sistem informasi kurikulum nasional - naskah akademik · 2020. 7. 26. · pusat kurikulum dan...
TRANSCRIPT
NASKAH AKADEMIK
PROGRAM kHUSUS
Visi Kementerian Pendidikan Nasional:
“Insan Indonesia Cerdas, Komprehensif, Kompetitif, dan Bermartabat
(Insan Kamil/Insan Paripurna)”
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
PUSAT KURIKULUM DAN PERBUKUAN Jakarta, 2011
i
TIM PENGEMBANG
NASKAH AKADEMIK PROGRAM KHUSUS
Pengarah : Dra. Diah Harianti, M.Psi
Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan
Penanggungjawab : Dr. Herry Widyastono, APU
Kepala Bidang Kurikulum dan Perbukuan Pendidikan
Menengah
Koordinator : Dra. Mariati Purba, M.Pd
Ketua : Drs Munawir Yusuf, M.Si (UNS)
Sekretaris : Drs. Slamet Wibowo (Pusat Kurikulum dan Perbukuan)
Anggota :
1. Prof. Dr. Sunardi, M.Sc (UNS)
2. Drs. A. Salim Choiri, M. Kes (UNS)
3. Dra. Ranti Widiyanti, M.Si (Pusat Kurikulum dan Perbukuan)
4. Farah Ariani, S.Pd (Pusat Kurikulum dan Perbukuan)
5. Drs. Dedi Supriadi, M.Pd (SLB A PTN Lebak Bulus)
6. Dra. Agustiyawati, M.Phil, SNE (SLB A PTN Lebak Bulus)
7. M. Fajar Padaningsih, S.Pd (SLB B Santi Rama Cipete)
8. Drs. Tonny Santosa, M.Pd (SLBN 2 Jakarta)
9. Suranto, S.Pd (SLBC Sumber Asih, Jakarta Pusat)
10. Andik Sumarno, S.Pd (SLB D YPAC Jakarta Selatan)
11. Purwani Dwi Wulansih, S.Pd (SLB E Handayani, Jakarta Timur)
12. Dra. Ages Soerjana (Sekolah Talenta Jakarta)
13. Paulus Suli, S.Pd (Sekolah Daya Pelita Kasih)
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT atas selesainya penyusunan
“Naskah Akademik Satuan Pendidikan” sebagai penjabaran dari Naskah Akademik
Penataan Ulang Kurikulum yang telah disusun sebelumnya. Penyusunan naskah
akademik ini adalah dalam rangka menindaklanjuti program-program prioritas yang
dimuat, baik dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014
maupun dalam Rencana Strategis Kementerian Pendidikan Nasional 2010-2014.
Naskah Akademik Satuan Pendidikan yang telah disusun oleh Pusat Kurikulum dan
Perbukuan adalah sebagai berikut :
1. Naskah Akademik Pendidikan Anak Usia Dini
2. Naskah Akademik Sekolah Dasar
3. Naskah Akademik Sekolah Menengah Pertama
4. Naskah Akademik Sekolah Menengah Atas
5. Naskah Akademik Sekolah Menengah Kejuruan
6. Naskah Akademik Program Khusus
7. Naskah Akademik Pendidikan Non Formal
Selain itu, Pusat Kurikulum dan Perbukuan juga telah menyusun Naskah Akademik
Kewirausahaan.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan
memberikan pemikiran dalam mewujudkan naskah akademik ini. Dengan
kerendahan hati, kami mengharapkan masukan dan kritik yang konstruktif dalam
rangka pemantapan dan penyempurnaannya. Semoga upaya ini bisa menjadi salah
satu unsur yang signifikan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan.
Jakarta, Mei 2011
Kepala Pusat Kurikulum dan
Perbukuan,
Dra. Diah Harianti, M.Psi
NIP. 195504161983032001
iii
DAFTAR ISI
Hal
Daftar Isi i
Kata Pengantar ii
Bab I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan 2
C. Landasan Yuridis 3
D. Alur Pikir 3
Bab II KARAKTERISTIK 4
A. Peserta Didik Berkebutuhan Khusus 4
B. Lingkungan Belajar 7
1. Satuan Pendidikan Khusus (PAUDLB, SDLB, SMPLB,
SMALB, SMKLB dan sebutan lain yang setara)
7
2. Sekolah Umum/Reguler 9
Bab III Program Kompensatoris ABK 14
1. Latar Belakang program kompensatoris 14
2. Pengertian Program Kompensatoris 14
3. Tujuan Program Kompensatoris 14
4. Jenis-jenis dan Ruang Lingkup Program
Kompensatoris
15
5. Prinsip-prinsip Pelaksanaan Program Kompensatoris 19
6. Implementasi Program Kompensatoris 20
a. Implementasi Program Khusus di Sat.Pend
Khusus
20
b. Implementasi Program Khusus di
Satuan.Pendidikan Reguler
21
7. Aspek Ketenagaan Program Kompensatoris 22
8. Aspek Sarana & Prasarana Program Kompensatoris 22
9. Standar Isi Program Kompensatoris 23
10. Evaluasi Pembelajaran Prog. Khusus 23
11. Implikasi 23
Bab IV Struktur Kurikulum 24
DAFTAR PUSTAKA 35
Lampiran: Program Kompensatoris 37
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia dan untuk itu setiap warga negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya tanpa memandang status sosial, ras, etnis, agama, dan gender. Pemerataan akses dan peningkatan mutu pendidikan akan membuat warga negara Indonesia memiliki kecakapan hidup (life skills) sehingga mendorong tegaknya pembangunan manusia seutuhnya serta masyarakat madani dan modern yang dijiwai nilai-nilai Pancasila.
Mengacu pada prioritas kebijakan pembangunan pendidikan nasional sebagaimana dimuat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010 – 2014 maupun Rencana Strategis Kementerian Pendidikan Nasional 2010 – 2014, Pusat Kurikulum Balitbang Kemendiknas melakukan penataan ulang kurikulum secara konseptual dan kontekstual sesuai dengan ketentuan yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Penataan ulang kurikulum dilakukan untuk menyesuaikan dengan tuntutan perkembangan mutakhir serta arah dan kecenderungan global dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, sehingga mampu mewujudkan visi pendidikan nasional ialah terwujudnya ‘insan Indonesia yang cerdas komprehensif, kompetitif, dan bermartabat (Insan Kamil/Insan Paripurna)’.
Bahwa atas dasar itu, Pusat Kurikulum Balitbang Diknas telah menyusun Naskah Akademik satuan Pendidikan Khusus. Dalam Naskah Akademik tersebut dengan jelas ditegaskan bahwa Kurikulum Pendidikan Khusus ke depan wajib menyediakan program Khusus sebagai kompensatoris dari kelainan dan hambatan yang dialami masing-masing peserta didik berkebutuhan khusus. Program Khusus sebagai kompensatoris ABK tersebut memiliki cakupan yang luas dan berbeda-beda antara ABK dengan jenis kelainan tertentu dengan ABK jenis kelainan lainnya.
Atas dasar itu, maka Pusat Kurikulum perlu menyusun Naskah Akademik untuk penataan Program Khusus (kompensatoris) yang merupakan bagian dari Kurikulum Satuan Pendidikan yang akan dijadikan landasan ilmiah dalam penyusunan Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan serta Model Kurikulum dengan perspektif baru dari masing-masing satuan pendidikan. Naskah Akademik ini dibuat untuk penataan Program Khusus dalam kurikulum pendidikan anak berkebutuhan khusus yang akan memuat hal-hal sebagai berikut :
2
1. Framework penguatan pelaksanaan Program Khusus dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan khusus yang berlaku saat ini, dengan cara memperkuat metodologi pembelajaran yang mengaktifkan dan mengintegrasikan pendidikan kewirausahaan, pendidikan kecakapan hidup, pendidikan budaya dan karakter bangsa, dan pendidikan ekonomi kreatif.
2. Framework pengkajian Program Khusus dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) Pendidikan Khusus (SDLB, SMPLB, SMALB/SMKLB) dalam rangka pemetaan ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi serta kualifikasi kemampuan lulusan.
3. Framework pengelolaan ulang Program Khusus dalam kurikulum sekolah menjadi kurikulum tingkat nasional, daerah, dan sekolah sebagai bahan usulan dan/atau masukan yang dapat digunakan untuk menyempurnakan terhadap peraturan perundang-undangan pendidikan yang berlaku saat ini.
Dengan adanya naskah akademik ini, Pusat Kurikulum berupaya untuk melakukan transformasi pemikiran yang menjembatani apa yang ada saat ini (what it is), dan apa yang seharusnya ada di masa yang akan datang (what should be next) dalam bidang Kompensatoris ABK sebagai Program Khusus dalam kurikulum satuan pendidikan. Transformasi pemikiran ini menjadi penting seiring dengan kontinuitas perkembangan masyarakat, ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni budaya pada tataran lokal, regional, nasional dan global di masa depan.
B. Tujuan
Penyusunan naskah akademik program khusus dilakukan untuk keperluan hal-hal sebagai berikut :
1. Memperkuat pelaksanaan Program Khusus dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) di setiap satuan pendidikan khusus yang berlaku saat ini (the existing curriculum) dengan cara memperkuat metode pembelajaran dan mengintegrasikan pendidikan kewirausahaan, pendidikan budaya dan karakter bangsa, pendidikan kecakapan hidup, dan pendidikana ekonomi kreatif.
2. Mengkaji Program Khusus dalam kurikulum pendidikan khusus (PAUDLB, SDLB, SMPLB, SMALB) dalam rangka pemetaan ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi serta kualifikasi kemampuan lulusan sebagai bahan masukan bagi penyempurnaan standar isi/standar kompetensi lulusan.
3. Merumuskan pengelolaan Program Khusus dalam kurikulum masa depan yang dimulai dari tingkat nasional, tingkat daerah dan sekolah sebagai bahan usulan kebijakan dalam perancangan undang-undang sistem pendidikan nasional yang akan datang.
3
C. Landasan Yuridis
Landasan yuridis penyusunan naskah akademik sebagai upaya penataan ulang kurikulum tingkat satuan pendidikan, didasarkan pada : a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 b. Undang-Undang No. 4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat c. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional d. Undang-Undang No. 23 Tahun 2007 tentang Perlindungan Anak e. Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional f. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah g. Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen h. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005--2025 i. Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan j. PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan
Pendidikan k. PP Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan l. Permendiknas Nomor 70 tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi
Anak yang memiliki kelainan fisik, mental, intelektual, emosi dan sosial dan yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
D. Alur Pikir
Alur pikir yang digunakan dalam rangka penataan ulang kurikulum satuan pendidikan khusus adalah sebagai berikut.
Penataan Ulang
Program Khusus
dalam Kurikulum
1. Penguatan pelaksanaan Program
Khusus dalam KTSP dengan
metodologi pembelajaran dan integrasi
pendidikan kewirausahaan, pendidikan
budaya dan karakter bangsa,
pendidikan kecakapan hidup, dan
pendidikan ekonomi kreatif melalui
belajar aktif
2. Pemetaan ruang lingkup materi dan
tingkat kompetensi serta kualifikasis
kemampuan lulusan sebagai bahan
penyempurnaan SI/SKL
Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan
3. Pengelolaan
Program Khusus
dalam kurikulum
tingkat nasional,
daerah dan sekolah
masa mendatang
4
BAB II KARAKTERISTIK
A. Peserta Didik Berkebutuhan Khusus
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas menggunakan terminologi anak berkebutuhan khusus dengan istilah berkelainan serta cerdas dan bakat istimewa. Hal ini tertuang dalam Pasal 5 (1) dijelaskan bahwa ‘Warga negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus’. Selanjutnya dalam Pasal 5 (2) dijelaskan bahwa ‘ ‘Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus. sementara itu dalam pasal 5 (3) dijelaskan bahwa warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus’. Pernyataan ini dipertegas kembali pada Pasal 32 (2) yang menegaskan bahwa ‘Pendidikan layanan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi.’
Berdasarkan terminologi tersebut maka mereka yang disebut sebagai anak berkebutuhan khusus adalah mereka yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan/atau sosial. Termasuk anak berkebutuhan khusus adalah mereka yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa. Semua dari mereka memerlukan pendidikan khusus.
Sementara itu bukan termasuk anak berkebutuhan khusus mereka yang tinggal di daerah terpencil, terbelakang, masyarakat adat terpencil, terkena bencana alam, bencana sosial, dan/atau keterbatasan secara ekonomi. Mereka membutuhkan pendidikan layanan khusus, bukan pendidikan khusus. Dengan demikian pendidikan layanan khusus dalam konteks pendidikan khusus adalah Pendidikan Layanan Khusus bagi Anak Berkebutuhan Khusus (PLK bagi ABK).
Pendidikan khusus adalah pembelajaran yang dirancang secara khusus untuk memenuhi kebutuhan khusus peserta didik yang teridentifikasi sebagai berkelainan (Friend dan Bursuck, 2006). Sedangkan pendidikan inklusi adalah sistem layanan pendidikan khusus yang mempersyaratkan agar semua anak berkebutuhan khusus dilayani di sekolah-sekolah terdekat (Sapon-Shevin, 2007), atau penempatan anak berkebutuhan khusus ringan, sedang, dan berat di kelas biasa secara penuh (Staub dan Peck, 1994/1995), atau menempatkan semua murid di kelas yang sama (Stainback dan Stainback, 1990), atau sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk
5
mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya (Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009), atau pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa (Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 2010).
Melihat bebagai definisi di atas, peserta didik pendidikan khusus adalah mereka yang karena kelainannya menyebabkan kebutuhan khususnya tidak terlayani secara optimal dalam pembelajaran reguler, sehingga memerlukan pendidikan khusus. Dalam konteks pendidikan inklusi, peserta didik sebenarnya tidak perlu dikelompokkan berdasarkan dalih apapun. Namun demikian, oleh karena dalam PP Nomor 17 Tahun 2010 dijelaskan bahwa penyelenggaraan pendidikan khusus dapat dilakukan melalui satuan pendidikan khusus, satuan pendidikan umum, satuan pendidikan kejuruan, dan/atau satuan pendidikan keagamaan, maka kategorisasi dan penggunaan label bagi peserta didik berkebutuhan khusus masih diperlukan.
