jump 7 fix kulit 1
DESCRIPTION
jump 7 bercak putihTRANSCRIPT
G. Langkah VII: Melaporkan, membahas, dan menata kembali informasi baru
yangdiperoleh
1. Bagaimana mekanisme terjadinya bercak putih?
Proses sintesis melanin:
Tirosin
Enzim tirosinase
L DOPA
DHI Dopaquinon Cysteinil DOPA
Dopachrome
Indol 5,6 quinon indole 5,6 quinon alanyl-hidroxy
benzothiazin
Carboxilic acid
DHI melanin DHICA melanin pheomelanin
Bercak putih dapat disebabkan oleh penghambatan enzim tirosinase (gagal
pembentukan granul melanin) serta kerusakan/ gangguan terbentuknya melanosit
(tidak ada aktivitas melanogenesis).
2. Kenapa bisa menyebar ke lengan?
Mycobacterium leprae merupakan salah satu jenis bakteri yang lipofilik atau
suka lemak. Jadi, di punggung dan lengan atas merupakan contoh dari bagian tubuh
yang kaya lemak, selain perut, paha, dan pantat. Hal ini mendorong mikroorganisme
lipofilik untuk dapat berkembang biak dengan baik. Punggung merupakan salah satu
tempat yang sangat rawan terkena infeksi kulit, karena merupakan bagian yang
tertutup dan cukup lembab karena sering berkeringat. Hal ini juga mendorong
pertumbuhan mikroorganisme yang awalnya normal menjadi mikroorganisme
pathogen (Gaitanis, 2012).
Gambar 1. Mekanisme Hipopigmentasi (Gaitanis, 2012)
Gambar 2. Proses Pembentukan Pigmen Warna Kulit Melanin (Videira, 2012)
3. Bagaimana hubungannya dengan onset?
Kuman M. Leprae dapat ditemukan di kulit, folikel rambut, kelenjar keringat, dan air
susu ibu, jarang ditemukan pada urin. Sputum dapat banak mengandung M. Leprae
yang berasal dari tractus respiratorius atas. Tempat implantasi tidak selalu menjadi
lesi pertama.
4. Apakah ada hubungan penyakit suami dengan istri?
Klasifikasi Ripley-Jopling pada penyakit kusta banyak dipakai pada bidang penelitian
yang mengelompokkan penyakit kusta menjadi 5 kelompok berdasarkan gambaran klinis,
bakteriologis,histopatologi, dan imunologis.
a. Tipe Tuberkuloid tuberkuloid (TT)
Lesi berupa bercak makuloanestetik dan hipopigmentasi yang terdapat di
semuatempat terutama pada wajah dan lengan, kecuali: ketiak, kulit kepala
(scalp),perineum dan selangkangan. Batas lesi jelas berbeda dengan warna kulit
disekitarnya.Hipopigmentasi merupakan gejala yang menonjol. Lesi dapat
mengalamipenyembuhan spontan atau dengan pengobatan selama tiga tahun.
b. Tipe Borderline Tuberkuloid (BT)
Gejala pada lepra tipe BT sama dengan tipe TT, tetapi lesi lebih kecil, tidak
disertai adamya kerontokan rambut, dan perubahan saraf hanya terjadi
pembengkakan.
c. Tipe Mid Borderline (BB)
Pada pemeriksaan bakteriologis ditemukan beberapa hasil, dan tes
leprominmemberikan hasil negatif. Lesi kulit berbentuk tidak teratur, terdapat satelit
yangmengelilingi lesi, dan distribusi lesi asimetris. Bagian tepi dari lesi tidak
dapatdibedakan dengan jelas terhadap daerah sekitarnya. Gejala-gejala ini disertai
adanyaadenopathi regional.
d. Tipe Borderline Lepromatous (BL)
Lesi pada tipe ini berupa macula dan nodul papula yang cenderung asimetris.
