akan mengganggu aktivitas metabolik

sel-sel Schwann dan menyebabkan kehilangan akson. Akibatnya, kecepatan

konduksi motorik akan berkurang, selanjutnya timbul nyeri, parestesia,

berkurangnya sensasi getar dan proprioseptik dan gangguan motorik yang disertai

Page 20: Jump 7 Laporan Skenario 1

hilangnya refleks-refleks tendon dalam dan kelemahan otot. Hal-hal tersebut dapat

memungkinkan pasien lansia mengalami jatuh.

Hiperglikemia

Hiperglikemia dapat mencetuskan terjadinya atherosklerosis. Resistensi insulin

yang terjadi pada penderita DM bertambah dengan semakin bertambahnya usia.

Resistensi insulin ini akan meningkatkan sintesis VLDL di hati dan pada

gilirannya akan menaikkan kadar trigliserid dalam darah. Kenaikan VLDL ini

sedikit banyak juga akan menyebabkan kenaikan LDL karena pada proses

metabolismenya, dari VLDL melalui IDL akhirnya akan terbentuk LDL. IDL dan

LDL ini bersifat aterogenik yang akan mengakibatkan terbentuknya plak

atherosklerosis pada pembuluh darah. Jika atherosklerosis ini terdapat pada

pembuluh darah otak, maka perfusi di otak kurang, otak kekurangan oksigen dan

nutrisi sehingga dapat menyebabkan jatuh.

Perubahan akibat proses menua yang berkaitan dengan instabilitas dan

jatuh

Latensi mioelektrik

Keterlambatan antara stimulus yang diberi,an hingga timbulnya perubahan

pertama dari aktivitas mioelektrik otot.

Waktu Bereaksi

Membutuhkan reaksi hingga timbulnya kekuatan atau melakukan gerakan.

Waktu bereaksi meliputi latensi mioelektrik dan waktu yang dibjtuhkan oleh

otot untuk membangkitkan atau mengubah besarnya kekuatan setelah aktivitas

mioelektrik dimulai

Propioseptif

Sistem propioseptif yang memberikan informasi kesaraf pusat mengenai posisi

tubuh melaluk sendi, tendon, otot, ligamen, dan kulit mengalami gangguan.

Lingkup gerak sendi menurun

Melemahnya kekuatan otot

Page 21: Jump 7 Laporan Skenario 1

Orang usia lanjut cenderung kehilangan puntiran sendi pada kecepatan tinggi

untuk menghasilkan kekuatan otot yang besar. Sehingga, kapasitas untuk

mempertahankan keseimbangan untuk melakukan aktivitas lain yang

memerlukan presisi waktu dengan kekuatan cukup, akan berkurang.

Penurunan massa otot

Perubahan massa otot terjasi karena gangguan pada sintesis dan degradasi

protein, prises ini dipengaruhi oleh wasting (hiperkatabolisme) untuk

memenuhi kebutuhan asam amino bagi sintesis protein dan metabolisme

energi pada kondisi asupan kalori yang tisak adekuat dan kondisi sakit, serta

sarkopenia yakni penurunan massa otot dan kekuatan otot yang berjalan

paralel pada usia lanjut yang sehat

Defisiensi vitamin D

Metabolit vitamin D dapat mempengaruhi metabolisme otot melalui mediasi

transkripsi gen, dan melalui varian alel reseptor vitamin D. Vitamin D akan

mencegah terjadinya fraktur melalui 2 cara, dengan memperbaiki fungai

muakuloakeletal dan dengan meningkatkan homeostasis kalsium.

Postur tubuh

Usia lanjut pada saat berdiri ditandai dengan jarak yang lebar antara kedua

kaki pada pijakan, lutut dan panggul sedikit fleksi, punggung membentuk

sudut ke arah depan terhadap bidang vertikal, vertebra lumbal mendatar,

kifosis vertebra torakal, dan kepala maju ke depan. Perubahan tersebut

berkaitan dengan berkurangnya densitas massa tulang, degenerasi diskus

vertebra, dan hilangnya kekuatan liga,entum spinal.

Perubahan gaya berjalan

Pada umumnya, usia lanjut tidak dapat mengangkat atau menarik kakinya

cukup tinggi sehongga cenderung mudH teraandung. Orang usia lanjut laki-

laki cenderung memiliki gaya berjalan dengan kedua kaki melebar dan

Page 22: Jump 7 Laporan Skenario 1

langkah pendek-pemdek, sedangkan perempuan usia lanjut berjalan dengan

kedua kaki menyempit dan gaya jalan bergoyang-goyang.