Ada berbagai jenis pengelompokan peserta didik berkebutuhan khusus. Ashman dan Elkins (1994), misalnya, mengelompokkan anak berkebutuhan khusus menjadi
• gifted and talented children, • children with communication disorders. • Children with learning difficulties • Children with behavioral and emotional problems • Children with visual impairment • Deaf and hard of hearing children • Children with an intellectual disability • Children with physical disabilities
Sedikit berbeda dengan Ashman dan Elkins, Shea dan Bauer (1997) memasukkan anak-anak yang berbeda dalam budaya, etnik, bahasa sebagai berkebutuhan khusus. Jadi orientasi ideintifikasi sudah mengarah pada konsep pendidikan inklusi. Oleh keduanya, peserta didik berkebutuhan khusus dikelompokkan menjadi
• Peserta didik yang berbeda dalam berinteraksi a. Peserta didik dengan gangguan emosi / sosial b. Peserta didik dari kelompok etnik, budaya, dan bahasa yang
berbeda • Peserta didik yang berbeda dalam mengakses lingkungan
a. Peserta didik dengan gangguan komunikasi b. Peserta didik dengan gangguan fisik dan kesehatan c. Peserta didik dengan gangguan penglihatan d. Peserta didik dengan gangguan pendengaran
6
• Peserta didik yang berbeda dalam kecepatan dan gaya belajar a. Peserta didik berkesulitan belajar b. Peserta didik retardasi mental ringan atau sedang c. Peserta didik retardasi mental sedang d. Peserta didik retardasi berat atau tuna ganda e. Peserta didik berbakat dan kreatif
Berdasarkan data empiris dan dalam konteks pendidikan inklusif, Friend dan Bursuck (2006) mengelompokkan peserta didik berkebutuhan khusus berdasarkan pada incidence (kemungkinan terjadinya), yaitu:
a. Low incidence disabilities a. Mental retardation b. Multiple disabilities c. Hearing impairment d. Orthopedic impairment e. Other health impairment f. Visual impairment g. Deaf-blindness h. Autism i. Traumatic brain injury
b. High incidence disabilities a. Learning disabilities b. Emotional disturbance c. Speech or language impairments
c. Other students with special needs a. Sudents with health and medical needs b. Students with attention deficits – hyperactivity disorders c. Students who are gifted and talented d. Students from culturally diverse backgrounds e. Students who are at risks
Penjabaran lebih lanjut tentang jenis-jenis anak berkebutuhan khusus sebagaimana dimaksudkan dalam UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 5 (2 dan 4), termuat dalam PP Nomor 17 tahun 2010, yang mengidentifikasi jenis peserta didik berkebutuhan khusus menjadi:
a. tunanetra; b. tunarungu; c. tunawicara; d. tunagrahita; e. tunadaksa; f. tunalaras; g. berkesulitan belajar; h. lamban belajar; i. autis;
7
j. memiliki gangguan motorik; k. menjadi korban penyalahgunaan narkotika, obat terlarang, dan zat
adiktif lain; l. memiliki kelainan lain.
Memahami berbagai definisi, klasifikasi anak berkebutuhan khusus dalam perspektif akademik dan yuridis, dapat disimpulkan bahwa, ke depan sesungguhnya mereka-mereka yang memerlukan layanan program pendidikan khusus adalah mereka yang mengalami hambatan nyata untuk berpartisipasi secara penuh dalam sistem pendidikan reguler baik yang disebabkan oleh faktor fisik, intelektual, mental, emosional dan/atau sosial. Mereka terdiri atas :
a. Mereka yang memiliki kondisi kelainan di atas rata-rata (luar biasa atas)
b. Mereka yang memiliki kondisi kelainan di bawah rata-rata (luar biasa bawah)
B. Lingkungan Belajar
1. Satuan Pendidikan Khusus (PAUDLB, SDLB, SMPLB, SMALB, SMKLB dan sebutan lain yang setara)
Pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di Indonesia sudah ada sejak negara ini belum merdeka (Sunardi, tt). Perintis pendidikan jenis ini adalah dr.Westhoff yang membuka sheltered workshop bagi penyandang tuna netra di Bandung pada tahun 1901. Di kota Bandung juga, pada tahun 1927, dibuka sekolah bagi anak tuna grahita oleh Vereniging Bijzonder Onderwijs dengan promotor bernama Folker, sehingga sekolah ini dikenal dengan nama Folker School. Pendidikan bagi anak tuna rungu-wicara juga dirintis di kota Bandung pada tahun 1930 oleh Ny.C.M.Roelfsema, istri seorang dokter. Setelah merdeka, beberapa sekolah luar biasa (SLB) bermunculan di beberapa daerah di Indonesia. Sebagian besar sekolah-sekolah tersebut dikelola oleh swasta, terbagi menjadi lima jenis, yaitu SLB-A untuk siswa tuna netra, SLB-B untuk siswa tuna rungu-wicara, SLB-C untuk siswa tuna grahita, SLB-D untuk siswa tuna daksa, dan SLB-E untuk siswa tuna laras.
Ke depan Satuan Pendidikan Khusus harus disediakan untuk semua jenis kelainan, mulai dari PAUDLB, SDLB, SMPLB, SMALB, SMKLB dan sebutan lain yang setara. Masing-masing satuan pendidikan khusus dapat menyelenggarakan pendidikan untuk satu atau lebih jenis kelainan ABK sesuai dengan sumberdaya yang tersedia.
Karakteristik satuan pendidikan khusus dapat terdiri dari sebagai berikut (dan yang setara dengan sebutan di bawah ini) :
1. PAUDLB untuk satu jenis kelainan 2. PAUDLB untuk lebih dari satu jenis kelainan
8
3. SDLB untuk satu jenis kelainan 4. SDLB untuk lebih dari satu jenis kelainan 5. SMPLB untuk satu jenis kelainan 6. SMPLB untuk lebih dari satu jenis kelainan 7. SMALB untuk satu jenis kelainan 8. SMALB untuk lebih dari satu jenis kelainan 9. SMKLB untuk satu jenis kelainan 10. SMKLB untuk lebih dari satu jenis kelainan Manajemen sistem pengelolaan satuan pendidikan khusus ke depan, dimungkinkan dikelola dalam berbagai bentuk : 1. PAUDLB dan SDLB satu unit (sistem satu atap) 2. PAUDLB, SDLB dan SMPLB satu unit (sistem satu atap) 3. PAUDLB, SDLB, SMPLB dan SMALB satu unit (sistem satu atap) 4. SMPLB dan SMALB satu unit (sistem satu atap) 5. SMPLB satu unit 6. SMALB/SMKLB satu unit Untuk memenuhi kebutuhan masing-masing peserta didik dengan potensi kecerdasan yang beragam, maka satuan pendidikan khusus ke depan harus menyediakan kurikulum dengan dua muatan : 1. Untuk PAUDLB dan SDLB (ABDE) menggunakan kurikulum standar
nasional SLB terdiri dari : a. Kurikulum standar nasional SLB ABDE b. Kurikulum standar nasional SLB C,C1,D1,G,Autis c. Kurikulum di atas standar nasional SLB CIBI
2. Untuk SMPLB dan SMALB/SMKLB menggunakan kurikulum standar
nasional SMPLB, SMALB/SMKLB terdiri dari : a. Kurikulum Jalur Akademik
Kurikulum Jalur Akademik hanya disediakan untuk ABK dengan potensi intelektual rata-rata atau di atas rata-rata yang memiliki minat untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi jalur akademik. Muatan kurikulum hampir 100% sama dengan tuntutan kurikulum SMP/SMA/SMK umum.
b. Kurikulum Jalur Vokasional Kurikulum Jalur Vokasional disediakan untuk ABK dengan minat utama bidang kejuruan. Mereka disiapkan untuk memiliki keterampilan kerja tertentu sehingga setelah selesai sekolah dapat mandiri bekeja dengan keterampilan yang dimiliki. Kurikulum dibuat sedemikian rupa sehingga komposisi antara bidang akademik dan vokasional menggambarkan perbandinggan sekitar 25% - 30% akademik, dan 70% - 75% bidang keterampilan vokasional. Lulusan dari Jalur Vokasional tidak diarahkan untuk melanjutkan ke sekolah inklusi maupun Perguruan Tinggi.
9
2. Sekolah Umum/Reguler Di Amerika Serikat, layanan pendidikan bagi ABK di sekolah umum sudah dimulai pada awal abad XX, dalam rangka wajib belajar (Friend dan Bursuck, 2006). Dalam perspektif para ahli (Sapon-Shevin, 2007), model penempatan ABK seperti ini dikenal dengan mainstreaming. ABK di sekolah umum harus menggunakan kurikulum seperti siswa sebayanya yang lain, dengan adaptasi / modifikasi pada proses belajar atau evaluasi. The child should be mainstreamed when he / she can compete in the regular classroom, yang menurut Sapon-Shevin (2007), hal ini dapat menimbulkan masalah, karena first, it assumes that the regular classroom will inevitably be structured competitively and that the child with disabilitities willtherefore be expected to behave competitively to be successful, and second, it is the job of the child to fit into the existing classroom structure (if it works for you, great, but if not, you were not ready.
Dalam perkembangannya, ada ABK yang tidak dapat mengikuti kecepatan teman-teman sebayanya, sehingga pada dekade 1920-an, kelas-kelas khusus mulai dibuka bagi siswa yang mempunyai gangguan kognitif tingkat ringan atau sedang (Friend dan Bursuck, 2006). Pada dekade 1950-an, layanan kelas-kelas khusus tersedia di hampir semua sekolah di Amerika Serikat, tetapi ditemukan dampak yang tidak diharapkan, yaitu para siswa dianggap kurang dalam kemampuan akademik, waktu belajar banyak dimanfaatkan untuk aktifitas kerajinan tangan.
Berbagai peraturan perundangan tentang pendidikan bagi ABK disahkan di Amerika Serikat, sebagian besar muncul karena kasus pengadilan yang diajukan oleh perorangan atau lembaga-lembaga pembela hak azasi atas ketidakadilan layanan yang disediakan (Friend dan Bursuck,2006). Peraturan perundangan yang pertama adalah the Education for the Handiccaped Act yang disahkan pada tahun 1975, memungkinkan berbagai lingkungan pendidikan bagi ABK, dari yang paling bebas (kelas biasa penuh) sampai yang paling terbatas (sekolah atau tempat khusus). Undang-undang ini menekankan bahwa ABK harus ditempatkan pada lingkungan yang paling bebas baginya (least restrictive environment). Beberapa peraturan tambahan terus dilakukan terhadap undang-undang tersebut, antara lain pada tahun 1986 dengan diperluasnya jangkauan pada ABK usia dini. Pada tahun 1990 juga disahkan undang-undang baru, yaitu the Individuals with Disabilities Act. Beberapa butir baru dimunculkan dalam undang-undang ini, antara lain persiapan untuk bekerja, pendidikan pasca sekolah menengah, dan kategori kelainan baru seperti autisme dan gegar otak. Undang-undang ini direvisi lagi tahun 1997 antara lain dengan penekanan bahwa sebagian besar waktu ABK harus berada di kelas biasa sehingga peran guru kelas semakin dominan. Perubahan
10
terbaru disahkan pada tahun 2004, the Disabilities Education Improvement Act, yang mengatur bahwa asesmen terhadap ABK harus dilakukan sama seperti asesmen kepada siswa lain dan adanya lisensi bagi guru PLB.
Meskipun peraturan perundangan (di Amerika Serikat) masih mempertahankan beberapa alternatif penempatan pendidikan bagi ABK, para pakar secara gencar mempertanyakan asumsi bahwa ABK yang memerlukan layanan yang lebih intensif harus secara rutin memperolehnya di kelas-kelas khusus (Friend dan Bursuck, 2006). Asumsi mainstreaming bahwa tempat belajar (sekolah) mengendalikan jenis dan intensitas layanan mulai ditolak. Sebaliknya mereka mengajukan konsep praktik layanan yang lebih inclusif. Konsep pendidikan inklusif didasarkan pada asumsu atau filsafat bahwa ABK harus secara penuh diintegrasikan di sekolah-sekolah biasa dan bahwa layanan pembelajaran harus didasarkan pada abilities, bukan pada disabilities.
Dukungan kuat terhadap pendidikan inklusi diperkuat oleh Salamanca Statement on Inclusive Education yang merupakan kesepakatan para menteri pendidikan sedunia dalam konferensi internasional tahun 1994 di Salamanca, Spanyol. Konsep inklusi mempersyaratkan physical integration, social integration, dan instructional integration.
Menurut Sapon – Shevin (2007), dalam mainstreaming, siswa yang harus menyesuaikan diri agar dapat mengikuti pembelajaran di kelas biasa, sebaliknya, dalam inclusion, kelas biasa yang harus dimodifikasi agar dapat mengakomodasi semua jenis peserta didik. Setiap anak mempunyai hak untuk memperoleh layanan di sekolah manapun. Inklusi bukan hanya masalah disabilities, tetapi masalah keragamam ras, suku, agama, keluarga, gender, bahasa, budaya, ekonomi, dll. Keberagaman di kelas harus menjadi sesuatu yang alami, menggambarkan natural proportion dari keragaman populasi yang sebenarnya.
Melihat kenyataan bahwa modifikasi dan adaptasi yang dimungkinkan di sekolah umum hanyalah terhadap kegiatan pembelajaran dan evaluasi, sedangkan terhadap kurikulum tidak mungkin, hanya ABK dengan tingkat kemampuan kognitif minimal normal yang dapat mengikuti pembelajaran di sekolah umum. Konsep yang dipakai masih mainstreaming yang berasumsi bahwa siswa yang harus menyesuaikan diri agar dapat mengikuti pembelajaran di kelas biasa (Sapon-Shevin, 2007), sedangkan pembelajaran di sekolah umum bersifat kompetitif. ABK yang memiliki tingkat kemampuan kognitif minimal normal diharapkan dapat mengikuti pembelajaran bersama teman sebayanya agar potensi yang dimiliki berkembang secara optimal.
11
Beberapa metaanalisis tarhadap hasil-hasil penelitian tentang pendidikan inklusi telah dilakukan. Metaanalisis oleh Carlberg dan Kavale (1980) meliputi 50 buah hasil penelitian yang dilakukan pada awal 1980-an. Hasil analisis menunjukkan pendidikan inklusi berpengaruh positif terhadap akademik dan sosial ABK. Metaanalisis yang dilakukan oleh Wang dan Baker (1986) meliputi 11 buah penelitian antara tahun 1975 sampai 1984. Hasilnya sama dengan hasil metaanalisis Carlberg dan Kavale tentang dampak positif pendidikan inklusi terhadap kemampuan akademik dan sosial ABK. Hasil yang sama diperoleh oleh Baker (1994) yang melakukan metaanalisis terhadap 13 buah penelitian antara tahun 1983-1992 untuk disertasi doktornya di Temple University. Dampak terhadap siswa non-disabled disimpulkan oleh Staubb dan Peck (1995) yang mereview hasil beberapa penelitian. Hasil penelitian yang membandingkan prestasi akademik siswa normal antara kelas yang terdapat ABK dengan kelas tanpa ABK menunjukkan tidak adanya perbedaan signifikan. Perilaku dan waktu efektif belajar siswa normal di kedua kelas juga tidak menunjukkan perbedaan. Sementara itu, hasil penelitian yang membandingkan prestasi belajar ABK di dua setting dilaporkan oleh Marozas dan May (1988). Hasil review menunjukkan bahwa semakin tinggi kemampuan kognitif siswa, akan lebih berprestasi berada di kelas-kelas biasa. Sebaliknya, semakin rendah tingkat kemampuan kognitifnya, lebih tepat berada di setting segregasi, apabila kelas-kelas biasa masih menerapkan sistem kompetitif.
