jump 7 neuro.docx
TRANSCRIPT
1. Diagnosis Banding dan tatalaksana
ALUR DIAGNOSIS
a. Anamnesis
Pertama-tama ditanyakan bentuk vertigonya: melayang, goyang, berputar,
tujuh keliling, rasa naik perahu dan sebagainya. Perlu diketahui juga keadaan yang
memprovokasi timbulnya vertigo: perubahan posisi kepala dan tubuh, keletihan,
ketegangan.
Profil waktu: apakah timbulnya akut atau perlahan-lahan, hilang timbul,
paroksimal, kronik, progresif atau membaik. Beberapa penyakit tertentu mempunyai
profil waktu yang karakteristik.
Apakah juga ada gangguan pendengaran yang biasanya menyertai/ditemukan
pada lesi alat vestibuler atau n. vestibularis. Penggunaan obat-obatan seperti
streptomisin, kanamisin, salisilat, antimalaria dan lain-lain yang diketahui
ototoksik/vestibulotoksik dan adanya penyakit sistemik seperti anemi, penyakit
jantung, hipertensi, hipotensi, penyakit paru juga perlu ditanyakan. Juga kemungkinan
trauma akustik.
b. Pemeriksaan fisik
Ditujukan untuk meneliti faktor-faktor penyebab, baik kelainan sistemik,
otologik atau neurologik – vestibuler atau serebeler; dapat berupa pemeriksaan
fungsi pendengaran dan keseimbangan, gerak bola mata/nistagmus dan fungsi
serebelum.
Pendekatan klinis terhadap keluhan vertigo adalah untuk menentukan
penyebab; apakah akibat kelainan sentral – yang berkaitan dengan kelainan susunan
saraf pusat – korteks serebri, serebelum,batang otak, atau berkaitan dengan sistim
vestibuler/otologik; selain itu harus dipertimbangkan pula faktor psikologik/psikiatrik
yang dapat mendasari keluhan vertigo tersebut.
Faktor sistemik yang juga harus dipikirkan/dicari antara lain aritmi jantung,
hipertensi, hipotensi, gagal jantung kongestif, anemi, hipoglikemi. Dalam menghadapi
kasus vertigo, pertama-tama harus ditentukan bentuk vertigonya, lalu letak lesi dan
kemudian penyebabnya, agar dapat diberikan terapi kausal yang tepat dan terapi
simtomatik yang sesuai.
1. Pemeriksaan Fisik Umum
Pemeriksaan fisik diarahkan ke kemungkinan penyebab sistemik; tekanan darah
diukur dalam posisi berbaring,duduk dan berdiri; bising karotis, irama (denyut jantung)
dan pulsasi nadi perifer juga perlu diperiksa.
2. Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis dilakukan dengan perhatian khusus pada:
a) Fungsi vestibuler/serebeler
1) Uji Romberg
2) Tandem Gait
3) Uji Unterberger.
4) Past-pointing test
5) Uji Babinsky-Weil
3. Pemeriksaan Khusus Oto-Neurologis
Pemeriksaan ini terutama untuk menentukan apakah letak lesinya di sentral atau
perifer.
a) Fungsi Vestibuler
1) Uji Dix Hallpike
2) Tes Kalori
3) Elektronistagmogram
b) Fungsi Pendengaran
1) Tes Garputala
2) Audiometri
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium rutin atas darah dan urin, dan pemeriksaan lain
sesuai indikasi.
2. Foto Rontgen tengkorak, leher, Stenvers (pada neurinoma akustik).
3. Neurofisiologi:Elektroensefalografi(EEG),Elektromiografi (EMG),
Brainstem Auditory Evoked Pontential (BAEP).
DIAGNOSIS BANDING
Vertigo adalah suatu keadaan dimana kepala terasa ringan saat akan berdiri, bahkan
lebih berat karena rasa berputar yang mempengaruhi keseimbangan tubuh. Adanya penyakit
vertigo menandakan adanya gangguan system deteksi seseorang. (Anonim. 2006. Diagnosis
dan Tatalaksana Kedaruratan Vertigo)
Asal terjadinya vertigo dikarenakan adanya gangguan pada sistem keseimbangan
tubuh. Bisa berupa trauma, infeksi, keganasan, metabolik, toksik, vaskular, atau autoimun.
Sistem keseimbangan tubuh kita dibagi menjadi 2 yaitu sistem vestibular (pusat dan perifer)
serta non vestibular (visual [retina, otot bola mata], dan somatokinetik [kulit, sendi, otot).
Penyebab umum dari vertigo:
1. Keadaan lingkungan
– Motion sickness (mabuk darat, mabuk laut)
2. Obat-obatan
– Alkohol
– Gentamisin
3. Kelainan sirkulasi
– Transient ischemic attack (gangguan fungsi otak sementara karena berkurangnya
aliran darah ke salah satu bagian otak) pada arteri vertebral dan arteri basiler
4. Kelainan di telinga
– Endapan kalsium pada salah satu kanalis semisirkularis di dalam telinga bagian
dalam (menyebabkan benign paroxysmal positional vertigo)
– Infeksi telinga bagian dalam karena bakteri
– Herpes zoster
– Labirintitis (infeksi labirin di dalam telinga)
– Peradangan saraf vestibuler
– Penyakit Meniere
5. Kelainan neurologis
– Sklerosis multipel
– Patah tulang tengkorak yang disertai cedera pada labirin, persarafannya atau
keduanya
– Tumor otak
– Tumor yang menekan saraf vestibularis.
