sistem bagi hasil pemerintah pusat dan pemerintah …

54
NASKAH PUBLIKASI SISTEM BAGI HASIL PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH DAERAH DI BIDANG USAHA PERTAMBANGAN TESIS OLEH: JULIANDI HASUDUNGAN DOLOK SARIBU 097005075 PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014 Universitas Sumatera Utara

Upload: others

Post on 04-Oct-2021

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SISTEM BAGI HASIL PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

NASKAH PUBLIKASI

SISTEM BAGI HASIL PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH DAERAH DI BIDANG USAHA

PERTAMBANGAN

TESIS

OLEH:

JULIANDI HASUDUNGAN DOLOK SARIBU 097005075

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2014

Universitas Sumatera Utara

Page 2: SISTEM BAGI HASIL PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

SISTEM BAGI HASIL PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH DAERAH DI BIDANG USAHA

PERTAMBANGAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora

Dalam Program Studi Ilmu Hukum pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh:

JULIANDI HASUDUNGAN DOLOK SARIBU 097005075

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2014

Universitas Sumatera Utara

Page 3: SISTEM BAGI HASIL PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

Judul Tesis : SISTEM BAGI HASIL PEMERINTAH PUSAT DAN

PEMERINTAH DAERAH DI BIDANG USAHA

PERTAMBANGAN

Nama Mahasiswa : JULIANDI HASUDUNGAN DOLOK SARIBU

Nomor Pokok : 097005075

Program Studi : Ilmu Hukum

Menyetujui

Komisi Pembimbing

K e t u a (Prof. Dr. Suhaidi, SH. MH)

A n g g o t a (Prof. Dr. Sumarni, SH. M.Hum)

A n g g o t a (Dr. Mahmul Siregar, SH. M.Hum)

Ketua Program Studi Ilmu Hukum

NIP. 196207131988031003 (Prof. Dr. Suhaidi, SH. MH)

Dekan

NIP. 19561110 198503 1 022 (Prof. Dr. Runtung, SH. M.Hum.)

Universitas Sumatera Utara

Page 4: SISTEM BAGI HASIL PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

Telah diuji pada

Tanggal 20 Agustus 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Suhaidi, SH. MH

Anggota : 1. Prof. Dr. Sumarni, SH. M.Hum

2. Dr. Mahmul Siregar, SH. M.Hum

3. Dr. Mirza Nasution, SH, M.Hum

4. Dr. Utary Maharany Barus, SH, M.Hum

Universitas Sumatera Utara

Page 5: SISTEM BAGI HASIL PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

RIWAYAT HIDUP

Nama : JULIANDI HASUDUNGAN DOLOK SARIBU

Tempat / Tgl. Lahir : Muara Bungo, 20 Juli 1986

Jenis Kelamin : Laki - Laki

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Lorong Hikmah RT 005/002

Sungai Pinang, Bungo Dani - Jambi

Pendidikan :

- SD Negeri 286 Muara Bungo Jambi,

Lulus Tahun 1998

- SMP Negeri 4 Muara Bungo Jambi,

Lulus Tahun 2001

- SMA Negeri 1 Muara Bungo Jambi,

Lulus Tahun 2004

- S-1 Fakultas Hukum Universitas HKBP Nommensen,

Lulus Tahun 2008

- S-2 Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatra Utara, Medan,

Lulus Tahun 2014

Universitas Sumatera Utara

Page 6: SISTEM BAGI HASIL PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

i

ABSTRAK

Bidang usaha pertambangan merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan yang berdasarkan UU Pasal 33 1945 dikuasai oleh Negara serta merupakan komoditas vital yang menguasai hajat hidup orang banyak dan mempunyai peranan penting dalam perekonomian nasional sehingga harus dikelola secara maksimal untuk memberi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Perubahan sistem pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi memberikan kepada pemerintah daerah kekuasaan yang besar dalam mengelola daerahnya termasuk dalam bidang usaha pertambangan. Sektor Pertambangan yang berlansung di berbagai pemerintahan daerah berdampak positif dalam meningkatkan penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui Dana Bagi Hasil (DBH).

Penelitian ini bermaksud untuk mendapatkan gambaran tentang mengapa sistem bagi hasil antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu dilakukan dalam bidang usaha pertambangan, bagaimana ketentuan sistem bagi hasil antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam bidang usaha pertambangan, apakah yang menjadi hambatan-hambatan dalam pelaksanaan sistem bagi hasil pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam bidang usaha pertambangan. . Metode penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian hukum normative yang bersifat kualitatif. Analisis kualitatif dilakukan terhadap data sekunder (bahan hukum) yang dikumpulkan dengan menggunakan cara penelitian studi kepustakaan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sejak era reformasi, gagasan otonomi daerah terus bergulir, sehingga menyebabkan terjadinya pergeseran paradigma pembangunan yang bersifat sentralistik atau top-down dan hanya terfokus pada pertumbuhan ekonomi bergeser ke paradigma pembangunan yang berlandaskan prinsip dasar demokrasi, kesetaraan, dan keadilan dalam bentuk otonomi daerah. Melalui pembagian dan alokasi dana bagi hasil antara pusat dan daerah penghasil tambang telah diatur dalam hukum positif di Indonesia, yaitu Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan, Undang-undang Nomor 32 tahun 2004. Walaupun demikian daerah-daerah penghasil tambang di Indonesia beberapa kali mengutarakan ketidakpuasan mereka terhadap Dana Bagi Hasil karena dirasa sangat diskriminatif, dan tidak adil bagi pemerintah daerah yang mendapatkan porsi penerimaan pertambangan yang lebih kecil dibandingkan pemerintah pusat kendati sebagai wilayah penghasil, begitu juga akan ketidakjelasan pembagian hasil dan waktu pendistribusian hasil dari Negara atas eksplorasi tambang di daerah. Keluhan tersebut datang dari pemerintah daerah yang merasa bahwa pembagian hasil dirasa kurang bagi daerah hal ini disebabkan dana bagi hasil (DBH) perimbangan keuangan pusat (pemerintah pusat) dan daerah (pemda) atas hasil pertambangan bukan hanya masalah manajemen pembagiannya, juga bukan sekadar soal kebijakan pilihan bidang pertambangan yang dibagihasilkan dan persentase pembagiannya, melainkan amat terkait dengan substansi kebijakan pengelolaan pertambangan dalam hubungannya dengan para pihak pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: SISTEM BAGI HASIL PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

ii

Disarankan agar dilakukan perumusan kembali/ulang atau revisi terhadap Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dalam hal alokasi dana perimbangan yang dirasa tidak adil bagi daerah penghasil tambang. Sehingga tersalurkannya Dana Bagi Hasil antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang adil untuk mengurangi kesenjangan fiskal pusat-daerah karena pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah daerah harus mempunyai sumber keuangan yang memadai untuk membiayai penyelenggaraan otonomi termasuk sumber pendapatan dalam bidang usaha pertambangan. Substansi dari otonomi daerah menggunakan arah baru kebijakan pertambangan yang mengakomodasikan prinsip kepentingan nasional, kemanfaatan, untuk masyarakat, jaminan berusaha, desentralisasi pengelolaan pertambangan yang baik.

Kata Kunci : Bagi Hasil, Pertambangan

Universitas Sumatera Utara

Page 8: SISTEM BAGI HASIL PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

iii

ABSTRACT

Businesses mining is natural resources strategic non renewable that based on constitution 33 1945 controlled by the state and is vital commodities that dominate his life the people and had an important role in the national economy so that should be managed optimally to provide prosperity and the people's welfare. System change of government from centralization to decentralization give to local government great dominion in managing its territory included in businesses mining. The Mining sector was conducted in various governance areas impacted positively in increasing the acceptance of the original Regional Revenue (PAD) through the Fund for the results (DBH). This research mean to get picture of contribution of execution in system profit sharing central government and regional government in other businesses mining, government role central and regional realize in funding for the results on society and implementation funding for results.

The method of this research is conducted by the method of normative legal research is qualitative. Qualitative analysis of secondary data (legal materials) that was collected by using the means of research studies library.

The result showed that since reformation era, idea of regional autonomy, continue thus causing the occurrence of paradigm shift.The paradigm is sentralistik or top-down and just focused on economic growth paradigm shift to development which based on the basic principles of democracy, equality, and justice in the form of autonomous region. Through the distribution and allocation of funds for intermediate results-producing mines and the Centre has been set up in positive law in Indonesia, namely Act No. 33 of 2004 concerning the Financial Equalization, law No. 32 of 2004. However the mine-producing regions in Indonesia several times expressed their dissatisfaction against funds for the results because both feel very discriminatory and unfair to local governments that get a portion of the revenues of the smaller mining although the Central Government as compared to regions, so too will the obscurity of Division results and time distribution of the results of the country's top mining exploration in the area. The complaints came from the local government who feel that the division's results proved less for area this is due to funding for the results (DBH) Equalization Financial Center (Central Government) and regional (regional government) of the result mining Management Division is not only a problem, nor is it merely a question of policy options the been distributed and mining Division, but the percentage is related to the substance of the mining management policies in relation to the parties of the Central Government and local governments.