Pendidikan bagi ABK di Indonesia di sekolah biasa sebenarnya sudah dirintis sejak 1984 seiring dengan gerakan wajib belajar sekolah dasar, seperti halnya yang terjadi di Amerika serikat pada dekade 1920-an. Beberapa sekolah umum dimungkinkan untuk juga menerima siswa berkebutuhan khusus, sekolah ini kemudian disebut sekolah terpadu. ABK yang diterima adalah yang mempunyai tingkat kecerdasan normal, umumnya tuna netra, yang diharapkan mampu mengikuti pendidikan akademik sekolah umum seperti teman-teman sebayanya.
Seiring dengan perkembangan pendidikan ABK di dunia menjadi lebih inklusif seperti disepakati oleh para menteri pendidikan sedunia di Salamanca tahun 1994, beberapa perubahan telah terjadi di Indonesia. Pendidikan inklusif dirintis sejak tahun 2003. Berdasarkan Surat Edaran Dirjen Dikdasmen Depdiknas No.380 /C.66/MN/2003, 20 Januari 2003 perihal Pendidikan ABK di Sekolah Umum bahwa di setiap Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia sekurang kurangnya harus ada 4 sekolah penyelenggara pendidikan inklusi yaitu di jenjang SD, SMP, SMA dan SMK masing-masing minimal satu sekolah. Respon masyarakat terhadap pendidikan inklusif sangat positif terbukti sampai akhir tahun 2008 telah dirintis sekitar 925 sekolah sebagai
12
penyelenggara pendidikan inklusif, terdiri dari 790 buah sekolah inklusi bagi penyandang cacat dan 135 sekolah inklusi akselerasi dari tingkat TK sampai SMA (Direktorat Pembinaan SLB Depdiknas, 2008).
Kebijakan inklusi kemudian diperkuat secara legal dengan Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik Yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa. Di setiap kecamatan harus diselenggarakan paling tidak satu SD dan satu SMP inklusi dan di setiap kabupaten/kota harus diselenggarakan paling tidak satu SMA inklusif.
Seiring dengan semakin besarnya tuntutan pemenuhan hak memperoleh pendidikan bagi semua warganegara, termasuk anak berkebutuhan khusus, semua sekolah harus diarahkan menjadi sekolah inklusif, agar setiap anak dapat belajar di sekolah terdekat, apapun kondisinya anak tersebut. Sekolah inklusif perlu menyediakan kurikulum yang adaptif yang mampu mengakomodasi kebutuhan peserta didik yang beragam. Kurikulum dimodifikasi sedemikian rupa dalam bentuk paket-paket program pilihan yang disesuaikan dengan kemampuan peserta didik.
Pada jenjang prasekolah dan sekolah dasar, semua TK dan SD/MI harus manjadi sekolah inklusi yang tidak menolak siswa, apapun kondisi siswa tersebut. Bagi peserta didik yang tidak mampu mengikuti program akademik, sekolah perlu menyediakan program semi-akademik. Apabila sumberdaya sekolah tidak memungkinkan, hendaknya diadakan satu mekanisme koordinasi formal atas lembaga, dengan koordinatorat berada di Dinas Pendidikan setempat. Sekolah tersebut melaporkan ke Dinas Pendidikan selaku koordinator, kemudian Dinas Pendidikan mengatur koordinasi untuk resource sharing dengan SLB, puskesmas, atau sekolah inklusi terdekat.
Pada jenjang sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas, program akademik harus disediakan bagi peserta didik berkebutuhan khusus yang mampu mengikutinya. Apabila ada masalah dengan sumberdaya, Dinas Pendidikan setempat hendaknya melakukan koordinasi agar dapat dilakukan resource sharing dengan SLB, sekolah inklusi, atau lembaga terkait terdekat. Bagi peserta didik dengan kebutuhan perkembangan dan kemampuan intelektual tingkat tinggi, dapat disediakan jalur akselerasi dengan kurikulum akademik penuh. sedangkan peserta didik yang mengalami kesulitan mengikuti program akademik, sekolah hendaknya mengupayakan agar anak dapat memperoleh akses ke jalur vokasional . Komunikasi hendaknya terjalin antar SMA/MA, SMPLB/SMLB/ dan Dinas Pendidikan setempat, agar ABK tidak kehilangan haknya belajar pada lingkungan dan program yang sesuai dengan kebutuhan individualnya.
13
Bagi ABK, diperlukan Program Kompensatoris menurut kebutuhan masing-masing. Untuk menetapkan program yang tepat dengan kebutuhannya, harus dilakukan asesmen yang hasilnya dimanfaatkan untuk penempatan maupun menyusun program pembelajaran individual (PPI). Dalam hal ini proses asesmen potensi ABK menjadi sangat penting untuk diperhatikan, dan harus dilakukan oleh mereka yang berwenang agar intervensi yang diberikan sesuai dengan kebutuhan anak.
Kecuali tenaga pendidik seperti pada sekolah biasa yang lain, sesuai dengan Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009, sekolah inklusi harus memiliki guru pembimbing khusus. Selama ini, Badan Kepegawaian Negara hanya mengakui guru kelas, guru mata pelajaran, dan guru bimbingan kanseling di sekolah. Mengingat guru pembimbing khusus mempunyai peran yang penting dan tidak sama dengan guru kelas, guru mata pelajaran, atau guru bimbingan kanseling, jabatan guru pembimbing khusus harus ada dalam struktur tenaga pendidik di sekolah.Tenaga pendidik pada sekolah inklusif memerlukanb tambahan pengetahuan, pandangan, wawasan, filosofis, sikap positif dan keterampilan/skill tentang pendidikan anak berkebutuhan khusus.
Kurikulum yang digunakan di Sekolah Inklusi dimungkinkan untuk dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan peserta didik yang beragam. Dengan mempertimbangkan kebutuhan program khusus dan karakteristik peserta didik berkebutuhan khusus yang mengikuti pembelajaran di sekolah inklusi, maka ada bebeapa modifikasi kurikulum yang dapat dipilih oleh satuan pendidikan.
1. Satuan pendidikan penyelenggara program pendidikan inklusif (PAUD Inklusi, SD Inklusi, SMP Inklusi, SMA/SMK Inklusi), menggunakan kurikulum reguler tanpa dimodifikasi ditambah dengan Program Khusus Kompensatoris sesuai jenis kelainan peserta didik.
2. Satuan pendidikan penyelenggara program pendidikan inklusif (PAUD Inklusi, SD Inklusi, SMP Inklusi, SMA/SMK Inklusi), menggunakan kurikulum reguler yang dimodifikasi ditambah dengan Program Khusus Kompensatoris sesuai jenis kelainan peserta didik. Modifikasi kurikulum dimaksud meliputi modifikasi isi kurikulum, modifikasi proses, dan modifikasi penilaian.
3. Satuan pendidikan penyelenggara program pendidikan inklusif (PAUD Inklusi, SD Inklusi, SMP Inklusi, SMA/SMK Inklusi), menggunakan kurikulum reguler di bawah standar nasional ditambah dengan Program Khusus Kompensatoris sesuai jenis kelainan peserta didik.
14
BAB III PROGRAM KOMPENSATORIS ABK
1. Latar Belakang Program Kompensatoris
Peserta didik berkebutuhan khusus mengalami hambatan dalam beberapa hal untuk dapat tumbuh dan berkembang secara optimal karena adanya kelainan yang dialami baik secara fisik, intelektual, mental, emosi dan/atau sosial. Untuk membantu mengatasi hambatan tersebut maka dibutuhkan program khusus yang disebut progam kompensatoris. Program kompensatoris merupakan program khusus bidang ke-PLB-an yang diberikan kepada peserta didik sebagai pengganti dari hambatan yang dialami. Contoh, seorang tunanetra mengalami hambatan dalam membaca tulisan dengan menggunakan huruf biasa. Sebagai kompensasinya maka digunakan huruf Braille. Dengan menggunakan huruf Braille maka hambatan yang dialami anak tunanetra dalam mengakses informasi melalui media tulisan, dapat teatasi atau terbantu. Contoh lain, anak tunarungu mengalami hambatan dalam menerima percakapan verbal dalam berkomunikasi sehari-hari. Untuk membantu mengatasi hambatan tersebut maka disediakan program khusus berupa bina komunikasi dan persepsi bunyi dan irama. Program khusus ini merupakan kompensasi dari adanya hambatan komunikasi yang dialami tunarungu. Memperhatikan hal tersebut, maka program komensatoris bagi ABK sangat penting. Hal ini disebabkan karena semua ABK mengalami hambatan dalam berbagai hal. Karena itu perlu dirumuskan jenis-jenis dan ruang lingkup program kompensatoris sebagai program khusus ke – PLB – an bagi peserta didik sesuai dengan jenis hambatan dan kelainan yang dialaminya.
2. Pengertian Program Kompensatoris Program kompensatois dalam naskah akademik ini dimaknai sebagai Program Khusus bidang ke-PLB-an, yang disediakan bagi peserta didik sesuai dengan jenis kelainan dan hambatan yang dialami sehingga dapat tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai dengan potensinya masing-masing.
3. Tujuan Program Kompensatoris Tujuan Program Kompensatoris adalah membantu peserta didik berkebutuhan khusus agar mampu mengatasi hambatan yang ada dengan cara menggantikan, memindahkan, atau mengalihkan komponen yang lemah, kurang atau tidak berfungsi dengan memperkuat fungsi dan peran komponen lain yang memungkinkan sehingga dapat mengatasi hambatan yang dialami untuk tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai dengan potensinya masing-masing. Contoh : hambatan pengihatan pada tunanetra digantikan dengan memperkuat fungsi dan peran indera perabaan untuk membaca tulisan Braille. Hambatan berkomunikasi pada
15
anak tunarungu, diatasi dengan memperkuat fungsi dan peran bahasa isyarat. Hambatan kecerdasan pada anak tunagrahita diatasi dengan memperkuat keterampilan hidup (life skill) atau Activities of Daily Leaving (ADL). Hambatan motorik pada anak tunadaksa dibantu dengan program penguatan kemampuan gerak. Hambatan emosi dan sosial pada anak tunalaras dibantu dengan program bina pribadi dan sosial, perilaku dan kedisiplinan.
4. Jenis – jenis dan Ruang Lingkup Program Kompnsatoris
Para ahli bidang pendidikan luar biasa bersepakat bahwa setiap ABK memiliki hambatan yang khas untuk dapat bepartisipasi secara penuh dalam pendidikannya. Berdasarkan beberapa sumber (Bootthroyd, 1982; Heward & Orlansky, 1988; Turnbull, 2004; Hallahan, 1988; Fujishima.T. 1992; Polloway, 1993), jenis dan ruang lingkup program kompensatoris didasarkan atas macam hambatan dan kebutuhan khusus ABK sebagai berikut:
No Jenis ABK Hambatan Kebutuhan
1. Anak tunanetra
1. Hambatan perkembangan mental
2. Hambatan pendidikan 3. Hambatan mobilitas 4. Hambatan motorik 5. Hambatan koordinasi
gerak 6. Hambatan dalam
kehidupan sosial 7. Hambatan dalam ADL
(activity of daily living)
8. Hambatan vokasional (Turnbull, 2004)
1. Bimbingan Sosial Psikologis
2. Bimbingan Orientasi mobilitas
3. Bimbingan Baca tulis braille
4. Bimbingan ADL 5. Bimbingan vokasional
2. Anak tunarungu dan tuna wicara
1. Gangguan persepsual 2. Gangguan komunikasi 3. Gangguan sosial 4. Gangguan emosi 5. Masalah pendidikan 6. Masalah vokasional
(Bootthroyd, 1982; Heward & Orlansky, 1988)
(1) Kemiskinan bahasa (Uden, 1977)
1. Bimb. Sosial psikologis 2. Bimb. Komunikasi dan
persepsi bunyi dan irama.
3. Bimbingan bicara 4. Bimbingan isyarat 5. Bimb. Vokasional
16
3. Anak tuna grahita
1. Hambatan perilaku adaptif / rendahnya kemandirian dan tanggung jawab sosial
2. Hambatan dalam penyelesaian tugas karena kemampuan intelektual di bawah rata–rata secara signifikan
3. Hambatan dalam ADL (Turnbull, 2004)
1. Bimbingan ADL 2. Bimbingan bicara 3. Bimbingan vokasional
4. Anak tunadaksa
1. Hambatan fungsi mobilitas.
2. Hambatan dalam ADL 3. Hambatan fungsi sosial
psikologis. 4. Hambatan dalam aspek
ekonomis produktif (Hallahan, 1988)
1. Bimbingan psikologis 2. Bimbingan ADL 3. Bimbingan gerak dan
mobilitas 4. Terapi fisik, okupasi,
dan wicara 5. Bimbingan vokasional
5. Anak tunalaras;
1. Kekacauan tingkah laku, 2. Kecemasan dan menarik
diri 3. Mudah terangsang
emosinya/emosional/ mudah marah
4. Agresif, merusak, mengganggu
5. Sering bertindak melanggar norma social/norma susila/hukum.
(Debora J. Bell. Sharon L. Foster. Eric J. Mash. 2005)
1. Bimbingan psikologis 2. Bimbingan sosial,
perilaku dan kedisiplinan
3. Bimbingan vokasional
6. Anak berkesulitan belajar;
1. Kesulitan belajar pra-akademik
2. Kesulitan belajar akademik
(Fujishima.T. 1992; Polloway, 1993)
1. Bimbingan modifikasi perilaku belajar
2. Pembelajaran remedial
7. Anak lamban belajar;
Kesulitan belajar pada semua mata pelajaran
1. Pembelajaran remedial 2. Modiikasi perilku
17
8. Anak autis; 1. gangguan interaksi sosial,
2. gangguan komunikasi, 3. perilaku terbatas
dengan pola minat dan aktivitas berulang
(Batshaw M, 2000)
1. Bimbingan Sosial dan tingkahlaku
2. Bimbingan Komunikasi verbal dan non verbal
3. Bimbingan ADL 4. Terapi psychopharma-
kologis
9. Anak yang memiliki gangguan motorik;
1. Hambatan mobilisasi. 2. Hambatan
komunikasi. 3. Hambatan fungsi
mental. 4. Hambatan dalam ADL. 5. Hambatan sosialisasi. 6. Hambatan dalam
pendidikan. 7. Hambatan
produktifitas. (Viola E. Cardwell. Tt; David Werner. 2002)
1. Bimbingan psikologis 2. Bimbingan ADL 3. Bimbingan gerak
mobilitas 4. Bimbingan Vokasional
10 Cerdas Istimewa dan Bakat Istimewa
(1) Prestasi di bawah kemampuan seharusnya (Underachievement) (Belinda Williams, 2003)
1. Kurikulum diferensiasi, (Joyce V. T Baska,
2006) 2. Modifikasi
pembelajaran (Jill Hearne, 2008)
Berdasarkan pandangan para ahli seperti tersebut di atas, maka ke depan Program Khusus untuk setiap jenis kelainan meliputi aktivitas pelayanan yang beragam yang selanjutnya diberi nama Kompensatoris. Ruang lingkup program khusus sebagaimana diuraikan di atas, dalam implementasinya di dalam kurikulum satuan pendidikan khusus, berupa mata pelajaran khusus sedangkan di dalam kurikulum satuan pendidikan inklusif berupa kegiatan ekstra kurikuler dengan ekuvalen 2 jam pelajaran. Substansi program kompensatoris dapat diintegrasikan ke dalam berbagai mata pelajaran dan kegiatan yang relevan. Prioritas harus dipilih untuk menetapkan satu atau dua mata program khusus yang dianggap dominan dari setiap jenis kelainan anak. Berdasarkan uraian di atas maka cakupan materi program khusus ABK dapat dibuat deskripsi sebagai berikut.