Kelainan syaraf timbul pada stadium lanjut. Tidak terdapat gambaran seperti
yangterjadi pada tipe lepromatous yaitu tidak disertai madarosis, keratitis, ulserasi
maupun facies leonine.
e. Tipe Lepromatosa (LL)
Lesi menyebar simetris, mengkilap berwarna keabu-abuan. Tidak ada
perubahan pada produksi kelenjar keringat, hanya sedikit perubahan sensasi. Pada
fase lanjut terjadi madarosis (rontok) dan wajah seperti singa, muka berbenjol-benjol
(facies leonine).
Dan berdasarkan klasifikasi WHO, penyakit Lepra dibagi menjadi dua
a. Tipe PB (Pausibasiler)
Kusta tipe PB adalah penderita kusta dengan Basil Tahan Asam (BTA) pada sediaan
apus, yakni tipe I (Indeterminate), TT (tuberculoid) dan BT (borderline tuberculoid)
menurut kriteria Ridley dan Jopling dan hanya mempunyai jumlah lesi antara 1-5
pada kulit. Kusta tipe PB adalah tipe kusta yang tidak menular.
b. Tipe MB (Multibasiler)
Kusta MB adalah semua penderita kuta tipe BB (mid borderline), BL (borderline
lepromatous) dan LL (lepromatosa) menurut kriteria Ridley dan Jopling dengan
jumlah lesi 6 atau lebih dan skin smear positif. Kusta tipe MB adalah tipe yang dapat
menular.
Suami dari penderita tergolong kusta tipe Lepromatosa di mana berdasarkan
klasifikasi WHO kusta tipe Lepromatosa ini merupakan kusta tipe Multibasiler yang
dapat menular.
5. Bagaimana mekanisme kerja, indikasi, kontraindikasi, efek samping, dan dosis
mikonazol?
Mikonazol
Mikonazol adalah obat antifungi golongan imidazol, yang dikembangkan pertama kali
oleh Janssen Pharmacetical, dan biasanya digunakan secara topikal (seperti kulit) atau
pada membranmukosa untuk mengobati infeksi yang disebabkan fungi.
Farmakologi
Mikonazol Nitrat memiliki aktivitas antifungi terhadap dermatofit dan khamir, serta
memiliki aktivitas antibakteri terhadap basil dan kokusgram positif. Mikonazol
melakukan penetrasi ke dinding sel fungi, mengubah membran sel dan memengaruhi
enzimintraseluler dan biosentesaergosterol
Indikasi
Dermatophytoses, Pityriasis (Tinea) Versicolor, Candidiasis Cutaneous (Kandidiasis
Kulit), Candidiasis Vulvovaginal
Dosis
DEWASA
Dermatophytoses
Topikal, terapkan sekali sehari selama 2 minggu.
Jika perbaikan klinis tidak terjadi setelah perawatan, mengevaluasi kembali diagnosis.
Kontraindikasi
Tidak boleh digunakan pada pasien yang alergi terhadap Mikonazol atau bahan
tambahan yang terdapat pada krim.
Efek samping
Biasanya krim Mikonazol Nitrat dapat ditoleransi dengan baik. Pada orang yang
terlalu sensitif (sangat jarang terjadi) dapat timbul iritasi dan hipersensitivitas kulit.
6. Apa obat yang diberikan ke suami?
Berdasarkan klasifikasi kusta oleh WHO untuk kepentingan rejimen MDT
oleh WHO (1997), maka suami mendapat terapi Rejimen MB dengan lesi kulit lebih
dari 5 buah. Rejimen terdiri dari: Rifampisin 600 mg sebulan sekali, dapson 100
mg/hari, ditambah klofazimin 300 mg sebulan sekali dan 50 mg/hari. Lama
pengobatan 1 tahun.
7. Bagaimana pemeriksaan penunjang istri?
Pemeriksaan penunjang : BTA (Z.N) untuk melihan bakteri dan morfologinya,
histopatologi (biopsi) untuk melihat stadiumnya, dan serologi (Mycobacterium leprae
Particle Agglutination), uji ELISA dan dipstik Mycobacterium leprae.