Penyebab pasti penyakit Meniere belum diketahui. Namun, penambahan volume
endolimfa diperkirakan oleh adanya gangguan biokimia cairan endolimfa dan gangguan
klinik pada membran.
Berdasarkan gejalanya yang menonjol/klinis, vertigo dapat dibagi atas beberapa kelompok
penyakit :
Vertigo yang paroksismal
Vertigo yang kronis
Vertigo yang serangannya mendadak/akut, berangsur-angsur mengurang
Masing-masing kelompok tersebut dibagi lagi menurut gejala penyertanya menjadi 3 (tiga)
kelompok :
1. Vertigo yang Paroksismal
Yaitu vertigo yang datang serangannya mendadak, berlangsung selama beberapa
menit atau hari, kemudian menghilang sempurna. Tetapi suatu ketika nanti serangan
tersebut muncul lagi. Di antara serangan-serangan itu penderita sama sekali bebas dari
keluhan vertigo.
2. Vertigo Kronis
Yaitu vertigo yang menetap lama, keluhannya konstan tidak membentuk serangan-
serangan akut
3. Vertigo Akut,
Terjadi secara tiba-tiba. Namun, berangsur-angsur berkurang,tetapi penderita tidak
pernah bebas sama sekali dari keluhan.
GEJALA KLINIS
Vertigo tidak akan terjadi jika kepala tegak lurus atau berputar secara aksial tanpa
ekstensi, pada hampir sebagian besar pasien, vertigo akan berkurang dan akhirnya berhenti
secara spontan dalam beberapa hari atau beberapa bulan, tetapi kadang-kadang dapat juga
sampai beberapa tahun. Pada BPPV tidak didapatkan gangguan pendengaran. . (GP, Korn,
RS Doriqueto, MM Gananca, and HH Cauvilla. 2007. Epley’s maneuver in the same session
in benign paroxysmal positional vertigo)
Sistem vestibular sentral terletak pada batang otak, serebelum dan serebrum.
Sebaliknya, sistem vestibular perifer meliputi labirin dan saraf vestibular. Labirin tersusun
dari 3 kanalis semisirkularis dan otolit (sakulus dan utrikulus) yang berperan sebagai reseptor
sensori keseimbangan, serta koklea sebagai reseptor sensori pendengaran. Sementara itu,
krista pada kanalis semisirkularis mengatur akselerasi angular, seperti gerakan berputar,
sedangkan makula pada otolit mengatur akselerasi linear.
Segala input yang diterima oleh sistem vestibular akan diolah. Kemudian, diteruskan
ke sistem visual dan somatokinetik untuk merespon informasi tersebut. Gejala yang timbul
akibat gangguan pada komponen sistem keseimbangan tubuh itu berbeda-beda.
Gejala Vertigo Vestibular Vertigo Non Vestibular
Sifat vertigo
Serangan
Mual/muntah
Gangguan pendengaran
Gerakan pencetus
Situasi pencetus
rasa berputar
episodik
+
+/-
gerakan kepala
-
melayang, hilang
keseimbangan
kontinu
-
-
gerakan obyek visual
keramaian, lalu lintas
Tabel 1. Perbedaan Vertigo Vestibular dan Non Vestibular
Gejala Vertigo Vestibular Perifer Vertigo Vestibular Sentral
Bangkitan vertigo
Derajat vertigo
Pengaruh gerakan kepala
Gejala otonom (mual,
muntah, keringat)
Gangguan pendengaran
(tinitus, tuli)
Tanda fokal otak
lebih mendadak
berat
++
++
+
-
lebih lambat
ringan
+/-
+
-
+
Tabel 2. Perbedaan Vertigo Vestibular Perifer dan Sentral
Diagnosis Banding Meniere’s Disease
Terdapat trias atau sindrom Meniere yaitu vertigo, tinitus, dan tuli saraf. Serangan
pertama sangat berat, yaitu vertigo disertai muntah. Setiap kali berusaha untuk berdiri dia
merasa berputar, mual, dan terus muntah lagi. Hal ini berlangsung beberapa hari sampai
beberapa minggu meskipun keadaannya berangsur baik. Penyakit ini bisa sembuh tanpa obat
dan gejala penyakit bisa hilang sama sekali. Pada serangan kedua kalinya dan selanjutnya
dirasakan lebih ringan tidak seperti serangan yang pertama kali. Pada penyakit Meniere
vertigonya periodik yang makin mereda pada serangan-serangan berikutnya.
Gejala penyakit Meniere lebih berat daripada BPPV. Selain vertigo, biasanya pasien
juga mengalami keluhan di telinga berupa tinitus, tuli sensorineural terhadap frekuensi
rendah, dan sensasi rasa penuh di telinga.
Ada 3 tingkat derajat keparahan penyakit Meniere.
Derajat I : gejala awal berupa vertigo yang disertai mual dan muntah. Gangguan vagal seperti
pucat dan berkeringat dapat terjadi. Sebelum gejala vertigo menyerang, pasien
dapat merasakan sensasi di telinga yang berlangsung selama 20 menit hingga
beberapa jam. Diantara serangan, pasien sama sekali normal.
