jump 1-7 skenario ke 3 blok tht

70
BAB I PENDAHULUAN SKENARIO III Anakku mengeluh tenggoroknya sering sakit Seorang anak laki-laki usia 5 tahun bersama ibunya datang ke poliklinik THT, dengan keluhan sudah 2 hari tidak mau makan, karena sakit untuk menelan. Badan demam disertai suara serak. Keluhan yang sama sering dirasakan sejak usia 3 tahun, dan pasien kalau tidur mengorok, tetapi riwayat sesak nafas disangkal. Pasien juga mempunyai riwayat sering batuk pilek. Pada pemeriksaan pharing didapatkan: Mukosa pharing terdapat granuloma dan hiperemi, tonsil hipertrofi, dan terdapat detritus, plika vocalis oedema dan hiperemis. Pemeriksaan Laboratorium didapatkan ASTO : (+). RUMUSAN MASALAH

Upload: gracesiagian

Post on 26-Dec-2015

86 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: JUMP 1-7 Skenario Ke 3 Blok THT

BAB I

PENDAHULUAN

SKENARIO III

Anakku mengeluh tenggoroknya sering sakit

Seorang anak laki-laki usia 5 tahun bersama ibunya datang ke poliklinik

THT, dengan keluhan sudah 2 hari tidak mau makan, karena sakit untuk menelan.

Badan demam disertai suara serak. Keluhan yang sama sering dirasakan sejak usia

3 tahun, dan pasien kalau tidur mengorok, tetapi riwayat sesak nafas disangkal.

Pasien juga mempunyai riwayat sering batuk pilek.

Pada pemeriksaan pharing didapatkan: Mukosa pharing terdapat

granuloma dan hiperemi, tonsil hipertrofi, dan terdapat detritus, plika vocalis

oedema dan hiperemis. Pemeriksaan Laboratorium didapatkan ASTO : (+).

RUMUSAN MASALAH

Pada skenario ini, masalah yang akan dibahas sebagai berikut :

1. Bagaimana anatomi, histologi laring et faring?

2. Bagaimana fisiologi menelan, suara, dan mengorok?

3. Bagaiaman patofisiologi setiap keluhan pada skenario ?

4. Apa saja etiologi penyebab keluhan?

5. Apa saja pemeriksaan penunjang fisik dan laboratiroum?

6. Apa saja diagnosis banding dari keluhan laring et faring?

7. Bagaimana penatalaksanaan dari skenario?

Page 2: JUMP 1-7 Skenario Ke 3 Blok THT

TUJUAN PEMBELAJARAN

Tujuan dalam skenario ini adalah :

1. Mengetahui anatomi, histologi laring et faring.

2. Mengetahui fisiologi menelan, suara, dan mengorok.

3. Bagaiaman patofisiologi setiap keluhan pada skenario.

4. Mengetahui etiologi penyebab keluhan pada skenario.

5. Mengetahui pemeriksaan penunjang fisik dan laboratiroum.

6. Mengetahui diagnosis banding dari keluhan laring et faring.

7. Mengetahui penatalaksanaan dari permasalahan laring et laring.

8. Menjelaskan hubungn pekerjaan, usia, jenis kelamin terhadap keluhan

Page 3: JUMP 1-7 Skenario Ke 3 Blok THT

BAB II

PEMBAHASAN

A. Langkah I : Klarifikasi istilah dan konsep

1. ASTO: Anti-streptococcus O. Pemeriksaan antibodi untuk mendeteksi

infeksi streptococcus beta hemoliticus. Kalau (+) berarti ada peningkatan

>100%. Kadarnya meningkat pada glomerulonefritis streptococcus akut.

2. Suara serak: suara yang tibul karena penebalan plica vocalis. Perubahan

elastisitas jaringan ikat atau bertemunya plica vocalis. Biasanya terjadi

karena adanya trauma, infeksi, pembengkakan, saraf, massa, suara yang

berlebihan.

3. Detritus: kumpulan limfosit PMN, debris, bakteri yang mati di kripte

tonsila. Jaringan rusak yang terlepas dari asalnya.

4. Mengorok: kecenderungan laringofaring, atau faring yang kolaps. Periode

apneu.

5. Granuloma: massa akibat infeksi kronis yang terdiri dari makrofag yang

epiteloid.

B. Langkah II : Menetapkan / mendefinisikan masalah

1. Bagaimana anatomi, histologi laring et faring?

2. Bagaimana fisiologi menelan, suara, dan mengorok?

3. Bagaiaman patofisiologi setiap keluhan pada skenario ?

4. Bagaimana hubungan usia dengan keluhan pasien?

5. Mengapa didapatkan riwayat tidur mengorok, tapi riwayat sesak napas

disangkal

6. Mengapa pasien mengeluh sakit menelan

7. Adakah hubungan keluhan sekarang dengan keluhan sejak usia 3 tahun?

8. Mengapa pasien demam disertai suara serak?

Page 4: JUMP 1-7 Skenario Ke 3 Blok THT

9. Apa yang menyebabkan mukosa pharing hiperemi dengan granuloma?

Hasil interpretasi pemeriksaan pharing

10. Bagaimana cara pemeriksaan ASTO?

11. Bagaimana hubungan riwayat batuk pilek dengan keluhan?

12. Bagaimana hubungan peningatan titer ASTO dengan keluhan?

13. Mengapa tonsil hiperemi dan bagaimana terbentuknya?

C. Langkah III : Analisis masalah

1. Anatomi, histologi laring et faring

Faring

a. Nasopharing (Vertebrae Cervicalis 1-2)

Choana

OPTAE

b. Oropharing (Vertebrae Cervicalis 2-3)

Arcus palatoglossus

Tonsila

Adenoid (ada pada anak kecil, ketika sudah besar

adenoid mengecil)

c. Laringopharing (Vertebrae Cervicalis 3-6)

Adytus laryngis

Vestibulum laryngis

Plica vestibularis

Rima vestibuli

Plica vocalis

Rima glotidis

Cavum intraglotidis

Kartilago laryngis

a. Berpasangan

Tunggal Musculus di laring

a. Ekstrinsik

b. Intrinsik

Page 5: JUMP 1-7 Skenario Ke 3 Blok THT

Fungsi pharing dan laring: proteksi dari infeksi, bisa menjadi infeksi

fokal tonsila

Neurovascularisasi

Tonsil hanya memiliki sistem limfatik.

i. Tonsila pharingea

ii. Fokal primer

iii. MALT:Aktivitas tonsil sangat terlihat pada anak-anak

karena adanya tantangan dari lingkungan, sehingga

memproduksi

iv. Kalau tonsilnya sudah diangkat (tonsilektomi), bisa jadi

sering pilek, batuk, infeksi berulang.

2. Bagaimana fisiologi menelan, suara, dan mengorok?

Suara

a. Fonasi: plica vocalis bergetar akibat adanya dorongan udara

dari dalam ke luar. Suara dihasilkan ketika kecepatan udara

melewati celah menuju ke luar (arah oropharing), sehingga

terjadi tekanan negatif parsial menyebabkan ruang hampa

parsial dan daerah sekitarnya menjadi bertekanan negatif, lalu

membuat plica vocalis bergetar .

Vibrasi plica vocalis disebabkan oleh: gerakan dasar, vibrasi

mediolateral, dan vibrasi mediotransversal. Plica vocalis jika

menebal bisa menyebabkan suara serak, sedang jika

bertemunya lemah bisa menyebabkan suara kecil.

b. Articularis: lidah, cavum oris.

c. Resonasi: sinus paranasal.

Perbedaan mekanisme bernapas dan bersuara.

Bernapas: M. Abductor laryngis kontraksi dan menyebabkan plica

vocalis tertarik ke lateral, sehingga suara tidak muncul.

Page 6: JUMP 1-7 Skenario Ke 3 Blok THT

Bersuara: M. Adductor laryngis kontraksi dan menyebabkan plica

vocalis tertarik ke medial, sehingga suara muncul.

Menelan

Terdiri dari 3 fase:

a. Oral: makanan jadi bolus (pencernaan mekanik dan kimiawi)

terjadi secara volunteer, gerakan palatum molle ke nares

posterior.

b. Pharyngeal: penutupan epiglotis (no btreathing), terjadi secara

volunteer.

c. Oesophageal: terjadi secara involunteer.

Mengorok

Bisa disebabkan adanya penyempitan jalan napas karena destruksi

laring, destruksi hidung, berkurangnya tonus otot, atau karena

kurang tidur, hipothiroid, laki-laki, dan tidur pada posisi supinasi.

Hipertrofi adenoid menyebabkan tidur dengan mulut terbuka.

3. Bagaimana patofisiologi setiap keluhan pada skenario ?

Adenoid; Bisa membesar sampai dengan 14 tahun akibat mekanisme

terhadap infeksi. Ketika infeksi, bisa menyebar ke tonsilla pada anulus

Waldeyer yang lain.

4. Bagaimana hubungan usia dengan keluhan pasien?

Usia memiliki peranan penting dalam system pertahanan tubuh. Pada masa

kanak-kanan dikenal dengan masa perkenalan dengan lingkungan.

Tonsilitis sering terjadi pada anak, meskipun jarang pada anak di bawah 1

tahun. Insiden meningkat sesuai dengan bertambahnya umur, mencapai

puncaknya pada umur 4-7 tahun, dan berlanjut hingga dewasa. Insiden

tonsilitis streptokokus tertinggi pada usia 5-18 tahun, jarang pada usia di

bawah 3 tahun dan sebanding antara laki-laki dan perempuan.

