skenario 1 b6

Upload: rahayu233

Post on 18-Jul-2015

291 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Diabetes Melitus

TRANSCRIPT

SKENARIO 1

BOROK DI KAKI

Kelompok B-6Ketua: Riani Putri Sekretaris: Rahayu Mentari Effendi Pritta Devika Ratna Sari Sarastania Oktatriana Shirin Syailandira Umri Tugas Mahardhika Wan Maulina Okmaladewi Wulan Dita Pratiwi Sam UNIVERSITAS YARSI FAKULTAS KEDOKTERAN TAHUN PELAJARAN 2011-2012 (1102009243) (1102009233) (1102009169) (1102009221) (1102009237) (1102008228) (1102009264) (1102007280) (1102008260) (1102009304)

( Skenario 1 B-6)

Page 1

Skenario 1

Borok di kakiSeorang pria 50 tahun datang berobat ke Poliklinik dengan keluhan borok di punggung kaki kanan yang tidak sembuh-sembuh sejak 2 minggu yang lalu. Pada awalnya luka hanya berupa bisul kecil, namun kemudian dipencet oleh pasien sehingga 1 minggu yang lalu bisul semakin membesar, bernanah dan berbau busuk. Akibat adanya luka tersebut, pasien menjadi ragu untuk melaksanakan sholat. Sejak 2 tahun yang lalu sudah menderita diabetes melitus, tetapi tidak teratur mengkonsumsi obat. Sedangkan keluhan kaki sering kesemutan dan baal sudah dirasakan sejak 3 bulan yang lalu. Pada pemeriksaan fisik didapatkan: Kesadaran : komposmentis Tekanan darah (empat ekstremitas) : 130/80 mmHg Frekuensi nadi : 100 x/menit Frekuensi napas : 24 x/menit tidak dalam Suhu : 38,5 C BB : 80 kg TB : 165 cm IMT : 29,38 kg/m2 Jantung dan paru : dalam batas normal Abdomen : dalam batas normal Status lokalis : Dorsum pedis dextra : Inspeksi : ulkus pucat kemerahan berukuran 5x6x2 cm, tepi tidak teratur, mengeluarkan pus brwarna kuning dan berbau busuk Palpasi : rasa raba (-), nyeri tekan (-), krepitasi (-), tidak terasa nyeri walau luka ditusuk dengan jarum Ankle Brachial Index 1,0 Pemeriksaan EKG : irama sinus QRS rate 100x, normoaksis, PR interval 0,18, RVH dan LVH tidak ada. Perubahan segmen ST atau T tidak ada. Foto toraks PA : cor dan pulmo dalam batas normal Foto pedis dextra AP/lateral : gambaran perkabutan soft tissue (-), tanda osteomielitis (-), gas gangrene (-) Pemeriksaan laboratorium Darah rutin : lekositosis Gula darah sewaktu : hiperglikemi Reduksi urin : (+) Keton urin : (-) Protein urin : (-) Dokter menyimpulkan pasien menderita DM tipe 2 dengan ulkus kaki diabetik di dorsum pedis dextra dan menyarankan pasien untuk dirawat kemudian dikonsulkan ke bagian penyakit dalam, bedah, saraf, gigi, mata dan gizi serta pemeriksaan lain untuk memastikan diagnosis dan pengobatan lebih lanjut.( Skenario 1 B-6) Page 2

HIPOTESIS Diabetes melitus adalah suatu penyakit gangguan metabolik di mana kadar gula dalam darah seseorang menjadi tinggi karena gula dalam darah tidak dapat digunakan oleh tubuh. Dengan gejala poliphagia, polidipsia, poliuria. Komplikasi jangka panjang termasuk penyakit kardiovaskular (risiko ganda), kegagalan kronis ginjal (penyebab utama dialisis), kerusakan retina yang dapat menyebabkan kebutaan, serta kerusakan saraf yang dapat menyebabkan impotensi dan gangren dengan risiko amputasi. Komplikasi yang lebih serius lebih umum bila kontrol kadar gula darah buruk.

( Skenario 1 B-6)

Page 3

SASARAN BELAJAR 1. Memahami dan menjelaskan anatomi makroskopis dan mikroskopik kelenjar pankreas 1.1 menjelaskan letak, perdarahan, dan persyarafan kelenjar pankreas 1.2 menjelaskan lapisan serta tipe-tipe sel pada kelenjar pankreas 2. Memahami dan menjelaskan aspek insulin pada tubuh manusia 3. Memahami dan menjelaskan aspek biokimia insulin pada tubuh manusia 4. Memahami dan menjelaskan diabetes melitus 4.1 menjelaskan epidemiologi diabetes melitus 4.2 menjelaskan klasifikasi diabetes melitus 4.3 menjelaskan etiologi diabetes melitus 4.4 menjelskan patofisiologi diabetes melitus 4.5 menjelskan patogenesis diabetes melitus 4.6 menjelaskan manifestasi klinis diabetes melitus 5. Memahami dan menjelaskan diagnosis diabetes melitus 5.1 menjelaskan anamnesis pada diabetes melitus 5.2 menjelaskan pemeriksaan fisik diabetes melitus 5.3 menjelaskan pemeriksaan penunjang diabetes melitus 5.4 menjelaskan diagnosis banding pada diabetes melitus 6. Memahami dan menjelaskan penatalaksanaan diabetes melitus 6.1 menjelaskan non farmakoterapi penatalaksanaan diabetes melitus 6.2 menjelaskan farmakokinetik obat-obat penatalaksanaan diabetes melitus 6.3 menjelaskan farmakodinamik obat-obat penatalaksanaan diabetes melitus 6.4 menjelaskan kontraindikasi obat-obat penatalaksanaan diabetes melitus 6.5 menjelaskan efek samping obat-obat penatalaksanaan diabetes melitus 6.6 menjelaskan komplikasi diabetes melitus 6.7 menjelaskan prognosis diabetes melitus 6.8 menjelaskan pencegahan diabetes melitus 7. Memahami dan menjelaskan tentang kenajisan darah dan nanah

( Skenario 1 B-6)

Page 4

1. Memahami dan menjelaskan anatomi makroskopis dan mikroskopik kelenjar pankreas 1.1 Menjelaskan letak, perdarahan, dan persyarafan kelenjar pankreas

Pankreas merupakan suatu organ berupa kelenjar dengan panjang dan tebal sekitar 12,5 cm dan tebal + 2,5 cm (pada manusia). Pankreas terbentang dari atas sampai ke lengkungan besar dari perut dan biasanya dihubungkan oleh dua saluran ke duodenum (usus 12 jari), terletak pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum sehingga termasuk organ retroperitonial kecuali bagian kecil caudanya yang terletak dalam ligamentum lienorenalis. Strukturnya lunak dan berlobulus. (Ethel, 2004) 1. Bagian Pankreas Pankreas dapat dibagi ke dalam: *Caput Pancreatis, berbentuk seperti cakram dan terletak di dalam bagian cekung duodenum. Sebagian caput meluas di kiri di belakang arteri dan vena mesenterica superior serta dinamakan Processus Uncinatus. *Collum Pancreatis merupakan bagian pancreas yang mengecil dan menghubungkan caput dan corpus pancreatis. Collum pancreatis terletak di depan pangkal vena portae hepatis dan tempat dipercabangkannya arteria mesenterica superior dari aorta. *Corpus Pancreatis berjalan ke atas dan kiri, menyilang garis tengah. Pada potongan melintang sedikit berbentuk segitiga. *Cauda Pancreatis berjalan ke depan menuju ligamentum lienorenalis dan mengadakan hubungan dengan hilum lienale. 2. Batas-batas *Anterior : dari kanan ke kiri : colon transversum dan perlekatan mesocolon transversum, bursa omentalis dan lambung. *Posterior : dari kanan ke kiri : duktus koledokus, v. porta dan v. lienalis, v. cava inferior, aorta, pangkal a. mesentrika superior, m. psoas sinistra, kelenjar suprarenal sinistra, ginjal sinistra dan hilus limpa.

( Skenario 1 B-6)

Page 5

3. Hubungan *Ke anterior: Dari kanan ke kiri: colon transversum dan perlekatan mesocolon transversum, bursa omentalis, dan gaster. *Ke posterior: Dari kanan ke kiri: ductus choledochus, vena portae hepatis dan vena lienalis, vena cava inferior, aorta, pangkal arteria mesenterica superior, musculus psoas major sinistra, glandula suprarenalis sinistra, ren sinister, dan hilum lienale. 4. Vaskularisasi a. Arteriae *A.pancreaticoduodenalis superior (cabang A.gastroduodenalis ) *A.pancreaticoduodenalis inferior (cabang A.mesenterica cranialis) *A.pancreatica magna dan A.pancretica caudalis dan inferior cabang A.lienalis b.Venae *Venae yang sesuai dengan arteriaenya mengalirkan darah ke sistem porta. 4. Aliran Limfatik Kelenjar limfe terletak di sepanjang arteria yang mendarahi kelenjar. Pembuluh eferen akhirnya mengalirkan cairan limfe ke nodi limfe coeliaci dan mesenterica superior. 5. Persyarafan Berasal dari serabut-serabut saraf simpatis (ganglion seliaca) dan parasimpatis (vagus). 6. Ductus Pancreaticus *Ductus Pancreaticus Mayor (Wirsungi) Mulai dari cauda dan berjalan di sepanjang kelenjar menuju ke caput, menerima banyak cabang pada perjalanannya. Ductus ini bermuara ke pars desendens duodenum di sekitar pertengahannya bergabung dengan ductus choledochus membentuk papilla duodeni mayorVateri. Kadang-kadang muara ductus pancreaticus di duodenum terpisah dari ductus choledochus. (Ben, 2010) *Ductus Pancreaticus Minor (Santorini) Mengalirkan getah pancreas dari bagian atas caput pancreas dan kemudian bermuara ke duodenum sedikit di atas muara ductus pancreaticus pada papilla duodeni minor. *Ductus Choleochus et Ductus Pancreaticus Ductus choledochus bersama dengan ductus pancreaticus bermuara ke dalam suatu rongga, yaitu ampulla hepatopancreatica (pada kuda). Ampulla ini terdapat di dalam suatu tonjolan tunica mukosa duodenum, yaitu papilla duodeni major. Pada ujung papilla itu terdapat muara ampulla. 1.2 Menjelaskan lapisan serta tipe-tipe sel pada kelenjar pankreas Pankreas berperan sebagai kelenjar eksokrin dan endokrin. Kedua fungsi tersebut dilakukan oleh sel-sel yang berbeda. (Ronald, 1996) Bagian endokrin pankreas, yaitu Pulau Langerhans, tersebar di seluruh pankreas dan tampak sebagai massa bundar, tidak teratur, terdiri atas sel pucat dengan banyak pembuluh darah yang berukuran 76175 mm dan berdiameter 20 sampai 300 mikron tersebar di seluruh pankreas, walaupun lebih banyak ditemukan di ekor daripada kepala dan badan pankreas (Juiqueira, 2007). Pulau ini dipisahkan oleh jaringan retikular tipis dari jaringan eksokrin di sekitarnya dengan sedikit serat-serat retikulin di dalam pulau. Sel-sel ini membentuk sekitar 1% dari total jaringan pankreas.( Skenario 1 B-6) Page 6