Derajat II : gangguan pendengaran semakin menjadi-jadi dan berfluktuasi. Muncul gejala tuli
sensorineural terhadap frekuensi rendah.
Derajat III : gangguan pendengaran tidak lagi berfluktuasi namun progresif memburuk. Kali
ini mengenai kedua telinga sehingga pasien seolah mengalami tuli total. Vertigo
mulai berkurang atau menghilang.
Pada setiap serangan disertai dengan gangguan pendengaran dan dalam keadaan tidak ada
serangan pendengaran dirasakan baik kembali. Gejala lain yang menyertai serangan adalah
tinitus kadang-kadang menetap meskipun di luar serangan. Gejala yang lain menjadi tanda
khusus adalah perasaan penuh di dalam telinga.
PATOFISIOLOGI
Setiap individu mampu berorientasi dengan lingkungan sekitar disebabakan adanya
informasi yang datang dari indra. Tetapi apabila terjadi hal yang menyimpang, unit pemroses
sentral tidak dapat memproses informasi secara wajar yang akhirnya memberikan tanda
peringatan. Tanda tersebut dapat dalam bentuk yang disadari, seperti:
1. Bersumber dari pusat vertibular ialah vertigo.
2. Bersumber dari sistem saraf otonom ialah mual, muntah, dll.
3. Bersumber dari system motorik ialah rasa tidak stabil. ( Harsono. 2000:343)
Gejala klinis penyakit Meniere disebabkan oleh adanya hidrops endolimfa pada
koklea dan vestibulum. Hidrops yang terjadi mendadak dan hilang timbul diduga disebabkan
oleh :
1. Meningkatnya tekanan hidrostatik pada ujung arteri
2. Berkurangnya tekanan osmotik di dalam kapiler
3. Meningkatnya tekanan osmotik ruang ekstrakapiler
4. Jalan keluar sakus endolimfatikus tersumbat, sehingga terjadi penimbunan cairan
endolimfa.
Pada pemeriksaan histopatologi tulang temporal, ditemukan pelebaran dan perubahan
morfologi pada membran Reissner. Terdapat penonjolan ke dalam skala vestibuli, terutama di
daerah apeks koklea helikotrema. Sakulus juga mengalami pelebaran yang dapat menekan
utrikulus. Pada awalnya pelebaran skala media di mulai dari daerah apeks koklea kemudian
dapat meluas mengenai bagian tengah dan basal koklea. Hal ini dapat menjelaskan terjadinya
tuli saraf nada rendah pada penyakit meniere.
Perubahan posisi dari tegak menjadi telentang dengan kepala menggantung dan
telinga di bawah, menyebabkan pergeseran hebat pada kupula kanalis posterior. Timbulnya
vertigo memerlukan waktu beberapa detik, karena untuk pergeseran massa tersebut
diperlukan waktu. Besarnya sensasi vertigo dan nistagmus dipengaruhi oleh besarnya
pergeseran kupula. Vertigo yang cepat hilang dapat disebabkan karena massa telah bergeser
dan kupula kembali ke posisi normal. ( Anonim. 2006. Benign Paroxsymal Positional
Vertigo)
DIAGNOSIS
Diagnosis dipermudah dengan dibakukannya kriteria diagnosis, yaitu :
1. Vertigo hilang timbul
2. Fluktuasi gangguan pendengaran berupa tuli saraf
3. Menyingkirkan kemungkinan penyebab dari sentral, misalnya tumor N.VIII
Bila gejala-gejala khas pada penyakit Meniere pada anamnesis ditemukan, maka
diagnosis penyakit Meniere dapat ditegakkan.
Pemeriksaan fisik diperlukan hanya untuk menguatkan diagnosis penyakit ini. Bila dalam
anamnesis terdapat riwayat fluktuasi pendengaran, sedangkan pada pemeriksaan ternyata
tidak terdapat tuli saraf maka kita sudah dapat mendiagnosis penyakit Meniere, sebab tidak
ada penyakit lain yang bisa menyebabkan adanya perbaikan dalam tuli saraf, kecuali pada
penyakit Meniere. Dalam hal yang meragukan kita dapat membuktikan adanya hidrops
dengan tes gliserin. Selain itu tes gliserin ini berguna untuk menentukan prognosis tindakan
operatif pada pembuatan shunt. Bila terdapat hidrops, maka operasi diduga akan berhasil
dengan baik.
Pemeriksaan fisis dasar dan neurologis sangat penting untuk membantu menegakkan
diagnosis vertigo. Pemeriksaan fisis dasar yang terutama adalah menilai perbedaan besar
tekanan darah pada perubahan posisi. Secara garis besar, pemeriksaan neurologis dilakukan
untuk menilai fungsi vestibular, saraf kranial, dan motorik-sensorik.
Sistem vestibular dapat dinilai dengan tes Romberg, tandem gait test, uji jalan di
tempat (fukuda test) atau berdiri dengan satu atau dua kaki. Uji-uji ini biasanya berguna
untuk menilai stabilitas postural jika mata ditutup atau dibuka. Sensitivitas uji-uji ini dapat
ditingkatkan dengan teknik-teknik tertentu seperti melakukan tes Romberg dengan berdiri di
alas foam yang liat.
Pemeriksaan saraf kranial I dapat dibantu dengan funduskopi untuk melihat ada
tidaknya papiledema atau atrofi optik. Saraf kranial III, IV dan VI ditujukan untuk menilai
pergerakan bola mata. Saraf kranial V untuk refleks kornea dan VII untuk pergerakan wajah.