Page 7: JUMP 1-7 Skenario Ke 3 Blok THT

5. Didapatkan riwayat tidur mengorok, tapi riwayat sesak napas disangkal.

Riwayat sesak napas disangkal bisa memperjelas tidak adanya kelainan

paru.

6. Mengapa pasien mengeluh sakit menelan

Gangguan Menelan

Menyebabkan disfagia dan nyeri dikarenakan obstruksi di pharing. Sensasi

sakit pada fase pharyngeal. Odinofagi terjadi karena peradangan atau

sumbatan (tonil/benda asing). Biasanya terjadi di pharing. Hipertrofi

adenoid bisa menjadi penyebabnya. Usia 3 tahun tonsil masih membesar

sampai usia kurang lebih 15 tahun.

7. Hubungan keluhan sekarang dengan keluhan sejak usia 3 tahun.

Keluhan sekarang pada pasien merupakan ulangan dari riwayat pasien

sejak usia 3 tahun. Secara tidak langsung terjadi proses infeksi kronik pada

pasien. Hal ini mengakibatkan proses regenerasi sel tidak berlangsung

sempurna dan meninggalkan sisa jaringan parut/fibrosis.

8. Mekanisme pasien demam disertai suara serak

Demam merupakan salah satu proses adapasi tubuh ketika menghadapi

serangan infeksi. Demam salah satunya terjadi bersama dengan proses

inflamasi. Apabila plica vocalis mengalami inflamasi maka akan terjadi

perpindahan cairan intraseluler (hipervaskularisasi) kedalam plica vokalis

sehingga mengakibatkan plika vokalis menebal. Penebalan plika vokalis

ini menyebabkan getaran membran berkurang dan menghasilkan gesekkan

nada kasar dan berfrekuensi rendah.

9. Penyebab mukosa pharing hiperemi dengan granuloma

Hiperemi dan Granuloma; Hipervascularisasi menyebabkan aliran darah

banyak ke daerah itu, sehingga berubah kemerahan (hiperemi). Granuloma

Page 8: JUMP 1-7 Skenario Ke 3 Blok THT

memiliki mekanisme pertahanan, karena infeksi. ASTO (+) mungkin

infeksi Streptococcus.

10. Cara pemeriksaan ASTO

Cara mendeteksi riwayat infeksi streptococcus. 60% sakit laryngitis atau

pharyngitis disebabkan karena infeksi streptococcus. ASTO biasanya naik

karena sering terkena ISPA. Dicurigai pada tonsilitis, streptococcal

pharyngitis, demam rematik, jantung rematik. ASTO (-) harus dikultur

bakteri dulu. ASTO (+) sudah pasti. Anti-streptolicyn O tidak membunuh

kumannya, tapi ada dalam jumlah yang sedikit. Tes ini menggunakan

slide, ditetesin antinya, (+) berarti sudah pasti, (-) dititer. Demam, aktivasi

dari imun

D. Langkah IV : Menginventarisasi secara sistematis berbagai penjelasan

yang didapatkan pada langkah III

Odinophagia Komplikasi

Mengorok

Faktor Resiko usia Demam Tonsilitis Patofisiologi

Batuk pilek berulang

Hoarsness Tatalaksana

E. Langkah V : Merumuskan sasaran pembelajaran

1. Anatomi faring, laring dan tonsil

2. Fisiologi menelan

3. Fisiologi berbicara

4. Patofisiologi mengorok, demam, odinofagi

5. Interpretasi pemeriksaan fisik dan penunjang

Page 9: JUMP 1-7 Skenario Ke 3 Blok THT

6. Diagnosis banding (faringitis, tonsilitis, laringitis, abses peritonsil,abses

retrofaring)

F. Langkah VI: Mengumpulkan informasi tambahan di luar waktu diskusi

tutorial

G. Langkah VII: Melakukan sintesa dan pengujian informasi-informasi yang

telah terkumpul

1. Anatomi faring, laring dan tonsil

Anatomi Faring

Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti

corong, yang besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah serta

terletak pada bagian anterior kolum vertebra.

Kantong ini mulai dari dasar tengkorak terus menyambung ke

esophagus setinggi vertebra servikal ke-6. Ke atas, faring berhubungan

dengan rongga hidung melalui koana, ke depan berhubungan dengan

rongga mulut melalui ismus orofaring, sedangkan dengan laring di bawah

berhubungan melalui aditus laring dan ke bawah berhubungan dengan

esophagus. Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa kurang

lebih 14 cm; bagian ini merupakan bagian dinding faring yang terpanjang.

Dinding faring dibentuk oleh (dari dalam keluar) selaput lendir, fasia

faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia bukofaringeal.

Faring terbagi atas nasofaring, orofaring dan laringofaring

(hipofaring). Unsur-unsur faring meliputi mukosa, palut lendir (mukosa

blanket) dan otot.

Page 10: JUMP 1-7 Skenario Ke 3 Blok THT

Gambar 1. Anatomi Faring

Atlas of Human Anatomy 4th Edition

Faring terdiri atas :

Nasofaring

Batas nasofaring di bagian atas adalah dasar tengkorak, di bagian

bawah adalah palatum mole, ke depan adalah rongga hidung sedangkan ke

belakang adalah vertebra servikal. Nasofaring yang relatif kecil,

mengandung serta berhubungan erat dengan beberapa struktur penting,

seperti adenoid, jaringan limfoid pada dinding lateral faring dengan

resesus faring yang disebut fosa Rosenmuller, kantong Rathke, yang

merupakan invaginasi struktur embrional hipofisis serebri, torus tubarius,

suatu refleksi mukosa faring di atas penonjolan kartilago tuba Eustachius,

koana, foramen jugulare, yang dilalui oleh n. glosofaring, n. vagus dan

Page 11: JUMP 1-7 Skenario Ke 3 Blok THT

n.asesorius spinal saraf cranial dan v.jugularis interna, bagian petrosus os

temporalis dan foramen laserum dan muara tuba Eustachius.

Orofaring

Orofaring disebut juga mesofaring dengan batas atasnya adalah

palatum mole, batas bawah adalah tepi atas epiglottis, ke depan adalah

rongga mulut, sedangkan ke belakang adalah vertebra sevikal. Struktur

yang terdapat di rongga orofaring adalah dinding posterior faring, tonsil

palatine, fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil

lingual dan foramen sekum.

Laringofaring (Hipofaring)

Batas laringofaring di sebelah superior adalah tepi atas epiglotis,

batas anterior ialah laring, batas inferior ialah esofagus, serta batas

posterior ialah vertebra servikal. Struktur pertama yang tampak di bawah

lidah ialah valekula. Bagian ini merupakan dua cengkungan yang dibentuk

oleh ligamentum glosoepiglotika medial dan ligamentum glosoepiglotika

lateral pada tiap sisi. Valekula disebut juga “kantong pil” (pill pockets)

sebab pada beberapa orang, kadang – kadang bila menelan pil akan

tersangkut di situ. Di bawah valekula terdapat epiglotis. Pada bayi

epiglotis ini berbentuk omega dan pada perkembangannya akan lebih

melebar, meskipun kadang – kadang bentuk infantile (bentuk omega) ini

tetap sampai dewasa. Dalam perkembangannya, epiglotis ini dapat menjadi

demikian lebar dan tipisnya. Epiglotis berfungsi juga untuk melindungi

glotis ketika menelan minuman atau bolus makanan, pada saat bolus

tersebut menuju ke sinus piriformis dan ke esophagus.

Ruang Faringal

Ada dua ruang yang berhubungan dengan faring yang secara klinis

mempunyai arti penting, yaitu ruang retrofaring dan ruang parafaring.

Ruang retrofiring (Retropharyngeal space), dinding anterior ruang ini

Page 12: JUMP 1-7 Skenario Ke 3 Blok THT

adalah dinding belakang faring yang terdiri dari mukosa faring, fasia

faringobasilaris dan otot – otot faring. Ruang ini berisi jaringan ikat jarang

dan fasia prevertebralis. Ruang ini mulai dari dasar tengkorak di bagian

atas sampai batas paling bawah dari fasia servikalis. Serat – serat jaringan

ikat di garis tengah mengikatnya pada vertebra.Di sebelah lateral ruang ini

berbatasan dengan fosa faringomaksila.

Ruang parafaring (Pharyngomaxillary fossa), ruang ini berbentuk

kerucut dengan dasarnya yang terletak pada dasar tengkorak dekat

foramen jugularis dan puncaknya pada kornu mayus os hioid. Ruang ini

dibatasi di bagian dalam oleh m. konstriktor faring superior, batas luarnya

adalah ramus asenden mandibula yang melekat dengan m. pterigoid

interna dan bagian posterior kelenjar parotis. Fosa ini dibagi menjadi dua

bagian yang tidak sama besarnya oleh os stiloid dengan otot yang melekat

padanya. Bagian anterior (presteloid) adalah bagian yang lebih luas dan

dapat mengalami proses supuratif sebagai akibat tonsil yang meradang,

beberapa bentuk mastoiditis atau petrositis, atau dari karies dentis. Bagian

yang lebih sempit di bagian posterior (post stiloid) berisi a.karotis interna,

v. jugularis interna, n. vagus yang dibungkus dalam suatu sarung yang

disebut selubung karotis (carotid sheath). Bagian ini dipisahkan dari ruang

retrofaring oleh sesuatu lapisan fasia yang tipis.