Pada manusia, pulau Langerhans terdapat sekitar 1-2 juta pulau. Masing-masing memiliki pasokan darah yang besar. Darah dari pulau Langerhans mengalir ke vena hepatika. Sel-sel dalam pulau dapat dibagi menjadi beberapa jenis bergantung pada sifat pewarnaan dan morfologinya. Dengan pewarnaan khusus, sel-sel pulau Langerhans terdiri dari empat macam: 1. Sel Alfa, sebagai penghasil hormon glukagon. Terletak di tepi pulau, mengandung gelembung sekretoris dengan ukuran 250nm, dan batas inti kadang tidak teratur. 2. Sel Beta, sebagai penghasil hormon insulin. Sel ini merupakan sel terbanyak dan membentuk 60-70% sel dalam pulau. Sel beta terletak di bagian lebih dalam atau lebih di pusat pulau, mengandung kristaloid romboid atau poligonal di tengah, dan mitokondria kecil bundar dan banyak. 3. Sel Delta, mensekresikan hormon somatostatin. Terletak di bagian mana saja dari pulau, umumnya berdekatan dengan sel A, dan mengandung gelembung sekretoris ukuran 300350 nm dengan granula homogen. 4. Sel F, mensekresikan polipeptida pankreas. Pulau yang kaya akan sel F berasal dari tonjolan pankreas ventral. (Juiqueira, 2007) 2. Memahami dan menjelaskan aspek fisiologi insulin di dalam tubuh manusia a. sintesis pro insulin Preprohomon insulin merupakan prekursor yang lebih besar terdapat rangkaian pra atau rangkaian pemandu dengan 32 asam amino bersifat hidrofobik yang mengarahkan molekul tersebut ke dalam Retikulum Endoplasma kasar. Di dalam RE kasar dihasilkan molekul proinsulin yamg memperlihatkan adanya jembatan disulfida pada peptida C rantai A dan peptida C rantai B. (Sherwood, 2004) b. sintesis insulin molekul proinsulin yang diproduksi oleh RE kasar kemudian diangkut ke aparatus golgi. Di aparatus golgi terjadi proteolisis dan pengemasan ke dalam bentuk granul sekretorik. 95% proinsulin diubah menjadi insulin dengan memecah molekul proinsulin pada rantai peptida penghubung sehingga hanya tersisa rantai A dan rantai B beserta jembatan disulfidanya. Granul tersebut dibawa ke membran plasma melintasi sitoplasma (Ganong, 2008). Dengan adanya rangsangan granul yang telah matur akan menyatu dengan membran plasma dan mengeluarkan isinya ke dalam cairan ekstrasel melalui proses eksositosis. Efek Insulin pada tubuh 1. Efek pada karbohidrat Fungsi pankreas yang paling utama adalah menjaga homeostasis glukosa darah. Konsentrasi glukosa darah ditentukan oleh keseimbangan yang ada antara proses-proses berikut: *Penyerapan glukosa dari saluran pencernaan *Transportasi glukosa ke dalam sel *Pembentukan glukosa oleh sel (terutama di hati) *Ekskresi glukosa di urine (keadaan abnormal) Insulin memiliki empat efek yang dapat menurunkan kadar gula darah dan meningkatkan penyimpanan karbohidrat:

( Skenario 1 B-6)

Page 7

a. Insulin mempermudah masuknya glukosa ke dalam sebagian besar sel. Molekul glukosa tidak mudah menembus membran sel tanpa adanya insulin. Insulin meningkatkan mekanisme difusi terfasilitasi glukosa ke dalam sel-sel tergantung insulin melalui fenomena transporter recruitment. Glukosa dapat masuk ke dalam sel hanya melalui pembawa di membran plasma yang dikenal sebagai glucosa transporter. Beberapa jaringan tidak tergantung insulin, yaitu otak, otot yang aktif, dan hati. Insulin meningkatkan metabolisme glukosa di hati dengan merangsang langkah pertama metabolisme yaitu fosforilasi glukosa menjadi glukosa 6 fosfat. Fosforilase glukosa pada saat molekul ini memasuki sel menyebabkan konsentrasi intrasel glukosa tetap rendah sehingga terdapat gradien konsentrasi yang mempermudah difusi terfasilitasi glukosa ke dalam sel. (Ethel, 2004) b. Insulin merangsang glikogenesis, pembentukan glikogen dari glukosa baik di otot maupun di hati. c. Insulin menghambat glikogenolisis, penguraian glikogen menjadi glukosa. Dengan menghambat pengurain glikogen, insulin meningkatkan penyimpanan karbohidrat dan menurunkan penguraian glukosa oleh hati. d. Insulin menurunkan pengeluaran glukosa oleh hati dengan menghambat glukoneogenesis, perubahan asam amino menjadi glukosa di hati, dengan cara menurunkan asam amino di dalam darah dan menghambat enzim-enzim pembentukan glukoneogenesis. 2. Efek pada lemak Insulin memiliki banyak efek untuk menurunkan kadar asam lemak darah dan mendorong pembentukan simpanan trigliserida sebagai berikut: a. Insulin meningkatkan transoprtasi glukosa ke dalam sel jaringan adiposa. Glukosa berfungsi sebagai prekursor untuk pembentukan asam lemak dan gliserol, yaitu bahan mentah untuk membentuk trigliserid. b. Insulin mengaktifkan enzim-enzim yang mengkatalisis pembentukan asam lemak dari turunan glukosa. c. Insulin meningkatkan msuknya asam-asam lemak dari darah ke dalam sel jaringan adiposa. d. Insulin menghambat lipolisis. 3. Efek pada protein Insulin menurunkan kadar asam amino darah dan meningkatkan sintesis protein sebagai berikut: a. Insulin mendorong transportasi aktif asam-asam amino dari darah ke dalam otot dan jaringan lain. Efek ini menurunkan kadar asam amino dalam darah. Dan mengasilkan bahan pembangun untuk sintesis protein di dalam sel. b. Insulin meningkatkan kecepatan penggabungan asam amino ke dalam protein dengan merangsang perangkat pembuat protein di dalam sel. c. Insulin menghambat penguraian protein. (Sherwood, 2004) 3.Memahami dan menjelaskan aspek biokimia insulin di dalam tubuh manusia 1. Insulin Merupakan Polipeptida Heterodimer Insulin merupakan polipeptida yang terdiri atas dua rantai, yaitu rantai A dan B, yang saling dihubungkan oleh dua jembatan disulfida antar-rantai yang menghubungkan A7 ke B7 dan A20 ke B19. Jembatan disulfida intra-rantai yang ketiga menghubungkan residu 6 dan 11 pada rantai A. lokasi ketiga jembatan disulfide ini selalu tetap, dan rantai A serta b masing( Skenario 1 B-6) Page 8