It is recommended that do back/formulation or revision of Act No. 33 of 2004 concerning the Financial Equalization between the Central Government and local governments, in terms of the allocation of equalization funds which is considered unfair to the producers mine. So the channeled funds for the result between the Central Government and local governments that are fair to reduce fiscal disparities

Universitas Sumatera Utara

Page 9: SISTEM BAGI HASIL PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

iv

Center-region since the implementation of regional autonomy, local governments must have adequate financial resources to finance the implementation of autonomy including the income source in the field of mining enterprises. The substance of the autonomous region is using a new policy direction that accommodate mining principles of national interest, the benefit, to the community, the guarantee sought, decentralized management of mining which is good.

Keyword : For the Result, Mining

Universitas Sumatera Utara

Page 10: SISTEM BAGI HASIL PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

v

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena

berkat kasih karunia-Nyalah penulisan tesis ini dapat diselesaikan dengan tepat

waktu. Tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk meraih gelar

Sarjana Magister Hukum pada Program Studi Ilmu Hukum di Sekolah Pasca Sarjana

Universitas Sumatra Utara.

Dalam tesis ini, penulis menyajikan judul : “Analisis Hukum Bagi Hasil

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah di bidang Usaha Pertambangan”. Penulis

menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna karena kemampuan

penulis yang sangat terbatas. Untuk itu dengan segenap kerendahan hati, penulis

mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak untuk

penyempurnaannya dikemudian hari.

Pada kesempatan ini, dengan segala hormat penulis mengucapkan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, D.T.M.&H., M.Sc. (C.T.M.), Sp.A.(K)

selaku Rektor Universitas Sumatra Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahmat Matondang, M.S.I.E. selaku Direktur Sekolah

Pasca Sarjana Universitas Sumatra Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH, M.H selaku Ketua Program Magister Ilmu

Hukum Sekolah Pasca Sarjana USU dan juga selaku Ketua Komisi

Pembimbing yang selalu memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: SISTEM BAGI HASIL PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

vi

4. Ibu Prof Dr. Sunarmi, SH, M.Hum selaku anggota Komisi Pembimbing yang

dengan penuh kesabaran memberikan bimbingan dan arahan-arahan yang

sangat membantu dalam penyelesaian penulisan tesis ini.

5. Bapak Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum selaku Anggota Komisi

Pembimbing yang telah memberikan saran, bimbingan, perhatian, dan

dukungan yang tiada henti- hentinya demi selesainya penulisan tesis ini tepat

pada waktunya.

6. Bapak Dr. Mirza Nasution, SH, M.Hum selaku Anggota Komisi Penguji.

7. Ibu Dr. Utary Maharany Barus, SH, M.Hum selaku Anggota Komisi Penguji

8. Para Dosen Penulis pada Sekolah Pasca Sarjana USU yang telah banyak

memberikan ilmunya dan membuka cakrawala berpikir penulis yang akan

bermanfaat dikemudian hari.

9. Orangtuaku tercinta, Ayahanda T. Dolok Saribu dan Ibunda R. Butar-Butar

yang telah membesarkan, mendidik dan memberikan doa yang tiada putus-

putusnya demi kebaikan dan keberhasilan anaknya dan Saudara-Saudariku

serta segenap keluarga yang selalu memberikan dorongan kepada Penulis

untuk menyelesaikan perkuliahan dan tesis ini

10. Rekan-rekan seperjuangan pada Kelas Reguler Program Studi Ilmu Hukum

USU Angkatan Tahun 2009, atas dukungan dan kebersamaanya.

11. Seluruh staf dan pegawai di Program Studi Ilmu Hukum USU atas segala

bantuan-bantuan, pelayanan dan kemudahan yang telah diberikan, kiranya

Tuhan jualah yang membalas semua kebaikannya.

Universitas Sumatera Utara

Page 12: SISTEM BAGI HASIL PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

vii

Akhirnya Penulis berharap bahwa tesis ini dapat berguna sebagai sumbang

dan saran pemikiran mengenai “Analisis Hukum Bagi Hasil Pemerintah Pusat dan

Pemerintah Daerah di bidang Usaha Pertambangan”. Semoga Tuhan Yang Maha

Kuasa senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayahNya kepada kita semua. Amin

Medan, Agustus 2014

Penulis

Juliandi Hasudungan Dolok Saribu

Universitas Sumatera Utara

Page 13: SISTEM BAGI HASIL PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

viii

DAFTAR ISI

Halaman

RIWAYAT HIDUP ABSTRAK .................................................................................................... i ABSTRACT .................................................................................................... iii KATA PENGANTAR .................................................................................. v DAFTAR ISI ................................................................................................. viii BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1

A. Latar Belakang ..................................................................... 1 B. Perumusan Masalah .............................................................. 3 C. Tujuan Penelitian .................................................................. 4 D. Manfaat Penelitian ............................................................... 4 E. Keaslian Penelitian ................................................................ 5 F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsional ........................ 5 1. Kerangka Teori .............................................................. 6 2. Landasan Konsepsional .................................................. 8 G. Metode Penelitian ................................................................ 8 1. Jenis dan Sifat Penelitian ............................................... 9 2. Sumber Data ................................................................... 10 3. Teknik Pengumpulan Data .............................................. 11 4. Analisis Data .................................................................. 12

BAB II ALASAN – ALASAN PERLUNYA BAGI HASIL ANTARA

PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH DAERAH DALAM BIDANG USAHA PERTAMBANGAN ..................... 14 A. Penguasaan Negara atas Kekayaan Alam yang Terkandung di

bawah Tanah .................................................................................. 14 1.Pengertian dan Konsep Penguasaan Negara ......................... 14

2.Tujuan Penguasaan Negara ................................................... 15 3. Kedudukan Pemerintah Daerah dalam Penguasaan Negara 15 B. Alasan dari Segi Hukum Pertimbangan Bagi HasilAntara

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Dalam Bidang Usaha Pertambangan ................................................................................ 16

C. Alasan lain Pentingnya Sistem Bagi Hasil Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam Bidang Usaha Pertambangan ........................................................................... 16 1. Pertimbangan Politik ............................................................ 17

2.Pertimbangan Ekonomi ......................................................... 17 3.Pertimbangan Sosiologi ........................................................ 17

Universitas Sumatera Utara

Page 14: SISTEM BAGI HASIL PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

ix

BAB III SISTEM BAGI HASIL ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH DAERAH DALAM BIDANG USAHA PERTAMBANGAN BERDASARKAN PERUNDANG-UNDANGAN ................................................................................ 19 A. Sistem Bagi Hasil Antara Pemerintah Pusatdan Pemerintah

Daerah ...................................................................................... 19 1. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah ......................... 19 2. Hubungan antara Pemerintah Pusat dan Daerah ............... 19 B. Pengaturan Usaha Pertambangan di Indonesia ...................... 20

1. Landasan Konstitusi ........................................................... 20 2. Asas Hukum Pertambangan Mineral dan Batubara ........... 21

3. Peraturan Perundang-undangan ......................................... 21 a. Kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah Dalam

Bidang Usaha Pertambangan Menurut UU NO 32 Tahun 2004 Tentang Otonomi Daerah ................................... 22

b. Kewenangan Pemerintah Pusat Dan Daerah Dalam Bidang Usaha Pertambangan Menurut UU NO 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara ..... 22

c. Kewenangan Pemerintah Pusat Dan Daerah Dalam Bidang Usaha Pertambangan Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 22 Tahun 2010 Tentang Wilayah Pertambangan .................................. 22

C. Sistem Bagi Hasil Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam Bidang Usaha Pertambangan ............................ 22 1. Ruang Lingkup Bagi Hasil ................................................ 22 2. Penataan Bagi Hasil ........................................................... 23 3. Sistem Bagi Hasil ............................................................. 24

BAB IV HAMBATAN-HAMBATAN DALAM BAGI HASIL ANTARA

PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH DAERAH DALAM BIDANG USAHA PERTAMBANGAN ..................... 26 A. Hambatan Dari Segi Hukum .................................................... 26 B. Hambatan Dari Luar Hukum .................................................... 26

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 28

A. Kesimpulan .............................................................................. 28 B. Saran ......................................................................................... 32

DAFTARPUSTAKA ...................................................................................... 34

Universitas Sumatera Utara

Page 15: SISTEM BAGI HASIL PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

i

ABSTRAK

Bidang usaha pertambangan merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan yang berdasarkan UU Pasal 33 1945 dikuasai oleh Negara serta merupakan komoditas vital yang menguasai hajat hidup orang banyak dan mempunyai peranan penting dalam perekonomian nasional sehingga harus dikelola secara maksimal untuk memberi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Perubahan sistem pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi memberikan kepada pemerintah daerah kekuasaan yang besar dalam mengelola daerahnya termasuk dalam bidang usaha pertambangan. Sektor Pertambangan yang berlansung di berbagai pemerintahan daerah berdampak positif dalam meningkatkan penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui Dana Bagi Hasil (DBH).