8. Apa diagnosis banding istri dan suami?
Kongenital
Sebagian orang sewaktu dilahirkan sudah mengalami gangguan pigmentasi, baik yang menyeluruh maupun yang Iokal.
Albinisme dan fenilketonuria diakibatkan oleh gangguan pada produksi melanin. Pada orang-orang albino, tidak didapatkan enzim tirosinase (tirosinase negatif), sehingga kulit dan rambut seIuruhnya menjadi berwarna putih, serta mata berwarna merah (juga terdapat depigmentasi pada iris). Penglihatan biasanya sangat terganggu, disertai dengan nistagmus.
Pada albinisme dengan tirosinase positif (di mana enzim tirosinase tidak bekerja baik), gambaran klinisnya tidak seberapa, dan warna kulit bertambah sejalan dengan makin bertambahnya usia. Akan tetapi, kanker kulit sering didapatkan pada kedua bentuk albinisme tersebut.
Albinisme juga melukiskan bagaimana pentingnya warna kulit: ada segolongan masyarakat yang menolak atau menganggap rendah orang albino, sedangkan pada golongan yang Iainnya mereka dianggap sebagai orang yang istimewa. Gangguan biokimiawi pada fenilketonuria menyebabkan berkurangnya tirosin yang merupakan prekursor melanin dan meningkatnya jumlah fenilalanin (yang menghambat tirosinase). Hal ini menyebabkan berkurangnya pigmentasi kulit, rambut. dan mata secara menyeluruh. Salah satu gejala utama dari sklerosfs tuberosa (epiloia) adalah makula hipopigmentasi. Sering terdapat dalam bentuk yang runcing (berbentuk seperti daun pohon fir), tetapi dapat juga dalam bentuk-bentuk yang aneh. MakuIa-makula semacam itu seringkali merupakan gejala pertama dari penyakit ini. Setiap bayi yang
PENYEBAB-PENYEBAB HIPOPIGMENTASI
Kongenital
Albinisme
Fenilketonuria
Sklerosis tuberosa
Nevi hipokromik
Didapat (Acquired)
Vitiligo
Sutton’s halo naevi
Lepra tipe tuberkuloid
Pitiriasis (tinea) versikolor
Pitiriasis alba
Liken sklerosus dan atrofikus
Obat-obatan dan zat-zat kimia:
Leukoderma okupasional yang timbul sendiri/iatrogenik
Hipopigmentasi pascaperadangan
menunjukkan gejala tersebut hendaknya diperiksa dengan menggunakan lampul Wood (makula dapat lebih mudah dilihat. Daerah-daerah pucat lokal yang identik dengan yang muncul pada kelainan ini dapat juga ditemukan tanpa adanya kelainan Iain, dan hal ini disebut dengan istilah nevi hipo- kromik.
Dldapat (Acquired)
Kelalnan hipopigmentasi didapat sering ditemukan, dan pada kullt yang lebih gelap dapat menjadl stigma tersendiri. Hal ini sebagian karena gambaran kulit dengan hipopigmentasi yang berbercak-bercak bukan hanya cerlihat sangat buruk dari sisi kosmetlk. tetapi luga karena bercak. bercak putlh tersebut dalam sebagian budaya dikaitkan sangat erat dengan lepra. Secara historis semua bercak putih mungkin dapat dlklasifikasikan sebagai lepra: Naaman (yang disembuhkan darl ‘lepra’ sesudah dimandikan di sungai jo dan (2 Raja-raja 5: 1—14)) mungkin sebenarnya penderita vitiligo.
Vitiligo adalah penyebab yang paling penting dari timbulnya bercak-bercak pucat pada kulit. Hal yang terjadi pada kulit penderita vitiligo adalah depigmentasi, bukan hipopigmentasi, walaupun dalam progresinya tidak selalu sempurna.