masing mempunyai 21 dan 30 asam amino pada sebagian besar spesies. Substitusi terjadi pada banyak posisi di dalam salah satu rantai tanpa mempengaruhi bioaktivitas dan terutama sering terjadi pada posisi 8, 9 serta 10 rantai A. karena itu region ini tidak penting untuk bioaktivitas. Akan tetapi, ada beberapa posisi dan region yang sangat dipelihara, yang mencakup: (1) posisi tiga ikatan disulfide, (2) residu hidrofobik pada regio terminal-karboksil rantai B, dan (3) regio terminal-amino serta terminal-karboksil rantai A. Insulin Manusia, Babi dan Sapi Terdapat Kemiripan yang Erat Insulin babi berbeda pada satu asam amino tunggal, yaitu substitusi treonin dengan alanin pada B30, sedangkan insulin sapi mempunyai modifikasi ini plus substitusi treonin dengan alanin pada A8 dan substitusi isoleusin dengan valin pada A10. Insulin babi dan sapi merupakan terapi standar bagi diabetes mellitus sebelum insulin manusia berhasil diproduksi dengan teknologi DNA rekombinan. 2. Insulin Disintesis sebagai Preprohormon Insulin disintesis sebagai suatu preprohormon (berat molekul sekitar 11.500) merupakan prototipe untuk peptida yang diproses dari molekul precursor yang lebih besar. Rangkaian pra- atau rangkaian pemandu yang bersifat hidrofobik dengan 23 asam amino mengarahkan molekul tersebut kedalam sisterna reticulum endoplasma dan kemudian dikeluarkan. Proses ini menghasilkan molekul proinsulin dengan berat molekul 9000 yang menyediakan bentuk yang diperlukan bagi pembentukan jembatan disulfide yang sempurna. Molekul proinsulin menjalani serangkaian pemecahan peptida yang tapak-spesifik sehingga terbentuk insulin yang matur dan peptide C dengan jumlah ekuimolar. (Harper, 2009) 3. Sekresi Insulin Pancreas manusia menyekresikan 40-50 unit insulin/hari yang mewakili sekitar 15-20% dari hormon di simpan di dalam kelenjar. Sekresi insulin merupakan proses yang memerlukan energi dan melibatkan sistem mikrotubulus-mikrofilamen dalam sel B pada pulau Langerhans. Sejumlah intermediat turut terlibat dalam pelepasan insulin. *Glukosa: peningkatan konsentrasi glukosa di dalam plasma merupakan faktor fisiologik pengatur sekresi insulin yang paling penting. Konsentrasi ambang bagi sekresi tersebut adalah kadar glukosa puasa plasma (80-100 mg/dL), dan respons maksimal diperoleh pada kadar glukosa yang berkisar dari 300 hingga 500 mg/dL. Metabolisme glukosa, yang diawali oleh enzim glukokinase dan mengubah glukosa menjadi glukosa-6-fosfat, berhubungan erat dengan sekresi insulin. *Faktor Hormonal: sejumlah hormon mempengaruhi pelepasan insulin. Preparat adrenergik, khususnya epinefrin, menghambat pelepasan insulin, bahkan setelah proses pelepasan dirangsang oleh glukosa. Preparat agonis -adrenergik merangsang pelepasan insulin, kemungkinan dengan cara meningkatkan cAMP intrasel. Pajanan yang terus menerus dengan hormone pertumbuhan, kortisol, laktogen plasenta, estrogen dan progestin dalam jumlah yang berlebihan, juga akan meningkatkan ekskresi insulin. Karena itu tidaklah heran jika sekresi insulin meningkat secara mencolok selama fase akhir kehamilan. *Preparat Farmakologi : banyak obat merangsang sekresi insulin, tetapi preparat yang digunakan paling sering untuk terapi diabetes pada manusia adalah senyawa sulfonilurea. Obat seperti tolbutamid merangsang pelepasan insulin dengan mekanisme yang dipakai oleh glukosa dan telah digunakan secara luas pada pengobatan diabetes mellitus tipe II. (Harper, 2009)

( Skenario 1 B-6)

Page 9

4. Insulin Dimetabolisme dengan Cepat Berbeda dengan faktor pertumbuhan mirip insulin, hormon insulin tidak memiliki protein pembawa di dalam plasma, dengan demikian, usia paruhnya dalam plasma kurang dari 3-5 menit pada kondisi yang normal. Organ utama yang terlibat dalam metabolism insulin adalah hati, ginjal dan plasenta; sekitar 50% dari insulin dikeluarkan melalui jalan tunggal lewat hati. Mekanisme yang melibatkan dua sistem enzim bertanggung jawab atas metabolisme insulin. Mekanisme yang pertama melibatkan enzim protease spesifik-insulin yang terdapat pada banyak jaringan, tetapi dengan konsentrasi yang paling tinggi ditemukan dalam organ hati, ginjal, plasenta. Protease ini berhasil dimurnikan dari otot rangka dan dikenal sebagai enzim yang bergantung pada gugus sulfhidril serta bekerja aktif dalam suasana pH fisiologik. Mekanisme yang kedua melibatkan enzim hepatic glutation-insulin transhidrogenase. Enzim ini mereduksi ikatan disulfida, dan kemudian rantai A dan b masing-masing diuraikan dengan cepat. Tidak jelas mekanisme manakah yang paling aktif dalam kondisi fisiologik dan juga tidak jelas apakah kedua proses tersebut diatur. 5.Mekanisme Kerja Insulin Kerja insulin dimulai ketika hormon tersebut terikat dengan sebuah reseptor glikoprotein yang spesifik pada permukaan sel target. Kerja hormone insulin yang beragam dapat terjadi dalam waktu beberapa detik atau beberapa menit (kerja pengangkutan, fosforilasi protein, aktivasi dan inhibisi enzim, sintesis RNA) atau sesudah beberapa jam (kerja sintesis protein serta DNA dan pertumbuhan sel).Reseptor ini merupakan sebuah heterodimer yang terdiri atas dua subunit yang diberi symbol dan , dalam konfigurasi 22, yang dihubungkan dengan ikatan disulfida. 6. Reaksi Fosforilasi-Defosforilasi Protein Terlibat pada Sebagian Kerja Insulin Pada sebagian keadaan, insulin menurunkan kadar cAMP intrasel (dengan mengaktifkan fosfodiesterase-cAMP) dan dengan demikian mengurangi status aktivitas protein kinase yang bergantung pada cAMP; contoh kerja ini adalah glikogen sintase dan fosforilase. Pada keadaan lainnya, kerja ini tidak bergantung pada cAMP dan dilaksanakan dengan mengaktifkan protein kinase lainnya (seperti halnya resptor insulin, tirosin kinase); dengan menghambta protein kinase lainnya atau yang lebih sering lagi dengan rangsangan aktivitas fosfoprotein fosfatase. Defosforilasi meningkatkan aktivitas sejumlah enzim yang penting. Modifikasi kovalen ini memungkinkan terjadinya perubahan yang hamper seketika pada aktivitas enzim tersebut. 4. Memahami dan menjelaskan diabetes melitus Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Menurut World Health Organization (WHO) 2004, Diabetes adalah penyakit kronis yang terjadi ketika pankreas tidak cukup menghasilkan insulin, atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkan. Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Jika berkembang secara klinis, maka diabetes melitus ditandai dengan hiperglikemia puasa dan postpradial, aterosklerotik dan penyakit vaskular mikroangiopati, dan neuropati. Pasien dengan kelainan toleransi glukosa ringan (gangguan glukosa puasa dan gangguan toleransi glukosa) dapat tetap berisiko mengalami komplikasi metabolik diabetes. (Sylvia A. Price, 2006)

( Skenario 1 B-6)

Page 10

Epidemiologi diabetes melitus Secara epidemiologik diabetes seringkali tidak terdeteksi dan dikatakan onset atau mulai terjadinya diabetes adalah 7 tahun sebelum diagnosis ditegakkan, sehingga morbiditas dan mortalitas tinggi. Faktor risiko yang berubah secara epidemiologi adalah: bertambahnya usia, lebih banyak dan lamanya obesitas, distribusi lemak tubuh, kurangnya aktifitas jasmani dan hiperinsulinemia. Semua faktor ini berinteraksi dengan beberapa faktor genetik yang berhubungan dengan terjadinya DM tipe 2. (Dyah, 2009). Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidensi dan prevalensi diabetes melitus diberbagai penjuru dunia. World Health Organization (WHO) telah memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes yang cukup besar untuk tahun-tahun mendatang. Secara epidemiologi, diperkirakan bahwa pada tahun 2030 prevalensi Diabetes Melitus (DM) di Indonesia mencapai 21,3 juta orang (Diabetes Care, 2004). Sedangkan hasil Riset kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, diperoleh bahwa proporsi penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu 14,7%. Dan daerah pedesaan, DM menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8%. (depkes.go.id) Faktor Risiko Diabetes Faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi *Ras dan etnik *Riwayat keluarga dengan diabetes (anak pasien diabetes) *Umur: Risiko untuk menderita intoleransi glukosa meningkat seiring dengan meningkatnya usia. Usia > 45 tahun harus dilakukan pemeriksaan DM. *Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi > 4000 gram atau riwayat pernah menderita DM gestasional (DMG). *Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg. Bayi yang lahir dengan BB rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi dibanding dengan bayi lahir dengan BB normal. Faktor risiko yang bisa dimodifikasi *Berat badan lebih (IMT > 23 kg/m2). *Kurangnya aktivitas fisik. *Hipertensi (> 140/90 mmHg). *Dislipidemia (HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida > 250 mg/dL) *Diet tak sehat (unhealthy diet). Diet dengan tinggi gula dan rendah serat akan meningkatkan risiko menderita prediabetes dan DM tipe-2. Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes *Penderita Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) atau keadaan klinis lain yang terkait dengan resistensi insulin. *Penderita sindrom metabolik: Memiliki riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT) sebelumnya. *Memiliki riwayat penyakit kardiovaskular, seperti stroke, PJK, PAD (Peripheral Arterial Diseases). (Konsensus Pengelolahan dan Pencegahan Diabetes Melitus tipe 2, 2011) DM tipe 2 mempunyai angka kejadian yang mencapai 85-95% kasus dari keseluruhan kasus diabetes yang ada di negara maju dan persentase tersebut mempunyai nilai yang lebih tinggi di negara yang sedang berkembang (Akca dan Cinar, 2008).