Penelitian ini bermaksud untuk mendapatkan gambaran tentang mengapa sistem bagi hasil antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu dilakukan dalam bidang usaha pertambangan, bagaimana ketentuan sistem bagi hasil antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam bidang usaha pertambangan, apakah yang menjadi hambatan-hambatan dalam pelaksanaan sistem bagi hasil pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam bidang usaha pertambangan. . Metode penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian hukum normative yang bersifat kualitatif. Analisis kualitatif dilakukan terhadap data sekunder (bahan hukum) yang dikumpulkan dengan menggunakan cara penelitian studi kepustakaan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sejak era reformasi, gagasan otonomi daerah terus bergulir, sehingga menyebabkan terjadinya pergeseran paradigma pembangunan yang bersifat sentralistik atau top-down dan hanya terfokus pada pertumbuhan ekonomi bergeser ke paradigma pembangunan yang berlandaskan prinsip dasar demokrasi, kesetaraan, dan keadilan dalam bentuk otonomi daerah. Melalui pembagian dan alokasi dana bagi hasil antara pusat dan daerah penghasil tambang telah diatur dalam hukum positif di Indonesia, yaitu Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan, Undang-undang Nomor 32 tahun 2004. Walaupun demikian daerah-daerah penghasil tambang di Indonesia beberapa kali mengutarakan ketidakpuasan mereka terhadap Dana Bagi Hasil karena dirasa sangat diskriminatif, dan tidak adil bagi pemerintah daerah yang mendapatkan porsi penerimaan pertambangan yang lebih kecil dibandingkan pemerintah pusat kendati sebagai wilayah penghasil, begitu juga akan ketidakjelasan pembagian hasil dan waktu pendistribusian hasil dari Negara atas eksplorasi tambang di daerah. Keluhan tersebut datang dari pemerintah daerah yang merasa bahwa pembagian hasil dirasa kurang bagi daerah hal ini disebabkan dana bagi hasil (DBH) perimbangan keuangan pusat (pemerintah pusat) dan daerah (pemda) atas hasil pertambangan bukan hanya masalah manajemen pembagiannya, juga bukan sekadar soal kebijakan pilihan bidang pertambangan yang dibagihasilkan dan persentase pembagiannya, melainkan amat terkait dengan substansi kebijakan pengelolaan pertambangan dalam hubungannya dengan para pihak pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Universitas Sumatera Utara

Page 16: SISTEM BAGI HASIL PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

ii

Disarankan agar dilakukan perumusan kembali/ulang atau revisi terhadap Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dalam hal alokasi dana perimbangan yang dirasa tidak adil bagi daerah penghasil tambang. Sehingga tersalurkannya Dana Bagi Hasil antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang adil untuk mengurangi kesenjangan fiskal pusat-daerah karena pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah daerah harus mempunyai sumber keuangan yang memadai untuk membiayai penyelenggaraan otonomi termasuk sumber pendapatan dalam bidang usaha pertambangan. Substansi dari otonomi daerah menggunakan arah baru kebijakan pertambangan yang mengakomodasikan prinsip kepentingan nasional, kemanfaatan, untuk masyarakat, jaminan berusaha, desentralisasi pengelolaan pertambangan yang baik.

Kata Kunci : Bagi Hasil, Pertambangan

Universitas Sumatera Utara

Page 17: SISTEM BAGI HASIL PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

iii

ABSTRACT

Businesses mining is natural resources strategic non renewable that based on constitution 33 1945 controlled by the state and is vital commodities that dominate his life the people and had an important role in the national economy so that should be managed optimally to provide prosperity and the people's welfare. System change of government from centralization to decentralization give to local government great dominion in managing its territory included in businesses mining. The Mining sector was conducted in various governance areas impacted positively in increasing the acceptance of the original Regional Revenue (PAD) through the Fund for the results (DBH). This research mean to get picture of contribution of execution in system profit sharing central government and regional government in other businesses mining, government role central and regional realize in funding for the results on society and implementation funding for results.

The method of this research is conducted by the method of normative legal research is qualitative. Qualitative analysis of secondary data (legal materials) that was collected by using the means of research studies library.

The result showed that since reformation era, idea of regional autonomy, continue thus causing the occurrence of paradigm shift.The paradigm is sentralistik or top-down and just focused on economic growth paradigm shift to development which based on the basic principles of democracy, equality, and justice in the form of autonomous region. Through the distribution and allocation of funds for intermediate results-producing mines and the Centre has been set up in positive law in Indonesia, namely Act No. 33 of 2004 concerning the Financial Equalization, law No. 32 of 2004. However the mine-producing regions in Indonesia several times expressed their dissatisfaction against funds for the results because both feel very discriminatory and unfair to local governments that get a portion of the revenues of the smaller mining although the Central Government as compared to regions, so too will the obscurity of Division results and time distribution of the results of the country's top mining exploration in the area. The complaints came from the local government who feel that the division's results proved less for area this is due to funding for the results (DBH) Equalization Financial Center (Central Government) and regional (regional government) of the result mining Management Division is not only a problem, nor is it merely a question of policy options the been distributed and mining Division, but the percentage is related to the substance of the mining management policies in relation to the parties of the Central Government and local governments.

It is recommended that do back/formulation or revision of Act No. 33 of 2004 concerning the Financial Equalization between the Central Government and local governments, in terms of the allocation of equalization funds which is considered unfair to the producers mine. So the channeled funds for the result between the Central Government and local governments that are fair to reduce fiscal disparities

Universitas Sumatera Utara

Page 18: SISTEM BAGI HASIL PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

iv

Center-region since the implementation of regional autonomy, local governments must have adequate financial resources to finance the implementation of autonomy including the income source in the field of mining enterprises. The substance of the autonomous region is using a new policy direction that accommodate mining principles of national interest, the benefit, to the community, the guarantee sought, decentralized management of mining which is good.

Keyword : For the Result, Mining

Universitas Sumatera Utara

Page 19: SISTEM BAGI HASIL PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bahan galian tambang merupakan salah satu kekayaan yang terkandung di

dalam bumi dan di dalam air. Di dalam bumi diartikan sebagai dipermukaan atau

dibawah bumi. Di dalam air diartikan berada di bawah air yaitu di atas atau di bawah

bumi yang berair (sungai, danau, laut dan rawa). Bahan galian tambang untuk

sebagian didapati di atas permukaan bumi atau bagian permukaan bumi yang berada

di bawah air. Oleh karena itu pengertian bahan galian harus diartikan baik yang

diperoleh dengan menggali maupun dengan cara-cara mengambil di bagian

permukaan bumi termasuk permukaan bumi yang ada di bawah air.1

1 Deddy Supriadi Bratakusumah, Kompetensi Aparatur Dalam Pelaksanaan Desentralisasi

dan Otonomi Daerah, (Jakarta: Jurnal Administrasi Publik Studi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Katolik Parahyangan, 2002), hal. 40

Di dalam UU No.5 Tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria telah

disebutkan bahwa pelaksanaan penguasaan Negara atas bumi, air dan kekayaan alam

yang terkandung di dalamnya dapat dikuasakan kepada daerah. Walaupun ketentuan

ini memungkinkan daerah turut serta menyelenggarakan hak menguasai oleh Negara

atas bumi, air dan kekayaan alam di dalamnya, tetapi tidak cukup jelas terutama

mengenai makna dikuasakan. Dinamika lingkungan yang berubah, termasuk

diterapkannya otonomi daerah merupakan konteks yang melatarbelakangi lahirnya

sejumlah perubahan dalam UU No. 4 Tahun 2009.

Universitas Sumatera Utara

Page 20: SISTEM BAGI HASIL PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

2

substansi UU No.4 Tahun 2009 berusaha menggunakan arah baru kebijakan

pertambangan yang mengakomodasikan prinsip kepentingan nasional (national

interest), kemanfaatan untuk masyarakat, jaminan berusaha, desentralisasi

pengelolaan dan pengelolaan pertambangan yang baik (good mining practies).