Secara khas terjadi hilangnya pigmen secara penuh pada kulit yang sesungguhnya normal. Bercak-bercak bisa saja berukuran kecil, tetapi biasanya menjadi cukup besar, dan bentuknya sering tidak teratur. Depigmentasi bisa menyebar luas ke seluruh tubuh. Walaupun vitiligo bisa terjadi di mana saja, tetapi sering terjadi secara benar—benar simetris pada kulit tangan, di sekitar mulut, dan di sekitar mata.
Patofisiologi kelainan ini masih sedikit sekali yang dipahami. Melanosit pada bercak-bercak awal masih ada, tetapi tidak memproduksi melanin. Selanjutnya melanosit menjadi hilang sama sekali. kecuali pada tempat yang dalam di sekitar folikel rambut. Vitiligo mungkin juga merupakan proses autoimun di mana terdapat peningkatan autoantibodi yang spesifik organ (sebagaimana pada alopesia areata, yang mungkin terjadi bersamaan dengan vitiligo).
Pengobatan biasanya tidak bisa memberikan hasil yang memuaskan. Sebagian ahli menganjurkan pemakaian steroid topikal, sedangkan PUVA banyak memberikan hasil. Kamuflase kosmetik mungkin dapat bermanfaat. Pada musim panas hendaknya digunakan tabir surya, karena daerah-daerah vitiligo tidak akan menjadi coklat.
Kadang-kadang, khususnya pada anak- anak, dapat terjadi repigmentasi spontan pada beberapa tempat Tetapi hal ini jarang terjadi pada orang dewasa dan juga pada bagian kulit yang telah lama mengalami depigmentasi. Repigmentasi, bila memang terjadi, sering diawali dengan timbulnya bintik-bintik kecil di tempat yang sama dengan folike| rambut. Gambaran serupa bisa didapatkan pada Sutton’s halo nae- vus.
Beberapa stigma yang berkaitan dengan hipopigmentasi yang disebabkan oleh lepra tipe tuberkuloid juga merupakan penyebab timbulnya kelainan ini. Bercak hipopigmentasi kulit (biasanya soliter) juga menunjukkan terjadinya penurunan sensasi. Bercak-bercak pucat juga dapat dilihat pada tahap yang sangat dini: oleh karena itu, disebut dengan lepra ‘indeterminate’.
Organisme penyebab pitiriasis versikolor mengeluarkan sekresi asam azelat. Hal ini menyebabkan timbul-nya hipopigmentasi, terutama' sesudah terkena paparan sinar matahari.
Pitiriasis alba (suatu eksema derajat rendah) merupakan penyebab hipopigmentasi yang sangat umum pada anak-anak, terutama pada kulit yang berwarna gelap. Bercak-bercak pucat dengan sedikit skuama pada permukaan kulit tampak pada wajah dan lengan atas. Kelainan ini biasanya memberi respons (walaupun pelan-pelan) terhadap pemakaian pelembap, tetapi mungkin juga membutuhkan steroid topikal yang ringan. Ada kecenderungan menghilang pada saat pubertas.
Liken sklerosis dan atrofik biasanya menyerang genitalia. Jika terjadi pada bagian tubuh Iain, kelainan itu disebut juga dengan ‘penyakit bintik putih (white spot disease)’.
Obat-obatan dan zat-zat kimia dapat menyebabkan hilangnya pigmen kulit. Hal ini dapat terjadi akibat zat-zat yang di- gunakan dalam pekerjaan, tetapi yang paling sering menjadi penyebab adalah krim pemucih kulit, yang dijual terucama di masyarakat Afro-Karibia dan Asia. Kandungan yang aktif biasanya adalah hidrokinon, yang dapat digunakan untuk terapi.