Page 13: JUMP 1-7 Skenario Ke 3 Blok THT

Gambar 2 Anatomi Faring Bagian Posterior

Atlas of Human Anatomy 4TH Edition

Anatomi Laring

Laring merupakan bagian terbawah dari saluran nafas bagian

atasdan terletak setinggi vertebra cervicalis IV - VI, dimana pada anak-

anak dan wanita letaknya relatif lebih tinggi. Bentuk laring menyerupai

limas segitiga terpancung dengan bagian atas lebih terpancung dan bagian

atas lebih besar dari bagian bawah. Batas atas laring adalah aditus laring

sedangkan batas kaudal kartilago krikoid.

Struktur kerangka laring terdiri dari satu tulang (os hioid) dan

beberapa tulang rawan, baik yang berpasangan ataupun tidak. Komponen

utama pada struktur laring adalah kartilago tiroid yang berbentuk seperti

perisai dan kartilago krikoid. Os hioid terletak disebelah superior dengan

bentuk huruf U dan dapat dipalpasi pada leher depan serta lewat mulut

pada dinding faring lateral. Dibagian bawah os hioid ini bergantung

ligamentum tirohioid yang terdiri dari dua sayap / alae kartilago tiroid.

Page 14: JUMP 1-7 Skenario Ke 3 Blok THT

Sementara itu kartilago krikoidea mudah teraba dibawah kulit yang

melekat pada kartilago tiroidea lewat kartilago krikotiroid yang berbentuk

bulat penuh. Pada permukaan superior lamina terletak pasangan kartilago

aritinoid ini mempunyai dua buah prosesus yakni prosesus vokalis anterior

dan prosesus muskularis lateralis.

Pada prosesus vokalis akan membentuk 2/5 bagian belakang dari

korda vokalis sedangkan ligamentum vokalis membentuk bagian

membranosa atau bagian pita suara yang dapat bergetar. Ujung bebas dan

permukaan superior korda vokalis suara membentuk glotis. Kartilago

epiglotika merupakan struktur garis tengah tunggal yang berbentuk seperti

bola pimpong yang berfungsi mendorong makanan yang ditelan

kesamping jalan nafas laring. Selain itu juga terdapat dua pasang kartilago

kecil didalam laring yang mana tidak mempunyai fungsi yakni kartilago

kornikulata dan kuneiformis.

a. Kartilago

Kartilago laring terbagi atas 2 (dua) kelompok, yaitu :

Kelompok kartilago mayor, terdiri dari :

Kartilago Tiroidea, 1 buah

Kartilago Krikoidea, 1 buah

Kartilago Aritenoidea, 2 buah

Kartilago minor, terdiri dari :

Kartilago Kornikulata Santorini, 2 buah

Kartilago Kuneiforme Wrisberg, 2 buah

Kartilago Epiglotis, 1 buah (Ballenger, 1993)

Page 15: JUMP 1-7 Skenario Ke 3 Blok THT

Gambar 3. Penyusun Laring

Kartilago Tiroidea

Kartilago Tiroidea merupakan suatu kartilago hyalin yang

membentuk dinding anterior dan lateral laring, dan merupakankartilago

yang terbesar. Terdiri dari 2sayap (alae tiroidea) berbentuk seperti perisai

yang terbuka dibelakangnya tetapi bersatu di bagian depan dan

membentuk sudut sehingga menonjol ke depan disebut Adam’s Apple.

Sudut ini pada pria dewasa kira-kira 90 derajat dan pada wanita 120

derajat. Diatasnya terdapat lekukan yang disebut thyroid notch atau

ineiseura tiroidea, dimana di belakang atas membentuk kornu superior

yang dihubungkan dengan os hyoid oleh ligamentum tiroidea, sedangkan

di bagian bawah membentuk kornu inferior yang berhubungan dengan

permukaan posterolateral dari kartilago krikoidea dan membentuk

artikulasio krikoidea.Dengan adanya artikulasio ini memungkinkan

kartilago tiroidea dapat terangkat ke atas. Di sebelah dalam perisai

kartilago tiroidea terdapat bagian dalam laring, yaitu : pita suara, ventrikel,

otot-otot dan ligamenta,kartilago aritenoidea, kuneiforme serta

kornikulata.

Permukaan luar ditutupi perikondrium yang tebal dan terdapat

suatu alur yangberjalan oblik dari bawah kornu superior ke tuberkulum

Page 16: JUMP 1-7 Skenario Ke 3 Blok THT

inferior. Alur ini merupakantempat perlekatan muskulus

sternokleidomastoideus, muskulus tirohioideus danmuskulus konstriktor

faringeus inferior.

Permukaan dalamnya halus tetapi pertengahan antara incisura

tiroidea dan tepibawah kartilago tiroidea perikondriumnya tipis,

merupakan tempat perlekatan tendokomisura anterior. Tangkai epiglotis

melekat 1 cm diatasnya olehligamentum tiroepiglotika. Kartilago ini

mengalami osifikasi pada umur 20 – 30 tahun.

Kartilago Krikoidea

Kartilago ini merupakan bagian terbawah dari dinding laring.

Merupakan kartilago hialin yang berbentuk cincin stempel (signet ring)

dengan bagian alasnya terdapat di belakang. Bagian anterior dan lateralnya

relatif lebih sempit daripada bagian posterior. Kartilago ini berhubungan

dengan kartilago tiroidea tepatnya dengan kornu inferior melalui

membrana krikoidea (konus elastikus) dan melalui artikulasio

krikoaritenoidea. Di sebelah bawah melekat dengan cincin trakea I melalui

ligamentum krikotiroidea. Pada keadaan darurat dapat dilakukan tindakan

trakeostomi, krikotomi atau koniotomi pada konus elastikus.

Kartilago krikoidea pada dewasa terletak setinggi vertebra servikalis

VI - VIIdan pada anak-anak setinggi vertebra servikalis III - IV. Kartilago

ini mengalami osifikasi setelah kartilago tiroidea.

Kartilago Aritenoidea

Kartilago ini juga merupakan kartilago hyalin yang terdiri dari

sepasang kartilago berbentuk piramid 3 sisi dengan basis berartikulasi

dengan kartilago krikoidea, sehingga memungkinkan pergerakan ke medio

lateral dan gerakan rotasi. Dasar dari piramid ini membentuk 2 tonjolan

yaitu prosesus muskularis yang merupakan tempat melekatnya muskulus

krikoaritenoidea yang terletak di posterolateral, dan di bagian anterior

Page 17: JUMP 1-7 Skenario Ke 3 Blok THT

terdapat prosesus vokalis tempat melekatnya ujung posterior pita suara.

Pinggir posterosuperior dari konus elastikus melekat ke prosesus vokalis.

Ligamentum vokalis terbentuk dari setiap prosesus vokalis dan berinsersi

pada garis tengah kartilago tiroidea membentuk tiga per lima bagaian

membranosa atau vibratorius pada pita suara. Tepi dan permukaan atas

dari pita suara ini disebut glottis.

Kartilago aritenoidea dapat bergerak ke arah dalam dan luar dengan sumbu

sentralnya tetap, karena ujung posterior pita suara melekat pada prosesus

vokalis dari aritenoid maka gerakan kartilago ini dapat menyebabkan

terbuka dan tertutupnya glotis. Kalsifikasi terjadi pada dekade ke 3

kehidupan.

Kartilago Epiglotis

Bentuk kartilago epiglotis seperti bet pingpong dan membentuk

dinding anterior aditus laringeus tangkainya disebut petiolus dan

dihubungkan oleh ligamentum tiroepiglotika ke kartilago tiroidea di

sebelah atas pita suara. Sedangkan bagian atas menjulur di belakang

korpus hyoid ke dalam lumen faring sehingga membatasi basis lidah dan

laring. Kartilago epiglotis mempunyai fungsi sebagai pembatas yang

mendorong makanan ke sebelah laring.

Kartilago Kornikulata

Kartilago ini merupakan kartilago fibroelastis, disebut juga

kartilago Santorini dan merupakan kartilago kecil di atas aritenoid serta di

dalam plika ariepiglotika.

Kartilago Kuneiforme

Merupakan kartilago fibroelastis dari Wrisberg dan merupakan

kartilago kecil yang terletak di dalam plika ariepiglotika (Ballenger, 1993).

b. Ligamentum dan Membrana

Page 18: JUMP 1-7 Skenario Ke 3 Blok THT

Ligamentum dan membran laring terbagi atas 2 grup, yaitu :

Ligamentum ekstrinsik, terdiri dari :

Membran tirohioid

Ligamentum tirohioid

Ligamentum tiroepiglotis

Ligamentum hioepiglotis

Ligamentum krikotrakeal

Gambar 4

Ligamentum intrinsik, terdiri dari :

Membran quadrangularis

Ligamentum vestibular

Konus elastikus

Ligamentum krikotiroid media

Ligamentum vokalis

Page 19: JUMP 1-7 Skenario Ke 3 Blok THT

Gambar 5

c. Otot Laring

Gerakan laring dilakukan oleh kelompok otot / muskulus

ekstrinsik dan intrinsik. Otot ekstrinsik bekerja pada laring secara

keseluruhan yang terdiri dari otot ekstrinsik suprahioid yang berfungsi

menarik laring ke atas dan otot ekstrinsik infrahioid. Otot intrinsik

laring menyebabkan gerakan antara berbagai struktur laring sendiri,

seperti otot vokalis dan tiroaritenoid yang membentuk tonjolan pada

korda vokalis dan berperan dalam membentuk tegangan korda vokalis,

otot krikotiroid berfungsi menarik kartilago tiroid kedepan, meregang

dan menegangkan korda vokalis dan memiliki fungsi membentuk

suara dan bernafas.