18
Ruang lingkup Materi Program Khusus Kompensatoris ABK Berdasrkan Jenis Hambatan Yang Dialami
Kompensatoris
Tunanetra
Kompensatoris
Tunarungu
(1) Bina Pribadi dan Sosial
(2) Orientasi Mobilitas
(3) Baca Tulis Braille
(4) Bina Diri
(1) Bina Pribadi dan Sosial
(2) Bina Komunikasi
(3) Bina Persepsi Bunyi dan Irama
Kompensatoris
Tunagrahita
(1) Bina Pribadi dan Sosial
(2) Bina Diri
(3) Bina Komunikasi
(1) Bina Pribadi dan Sosial
(2) Bina Psiko-Emosional
(3) Bina Strategi Belajar
Kompensatoris
Tunadaksa
(1) Bina Pribadi dan Sosial
(2) Bina Diri
(3) Bina Gerak
Kompensatoris
Tunalaras
Kompensatoris
Kesulitan dan
Lamban Belajar
(1) Bina Strategi Belajar
(2) Pembelajaran Remedial
(1) Bina Interaksi Sosial dan Tingkahlaku
(2) Bina Komunikasi
(3) Bina Psiko-Emosional
Kompensatoris
Autis
(1) Bina Pribadi dan Sosial
(2) Modifikasi Kurikulum/pembelajaran
Kompensatoris
Cerdas Istimewa
Bakat Istimewa;
19
5. Prinsip-prinsip Pelaksanaan Program Kompensatoris Beberapa prinsip dasar dalam program khusus bagi anak berkebutuhan khusus antara lain sebagai berikut: a. Program khusus diberikan kepada semua jenis ABK. Hal ini karena
setiap jenis ABK memiliki hambatan dalam mengikuti pembelajaran maupun dalam kehidupan sehari-hari akibat dari kelainan yang dialami
b. Program khusus tidak selalu menjadi mata pelajaran, melainkan dapat sebagai program pendidikan khusus di luar jam pelajaran atau materi program khusus yang terpadu dengan mata pelajaran akademik.
c. Pelaksanaan program khusus harus disesuaikan dengan tingkat kesulitan dan hambatan yang dialami anak. Semakin ringan hambatan yang dialami anak semakin sedikit waktu dan materi yang harus disediakan. Demikian pula sebaliknya semakin berat tingkat kelainan dan hambatan yang dialami anak, semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk mengikuti program khusus yang disediakan.
d. Program khusus pada dasarnya diberikan kepada semua satuan pendidikan dan semua jenjang pendidikan (PAUDLB, SDLB, SMPLB, SMALB, SMKLB dan yang sederajat). Namun pelaksanaannya disesuaikan dengan kebutuhan individual dan kekhususan peserta didik.
e. Program khusus sebagai mata pelajaran diperlukan untuk satuan pendidikan khusus (SDLB, SMPLB, SMALB atau yang sederajat). Sedangkan untuk satuan pendidikan umum (sekolah inklusi) disediakan waktu equvalen dengan 2 jam pelajaran dan dapat dilaksanakan dalam bentuk ekstra kurikuler dan/atau terintegrasi ke dalam kegiatan yang lain.
f. Semua guru di sekolah khusus wajib memiliki kompetensi minimal dalam melaksanakan program khusus. Sedangkan pada satuan pendidikan inklusif, program khusus menjadi kewenangan dan kompetensi Guru Pembimbing Khusus.
g. Semua guru pembimbing khusus di sekolah regular/inklusi wajib memiliki kompetensi minimal dalam melaksanakan program khusus
h. Pelaksanaan program khusus di sekolah regular/inklusi dapat bekerjasama dengan pusat sumber (seperti SLB, klinik/pusat terapi, perguruan tinggi, dsb).
20
6. Implementasi Program Kompensatoris a. Implementasi Program Khusus pada Satuan Pendidikan
Khusus Implementasi Program Kompensatoris ABK di dalam Kurikulum Satuan Pendidikan Khusus, dijadikan sebagai mata pelajaran khusus yang digambarkan sebagai berikut.
No Jenis ABK Mata Pelajaran Program Khusus
SDLB SMPLB
SMALB
JAM*)
1 Tunanetra Kompenstoris Tunanetra
V
V
V
*)
2 Tunarungu Kompensatoris Tunarungu
v v v *)
3 Tunagrahita Kompensatoris Tunagrahita
v v v *)
4 Tunadaksa Kompensatoris Tunadaksa
v v v *)
5 Tunalaras Kompensatoris Tunalaras
v v v *)
6 Autis Kompensatoris Autis
v v v *)
7 Kesulitan dan Lamban Belajar
Kompensatoris Kesulitan dan Lemban Belajar
v v v *)
8 Berbakat Istimewa
Kompensatoris Keberbakatan
v v v *)
*) jumlah jam disesuaikan dengan tuntutan standar isi (SK KD)
Model Struktur Kurikulum SLB (SDLB, SMPLB, SMALB, SMKLB) dapat diilustrasikan sebagai berikut
No Kelompok Jam
A Mata Pelajaran *)
B Muatan Lokal *)
C Pengembangan Diri *)
D Program Kompensatoris ABK (sesuai jenis kelainan) **)
E Program Vokasional ***) *) jumlah jam pelajaran disesuaikan denggan struktur kurikulum di SLB **) jumlah jam disesuaikan dengan tuntutan standar isi (SK KD) Program Kompensatoris ***) jumlah jam disesuaikan dengan tuntutan standar isi (SK KD) Program Vokasional
21
b. Implementasi Program Khusus di Satuan Pendidikan Reguler
(Sekolah Inklusi) Implementasi program kompensatoris bagi ABK dalam Kurikulum di Sekolah Inklusi dimodifikasi sedemikian rupa sehingga tidak menjadi mata pelajaran khusus tetapi berupa program khusus yang dilaksanakan melalui kegiatan ekstra kurikuler dengan ekuvalen sama atau setara dengan 2 jam pelajaran. Secara rinci dapat digambarkan sebagai berikut. Model 1 Tanpa Modifikasi Model Struktur Kurikulum Sekolah Inklusi SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA dan SMK/MAK Tanpa Modifikasi
No Mata Pelajaran Jam
A Mata Pelajaran (semua mata pelajaran sama untuk semua peserta didik)
*)
B Muatan Lokal *)
C Pengembangan Diri *)
D Program Kompensatoris ABK 2**) Keterangan : *) sesuai dengan struktur kurikulum satuan pendidikan reguler **) equvalen dengan 2 jam untuk setiap jenis kelainan, dilaksanakan dalam bentuk kegiatan ko kurikuler dan/atau ekstra kurikuler.
Model 2 Dengan Modifikasi Model Struktur Kurikulum Sekolah Inklusi SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA dan SMK/MAK dengan modifikasi
No Mata Pelajaran Jam
A Mata Pelajaran (semua mata pelajaran dilakukan modifikasi) 1. Modifikasi Isi 2. Modifikasi Proses 3. Modifikasi Penilaian
*)
B Muatan Lokal *)
C Pengembangan Diri *)
D Program Kompensatoris ABK 2**) Keterangan : *) sesuai dengan struktur kurikulum satuan pendidikan reguler, modifikasi dapat dilakukan dengan menurunkan atau menaikkan isi, proses, dan penilaian disesuaikan dengan kebutuhan Individu peserta didik **) equvalen dengan 2 jam untuk setiap jenis kelainan, dilaksanakan dalam bentuk kegiatan ko kurikuler dan/atau ekstra kurikuler.
22
7. Aspek Ketenagaan Program Kompensatoris Untuk memenuhi kebutuhan ketenagaan program kompensatoris maka di setiap satuan pendidikan khusus wajib disediakan guru mata pelajaran kompensatoris sesuai jenis kelainan ABK yang akan dilayani. Sedangkan untuk ketenagaan di sekolah inklusi, dapat ditempuh dengan menyediakan Guru Pembimbing Khusus yang berlatar belakang pendidikan yang relevan dengan bidang pendidikan luar biasa.
8. Aspek Sarana dan Prasarana Program Kompensatoris Setiap satuan pendidikan khusus maupun satuan pendidikan inklusi perlu menyediakan sarana dan prasarana khusus untuk memenuhi kelancaran pelaksanaan program kompensatoris.
9. Standar Isi Program Kompensatoris
Mengacu pada Penjelasan atas Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional khususnya Pasal 35 Ayat (1) dinyatakan bahwa standar isi mencakup ruang lingkup materi berupa kemampuan yang harus dicapai ABK sesuai dengan kebutuhan dan hambatan dari masing-masing jenis kekhususan yang dituangkan ke dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar (SK KD) Program Kompensatoris dari masing-masing jenis kelainan ABK, disajikan dalam buku lain (terlampir).
10. Evaluasi Pembelajaran Program Kompensatoris
Evaluasi pembelajaran program khusus bertujuan untuk mendapatkan berbagai informasi secara berkala, berkesinambungan dan menyeluruh tetang proses dan hasil perkembangan kemampuan peserta didik. Cakupan materi evaluasi disesuaikan dengan kompetensi dasar dari program khusus yang diberikan/ dibimbingkan kepada peserta didik. Demikian juga dalam kaitannya dengan strategi pelaksanaan evaluasi, pembimbing/pelatih program khusus harus menjamin akuntabilitas pelaksanaannya. Hal ini perlu dijaga karena kemajuan kemampuan peserta didik akan sangat membantu kemandirian belajar dan kemandirian peserta didik ABK dalam kehidupan di masyarakat. Laporan evaluasi berupa laporan perkembangan anak dalam bentuk deskriptif atau uraian singkat tentang perkembangan anak yang telah dicapai dan dilaporkan kepada orangtua secara berkala.
11. Implikasi
Selama ini, antara pendidikan khusus dengan pendidikan umum diperlakukan sebagai dua profesi yang berbeda dan terpisah. Hal ini seiring dengan sistem segregatif yang telah lama dipakai dalam pendidikan bagi peserta didik berkebutuhan khusus. Oleh karena itu program khusus wajib diberikan kepada ABK yang sekolah di sekolah khusus.
23
Trend yang muncul akhir-akhir ini menuju pendidikan yang lebih inklusif. Salah satu asumsi filosofisnya, setiap anak adalah individu yang unik, dengan kebutuhan yang unik, sehingga memerlukan layanan yang unik pula. Perbedaan individu dalam belajar sebenarnya terletak pada kecepatannya, dan perbedaan kecepatan itu dapat disebabkan oleh kelainan fisik, emosi / sosial, intelektual, dll.
Sebagai implikasi dari trend tersebut, sekolah-sekolah umum harus didorong untuk menjadi sekolah inklusi yang menerima peserta didik apapun kondisinya. Implikasinya sekolah umum/sekolah inklusi diharapkan juga menerapkan/memberikan program khusus sesuai dengan kebutuhan masing-masing ABK. Implikasi lain, diperlukan kolaborasi antar sekolah inklusi dengan sekolah khusus dalam pelaksanaan dan pengelolaam program khusus dalam pemberdayaan semua tenaga profesi yang terkait, baik profesi kependidikan maupun non kependidikan antara lain tenaga medis, psikolog, pekerja sosial
Implikasi yang tidak kalah pentingnya adalah terhadap LPTK, yaitu perlunya semua calon guru dibekali dengan pengetahuan dan ketrampilan dasar tentang pendidikan khusus. Sehingga setiap calon guru memiliki wawasan tentang pendidikan khusus dan program khusus untuk setiap jenis ABK.
24
BAB IV STRUKTUR KURIKULUM
Struktur Kurikulum yang berlaku untuk satuan pendidikan khusus (SLB) dan Sekolah Inklusi akan sedikit mengalami perubahan dengan adanya penjelasan dan uraian di naskah akademik ini. Beberapa kemungkinan ditawarkan di bawah ini.