Banyak kelainan kulit dengan peradangan dapat menyebabkan timbulnya hipopigmentasi sekunder atau pascaperadangan, akibat adanya gangguan pada keutuhan epidermis dan sistem produksi melanin: baik eksema maupun psoriasis bila menghilang dapat meninggalkan bekas berupa hipopigmennasi temporer. Akan tetapi. peradangan dapat menghancurkan semua melanosit: pada jaringan parut, sesudah terjadi Iuka bakar dan pada tempat-tempat yang diobati dengan krioterapi (hal ini merupakan dasar darl membuat cap dengan cara pembekuan (freeze branding).
9. Bagaimana tatalaksana pada istri?
Tujuan utama penatalaksanaan Morbus Hansen adalah menyembuhkan pasien Morbus
Hansen dan mencegah timbulnya cacar serta memutuskan mata rantai penularan dari
pasien Morbus Hansen terutama tipe yang menular pada orang lain intuk menurunkan
insiden penyakit. Terapi yang dapat diberikan pada istri sesuai dengan tipe penyakit
Morbus Hansen istri dimana menurut WHO yaitu dengan rifampisin 600 mg ditambah
ofloksasin 400 mg dan minosiklin 100 mg dosis tunggal.
10. Apa faktor risiko penyakit yang dialami istri?
Penderita kemungkinan tertular karena berhubungan dekat dengan suaminya yang
terinfeksi Infeksi juga mungkin ditularkan melalui tanah, armadillo, kutu busuk dan
nyamuk. Sekitar 95% orang yang terpapar oleh bakteri lepra tidak menderita lepra
karena sistem kekebalannya berhasil melawan infeksi. Infeksi dapat terjadi pada
semua umur, paling sering mulai dari usia 20an dan 30an.
11. Bagaimana etiologi, epidemiologi, prognosis, komplikasi penyakit istri?
Morbus Hansen
Morbus hansen merupakan infeksi kronis Mycobacterium leprae (basil gram +).
Anak-anak lebih rentan daripada dewasa, frekuensi tertinggi pada umur 25-35 tahun.
Hal ini disebabkan oleh proses metabolisme Mycobacterium leprae yang
menghasilkan zat toksik terhadap pigmen melanin dan menyebabkan gangguan
pembentukan melanin sehingga terjadi hipopigmentasi. Gejala klinis: bercak putih
halus, membesar, meluas, hipopigmentasi/eritem, kelainan pertumbuhan rambut (alis
dan rambut kadang rontok), dan terdapat kelainan saraf (kesemutan, susah
menggerakkan bagian tubuh).
Klasifikasi Morbus Hansen
Klasifikasi morbus Hansen terbagi 2 yaitu menurut Ridley dan Jopling dengan
tipe atau bentuk : Tuberkuloid Polar (TT), BorderlineTuberkuloid (BT), Mid
Borderline (BB), Borderline Lepromatosa (BL), Lepramatosa Polar (LL). Tipe polar
(TT dan LL) merupakan tipe yang stabil, yakni tidak mungkin berubah tipe.
Sedangkan tipe morbus Hansen menurut WHO yaitu : tipe pausibasiler dan
multibasiler. Multibasiler berarti mengandung banyak kuman yaitu BB, BL, dan LL,
sedangkan pausibasiler mengandung sedikit kuman yaitu tipe TT dan BT.
Bila M. leprae masuk ke dalam tubuh seseroang, dapat timbul gejala klinis
sesuai dengan Sistem Imunitas Seluler (SIS) penderita. Bila SIS bak akan tampak
gambaran klinis ke arah tuberkuloid, sebaliknya SIS rendah memberikan gambaran
lepromatosa.
Kusta bentuk kering (tipe tuberkuloid) merupakan bentuk yang tidak menular.
Kelainan kulit berupa bercak keputihan sebesar uang logam atau lebih, jumlahnya
biasanya hanya beberapa, sering di pipi, punggung, pantat, paha atau lengan. Bercak
tampak kering, perasaan kulit hilang sama sekali, kadang-kadang tepinya meninggi.