Otot / muskulus ekstrinsik

Terbagi atas :

Otot suprahioid / otot elevator laring, yaitu :

- Stilohioideus

- Geniohioideus

- Genioglosus

- Milohioideus

- Digastrikus

Page 20: JUMP 1-7 Skenario Ke 3 Blok THT

- Hioglosus

Otot infrahioid / otot depresor laring, yaitu :

- Omohioideus

- Sternokleidomastoideus

- Tirohioideus

Gambar 4 The Extrinsic Muscles

Kelompok otot depresor dipersarafi oleh ansa hipoglossi C2

dan C3 danpenting untuk proses menelan (deglutisi) dan pembentukan

suara (fonasi). Muskuluskonstriktor faringeus medius termasuk dalam

kelompok ini dan melekat pada lineaoblikus kartilago tiroidea. Otot

ini penting pada proses deglutisi (Ballenger, 1993).

Otot / muskulus intrinsik

Terbagi atas :

Otot adduktor :

- Interaritenoideus transversal dan oblik

- Krikotiroideus

- Krikotiroideus lateral

Otot abduktor :

- Krikoaritenoideus posterior

Page 21: JUMP 1-7 Skenario Ke 3 Blok THT

Otot tensor :

- Tensor Internus : Tiroaritenoideus dan Muskulus Vokalis

- Tensor Eksternus : Krikotiroideus

Gambar 5

d. Struktur Laring Bagian Dalam

Cavum laring dibagi menjadi sebagai berikut :

1) Supraglotis (vestibulum superior), yaitu ruang diantara

permukaan atas pita suara palsu dan inlet laring.

2) Glotis (pars media), yaitu ruangan yang terletak antara pita suara

palsu dengan pita suara sejati serta membentuk rongga yang

disebut ventrikel laring morgagni.

3) Infraglotis (pars inferior), yaitu ruangan diantara pita suara sejati

dengan tepi bawah kartilago krikoidea (Ballenger, 1993).

Beberapa bagian penting dari dalam laring :

Aditus Laringeus

Page 22: JUMP 1-7 Skenario Ke 3 Blok THT

Pintu masuk ke dalam laring yang dibentuk di anterior oleh

epiglotis, lateral oleh plika ariepiglotika, posterior oleh ujung kartilago

kornikulata dan tepi atas muskulus aritenoideus.

Rima Vestibuli.

Merupakan celah antara pita suara palsu.

Rima glottis

Di depan merupakan celah antara pita suara sejati, di belakang

antara prosesus vokalis dan basis kartilago aritenoidea.

Vallecula

Terdapat diantara permukaan anterior epiglotis dengan basis

lidah, dibentuk oleh plika glossoepiglotika medial dan lateral.

Plika Ariepiglotika

Dibentuk oleh tepi atas ligamentum kuadringulare yang

berjalan darikartilago epiglotika ke kartilago aritenoidea dan kartilago

kornikulata.

Sinus Pyriformis (Hipofaring)

Terletak antara plika ariepiglotika dan permukaan dalam

kartilago tiroidea.

Incisura Interaritenoidea

Suatu lekukan atau takik diantara tuberkulum kornikulatum

kanan dan kiri.

Vestibulum Laring

Ruangan yang dibatasi oleh epiglotis, membrana

kuadringularis, kartilago aritenoid, permukaan atas prosesus vokalis

kartilago aritenoidea dan muskulus interaritenoidea.

Plika Ventrikularis (pita suara palsu)

Pita suara palsu yang bergerak bersama-sama dengan kartilago

aritenoidea untuk menutup glottis dalam keadaan terpaksa, merupakan

dua lipatan tebal dari selaput lendir dengan jaringan ikat tipis di

tengahnya.

Ventrikel Laring Morgagni (sinus laringeus)

Page 23: JUMP 1-7 Skenario Ke 3 Blok THT

Ruangan antara pita suara palsu dan sejati. Dekat ujung

anterior dari ventrikel terdapat suatu divertikulum yang meluas ke atas

diantara pita suara palsu dan permukaan dalam kartilago tiroidea,

dilapisi epitel berlapis semu bersilia dengan beberapa kelenjar

seromukosa yang fungsinya untuk melicinkan pita suara sejati, disebut

appendiks atau sakulus ventrikel laring.

Plika Vokalis (pita suara sejati)

Terdapat di bagian bawah laring. Tiga per lima bagian

dibentuk oleh ligamentum vokalis dan celahnya disebut

intermembranous portion, dan dua per lima belakang dibentuk oleh

prosesus vokalis dari kartilago aritenoidea dan disebut

intercartilagenous portion.

e. Persarafan dan Perdarahan

Laring dipersarafi oleh cabang nervus vagus yaitu nervus

laringeus superior dan nervus laringeus inferior (nervus laringeus

rekuren) kiri dan kanan.

Anatomi Tonsil

Gambar 6. Anatomi Tonsil

Page 24: JUMP 1-7 Skenario Ke 3 Blok THT

Tonsil terdiri dari jaringan limfoid yang dilapisi oleh epitel

respiratori. Cincin Waldeyer merupakan jaringan limfoid yang membentuk

lingkaran di faring yang terdiri dari tonsil palatina, tonsil faringeal

(adenoid), tonsil lingual, dan tonsil tubal.

a. Tonsil Palatina

Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang

terletak di dalam fosa tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi

oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar posterior (otot

palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm,

masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam

jaringan tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fosa tonsilaris,

daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fosa supratonsilar. Tonsil

terletak di lateral orofaring. Dibatasi oleh:

Lateral – muskulus konstriktor faring superior

Anterior – muskulus palatoglosus

Posterior – muskulus palatofaringeus

Superior – palatum mole

Inferior – tonsil lingua

Permukaan tonsil palatina ditutupi epitel berlapis gepeng yang

juga melapisi invaginasi atau kripti tonsila. Banyak limfanodulus

terletak di bawah jaringan ikat dan tersebar sepanjang kriptus.

Limfonoduli terbenam di dalam stroma jaringan ikat retikular dan

jaringan limfatik difus. Limfonoduli merupakan bagian penting

mekanisme pertahanan tubuh yang tersebar di seluruh tubuh sepanjang

jalur pembuluh limfatik. Noduli sering saling menyatu dan umumnya

memperlihatkan pusat germinal.

Page 25: JUMP 1-7 Skenario Ke 3 Blok THT

Fosa Tonsil

Fosa tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas anterior

adalah otot palatoglosus, batas posterior adalah otot palatofaringeus dan

batas lateral atau dinding luarnya adalah otot konstriktor faring

superior. Berlawanan dengan dinding otot yang tipis ini, pada bagian

luar dinding faring terdapat nervus ke IX yaitu nervus glosofaringeal.

Pendarahan

Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri karotis

eksterna, yaitu 1) arteri maksilaris eksterna (arteri fasialis) dengan

cabangnya arteri tonsilaris dan arteri palatina asenden; 2) arteri

maksilaris interna dengan cabangnya arteri palatina desenden; 3) arteri

lingualis dengan cabangnya arteri lingualis dorsal; 4) arteri faringeal

asenden. Kutub bawah tonsil bagian anterior diperdarahi oleh arteri

lingualis dorsal dan bagian posterior oleh arteri palatina asenden,

diantara kedua daerah tersebut diperdarahi oleh arteri tonsilaris. Kutub

atas tonsil diperdarahi oleh arteri faringeal asenden dan arteri palatina

desenden. Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung

dengan pleksus dari faring. Aliran balik melalui pleksus vena di sekitar

kapsul tonsil, vena lidah dan pleksus faringeal.

Aliran getah bening

Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian

getah bening servikal profunda (deep jugular node) bagian superior di

bawah muskulus sternokleidomastoideus, selanjutnya ke kelenjar toraks

dan akhirnya menuju duktus torasikus. Tonsil hanya mempunyai

pembuluh getah bening eferan sedangkan pembuluh getah bening

aferen tidak ada.

Persarafan

Tonsil bagian bawah mendapat sensasi dari cabang serabut saraf

ke IX (nervus glosofaringeal) dan juga dari cabang desenden lesser

palatine nerves.

Imunologi Tonsil

Page 26: JUMP 1-7 Skenario Ke 3 Blok THT

Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel

limfosit. Limfosit B membentuk kira-kira 50-60% dari limfosit tonsilar.

Sedangkan limfosit T pada tonsil adalah 40% dan 3% lagi adalah sel

plasma yang matang. Limfosit B berproliferasi di pusat germinal.

Immunoglobulin (IgG, IgA, IgM, IgD), komponen komplemen,

interferon, lisozim dan sitokin berakumulasi di jaringan tonsilar. Sel

limfoid yang immunoreaktif pada tonsil dijumpai pada 4 area yaitu

epitel sel retikular, area ekstrafolikular, mantle zone pada folikel

limfoid dan pusat germinal pada folikel ilmfoid.

Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan

untuk diferensiasi dan proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi.