Dengan sejumlah prinsip tersebut, maka dalam terjemahannya pada tingkat

konstruksi pasal-pasal terdapat beberapa point yang maju meski disertai dengan

cukup banyaknya klausula yang masih membutuhkan klarifikasi. Sejak berlakunya

pemberian otonomi kepada pemerintah daerah kabupaten dan kota secara luas telah

dipersepsikan secara keliru bahwa semua kewenangan pertambangan secara otomatis

menjadi kewenangan pemerintah daerah.

Dalam konteks otonomi daerah, tidak serta merta kewenangan dan urusan

pertambangan dapat diserahkan seluruhnya kepada pemerintah daerah secara. Tugas-

tugas pengelolaan di bidang pertambangan bukanlah tugas yang bersifat kedaerahan,

sehingga tidak dapat diserahkan kepada pemerintah daerah. Urusan yang dapat

diserahkan kepada daerah adalah urusan yang bersifat lokal, artinya mempunyai nilai

yang bersifat kedaerahan, sesuai dengan kondisi daerah dan tidak menyangkut

kepentingan nasional.2

Hal yang perlu untuk diperhatikan adalah bahwa pemberian otonomi kepada

daerah tidak mengalami distorsi tujuan. Otonomi tidak semata-mata hanya

dipersepsikan sebagai kewenangan saja tetapi juga tanggung jawab yang harus

dijalankan. Untuk itu penataan kelembagaan dan kinerja lembaga (structure) dalam

2 Akhmad Subagya, Mekanisme dan Implementasi Otonomi Daerah, ( Bantul: Makalah untuk

kabupaten bantul, 2002), hal. 7

Universitas Sumatera Utara

Page 21: SISTEM BAGI HASIL PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

3

pemerintahan daerah, pembenahan regulasi (substance) termaksud juga di bidang

usaha pertambangan, sebaiknya dilakukan secara terpadu (integrated) walaupun

bertahap (incremental). Di samping itu pemahaman HPN terhadap pertambangan

perlu dijadikan referensi untuk meluruskan permasalahan yang sering terjadi di

lapangan antara masyrakat melawan pemerintah atau juga kepada pengelola usaha

pertambangan seperti masalah primordialisme terhadap masyarakat sekitar tempat

usaha tambang di laksanakan, corporate social responsibility perseroan, masalah

analisis dampak lingkungan atau amdal sehingga tidak terjadi kecemburuan sosial

dan konflik deprivasi relatif atau rasa kehilangan memiliki oleh kelompok masyrakat

lama terhadap munculnya kelompok baru yaitu pengelola usaha tambang, maka perlu

di jaga dan di tumbuhkan budaya hukum (legal culture) antara pemerintah pusat dan

daerah juga kepada pengelola usaha tambang dan masyrakat sekitar usaha tambang

berlangsung yang mencerminkan NKRI.3

Berdasarkan uraian yang telah dikemukan di atas maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian dalam bentuk karya ilmiah dengan fokus judul adalah “Analisis

Beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian tesis ini

adalah sebagai berikut, bagi hasil pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu

dilakukan dalam bidang usaha pertambangan, bagaimana cara bagi hasil antara

pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam bidang usaha pertambangan dan yang

menjadi hambatan-hambatan dalam proses pelaksanaan bagi hasil pemerintah pusat

dan pemerintah daerah dalam bidang usaha pertambangan.

3 Anonimous, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2000 tentang perubahan

atas UU No.18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, (Jakarta:Erlanga, 2005), hal.50

Universitas Sumatera Utara

Page 22: SISTEM BAGI HASIL PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

4

Hukum Bagi Hasil Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah di bidang Usaha

Pertambangan”

B. Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang di atas, maka beberapa hal yang menjadi pokok

permasalahan dalam penelitian tesis ini adalah sebagai berikut:

1. Mengapa sistem bagi hasil antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah

perlu dilakukan dalam bidang usaha pertambangan?

2. Bagaimana ketentuan sistem bagi hasil antara pemerintah pusat dan

pemerintah daerah dalam bidang usaha pertambangan?

3. Apakah yang menjadi hambatan-hambatan dalam pelaksanaan sistem bagi

hasil pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam bidang usaha

pertambangan?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan yang

hendak dicapai dalam penelitian tesis ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pertimbangan-pertimbangan yang mendasari perlunya

sistem bagi hasil pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam bidang usaha

pertambangan.

2. Untuk mengetahui pengaturan sistem bagi hasil pemerintah pusat dan

pemerintah daerah dalam bidang usaha pertambangan berdasarkan peraturan

perundang-undangan.

Universitas Sumatera Utara

Page 23: SISTEM BAGI HASIL PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

5

3. Untuk mengetahui hambatan-hambatan dalampelaksanaan sistem bagi hasil

pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam bidang usaha pertambangan.

D. Manfaat Penelitian

Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua

pihak yaitu baik secara teoritis maupun secara praktis, yakni tentang :

1. Secara teoritis

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut dan sebagai bahan

pertimbangan yang penting dalam mengambil suatu kebijakan dalam pengelolaan

perusahaan, serta diharapkan dapat memberi manfaat bagi bidang hukum bisnis

terutama dalam perkembangan hukum pertambangan.

2. Secara praktis

a. Sebagai pedoman dan masukkan bagi pemerintah pusat dan daerah dalam

upaya pembaharuan dan pengembangan hukum nasional ke arah pengaturan

kebijakan dalam pengelolaan perusahaan pertambangan dan bagi hasil dari

pendapatan perusahaan pertambangan.

b. Sebagai informasi bagi masyarakat dan pelaku usaha untuk mengetahui

pengaturan mengenai kebijakan pemerintah pusat dan daerah dalam

pengawasan dan pengelolaanpertambangan.

c. Sebagai bahan referensi atau rujukan untuk dikaji kembali bagi para peneliti

lebih lanjut untuk menambah wawasan hukum bisnis terutama yang

membahas tentang bagi hasil antara pemerintah pusat dan daerah dalam usaha

pertambangan dengan mengambil poin-poin tertentu.

Universitas Sumatera Utara

Page 24: SISTEM BAGI HASIL PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

6

d. Sebagai informasi untuk membuka inspirasi bagi pelaku bisnis pertambangan

bahkan investor agar mampu memahami ruang lingkup perusahaan

pertambangan.

E. Keaslian Penelitian

Kerangka Teori dan Konsepsional

Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan oleh penelitian di perpustakaan

Universitas Sumatera Utara (USU) diketahui bahwa penelitian mengenai “ Bagi Hasil

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah di Bidang Usaha Pertambangan ”, belum

pernah dilakukan dalam pendekatan dan perumusan masalah yang sama sebelumnya,

walaupun ada beberapa topik penelitian ilmiah ini dilakukan sesuai dengan asas-asas

keilmuan, yaitu jujur, rasional, obyektif dan terbuka sehingga dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan terbuka terhadap masukan serta saran-

saran yang membangun sehubungan dengan pendekatan dan perumusan masalah

dalam penelitian ini.

1. Kerangka Teori

Untuk mengkaji mengenai Sistem Bagi Hasil Pusat dan Daerah di Bidang

Usaha Pertambangan, terdapat beberapa teori antara lain :

1. Otonomi Daerah

Pengertian otonomi daerah yang melekat dalam keberadaan

pemerintah daerah, juga sangat berkaitan dengan desentralisasi. Baik

pemerintahan daerah, desentralisasi maupun otonomi daerah, adalah bagian

Universitas Sumatera Utara

Page 25: SISTEM BAGI HASIL PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

7

dari suatu kebijakan dan praktek penyelenggaraan pemerintahan, tujuannya

adalah demi terwujudnya kehidupan masyarakat yang tertib, maju dan

sejahtera, setiap orang biasa hidup tenang, nyaman, wajar oleh karena

memperoleh kemudahan dalam segala hal di bidang pelayanan masyarakat.4

B.C. Smith mendefenisikan desentralisasi sebagai proses melakukan

pendekatan kepada pemerintah daerah yang mensyaratkan terdapatnya

pendelagasian kekuasaan (power) kepada pemerintah bawahan dan pembagian

kekuasaan kepada daerah. Pemerintah pusat diisyaratkan untuk menyerahkan

kekuasaan kepada Pemerintah Daerah sebagai wujud pelaksanaan

desentralisasi.

5

Secara normatif, penyerahan kewenangan pemerintah pusat kepada

pihak lain (pemerintah daerah) untuk dilaksanakan disebut dengan

desentralisasi. Desentralisasi sebagai suatu sistem yang dipakai dalam sistem

pemerintahan merupakan kebalikan sentralisasi. Dalam sistem sentralisasi,

kewenangan pemerintah baik di pusat maupun di daerah, dipusatkan dalam

tangan pemerintahan pusat.