Fungsi serebelum tidak boleh luput dari pemeriksaan. Untuk menguji fungsi serebelum dapat
dilakukan past pointing dan diadokokinesia.
Pergerakan (range of motion) leher perlu diperhatikan untuk menilai rigiditas atau
spasme dari otot leher. Pemeriksaan telinga ditekankan pada pencarian adanya proses infeksi
atau inflamasi pada telinga luar atau tengah. Sementara itu, uji pendengaran diperiksa dengan
garputala dan tes berbisik.
Pemeriksaan selanjutnya adalah menilai pergerakan mata seperti adakah nistagmus
spontan atau gaze-evoked nystagmus dan atau pergerakan abnormal bola mata. Penting untuk
membedakan apakah nistagmus yang terjadi perifer atau sentral. Nistagmus sentral biasanya
hanya vertikal atau horizontal saja dan dapat terlihat dengan fiksasi visual. Nistagmus perifer
dapat berputar atau rotasional dan dapat terlihat dengan memindahkan fiksasi visual.
Timbulnya nistagmus dan gejala lain setelah pergerakan kepala yang cepat, menandakan
adanya input vestibular yang asimetris, biasanya sekunder akibat neuronitis vestibular yang
tidak terkompensasi atau penyakit Meniere.
Uji fungsi motorik juga harus dilakukan antara lain dengan cara pasien menekuk
lengannya di depan dada lalu pemeriksa menariknya dan tahan hingga hitungan ke sepuluh
lalu pemeriksa melepasnya dengan tiba-tiba dan lihat apakah pasien dapat menahan
lengannya atau tidak. Pasien dengan gangguan perifer dan sentral tidak dapat menghentikan
lengannya dengan cepat. Tetapi uji ini kualitatif dan tergantung pada subjektifitas pemeriksa,
kondisi muskuloskeletal pasien dan kerjasama pasien itu sendiri.
Pemeriksaan khusus neuro-otologi yang umum dilakukan adalah uji Dix-Hallpike dan
electronystagmography (ENG). Uji ENG terdiri dari gerak sakadik, nistagmus posisional,
nistagmus akibat gerakan kepala, positioning nystagmus, dan uji kalori.
Pada dasarnya pemeriksaan penunjang tidak menjadi hal mutlak pada vertigo. Namun
pada beberapa kasus memang diperlukan. Pemeriksaan laboratorium seperti darah lengkap
dapat memberitahu ada tidaknya proses infeksi. Profil lipid dan hemostasis dapat membantu
kita untuk menduga iskemia. Foto rontgen, CT-scan, atau MRI dapat digunakan untuk
mendeteksi kehadiran neoplasma/tumor. Arteriografi untuk menilai sirkulasi vertebrobasilar.
Penatalaksanaan
Penatalaksaan yang tepat untuk penyakit meniere belum ditemukan.
Penatalaksaan yang dilakukan bertujuan untuk mengurangi gejala – gejala yang
timbul seperti diet rendah garam, obat – obat diuretik untuk mengurangi retensi
natrium, obat – obat anti emetis, dan antihistamin lainnya.
Diet rendah garam dan penggunaan obat – obat diuretik berpengaruh untuk
mengurangi tekanan antara cairan endolimfe dan perilimfe pada labirin telinga
bagian dalam. Pada saat serangan, pasien dapat melakukan istirahat dan
meminimalisasi gerakan dan meringankan gejala vertigo. Diet terhadap kafein ,
cokelat , dan alkohol membuat gejala dapat dilakukan. Tidak merokok juga dapat
membantu mengurangi gejala
Obat-obatan . Gejala yang paling melumpuhkan serangan penyakit Ménière
adalah pusing . Obat resep seperti meclizine , diazepam , glycopyrrolate , dan
lorazepam dapat membantu meringankan pusing dan memperpendek serangan .
Pembatasan garam dan diuretik . Membatasi diet garam dan mengambil
diuretik ( pil air ) membantu beberapa orang mengendalikan pusing dengan
mengurangi jumlah cairan tubuh tetap , yang dapat membantu menurunkan volume
cairan dan tekanan di telinga bagian dalam.
Selanjutnya adalah terapi kognitif . Terapi kognitif adalah jenis terapi
bicara yang membantu orang fokus pada bagaimana mereka menafsirkan dan
bereaksi terhadap pengalaman hidup . Terapi kognitif membantu pasien mengatasi
lebih baik dengan sifat tak terduga dari serangan dan mengurangi kecemasan
mereka tentang serangan di masa depan .
Suntikan antibiotik gentamisin ke dalam telinga tengah membantu
mengontrol vertigo tetapi secara signifikan meningkatkan risiko gangguan
pendengaran karena gentamisin dapat merusak sel-sel rambut mikroskopis di
telinga dalam yang membantu kita dengar . Sebagai gantinya, suntikan
kortikosteroid dapat digunakan untuk membantu mengurangi pusing dan tidak
memiliki risiko gangguan pendengaran .
Pembedahan mungkin dianjurkan ketika semua pengobatan lain gagal
untuk meredakan pusing . Beberapa prosedur bedah dilakukan pada kantung
endolimfatik untuk dekompresi itu . Operasi lain yang mungkin adalah untuk
memotong saraf vestibular , meskipun lebih jarang ini terjadi .