Tonsil mempunyai 2 fungsi utama yaitu 1) menangkap dan

mengumpulkan bahan asing dengan efektif; 2) sebagai organ utama

produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik.

b. Tonsil Faringeal (Adenoid)

Adenoid merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari

jaringan limfoid yang sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus

atau segmen tersebut tersusun teratur seperti suatu segmen terpisah dari

sebuah ceruk dengan celah atau kantong diantaranya. Lobus ini tersusun

mengelilingi daerah yang lebih rendah di bagian tengah, dikenal sebagai

bursa faringeus. Adenoid tidak mempunyai kriptus. Adenoid terletak di

dinding belakang nasofaring. Jaringan adenoid di nasofaring terutama

ditemukan pada dinding atas dan posterior, walaupun dapat meluas ke

fosa Rosenmuller dan orifisium tuba eustachius. Ukuran adenoid

bervariasi pada masing-masing anak. Pada umumnya adenoid akan

mencapai ukuran maksimal antara usia 3-7 tahun kemudian akan

mengalami regresi.

Page 27: JUMP 1-7 Skenario Ke 3 Blok THT

c. Tonsil Lingual

Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua

oleh ligamentum glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior

massa ini terdapat foramen sekum pada apeks, yaitu sudut yang

terbentuk oleh papilla sirkumvalata

2. Fisiologi menelan

Selama proses menelan, otot-otot diaktifkan secara berurutan dan

secara teratur dipicu dengan dorongan kortikal atau input sensoris perifer.

Begitu proses menelan dimulai, jalur aktivasi otot beruntun tidak berubah

dari otot-otot perioral menuju kebawah. Jaringan saraf, yang bertanggung

jawab untuk menelan otomatis ini, disebut dengan pola generator pusat.

Batang otak, termasuk nucleus tractus solitarius dan nucleus ambiguus

dengan formatio retikularis berhubungan dengan kumpulan motoneuron

kranial, diduga sebagai pola generator pusat.

Tiga Fase Menelan

Deglutition adalah tindakan menelan, dimana bolus makanan atau

cairan dialirkan dari mulut menuju faring dan esofagus ke dalam lambung.

Deglutition normal adalah suatu proses halus terkoordinasi yang

melibatkan suatu rangkaian rumit kontraksi neuromuskuler valunter dan

involunter dan dan dibagi menjadi bagian yang berbeda: (1) oral, (2)

faringeal, dan (3) esophageal. Masing-masing fase memiliki fungsi yang

spesifik, dan, jika tahapan ini terganggu oleh kondisi patologis, gejala

spesifik dapat terjadi.

Fase Oral

Fase persiapan oral merujuk kepada pemrosesan bolus sehingga

dimungkinkan untuk ditelan, dan fase propulsif oral berarti pendorongan

makanan dari rongga mulut ke dalam orofaring. Prosesnya dimulai dengan

kontraksi lidah dan otot-otot rangka mastikasi. Otot bekerja dengan cara

Page 28: JUMP 1-7 Skenario Ke 3 Blok THT

yang berkoordinasi untuk mencampur bolus makanan dengan saliva dan

dan mendorong bolus makanan dari rongga mulut di bagian anterior ke

dalam orofaring, dimana reflek menelan involunter dimulai.

Cerebellum mengendalikan output untuk nuklei motoris nervus

kranialis V (trigeminal), VII (facial), dan XII (hypoglossal). Dengan

menelan suatu cairan, keseluruhan urutannya akan selesai dalam 1 detik.

Untuk menelan makanan padat, suatu penundaaan selama 5-10 detik

mungkin terjadi ketika bolus berkumpul di orofaring.

Fase Faringeal

Fase faringeal adalah sangat penting karena, tanpa mekanisme

perlindungan faringeal yang utuh, aspirasi paling sering terjadi pada fase

ini. Fase inimelibatkan rentetan yang cepat dari beberapa kejadian yang

saling tumpang tindih. Palatum mole terangkat. Tulang hyoid dan laring

bergerak keatas dan kedepan. Pita suara bergerak ke tengah, dan epiglottis

melipat ke belakang untuk menutupi jalan napas. Lidah mendorong

kebelakang dan kebawah menuju faring untuk meluncurkan bolus

kebawah. lidah dubantu oleh dinding faringeal, yang melakukan gerakan

untuk mendorong makanan kebawah.

Sphincter esophageal atas relaksasi selama fase faringeal untuk

menelan dan membuka oleh karena pergerakan os hyoid dan laring

kedepan. Sphincter akan menutup setelah makanan lewat, dan struktur

faringeal akan kembali ke posisi awal.

Fase faringeal pada proses menelan adalah involunter dan

kesemuanya adalah reflek, jadi tidak ada aktivitas faringeal yang ter jadi

sampai reflek menelan dipicu. Reflek ini melibatkan traktus sensoris dan

motoris dari nervus kranialis IX (glossofaringeal) dan X (vagus).

Fase Esophageal

Pada fase esophageal, bolus didorong kebawah oleh gerakan

peristaltik. Sphincter esophageal bawah relaksasi pada saat mulai menelan,

Page 29: JUMP 1-7 Skenario Ke 3 Blok THT

relaksasi ini terjadi sampai bolus makanan mecapai lambung. Tidak seperti

shincter esophageal bagian atas, sphincter bagian bawah membuka bukan

karena pengaruh otot-otot ekstrinsik.

Medulla mengendalikan reflek menelan involunter ini, meskipun

menelan volunter mungkin dimulai oleh korteks serebri.

Suatu interval selama 8-20 detik mungkin diperlukan untuk kontraksi

dalam mendorong bolus ke dalam lambung.

Kesulitan Menelan (Disfagia)

Keluhan sulit menelan atau disfagia merupakan salah satu gejala

kelainan atau penyakit di orofaring atau esophagus. Keluhan ini akan

timbul bila terdapat gangguan gerakan otot menelan dan gangguan

transportasi makanan dari rongga mulut ke lambung. Disfagia dapat

disertai keluhan lainnya, seperti odinofagi, rasa mual, muntah, panas,

regurgitasi, hematemesis, melenan, dan lain sebagainya. Manifestasi klinik

yang sering ditemukan adalah sensasi makanan yang tersangkut di daerah

leher atau dada ketika menelan. Berdasarkan penyebabnya, disfagia

terbagi atas disfagia mekanik, motoric, dan gangguan emosi.

Disfagia mekanik

Adalah sumbatan lumen esophagus oleh massa atau benda asing.

Penyebab lain adalah akibat peradangan mukosa esophagus, striktur lumen

esophagus, serta penekanan lumen esophagus dari luar, seperti kelenjar

timus, tiroid, limfe, ataupun pembesaran jantung dan elongasi aorta. Atau

juga akibat disfagia lusoria. Disgagia mekanik timbul bila terjadi

penyempitan lumen usus, yang diameternya tidak mencapai lebih dari 2,5

cm.

Disfagia motoric

Page 30: JUMP 1-7 Skenario Ke 3 Blok THT

Disebabkan oleh kelainan neuromosukular pada n.V, n.VII, n.IX,

n.X, dan n.XII. kelumpuhan otot faring dan idah serta gangguan peristaltic

esophagus akibat gangguan n.Xdapat menyebabkan disfagia.

Disfagia gangguan emosi

Proses menelan akan terganggu jika terjadi beberapa kondisi yang

disebabkan oleh gangguan emosi primer ataupun gejala yang berkaitan

dengan gangguan emosi, seperti ansietas, depresi, hysteria, dan lain

sebagainya. Ketika pasien dicurigai disfagia gangguan emosi, makan

pemeriksaan penunjang tidak diperlukan. Pemberian antidepressant atau

tindakan lain yang memperbaiki emosi pasien akan meringankan gejala.

3. Fisiologi bersuara

Secara fisiologis, laring berfungsi untuk bernafas dan bersuara.

Ketika bernafas, plica vocalis ditarik ke lateral oleh musculus golongan

abductor sehingga rima glotis membuka. Sedangkan ketika bersuara, plica

vocalis digerakkan oleh musculus adductor sehingga rima glotis menutup.

Tak heran mengapa ketika kita bersuara, tidak bisa bersamaan dengan

bernafas (inspirasi lebih tepatnya).

a. Mekanisme timbulnya suara yaitu dengan adanya tiupan udara dari paru

yang menyebabkan corda vocalis membuka dan menutup secara cepat

dan akhirnya timbul getaran suara. Adapun getaran suara ini dirangsang

juga oleh saraf rekurens ke otot laring. Untuk suara nada tinggi, plica

vocalis ditipiskan, ditegangkan dan dipanjangkan. Sedangkan untuk

suara nada rendah, plica vocalis ditebalkan, dikendurkan dan

dipendekkan.

b. Organ Resonansi terdiri dari rongga faring, rongga hidung, dan sinus

paranasalis. Sumber suara fonasi pada pita suara diatas intensitasnya

lemah, tidak berwarna dan sulit dikenal. Dengan adanya alat-alat

resonansi yang berfungsi sebagai resonator, maka suara tersebut

Page 31: JUMP 1-7 Skenario Ke 3 Blok THT

mendapat variasi pada frekuensi tertentu, intensitasnya meningkat,

demikian juga pada kualitasnya (warna suara) dan idenitasnya, tetapi

suara yang sudah diresonansi ini masih bukan merupakan suara bicara.