Pada tipe ini lebih sering didapatkan kelainan urat saraf tepi pada, sering gejala kulit
tak begitu menonjol tetapi gangguan saraf lebih jelas. Komplikasi saraf serta
kecacatan relatif lebih sering terjadi dan timbul lebih awal daripada bentuk basah.
Pemeriksaan bakteriologis sering kali negatif, berarti tidak ditemukan adanya kuman
penyebab. Bentuk ini merupakan yang paling banyak didapatkan di indonesia dan
terjadi pada orang yang daya tahan tubuhnya terhadap kuman kusta cukup tinggi.
Kusta bentuk basah(tipe lepromatosa) Merupakan bentuk menular karena
banyak kuman dapat ditemukan baik di selaput lendir hidung, kulit maupun organ
tubuh lain.. Jumlahnya lebih sedikit dibandingkan kusta bentuk kering dan terjadi
pada orang yang daya tahan tubuhnya rendah dalam menghadapi kuman kusta.
Kelainan kulit bisa berupa bercak kamarahan, bisa kecil-kecil dan tersebar diseluruh
badan ataupun sebagai penebalan kulit yang luas (infiltrat) yang tampak mengkilap
dan berminyak. Bila juga sebagai benjolan-benjolan merah sebesar biji jagung yang
sebesar di badan, muka dan daun telinga. Sering disertai rontoknya alis mata,
menebalnya cuping telinga dan kadang-kadang terjadi hidung pelana karena rusaknya
tulang rawan hidung. Kecacatan pada bentuk ini umumnya terjadi pada fase lanjut
dari perjalanan penyakit. Pada bentuk yang parah bisa terjadi ”muka singa” (facies
leonina).
Tabel 1. Diagnosis klinis menurut WHO (1995)
Kelainan kulit dan
hasil pemeriksaan
bakteriologis
PB MB
1. Lesi kulit
(makula datar,
papul yang
meninggi, nodus)
1. 1-5 lesi-
hipopigmentasi
/ eritema
2. distribusi tidak
semetris
3. hilangnya
sensasi yang
Jelas
1. > 5
lesi- distribusi
lebih simetris
2. hilangnya
sensasi kurang
jelas
1. Kerusakan saraf
(menyebabkan
hilangnya senses/
1. Hanya satu
cabang saraf
-
kelemahan otot
yang dipersarafi
oleh saraf yang
terkena)
PB (Pausibasilar) MB (Multibasilar)
Lesi Kulit (macula
yang datar, papul
yang meninggi,
infiltrate, plak
eritem, nodus)
1-5 Lesi
Hipopigmentasi
Distribusi tidak
simetris
>5 Lesi
Distribusi Lebih
simetris
Kerusakan Saraf
(menyebabkan
hilangnya sensasi /
kelemahan otot
yang dipersarafi
oleh saraf yang
terkena)
Hilangnya sensasi
yang jelas
Hanya satu cabang
saraf
Hilangnya sensasi
kurang jelas
Banyak cabang
saraf
BTA Negatif Positif
Tipe
Indeterminate (I),
Tuberkuloid (T),
Borderline
Tuberkuloid (BT)
Lepromatosa (LL),
Borderline
Lepromatosa (BL),
Mid Borderline
(BB)
Perbandingan gejala klinik Morbus-Hansen Pausibasilar dan Multibasilar disajikan
dalam table berikut :
Gejala Klinik Morbus-Hansen Pausibaslar :
Karakteristi
kTuberkuloid
Borderline
TuberkuloidIndeterminate
Lesi
Tipe
Macula atau
macula
dibatasi
infiltrate
Macula
dibatasi
infiltrate
Macula
JumlahSatu atau
beberapa
Satu dengan
lesi satelit
Satu atau
beberapa
Distribusi
Terlokasi
dan
asimetris
Asimetris Bervariasi
PermukaanKering,
Skuama
Kering,
Skuama
Dapat halus
agak berkilat