BPPV
BPPV merupakan salah satu penyebab vertigo perifer yang paling umum
terjadi. BPPV ditandai dengan gejala sensasi sekeliling berputar (pusing) terutama
terjadi saat terjadi perubahan posisi tubuh dan kepala. BPPV disebabkan karena
kesalahan interpretasi pada sistem keseimbangan tubuh. Sistem keseimbangan tubuh
diperankan oleh tiga buah kanal semisirkuler pada telinga bagian dalam. BPPV terjadi
saat partikel – partikel kalsium kecil yang tersuspensi dalam cairan endolimfe pada
labirin vestibular masuk ke dalam kanal semisirkuler. Pada keadaan normal, cairan
dalam kanal semisirkuler ini akan ikut bergerak saat terjadi perubahan posisi tubuh
dan mengirimkan pesan ke serabut saraf mengenai posisi tubuh yang sebenarnya.
Pada BPPV, partikel kalsium kecil ini dapat mengeksitasi serabut saraf dan
mengirimkan impuls interpretasi posisi tubuh yang berlebihan dari pergerakan tubuh
yang seharusnya.
Gejala Klinis
Pasien dengan BPPV akan mengalami gejala – gejala seperti pusing, sekeliling
terasa berputar mengelilingi mereka. Pasien juga dapat merasakan gejala seperti :
Mual, muntah, kehilangan pendengaran, dan kehilangan keseimbangan
Masalah penglihatan seperti perasaan benda – benda di sekitarnya terasa
berpindah
Pergerakan mata yang tidak normal (nistagmus patologis)
Perasaan pusing atau berputar yang dialami pasien terjadi ketika ada perubahan
posisi kepala, tiba – tiba, dan onset terjadinya gejala pusing sangat sebentar (beberapa
detik). Pada umumnya, gejala yang dialami pasien terjadi saat pasien bangun dari
tidur dan saat melihat sesuatu.
Pemeriksaan dan Tes
Pemeriksaan provokasi manuver Dix-Hallpike sering menjadi pemeriksaan yang
pasti untuk menentukan BPPV. Pasien akan diminta untuk melihat ke salah satu posisi
dan dengan cepat berbaring ke posisi yang berlawanan. Pemeriksaan ini nantinya
melihat dari arah, latensi, dan durasi dari nistagmus. Pemeriksaan ini akan mengetahui
letak partikel kecil pada kanal semisirkularis.
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan
EEG
Electronystagmography (ENG)
CT scan/MRI kepala
Tes Pendengaran
MRA kepala
Stimulasi kalori (hangat dan dingin) untuk melihat pergerakan bola mata
Penatalaksanaan
Penatalaksaaan untuk pasien vertigo adalah dengan menggunakan Epley’s
maneuver merupakan penatalaksaan yang cukup efektif untuk memindahkan
partikel kecil pada telinga bagian dalam dan menghilangkan sensasi sekeliling
terasa berputar. Manuver lain seperti manuver Semont, manuver Lempert, dan
manuver Gufoni dapat dilakukan, namun efektivitas tertinggi menggunakan
manuver Epley’s.
Pemberian obat antiemetis seperti Prometazin, antihistamin, dan
antikolinergis dapat diberikan untuk menghilangkan gejala – gejala tersering
lainnya seperti mual, dan muntah. Pembedahan dapat dilakukan apabila dengan
manuver di atas pasien tidak mengalami perubahan gejala – gejala vertigo.
Penatalaksanaan yang cukup penting adalah menghindari posisi – posisi
kepala yang dapat memicu timbulnya vertigo dan mencegah dehidrasi karena
muntah yang terus menerus.
Karena penyebab vertigo beragam, sementara penderita seringkali merasa
sangat terganggu dengan keluhan vertigo tersebut, seringkali menggunakan
pengobatan simptomatik. Lamanya pengobatan bervariasi. Sebagian besar kasus
terapi dapat dihentikan setelah beberapa minggu. Beberapa golongan yang sering
digunakan :
1. ANTIHISTAMIN
Tidak semua obat antihistamin mempunyai sifat anti vertigo. Antihistamin
yang dapat meredakan vertigo seperti obat dimenhidrinat, difenhidramin,
meksilin, siklisin. Antihistamin yang mempunyai anti vertigo juga memiliki
aktivitas antikholinergik sentral ini ada kaitannya dengan kemampuannya
sebagai obat antivertigo. Efek samping yang umum dijumpai ialah sedasi
(mengantuk).
BETAHISTIN
Senyawa Betahistin (suatu analog histamin) yang dapat meningkatkan
sirkulasi di telinga dalam, dapat diberikan untuk mengatasi gejala vertigo.
Efek samping Betahistin ialah gangguan di lambung, rasa enek, dan sesekali
“rash” di kulit.
BETAHISTIN MESYLATE (MERISLON)
Dapat diberikan dengan dosis 6 mg (1 tablet) – 12 mg, 3 kali sehari per oral.
BETAHISTIN DI HCL (BETASERC)
Dapat diberikan dengan dosis 8 mg (1 tablet), 3 kali sehari.
DIMENHIDRINAT (DRAMAMINE)
Lama kerja obat ini ialah 4 – 6 jam. Dapat diberi per oral atau parenteral
(suntikan intramuscular dan intravena). Dapat diberikan dengan dosis 25 mg –
50 mg (1 tablet), 4 kali sehari. Efek samping ialah mengantuk.