Ciri-ciri resonansi sangat bervariasi pada setiap orang dan merupakan

aspek yang sangat penting bagi efektivitas bicara.

c. Setelah suara terbentuk, oleh organ artikulasi (mulut, palatum, lidah dan

gigi) suara akan diubah untuk bicara sehingga dapat kita mengerti. Bibir

berfungsi untuk membendung udara pada pembentukan suara letup.

Palatum mole-durum merupakan permukaan sensitif bagi lidah untuk

mengawasi proses artikulasi, menghalangi dan membentuk aliran udara

turbulen dan sebagai kompas bagi lidah bahwa suara terbaik sudah

dihasilkan. Lidah, membentuk suara dengan mengangkat, menarik,

menyempit, menipis, melengkung, menonjol, atau mendatar. Pipi

membendung udara di bagian bukal. Gigi berfungsi menahan aliran

udara dalam membentuk konsonan labio-dental dan apiko-alveolar.

Mandibula membuka dan menutup waktu bicara. Adapun artikulasi

adalah proses penghasilan suara dalam berbicara oleh pergerakan bibir,

mandibula, lidah, dan mekanisme palatopharyngeal dalam kordinasi

dengan respirasi dan fonasi.

Syarat agar suara tidak parau adalah

a. Secara anatomis, corda vocalis normal (tidak ada tumor, edema)

b. Secara fisiologis, corda vocalis normal (harus dapat bergerak ke

medial secara simetris dan merapat dengan baik di garis median)

c. Harus ada udara yang cukup kuat dari paru.

Fungsi dari mekanisme pengucapan adalah untuk mengubah

bentuk dari tonsil laryngeal dan untuk membuat suara dalam rongga

mulut. Suara yang penting terbentuk adalah pengucapan konsonan, yang

ditekankan sebagai iringan suara oleh gesekan bunyi. Konsonan dibentuk

dari gelombang udara yang berkontak dari arah yang berlawanan.

Misalnya pada kontak antara dua bibir saat pengucapan huruf “p” dan “b”.

Page 32: JUMP 1-7 Skenario Ke 3 Blok THT

Contoh lainnya juga pada lidah yang menyentuh gigi dan palatum saat

pengucapan huruf “t” dan “d”.

Tanpa kemampuan (kapasitas) pengucapan, suara yang dihasilkan

hanya berupa faktor kekuatan, volume, dan kekuatan, seperti suara yang

hanya dihasilkan oleh huruf vocal. Hal ini terbukti secara klinis ketika

kemampuan berbicara seseorang hilang pada penderita paralytic stroke.

Kemampuan berbicaranya hanya seperti pengucapan huruf vocal saja

dengan sedikit konsonan.

Di samping menyuarakan suara-suara, sistem vokal dapat

menghasilkan dua macam suara-suara yang tak terdengar: fricative sounds

dan plosive sounds.

a. Fricative sounds dicontohkan oleh konsonan s, sh, f, dan th, yang

dihasilkan ketika vocal tract setengah tertutup pada beberapa titik dan

udara tertekan melewati konstriksi pada kecepatan yang cukup tinggi

untuk menghasilkan turbulensi. Konsonan fricative membutuhkan

sangat sedikit penyesuaian pada artikulator, dan sering terdengar

tidak sempurna pada kasus maloklusi atau penggunaan denture.

b. Plosive sounds, konsonan p, t, dan k, diproduksi ketika vocal tract

tertutup seluruhnya (biasanya dengan bibir atau lidah), membiarkan

tekanan udara meningkat saat menutup, dan kemudian membuka

dengan tiba-tiba. Untuk beberapa suara, seperti fricative consonant v

dan z yang terdengar, adanya kombinasi dari dua sumber suara.

Pembentukan pada pergerakan untuk kemampuan bicara berkaitan

dengan fungsi kontinyu dari sensorik informasi dari reseptor otot dan

mechanoreceptor cutaneous yang didistribusikan sepanjang sistem

respiratori, laringeal, dan sistem orofacial.

4. Patofisiologi mengorok, demam, odinofagi

Patofisiologi mengorok

Page 33: JUMP 1-7 Skenario Ke 3 Blok THT

Mengorok atau snoring adalah satu keadaan ketika velum,

oropharynx, dan/atau laryngopharynx cenderung kolaps ketika tidur

sehingga menyempitkan jalan nafas dan menyebabkan periode apnea atau

hipopnea yang bisa terjadi sampai 2 menit. Kejadian ini menimbulkan

sering terbangun dari tidur dan terengah-engah ketika bernafas sehingga

ritme tidur menjadi terganggu. Efek jangka panjang mengorok apabila

tidak ditangani adalah turunnya kadar oksigen darah dan naiknya kadar

CO2 yang bisa menjadi penyebab kerusakan signifikan terhadap sistem

kardiopulmoner. Pasien yang mengalami mengorok biasanya mudah

mengantuk saat siang hari, aktivitas simpati meningkat, denyut jantung

meningkat, hipertensi pulmoner atau sistemik, dan resiko penyakit

kardiovaskular meningkat tajam. Faktor yang menyebabkan mengorok

antara lain:

a. Obstruksi pharynx

- Overweight, obesitas

- Adenoid

- Hiperplasia tonil

- Tumor pada rongga mulut, pharynx, larynx, dan leher

- Dysgnathia

- Akromegali

b. Obstruksi hidung

- Hiperplasia chonca nasalis

- Deviasi septum

- Tumor hidung

- Polip hidung

Page 34: JUMP 1-7 Skenario Ke 3 Blok THT

- Deformitas pada hidung bagian luar

- Tumor pada hidung

c. Penurunan tonus otot

- Alkohol

- Nikotin

- Obat yang bersifat sedatif, hipnotik, relaksan otot

- Kurang/tidak tidur

- Kerja shift malam

- Hipotiroid

d. Lain-lain

- Laki-laki cenderung lebih sering terjadi mengorok

- Keturunan

- Tidur dalam posisi supinasi/telentang

Pada orang yang obesitas, mengorok terjadi karena meningkatnya

deposisi lemak di jaringan lunak pharynx atau kompresi terhadap pharynx

yang disebabkan oleh massa lemak yang berlebihan di leher. Pada

mengorok yang disebabkan obstruksi hidung atau pharynx, resistensi

terhadap aliran udara ke paru-paru selama inspirasi meningkat.

Penatalaksanaan mengorok tergantung pada penyebab/penyakit yang

mencetuskan mengorok.

Pada skenario, pasien mengalami hipertrofi tonsila. Jika tonsila

membesar, maka jalan nafas pada pharynx menyempit, kemudian

resistensi aliran udara ke paru-paru meningkat. Riwayat sesak nafas

Page 35: JUMP 1-7 Skenario Ke 3 Blok THT

disangkal berarti pasien tidak mengalami gangguan di saluran nafas

bawah.

Patofisiologi demam

Infeksi bakteri pada tonsila menyebabkan keluarnya sitokin-sitokin

dari leukosit yang sedang menyerang bakteri-bakteri tersebut. Sitokin-

sitokin tersebut memicu perubahan termostat pada hipotalamus agar

meningkat suhu tubuh sehingga bakteri tidak dapat tumbuh lebih lanjut

karena suhu tubuh tidak optimal untuk bakteri.

Patofisiologi odinofagi

Odinofagi atau nyeri saat menelan terjadi karena peradangan atau

sumbatan (tonsil/benda asing). Odinofagi biasanya terjadi di pharynx.

Pada kasus ini, hipertrofi tonsila mungkin menjadi penyebabnya.

Fisiologi tidur

Tidur didefinisikan sebagai ketidaksadaran yang mana seseorang

bisa bangun karena sensoris atau stimulus lain. Bedanya dengan koma

adalah pada koma, orang tersebut tidak bisa terbangun atau dibangunkan

dengan sengaja. Ada beberapa tahap dalam tidur dari very light sleep

hingga very deep sleep. Setiap malam, seseorang melalui tahap-tahap dari

2 tipe tidur yang saling bergantian, antara lain:

a. Tidur gelombang rendah (slow-wave sleep), yaitu tipe tidur yang

gelombang otaknya sangat kuat dan sangat rendah frekuensinya,

b. Tidur pergerakan mata cepat (rapid eye movement sleep/REM sleep),

yaitu tipe tidur yang ketika mata mengalami pergerakan cepat

walaupun sebenarnya orang tersebut masih tidur.

Kebanyakan waktu tidur dalam semalam adalah jenis slow-wave

sleep yang mana merupakan tidur tenang dan dalam yang dialami

seseorang pada jam pertama dari tidur setelah terbangun berjam-jam. REM

Page 36: JUMP 1-7 Skenario Ke 3 Blok THT

sleep terjadi dalam episode yang menempati kira-kira 25% dari waktu

tidur orang dewasa muda. Setiap episode normalnya terjadi lagi setiap 90

menit. Tidur tipe REM sleep tidak tenang dan biasanya berhubungan

dengan mimpi yang jelas.

Pada slow-wave sleep, selain tenang, juga berhubungan dengan

menurunnya tonus vaskuler perifer dan fungsi vegetatif lain pada tubuh.

Contohnya, 10-30% penurunan tekanan darah, laju respirasi, dan laju

metabolisme asal. Walaupun slow-wave sleep sering dianggap “tidur tanpa

mimpi”, namun mimpi atau mimpi buruk bisa terjadi selama tipe tidur ini.