6

4 Parjoko, Filosofi Otonomi Daerah Dikaitkan dengan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor

22 Tahun 1999, (Bandung : Makalah Falsafah Sains, 2002), hal.10. 5 Siswanto Sunarno, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, (Jakarta:Sinar Grafika,

2006), hal.20 6 Soetijo, Hubungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, (Jakarta:PT Rineka

Ripta,1990), hal. 55

Universitas Sumatera Utara

Page 26: SISTEM BAGI HASIL PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

8

2. Keadilan

Keadilan merupakan tujuan hidup manusia, tanpa terkecuali mereka yang

menganut agama tertentu, bahkan di orang yang tidak beragama pun mengharapkan

keadilan yang sesungguhnya. Di seluruh di Negara manapun telah sedang mempunyai

persoalan yang sama, yaitu keadilan Sosial. Kata “keadilan” dalam bahasa Inggris

adalah “justice” yang berasal dari bahasa latin “iustitia”. Kata “justice” memiliki tiga

macam makna yang berbeda yaitu; (1) secara atributif berarti suatu kualitas yang adil

atau fair (sinonimnya justness), (2) sebagai tindakan berarti tindakan menjalankan

hukum atau tindakan yang menentukan hak dan ganjaran atau hukuman

(sinonimnya judicature), dan (3) orang, yaitu pejabat publik yang berhak menentukan

persyaratan sebelum suatu perkara di bawa ke pengadilan (sinonimnya judge, jurist,

magistrate).7

Keadilan pada hakikatnya adalah memperlakukan seseorang atau pihak lain

sesuai dengan haknya. Yang menjadi hak setiap orang adalah diakui dan diperlakukan

sesuai dengan harkat dan martabatnya, sama derajatnya, dan sama hak dan

kewajibannya, tanpa membedakan suku, keturunan, dan agamanya. Orang dapat

menganggap keadilan sebagai sebuah gagasan atau realitas absolut dan

mengasumsikan bahwa pengetahuan dan pemahaman tentangnya hanya bisa

didapatkan secara parsial dan melalui upaya filosofis yang sangat sulit. Atau orang

dapat menganggap keadilan sebagai hasil dari pandangan umum agama atau filsafat

tentang dunia secara umum.

7 http://www.bartleby.com/61/83/PO398300.html, diakses tanggal 1 juli 2014

Universitas Sumatera Utara

Page 27: SISTEM BAGI HASIL PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

9

2. Kerangka Konsepsional

Kerangka konsepsional atau kontruksi secara internal pada pembaca berguna

untuk mendapat stimulasi atau dorongan konseptual dari bacaan dan tinjauan

kepustakaan. Kerangka konsepsional dibuat untuk menghindari pemahaman dan

penafsiran yang keliru dan memberikan arahan dalam penelitian, maka dengan ini

dirasa perlu untuk memberikan beberapa konsep yang berhubungan dengan judul

dalam penelitian sebagai berikut :

1. Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka

penelitian, pengelolaan, dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi

penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan,

pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca

tambang.8

2. Usaha pertambangan adalah kegiatan dalam rangka pengusahaan mineral atau

batubara yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi

kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan

dan penjualan, serta pasca tambang.

9

3. Wilayah Pertambangan yang selanjutnya disebut WP, adalah wilayah yang

memiliki potensi mineral dan/atau batubara dan tidak terikat dengan batasan

8 Konsep Pemisahan Menurut UUPT (Poinetrs For Discussion), disampaikan pada acara

“Sosialisasi UU tentang PT” yang diselenggarakan oleh Ikatan Notaris Indonesia (INI), 22 Agustus 2007 di Jakarta, hal.10

9 Ibid. hal.12

Universitas Sumatera Utara

Page 28: SISTEM BAGI HASIL PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

10

administrasi pemerintahan yang merupakan bagian dari rencana tata ruang

nasional.10

4. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik

Indonesia yang memegang kekuasaan Pemerintahan Negara Republik Indonesia

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945.

11

5. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati atau walikota dan perangkat daerah

sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.

12

6. Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang

dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka

pelaksanaan Desentralisasi.

13

7. Dana Bagi Hasil selanjutnya disebut DBH, adalah dana yang bersumber dan

pendapatan APBN, yang dialokasikan kepada Daerah berdasarkan angka persentase

untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.

14

F. Metode Penelitian

Kata metode berasal dari kata Yunani “methods” yang berarti cara atau jalan.

Sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut masalah cara kerja.

yaitu cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang

bersangkutan. Dalam bahasa Indonesia kata metode berarti cara sistematis dan cara

10 http://peranap. riaucoding. com/2009/07/reformasi-rasionalisasi-restrukturisasi. html 11 http://id. wikipedia.org/wiki/Perseroan_Terbatas 12 http://id.wikipedia.org/wiki/aset 13 http://rahasia akuntansi. blogspot. com/2010/03/defenisi-aktiva-pasiva.htm 14 Kontjaranigrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia Pustaka,

1977), hal.16.

Universitas Sumatera Utara

Page 29: SISTEM BAGI HASIL PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

11

terpikir secara baik untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu sebagai sebuah penelitian

ilmiah, maka rangkaian kegiatan penelitian mulai dari pengumpulan data sampai pada

analisis data dilakukan dengan memperhatikan kaedah - kaedah penelitian sebagai

berikut:

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Metode penelitian yang dipergunakan dalam penyusunan tesis ini adalah

metode penelitian hukum normatif. Metode penelitan hukum normatif adalah

penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan

perundang-undangan dan putusan pengadilan. Ronald Dworkin menyebutkan metode

penelitian tersebut juga sebagian penelitian doctrinal (doctrinal research), yaitu suatu

penelitian yang menganalisis baik hukum sebagai law as it written in the book,

maupun hukum sebagai law as it is decided by the judge through judicial process.15

a. Analisis kualitatif didasarkan pada paradigma hubungan dinamis antara teori,

konsep-konsep dan data yang merupakan umpan balik atau modifikasi yang

tetap dari teori dan konsep yang didasarkan pada data yang dikumpulkan

Dalam menggunakan penelitian hukum normatif dalam penyusunan tesis ini

akan difokuskan kepada penelitian hukum normatif yang bersifat kualitatif. Untuk itu

yang menjadi alasan adalah sebagai berikut:

b. Data yang akan dianalisis beraneka ragam, memiliki sifat dasar yang berbeda

antara yang satu dengan lainnya, serta tidak mudah untuk dikuantifisir.16

15 Ronal Dworkin sebagaimana dikutip Bismar Nasution, Metode Penelitian Hukum Normatif

dan Perbandingan Hukum, Makalah disampaikan pada dialog interaktif tentang Penelitian Hukum dan Hasil Penulisan Hukum pada Majalah Akreditasi, Fakultas Hukum USU, 18 Febuari 2003, hal. 1.

16 Ibid, hal. 11.

Universitas Sumatera Utara

Page 30: SISTEM BAGI HASIL PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

12

2. Sumber Data

Sumber data digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian

kepustakaan (library research) untuk mendapatkan konsepsi teori atau doktrin,

pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian terlebih dahulu yang berhubungan

dengan objek telaah penelitian ini yang dapat berupa peraturan perundang-undangan,

buku, tulisan ilmiah dan karya-karya ilmiah lainnya.

Sebagai penelitian hukum normatif yang menitik beratkan pada penelitian

kepustakaan dan berdasarkan data sekunder, maka bahan kepustakaan yang

digunakan dapat dibagi ke dalam beberapa kelompok, yaitu:

a. Bahan hukum primer, yaitu berupa peraturan perundang-undangan yang

berkaitan dengan masalah yang diteliti, baik dalam bentuk perundang-

undangan ataupun peraturan perundang-undangan lainnya dalam hal ini antara

lain UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah , UU No. 33 Tahun

2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Daerah, dan UU No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu

Bara.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu yang memberikan penjelasan tentang bahan

hukum primer berupa buku-buku, makalah-makalah seminar, majalah, surat

kabar dan bahan-bahan tertulis lainnya yang berisikan pendapatt praktisi

hukum dalam hal ini yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti

dan juga putusan pengadilan tentang masalah yang diteliti.

Universitas Sumatera Utara

Page 31: SISTEM BAGI HASIL PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

13

c. Bahan hukum tertier, yaitu hukum yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder berupa kamus hukum,

ensiklopedia dan berbagai kamus lain yang relevan.