Gangguan visual

Penurunan visus akibat proses degenerazi, berkurangnya elastistas lensa, dan

berkurangnya sel-sel reseptor mata akan menyebabkan ganguan keseimbangan

jika informasi visual terganggu.

Sistem vestibuler

Terjadi gangguan berupa degenerai pada utrikulus dan sakulus sehingga trjadi

penurunan kemampuan bereaksi terhadap gravitasi dan percepatan linier.

Kondisi patologis

Penyakit yang meningkat prevalensinya sejalan dengan meningkatnya usia

berperan terhadap terjadinya instabilitas dan jatuh, seperti penyakit sendi

degeneratif, fraktur ekstremitas, kelemahan otot dan defisit sensorik akibat

stroke, neuropati diabetik, gangguan penglihatan, gangguan pendengaran,

gangguan kognitif, penyakit parkinson, dan penyakit jantung.

PELAKSANAAN ASESMEN GERIATRI

Pedoman untuk asesmen diagnosis pada geriatric meliputi :

1. Anamnesis, meliputi :

a. Identitas pasien, termasuk jumlah anak dan berapa orang yang

tinggal bersama pasien

b. Riwayat pemakaian obat

c. Penilaian system

d. Kebiasaan

e. Gangguan yang didapat

f. Kepribadian, meliputi perasaan hati, kesadaran, danafek

g. Riwayat tentang sindrom geriatric

Page 23: Jump 7 Laporan Skenario 1

2. Pemeriksaan fisik. Dikarenakan gejala yang muncul pada geriatric tidak

khas dan sering kali tersembunyi, maka hamper semua system harus kita

periksa. Pemeriksaan-pemeriksaan yang harus ada antara lain :

a. Tekanan darah

b. Pemeriksaan fisi kuntuk menilai system

3. Pemeriksaan tambahan. Ini adalah pemeriksaan tambahan yang dianggap

rutin pada asesmen geriatric di negara maju

a. Fototoraks, EKG

b. Laboratorium :

Darah, feses, urin/feses

Guladarah, lipid, fungsihati, fungsiginjal

Fungsitiroid

Kadar serum B6, B12

4. Pemeriksaanfungsi

a. Aktivitas hidup sehari-hari (AHS) dasar, adalah aktivitas hidup

dasar seperti makan, minum, berpakaian

b. AHS instrumental, adalah aktivitas hidup sehari-hari yang

membutuhkan lebih banyak koordinasi kemampuan otot, susunan

syaraf, seperti mengangkat telepon, naik-turun tangga

c. Kemampuan mental dan kognitif

5. Asesmen lingkungan. Bagaimana kondisi di sekitar lingkungan rumah

pasien, keadaan di rumah pasien, apakah mendukung kesehatan dan

penyembuhan pasien atau tidak (Darmojo, 2014)

Penjelasan Mengenai Keluhan – Keluhan yang Terjadi Pada Skenario

PENYAKIT YANG SERING MUNCUL PADA LANSIA

Menurut Boedhi Darmojo (1991), penyakit-penyakit atau keluhan yang sering muncul pada lansia antara lain :

Artritis/Rematik Hipertensi Bronkitis / disapnea Diabetes Melitus

Page 24: Jump 7 Laporan Skenario 1

Jatuh Stroke / paralysis TBC Patahtulang Kanker Gangguan kesehatan lainnya yang mempengaruhi ADL (Activity of Daily

Living)

Sifat-sifat penyakit pada lanjut usia adalah :

1. Etiologi Penyebab penyakitnya bukan hanya satu tetapi banyak. Penyebabnya lebih banyak endogen, karena penurunan fungsi berbagai alat tubuh karena proses menjadi tua. Hal ini menyebabkan daya tubuh menurun, dan risiko terkena infeksi meningkat. Selain itu, penyebabnya juga tersembunyi, sehingga membutuhkan pemeriksaan-pemeriksaan lanjutan selain anamnesis.

2. Diagnosis Gejala dan keluhan yang muncul pada lanjut usia tidak khas, tidak jelas, atipik, dan sering kali asimtomatik. Gejala khas suatu penyakit yang selalu muncul pada usia muda, sering kali tidak muncul pada lansia.