( Skenario 1 B-6)

Page 11

Klasifikasi diabetes melitus Klasifikasi etiologi Diabetes Melitus (American Diabetes Association, 2009) Diabetes Melitus Tipe 1 (IDDM : insulin-dependent diabetes mellitus) Merupakan kondisi autoimun yang menyebabkan kerusakan sel pankreas sehingga timbul defisiensi insulin absolut. *Melalui proses imunologik *Idiopatik DM tipe 1 merupakan gangguan poligenik dengan peran faktor genetik sebesar 30%, keadaan ini timbul pada anak dan dewasa muda. Terdapat kaitan dengan HLA halotipe DR3 dan DR4 di dalam kompleks histokompabilitas mayor pada kromosom 6, walaupun alel ini merupakan marker lokus lain yang berperan pada antigen HLA klas II yang terlibat dalam inisiasi respons imun. (Greenstein and Wood, 2006) Diabetes Melitus Tipe 2 (NIDDM : non insulin-dependent diabetes mellitus) Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin. (Dyah, 2009) Terdapat predisposisi genetik pada DM tipe 2 dengan adanya kesesuaian yang tinggi antara kembar identik dan prevalensi tinggi pada etnik tertentu serta obesitas. Lebih sering pada pasien berusia di atas 40 tahun. (Greenstein and Wood, 2006). Diabetes Melitus Tipe Lain a. Defek genetik fungsi sel beta *Kromosom 12, HNF- *Kromosom 7, glukokinase *Kromosom 20, HNF- *Kromosom 13, insulin promoter factor *Kromosom 17, HNF-1 *Kromosom 2, Neuro D1 b.Defek genetik kerja insulin: resistensi insulin tipe A, sindrom Rabson Mendenhall diabetes lipoatrofik. c. Penyakit eksokrin pankreas: pankreatitis, trauma/pankreatektomi, neoplasma, fibrosis kistik hemokromatosis, pankreatopati fibro kalkulus. d.Endokrinopati: akromegali, Sindroma Cushing, feokromositoma, hipertiroidisme somatostatinoma aldosteonoma. e. Karena obat/zat kimia: pentamidin, vacor, asam bikotinat, tiazid, glukokortikoid, hormon tiroid, aldosteronoma. f.Infeksi: rubella kongenital, CMV. g.Imunologi (jarang):sindrom Sttiffman,antibodi anti reseptor insulin. h. Sindroma genetik lain: sindrom down, sindrom klinefelter, sindrom turner, sindrom Wolframs ataksia Friedreichs, huntington chorea, sindrom prader willi. Diabetes Melitus Gestasional (kehamilan). (Dyah, 2009)

( Skenario 1 B-6)

Page 12

Etiologi diabetes melitus Penyebab diabetes melitus sebenarnya bisa dengan berbagai macam cara misalnya: Genetik atau Faktor Keturunan Diabetes melitus cenderung diturunkan atau diawariskan, bukan ditularkan. Anggota keluarga pasien DM memiliki kemungkinan lebih besar terserang penyakit ini dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak menderita DM. Para ahli kesehatan juga menyebutkan DM merupakan penyakit yang terpaut kromosom seks atau kelamin. Biasanya laki-laki menjadi penderita sesungguhnya, sedangkan perempuan sebagai pihak yang membawa gen untuk diwariskan kepada anak-anaknya. Virus dan Bakteri Virus penyebab DM adalah rubela, mumps, dan human coxsackievirus B4. Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam sel , virus ini mengakibatkan destruksi atau perusakan sel. Selain itu, virus ini menyerang melalui reaksi otoimunitas yang menyebabkan hilangnya autoimun dalam sel . Diabetes mellitus akibat bakteri masih belum bisa dideteksi. Namun, para ahli kesehatan menduga bakteri cukup berperan menyebabkan DM. Bahan Toksik atau Beracun Bahan beracun yang mampu merusak sel secara langsung adalah alloxan, pyrinuron (rodentisida), dan streptozoctin (produk dari sejenis jamur). Bahan lain adalah sianida yang berasal dari singkong. Nutrisi Nutrisi yang berlebihan (overnutrition) merupakan faktor resiko pertama yang diketahui menyebabkan DM. Semakin berat badan berlebih atau obesitas akibat nutrisi yang berlebihan, semakin besar kemungkinan seseorang terjangkit DM. (Greenstein, 2010) *Diabetes melitus tipe 2 merupakan jenis diabetes yang paling sering terjadi, mencakup sekitar 85% pasien diabetes. Keadaan ini ditandai dengan kelainan sekresi insulin, serta kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja dari insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya pada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraseluler yang menyebabkan mobilisasi pembawa GLUT 4 glukosa dan meningkatkan transpor glukosa menembus membran sel. (Dyah, 2009) Pada pasien-pasien dengan diabetes tipe 2 terdapat kelainan dalam peningkatan insulin dengan reseptor. Kelainan ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor pada membran sel yang selnya responsif terhadap insulin atau ketidaknormalan reseptor insulin intrinsik. Akibatnya, terjadi penggabungan abnormal antara kompleks reseptor insulin dengan sistem transpor glukosa. Sekitar 80% pasien diabetes tipe 2 mengalami obesitas. Karena obesitas berkaitan dengan resistensi insulin, maka kelihatannya akan timbul kegagalan toleransi glukosa yang menyebabkan diabetes tipe 2. Patofisiologi dan Patogenesis diabetes melitus Diabetes mellitus merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya kekurangan insulin secara relatif maupun absolut. Defisiensi insulin dapat terjadi melalui 3 jalan, yaitu: a. Rusaknya sel-sel pankreas karena pengaruh dari luar (virus, zat kimia tertentu, dll). b. Desensitasi atau penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas. c. Desensitas/kerusakan reseptor insulin (down regulation) di jaringan perifer( Skenario 1 B-6) Page 13

Diabetes melitus Tipe 1 Pada tipe ini produksi insulin sedikit atau tidak ada sama sekali. Prevalensi dalam hasil penelitian membuktikan hanya sekitar 10-20 % seluruh penderita diabetes tergolong dalam tipe pertama ini. Pada umumnya orang yang memiliki tipe yang satu ini biasanya berumur muda (hal ini dikarenakan keturunan) selanjutnya akan bertambah kronis seiring berjalannya waktu. Hal ini juga disebabkan dari faktor lingkungan seperti mungkin infeksi virus atau faktor gizi pada masa kecil atau remaja yang menyebabkan sistem antibody menghancurkan sel penghasil insulin di pankreas. Apa pun penyebabnya, pada diabetes mellitus tipe 1, 90 persen dari sel-sel penghasil insulin (sel ) dari pankreas rusak dengan permanen. Kondisi tersebut dapat menyebabkan kekurangan insulin yang parah. Hal ini menyebabkan seseorang dengan tipe I ini harus secara teratur menyuntikkan insulin. (Perkeni, 2006) Diabetes melitus Tipe 2 Dalam tipe yang satu ini kondisi pankreas terus memproduksi insulin, terkadang sampai lebih tinggi dari normalnya. Akan tetapi, tubuh mengembangkan resistansi terhadap efeknya, sehingga pada tipe ini penyebab diabetes mellitus bukan disebabkan kekurangan insulin. Selsel pada tubuh seharusnya berfungsi mengubah glukosa menjadi energi akan tetapi malah tidak mengenal fungsinya dengan baik. Diabetes tipe II bisa terjadi pada anak-anak dan remaja tetapi biasanya dimulai setelah usia 30 dan menjadi semakin parah bila terus berlanjut tanpa pengobatan. Umur penderita pada tahap ini rata-rata sekitar 15 % di atas usia 70. Obesitas (kegemukan) adalah faktor risiko untuk diabetes tipe ini, 80-90% orang dengan penyakit ini mengalami obesitas. Diabetes mellitus tipe 2 sering dikaitkan dengan obesitas, hipertensi, kolesterol tinggi (hiperlipidemia gabungan), dan dengan kondisi sindrom metabolik sering disebut (juga dikenal sebagai Sindrom X, sindrom Reavan, atau CHAOS). Penyebab sekunder tipe 2 Diabetes mellitus adalah: acromegaly, sindrom Cushing, tirotoksikosis, pheochromocytoma, pankreatitis kronis, kanker dan obat-obatan. (Perkeni, 2011) Obat diinduksi hiperglikemia: *Antipsikotik atipikal - Alter karakteristik reseptor yang mengikat, yang menyebabkan resistensi insulin meningkat. *Beta-blocker - Menghambat sekresi insulin. *Blocker Saluran Kalsium - Menghambat sekresi insulin dengan mengganggu dengan rilis kalsium sitosol. *Kortikosteroid - Penyebab resistensi insulin perifer dan gluconeogensis. *Fluoroquinolones - Menghambat sekresi insulin oleh memblokir saluran kalium ATP sensitif. *Naicin - menyebabkan resistensi insulin meningkat karena mobilisasi asam lemak bebas meningkat. *Fenotiazin - Menghambat sekresi insulin. *Protease Inhibitor - Menghambat konversi proinsulin terhadap insulin. *Diuretik thiazide - Menghambat sekresi insulin karena hipokalemia, juga menyebabkan resistensi insulin meningkat karena mobilisasi asam lemak bebas meningkat. Faktor tambahan ditemukan meningkatkan risiko diabetes tipe 2 meliputi penuaan, diet tinggi lemak dan gaya hidup kurang aktif .

( Skenario 1 B-6)