1. STRUKTUR KURIKULUM SD INKLUSI DAN SDLB TUNANETRA
Komponen
Kelas dan Alokasi Waktu
Sekolah Inklusi Sekolah Khusus
I II III IV, V, dan VI I II III IV, V, dan
VI A. MATA PELAJARAN
3
3
1. Pendidikan Agama 3 3
2. Pendidikan Kewarganegaraan 2 2
3. Bahasa Indonesia 5 5
4. Matematika 5 5
5. Ilmu Pengetahuan Alam 4 4
6. Ilmu Pengetahuan Sosial 3 3
7. Seni Budaya 2 2
8. Ketrampilan 2 2
9. Pendidikan Jasmani, Olahraga,
dan Kesehatan
4 4
B. MUATAN LOKAL 2 2
C. PENGEMBANGAN DIRI*) 2*)
2*)
D. KOMPENSATORIS
TUNANETRA
2*) 2
Jumlah: 28 29 30 32 28 29 30 34
*) Ekivalen dengan 2 jam pelajaran
25
2. STRUKTUR KURIKULUM SD INKLUSI DAN SDLB TUNARUNGU
Komponen
Kelas dan Alokasi Waktu
Sekolah Inklusi Sekolah Khusus
I II III IV, V, dan VI I II III IV, V, dan
VI A. MATA PELAJARAN
3
3
1. Pendidikan Agama 3 3
2. Pendidikan Kewarganegaraan 2 2
3. Bahasa Indonesia 5 5
4. Matematika 5 5
5. Ilmu Pengetahuan Alam 4 4
6. Ilmu Pengetahuan Sosial 3 3
7. Seni Budaya 2 2
8. Ketrampilan 2 2
9. Pendidikan Jasmani, Olahraga,
dan Kesehatan
4 4
B. MUATAN LOKAL 2 2
C. PENGEMBANGAN DIRI*) 2*)
2*)
D. KOMPENSATORIS
TUNARUNGU
2*) 2
Jumlah: 28 29 30 32 28 29 30 34
*) Ekivalen dengan 2 jam pelajaran
26
3. STRUKTUR KURIKULUM SD INKLUSI DAN SDLB TUNADAKSA
Komponen
Kelas dan Alokasi Waktu
Sekolah Inklusi Sekolah Khusus
I II III IV, V, dan VI I II III IV, V, dan
VI A. MATA PELAJARAN
3
3
1. Pendidikan Agama 3 3
2. Pendidikan Kewarganegaraan 2 2
3. Bahasa Indonesia 5 5
4. Matematika 5 5
5. Ilmu Pengetahuan Alam 4 4
6. Ilmu Pengetahuan Sosial 3 3
7. Seni Budaya 2 2
8. Ketrampilan 2 2
9. Pendidikan Jasmani, Olahraga,
dan Kesehatan
4 4
B. MUATAN LOKAL 2 2
C. PENGEMBANGAN DIRI*) 2*)
2*)
D. KOMPENSATORIS
TUNADAKSA
2*) 2
Jumlah: 28 29 30 32 28 29 30 34
*) Ekivalen dengan 2 jam pelajaran
27
4. STRUKTUR KURIKULUM
SD INKLUSI DAN SDLB TUNALARAS
Komponen
Kelas dan Alokasi Waktu
Sekolah Inklusi Sekolah Khusus
I II III IV, V, dan VI I II III IV, V, dan
VI A. MATA PELAJARAN
3
3
1. Pendidikan Agama 3 3
2. Pendidikan Kewarganegaraan 2 2
3. Bahasa Indonesia 5 5
4. Matematika 5 5
5. Ilmu Pengetahuan Alam 4 4
6. Ilmu Pengetahuan Sosial 3 3
7. Seni Budaya 2 2
8. Ketrampilan 2 2
9. Pendidikan Jasmani, Olahraga,
dan Kesehatan
4 4
B. MUATAN LOKAL 2 2
C. PENGEMBANGAN DIRI*) 2*)
2*)
D. KOMPENSATORIS
TUNALARAS
2*) 2
Jumlah: 28 29 30 32 28 29 30 34
*) Ekivalen dengan 2 jam pelajaran
28
5. STRUKTUR KURIKULUM
SD INKLUSI DAN SDLB TUNAGRAHITA
Komponen
Kelas dan Alokasi Waktu
Sekolah Inklusi Sekolah Khusus
I II III IV, V, dan VI I II III IV, V, dan
VI A. MATA PELAJARAN
3
3
1. Pendidikan Agama 3 2
2. Pendidikan Kewarganegaraan 2 2
3. Bahasa Indonesia 5 3
4. Matematika 5 3
5. Ilmu Pengetahuan Alam 4 2
6. Ilmu Pengetahuan Sosial 3 2
7. Seni Budaya 2 2
8. Ketrampilan 2 4
9. Pendidikan Jasmani, Olahraga,
dan Kesehatan
4 4
B. MUATAN LOKAL 2 2
C. PENGEMBANGAN DIRI*) 2*)
2*)
D. KOMPENSATORIS
TUNAGRAHITA
2*) 8
Jumlah: 28 29 30 32 28 29 30 34
*) Ekivalen dengan 2 jam pelajaran
29
6. STRUKTUR KURIKULUM SD INKLUSI DAN SDLB TUNADAKSA SEDANG/GANDA
Komponen
Kelas dan Alokasi Waktu
Sekolah Inklusi Sekolah Khusus
I II III IV, V, dan VI I II III IV, V, dan
VI A. MATA PELAJARAN
3
3
1. Pendidikan Agama 3 2
2. Pendidikan Kewarganegaraan 2 2
3. Bahasa Indonesia 5 3
4. Matematika 5 3
5. Ilmu Pengetahuan Alam 4 2
6. Ilmu Pengetahuan Sosial 3 2
7. Seni Budaya 2 2
8. Ketrampilan 2 4
9. Pendidikan Jasmani, Olahraga,
dan Kesehatan
4 4
B. MUATAN LOKAL 2 2
C. PENGEMBANGAN DIRI*) 2*)
2*)
D. KOMPENSATORIS
TUNADAKSA & GANDA
2*) 8
Jumlah: 28 29 30 32 28 29 30 34
*) Ekivalen dengan 2 jam pelajaran
30
7. STRUKTUR KURIKULUM SD INKLUSI DAN SDLB AUTIS
Komponen
Kelas dan Alokasi Waktu
Sekolah Inklusi Sekolah Khusus
I II III IV, V, dan VI I II III IV, V, dan
VI A. MATA PELAJARAN
3
3
1. Pendidikan Agama 3 2
2. Pendidikan Kewarganegaraan 2 2
3. Bahasa Indonesia 5 3
4. Matematika 5 3
5. Ilmu Pengetahuan Alam 4 2
6. Ilmu Pengetahuan Sosial 3 2
7. Seni Budaya 2 2
8. Ketrampilan 2 4
9. Pendidikan Jasmani, Olahraga,
dan Kesehatan
4 4
B. MUATAN LOKAL 2 2
C. PENGEMBANGAN DIRI*) 2*)
2*)
D. KOMPENSATORIS AUTIS 2*) 8
Jumlah: 28 29 30 32 28 29 30 34
*) Ekivalen dengan 2 jam pelajaran
31
8. STRUKTUR KURIKULUM
SMP INKLUSI DAN SMPLB TUNANETRA, TUNARUNGU, TUNADAKSA
DAN TUNALARAS (SMPLB - A,B,D,E)
Komponen
Kelas dan Alokasi Waktu
SMP INKLUSI dan
SMPLB Jalur Akademik
SMPLB (Jalur Vokasional)
VII VIII IX VII VIII IX
A. Mata Pelajaran
1. Pendidikan Agama 2 2 2 2 2 2
2. Pendidikan
Kewarganegaraan
2 2 2 2 2 2
3. Bahasa Indonesia 4 4 4 2 2 2
4. Bahasa Inggris 4 4 4 2 2 2
5. Matematika 4 4 4 3 3 3
6. Ilmu Pengetahuan
Alam
4 4 4 3 3 3
7. Ilmu Pengetahuan
Sosial
4 4 4 2 2 2
8. Seni Budaya 2 2 2 2 2 2
9. Pendidikan Jasmani,
Olahraga dan
Kesehatan
2 2 2 2 2 2
12. Keterampilan
vokasional/Teknologi
Informasi dan
Komunikasi **)
2 2 2 10 10 10
B. Muatan Lokal 2 2 2 2 2 2
C.Kompensatoris ABK 2*) 2*) 2*) 2 2 2
D.Pengembangan Diri 2*) 2*) 2*) 2*) 2*) 2*)
Jumlah 34 34 34 34 34 34
Keterangan:
**) Keterampilan vokasional/teknologi informasi dan komunikasi merupakan paket pilihan. Jenis keterampilan vokasional/teknologi informasi yang dikembangkan, diserahkan kepada sekolah sesuai potensi daerah.
*) Ekuivalen 2 jam pembelajaran
32
9. STRUKTUR KURIKULUM SMP INKLUSI DAN SMPLB TUNAGRAHITA, TUNADAKSA SEDANG,
TUNAGANDA, DAN AUTIS)
Komponen
Kelas dan Alokasi Waktu
SMP INKLUSI***) SMPLB (Jalur Vokasional)
VII VIII IX VII VIII IX
B. Mata Pelajaran
1. Pendidikan Agama 2 2 2 2 2 2
2. Pendidikan
Kewarganegaraan
2 2 2
Tematik
(14 )
3. Bahasa Indonesia 4 4 4
4. Bahasa Inggris 4 4 4
5. Matematika 4 4 4
6. Ilmu Pengetahuan
Alam
4 4 4
7. Ilmu Pengetahuan
Sosial
4 4 4
8. Seni Budaya 2 2 2
9. Pendidikan Jasmani,
Olahraga dan
Kesehatan
2 2 2 2 2 2
13. Keterampilan
vokasional/Teknologi
Informasi dan
Komunikasi **)
2 2 2 10 10 10
B. Muatan Lokal 2 2 2 2 2 2
C.Kompensatoris ABK 2*) 2*) 2*) 6 6 6
D.Pengembangan Diri 2*) 2*) 2*) 2*) 2*) 2*)
Jumlah 34 34 34 34 34 34
Keterangan: ***) Semua mata pelajaran pada SMP Inkusi untuk peserta didik Tunagrahita, Tunadaksa sedang,
Tunaganda dan Autis menggunakan SK KD di bawah standar nasional yang modifikasinya diserahkan kepada satuan pendidikan.
**) Keterampilan vokasional/teknologi informasi dan komunikasi merupakan paket pilihan. diserahkan kepada sekolah sesuai potensi daerah.
*) Ekuivalen 2 jam pembelajaran
33
10. STRUKTUR KURIKULUM
SMA INKLUSI DAN SMALB TUNANETRA, TUNARUNGU, TUNADAKSA
DAN TUNALARAS (SMALB/A,B,D,E)
Komponen
Kelas dan Alokasi Waktu
SMA INKLUSI dan SMALB Jalur Akademik
SMALB (Jalur Vokasional)
X XI XII X XI XII
A.Mata Pelajaran
1. Pendidikan Agama 2 2 2
2. Pendidikan
Kewarganegaraan
2 2 2
3. Bahasa Indonesia Komponen
struktur dan
jam pelajaran
da
da
2 2 2
4. Bahasa Inggris Disesuaikan
dengan
2 2 2
5. Matematika Sekolah
penyelenggara
In
2 2 2
6. Ilmu Pengetahuan Sosial Inklusi 2 2 2
7. Ilmu Pengetahuan Alam 2 2 2
8. Seni Budaya 2 2 2
9. Pendidikan Jasmani,
Olahraga dan Kesehatan
2 2 2
10. Keterampilan vokasional
/Teknologi Informasi dan
Komunikasi **)
14 14 14
B.Muatan Lokal - - - 2 2 2
C.Kompensatoris ABK***) 2*) 2*) 2*) 2 2 2
D.Pengembangan Diri 2*) 2*) 2*) 2**) 2**) 2**)
Jumlah 36 36 36 36 36 36
Keterangan: **) Keterampilan vokasional/teknologi informasi dan komunikasi merupakan paaket pilihan.
Jenis keterampilan vokasional/teknologi informasi yang dikembangkan, diserahkan kepada sekolah sesuai potensi daerah.
*) Ekuivalen 2 jam pembelajaran ***) Disesuaikan dengan jenis kekhususan anak
34
11. STRUKTUR KURIKULUM
SMA INKLUSI DAN SMALB TUNAGRAHITA, TUNADAKSA SEDANG,
TUNAGANDA DAN AUTIS
Komponen
Kelas dan Alokasi Waktu
SMA INKLUSI ****) SMALB (Jalur Vokasional)
X XI XII X XI XII
A.Mata Pelajaran
1. Pendidikan Agama 2 2 2
2. Pendidikan
Kewarganegaraan
Tematik
(12)
3. Bahasa Indonesia Komponen
struktur dan
jam pelajaran
da
da
4. Bahasa Inggris Disesuaikan
dengan 5. Matematika Sekolah
penyelenggara
In
6. Ilmu Pengetahuan Sosial Inklusi
7. Ilmu Pengetahuan Alam
8. Seni Budaya
9. Pendidikan Jasmani,
Olahraga dan Kesehatan
2 2 2
10. Keterampilan vokasional
/Teknologi Informasi dan
Komunikasi **)
14 14 14
B.Muatan Lokal - - - 2 2 2
C.Kompensatoris ABK***) 2*) 2*) 2*) 4 4 4
D.Pengembangan Diri 2*) 2*) 2*) 2**) 2**) 2**)
Jumlah 36 36 36 36 36 36
**) Keterampilan vokasional/teknologi informasi dan komunikasi merupakan paaket pilihan. Jenis keterampilan vokasional/teknologi informasi yang dikembangkan, diserahkan kepada sekolah sesuai potensi daerah.
*) Ekuivalen 2 jam pembelajaran ***) Disesuaikan dengan jenis kekhususan anak ****) Untuk peserta didik Tunagrahita, Tunadaksa sedang, Tunaganda, dan Autis semua
mata pelajaran di SMA Inklusi menggunakan SK KD di bawah standar nasional.
35
DAFTAR PUSTAKA
Ashman,A & J.E.Elkins (1994). Educating Children with Special Needs. New
York: Prentice Hall. Baker, E.T. (1994). Meta-analytic Evidence for Non-Inclusive Educational
Practices. Disertasi Doktor, Temple University. Batshaw, M. 2000. When your child has a disability: The complete
sourcebook of daily and medical care (rev. ed.). Baltimore: Paul Brookes.
Belinda Williams. 2003. Closing the Achievement Gap: A Vision for Changing Beliefs & Practices. Alexandria: ASCD
Boothroyd, Arthur. 1982. Hearing Impairments in Young Children. New Jersey: Prentice-Hall Inc. Englewood Cliffs.
Carlberg, C. & K. Kavale (1980). The efficacy of special vs regular class placement for expectional children : a metaanlysis. The Journal of Special Education. 14, 295 - 305.
David Werner. 2002. Anak-Anak Desa Yang Menyandang Cacat. Malang: Bakti Luhur.
Debora J. Bell. Sharon L. Foster. Eric J. Mash. 2005. Handbook of Behavioral and Emotional Problems. Kluwer Academic / Plenum Publishers. New York, Boston, Dordrecht, London, Moscow
Department of Education Office of Special Education and Rehabilitative Services. 2000. Educating Blind and Visually Impaired Students: Policy Guidance from OSERS. June 8, 2000
Friend,M. & Bursuck, W.D. (2006). Including Students with Special Needs: A practical Guide for Classroom Teachers. Boston: Pearson.
Fujishima.T. 1992. Handbook Of Care And Training For Developmental Disabilities. Tokyo: Japan League For The Mentally Retarded
Glatthorn, Allan A. (1987). Curriculum Leadership. Glenview, IL: Scott, Foresman, and Company.
Hallahan Danil P Kauffman James M. 1988. Exceptional Children, Introduction to Special Education. New Jersey: Prentice Hall International, Inc.
Heward, William & Orlansky, Michael D, 1988. Exceptional Children an Introductory Survey of Special Education, Colombus. Toronto. Mebourney: Merrill Publishing Co.
Joyce VanTassel-Baska. 2006. Comprehensive Curriculum for Gifted Learners, College of William and Mary . Publisher: Merrill
Jill Hearne, 2008. Students Accelerated in Learning: A Gifted & Talented Model. Department of Instruction and advised
Kementerian Pendidikan Nasional. (2010). Draf Pedoman Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa [Belum Dipublikasi]. Jakarta: Pusat Kurikulum.
36
Kirk, Samuel S., Gallagher, James J., 1979. Educating Exceptional Children. New Jersey: Houghton Mifflin Company.
Marozas, D.S. & D.C. May (1988). Issues and Practices in Special Education. New York: Longman.
McNeil, Linda M. (2000). Contradictions of School Reform. New York: Routledge.
Ministry of Education (2003). Indonesia : Educational Statistics in Brief. Jakarta: Author.
Polloway & Patton. 1993. Strategies for Teaching Learners with Special Needs. New York: McMillan.
Ravitch, Diane. (1995). National Standards in American Education. Washington, DC: Brooking Institution Press.
Sapon-Shevin, M. (2007). The Widening Circle: The Power of Inclusive Classroom. Boston: Beacon Press
Savage, Tom & David G. Armstrong. (1987). Effective Teaching in Elementary Social Studies. New York: MacMillan Publishing Company.