3. Teknik Pengumpulan Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Seluruh

data sekunder dikumpulkan dengan mempergunakan studi dokumen atau studi

pustaka (library reseach) untuk mendapatkan data sekunder berupa buku-buku

pustaka, jurnal-jurnal, tulisan-tulisan yang ada didalam media cetak dan dokumen-

dokumen yang relevan dengan penelitian ini di perpustakaan. Data yang diperoleh

melalui penelitian kepustakaan tersebut selanjutnya akan dipilah-pilah guna

memperoleh Pasal-Pasal (di dalam UU Perseroan Terbatas, UU Pemerintahan

Daerah, UU Pertambangan) yang berisi kaedah-kaedah hukum yang kemudian

dihubungkan dengan permasalahan yang sedang dihadapi dan disistematisasikan

sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan permasalahan dalam

penelitian ini. Selanjutnya data yang diperoleh tersebut akan dianalisis secara induktif

kualitatif untuk sampai pada kesimpulan, sehingga pokok permasalahan yang ditelaah

dalam penelitian ini dapat dijawab.17

4. Analisis Data

Analisa data merupakan hal yang sangat penting dalam suatu penelitian dalam

rangka memberikan jawaban terhadap masalah yang diteliti, sebelum analisis data

dilakukan terlebih dahulu diadakan pengumuman data, kemudian dianalisis secara

17 Bambang Sunggono, Methode Penelitian Hukum (Suatu Pengantar), (Jakarta : PT.Raja

Grafindo Persada, 2001), hal. 195-196.

Universitas Sumatera Utara

Page 32: SISTEM BAGI HASIL PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

14

kualitatif dan ditafsirkan secar logis dan sistematis, kerangka berpikir deduktif dan

induktif akan membantu penelitian ini khususnya dalam taraf konsistensi, serta

konseptual dengan produser dan tata cara sebagaimana yang telah ditetapkan oleh

asas-asas yang berlaku umum dalam perundang-undangan.

Pada penelitian hukum normatif, pengelolahan bahan-bahan hukum pada

hakekat adalah kegiatan untuk mengadakan sistematis terhadap bahan-bahan hukum

tertulis. Sistematis berarti membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan tertulis tersebut

untuk memudahkan dalam penelitian, kegiatan yang dimaksud dalam hal ini

diantaranya memilih bahan hukum primer, sekunder, dan tertier yang berisi peraturan

perundang-undangan serta kaidah-kaidah hukum yang mengatur dan berkaitan

dengan bagi hasil pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam usaha

pertambangan serta menemukan prinsip-prinsip hukum lainnya secara sistematis,

sehingga menghasilkan klasifikasi tertentu yang terbagi atasa penyebab terjadi bagi

hasil pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam usaha pertambangan, proses

pelaksanaan bagi hasil pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam suatu

perusahaan pertambangan, dan akibat hukum dari bagi hasil pemerintah pusat dan

pemerintah daerah.

Kemudian menemukan dan mengarahkan hubungan antara prinsip-prinsip

hukum dan klasifikasi dengan menggunakan kerangka teoritis yang ada sebagai

analisis. Selanjutnya menarik kesimpulan dari hasi penelitian yang diperoleh dengan

menggunakan logika berpikir deduktif dan induktif.

Universitas Sumatera Utara

Page 33: SISTEM BAGI HASIL PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

15

BAB II

ALASAN – ALASAN PERLUNYA BAGI HASIL ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH DAERAH DALAM

BIDANG USAHA PERTAMBANGAN

A. Penguasaan Negara Atas Kekayaan Alam yang Terkandung di Bawah Tanah

1. Pengertian dan Konsep Penguasaan Negara

Konsep penguasaan negara atau lebih dikenal dengan asas domein mengandung

pengertian kepemilikan (ownership). Negara adalah pemilik atas tanah, karena itu

memiliki segala wewenang melakukan tindakan yang bersifat kepemilikan

(eigensdaad).18

Dari ketentuan UUD 1945 terdapat kerancuan istilah dikuasai oleh negara antara

Pasal 33 ayat (2) dengan Pasal 33 ayat (3). Menurut Pasal 33 ayat (2) bahwa cabang-

cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hidup orang banyak

dikuasai oleh negara. Istilah dikuasai oleh negara dalam pasal ini berarti dimiliki dan

dikelola oleh negara secara langsung, yang sekarang dalam bentuk BUMN.

Sementara makna dikuasai oleh negara dalam UUD 1945 Pasal 33 ayat (3) dijelaskan

oleh Pasal 2 UU Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960, sebagai hak menguasai negara,

yang sesuai dengan penjelasan umum UU pokok agraria, istilah dikuasai dalam pasal

ini tidak berarti dimiliki, akan tetapi adalah pengertian, yang memberi wewenang

kepada negara, sebagai organisasi kekuasaan dari bangsa Indonesia itu. Akibat dari

kerancuan makna dikuasai oleh negara seperti dimuat dalam UUD 1945 dan UU

Pokok Agraria itu, sering timbul salah faham bagi para penyelenggara negara, yang

18Adiproj, Fungsi dan Peran Pemerintah Daerah, (Jakarta:PT.Madju jaya, 2011), hal.28

Universitas Sumatera Utara

Page 34: SISTEM BAGI HASIL PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

16

memandang bahwa hak menguasai negara atas tanah sama dengan hak negara atas

cabang produksi yang diurus oleh badan usaha milik negara, yakni diartikan sebagai

milik negara, yang kemudian disebut dengan istilah tanah negara.19

2. Tujuan Penguasaan Negara

Penguasaan sumber daya alam oleh negara dalam konteks di atas adalah

penguasaan yang otoritasnya menimbulkan tanggung jawab, yaitu untuk kemakmuran

rakyat. Otoritas negara dalam penguasaan sumber daya alam bersumber dari Undang-

undang Dasar atau konstitusi Negara. Pengertian yang secara normatif diakui dalam

ilmu hukum adalah bahwa masyarakat secara sukarela menyerahkan sebagian dari

hak-hak kemerdekaannya untuk diatur oleh Negara dan dikembalikan lagi kepada

masyarakat untuk menjaga keteraturan, perlindungan dan kemakmuran rakyat.

Negara atau Pemerintah harus memiliki sense of public service, sedangkan

masyarakat harus memiliki the duty of public obedience.20

3. Kedudukan Pemerintah Daerah dalam Penguasaan Negara

Dalam konsep otonomi daerah, pembangunan daerah merupakan bagian integral

dari pembangunan negara. Terbitnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22

Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang diganti dengan Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004 merupakan jawaban atas tuntutan dan desakan desentralisasi

19Astuti Sri Wahyuni, Dampak Pemasaran Jasa Rumah Sakit Terhadap Nilai, Kepuasan Dan

Loyalitas Pasien, Penelitian Pada Pasien Inap Rumah Sakit Umum Di Tiga Ibukota Propinsi Dipulau Jawa, (Surabaya:Pascasarjana Universitas Airlangga, 2001), hal.6

20 Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-konsep Hukum Dalam Pembangunan, Bandung, PT. Alumni, 2006, hal.9

Universitas Sumatera Utara

Page 35: SISTEM BAGI HASIL PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

17

pemerintahan dari pusat ke daerah. Sebagai daerah otonom, pemerintah provinsi, dan

kabupaten/kota mempunyai kewenangan dan tanggungjawab untuk

menyelenggarakan kepentingan masyarakat berdasarkan prinsip keterbukaan,

menggerakkan partisipasi masyarakat, dan pertanggungjawaban kepada masyarakat.21

B. Alasan dari Segi Hukum Pentingnya bagi Hasil Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah di Bidang Usaha Pertambangan

Dengan demikian, otonomi daerah mengkonsepkan daerah mempunyai keleluasan

untuk mengatur dan mengelola wilayahnya sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan

daerah dengan tetap memperhatikan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan

partisipasi masyarakat, termasuk dalam pengelolaan sumber daya alam.

Substansi UU No.4 Tahun 2009 berusaha menggunakan arah baru kebijakan

pertambangan yang mengakomodasikan prinsip kepentingan nasional (national

interest), kemanfaatan untuk masyarakat, jaminan berusaha, desentralisasi

pengelolaan dan pengelolaan pertambangan yang baik (good mining practies).

Dengan sejumlah prinsip tersebut, maka dalam terjemahannya pada tingkat

konstruksi pasal-pasal terdapat beberapa point maju meski disertai dengan cukup

banyaknya klausul yang masih membutuhkan klarifikasi.22

Prinsip desentralisasi yang dianut dalam UU No.4 Tahun 2009 (UU Minerba)

dapat dikatakan sebagai langkah maju, tetapi masih dipenuhi dengan tantangan.

Sebagian ruang bagi peran daerah (provinsi, kabupaten/kota) dapat teridentifikasi

21 Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik Sudrajat, Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan

Pelayanan Publik, (Bandung: Nuansa: 2009), hlm. 12. 22 F.Due, John, Rudi Sitompul, Government Finance, (Jakarta: Erlangga, 2001), hal.17

Universitas Sumatera Utara

Page 36: SISTEM BAGI HASIL PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

18

dalam undang-undang ini. Secara umum, aspek pembagian kewenangan antar

pemerintahan (pusat dan daerah) jika merujuk UUD 1945 dan UU No.32 tahun 2004

yang menjadi landasan dalam penyusunan UU No.4 tahun 2009.