Page 14

Diabetes Melitus tipe 3 Diabetes mellitus gestasional atau diabetes melitus yang terjadi hanya selama kehamilan dan pulih setelah melahirkan, dengan keterlibatan interleukin-6 dan protein reaktif C pada lintasan patogenesisnya. GDM dapat merusak kesehatan janin atau ibu, dan sekitar 2050% dari wanita penderita GDM bertahan hidup. Diabetes melitus pada kehamilan terjadi di sekitar 25% dari semua kehamilan. GDM bersifat temporer dan dapat meningkat maupun menghilang setelah melahirkan. GDM dapat disembuhkan, namun memerlukan pengawasan medis yang cermat selama masa kehamilan. Meskipun GDM bersifat sementara, bila tidak ditangani dengan baik dapat membahayakan kesehatan janin maupun sang ibu. Risiko yang dapat dialami oleh bayi meliputi makrosomia (berat bayi yang tinggi/diatas normal), penyakit jantung bawaan dan kelainan sistem saraf pusat, dan cacat otot rangka. Peningkatan hormon insulin janin dapat menghambat produksi surfaktan janin dan mengakibatkan sindrom gangguan pernapasan. Hiperbilirubinemia dapat terjadi akibat kerusakan sel darah merah. Pada kasus yang parah, kematian sebelum kelahiran dapat terjadi, paling umum terjadi sebagai akibat dari perfusi plasenta yang buruk karena kerusakan vaskular. Induksi kehamilan dapat diindikasikan dengan menurunnya fungsi plasenta. Operasi sesar dapat akan dilakukan bila ada tanda bahwa janin dalam bahaya atau peningkatan resiko luka yang berhubungan dengan makrosomia, seperti distosia bahu. (Charles, 2010) Manifestasi klinis Diabetes Melitus *Kelelahan yang luar biasa merupakan gejala yang paling awal dirasakan oleh penderita diabetes melitus tipe 2. Pasien akan merasakan tubuhnya lemas walaupun tidak melakukan aktifitas yang tidak terlalu berat. *Penurunan berat badan secara drastis. Jika memakan makanan yang berlebihan maka tubuh akan semakin gemuk. Kelebihan lemak dalam tubuh akan menyebabkan resistensi tubuh terhadap insulin meningkat. Pada orang yang telah menderita diabetes, walaupun ia makan makanan secara berlebihan tubuhnya tidak menjadi gemuk dan malah mengurus hal ini disebabkan karena otot tidak mendapatkan cukup energi untuk tumbuh. (Dyah, 2009) *Gangguan penglihatan. Kadar gula yang tinggi dalam darah akan menarik cairan dalam sel keluar, hal ini akan menyebabkan sel menjadi keriput. Keadaan ini juga terjadi pada lensa mata, sehingga lensa menjadi rusak dan penderita akan mengalami gangguan penglihatan. Gangguan penglihatan ini akan membaik bila diabetes melitus berhasil ditangani dengan baik. Bila tidak tertangani, gangguan penglihatan ini akan dapat memburuk dan menyebabkan kebutaan. *Sering terinfeksi dan bila luka sulit sekali sembuh. Keadaan ini bisa terjadi karena kuman tumbuh subur akibat dari tingginya kadar gula dalam darah. Selain itu, jamur juga sangat menikmati tumbuh pada darah yang tinggi kadar glukosanya. a. Gejala Akut Penyakit Diabetes mellitus Gejala penyakit DM dari satu penderita ke penderita lain bervariasi bahkan, mungkin tidak menunjukkan gejala apa pun sampai saat tertentu. *Pada permulaan gejala yang ditunjukkan meliputi serba banyak (Poli), yaitu: Banyak makan (poliphagia), banyak minum (polidipsia), banyak kencing (poliuria). *Nafsu makan mulai berkurang/ berat badan turun dengan cepat (turun 510 kg dalam waktu 2 4 minggu). *Mudah lelah.( Skenario 1 B-6) Page 15

*Bila tidak lekas diobati, akan timbul rasa mual, bahkan penderita akan jatuh koma yang disebut dengan koma diabetik b. Gejala Kronik Diabetes mellitus Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita Diabetes mellitus adalah sebagai berikut: *Kesemutan. *Kulit terasa panas, atau seperti tertusuk-tusuk jarum. *Rasa tebal di kulit. *Kram. *Capai. *Mudah mengantuk. *Mata kabur, biasanya sering ganti kacamata. *Gatal di sekitar kemaluan terutama wanita. *Gigi mudah goyah dan mudah lepas kemampuan seksual menurun, bahkan impotensi. *Para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam kandungan, atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4 kg. (Perkeni, 2011) 5. Memahami dan menjelaskan diagnosis diabetes melitus Anamnesis: Berbagai keluhan dapat ditemukan pada pasien diabetes. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti: *Keluhan klasik DM berupa : poliuria (sering buang air kecil), polidipsia (selalu merasa haus), polifagia (selalu merasa lapar), dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. *Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita. (Charles. 2010) Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah, tidak dapat ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuria saja. Dalam menegakkan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis DM, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan glukosa darah plasma vena. (Maxine, 2009) Pemeriksaan Fisik *Pengukuran tinggi dan berat badan. *Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam posisi berdiri untuk mencari kemungkinan adanya hipotensi ortostatik. *Pemeriksaan funduskopi. *Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid. *Pemeriksaan jantung. *Evaluasi nadi baik secara palpasi maupun dengan stetoskop. *Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah, termasuk jari *Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipe-lain. Pemeriksaan laboratorium *Glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial *Hb, leukosit, hitung jenis leukosit, laju endap darah *A1C( Skenario 1 B-6) Page 16

*profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL, trigliserida) *Kreatinin serum *Albuminuria *Keton, sedimen dan protein dalam urin *Elektrokardiogram *Foto sinar-x dada (Perkeni, 2011) Kriteria diagnosis DM 1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu 200 mg/dl (11,1 mmol/L) Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu terakhir makan. ATAU 2. Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa 126 mg/dl (7,0 mmol/L) Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam. 3. Glukosa plasma 2 jam pada TTGO 200 mg/dl (11,1 mmol/L) TTGO dilakukan dengan standar WHO menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air. Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994): 3 hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan. Diperiksa kadar glukosa darah puasa. Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak), dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai. Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa. Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok. Hasil pemeriksaan glukosa darah 2 jam pasca pembebenan dibagi menjadi 3 yaitu: *< 140 mg/dl normal *140- 45 tahun) *kegemukan {BB (kg) > 120% BB idaman atau IMT > 27 (kg/m2)} * tekanan darah tinggi (> 140/90 mmHg) * riwayat keluarga DM *riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi > 4000 gram( Skenario 1 B-6) Page 17

*riwayat DM pada kehamilan *dislipidemia (HDL < 35 mg/dl dan atau Trigliserida > 250 mg/dl *pernah TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu) Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan pasien dengan DM, TGT maupun GDPT, sehingga dapat ditangani lebih dini secara tepat. Pasien dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai intoleransi glukosa, merupakan tahapan sementara menuju DM. Setelah 510 tahun kemudian 1/3 kelompok TGT akan berkembang menjadi DM, 1/3 tetap TGT dan 1/3 lainnya kembali normal. TGT sering dikaitkan dengan penyakit kardiovaskular, hipertensi dan dislipidemia. (Maxine, 2004) Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa. Apabila pada pemeriksaan penyaring ditemukan hasil positif, maka perlu dilakukan konfirmasi dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa atau dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) standar.Konsentrasi Glukosa Darah sewaktu dan Puasa sebagai Patokan Penyaring dan Diagnosis DM (mg/dL)

Bukan DM Kadar glukosa darah sewaktu - Plasma vena - Darah kapiler Kadar glukosa darah puasa - Plasma vena - Darah kapiler < 100 < 90 < 100 < 90

Belum pasti DM 100 199 90 199 100 125 90 109

DM 200 200 126 100

Catatan Untuk kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan kelainan hasil,dilakukan ulangan tiap tahun. Bagi mereka yang berusia >45 tahun tanpa faktor risiko lain, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.

Glycosylated hemoglobin (HbA1c) adalah pemeriksaan penunjang diabetes melitus yang ditujukan untuk menilai kontrol glikemik seorang pasien. HbA1c adalah salah satu fraksi hemoglobin (bagian eritrosit) yang berikatan dengan glukosa secara enzimatik. HbA1c ini menunjukkan kadar glukosa dalam 3 bulan terakhir, karena sesuai dengan umur eritrosit yaitu 90-120 hari. Nilai HbA1c yang baik adalah 4-6%. Nilai 6-8% menunjukkan kontrol glikemik sedang; dan lebih dari 8%-10% menunjukkan kontrol yang buruk. (Charles, 2010) Pemeriksaan ini penting untuk menilai kepatuhan seorang pasien diabetes dalam berobat. Bisa saja seorang pasien yang sudah tahu akan diperiksa glukosa darahnya melakukan olahraga ekstra keras atau menjaga makanannya dengan hati-hati agar saat diperiksa glukosa darah sewaktunya memberi hasil yang normal; namun dengan pemeriksaan HbA1c, semua itu tidak bisa dibohongi. Kepatuhan pasien dalam 3 bulan terakhir terlihat dari tinggi rendahnya kadar HbA1c. Selain itu, HbA1c juga dapat meramalkan perjalanan penyakit, apakah pasien berpeluang besar mengalami komplikasi atau tidak; berdasarkan kadar kontrol glikemiknya.

( Skenario 1 B-6)

Page 18

Diagnosis banding Hiperglikemia reaktif, toleransi glukosa teganggu (TGT), glukosa darah puasa terganggu (GDPT). Diabetes melitus tipe 1

Diabetes melitus tipe 2

Mudah terjadi ketoasidosis Pengobatan harus dengan insulin Onset akut Biasanya kurus Biasanya terjadi pada umur yang masih muda Berhubungan dengan HLA-DR3 dan DR4 Didapatkan antibodi sel islet 10%nya ada riwayat diabetes pada keluarga 30-50 % kembar identik terkena

Sukar terjadi ketoasidosis Pengobatan tidak harus dengan insulin Onset lambat Gemuk atau tidak gemuk Biasanya terjadi pada umur > 45 tahun Tidak berhubungan dengan HLA Tidak ada antibodi sel islet 30%nya ada riwayat diabetes pada keluarga 80% kembar identik terkena

(Price, 2003)( Skenario 1 B-6) Page 19

6. Memahami dan menjelaskan penatalaksanaan diabetes melitus Non farmakoterapi penatalaksanaan diabetes melitus Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat, adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan. Pengetahuan tentang pemantauan mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia dan cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien, sedangkan pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus. (Charles, 2010) Edukasi Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan pasien diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi. Terapi Gizi Medis *Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara total. Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain dan pasien itu sendiri). *Setiap pasien diabetes sebaiknya mendapat TGM sesuai dengan kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi. *Prinsip pengaturan makan pada pasien diabetes hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada pasien diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin. Tujuan dari terapi gizi medis adalah: *Kadar gula darah mendekati normal a. glukosa puasa berkisar 90-130 mg/dl b. glukosa darah 2 jam setelah makan < 180 mg/dl c. kadar A1c < 7% *Tekanan darah 40 mg/dl c. trigliserida < 150 mg/dl Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari: Karbohidrat *Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi. *Pembatasan karbohidrat total BBI + 10 % Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh. Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan rumus: IMT = BB(kg)/TB(m2) Klasifikasi IMT* *BB Kurang 23,0 Dengan risiko 23,0-24,9 Obes I 25,0-29,9 Obes II >30 Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain : *Jenis Kelamin Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria. Kebutuhan kalori wanita sebesar 25 kal/kg BB dan untuk pria sebesar 30 kal/kg BB. *Umur Untuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk dekade antara 40 s/d 59 tahun, dikurangi 10% untuk usia 60 s/d 69 tahun dan dikurangi 20%, di atas 70 tahun. *Aktivitas Fisik atau Pekerjaan Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas fisik. Penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan pada kedaaan istirahat, 20% pada pasien dengan aktivitas ringan, 30% dengan aktivitas sedang, dan 50% dengan aktivitas sangat berat. *Berat Badan Bila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% bergantung kepada tingkat kegemukan. Bila kurus ditambah sekitar 20-30% sesuai dengan kebutuhan untuk meningkatkan BB. Untuk tujuan penurunan berat badan jumlah kalori yang diberikan paling sedikit 1000 - 1200 kkal perhari untuk wanita dan 1200 - 1600 kkal perhari untuk pria. (Yunir, 2009) Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%) dan sore (25%) serta 2-3 porsi makanan ringan (10-15%) di antaranya. Untuk meningkatkan kepatuhan pasien, sejauh mungkin perubahan dilakukan sesuai dengan kebiasaan. Untuk pasien diabetes yang mengidap penyakit lain, pola pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit penyertanya. Latihan jasmani Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki, menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan. (Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2011). Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti: jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa( Skenario 1 B-6) Page 22

ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalas malasan. Terapi farmakologi Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani. Obat hipoglikemik oral (OHO) Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan: *pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid. *penambah sensitivitas terhadap insulin: metformin, tiazolidindion. *penghambat glukoneogenesis (metformin). *penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa. *DPP-IV inhibitor. a. Pemicu sekresi insulin 1. Golongan Sulfanilurea Terdiri dari 2 generasi sulfonylurea, generasi 1 terdiri dari tolbutamid, tolazamid, dan klorpropamid. Generasi II yang potensi hipoglikemik lebih besar antara lain gliburid (glibenklamid), glipizid, gliklazid dan glimepirid. *Mekanisme Kerja Sulfonilurea sering disebut sebagai insulin secretagogues, kerjanya merangsang sekresi insulin dari granul sel-sel Langerhans pancreas melalui interaksinya dengan ATP-sensitive K channel pada membrane sel-sel yang menimbulkan depolarisasi membran dan keadaan ini akan membuka kanal Ca. Lalu ino Ca2+ akan masuk sel , merangsang granula yang berisi insulin dan akan terjadi sekresi insulin dengan jumlah ekuivalen dengan peptide-C. (Gunawan, 2007) *Farmakokinetik Absorpsi melalui saluran cerna cukup efektif. Makanan dan keadaan hiperglikemia dapat mengurangi absorpsi. Dalam plasma sekitar 90%-99% terikat protein plasma terutama albumin, ikataan ini paling kecil untuk klorpropamid dan paling besar untuk gliburid. Masa paruh dan metabolisme sulfonylurea generasi I bervariasi, contohnya asetoheksimid masa paruhnya pendek, tapi metabolitnya lebih panjang yaitu sekitar 4-5 jam, sama dengan tolbutamid dan tolazamid. Sedangkan klorpropamid terikat albumin mempunyai masa paruh yang panjang yaitu 24-48 jam. Sedangkan tolazamid masa paruhnya bias mencapai 7 jam. Masa paruh untuk sulfonylurea generasi II hanya 3-5 jam, tapi memberi efek hipoglikemik yang panjang yaitu sekitar 12-24 jam. Metabolisme sulfonylurea terjadi di hepar dan ekskresi melalui ginjal (urin). Oleh karena itu sediaan ini tidak boleh diberikan pada pasien gangguan fungsi hepar atau ginjal yang berat. *Indikasi Pada umumnya hasil yang baik diperoleh pada pasien yang diabetesnya mulai timbul pada usia di atas 40 tahun. Selama terapi, pemeriksaan fisik dan laboraturium harus tetap dilakukan secara teratur. Pada keadaan yang gawat seperti stress, komplikasi, infeksi dan pembedahan, insulin tetap merupakan standar. (Perkeni, 2007) *Interaksi( Skenario 1 B-6) Page 23

Obat yang dapat meningkatkan risiko hipoglikemia sewaktu penggunaan sulfonylurea ialah insulin, alcohol, fenormin, sulfonamide, salisilat dosis besar, fenilbutazon, oksifenbutazon, probenezid, dikumarol, kloramfenikol, penghambat MAO, guanetidin, anabolic steroid, fenfluramin dan klofibrat. Propanolol dan penghambat adrenoreseptor lainnya menghambat takikardia, berkeringat dan tremor pada hipoglikemia oleh berbagai sebab termasuk oleh ADO. *Efek Samping Hipoglikemia, bahkan sampai koma tentu dapat timbul. Reaksi ini lebih sering terjadi pada pasien usia lanjut dengan gangguan fungsi hepar atau ginjal, terutama yang menggunakan sediaan dengan masa kerja panjang. Efek samping lain: reaksi alergi, mual, muntah, diare, gejala hematologic seperti leucopenia dan agranulositosis, gejala ssp seperti vertigo, bingung, ataksia. Efek samping lain gejala hipotiroidisme, ikterus obstruktif yang bersifat sementara dan lebih sering timbul akibat klorpropamid (0,4%). Serta dapat terjadi berkurangnya toleransi terhadap alkohol juga telah dilaporkan pada pemakaian tolbutamid dan klorpropamid. (Sidartawan, 2009) *Kontraindikasi Sulfonilurea tidak boleh diberikan sebagai obat tunggal pada pasien DM juvenile, pasien yang kebutuhan insulinnya tidak stabil, DM berat, DM dengan kehamilan dan keadaan gawat. 2. Glinid Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan penekanan pada meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu: Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Pada pemberian oral absorpsinya cepat dan kadar puncaknya dicapai dalam waktu 1 jam. Masa paruhnya 1 jam, metabolisme utamanya di hepar. Sekitar 10% dimetabolisme di ginjal. Efek samping utama: hipoglikemia dan gangguan saluran cerna, serta reaksi alergi. (ADA, 2005). b. Penambah sensitivitas terhadap insulin 1. Golongan Tiazolidindion Tiazolidindion merupakan agonis poten dan selektif PPAR membentuk kompleks PPAR -RXR dan terbentuklah GLUT baru. Di jaringan adiposa PPAR mengurangi keluarnya asam lemak menuju ke otot, dan karenanya dapat mengurangi resistensi insulin. Selain itu, glitazin juga menurunkan produksi glukosa hepar, menurunkan asam lemak bebas di plasma dan remodeling jaringan adiposa. Pioglitazon dan rosiglitazon dapat menurunkan HbA1c (1,0-1,5%) dan berkecendrungan meningkatkan HDL,sedangkan efeknya pada trigliserid dan LDL bervariasi. Pada pemberian oral absorpsi tidak dipengaruhi makanan, berlangsung 2 jam. Metabolismenya di hepar oleh sitokrom P-450 rosiglitazon dimetabolisme oleh isozim 2C8, sedangkan pioglitazon oleh 2C8 dan 3A4. *Ekskresinya melalui ginjal, keduanya dapat diberikan pada insufisiensi renal, tetapi dikontraindikasikan pada gangguan fungsi hepar (ALT > 2,5x nilai normal). Glitazone digunakan untuk DM tipe 2 yang tidak memberikan respon dengan diet dan latihan fisik,sebagai monoterapi atau ditambahkan pada mereka yang tidak memberi respon pada obat hipoglikemik lain (sulfonylurea, metformin) atau insulin. *Dosis awal rosiglitazon 4 mg, bila dalam 3-4 minggu kontrol glisemia belum adekuat, dosis ditingkatkan 8mg/hari, sedangkan pioglitazon dosis awal 15-30 mg bila control glisemia belum adekuat,dosis dapat ditingkatkan sampai 45 mg.

( Skenario 1 B-6)

Page 24

*Efek samping antara lain, peningkatkan berat badan, edema, menambah volume plasma dan memperburuk gagal jantung kongestif, sehingga tidak dianjurkan pada gagal jantung kelas 3 dan 4. (Gunawan, 2007) c. Penghambat glukoneogenesis *Metformin Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada pasien diabetes gemuk. Metformin oral tidak akan mengalami absorpsi di usus halus, dalam darah tidak terikat protein plasma, ekskresinya melalui urin dalam keadaan utuh.Masa paruhnya sekitar 2 jam. Dosis awal 2 x 500 mg, umumnya dosis pemeliharaan (maintenance dosis) 3 x 500 mg, dosis maksimal 2,5 gram. Obat diminum pada waktu makan. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin > 1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebro-vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah makan. (Sidartawan, 2009) d. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose) *Obat golongan penghambat enzim -glikosidase ini dapat memperlambat absorpsi polisakarida (starch), dekstrin, dan disakarida di usus halus. Dengan menghambat kerja enzim -glikosidase di brush border usus halus, dapat mencegah peningkatan glukosa plasma pada orang normal dan pasien DM. *Acarbose dapat digunakan sebagai monoterapi pada DM usia lanjut atau DM yang glukosa post prandialnya sangat tinggi. Obat golongan ini diberikan pada waktu mulai makan dan absorpsi buruk. Kedua preparat dapat menurunkan glukosa plasma postprandial pada DM tipe 1 dan 2, dan pada DM tipe 2 dengan hiperglisemia yang hebat dapat menurunkan HbA1c secara bermakna. *Efek samping yang bersifat dose-dependent al. malabsorpsi, flatulen, diare dan abdominal boating. Akarbose paling efektif bila diberikan bersama makanan yang berserat, mengandung polisakarida, dengan sedikit kandungan glukosa dan sukrosa. *Dikontraindikasikan pada kondisi irritable bowel syndrome, obstruksi saluran cerna, sirosis hati dan gangguan fungsi ginjal. (Gunawan, 2007) e. DPP-IV inhibitor GLP-1 endogen memiliki waktu paruh yang sangat pendek ( 1 cm berisi massa jaringan tanduk lemak, pus, serta krusta. (Sarwono, 2009) Kuman pada ulkus kaki diabetik Bakteri gram positif Bakteri gram negatif *Staphylococcus aureus *E.coli * Staphylococcus epidermidis *Klebsiella sp *Streptococcus *Enterobacter sp *Citrobacter sp *Proteus vulgaris *Proteus mirabilis *Pseudomonas aeroginosa Kuman gram negatif aerob sama dengan kuman anaerob, tumbuh dengan subur pada infeksi yang terletak dalam. Kuman aerob dapat cepat menginfeksi aliran darah dan kadang menyebabkan bakterimia yang dapat mengancam kehidupan. *Staphylococcus adalah bakteri gram positif aerob bentuk coccus yang paling sering ditemukan. *Pseudomonas aeroginosa sering ditemukan pada daerah superfisial ulkus terutama pada pasien yang telah mendapatkan antibiotik. Grade ulkus pada kaki diabetikum (klasifikasi Wagner) Grade 0 : tidak ada luka Grade I : merasakan hanya sampai pada permukaan kulit Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang Grade III : terjadi abses Grade IV : gangren pada kaki, bagian distal Grade V : gangren pada seluruh kaki dan tungkak bawah distal Gambaran klinis tentang patofisiologis kaki diabetik 1) Gambaran neuropatik Gangguan sensorik, perubahan trofik kulit, ulkus plantar, atropati degeneratif (sendi Charcot), pulsasi sering teraba, sepsis (bakteri/jamur). 2) Gambaran iskemia Nyeri saat istirahat, ulkus yang nyeri disekitar daerah yang tertekan, riwayat klaudikasio intermiten, pulsasi tidak teraba, sepsis ( bakteri/jamur).