Perbedaan mimpi pada slow-wave sleep dengan REM sleep adalah pada

REM sleep biasanya berhubungan dengan lebih banyak aktivitas otot dan

mimpi pada slow-wave sleep biasanya tidak diingat. Itulah sebabnya pada

tipe slow-wave sleep konsolidasi mimpi dalam memori tidak terjadi.

Pada tidur malam normal, putaran REM sleep yang berlangsung

selama 5-30 menit biasanya muncul rata-rata setiap 90 menit. Ketika

seseorang benar-benar mengantuk, setiap putaran REM sleep pendek dan

mungkin tidak terjadi. Sebaliknya, ketika seseorang lebih santai pada

malam hari, durasi putaran REM sleep meningkat. Karakteristik REM

sleep antara lain:

a. Biasanya berhubungan dengan bermimpi aktif dan pergerakan aktif

otot tubuh

b. Orang tersebut susah terbangun oleh stimulus sensori daripada slow-

wave sleep yang dalam dan biasanya terbangun secara spontan pada

pagi hari pada 1 episode REM sleep

c. Tonus otot pada tubuh terdepresi berlebihan, menunjukkan adanya

inhibisi kuat dari area kontrol otot pada medula finalis

d. Denyut jantung dan laju respirasi biasanya menjadi ireguler, yang

merupakan karakteristik sedang dalam keadaan bermimpi

Page 37: JUMP 1-7 Skenario Ke 3 Blok THT

e. Walaupun ada inhibisi otot perifer yang ekstrim, pergerakan otot

ireguler terjadi, termasuk pergerakan cepat pada mata.

f. Otak sangat aktif pada REM sleep dan rata-rata metabolisme otak

meningkat sebanyak 20%. Pada EEG menunjukkan pola gelombang

otak REM sleep mirip dengan pola gelombang otak saat sadar. Tipe

tidur REM sleep ini juga disebut tidur paradoks karena seseorang

tidur, namun aktivitas otak tetap terjadi seperti saat sadar.

5. Interpretasi hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang

Tonsil hipertrofi

Tonsil hipertrofi didapatkan pada tonsilitis baik akut maupun

kronis. Pemeriksaan untuk melihat adanya hipertrofi pada tonsil adalah

dengan bantuan spatel. Lidah ditekan untuk melihat keadaan tonsil, yaitu

warnanya, besarnya, muara kripte apakah melebar dan ada detritus, nyeri

tekan, arkus anterior hiperemis atau tidak.

Besar tonsil diperiksa sebagai berikut:

T0           = tonsil berada di dalam fossa tonsil atau telah diangkat

T1           = bila besarnya 1/4 jarak arkus anterior dan uvula

T2           = bila besarnya 2/4 jarak arkus anterior dan uvula

T3           = bila besarnya 3/4 jarak arkus anterior dan uvula

T4           = bila besarnya mencapai arkus anterior atau lebih

Membesarnya tonsil dapat diakibatkan oleh adaya infeksi berulang.

Sehingga tonsil yang harusnya dapat mengecil setelah usia tersebut

menjadi hipertrofi dan kriptenya terisi oleh detritus.

Detritus

Adalah kumpulan limfosit PMN, debris, bakteri dan juga epitel yang

terlepas di kripte tonsila terlihat seperti bercak kuning maupun putih.

Detritus dapat terlihat pada tonsilitis akut dan tonsilitis kronis. Detritus ini

dapat berbentuk tersebar jelas di kripte (detritus folikularis) maupun dapat

Page 38: JUMP 1-7 Skenario Ke 3 Blok THT

menyatu membentuk aliran pada kripte tonsila (detritus lakunaris). Detritus

dapat terbentuk setelah kuman menginfiltrasi lapisan epitel, dan epitel

tersebut terkikis sehingga jaringan limfoid superfisial mengadakan reaksi

pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit poli morfonuklear. Selain

itu drainase yang buruk pada kripta akan menyebabkan terjadinya retensi

debris sel sehingga menjadi detritus.

Mukosa faring hiperemi

Mukosa faring yang hiperemi dapat diakibatkan oleh

hipervascularisasi yang menyebabkan aliran darah banyak mengalir ke

daerah itu sehingga berubah kemerahan. Hal ini dapat mengakibatkan nyeri

saat menelan (odinofagia). Hipervaskularisasi tersebut dapat diakibatkan

oleh infeksi baik oleh karena virus maupun bakteri dan menampakkan

gejala seperti pada faringitis. Infeksi grup A Streptokokus beta hemolitikus

merupakan penyebab faringitis akut pada orang dewasa 15% dan pada anak

30%. Mukosa faring yang hiperemi juga dapat diakibatkan oleh tonsil

yang  membesar dan hiperemis. 

Granuloma

Granuloma adalah massa akibat infeksi kronis yang terdiri dari

makrofag yang epiteloid yang merupakan salah satu dari sejumlah bentuk

nodul peradangan lokal pada jaringan. Maka dari itu granuloma adalah

sebuah mekanisme pertahanan apabila terjadi infeksi. Granuloma dapat

disebabkan oleh berbagai iritasi biologis, kimia dan fisik pada jaringan.

Salah satu contoh infeksi yang menyebabkan adanya granuloma pada faring

adalah faringitis.

ASTO

Anti streptolisin titer O ( ASTO ) merupakan tes darah yang

dilakukan untuk mengukur antibodi terhadap streptolisin O yang dihasilkan

Page 39: JUMP 1-7 Skenario Ke 3 Blok THT

oleh bakteri streptokokus. Tes ini menggunakan metode aglutinasi. Kadar

ASTO lebih dari 160 – 200 todd/ unit dianggap sangat tinggi dan

menunjukan adanya infeksi streptokokus yang baru terjadi atau sedang

terjadi atau adanya kadar antibodi yang tinggi akibat respon imun yang

berlebihan terhadap pajanan sebelumnya.

Nilai normal ASTO pada anak 6 bulan – 2 tahun 50 Todd unit /ml, 2

– 4 tahun 160 Todd unit /ml, 5 – 12 tahun adalah 170 Todd unit/ ml dan

dewasa 160 Todd unit / ml. Titer ASTO akan meningkat pada 75 – 80 %

kasus GNAPS.

Nilai ASTO yang naik bisa didapatkan pada Strep Throat

(Streptococcal Pharyngitis), Tonsilitis kronis, Demam Reumatik dan

Penyakit Jantung Reumatik.

Sehingga dari pemeriksaan fisik dan penunjang tersebut dapat

disimpulkan bahwa telah terjadi tonsilitis, dapat dilihat pada tonsil yang

hipertrofi, dan terdapat detritus ; dan faringitis, dapat dilihat pada mukosa

faring hiperemi dan terdapat granuloma; pada pasien yang diakibatkan oleh

infeksi bakteri Streptococcus grup A yang dapat dibuktikan dengan

meningkatnya titer ASTO.

6. Diagnosis banding

FARINGITIS

1. FARINGITIS AKUT

a. Faringitis viral

Gejala dan tanda :

Rinovirus menimbulkan gejala rinitis dan beberapa hari kemudian

akan menimbulkan faringits. Gejalanya berup demm disertai rinorea,

mual, nyeri tenggorok, sulit menelan. Pada pemeriksaan tampak

Page 40: JUMP 1-7 Skenario Ke 3 Blok THT

faring, tonsil hiperemis, konjungtivitis (Adenovirus), maculopopular

rash di orofaring (Coxachievirus) , tidak menghasilkan eksudat

(Virus influenza, coxachievirus, dan cytomegalovirus), dan disertai

produksi eksudat yang banyak pada faring (Epstein Barr Virus).

Terapi :

Istirahat dan minum yang cukup. Kumur dengan air hangat.

Analgetika jika perlu dan tablet isap.

b. Faringitis bakterial

Disebabkan oleh infeksi grup A Streptokokus B hemolitikus.

Gejala dan tanda :

Nyeri kepala yang hebat, muntah, kadang-kadang disertai demam

dengan suhuh tinggi, jarang disertai batuk. Pada pemeriksaan tampak

tonsil membesar, faring dan tonsil hiperemis dan terdapat eksudat di

permukaannya. Beberapa hari kemudian timbul ercak petechiae pada

palatum dan faring. Kelenjar limfa leher anterior membesar, kenyal,

dan nyeri pada penekanan.

Terapi :

Antibiotuk, Kortikosterois, Analgetika dan kumur dengan air hangat

atau antiseptik.

c. Faringitis Fungal

Disebebkan oleh candida yang tumbuh di mukosa ronga mulut dan

faring

Gejala dan tanda :

Keluhan nyeri tenggorok dann yeri menelan. Pada pemeriksaan

tampak plak putih di orofaring dan mukosa faring lainnya hiperemis

Page 41: JUMP 1-7 Skenario Ke 3 Blok THT

Terapi :

Nystasin dan Analgetika

d. Faringitis gonorea

Hanya terdapat pada pasien yang melakukan kontak orogenital .

2. FARINGITIS KRONIS

Faktor predisposis proses radang kronik di faring ini ialah rinitis kronik,

sinusitis, iritasi kronik oleh roko, minum alkohol, inhalasi uanp dan

debu. Faktor lainnya adalah pasien yang biasa bernapas melalui mulut

karena hdungnya tersumbat.

a. Faringitis kronik hiperplasi

Gejala dan tanda :

Terjadi perubahan mukosa dinding posterior faring. Tampak kelejar

limfa di bwah mukosa faring dan lateral band hiperplasi. Pada

pemeriksaan tampakmukosa dinding posterior tidak rata dan

bergranular.