DIFHENHIDRAMIN HCL (BENADRYL)
Lama aktivitas obat ini ialah 4 – 6 jam, diberikan dengan dosis 25 mg (1
kapsul) – 50 mg, 4 kali sehari per oral. Obat ini dapat juga diberikan
parenteral. Efek samping mengantuk.
ANTAGONIS KALSIUM
Dapat juga berkhasiat dalam mengobati vertigo. Obat antagonis kalsium
Cinnarizine (Stugeron) dan Flunarizine (Sibelium) sering digunakan.
Merupakan obat supresan vestibular karena sel rambut vestibular mengandung
banyak terowongan kalsium.
CINNARIZINE (STUGERONE)
Mempunyai khasiat menekan fungsi vestibular. Dapat mengurangi respons
terhadap akselerasi angular dan linier. Dosis biasanya ialah 15 – 30 mg, 3 kali
sehari atau 1 x 75 mg sehari. Efek samping ialah rasa mengantuk (sedasi), rasa
cape, diare atau konstipasi, mulut rasa kering dan “rash” di kulit.
FENOTIAZINE
Kelompok obat ini banyak mempunyai sifat anti emetic (anti muntah). Namun
tidak semua mempunyai sifat anti vertigo. Khlorpromazine (Largactil) dan
Prokhlorperazine (Stemetil) sangat efektif untuk nausea namun kurang
berkhasiat terhadap vertigo.
PROMETHAZINE (PHENERGAN)
Merupakan golongan Fenotiazine yang paling efektif mengobati vertigo. Lama
aktivitas obat ini ialah 4 – 6 jam. Diberikan dengan dosis 12,5 mg – 25 mg (1
draze), 4 kali sehari per oral atau parenteral (suntikan intramuscular atau
intravena). Efek samping yang sering dijumpai ialah sedasi (mengantuk),
sedangkan efek samping ekstrapiramidal lebih sedikit disbanding obat
Fenotiazine lainnya.
KHLORPROMAZINE (LARGACTIL)
Dapat diberikan pada penderita dengan serangan vertigo yang berat dan akut.
Obat ini dapat diberikan per oral atau parenteral (suntikan intramuscular atau
intravena). Dosis yang lazim ialah 25 mg (1 tablet) – 50 mg, 3 – 4 kali sehari.
Efek samping ialah sedasi (mengantuk).
OBAT SIMPATOMIMETIK
Obat simpatomimetik dapat juga menekan vertigo. Salah satunya obat
simpatomimetik yang dapat digunakan untuk menekan vertigo ialah efedrin.
EFEDRIN
Lama aktivitas ialah 4 – 6 jam. Dosis dapat diberikan 10 -25 mg, 4 kali sehari.
Khasiat obat ini dapat sinergistik bila dikombinasi dengan obat anti vertigo
lainnya. Efek samping ialah insomnia, jantung berdebar (palpitasi) dan menjadi
gelisah – gugup.
OBAT PENENANG MINOR
Dapat diberikan kepada penderita vertigo untuk mengurangi kecemasan yang
diderita yang sering menyertai gejala vertigo.efek samping seperti mulut kering
dan penglihatan menjadi kabur.
LORAZEPAM
Dosis dapat diberikan 0,5-1 mg
DIAZEPAM
Dosis dapat diberikan 2-5 mg.
OBAT ANTI KHOLINERGIK
Obat antikolinergik yang aktif di sentral dapat menekan aktivitas sistem vestibular
dan dapat mengurangi gejala vertigo.
SKOPOLAMIN
Skopolamin dapat pula dikombinasi dengan fenotiazine atau efedrin dan
mempunyai khasiat sinergistik. Dosis skopolamin ialah 0,3 mg-0,6 mg, 3-4 kali
sehari.
PROGNOSIS
Prognosis pasien dengan vertigo vestibular tipe perifer umumnya baik, dapat terjadi
remisi sempurna. Sebaliknya pada tipe sentral, prognosis tergantung dari penyakit yang
mendasarinya. Infark arteri basilar atau vertebral, misalnya, menandakan prognosis yang
buruk. Semoga dengan kemajuan ilmu bedah saraf di masa yang akan datang, vertigo tak lagi
menjadi momok.
Diagnosis Banding Vertigo
A. Vertigo Perifer
1. Benign Paroxysmal Positional Vertigo
Disebabkanadanyapartikel di semi circularis canal. Karakteristikterjadiserangan
vertigo mendadakbersifat rotatory karenaprovokasigerakankepala.
2. Penyakit Meniere
10-15% kasus vertigo
disebabkanadanyadistensimemnbranlabyrinakibatdilatasidanpenambahancairanen
dolimfe. Karakteristikadanyaserangan vertigo yang beratdalambeberapa jam
disertaitinitusdanpendengaranterganggubersifatkronisdanfluktuatif.
3. Vestibuler Neuritis
Adanyainflamasin.vestibularis yang dihubungkandenganinfeksi virus atauiskemi.
Karakteristik vertigo berat, mualmuntah,
gangguankeseimbangantanpagangguanpendengaran.
4. Labyrintis
Infeksilabyrinsebagaiakibatlanjutdari otitis media, parotitislokal.