Shea,T.M. & A.M.Bauer (1997). Special Education: a Social System Perspective.
Madison: Brown & Benchmark. Sowel,E.J. (2000). Curriculum: An Integrative Introduction. Columbus:
Prentice Hall. Staub, D. & C.A. Peck (1995). What are the outcomes for non-disabled
students ? Educational Leadership. 52 (4), 36-40 Sunardi (1997). Kecenderungan Dalam Pendidikan Luar Biasa. Jakarta: Ditjen
Dikti Depdiknas. Uden, Van .1977, A World of Language for Deaf Children; Basic Principles A
Maternal Reflective Method, Amsterdam & Lisse, Holland: Swetz & Zeitlinger
Vashist,R.P.(2004). Curriculum Research. New Delhi: Commonwealth Publisher.
Viola E. Cardwell. T.t. Cerebral Palcy: Advances in Understanding and Care. New York: Association for the aid of Crippled.
Wang,M.C & E.T.Baker (1986). Mainstreaming programs: designs, features, and effects. The Journal of Special Education. 19, 503-52.
37
PROGRAM KHUSUS
KOMPENSATORIS
PUSAT KURIKULUM DAN PERBUKUAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
BOGOR, NOVEMBER 2011
Lampiran
38
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Anak berkebutuhan khusus sebagaimana dimaksudkan dalam UU Nomor 20
tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 5 (2 dan 4), adalah mereka yang memiliki
kelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan/atau sosial. Termasuk anak
berkebutuhan khusus adalah mereka yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau
bakat istimewa. Karena hambatan yang dialaminya, mereka memerlukan
pendidikan khusus.
Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 2010 mengidentifikasi jenis peserta didik
berkebutuhan khusus menjadi:
a. tunanetra;
b. tunarungu;
c. tunawicara;
d. tunagrahita;
e. tunadaksa;
f. tunalaras;
g. berkesulitan belajar;
h. lamban belajar;
i. autis;
j. memiliki gangguan motorik;
k. menjadi korban penyalahgunaan narkotika, obat terlarang, dan zat
adiktif lain;
l. memiliki kelainan lain.
Memahami klasifikasi anak berkebutuhan khusus dalam perspektif akademik
dan yuridis, dapat disimpulkan bahwa mereka-mereka yang memerlukan layanan
program pendidikan khusus adalah mereka yang mengalami hambatan nyata
untuk berpartisipasi secara penuh dalam sistem pendidikan reguler baik yang
disebabkan oleh faktor fisik, intelektual, mental, emosional dan/atau sosial.
Peserta didik pendidikan khusus adalah mereka yang karena kelainannya
menyebabkan kebutuhan khususnya tidak terlayani secara optimal dalam
pembelajaran reguler, sehingga memerlukan pendidikan khusus.
Pendidikan khusus adalah pembelajaran yang dirancang secara khusus untuk
memenuhi kebutuhan khusus peserta didik yang teridentifikasi sebagai
berkelainan (Friend dan Bursuck, 2006).
Program kompensatois dalam naskah akademik ini dimaknai sebagai Program
Khusus bidang ke-PLB-an, yang disediakan bagi peserta didik sesuai dengan
jenis kelainan dan hambatan yang dialami sehingga dapat tumbuh dan
berkembang secara optimal sesuai dengan potensinya masing-masing.
39
B. RASIONAL
Peserta didik berkebutuhan khusus mengalami hambatan dalam beberapa hal
untuk dapat tumbuh dan berkembang secara optimal karena adanya kelainan yang
dialami baik secara fisik, intelektual, mental, emosi dan/atau sosial. Untuk
membantu mengatasi hambatan tersebut maka dibutuhkan program khusus yang
disebut progam kompensatoris. Program kompensatoris merupakan program
khusus bidang ke-PLB-an yang diberikan kepada peserta didik sebagai layanan
tambahan sebagai akibat dari hambatan yang dialami. Contoh, seorang tunanetra
mengalami hambatan dalam membaca tulisan dengan menggunakan huruf biasa.
Sebagai kompensasinya maka digunakan huruf Braille. Dengan menggunakan
huruf Braille maka hambatan yang dialami anak tunanetra dalam mengakses
informasi melalui media tulisan, dapat teatasi atau terbantu. Contoh lain, anak
tunarungu mengalami hambatan dalam menerima percakapan verbal dalam
berkomunikasi sehari-hari. Untuk membantu mengatasi hambatan tersebut maka
disediakan program khusus berupa bina komunikasi dan persepsi bunyi dan irama.
Program khusus ini merupakan kompensasi dari adanya hambatan komunikasi
yang dialami tunarungu.
Memperhatikan hal tersebut, maka program komensatoris bagi ABK sangat
penting. Hal ini disebabkan karena semua ABK mengalami hambatan dalam
berbagai hal. Karena itu perlu dirumuskan jenis-jenis dan ruang lingkup program
kompensatoris sebagai program khusus ke – PLB – an bagi peserta didik sesuai
dengan jenis hambatan dan kelainan yang dialaminya.
C. Tujuan Program Kompensatoris
Tujuan Program Kompensatoris adalah membantu peserta didik berkebutuhan
khusus agar mampu mengatasi hambatan yang ada dengan cara menggantikan,
memindahkan, atau mengalihkan komponen yang lemah, kurang atau tidak
berfungsi dengan memperkuat fungsi dan peran komponen lain yang
memungkinkan sehingga dapat mengatasi hambatan yang dialami untuk tumbuh
dan berkembang secara optimal sesuai dengan potensinya masing-masing.
Contoh : hambatan pengihatan pada tunanetra digantikan dengan memperkuat
fungsi dan peran indera perabaan untuk membaca tulisan Braille. Hambatan
berkomunikasi pada anak tunarungu, diatasi dengan memperkuat fungsi dan
peran bahasa isyarat. Hambatan kecerdasan pada anak tunagrahita diatasi dengan
memperkuat keterampilan hidup (life skill) atau Activities of Daily Leaving
(ADL). Hambatan motorik pada anak tunadaksa dibantu dengan program
penguatan kemampuan gerak. Hambatan emosi dan sosial pada anak tunalaras
dibantu dengan program bina pribadi dan sosial, perilaku dan kedisiplinan.
40
D. Ruang Lingkup Program Kompensatoris
Program Khusus untuk setiap jenis kelainan meliputi aktivitas pelayanan yang
beragam yang selanjutnya diberi nama Kompensatoris. Ruang lingkup program
khusus sebagaimana diuraikan di atas, dalam implementasinya di dalam
kurikulum satuan pendidikan khusus, berupa mata pelajaran khusus sedangkan di
dalam kurikulum satuan pendidikan inklusif berupa kegiatan ekstra kurikuler
dengan ekuvalen 2 jam pelajaran. Substansi program kompensatoris dapat
diintegrasikan ke dalam berbagai mata pelajaran dan kegiatan yang relevan.
Prioritas harus dipilih untuk menetapkan satu atau dua mata program khusus
yang dianggap dominan dari setiap jenis kelainan anak.
Berdasarkan uraian di atas maka cakupan materi program khusus ABK dapat
dideskripsikan dalam bagan berikut:
41
E. Bagan : Ruang lingkup Materi Program Khusus Kompensatoris ABK
Berdasarkan Jenis Hambatan Yang Dialami
Kompensatoris
Tunanetra
Kompensatoris
Tunarungu
(1) Bina Pribadi dan Sosial
(2) Orientasi Mobilitas
(3) Baca Tulis Braille
Bina Diri
(1) Bina Pribadi dan Sosial
(2) Bina Wicara dan Isyarat
(3) Bina Persepsi Bunyi dan Irama
Kompensatoris
Tunagrahita
(1) Bina Pribadi dan Sosial
(2) Bina Diri
(3) Bina Komunikasi
(1) Bina Pribadi dan Sosial
(2) Bina Psiko-Emosional
(3) Bina Strategi Belajar
Kompensatoris
Tunadaksa
(1) Bina Pribadi dan Sosial
(2) Bina Diri
(3) Bina Gerak
Kompensatoris
Tunalaras
Kompensatoris
Kesulitan dan
Lamban Bel.
(1) Bina Strategi Belajar
(2) Pembelajaran Remedial
(1) Bina Interaksi Sosial dan Tingkahlaku
(2) Bina Komunikasi
(3) Bina Psiko-Emosional
Kompensatoris
Autis
(1) Bina Pribadi dan Sosial
(2) Modifikasi Kurikulum/pembelajaran
Kompensatoris
Cerdas Istimewa
Bakat Istimewa;
42
F. Prinsip-prinsip Program Kompensatoris
Beberapa prinsip dasar dalam program khusus bagi anak berkebutuhan khusus
antara lain sebagai berikut:
1. Program khusus diberikan kepada semua jenis ABK. Hal ini karena setiap
jenis ABK memiliki hambatan dalam mengikuti pembelajaran maupun dalam
kehidupan sehari-hari akibat dari kelainan yang dialami
2. Program khusus tidak selalu menjadi mata pelajaran, melainkan dapat sebagai
program pendidikan khusus di luar jam pelajaran atau materi program khusus
yang terpadu dengan mata pelajaran akademik.
3. Pelaksanaan program khusus harus disesuaikan dengan tingkat kesulitan dan
hambatan yang dialami anak. Semakin ringan hambatan yang dialami anak
semakin sedikit waktu dan materi yang harus disediakan. Demikian pula
sebaliknya semakin berat tingkat kelainan dan hambatan yang dialami anak,
semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk mengikuti program khusus yang
disediakan.
4. Program khusus pada dasarnya diberikan kepada semua satuan pendidikan
dan semua jenjang pendidikan (PAUDLB, SDLB, SMPLB, SMALB,
SMKLB dan yang sederajat). Namun pelaksanaannya disesuaikan dengan
kebutuhan individual dan kekhususan peserta didik.
5. Program khusus sebagai mata pelajaran diperlukan untuk satuan pendidikan
khusus (SDLB, SMPLB, SMALB atau yang sederajat). Sedangkan untuk
satuan pendidikan umum (sekolah inklusi) disediakan waktu equvalen dengan
2 jam pelajaran dan dapat dilaksanakan dalam bentuk ekstra kurikuler
dan/atau terintegrasi ke dalam kegiatan yang lain.
6. Semua guru di sekolah khusus wajib memiliki kompetensi minimal dalam
melaksanakan program khusus. Sedangkan pada satuan pendidikan inklusif,
program khusus menjadi kewenangan dan kompetensi Guru Pembimbing
Khusus.
7. Semua guru pembimbing khusus di sekolah regular/inklusi wajib memiliki
kompetensi minimal dalam melaksanakan program khusus
8. Pelaksanaan program khusus di sekolah regular/inklusi dapat bekerjasama
dengan pusat sumber (seperti SLB, klinik/pusat terapi, perguruan tinggi,
dsb)..
E. Rambu Rambu Pelaksanaan Program Kompensatoris
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan program kompensatoris
adalah sebagai berikut :
1. Program kompensatoris ini merupakan pedoman bagi guru, dapat digunakan
oleh semua kekhususan peserta didik. Dalam implementasinya guru dapat
mengembangkan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan peserta didik.
2. Meskipun Program kompensatoris ini disatukan dalam sebuah naskah, tetapi
program setiap kekhususan masih terdapat dalam SK-KD pada naskah ini.
3. Standar kompetensi dirumuskan dengan memperhatikan kemampuan yang
masih memungkinkan untuk dapat dioptimalkan oleh peserta didik.
43
4. Kompetensi dasar merupakan pengembangan dan aktualisasi potensi peserta
didik yang diwujudkan dalam bentuk kemampuan yang dapat dicapai secara
optimal.
5. Rumusan SK-KD pada prinsipnya didasarkan dari bahan kajian
kompensatoris yang efektif. Kompensatoris yang terstruktur memungkinkan
peserta didik menikmati kehidupan yang bermakna.
6. Rumusan–rumusan dalam Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
disusun dengan tidak dibatasi jenjang pendidikan melainkan tetap
memperhatikan kemampuan individual peserta didik.
7. Pelaksanaan program diharapkan berorientasi pada praktek langsung.
Penyampaian informasi (penjelasan) dapat dilakukan bersamaan dengan saat
praktek berlangsung.
8. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan individual-klasikal yang
terintegrasi, dimana peserta didik belajar bersama sama tetapi kedalaman
dan keluasan materi yang dikembangkan tetap disesuaikan dengan kesiapan
masing-masing peserta didik.
9. Pedoman ini bersifat terstruktur, konsisten dan berkesinambungan, sehingga
diharapkan adanya kerjasama antara pihak sekolah, terapis maupun
orangtua/keluarga.
10. Pembelajaran, metode, alat dan proses serta evaluasi, pengelolaannya
diserahkan sepenuhnya kepada kreativitas guru.
44
BAB. II
STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR
PROGRAM KOMPENSATORIS
A. ORIENTASI MOBILITAS
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
1. Memahami konsep tubuh 1.1 Mengenal bagian-bagian tubuh 1.2 Mengenal fungsi bagian-bagian tubuh 1.3 Mengenal arah lokasi bidang tubuh 1.4 Mengenal gerakan tubuh 1.5 Menunjukkan posisi obyek hubungannya
dengan tubuh 1.6 Menunjukkan posisi obyek hubungannya
dengan tubuh maupun dengan obyek lain.
2. Memahami fungsi indera
yang masih berfungsi
2.1 Melakukan optimalisasi indera penglihatan
2.2 Melakukan optimalisasi indera perabaan
2.3 Melakukan optimalisasi indera pendengaran
2.4 Melakukan optimalisasi indera penciuman
2.5 Melakukan optimalisasi indera pengecap
2.6 Melakukan optimalisasi indera proriseptik
3. Memahami konsep dasar
Orientasi dan Mobilitas
3.1 Mengenal konsep dasar orientasi dan mobilitas
3.2 Mengenal konsep ruang
3.3 Mengenal konsep kesadaran lingkungan
4. Mengenal alat bantu
orientasi dan mobilitas
4.1 Mengidentifikasi alat bantu orientasi
4.2 Mengenal penggolongan alat bantu
4.3 Mengenal alat bantu mobilitas
4.4 Mengenal tehnik pemilihan alat bantu Orientasi dan Mobilitas
5. Memahami tehnik
penggunaan pendamping
awas
5.1 Mengenal tehnik dasar penggunaan pendamping awas
5.2 Mengenal tehnik berjalan melewati jalan sempit
5.3 Mengenal tehnik memindahkan pegangan
5.4 Mengenal tehnik berbalik arah
5.5 Mengenal tehnik duduk di kursi bermeja dan tidak bermeja
5.6 Mengenal tehnik berjalan melewati pintu tertutup
45
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
5.7 Mengenal tehnik naik dan turun tangga
5.8 Mengenal tehnik naik dan turun kendaraan
5.9 Mengenal modifikasi tehnik berjalan diberbagai tempat umum: pertokoan, pasar, terminal bis.
5.10 Mengenal tehnik menerima dan menolak
ajakan
6. Memahami berbaqgai
tehnik berjalan mandiri
tanpa tongkat untuk
melindungi diri.