3. PerjalananpenyakitPenyakit pada lanjut usia sering kali kronik (menahun) diselingi dengan eksarsebasi akut. Selain itu juga progresif dan menimbulkan kecacatan (Darmojo, 2014)

Osteoarthritis

1. Otot : Melemah Tendon reflek melemah

2. Saraf : Impuls lebih lambat

3. Tulang : Lebih rapuh

4. Ligamen: Kurang elastis

5. Kartilago

a. Matriks

Kolagen tipe II

Aggrecan

Glycosaminoglycans (Muatan negatif)

b. Sel

Kondrosit, ngehasilin:

Page 25: Jump 7 Laporan Skenario 1

1) Matriks dan growth factor Penuaan Kurang sensitif Degradasi

kartilago

2) Enzim buat breakdown matriks Penuaan Upregulation Produksi

MMP (Matrix Metalloproteinase) meningkat Degradasi kartilago

3) Sitokin IL-1 Menghambat produksi matriks kartilago Degradasi

kartilago

IL-1 Menghasilkan NO Menghambat produksi aggrecan

Degradasi kartilago

6. Synovium Menghasilkan IL-1

Kalo ada injury Jumlah matriks berkurang buat reform kartilago GAG

kemudian terekspose keluar Air bergerak secara osmosis mengikut GAG

Swelling Degradasi kartilago

Degradasi kartilago Migrasi osteoblas ke tempat yg terdegradasi + Invasi

neurovaskuler Terbentuk osteofit Nyerinya gara-gara ada inervasi sensoris

di osteofit

Longo, Dan L. 2011. Harisson’s Principles of Internal Medicine 18th Edition.

New York City: McGraw-Hill Professional

Definisi hipertensi tidak berubah sesuai umur. Hipertensi adalah suatu keadaan

dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang

mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat

sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya. Berdasarkan JNC VII seorang

dikatakan hipertensi apabila tekanan darah sistolik > 140 mmHg dan diastolik >

90 mmHg. Seseorang yang berusia 50 tahun dengan tekanan darah sitolik lebih

dari > 140 mmHg lebih berisiko menderita penyakit kardiovaskular daripada

hipertensi diastolik. Risiko menderita penyakit kardiovaskular dimulai pada

tekanan darah 115/75 mmHg, menambah 2 kali pada setiap penambahan 20/10

mmHg. Seseorang yang mempunyai tekanan darah normal pada usia 55 tahun,

90% nya berisiko menjadi hipertensi.

Page 26: Jump 7 Laporan Skenario 1

Hipertensi sistolodiastolik didiagnosis bila TDS ≥ 140 mmHg dan TDD ≥

90 mmHg. Hipertensi sistolik terisolasi (HST) adalah bila TDS ≥ 140 mmHg

dengan TDD < 90 mmHg.

Definisi hipertensi menurut WHO dapat dilihat pada table di bawah.

Klasifikasi hipertensi mcnurut JNC VII dan JNC VI dapat dilihat pada

tabel 2.

Patofisiologi

Baik TDS maupun TDD meningkat sesuai dengan meningkatnya umur.

TDS meningkat secara progresif sampai umur 70-80 tahun, sedangkan TDD

meningkat sampai umur 50-60 tahun dan kemudian cenderung menetap atau

sedikit menurun. Kombinasi perubahan ini sangat mungkin mencerminkan adanya

Page 27: Jump 7 Laporan Skenario 1

pengkakuan pembuluh darah dan penurunan kelenturan (compliance) arteri dan

ini mengakibatkan peningkatan tekanan nadi sesuai dengan umur.4 Seperti

diketahui, tekanan nadi merupakan prediktor terbaik dari adanya perubahan

struktural di dalam arteri. Mekanisme pasti hipertensi pada lanjut usia belum

sepenuhnya jelas.

Efek utama dari ketuaan normal terhadap sistem kardiovaskuler meliputi

perubahan aorta dan pembuluh darah sistemik. Penebalan dinding aorta dan

pembuluh darah besar meningkat dan elastisitas pembuluh darah menurun sesuai

umur. Perubahan ini menyebabkan penurunan compliance aorta dan pembuluh

darah besar dan mengakibatkan pcningkatan TDS. Penurunan

elastisitas pembuluh darah menyebabkan peningkatan resistensi vaskuler perifer.