( Skenario 1 B-6)

Page 30

Diagnosis ulkus diabetik a.Pemeriksaan Fisik Inspeksi kaki untuk mengamati terdapat luka atau ulkus pada kulit atau jaringan tubuh pada kaki, pemeriksaan sensasi vibrasi/rasa berkurang atau hilang, palpasi denyut nadi arteri dorsalis pedis menurun atau hilang. Pemeriksaan Doppler ultrasound adalah penggunaan alat untuk memeriksa aliran darah arteri maupun vena. Pemeriksaan ini untuk mengidentifikasi tingkat gangguan pada pembuluh darah arteri maupun vena. Dengan pemeriksaan yang akurat dapat membantu proses perawatan yang tepat. Pemeriksaan ini disebut Ankle Brachial Pressure Index. Pada kondisi normal, tekanan sistolik pada kaki sama dengan di tangan atau lebih tinggi sedikit. Pada kondisi terjadi gangguan di area kaki, vena ataupun arteri, akan menghasilkan tekanan sistolik yang berbeda. Hasil pemeriksaan yang akurat dapat membantu diagnostik ke arah gangguan vena atau arteri sehingga manajemen perawatan juga berbeda. (http://emedicine.medscape.com/) Cara pemeriksaan ABPI adalah sebagai berikut : *Baringkan pasien kurang lebih selama 10 menit. *Pastikan area kaki tidak ada sumbatan atau hambatan dari pakaian ataupun posisi. *Tutup area luka dengan lapisan melindungi cuff yang menekan. *Tempatkan cuff di atas ankle. *Doppler probe letakkan di dorsalis pedis dan anterior tibial pulse (dengan conekting gel). Arah probe Doppler 450. *Tekan cuff hingga bunyi pulse menghilang. *Tekan cuff perlahan untuk menurunkan tekanan sampai terdengar bunyi pulse lagi disebut tekanan sistolik ankle. *Pindahkan cuff ke lengan di sisi yang sama dengan ekstremitas bawah. *Cari pulse brachial dengan dopler probe ( conekting gel). *Tekan cuff hingga bunyi pulse menghilang. *Turunkan tekanan perlahan hingga terdengar bunyi pulse lagi disebut tekanan sistolik brachial. *Hitung ABPI dengan membagi hasil sistolik ankle dengan hasil sistolik brachial.

( Skenario 1 B-6)

Page 31

b.Pemeriksaan Penunjang X-ray, EMG dan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui apakah ulkus diabetika menjadi infeksi dan menentukan kuman penyebabnya. Penatalaksanaan Pengendalian Diabetes. Langkah awal penanganan pasien dengan kaki diabetik adalah dengan melakukan manajemen medis terhadap penyakit diabetes secara sistemik, karena kebanyakan pasien dengan kaki diabetik juga menderita malnutrisi, penyakit ginjal kronik, dan infeksi kronis. Diabetes mellitus jika tidak dikelola dengan baik akan dapat menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi kronik diabetes, salah satunya adalah terjadinya gangren diabetik. Jika kadar glukosa darah dapat selalu dikendalikan dengan baik, diharapkan semua komplikasi yang akan terjadi dapat dicegah, paling sedikit dihambat. Penanganan kelainan kaki Fokus utama penanganan kaki diabetik adalah pencegahan terhadap terjadinya luka. Strategi pencegahan meliputi edukasi kepada pasien, perawatan kulit, kuku dan kaki dan penggunaan alas kaki yang dapat melindungi Pada penderita dengan risiko rendah diperbolehkan menggunakan sepatu, hanya saja sepatu yang digunakan tidak sempit atau sesak. Sepatu atau sandal dengan bantalan yang lembut dapat mengurangi risiko terjadinya kerusakan jaringan akibat tekanan langsung yang dapat memberi beban pada telapak kaki. (Sarwono, 2009) Perawatan kuku yang dianjurkan pada penderita diabetes mellitus adalah kuku-kuku harus dipotong secara transversal untuk mengurangi risiko terjadinya kuku yang tumbuh kedalam dan menusuk jaringan sekitar. Hal-hal yang tidak boleh dilakukan: *Jangan merendam kaki. *Jangan menggunakan obat luka atau plester. *Jangan mengiris atau memotong sendiri kalus. *Jangan abaikan luka sekecil apapun pada kaki. *Jangan berjalan tanpa alas kaki. *Jangan biarkan kaki kering dan pecah-pecah. Gunakan krim kulit untuk menjaga kulit tetap lembut. *Jangan memotong kuku jari kaki terlalu pendek atau terlalu dalam. *Jangan merokok. (Charles, 2010)( Skenario 1 B-6) Page 32

Pengobatan yang ditujukan terhadap ulkus antara lain dengan antibiotika/kemoterapi. Mengompreskan ulkus dengan larutan klorida atau larutan antiseptik ringan. Misalnya rivanol dan larutan kalium permanganat 1 : 500 mg dan ditutup dengan kassa steril. Tindakan pengobatan atau pembedahan menurut grade ulkus pada kaki diabetik : Grade 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada Grade I - IV : pengelolaan medik dan tindakan bedah minor Grade V : tindakan bedah minor, bila gagal dilanjutkan dengan tindakan bedah mayor seperti amputasi diatas lutut atau amputasi bawah lutut. Beberapa tindakan bedah khusus diperlukan dalam pengelolaan kaki diabetik ini, sesuai indikasi dan derajat lesi yang dijumpai seperti : *Insisi : abses atau selullitis yang luas * Eksisi : pada kaki diabetik derajat I dan II *Debridement/nekrotomi : pada kaki diabetik derajat II, III, IV dan V *Mutilasi : pada kaki diabetik derajat IV dan V *Amputasi : pada kaki diabetik derajat V (Sarwono, 2009) Pencegahan *Setiap infeksi meskipun kecil merupakan masalah penting sehingga menuntut perhatian penuh. *Penderita dan keluarganya harus sadar akan penyulit berat pada tungkai. *Kaki harus dibersihkan secara teliti dan dikeringkan dengan handuk kering setiap kali mandi. *Kaki harus diinspeksi setiap hari termasuk telapaknya. *Kaki harus dilindungi dari kedinginan; pakai kaus kaki *Kaki harus dilindungi dari kepanasan,batu atau pasir panas dan api *Sepatu harus diperiksa setiap hari *Sepatu harus cukup lebar dan pas *Dianjurkan memakai kaus kaki setiap saat *Kaus kaki harus cocok dan dikenakan secara teliti tanpa lipatan, kuku dipotong secara lurus, berhenti merokok. (Perkeni, 2011) Pencegahan diabetes melitus Pencegahan primer Penyuluhan ditujukan kepada:

*Kelompok masyarakat yang mempunyai risiko tinggi dan intoleransi glukosa Materi penyuluhan meliputi antara lain: 1. Program penurunan berat badan. Pada seseorang yang mempunyai risiko diabetes dan mempunyai berat badan lebih, penurunan berat badan merupakan cara utama untuk menurunkan risiko terkena DM tipe-2 atau intoleransi glukosa. Beberapa penelitian menunjukkan penurunan berat badan 5-10% dapat mencegah atau memperlambat munculnya DM tipe-2. 2. Diet sehat. *Dianjurkan diberikan pada setiap orang yang mempunyai risiko. *Jumlah asupan kalori ditujukan untuk mencapai berat badan ideal.( Skenario 1 B-6) Page 33