6.1 Mengenal tehnik lengan menyilang sejajar pundak (upper hand and form arm)
6.2 Mengenal tehnik lengan menyilang badan kearah depan bawah (lower handand form arm)
6.3 Mengenal tehnik menelusuri (trailling)
6.4 Mengenal penggunaan tehnik kombinasi
6.5 Mengenal tehnik tegak lurus dengan benda
6.6 Mengenal tehnik cara mencari benda jatuh
7. Memahami tehnik dasar penggunaan tongkat
7.1 Mengenal tehnik dasar tongkat
7.2 Mengenal cara menggerakkan tongkat dengan tehnik slide
7.3 Mengenal cara menggerakkan tongkat dengan tehnik (two touch technique)
7.4 Mengenal tehnik kombinasi gerakan kaki dengan gerakan tongkat
8. Memahami berbagai tehnik
penggunaan tongkat
dengan pendamping awas
8.1 Mengenal tehnik berjalan menggunakan tongkat dengan pendamping awas
8.2 Mengenal tehnik penggunaan tongkat dengan pendamping pada saat naik dan turun kendaraan.
8.3 Mengenal tehnik penggunaan tongkat dengan pendamping awas ditempat pembelanjaan
46
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
9. Memahami tehnik berjalan
mandiri dengan
menggunakan tongkat
tongkat
9.1 Mengenal tehnik modifikasi penggunaan tongkat dalam mencari pintu
9.2 Mengenal tehnik modifikasi penggunaan tongkat dalam menghadapi pendamping yang kurang informasi
9.3 Mengenal tehnik modifikasi penggunaan tongkat pada saat duduk
9.4 Mengenal tehnik modifikasi penggunaan tongkat dilingkungan statsiun kereta api,
9.5 Mengenal tehnik modifikasi penggunaan tongkat ditempat rekreasi
9.6 Mengenal tehnik modifikasi penggunaan tongkat di lingkungan perkantoran
9.7 Mengenal tehnik modifikasi penggunaan tongkat di lingkungan pertokoan dan pasar
9.8 Mengenal tehnik modifikasi penggunaan tongkat di lingkungan terminal kendaraan umum
9.9 Mengenal tehnik penggunaan tongkat pada saat berjalan ditrotoir
9.10 Mengenal tehnik modifikasi penggunaan tongkat pada saat mencari benda jatuh.
10. Memahami dan
mengaktualisasikan diri di
masyarakat
10.1 Melakukan komunikasi dan sosialisasi
dengan masyarakat sekitar
10.2 Melakukan bepergian dengan
menggunakan tehnik tongkat di lingkungan
terbatas
10.3 Melakukan bepergian dengan
menggunakan tehnik tongkat di berbagai
lingkungan yang lebih luas
47
B. BACA TULIS BRAILLE
STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR
48
C. BINA WICARA DAN ISYARAT
STANDAR KOMPETE NSI KOMPETENSI DASAR
49
D. BINA PERSEPSI BUNYI DAN IRAMA
STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR
1. Deteksi bunyi latar belakang dengan kekerasan 90dB atau lebih menggunakan ABM atau tanpa menggunakan ABM
1.1 Menyadari ada atau tidak ada bunyi benda yang diperdengarkan secara langsung .
1.2 Menyadari ada atau tidak ada bunyi alam yang diperdengarkan secara langsung
1.3 Menyadari ada atau tidak ada bunyi musik yang diperdengarkan secara langsung
1.4 Menyadari ada atau tidak ada suara binatang yang diperdengarkan secara langsung
1.5 Menyadari ada atau tidak ada suara manusia sebagai sinyal yang diperdengarkan secara langsung
2. Deteksi bunyi sebagai sinyal dengan kekerasan 90dB atau lebih menggunakan ABM atau tanpa menggunakan ABM
2.1. Menyadari ada atau tidak ada bunyi benda sebagai sinyal
yang diperdengarkan secara langsung
2.2 Menyadari ada atau tidak ada bunyi alam sebagai sinyal
yang diperdengarkan secara langsung
2.3 Menyadari ada atau tidak ada bunyi musik sebagai sinyal yang diperdengarkan secara langsung
2.4 Menyadari ada atau tidak ada suara binatang sebagai sinyal yang diperdengarkan secara langsung
2.5 Menyadari ada atau tidak ada suara manusia sebagai sinyal yang diperdengarkan secara langsung
3. Deteksi bunyi bahasa dengan kekerasan 90dB atau lebih menggunakan ABM atau tanpa mengguna kan ABM
3.1 Menyadari ada atau tidak ada suara fonem yang
diperdengarkan secara langsung .
3.2 Menyadari ada atau tidak ada suara suku kata yang
diperdengarkan secara langsung
3.3 Menyadari ada atau tidak ada suara kata yang diperdengarkan secara langsung
3.4 Menyadari ada atau tidak suara kelompok kata yang diperdengarkan secara langsung
3.5 Menyadari ada atau tidak ada suara kalimat l yang diperdengarkan secara langsung
4. Diskriminasi bunyi latar belakang dengan kekerasan 90dB atau atau lebih menggunakan ABM tanpa menggunakan ABM
4.1 Membedakan 2 bunyi benda atau lebih yang
diperdengarkan secara langsung .
4.2 Membedakan 2 bunyi alam atau lebih yang
diperdengarkan lewat rekaman
4.3 Membedakan 2 bunyi musik yang diperdengarkan lewat
rekaman
50
STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR
4.4 Membedakan 2 suara binatang yang diperdengarkan
lewat rekaman
4.5 Membedakan 2 suara manusia yang diperdengarkan
lewat rekaman
5. Diskriminasi bunyi sebagai sinyal dengan kekerasan 90dB atau atau lebih menggunakan ABM tanpa menggunakan ABM
5.1. Membedakan 2 bunyi benda sebagai sinyal yang
diperdengarkan secara langsung
5. 2 Membedakan 2 bunyi alam sebagai sinyal yang
diperdengarkan lewat rekaman
5.3 Membedakan 2 bunyi musik sebagai sinyal yang
diperdengarkan lewat rekaman
5.4 Membedakan 2 suara binatang sebagai sinyal yang
diperdengarkan lewat rekaman
5.5 Membedakan 2 suara manusia sebagai sinyal yang diperdengarkan secara langsung
6. Diskriminasi bunyi bahasa
dengan kekerasan 90dB lebih
menggunakan ABM atau tanpa
menggunakan ABM
6.1 Membedakan 2 fonem yang diperdengarkan secara
langsung .
6.2 Membedakan 2 suku kata yang diperdengarkan secara langsung
6.3 Membedakan 2 kata yang diperdengarkan secara langsung
6.4 Membedakan 2 kelompok kata yang diperdengarkan secara langsung
6.5 Membedakan 2 kalimat l yang diperdengarkan secara langsung
7. Identifikasi bunyi latar
belakang yang pernah
dideskriminasi dengan
kekerasan 90db atau lebih
menggunakan ABM atau
tanpa menggunakan ABM
7.1 Mengenal bunyi benda yang diperdengarkan secara
langsung atau lewat rekaman.
7.2 Mengenal bunyi alam yang diperdengarkan secara
langsung atau lewat rekaman
7.3 Mengenal bunyi musik yang diperdengarkan secara
langsung atau lewat rekaman
7.4 Mengenal suara binatang yang diperdengarkan secara
langsung atau lewat rekaman
7.5 Mengenal suara manusia yang diperdengarkan secara
langsung atau lewat rekaman
51
STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR
8. Identifikasi bunyi sebagai
sinyal yang pernah
dideskriminasi dengan
kekerasan 90db atau lebih
menggunakan ABM atau
tanpa menggunakan ABM.
8.1 Mengenal bunyi benda sebagai sinyal yang
diperdengarkan secara langsung atau lewat rekaman.
8.2 Mengenal bunyi alam sebagai sinyal yang
diperdengarkan secara langsung atau lewat rekaman
8.3 Mengenal bunyi musik sebagai sinyal yang
diperdengarkan secara langsung atau lewat rekaman
8.4 Mengenal suara binatang sebagai sinyal yang
diperdengarkan secara langsung atau lewat rekaman
8.5 Mengenal suara manusia sebagai sinyal yang
diperdengarkan secara langsung atau lewat rekaman
9. Identifikasi bunyi bahasa yang
pernah dideskriminasi dengan
kekerasan 90db atau lebih
menggunakan ABM atau
tanpa meggunakan ABM
9.1 Mengenal fonem yang diperdengarkan secara langsung
9.2 Mengenal suku kata yang diperdengarkan secara
langsung atau lewat rekaman
9.3 Mengenal kata yang diperdengarkan secara langsung
atau lewat rekaman
9.4 Mengenal kelompok kata yang diperdengarkan secara
langsung atau lewat rekaman
9.5 Mengenal kalimat yang diperdengarkan secara
langsung atau lewat rekaman
10.Komprehensi bunyi latar
belakang yang pernah
diidetifikasikan dengan
kekerasan 90db atau lebih
menggunakan ABM atau
tanpa menggunakan ABM
10.1 Memahami bunyi benda yang diperdengarkan secara
langsung atau lewat rekaman.
10.2 Memahami bunyi alam yang diperdengarkan secara
langsung atau lewat rekaman
10.3 Memahamil bunyi musik yang diperdengarkan secara
langsung atau lewat rekaman
10.4 Memahami suara binatang yang diperdengarkan secara
langsung atau lewat rekaman
10.5 Memahami suara manusia yang diperdengarkan secara
langsung atau lewat rekaman
11.Komprehensi bunyi sebagai
sinyal yang pernah
diidetifikasikan dengan
kekerasan 90db atau lebih
menggunakan ABM atau
tanpa menggunakan ABM
11.1 Memahami bunyi benda sebagai sinyal yang
diperdengarkan secara langsung atau lewat rekaman.
11.2 Memahami bunyi alam sebagai sinyal yang
diperdengarkan secara langsung atau lewat rekaman
11.3 Memahami bunyi musik sebagai sinyal yang
diperdengarkan secara langsung atau lewat rekaman
52
STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR
11.4 Memahami suara binatang sebagai sinyal yang
diperdengarkan secara langsung atau lewat rekaman
11.5 Memahami suara manusia sebagai sinyal yang
diperdengarkan secara langsung atau lewat rekaman
12.Komprehensi bunyi bahasa
yang pernah diidetifikasikan
dengan kekerasan 90db atau
lebih menggunakan ABM atau
tanpa menggunakan ABM
12.1 Memahami kata yang diperdengarkan secara langsung
atau lewat rekaman
12.2 Memahami kelompok kata yang diperdengarkan secara
langsung atau lewat rekaman
12.3 Memahami kalimat yang diperdengarkan secara
langsung atau lewat rekaman
53
E. BINA DIRI
STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR
Merawat Diri
1. Makan minum dalam
kehidupan sehari–hari
1.1 Mengenal alat makan dan minum
1.2 Menggunakan alat makan dan minum 1.3 Makan menggunakan tangan
1.4 Makan menggunakan alat
1.5 Makan makanan berkuah.
1.6 Makan makanan kemasan
1.7 Minum menggunakan gelas/cangkir
1.8 minum menggunakan sedotan
1.9 Minum minumam dalam kemasan
1.10 Makan di restoran
1.11 Mengenal tatacara makan dan minum dengan
sopan.
2. Membersih-kan dan
menjaga kesehatan badan
2.1. Menjaga kebersihan tangan dan kaki 2.2. Menggunakan toilet 2.3. Melakukan kegiatan mandi sampai bersih dan
rapi. 2.4. Mencuci muka 2.5. Menyikat gigi 2.6. Keramas/cuci rambut. 2.7. Kebersihan telinga dan hidung 2.8. Menggunakan pembalut wanita.(khusus wanita) 2.9. Memelihara kuku 2.10. Mencukur kumis dan jenggot
54
STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR
Mengurus Diri
1.Memakai dan melepas
pakaian
1.1 Mengenakan dan melepas pakaian dalam
1.2 Mengenakan dan melepas pakaian luar
1.3 Mengenakan dan melepas sepatu dan kaus kaki
1.4 Mengenakan asesoris pakaian
1.5 Memilih pakaian sesuai kepentingannya.
2. Merias diri secararapi 2.1 Menyisir rambut
2.2 Merias wajah
2.3 Mengenakan asesoris dengan rapi
Menolong Diri
1. Menjaga keselamatan diri
1.1 Menghindarkan dan mengendalikan diri dari
bahaya benda tajam,runcing,licin,panas,binatang
berbahaya, bencana alam’
1.2 Keselamatan dari dalam penggunaan
ruangan,naik turun tangga/ eskalator,
menggunakan lif.
Waktu Luang
1. Menggunakan waktu luang
dengan baik
1.1 Penggunaan waktu istirahat
1.2 Partisipasi dalam pekerjaan di rumah
Komunikasi
1. Berkomunikasi dengan
orang lain secara verbal
dan tulisan
1.1 Berkomunikasi secara verbal/lisan
1.2 Berkomunikasi secara audio–visual
1.3 Kata–kata social
55
STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR
Sosialisasi
1.Beradaptasi di lingkungan
keluarga, sekolah dan
masyarakat
1.1 Beradaptasi dengan teman 1.2 Melakukan orientasi lingkungan 1 3 Melakukan kerjasama
Okupasi
1..Kesibukan dan
keterampilan sederhana
dalam kehidupan sehari-
hari)
1.1 Membuat minuman dingin.
1.2 Membuat minuman panas
1.3 Memasak sederhana dengan pengawasan
1.4 Merapikan tempat tidur
1.5 Menjaga kebersihan sekolah dan rumah.
1.6 Memelihara kebersihan dan kerapian pakaian,
1.7 Memelihara kebersihhan perabot rumah tangga.
1.8 Menghemat penggunaan energi (listrik, air
bersih)
1.9 Menyemir sepatu
56
F. BINA DIRI DAN BINA GERAK STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR
1. Menolong, dan merawat diri sendiri
2. Mengurus diri sendiri
1.1 Menolong diri sendiri, tentang kebersihan diri: mencuci tangan, melap(keringkan) tangan,mencucui muka dan mengeringkan (handuk-an), mencuci kaki; dan menggosok gigi
1.2 Menolong diri sendiri, tentang kebersihan diri : mandi, buang air kecil, buang air besar.
1.3 Menolong diri sendiri, tentang kebersihan diri : memotong kuku, dan mencuci rambut
1.4 Merawat diri: menyisir rambut dan merias diri
2.1. Berpakaian: memakai dan melepas pakaian dalam, baju, celana/rok, kaus kaki, dan sepatu.
2.2. Mengurus diri sendiri: makan,minum, dan membersihkan peralatan makan dan minum.
2.3. Memenuhi kebutuhan makan dan minum sendiri dengan memasak sederhana dan menyiapkan/menyajikannya.
3. Berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari dengan lingkungannya.
4. Bersosialisasi dalam kehidupan sehari-hari dengan lingkungannya
3.1. Berkomunikasi dengan orang lain secara langsung
3.2. Berkomunikasi dengan orang lain secara tidak langsung
4.1. Bersosialisasi dalam kehidupan keluarga di rumah,
menghormati orangtua, anggota keluarga, dan
menyesuaikan diri dengan situasi keluarga.