Sensitivitas baroreseptor juga berubah dengan umur.

Perubahan mekanisme refleks baroreseptor mungkin dapat menerangkan

adanya variabilitas tekanan darah yang terlihat pada pemantauan terus menerus.

Penurunan sensitivitas baroreseptor juga menyebabkan kegagalan refleks postural,

yang mengakibatkan hipertensi pada lanjut usia sering terjadi hipotensi ortostatik.

Perubahan keseimbangan antara vasodilatasi adrenergik-β dan vasokonstriksi

adrenergik-α akan menyebabkan kecenderungan

vasokontriksi dan selanjutnya mengakibatkan peningkatan resistensi pembuluh

darah perifer dan

tekanan darah. Resistensi Na akibat peningkatan asupan dan penurunan sekresi

juga berperan dalam terjadinya hipertensi. Walaupun ditemukan penurunan renin

plasma dan respons renin terhadap asupan garam, sistem renin-angiotensin tidak

mempunyai peranan utama pada hipertensi pada lanjut usia. Perubahanperubahan

di atas bertanggung jawab terhadap penurunan curah jantung (cardiac output),

penurunan denyut jantung, penurunan kontraktilitas miokard, hipertrofi ventrikcl

kiri, dan disfungsi diastolik. Ini menyebabkan penurunan fungsi ginjal dengan

penurunan perfusi ginjal dan laju filtrasi glomerulus.

Page 28: Jump 7 Laporan Skenario 1

PATOFISIOLOGI SERING LUPA

Perubahan yang terjadi pada system saraf pusat lansia adalah :

Dendrit neuron memendek Sekitar 20% ukuran dan massa otak menghilang setelah usia 85 tahun Adanya deposisi pigmen lipofuchsin pada sel otak dan kerusakan oksidatif

pada mitokondria Muncul plak dan kekusutan serabut saraf meningkat seiring umur

Perubahan-perubahan di atas akan menyebabkan system memori pada lansia terganggu. Pada lansia, yang terjadi adalah Age-Associated Memory Impairment (AAMI) atau Minimal Cognitive Impairment (MCI). Hal ini menyebabkan lansia akan sedikit terhambat untuk menerima informasi baru.

Perbedaan AAMI & MCI dengan dementia adalah, pada AAMI dan MCI terjadi penurunan memori namun tidak sampai mengganggu fungsi kognitifnya. Berbeda dengan dementia dan mengganggu fungsi kognitif secara progresif. (Bowker et al, 2012)

Efek Obat Pada Lansia Beserta Penjelasan Mengenai Obat Tersebut

Bisoprolol

Bisoprolol adalah zat penyekat (blocking) adrenoreseptor beta-1 selektif

(kardioselektif) sintetik tanpa aktivitas stabilisasi membran yang signifikan atau

aktivitas simpatomimetik intrinsik pada dosis terapi. Namun demikian, sifat

kardioselektivitasnya tidaklah mutlak, pada dosis tinggi (≥20 mg) bisoprolol

fumarat juga menghambat adrenoreseptor beta-2 yang terutama terdapat pada

otot-otot bronkus dan pembuluh darah; untuk mempertahankan selektivitasnya,

penting untuk menggunakan dosis efektif terendah.

Farmakodinamik:

Mekanisme kerja antihipertensi dari bisoprolol belum seluruhnya diketahui.

Faktor-faktor yang terlibat adalah:

Penurunan curah jantung

Penghambatan pelepasan renin oleh ginjal.

Page 29: Jump 7 Laporan Skenario 1

Pengurangan aliran tonus simpatis dari pusat vasomotor pada otak.

Pada orang sehat, pengobatan dengan bisoprolol menurunkan kejadian

takikardia yang diinduksi oleh aktivitas fisik dan isoproterenol. Efek

maksimum terjadi dalam waktu 1-4 jam setelah pemakaian. Efek tersebut

menetap selama 24 jam pada dosis ≥5 mg.

Penelitian secara elektrofisiologi pada manusia menunjukkan bahwa

bisoprolol secara signifikan mengurangi frekuensi denyut jantung,

meningkatkan waktu pemulihan sinus node, memperpanjang periode refrakter

AV node dan dengan stimulasi atrial yang cepat, memperpanjang konduksi

AV nodal.