Sensibilitas Hilang HilangAgak
terganggu
BTA
Pada Lesi
kulit
Negatif Negatif atau
1+
Biasanya
negatif
Tes
Lepromin
Positif Kuat
(3+)
Positif (2+) Meragukan
Gejala Klinik Morbus-Hansen Multibasilar :
Karakteristi
kLepromatosa
Borderline
Lepromatosa
Mid-
Borderline
Lesi
Tipe
Macula,
infiltrate,
difus, papul,
nodus
Macula,
Plak, Papul
Plak, Lesi
bentuk
kubah, lesi
punched out
Jumlah
Banyak
distribusi
luas, praktis
tidak ada
kulit sehat
Banyak tapi
kulit sehat
masih ada
Beberapa,
kulit sehat
(+)
Distribusi SimetrisCenderung
SimetrisAsimetris
PermukaanHalus dan
berkilap
Halus dan
berkilap
Sedikit
berkilap,
beberapa
lesi kering
SensibilitasTidak
terganggu
Sedikit
berkurangBerkurang
BTA
Pada Lesi
kulit
Banyak Banyak Agak
banyak
Pada
Hembusan
Hidung
Banyak Biasanya
tidak ada
Tidak ada
Tes
Lepromin
Negatif Negatif Biasanya
Negatif
Indeks Bakteri (IB) :
0 bila tidak ada BTA dalam 100 lapang pandang (LP)
1+ bila 1-10 BTA dalam 100 LP
2+ bila 1-10 BTA dalam 10 LP
3+ bila 1-10 BTA rata-rata dalam 1 LP
4+ bila 11-100 BTA rata-rata dalam 1 LP
5+ bila 101-1000 BTA rata-rata dalam 1 LP
6+ bila > 1000 BTA rata-rata dalam 1 LP
Epidemiologi Lepra (Smith, 2014)
a. Tersebar merata di seluruh dunia, namun di tahun 1800an sudah tidak ditemukan
kasus di Northen Europe dan North America. Saat ini kebanyakan terjadi di negara
tropis.
b. Prevalensi lebih tinggi pada pria dibanding wanita yaitu 1,5:1. Namun, di beberapa
bagian Afrika, prevalensi antara pria dan wanita adalah sama.
c. Lepra dapat terjadi di segala umur, tetapi kejadian tertinggi pada usia 10 tahun yaitu
20% kasus. Sementara pada bayi kejadiaanya sangat jarang, meskipun bayi memiliki
faktor risiko lebih tinggi yang didapat dari Ibu, terutama pada kasus lepromatous
leprosy atau midborderline leprosy.
Cara penularan
Cara penularan yang pasti belum diketahui, tetapi menurut sebagian besar ahli
melalui saluran pernapasan (inhalasi) dan kulit (kontak langsung yang lama dan erat).
Kuman mencapai permukaan kulit melalui folikel rambut, kelenjar keringat, dan
diduga juga melalui air susu ibu. Tempat implantasi tidak selalu menjadi tempat lesi
pertama, cara penularan melalui kontak langsung maupun tidak langsung, melalui
kulit yang ada lukanya atau lecet, dengan kontak yang lama dan berulang-ulang.
Anggota keluarga yang tinggal serumah dengan penderita mempunyai resiko tertular
lebih besar.
Komplikasi (Reaksi) Kusta
Reaksi kusta adalah interupsi dengan episode akut pada perjalanan penyakit
yang sebenarnya sangat kronik. Adapun patofisiologinya belum diketahui dengan
pasti sampai saat ini. Mengenai patofisiologi yang belum jelas tersebut akan
diterangkan secara imunologik. Dimana reaksi imun tubuh kita dapat menguntungkan
dan merugikan yang disebut reaksi imun patologik dan reaksi kusta tergolong di
dalamnya. Reaksi kusta dapat dibedakan menjadi eritema nodosum leprosum (ENL)
dan reaksi reversal atau reaksi upgrading.