*Karbohidrat kompleks merupakan pilihan dan diberikan secara terbagi dan seimbang sehingga tidak menimbulkan puncak (peak) glukosa darah yang tinggi setelah makan. *Mengandung sedikit lemak jenuh, dan tinggi serat larut. 3. Latihan jasmani. *Latihan jasmani teratur dapat memperbaiki kendali glukosa darah, mempertahankan atau menurunkan berat badan, serta dapat meningkatkan kadar kolesterol-HDL. *Latihan jasmani yang dianjurkan: dikerjakan sedikitnya selama 150 menit/minggu dengan latihan aerobik sedang (mencapai 50-70% denyut jantung maksimal), atau 90 menit/minggu dengan latihan aerobik berat (mencapai denyut jantung >70% maksimal). Latihan jasmani dibagi menjadi 3-4 x aktivitas/minggu. 4. Menghentikan merokok. Merokok merupakan salah satu risiko timbulnya gangguan kardiovaskular. Meski merokok tidak berkaitan langsung dengan timbulnya intoleransi glukosa, tetapi merokok dapat memperberat komplikasi kardiovaskular dari intoleransi glukosa dan DM tipe-2. (Perkeni, 2011) B. Perencana kebijakan kesehatan agar memahami dampak sosio-ekonomi penyakit ini dan pentingnya penyediaan fasilitas yang memadai dalam upaya pencegahan primer. Pengelolaan yang ditujukan untuk: *Kelompok intoleransi glukosa. *Kelompok dengan risiko (obesitas, hipertensi, dislipidemia, dll.) Pengelolaan Intoleransi glukosa *Intoleransi glukosa sering berkaitan dengan sindrom metabolik, yang ditandai dengan adanya obesitas sentral, dislipidemia (trigliserida yang tinggi dan atau kolesterol HDL rendah), dan hipertensi. *Sebagian besar penderita intoleransi glukosa dapat diperbaiki dengan perubahan gaya hidup, menurunkan berat badan, mengonsumsi diet sehat serta melakukan latihan jasmani yang cukup dan teratur. *Hasil penelitian Diabetes Prevention Program menunjukkan bahwa perubahan gaya hidup lebih efektif untuk mencegah munculnya DM tipe-2 dibandingkan dengan penggunaan obat obatan. *Penurunan berat badan sebesar 5-10% disertai dengan latihan jasmani teratur mampu mengurangi risiko timbulnya DM tipe-2 sebesar 58%. Sedangkan penggunaan obat (seperti metformin, tiazolidindion, acarbose) hanya mampu menurunkan risiko sebesar 31% dan penggunaan berbagai obat tersebut untuk penanganan intoleransi glukosa masih menjadi kontroversi. *Bila disertai dengan obesitas, hipertensi dan dislipidemia, dilakukan pengendalian berat badan, tekanan darah dan profil lemak sehingga tercapai sasaran yang ditetapkan. Pengelolaan berbagai faktor risiko: obesitas, hipertensi, dislipidemia. Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit pada pasien yang telah menderita DM. Dilakukan dengan pemberian pengobatan yang cukup dan tindakan deteksi dini penyulit sejak awal pengelolaan penyakit DM. Dalam upaya

( Skenario 1 B-6)

Page 34

pencegahan sekunder program penyuluhan memegang peran penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani program pengobatan dan dalam menuju perilaku sehat. Penyuluhan untuk pencegahan sekunder ditujukan terutama pada pasien baru. Penyuluhan dilakukan sejak pertemuan pertama dan perlu selalu diulang pada setiap kesempatan pertemuan berikutnya. Salah satu penyulit DM yang sering terjadi adalah penyakit kardiovaskular, yang merupakan penyebab utama kematian pada pasien diabetes. Selain pengobatan terhadap tingginya kadar glukosa darah, pengendalian berat badan, tekanan darah, profil lipid dalam darah serta pemberian antiplatelet dapat menurunkan risiko timbulnya kelainan kardiovaskular pada pasien diabetes. (Slamet, 2009) Pencegahan Tersier *Pencegahan komplikasi diabetes, yang pada konsensus dimasukkan sebagai pancegahan sekunder. *Mencegah berlanjutnya (progresi) komplikasi untuk tidak sampai pada penyakit organ. *Mencegah terjadinya kecacatan disebabkan oleh karena kegagalan organ atau jaringan. *Pada upaya pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan pada pasien dan keluarga. Pencegahan tersier memerlukan pelayanan kesehatan holistik dan terintegrasi antar disiplin yang terkait, terutama di rumah sakit rujukan. Kerjasama yang baik antar para ahli di berbagai disiplin (jantung, ginjal, mata, bedah ortopedi, bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi medis, gizi, podiatrist) sangat diperlukan dalam menunjang keberhasilan pencegahan tersier. Prognosis diabetes melitus Dubia, sebanyak 75% penderita diabetes melitus meninggal akibat penyakit pembuluh darah, infark miokard, stroke, gagal ginjal, dan ganggren ekstremitas bawah. Penurunan berat badan dapat memperbaiki gejala (ADA, 2005). Faktor-faktor genetik lain yang mempermudah dan merperberat keadaan resistensi insulin akan memperburuk prognosis. Tapi dengan penanganan diet yang sesuai, prognosis akan lebih baik.(Charles, 2010) 7. Memahami dan menjelaskan Pandangan Islam terhadap darah dan nanah Najis adalah kotoran yang wajib dibersihkan atau mencuci bagian yang terkena oleh najis itu. Allah Swt berfirman: Dan bersihkanlah pakaianmu (QS. Al-Muddatsir : 4) Di ayat lainnya Allah Swt menyatakan: Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orangorang yang mensucikan diri (QS. Al-Baqarah : 222) Rasulullah Shollallohualaihi Wa Sallam pernah bersabda : Kesucian itu sebagian dari iman (HR. Muslim) Pembagian Najis Najis terbagi menjadi tiga yaitu: *Najis Mukhoffafah (Najis Ringan) ialah kencing bayi yang umurnya belum dua tahun dan belum makan sesuatu selain dari susu ibunya (susu yang dicampur gula atau tepung itu hukumnya seperti selain susu). *Najis Mugholladzoh (Najis Berat) ialah anjing dan babi dan keturunan dari keduanya atau salah satu dari keduanya. *Najis Mutawassitah (Najis Sedang) ialah selain dari najis mukhoffafah dan najis mugholladzoh.( Skenario 1 B-6) Page 35

Najis Mutawassithah dibagi menjadi dua: a) Najis Ainiyah (Tampak): najis yang berwujud/terlihat. b) Najis Hukmiyah (Tidak tampak): najis yang tidak kelihatan bendanya, seperti bekas kencing, atau arak yang sudah kering dan sebagainya. Najis dan nanah dari luka termasuk yang dimaafkan, sekalipun banyak dengan syarat: *berasal dari orang itu sendiri *bukan atas perbuatan disengaja *najis itu tidak melampaui dari tempat yang biasa Cara bersucinya dengan mengalirkan air hingga darah atau nanah hilang dan tidak apa-apa jika tersisa warnanya yang sulit dihilangkan. (kampussyariah.com) Darah yang berubah menjadi nanah pada luka menurut pandangan islam: *Sebagian ulama menyatakan najis. Asalnya darah pada awalnya nanah sementara nanah berasal dari darah, maka hukum nanah mengikuti hukum darah. *Menurut Ibnu taimiyah, nanah tidak najis. Meskipun banyak, nanah tidak lagi darah, alasannya najis hanya darah. Sesuatu yang najis jika berubah wujud juga berubah hukum. Beliau menegaskan bahwa setiap sesuatu yang lain hukumnya menjadi suci. (Sadi,adil, 2000)

( Skenario 1 B-6)

Page 36

Lampiran 1

( Skenario 1 B-6)

Page 37

Daftar pustaka Dorland, (2002). Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Carlos Juiqueira, Luiz dan Jose Carneiro, (2007). Histologi Dasar Edisi 10. Jakarta. EGC Leeson, C. Roland. 1996. Buku Ajar Histologi, Edisi V. Jakarta: EGC Murray R.K et all (2009), Biokimia Harper Edisi 27. Jakarta: EGC Sloane, Ethel. (2004). Anatomi dan Fisiologi. Jakarta. EGC Ganong,.W.F. (2008), Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 22. Jakarta: EGC. Sherwood, Lauralee. (2004). Fisiologi Manusia dari sel ke sistem Edisi 2. Jakarta. EGC. Sherwood. L, (2003). Human Physiology: From Cells to System 5 edition. Singapore. West. International Thomson Publishing. Greenstein, Ben. Diana Wood, (2010). At a Glance Sistem Endokrin edisi 2. Jakarta: Penerbit Erlangga. Fox, Charles, (2010). Bersahabat dengan Diabetes Tipe 2. Jakarta: Penebar Plus. Price.Sylvia A.,Wilson.Lorraine M, (2003). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit., Edisi 6. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Papadakis, Maxine and Stephen J. McPhee, (2009). Current Medical Diagnosis and Treatment. McGraw Hill : Lange American Diabetes Association, (2004). Lebovitz HE (ed). Therapy for Diabetes Mellitus and related disorder. 4th ed. ADA Inc, USA. Gunawan , Sulistis Gan et all. (2007). Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta. FKUI PERKENI, (2011). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan diabetes mellitus tipe 2 di Indonesia PERKENI, (2006). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan diabetes mellitus tipe 2 di Indonesia PERKENI, (2007). Petunjuk praktis terapi insulin pada pasien diabetes melitus. Suyono, Slamet. Diabetes Melitus di Indonesia. Dalam: Sudoyo A, setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 3 edisi 5. Jakarta: InternaPublishing 2009: 1873-1879. Purnamasari, Dyah. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam: Sudoyo A, setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 3 edisi 5. Jakarta: InternaPublishing 2009: 1880-1883.( Skenario 1 B-6) Page 38

Soegondo, Sidartawan. Farmakoterapi pada Pengendalian Glikemia Diabetes Melitus Tipe 2. Dalam: Sudoyo A, setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 3 edisi 5. Jakarta: InternaPublishing 2009: 1884-1890. Yunir, Em, dkk. Terapi Non Farmakologis pada Diabetes Melitus. Dalam: Sudoyo A, setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 3 edisi 5. Jakarta: InternaPublishing 2009: 1891-1895. Waspadji, Sarwono. Kaki Diabetes. Dalam: Sudoyo A, setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 3 edisi 5. Jakarta: InternaPublishing 2009: 1961-1966. http://emedicine.medscape.com/article/460282-overview diakses pada 17 September 2011. http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/414-tahun-2030-prevalensidiabetes-melitus-di-indonesia-mencapai-213-juta-orang.html diakses pada 16 September 2011. http://kampussyariah.com/webx/e2.php?id=39 diakses pada 15 September 2011.

( Skenario 1 B-6)

Page 39