Bisoprolol juga dapat diberikan bersamaan dengan diuretik tiazid.

Hidroklorotiazid dosis rendah (6,25 mg) digunakan bersamaan dengan

bisoprolol fumarat untuk menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi

ringan samapai sedang.

Farmakokinetik:

Bioavailabilitas dosis oral 10 mg adalah sekitar 80%.

Absorpsi tidak dipengaruhi oleh adanya makanan.

Metabolisme lintas pertama bisoprolol fumarat sekitar 20%. Ikatan dengan

protein serum sekitar 30%. Konsentrasi puncak plasma pada dosis 5-20 mg

terjadi dalam 2-4 jam, dan nilai puncak rata-rata berkisar dari 16 ng/ml pada 5

mg hingga 70 ng/ml pada 20 mg. Pemberian bisoprolol fumarat sekali sehari

memperlihatkan adanya variasi kadar plasma puncak intersubyek kurang dari

dua kali lipat. Waktu paruh eliminasi plasma adalah 9-12 jam dan sedikit lebih

lama pada penderita usia lanjut, hal ini disebabkan menurunnya fungsi ginjal.

Steady state dicapai dalam 5 hari, pada dosis sekali sehari. Akumulasi

plasmanya rendah pada penderita usia muda dan tua; faktor akumulasi

berkisar antara 1,1 sampai 1,3, sesuai dengan yang diharapkan dari kinetik

urutan pertama dan pemberian sekali sehari. Konsentrasi plasma pada dosis 5-

20 mg adalah proporsional. Karakteristik farmakokinetik dari kedua

enansiomer adalah serupa.

Page 30: Jump 7 Laporan Skenario 1

Bisoprolol fumarat dieliminasi melalui ginjal dan bukan ginjal, sekitar 50%

dari dosis, tetap dalam bentuk utuh di urin dan sisanya dalam bentuk metabolit

tidak aktif. Kurang dari 2% diekskresikan melalui feses. Bisoprolol fumarat

tidak dimetabolisme oleh sitokrom P450 II D6 (debrisoquin hidroksilase).

Indikasi:

Bisoprolol diindikasikan untuk hipertensi, bisa digunakan sebagai monoterapi

atau dikombinasikan dengan antihipertensi lain.

Kontraindikasi:

Hipersensitif terhadap bisoprolol fumarat

Penderita cardiogenic shock, kelainan jantung, AV blok tingkat II atau III,

bradikardia sinus.

Peringatan dan perhatian:

Hati-hati bila diberikan pada penderita kelainan ginjal dan hati.

Obat-obat golongan beta bloker sebaiknya tidak diberikan pada penderita

kelainan jantung.

Pada penderita bronkospastik sebaiknya tidak diberikan obat-obatan golongan

beta bloker karena sifat sektivitas beta-1 yang relatif, tetapi bisoprolol dapat

digunakan secara hati-hati pada penderita bronkospastik yang tidak

menunjukkan respon atau tidak toleran terhadap pengobatan antihipertensi

lain.

Beta bloker dapat menutupi beberapa bentuk hipoglikemia khususnya

takikardia. Oleh karena itu penderita hipoglikemia atau diabetes yang

mendapat insulin atau obat-obatan hipoglikemik harus hati-hati. Begitu juga

dengan penggunaan bisoprolol fumarat.

Efek samping:

Sistem saraf pusat: dizziness, vertigo, sakit kepala, parestesia, hipoaestesia,

ansietas, konsentrasi berkurang.

Page 31: Jump 7 Laporan Skenario 1

Sistem saraf otonom: mulut kering.

Kardiovaskular: bradikardia, palpitasi dan gangguan ritme lainnya, cold

extremities, klaudikasio, hipotensi, hipotensi ortostatik, sakit dada, gagal

jantung.

Psikiatrik: insomnia, depresi.

Gastrointestinal: nyeri perut, gastritis, dispepsia, mual, muntah, diare,

konstipasi.

Muskuloskeletal: sakit otot, sakit leher, kram otot, tremor.

Kulit: rash, jerawat, eksim, iritasi kulit, gatal-gatal, kulit kemerah-merahan,

berkeringat, alopesia, angioedema, dermatitis eksfoliatif, vaskulitis kutaneus

Khusus: gangguan visual, sakit mata, lakrimasi abnormal, tinitus, sakit telinga.

Metabolik: penyakit gout.