5. InfarkLabyrin
Vaskularisasilabyrinberasaldarisistem vertebra basiler.
Bilaadagangguanpadasistemtersebutmenyebabkangangguanfungsilabyrin.
6. OklusiA.auditivainterna
Adanya proses
aterosklerosisa.auditivainternadancabangnyaakibatpenyakitsepertiLues, Lupus
Eritematosus, danperi arthritis nodusa. Karakteristikterjadi vertigo
akutdisertaiganggguanpendengaran yang mendadak.
B. Vertigo Sentral
1. Migrainvertebrobasiler
Serangan vertigo terjadikarenaadanyavasokonstriksia.basilaris yang
diikutidenganvasodilatasipembuluhdaraha.carotiseksternadenganmanifestasiseran
gan vertigo yang diikutidengannyerikepala.
2. Insufisiensivertebrobasiler
Alirandarahsistem vertebra basilermeliputi cerebellum danbatangotak,
sertasebagiankecilmengenaidaerahtelingabagiandalammelaluia.auditivainterna,
olehkarenaitumanifestasiinsufisiensivertebrobasilersebagian vertigo
sentralataujuga vertigo perifer.
3. Multiple sclerosis
5% penderita vertigo penyebabnyaadalah multiple sclerosis dankira-kira 50%
multiple sclerosis manifessebagai vertigo. Sclerosis
padajaringansistemvestibulermenyebabkan vertigo.
4. PenyakitLues
Penyakitpadapermulaannyamengenai meninges yang
menyebarkejaringanotakmelaluipembuluhdarah (vasculitis) menyebabknainfark.
Apabilamengenaisistemvestibulermenyebabkan vertigo.
5. Tumor
Tumor cerebellopontin paling seringmenyebabkan vertigo di
smapinggangguanpendengaran, tinitus, gangguansensibilitaswajah.
Penyebabterbanyakadalah meningioma.
6. BasilerImpressia
Malformasicranioservicaladanyapenyatuantulang atlas
dancondykusoccipitalisdengan foramen magnum terbentuktidaksempurna.
Penyakitiniseringbersamaandengan Arnold Chiari Malformation. Keluhan vertigo
ringan/dizzines, nistagmus, gangguanpendengaran.
2. Faktor Risiko
FAKTOR RESIKO
Faktor risiko untuk vertigo meliputi:
Jenis Kelamin
Menjadi seorang wanita.Satu studi menemukan bahwa hampir 90 % wanita dan
sekitar 70 % pria mengalami vertigo sepanjang hidup mereka.
Usia
Menjadi setengah baya. Kejadian vertigo memuncak pada usia 40-an, meskipun
orang-orang dari segala usia dapat terkena jenis sakit kepala ini. Adapun orang
berusia diatas 65 tahun resiko terkena sakit kepala lebih tinggi karena dari segi
kekebalan serta pada usia tersebut sering mengonsumsi obat-obat yang menyebabkan
pusing
Obat-obat tertentu
Beberapa obat yang dapat meningkatkan resiko sakit kepala adalah obat penurun
tekanan darah, anti-seizure medication, sedatif dan obat penenang.
Riwayat Terdahulu
Orang yang punya riwayat sakit kepala cenderung beresiko terkena serangan sakit
kepala lagi.
3. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Fisik Umum
Ditujukan untuk meneliti faktor-faktor penyebab, baik kelainan sistemik, otologik atau neurologik – vestibuler atau serebeler; dapat berupa pemeriksaan fungsi pendengaran dan keseimbangan, gerak bola mata/nistagmus dan fungsi serebelum.
Pendekatan klinis terhadap keluhan vertigo adalah untuk menentukan penyebab; apakah akibat kelainan sentral – yang berkaitan dengan kelainan susunan saraf pusat – korteks serebri, serebelum,batang otak, atau berkaitan dengan sistim vestibuler/otologik; selain itu harus dipertimbangkan pula faktor psikologik/psikiatrik yang dapat mendasari keluhan vertigo tersebut.
Faktor sistemik yang juga harus dipikirkan/dicari antara lain aritmi jantung, hipertensi, hipotensi, gagal jantung kongestif, anemi, hipoglikemi.
Dalam menghadapi kasus vertigo, pertama-tama harus ditentukan bentuk vertigonya, lalu letak lesi dan kemudian penyebabnya, agar dapat diberikan terapi kausal yang tepat dan terapi simtomatik yang sesuai. (Budi, 2004)
Pemeriksaan fisik diarahkan ke kemungkinan penyebab sistemik; tekanan darah diukur dalam posisi berbaring,duduk dan berdiri; bising karotis, irama (denyut jantung) dan pulsasi nadi perifer juga perlu diperiksa.
Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis dilakukan dengan perhatian khusus pada:
1. Fungsi vestibuler/serebeler
a. Uji Romberg: penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula dengan kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian selama 20-30 detik.Harus dipastikan bahwa penderita tidak dapat menentukan posisinya (misalnya dengan bantuan titik cahaya atau suara tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup badan penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah kemudian kembali lagi, pada mata terbuka badan penderita tetap tegak. Sedangkan pada kelainan serebeler badan penderita akan bergoyang baik pada mata terbuka maupun pada mata tertutup.
b. Tandem Gait: penderita berjalan lurus dengan tumit kaki kiri/kanan diletakkan pada ujung jari kaki kanan/kiri ganti berganti.Pada kelainan vestibuler perjalanannya akan menyimpang, dan pada kelainan serebeler penderita akan cenderung jatuh.
c. Uji Unterberger.