ENL terutama timbul pada tipe lepromatosa polar dan dapat pula pada BL,
berarti makin tinggi tingkat multibasilarny makin besar kemungkinanan timbulnya
ENL. Secara imunopatologis, ENL termasuk respon imun humoral, berupa fenomena
kompelks imun akibat reaksi antara antigen M leprae + antibodi (IgM & IgG) +
komplemen yang kemudian akan menghasilkan komplek imun. Dengan terbentuknya
kompleks imun ini maka ENL termasuk di dalam golongan penyakit komplek imun.
Kadar antibodi imunoglobulin penderita kusta lepromatosa lebih tinggi daripada tipe
tuberkuloid. Hal ini terjadi oleh karena pada tipe lepromatosa jumlah kuman jauh
lebig banyak daripada tipe tuberkuloid. ENL lebih banyak terjadi pada saat pengobata.
Hal ini terjadi karena banyak kuman kusta yang mati dan hancur yang kemudian
kuman – kuman lepra ini akan menjadi antigen, dengan demikian akan meningkatkan
terbentuknya komplek imun. Kompleks imun ini terus beredar dalam sirkulasi darah
yang akhirnya dapat mengendap dan melibatkan berbagai organ.
Pada kulit akan timbul gejala klinis yang berupa nodus eritema, dan nyeri
dengan tempat predileksi di lengan dan tungkai. Bila mengenai organ lain dapat
mengakibatkan gejala seperti iridosiklitis, neuritis akut, limfadenitis, arthritis, orkitis,
dan nefritis akut dengan adanya proteinuria. ENL dapat disertai gejala konstitusi dari
ringan sampai berat yang dapat diterangkan secara imunologik.
Pada reaksi ENL tidak terjadi perubahan tipe kusta, lain halnya dengan reaksi
reversal yang terjadi pada kusta tipe borderline (Li, BL, BB, BT, Ti) sehingga dapat
disebut reaksi borderline. Yang memegang pernanan utama dalam reaksi kusta ini
adalah sistem imunitas seluler, yaitu bila terjadi peningkatan SIS yang mendadak.
Meskipun faktor pencetusnya belum diketahui pasti, diperkirakan ada hubungannya
dengan reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Reaksi peradangan terjadi pada tempat-
tempat kuman M leprae berada, yaitu pada saraf dan kulit, umumnya terjadi pada
pengobatan 6 bulan pertama. Neuritis akut dapat menyebabkan kerusakan saraf secara
mendadak, oleh karena itu memerlukan pengobatan segera yang memadai. Seperti
yang sudah dijelaskan di atas yang memiliki peranan untuk menentukan tipe kusta
adalah SIS. Tipe kusta yang termasuk borderline ini dapat berubah menjadi tipe TT
dan LL dengan mengikuti naik turunnya SIS, sebab setiap perubahan tipe selalu
terjadi perubahan SIS juga. Begitu pula reaksi reversal terjadi perpindahan tipe ke
arah TT dengan disertai peningkatan SIS hanya bedanya dengan cara mendadak dan
cepat. Penggunaan istilah downgrading untuk reaksi kusta saat ini sudah hampir tidak
pernah digunakan lagi, downgrading merupakan kata yang menggambarkan proses
perubahan ke arah lepromatosa.
Gejala klinis reaksi reversal ialah umumnya sebagian atau seluruh lesi yang
telah ada bertambah aktif dan atau timbul lesi baru dalam waktu yang relatif singkat.
Artinya lesi hipopigmentasi menjadi eritema menjadi eritematosa, lesi makula
menjadi infiltrat, lesi infiltrat semakin infiltrat lagi, dan lesi lama menjadi bertambah
luas. Adanya gejala neuritis akut perlu diperhatikan karena sangat menentukan
prognosis dari pengobatan, bila ada neuritis maka penggunaan kortikosteroid
diperlukan untuk mengurangi reaksi peradangan.