C. Alasan Lain Pentingnya Bagi Hasil Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah dalam Bidang Usaha Pertambangan

1. Pertimbangan Politik

Mengingat bahwa wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia begitu luas

dan dibagi dalam daerah provinsi, daerah kabupaten dan daerah kota yang

penyelenggaraan pemerintahan di daerahnya menganut asas desentralisasi, asas

dekonsentrasi dan asas tugas perbantuan, maka pembagian kewenangan tersebut

dilakukan demi efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan dan

dimaksudkan untuk memberi peluang yang lebih besar bagi daerah-daerah untuk

berkembang lebih cepat dan mandiri dalam mencapai pemakmuran rakyat.23

2. Pertimbangan Ekonomi

Salah satu tujuan Negara sebagaimana yang diamanatkan dalam pembukaan

UUD 45 adalah : “memajukan kesejahteraan umum”, yang merupakan landasan

yuridis bagi tugas, wewenang dan tanggung jawab pemerintahan negara untuk

menciptakan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia agar terlepas dari belenggu

kemiskinan setelah dijajah selama 350 tahun. Dalam rangka mewujudkan

23 Ferdinand, Metode Penelitian Manajemen. Pedoman Penelitian untuk penulisan Tesis dan

Disertasi ilmu manajemen, (Semarang: Edisi pertama, Badan penerbit Universitas Diponegoro,2006), hal.17

Universitas Sumatera Utara

Page 37: SISTEM BAGI HASIL PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

19

kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh rakyat maka pemerintah melaksanakan

pembangunan di segala bidang khususnya bidang ekonomi.

3. Pertimbangan Sosiologis

Aspek sosiologis adalah ketentuan yang terdapat pada peraturan perundang-

undangan sesuai dengan keyakinan umum atau kesadaran hukum masyarakat.

Ketentuan tersebut penting agar peraturan yang dibuat ditaati oleh masyarakat.

Hukum yang dibentuk harus sesuai dengan “hukum yang hidup” (living law) dalam

masyarakat. Dalam Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 dapat dikaji menurut

tinjauan landasan aspek sosiologis, yaitu berdasarkan pertimbangan sebagaimana

dimaksud dalam UU No. 4 Tahun 2009 bahwa kegiatan usaha pertambangan mineral

dan batubara yang merupakan kegiatan usaha pertambangan di luar panas bumi,

minyak dan gas bumi serta air tanah mempunyai peranan penting dalam memberikan

nilai tambah secara nyata kepada pertumbuhan ekonomi nasional dan pembangunan

daerah secara berkelanjutan.24

24Sirait, Industri Pertambangan Indonesia, Papua dan PT Freeport Indonesia

,(Jakarta:Radjawali Press, 2000), hal. 21

Universitas Sumatera Utara

Page 38: SISTEM BAGI HASIL PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

20

BAB III

SISTEM, BAGI HASIL ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH DAERAH DALAM BIDANG USAHA PERTAMBANGAN BERDASARKANPERUNDANG –

UNDANGAN

A. Sistem Bagi Hasil Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

1. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Pemerintah pusat selanjutnya disebut pemerintah adalah Presiden Republik

Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945. Menurut Aim Abdul Karim pemerintahan adalah segala urusan yang

dilakukan oleh negara dalam menyelenggarakan kesejahteraan rakyat dan

kepentingan negara. Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 pasal 1 angka 5

memberikan definisi otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah

otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan

masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Mengacu pada

definisi normatif dalam UU No. 32 Tahun 2004, maka unsur otonomi daerah adalah

hak, wewenang kewajiban daerah otonom. Ketiga hal tersebut dimaksudkan untuk

mengatur dan mengurus sendiri, urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat

setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 25

25 Halim, Abdul., Ibnu Mujib, Problem Desentralisasi Dan Perimbangan Keuangan

Pemerintahan Pusat-Daerah-Peluang Dan Tantangan Pengelolaan Sumber Daya Daerah, (Yogyakarta:Sekolah Pascasarjana UGM, 2008), hal.55.

Universitas Sumatera Utara

Page 39: SISTEM BAGI HASIL PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

21

2. Hubungan antara Pemerintah Pusat dan Daerah

Pada dasarnya substansi hubungan Pusat-Daerah akan dibekali dengan

berbagai konsep, teori dan praktik hubungan antara pemerintah pusat dengan

pemerintah daerah yang meliputi hubungan dalam bidang kewenangan,

keorganisasian, keuangan, pelayanan publik, penyelenggaraan pembangunan, dan

dalam bidang pengawasan. Pengertian dan Model-Model Hubungan Pusat-Daerah

a. Hubungan Pusat- Daerah Bidang Kewenangan

b. Hubungan Pusat- Daerah Bidang Kelembagaan

c. Hubungan Pusat- Daerah Bidang Keuangan

d. Hubungan Pusat- Daerah Bidang Pengawasan 26

B. Pengaturan Usaha Pertambangan Di Indonesia

1. Landasan Konstitusi

Suatu negara yang baik adalah Negara yang diperintah dengan konstitusi dan

berkedaulatan hukum”, adapun ciri negara yang berkonstitusi adalah: "Pemerintahan

yang dilaksanakan berdasarkan ketentuan-ketentuan umum, bukan hukum yang

sewenang-wenang yang mengesampingkan konvensi dan konstitusi. Oleh karena itu

perumusan peraturan yang, baik dalam bentuk Undang-Undang haruslah mengacu

kepada konsep pemerintahan konstitusional (Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia 1945) sebagai sumber hukum yang utama dalam pembentukan peraturan

perundang-undangan. Karena memang sudah menjadi aspirasi dari perjuangan

kemerdekaan bangsa. Begitu juga pengaturan dalam bidang usaha pertambangan,

26Ibid, hal.42.

Universitas Sumatera Utara

Page 40: SISTEM BAGI HASIL PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

22

adapun landasan hukum tertinggi dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang

pertambangan (migas dan tambang umum) di Negara kita adalah Konstitusi UUD

1945, khususnya Pasal 33 ayat 3 dan ayat 2. Pasal 33 ayat 3 menyatakan, “Bumi dan

air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan

dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”, sedangkan ayat 2

menyatakan, “Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang

menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara”. Frase kunci dari kedua

ayat ini dalam hal sistem pengelolaan pertambangan adalah “dikuasai oleh Negara”

dan “untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat

2. Asas-asas Hukum Pertambangan Mineral Dan Batubara

Dalam pasal 2 undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan

mineral dan batubara telah ditentukan asas-asas hukum pertambangan mineral dan

batubara. Ada tujuh asas hukum pertambangan mineral dan batubara. Ketujuh asas itu

meliputi :

1) Manfaat

2) Keadilan

3) Keseimbangan

4) Keberpihakan kepada kepentingan bangsa

5) Partisipatif

6) Transparansi

7) Akuntabilitas

8) Berkelanjutan dan berwawasan lingkungan

Universitas Sumatera Utara

Page 41: SISTEM BAGI HASIL PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

23

3. Peraturan Perundang - Undangan

a. Kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah Dalam Bidang Usaha

Pertambangan Menurut UU NO. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah

Daerah.

Hubungan dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara

pemerintah pusat dan pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam UU No 32

Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah terdapat pada Pasal 2 ayat (4) dan ayat (5)

meliputi:

a. Kewenangan, tanggung jawab, pemanfaatan, pemeliharaan, pengendalian

dampak, budidaya, dan pelestarian.

b. Bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnyadan

c. Penyerasian lingkungan dan tata ruang serta rehabilitasi lahan.

d. Pelaksanaan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainn yang menjadi

kewenangan daerah.

e. Kerja sama dan bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam dan sumberdaya

lainnya antar pemerintahan daerah dan Pengelolaan perizinan bersama dalam

pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya.27

b. Kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah dalam Bidang Usaha Pertambangan Menurut UU NO. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara

c. Kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah dalam Bidang Usaha

Pertambangan Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan

27 Ibid, hal.49.

Universitas Sumatera Utara

Page 42: SISTEM BAGI HASIL PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

24

Kewenangan kabupaten/kota dalam pengelolaan pertambangan mineral dan

batubara baru ada setelah Menteri ESDM menetapkan WP, WUP, dan WIUP seperti

diatur dalam UU Minerba jo PP No. 22 Tahun 2010. Peraturan Pemerintah No. 22

Tahun 2010 (PP 22/2010) tentang Wilayah Pertambangan telah ditetapkan pada

tanggal 1 Februari 2010 sebagai pelaksanaan ketentuan pasal 12, 19, 25, 33 dan 89.28

C. Sistem Bagi Hasil Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam Bidang Pertambangan

1. Ruang Lingkup Bagi Hasil

Bahan-bahan galian dibagi atas tiga golongan:

a. Golongan bahan galian strategis.

b. Golongan bahan galian vital.

c. Golongan bahan galian yang tidak termasuk dalam golongan a atau b. 29

(3) Penerimaan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:

Menurut Pasal 128 UU No 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan

Batubara, membagi jenis pendapatan Negara dan daerah dari sektor pertambangan

mineral dan batubara adalah sebagai berikut :

(1) Pemegang IUP atau IUPK wajib membayar pendapatan negara dan pendapatan

daerah.