Berdiri dengan kedua lengan lurus horisontal ke depan dan jalan di tempat dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu menit. Pada kelainan vestibuler posisi penderita akan menyimpang/berputar ke arah lesi dengan gerakan seperti orang melempar cakram; kepala dan badan berputar ke arah lesi, kedua lengan bergerak ke arah lesi dengan lengan pada sisi lesi turun dan yang lainnya naik. Keadaan ini disertai nistagmus dengan fase lambat ke arah lesi.
Gambar . Uji Unterberger
d. Past-pointing test (Uji Tunjuk Barany)
Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan, penderita disuruh mengangkat lengannya ke atas, kemudian diturunkan sampai menyentuh telunjuk tangan pemeriksa. Hal ini dilakukan berulang-ulang dengan mata terbuka dan tertutup.Pada kelainan vestibuler akan terlihat penyimpangan lengan penderita ke arah lesi.
Gambar . Uji Tunjuk Barany
e. Uji Babinsky-Weil
Pasien dengan mata tertutup berulang kali berjalan lima langkah ke depan dan lima langkah ke belakang seama setengah menit; jika ada gangguan vestibuler unilateral, pasien akan berjalan dengan arah berbentuk bintang.
Gambar . Uji Babinsky Weil
Pemeriksaan Khusus Oto-Neurologis
Pemeriksaan ini terutama untuk menentukan apakah letak lesinya di sentral atau perifer.
1. Fungsi Vestibuler
a. Uji Dix Hallpike
Perhatikan adanya nistagmus; lakukan uji ini ke kanan dan kiri
Kepala putar ke samping
Secara cepat gerakkan pasien ke belakang (dari posisi duduk ke posisi terlentang)
Kepala harus menggantung ke bawah dari meja periksa
Gambar .. Uji Dix-Hallpike
Dari posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaring-kan ke belakang dengan cepat, sehingga kepalanya meng-gantung 45º di bawah garis horisontal, kemudian kepalanya dimiringkan 45º ke kanan lalu ke kiri. Perhatikan saat timbul dan hilangnya vertigo dan nistagmus, dengan uji ini dapat dibedakan apakah lesinya perifer atau sentral.
Perifer (benign positional vertigo): vertigo dan nistagmus timbul setelah periode laten 2-10 detik, hilang dalam waktu kurang dari 1 menit, akan berkurang atau menghilang bila tes diulang-ulang beberapa kali (fatigue).
Sentral: tidak ada periode laten, nistagmus dan vertigo ber-langsung lebih dari 1 menit, bila diulang-ulang reaksi tetap seperti semula (non-fatigue).
b. Tes Kalori
Penderita berbaring dengan kepala fleksi 30º, sehingga kanalis semisirkularis lateralis dalam posisi vertikal. Kedua telinga diirigasi bergantian dengan air dingin (30ºC) dan air hangat (44ºC) masing-masing selama 40 detik dan jarak setiap irigasi 5 menit. Nistagmus yang timbul dihitung lamanya sejak permulaan irigasi sampai hilangnya nistagmus tersebut (normal 90-150 detik).
Dengan tes ini dapat ditentukan adanya canal paresis atau directional preponderance ke kiri atau ke kanan.Canal paresis ialah jika abnormalitas ditemukan di satu telinga, baik setelah rangsang air hangat maupun air dingin, sedangkan directional preponderance ialah jika abnormalitas ditemukan pada arah nistagmus yang sama di masing-masing telinga.
Canal paresis menunjukkan lesi perifer di labirin atau n. VIII, sedangkan directional preponderance menunjukkan lesi sentral.
c. Elektronistagmogram
Pemeriksaan ini hanya dilakukan di rumah sakit, dengan tujuan untuk merekam gerakan mata pada nistagmus, dengan demikian nistagmus tersebut dapat dianalisis secara kuantitatif.
2. Fungsi Pendengaran
a. Tes garpu tala
Tes ini digunakan untuk membedakan tuli konduktif dan tuli perseptif, dengan tes-tes Rinne, Weber dan Schwabach.
Pada tuli konduktif tes Rinne negatif, Weber lateralisasi ke sisi yang tuli, dan Schwabach memendek.
b. Audiometri
Ada beberapa macam pemeriksaan audiometri seperti Loudness Balance Test, SISI, Bekesy Audiometry, Tone Decay.
Pemeriksaan saraf-saraf otak lain meliputi: acies visus, kampus visus, okulomotor, sensorik wajah, otot wajah, pendengaran, dan fungsi menelan. Juga fungsi motorik (kelumpuhan ekstremitas),fungsi sensorik (hipestesi, parestesi) dan serebeler (tremor, gangguan cara berjalan).). (Budi, 2004)
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium rutin atas darah dan urin, dan pemeriksaan lain sesuai indikasi.
2. Foto Rontgen tengkorak, leher, Stenvers (pada neurinoma akustik).
3. Neurofisiologi:Elektroensefalografi(EEG),Elektromiografi (EMG), Brainstem Auditory Evoked Pontential (BAEP).
4. Pencitraan: CT Scan, Arteriografi, Magnetic Resonance Imaging (MRI). (Budi, 2004)
4. Komplikasi (BAGUS )