Gejala :

Pasien mengeluh mula-mula tenggorok kering gatal dan akhirnya

batuk yang berdahak.

Terapi :

Terapi lokal dengan melakukan kaustik faring dengan meakai zat

kimia larutan nitras argenti atau electro cauter. Pengobatan

simptomatis diberikan obat kumur tau tablt isap. Jika diperlukan

Page 42: JUMP 1-7 Skenario Ke 3 Blok THT

dapat diberikan obat batuk antitusif atau ekspektoran. Penyakit di

hidung dan sinus paranasal harus diobati

b. Faringitis kronik atrofi

Gejala dan tanda :

Sering timbul bersamaan dengan rinitris atrofi . pasien mengeluh

tenggorokan kering dan tebal serta mulut berbau. Pad apemeriksan

tampak mukosa faring ditutupi oleh lendir yang kental dan bila

diankat tampak mukosa kering.

Terapi :

Mengobati riitis atrofi dan ditambahkan dengan obat kumur serta

menjaga kebersihan rongga mulut.

3. FARINGITIS SPESIFIK

a. Faringitis leutika

Disebabkan oleh Treponema palidum dengan gambaran klinis sesuai

dengan stadiumnya.

Stadium primer : pada lidah, palatum mole, tonsil dan dinding

posterior faring berbentuk bercak keputihan.

Stadium sekunder : Eritema pada dinding faring yang menjalar ke

arah laring

Stadium tertier : terdapat guma

b. Faringitis tuberkulososis

Gejala dan tanda :

Anoreksia dan odinofagia, nyeri hebat tenggorok, nyeri telinga serta

pembesaran kelenjar limf servikal.

Page 43: JUMP 1-7 Skenario Ke 3 Blok THT

TONSILITIS

Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yangmerupakan bagian dari

cincin waldeyer. Dimana oenyebaran infeksi ini melalui udara, tangan, dan

ciuman.

1. TONSILITIS AKUT

a. Tonsilitis viral

Gejala dan tanda :

Menyerupai commond cols yang diserta rasa nyeri tenggorok.

Penyebab yang paling sering adalah virus Epstein Barr sedangkan

Hemofilus Influenzae merupakan penyebab tonsilitis akut

supuratif. Jika terjadi inffeksi virus oxschakie terdapat luka –lika

kecil pada palatum dan tonsil yang dirasakan sangat nyeri.

Terapi :

Istiraat, minum cukup, analgetika, dan antivirus diberikan bil

agejala berat.

b. Tonsilitis bakterial

Gejala dan tanda :

Disebabkan oleh kuman grup A Streptokokus B Hemolitikus.

Ditemukan nyeri tenggorok dan nyeri waktu menelan, demam

dengan suhhu tubuh yang tinggi,rasa lesu, otalgia, rasa nyeri di

sendi-sendi, dan tidak nafsu makan. Pada pemeriksaan didapatkan

tonsil bengkak, hiperemis, dan terdapat detritus berbentuk folikel,

lakuna atau tertutup membran semu. Kelenjar submandibula

membengkak dan nyeritekan.

Terapi :

Page 44: JUMP 1-7 Skenario Ke 3 Blok THT

Antibiotik spektrum luas, antipiretik, dan obat kumur yang

mengandung desinfektan

2. TONSILITIS MEMBRANOSA

a. Tonsilitis difteri

Gejala :

Gejala umum : subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan,

badan lemah, nadi lambat dan keluhan yeri telan

Gejala lokal :

Tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor yang makin

lama makin meluas dan bersatu membentuk membran semu.

Kelenjar limfa membengkak sedemikian besarnya

menyerupai bull neck atau burgemeester’s hals

Gejala akibat eksotoksin

Jantung terdapat miokarditis ampai decompensatio cordis,

mengenai saraf kranial menyebaban kelumpuhan otot

palatum dan otot-otot pernapasan, serta pada ginjal

menimbulkan albuminuria

Terapi :

Anti Difteri Serum (ADS), Antibiotik, kortikosteris, antipiretik

dan istirahat ditempat tidur selama 2-3 minggu.

b. Tonsilitis septik

Disebabkan oleh Streptokokus hemolitikus yang terdapat pada

susu ssapi sehingga dapat timbul epidemi.

c. Angina Plaut Vincent

Disebabkan oleh bakteri spirochaeta atau triponema yang

didapatkan penderita dengan higine mulut yang kurang dan

defisiensi vitamin C

Page 45: JUMP 1-7 Skenario Ke 3 Blok THT

Gejala dan tanda :

Demam sampai 39 C, nyeri kepala, badan lemah, gangguang

pencernaan, rasa nyeri dimulut, hiersalivasi,gigi dan

gusimudahberdarah. Mukosa mulut dan faring hiperemis, tampak

membran putih keabuandi atas tonsil, uvula, dinding faring, gusi

serta prosesus alveolaris, mulut berbau dan kelenjar submandibula

membesar

Terapi :

Antibiotika spektrum luas, memperbaiki higine mulut, vitamin C

dan vitamn B kompleks

d. Penyakit kelainan darah

Leukimia akut, angina agranulositosis, dan infeksi mononukleosis

3. TONSILITIS KRONIK

Faktor predisposis timbulnya tonsilitis kronik ialah rangsagan

menahun dariroko, beberapa jenis makanan, higin emulut yang buruk,

pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan tonsilitis akut yang

tidak adekuat. Kadang-kadang kumannya berubah menjadi kuman

golongan gram negatif.

Gejala dan tanda:

Tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata, kriptus melebar,

dan beberapa kripti terisi oleh deftritus. Rasa ada yang mengganjal di

tenggorok, dirasakan kering ditenggorok dan napas berbau..

Terapi :

Memperbaiki higine mulut dengan berkumur atau obat isap.

Tonsilektomi dilakukan bila terjadi infeksi berulang atau kronik,

gejala sumbatan serta kecurigaan neoplasma.

Page 46: JUMP 1-7 Skenario Ke 3 Blok THT

ABSES PERITONSIL/QOUINSY

Etiologi:

Proses ini terjadi sebagai komplikasi tonsillitis akut atau infeksi yang

bersumber dari kelenjar mucus weber di kutub atas tonsil. Biasanya kuman

penyebab sama dengan penyebab tonsilitisnya.

Patologi :

Daerah superior dan lateral fossa tonsilaris merupakan jaringan ikat

longgaroleh karena itu infiltrasi supurasi ke ruang potensial peritonsil sering

menempati daerah ini sehingga tampak palatum molle membengkak. Pada

stadium permulaan/infiltrate akan tampak permukaan hiperemis dan bila

berlanjut akan terjadi supurasi sehingga daerah tersebut jadi lebih lunak.

Bila proses meradang terjadi terus meerus akan menyebabkan iritasi pada m.

pterigoid interna dan menimbulkan trismus.

Gejala dan tanda:

Selain gejala dan tanda tonsillitis akut, juga terdapat odinofagia yang hebat,

biasanya sisi yang sama juga akan terjadi nyeri saat menelan, muntah, bau

mulut, banyak ludah, hot potato voice, pembesaran kelenjar limfe, dan

kadang trismus.

Terapi:

Pada stadium infiltrasi diberikan antibiotic golongan penisilin atau

klindamicin dan juga obat-abat simptomatik. Kumur dengan air hangat dan

kompres dingin juga bisa diterapkan. Bila telah terbentuk abses dilakukan

punsi pada daerah abses, kemudian diinsisi untuk mengeluarkan nanah.

Tempat insisi adalah ditempat paling menonjol dan lunak. Kemudian tidak

lupa pasien dianjurkan untuk operasi tonsilektomi dan kedua tindakan ini

bisa dilakukan bersama-sama. Pada umumnya tonsilektomi dikerjakan

setelah infeksi tenang yakni 2-3 minggu setelah drainase abses.

Page 47: JUMP 1-7 Skenario Ke 3 Blok THT

ABSES RETROPHARYNX

Penyakit ini biasa ditemukan pada anak berusia kurang dari 5 tahun. Hal

ini terjadi karena pada usia tersebut ruang retropharynx masih berisi

jaringan limfa. Pada usia 6 tahun kelenjar limfe ini akan mengalami atrofi.

Etiologi:

Keadaan yang dapat menyebabkan abses retropharynx adalah (1) ISPA

yang menyebakan limfadenitis retropharynx. (2) trauma dinding belakang

pharynx oleh benda asing atau tindakan medis. (3) tuberculosis vertebra

cervical bagian atas.

Gejala dan tanda:

Gejala umum berupa nyeri dan sukar menelan. Pada anak kecil nyeri

menyebabkan anak menangis terus menerus dan tidak mau makan dan

minum. Demam dan leher kaku juga sering terjadi pada kondisi ini.

Sumbatan oleh abses juga dapat menyebakan sesak dan gangguan

resonansi suara. Pada dinding belakang pharynx tampak benjolan yang

biasanya unilateral dan mukosa hiperemis.

Terapi:

Terapi abses retropharynx adalah dengan medikamentosa dan tindakan

bedah. Sebagai terapi medikamentosa diberikan obat antibiotic dosis

tinggi, untuk kuman aerob anaerob diberikan secara parenteral. Selain itu

dilakukan punsi dan insisi abses melalui laryngoskopi langsung dan posisi

pasien tredelenburg.