Pernafasan: asma, bronkospasme, batuk, dispnea, faringitis, rinitis, sinusitis.

Genitourinaria: menurunnya libido/impotensi, penyakit Peyronie, sistitis, kolik

ginjal.

Hematologi: purpura

Lain-lain: kelemahan, letih, nyeri dada, peningkatan berat badan.

Interaksi obat:

Bisoprolol sebaiknya tidak dikombinasikan bersama obat-obatan golongan

beta bloker.

Bisoprolol sebaiknya digunakan secara hati-hati bila diberikan bersamaan

dengan obat-obat penekan otot jantung atau penghambat konduksi AV seperti

kalsium antagonis [khususnya fenilalkilamin (verapamil) dan golongan

benzotiazepin (diltiazem) atau obat-obatan antiaritmik seperti disopiramid.

Penggunaan bersama rifampisin dapat meningkatkan bersihan metabolit

bisoprolol.Deani Fori Lusia

ada penderita hipertensi ringan samapai sedang.

Page 32: Jump 7 Laporan Skenario 1

HCT

HCT adalah obat diuretik golongan Tiazid/Benzotiazid. Tempat kerja

utamanya di hulu tubuli distal.

Farmakodinamik

- Menghambat reabsorpsi natrium dan klorida, meningkatkan ekskresi

natrium dan klorida dan sejumlah air.

- Terhadap arteriol secara langsung menyebabkan vasodilatasi

- Meningkatkan kadar asam urat darah dengan jalan :

a. Meningkatkan reabsorpsi as.urat di tubuli proksimal

b. Menghambat ekskresi asam urat oleh tubuli

Indikasi

- Hipertensi,

- Edema akibat gagal jantung ringan-sedang

- Pasien dengan batu Kalsium

Efek samping

- Ganguan elektrolit (hipovolemia, hiponatremia, hipokloremia,

hipomagnesemia)

- Dapat memperberat pada penderita insufisiensi ginjal

- Hiperkalsemia : efek samping yang menguntungkan bagi lansia karena

dapat mengurangi resiko fraktur

- Hiperuresemia

- Menurunkan toleransi glukosa

- Peningkatan kadar kolesterol dan trigliserid

- Gangguan fungsi seksual

Page 33: Jump 7 Laporan Skenario 1

MELOXICAM

Farmakologi

Meloxicam merupakan golongan Anti Inflamasi Non steroid (NSAID) derivat

asam enolat yang bekerja dengan cara menghambat biosintesis prostaglandin yang

merupakan mediator inflamasi melalui penghambat cyclooxygenase 2 (COX-2),

sehingga terjadinya proses inflamasi dapat dihambat tanpa terjadi efek samping

terhadap ginjal dan gastro intestinal yang merupakan ciri khas pada penggunaan

obat-obat Anti Inflamasi Non Steroid selama ini.

 Indikasi

Osteoarthritis dan Rheumatoid Arthritis.

 Dosis

Pemberian oral:

Pada osteoarthritis: 7,5 mg satu kali sehari, jika diperlukan dosis dapat

ditingkatkan hingga 15 mg satu kali sehari.

Pada rheumatoid arthritis: 15 mg satu kali sehari, dapat dikurangi sampai 7,5

mg/hari tergantung respon klinis.

 Untuk pasien dengan resiko tinggi diberikan dosis awal 7,5 mg satu kali sehari.

Untuk pasien penderita gagal ginjal dosis tidak lebih dari 7,5 mg satu kali sehari.

 Efek samping

Efek samping jarang terjadi, seperti:

• Gangguan pencernaan: sakit perut, konstipasi, diare, dispepsia, flatulence, mual

dan muntah.

• Seluruh tubuh: edema, pain.

• Sistem saraf pusat dan periferal: pusing, sakit kepala.

• Hematologi: anemia.

Page 34: Jump 7 Laporan Skenario 1

• Musculo-skeletal: artralgia, back pain.

• Psikiatri: insomnia.

• Sistem pernafasan: batuk, sistem pernafasan bagian atas, infeksi saluran

pernafasan.

• Kulit: pruritus, rash.

• Saluran kemih: micturition frequency, infeksi saluran kemih.

 Kontraindikasi

• Pasien yang hipersensitif terhadap Meloxicam, Aspirin atau obat-obat Anti

inflamasi Non Steroid lainnya.