4.2 Bersosialisasi dalam kehidupan di sekolah,
menghormati guru, teman-teman , dan warga
sekolah lainnya. dan menyesuaikan diri dengan
situasi sekolah.
4.3. Bersosialisasi dalam kehidupan di masyarakat, taat
aturan, gotong-royong, dan bermain dengan teman
sebaya.
57
STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR
5. Bersikap mandiri dan atau percaya diri
5.1. Mengembangkan kecakapan/keberanian pergi ke sekolah sendiri (tanpa diantar/ ditunggui)
5.2. Mengembangkan kecakapan/keberanian pergi belanja ke warung/toko.
5.3. Mengembangkan kecakapan/ kemandirian pada kebersihan diri (mencuci dan menyeterika pakaian,menyemir sepatu, dll ).
5.4. Mengembangkan kecakapan/ kemandirian dalam memelihara hewan dan tanaman
5.5. Mengembangkan kecakapan/ kemandirian dalam hal kewirausahaan budidaya hewan dan tanaman
6. Menyelamatkan diri dari bahaya
6.1. Menyelamatkan diri dari bahaya api (kebakaran).
6.2. Menyelamatkan diri dari bahaya yg ditimbulkan oleh
benda -benda tajam.
6.3. Menghindari makanan/minuman beracun, alkohol
dan narkoba
6.4. Menghindari tempat-tempat dan hewan yang
berbahaya
7. Melakukan gerak di tempat (non locomotion)
7.1 . Melakukan gerak kelektukan/kelenturan pada
sendi leher dengan berbagai macam gerak
kepala : menggangguk, menengadah,
menggeleng, menoleh kanan-kiri, tengleng kanan-
kiri dan berputar, dll (dengan kelamaan min. 2x4
hitungan)
7.2. Melakukan gerak kelektukan/kelenturan pada
sendi bahu dengan berbagai macam gerakan:
merentangkan tangan, mengangkat ke atas,
merentangkan ke depan , memutar bahu ke depan
dan ke belakang (dengan kelamaan min. 2x4
hitungan)
7.3. Melakukan gerak kelektukan/kelenturan sendi
pada pinggang/tulang belakang dengan berbagai
macam gerak : dalam posisi duduk/berdiri
membungkuk-gerak kayang, meliuk ke kanan-kiri,
memutar pinggang ke kanan-kiri, (dengan
kelamaan min. 2x4 hitungan).
58
STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR
7.4. Melakukan tahapan gerak seat-up : dalam posisi
tidur telentang (1) angkat kedua kaki ; (2) tahan
kaki terangkat – ke dua tangan mengangkat
kepala; (3) melakukan gerak duduk sambil
menurunkan ke dua kakidan angkat kepala.
dilanjutkan dengan gerak seat – up.
7.5. Melakukan gerak push-up : dalam posisi tidur
tengkurep angkat dada dengan kedua tangan
setinggi (panjang l engan) . Gerakan ini dapat
dilakukan bertahab, (dengan cara bertahan pada
angkatan pertama dengan kelamaan min 2 x 4
hitungan) dan dapat dilanjutkan dengan gerak push-
up yg sebenarnya.
7.6.Melakukan latihan berdiri dengan dan tanpa alat
7.7. Melakukan gerak kelenturan dan kekuatan pada
tungkai/kaki dengan latihan lompat dengan dan
tanpa alat dan pola.
8. Melakukan gerak pindah diri (locomotion).
8.1. Melakukan gerak guling kekanan-kiri
8.2. Melaklukan gerak merayap tanpa / dengan alat
8.3. Melakukan gerak merangkak tanpa/dengan
rintangan
8.4. Melakukan gerak melangkah tanpa/dengan pola
8.5. dan alat diteruskan dengan gerak berjalan
9. Melakukan gerak kontrol kepala, dan anggota tubuh (tangan dan kaki).
9.1 Melakukan gerak kontrol kepala : mengangkat
kepala dalam posisi tengkurap, mempertahankan
kepala tegak dalam berbagai posisi, menggerakkan
kepala mengikuti irama, gerak menyudul bola,
9.2 Menggerakkan anggota tubuh atas (tangan)
mendorong, menarik, memukul, memotong , meraih
dan melipat .
9.3 Melakukan latihan kekuatan otot tangan, dengan
alat yang memiliki beban bervariasi.
9.4 Melakukan gerakan anggota tubuh atas (lengan) :
mengangkat beban yang bervariasi serta jarak
yang bervariable. (dari bawah- ke atas dari jauh ke
dekat atau sebaliknya)
59
STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR
9.5. Menggerakkan anggota tubuh bawah (kaki)
berselonjor, menekuk lutut , , jongkok, , berdiri,
melangkah dengan pola, dan berjalan.
9.6. Melakukan latihan kekuatan otot kaki dengan alat
yang memiliki beban bervariasi, misal : mengayuh
sepeda statis,. Menendang dan melompat-lompat
di atas trampolling.
10. Melakukan gerak keseimbangan tubuh
10.1 Melakukan gerak keseimbangan tubuh dalam posisi
duduk, jongkok, dan berdiri .
10.2 Melakukan gerak keseimbangan tubuh : melangkah
dengan pola dan atau rintangan, melangkah/ meniti
balok titian.
10.3 Melakukan latihan berjalan : dengan melalui pola,
dengan paralel baar atau tanpa alat.
11. Melakukan gerak pernafasan, dan gerak koordinasi
11.1.Melakukan gerak pernafasan dada dan pernafasan
perut (membiasakan- melakukan pernafasan dada
dan perut saat akhir tahap –tahap latihan) .
11.2.Melakukan gerak koordinasi motorik halus
11.3 Melakukan gerak koordinasi motorik kasar
11.4. Melakukan gerak koordinasi mata dan tangan
11.5. Melakukan gerak koordinasi mata dan kaki
11.6. Melakukan gerak koordinasi mata, tangan, dan
kaki.
12. Menggunakan alat bantu gerak
12.1.Memasang, menggunakan, dan melepas alat
bantu gerak yang melekat (brace, sepatu ortopedi,
spilt, kroset dan prothese)
12 .2 Menggunakan dan merawat alat bantu gerak yang
tidak melekat (kursi roda, kruk, stick, walker,tripod,
crowler, dll)
12..3 Menggunakan alat bantu gerak gabungan yang
melekat dan tidak melekat
60
G. BINA PRIBADI DAN SOSIAL
SK KD
Perawatan diri
1. Menumbuhkan minat dan
kesadaran untuk melakukan
perawatan diri
1.1 Memahami cara merawat dan mengurus diri
1.2 Memahami perawatan diri yang berkaitan
dengan kebersihan pribadi
1.3 Memahami perawatan diri yang berkaitan
dengan kesehatan pribadi
1.4 Memahami perawatan diri yang berkaitan
dengan cara berhias/penampilan
1.5 Memahami perawatan diri yang berkaitan
dengan cara berpakaian
Sopan Santun
2. Mengenal sopan santun/tata
krama dalam berinteraksi
dengan orang lain sesuai
dengan norma-norma yang
berlaku di masyarakat
2.1 Memahami dan memiliki kesadaran
bersopan santun/tata krama di lingkungan
keluarga
2.2. Memahami dan memiliki kesadaran
bersopan santun/tata krama di lingkungan
sekolah
2.3 Memahami dan memiliki kesadaran
bersopan santun/tata krama di lingkungan
masyarakat
2.4 Memahami sopan santun dalam
mengemukakan pendapat
2.5 Memahami sopan santun dalam berlalu-
lintas
2.6 Memahami sopan santun dan adab makan
Tanggung Jawab
3. Memahami rasa tanggung
jawab terhadap diri sendiri
dan masyarakat
3.1 Memahami rasa tanggung jawab terhadap
perbuatan diri
3.2 Memahami rasa tanggung jawab terhadap
keluarga
3.3 Memahami rasa tanggung jawab terhadap
lingkungan sekolah
3.4 Memahami rasa tanggung jawab terhadap
lingkungan masyarakat
61
SK KD
Disiplin
4. Memahami dan memiliki
disiplin diri sehingga mampu
mengelola dirinya dengan
baik
4.1 Memahami disiplin dalam memanfaatkan
waktu
4.2 Memahami disiplin dalam melaksanakan
ibadah
4.3 Memahami disiplin dalam menyelesaikan
pekerjaan
4.4. Memahami disiplin dalam menepati janji
Memahami kesadaran dalam
penguasaan diri
5. Memahami cara penguasaan
diri untuk dapat berinteraksi
di masyarakat dan memiliki
rasa percaya diri
5.1 Memiliki kemampuan untuk mengendalikan
dalam tindakan
5.2 Melakukan kesadaran penguasaan diri
terhadap kejadian dan respon yang terjadi di
lingkungan
5.3 Memiliki rasa percaya diri tampil di depan
umum
5.4 Memiliki keberanian berbicara di depan orang
banyak
5.5 Memiliki keberanian mengemukakan
pendapat
5.6 Memiliki keberanian untuk mengambil
keputusan
Hidup bersama orang lain
6. Mengenal tata cara hidup
bersama dengan orang
lain
6.1 Memahami kerjasama dengan indifidu yang
lain
6.2 Memahami kerjasama dengan kelompok
6.3Memahami rasa kebersamaan hidup dalam
masyarakat
6.4 Memahami cara menggunakan fasilitas pribadi
di lingkungan masyarakat
6.5 Mampu memahami cara menggunakan
fasilitas umum
Nilai dan norma
7. Mengenal nilai dan norma
yang berlaku
7.1 Memahami nilai-nilai dan norma yang
berlaku di keluarga
7.2 Memahami nilai dan norma yang berlaku di
sekolah
7.2 Memahami nilai-nilai dan norma yang
berlaku dimasyarakat
62
SK KD
Zat aditif
8. Mengenal zat aditif dan
penyalahgunaanya
8.1 Memahami benda-benda yang mengandung
zat aditif
8.2 Memahami penyalahgunaan zat aditif
8.3 Memahami dampak dan akibat
penyalahgunaan zat aditif
8.4 Memahami tindakan untuk menghindar dari
pengaruh penyalahgunaan zat aditif
63
H. BINA INTERAKSI SOSIAL DAN TINGKAHLAKU
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Usia 3-6
Kontak mata :
Memahami tingkahlaku baik verbal maupun
non verbal
1. Melakukan kontak mata saat diajak berbicara
2. Memberi salam 3. Berinteraksi/ terlibat dengan teman
sebaya dalam kelompok 4. Memberi respon terhadap lingkungan
sekitar
Usia 7-12
Memahami perilaku adaptive dalam
kelompok Seusianya
1. Bermain dalam kelompok 2. Menggunakan alat permainan sesuai
dengan fungsinya 3. Menyesuaikan diri dalam lingkungan yang
baru 4. Menunggu giliran 5. Tahu berbagi dengan teman
Usia 13-15
Memahami tingkalaku yang dapat diterima
dalam kelompok seusianya
1. Mengajak teman untuk bermain bersama 2. Menyesuaikan diri dalam situasi yang
beragam 3. Menggunakan alat komunikasi sebagai
media interaksi. 4. Memahami symbol- symbol di tempat
umum
Usia 16-18
Memahami fungsi fasilitas umum dan tahun
menggunakannya
1.Menggunakan fasilitas umum sesuai
fungsinya
2. Mengatasi kesulitan di tempat umum 3. Memilih suatu aktivitas untuk
mengembangkan bakat dan minat. 4. Memahami dan menuruti peraturan di
tempat umum
64
I. BINA KOMUNIKASI
Usia 3-6
Bahasa- bicara
Memahami bahasa baik verbal maupun non
verbal
1. Melakukan perintah sederhana 2. Mengungkapkan keinginannya baik verbal
maupun non verbal/ isyarat. 3. Menamai benda-benda yang ada di
sekitarnya
Usia 7-12
Bahasa
Menggunakan bahasa sebagai media
komunikasi
1. Membangun komunikasi (verbal- nonverbal)
2. Mengawali pembicaraan 3. Berbicara sesuai fungsi bahasa (bukan
imitasi/echolalia) 4. Menjawab pertanyaan- pertanyaan yang
sesuai dengan “kata Tanya”
Usia 13-15
Bahasa- bicara
Memahami bahasa baik verbal maupun non
verbal
1. Berbicara dengan kalimat yang benar 2. Memberi alasan suatu kejadian 3. Menceritakan kembali suatu peristiwa 4. Memahami isi cerita/ bacaan. 5. Menggunakan bahasa sebagai ekspresi
kematangan control diri
Usia 16-18
Bahasa
Mempraktekan cara berkomunikasi dengan
susunan kalimat yang benar.
1. Membangun komunikasi dua arah 2. Memiliki perbendaharan kata yang
memadai 3. Menggunakan media masa sebagai
sumber informasi. 4. Memberi informasi baik lisan maupun
tertulis.
65
J. BINA PSIKO EMOSIONAL
STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR
Usia 3-6
Mengungkapkan perasaan sesuai dengan
perilaku yang wajar dalam lingkungannya
1. Mengungkapkan perasaanya baik verbal maupun non verbal 2. Memberi respon yang benar terhadap
situasi baru dalam lingkungannya 3. Mengenal berbagai macam ekspresi
emosi sederhana
Usia 7-12
Mempraktekkan pola perilku yang wajar
dalam kehidupan sehari- hari.
1.Mengatasi jika menemukan kesulitan dengan perilaku yang benar
2. Meminta bantuan baik secara verbal- nonverbal jika menemukan kesulitan
3. Mengontrol perilaku dengan cara yang benar
Usia 13-15
Memahami perbedaan jenis kelamin dan
mampu berperilaku yang wajar terhadap
lawan jenis.
1. Membedakan jenis kelamin laki-laki- perempuan
2. Memahami perubahan- perubahan pada laki-laki dan perempuan
3. Menggunakan fasilitas umum sesuai dengan jenis kelamin
4. Memahami perilaku yang dapat dilakukan terhadap lawan jenis yang tidak boleh dilakukan
5. Membedakan tempat umum dan tempat pribadi
6. Memahami perilaku yang dapat dilakukan ditempat umum dan yang pribadi.
Usia 16-18
Mengatasai kesulitan dalam kehidupan
sehari- hari.
1.Mengatasi konflik baik diri sendiri maupun
dengan orang lain
2. Memahami cara- cara yang benar untuk mengendalikan emosi
3. Memahami benda- benda/ tempat yang berbahaya
4. Memahami dan menghindari perilaku yang membahayakan diri sendiri maupun orang lain
5. Memahami dan menghindari perilaku yang dapat merusak barang milik sendiri maupun milik orang lain.