• Penderita dengan penyakit ginjal berat.

• Wanita hamil dan menyusui.

• Anak-anak.

• Tukak lambung aktif selama 6 bulan terakhir atau memiliki riwayat penyakit

tukak lambung yang berulang.

• Gagal ginjal non-dialisis berat.

• Perdarahan gangguan saluran pencernaan, perdarahan cerebrosvaskular atau

perdarahan penyakit lainnya.

 Interaksi obat

• Risiko pendarahan dapat meningkat jika diberikan bersamaan dengan

antikoagulan (walfarin, heparin), anti platelet (ticlopidine, clopidogrel,

aspirin, abciximab, dipyridamole, eptifibatide, tirofiban).

• NSAID dapat menurunkan efek antihipertensi dari ACE Inhibitor, hidralazine

dan thiazide.

• Penggunaan bersamaan dengan kortikosteroid dapat meningkatkan risiko tukak

lambung.

• Aspirin meningkatkan konsentrasi meloxicam dalam serum.

• Cholestyramine (kemungkinan juga colestipol) meningkatkan meloxicam

clearance.

• NSAID dapat meningkatkan nefrotoksisitas cylosporine.

• NSAID dapat meningkatkan kadar litium.

Page 35: Jump 7 Laporan Skenario 1

Konsumsi alkohol dapat meningkatkan iritasi mukosa lambung

Senam lansia untuk mencegah jatuh

Dari segi psikis dapat membuat trauma psikis. Lansia tersebut dapat

mengalami harga diri rendah atau takut akan jatuh lagi, takut tidak mampu

melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS), atau penolakan sosial, yang

pada akhirnya dapat menyebabkan depresi dan menarik diri. Akibatnya adalah

penurunan aktifitas, penurunan lebih lanjut pada kualitas hidup lansia. Oleh

karena itu sangat penting pencegahan jatuh pada lansia.

Setelah dilakukan penelitian terdapat pengaruh senam lansia terhadap

keseimbangan tubuh yang diukur menggunakan Romberg Test pada lansia sehat,

dengan keeratan hubungan sedang. Senam lansia ditujukan untuk penguatan, daya

tahan dan kelenturan tulang dan sendi, sehingga sistem muskuloskeletal yang

menurun dapat diperbaiki.

Page 36: Jump 7 Laporan Skenario 1

Sumber :

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/111/jtptunimus-gdl-ariastikai-5515-3-

babii.pdf

Rubenstein, Laurence Z (2013). Fall in Eldery. Merck Manual Geriatric.

http://www.merckmanuals.com/professional/geriatrics/falls_in_the_elderly/

falls_in_the_elderly.html - diakses Maret 2015

Suhaida, Annafisah. 2012.Pengaruh Senam Lansia terhadap Keseimbangan

Tubuh yang Diukur Menggunakan Romberg Test pada Lansia Sehat. Semarang :

UNISULA press.

Darmojo, Boedhi, dkk. 2009. Buku ajar geriatri (ilmu kesehatanusia lanjut).

Jakarta : Balai PenerbitFK-UI.

H Slamet Suyono, SpPD,KE. Prof. Dr. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam

jilid II. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Sudoyo, Aru W, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna

Publishing

Darmojo, Boedhi (2014). Buku Ajar Geriatri :Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Edisi ke-5. Jakarta :Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Rigaud AS, Forette B. Hypertension in older adults. J Gerontol 2001;56A:M217-

5.Gunawan, Lanny. Hipertensi. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2005: 9-19.

Page 37: Jump 7 Laporan Skenario 1

Joint National Committee, Prevention, detection, evaluation, and treatment of

high blood pressure.7 th report. Maryland : U.S. Departement of Health and

Human Services.

Bowker LK, Price JD, Smith SC. (2012). Oxford Handbook of Geriatric Medicine. 2nd Edition. United Kingdom : Oxford University Press

Farmako UI (maaf ini ga ada yg nulis dapusnya)

Best B. 2006. Mechanism of Aging://wysiwyg 1 /file/e/mechanism of Aging htm.

Brain & Aging, 2006. http://www.biorap.org/rg/rgagebrainaging. html

Djuwantoro D, 2006. Overactive Bladder. Patofisiologi dan Penatalaksanaan.

Medika no.6 Tahun XXXI, juni 2006. Reiman E, 2006.  What Physical Changes

Happen to The Brain?