(2) Pendapatan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas penerimaan

pajak dan penerimaan negara bukan pajak.

28 Mardiasmo, Otonomi Daerah Sebagai Upaya Memperkokoh Basis Perekonomian Daerah,

(Bandung;Mandar Madju, 2006), hal.101. 29Ibid, hal.41.

Universitas Sumatera Utara

Page 43: SISTEM BAGI HASIL PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

25

a. Pajak-pajak yang menjadi kewenangan Pemerintah sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dan

b. Bea masuk dan cukai.

(4) Penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:

a. Iuran Tetap

b. Iuran eksplorasi

c. Iuran Produksi

d. Kompensasi Data Informasi

2. Penataan Bagi Hasil

Penyaluran dana bagi hasil (DBH) minyak dan gas bumi ke daerah harus

dievaluasi kembali untuk memberikan keadilan kepada daerah penghasil. Bila perlu,

Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) juga ikut terlibat dalam evaluasi tersebut.Wakil

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Widjajono Partowidagdo

mengungkapkan selama ini belum ada transparansi pembagian DBH migas ke daerah,

sehingga menimbulkan berbagai persoalan dan kecemburuan di tingkat daerah. Dia

menuturkan dana bagi hasil migas untuk pemerintah itu sangat besar, yakni 85% dan

kontraktornya 15%, tetapi kenyataan daerah penghasil selalu mengeluhkan karena

mendapat bagian yang dinilai sedikit.

Harus ada evaluasi dan transparansi penyaluran DBH ini, sehingga jelas

duitnya kemana aja. Selain itu pembagian dana bagi hasil minyak dan gas bumi ke

pemerintah daerah seharusnya tidak hanya sampai di tingkat kabupaten, tetapi juga

dialokasikan ke tingkat kecamatan.Berdasarkan Undang-undang No.33/2004 tentang

Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dana bagi

Universitas Sumatera Utara

Page 44: SISTEM BAGI HASIL PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

26

hasil minyak bumi kepada pemerintah daerah sebesar 15,5% dan pemerintah pusat

sebesar 84,5%. Sementara itu, dana bagi hasil gas bumi untuk pemerintah daerah

30,5% dan pemerintah pusat 69,5%.

3. Sistem Bagi Hasil

Sebenarnya masalah pembagian dan alokasi dana bagi hasil antara pusat dan

daerah penghasil migas telah diatur dalam hukum positif di Indonesia, yaitu Pasal 19

ayat (2) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

(selanjutnya disebut UU Perimbangan Keuangan. Selain itu di dalam Pasal 20 ayat

(2) ditetapkan pembagian lain ke daerah yaitu sebanyak 0,5 % dari hasil

pertambangan migas dialokasikan untuk menambah anggaran pendidikan dasar. Dari

keterangan di atas terlihat bahwa ketentuan yang mengatur jumlah alokasi dana bagi

hasil yang menjadi hak daerah penghasil migas dan waktu pendistribusiannya

sebenarnya telah ada, namun belum dapat dijalankan sebagaimana mestinya.30

30Sumodiningrat, Gunawan, Pembangunan Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat,

(Pengelolaan Keuangan Daerah: Mendukung Pemberian Otonomi Daerah), (Jakarta:Bina Rena Parawira, Edisi Kedua, 2009), hal.49.

Universitas Sumatera Utara

Page 45: SISTEM BAGI HASIL PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

27

BAB IV

HAMBATAN-HAMBATAN DALAM BAGI HASIL ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH DAERAH DALAM

BIDANG USAHA PERTAMBANGAN

A. Hambatan Dari Segi Hukum

Walaupun pada dasarnya kontrak pertambangan harus dihormati, namun dalam

suasana reformasi dan otonomi daerah sekarang ini aspirasi masyarakat tentang perlu

adanya perubahan isi kontrak pertambangan, bahkan peraturan di bidang energi dan

sumber daya mineral perlu pula mendapat perhatian. Semua hal tersebut dapat

diwacanakan melalui koridor yang benar dan komunikasi intensif dari para

stakeholders. Dengan demikian permasalahan tersebut dapat dipecahkan berdasarkan

makna kepastian hukum secara adil, baik dan benar. Termasuk dalam kontek ini

adalah pemecahan masalah pertambangan tanpa izin (PETI) baik secara hukum

maupun sosial-ekonomi.31

Pemerintah daerah, masyarakat kabupaten /kota, masyarakat yang bertempat

tinggal di sekitar lokasi tambang migas merupakan pihak yang potensial menerima

dampak langsung atau tidak langsung dari kegiatan operasi industri ekstraktif migas

yang berada di wilayahnya. Kegiatan operasi industri ekstraktif Migas tentu

diharapkan akan membawa dampak ekonomi maupun sosial yang signifikan bagi

masyarakat di daerah, baik berupa peningkatan penerimaan, penciptaan lapangan

B. Hambatan di Luar Hukum

31 Dhakidae, Profil Daerah Kabupaten dan Kota, (Jakarta: Kompas Group,2001), hal.3.

Universitas Sumatera Utara

Page 46: SISTEM BAGI HASIL PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

28

kerja, peningkatan kegiatan ekonomi daerah, maupun peningkatan kegiatan

pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat dan sebagainya. Namun demikian,

lingkungan (baik lingkungan sosial maupun hayati) juga menerima dampak

eksternalitas yang tidak sedikit. Sebut saja misalnya alih fungsi lahan pertanian yang

dapat berimbas pada beralihnya mata pencaharian sebagian masyarakat, kerusakan

jalan yang sering dikeluhkan warga karena penggunaan alat angkut berat industri,

maupun perubahan rona lingkungan (baik secara fisika maupun biologis) serta resiko

kejadian kecelakaan Migas seperti gas kick, tumpahan minyak, kebakaran pipa

ataupun mud flow seperti kasus lumpur Lapindo. Sering kali berbagai dampak baik

positif maupun negatif tersebut kurang dapat dikelola dengan baik. Dampak positif

seperti naiknya penerimaan daerah dan peningkatan kegiatan ekonomi lokal, tidak

dianggap sebagai dampak ketika masyarakat tidak mengetahui berapa besar

penerimaan tersebut dan digunakan untuk apa bagi pembangunan di daerah.

Sehingga, masyarakat (terutama masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar lokasi

tambang) hanya akan melihat bahwa kegiatan tersebut berdampak pada rusaknya

jalan di pemukiman akibat alat angkut kendaraan berat. Di lain sisi, perusahaan

terkadang merasa bahwa dengan mengeluarkan anggaran untuk kegiatan CSR/

Comdev, dianggap telah menyelesaikan masalah- tanpa harus berkoordinasi dengan

Pemerintah Daerah. Sebaliknya jika di sebuah desa telah mendapat alokasi dana

CSR/Comdev dari perusahaan, Pemda cenderung menyerahkan Kepentingan Daerah

dalam Revisi Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi. 32

32Tumakaka, Wahyu. 2004. Upaya daerah meningkatkan pajak dan retribusi dan dampaknya,

(Jakarta:BaIlmu, 2004), hal. 30.

Universitas Sumatera Utara

Page 47: SISTEM BAGI HASIL PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

29

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan Pembahasan yang telah dipaparkan di atas, maka kesimpulan

dalam penelitian ini adalah :

1. Alasan dari segi hukum pertimbangan sistem bagi hasil antara pemerintah

pusat dan pemerintah daerah dalam bidang usaha pertambangan. Substansi

UU No. 4 Tahun 2009 berusaha menggunakan arah baru kebijakan

pertambangan yang mengakomodasikan prinsip kepentingan nasional

(national interest), kemanfaatan untuk masyarakat, jaminan berusaha,

desentralisasi pengelolaan dan pengelolaan pertambangan yang baik (good

mining practies). Dengan sejumlah prinsip tersebut, maka dalam

terjemahannya pada tingkat konstruksi pasal-pasal terdapat beberapa point

maju meski disertai dengan cukup banyaknya klausul yang masih

membutuhkan klarifikasi. Prinsip desentralisasi yang dianut dalam UU No. 4

Tahun 2009 (UU Minerba) dapat dikatakan sebagai langkah maju, tetapi

masih dipenuhi dengan tantangan. Sebagian ruang bagi peran daerah

(provinsi, kabupaten/kota) dapat teridentifikasi dalam undang-undang ini.

Secara umum, aspek pembagian kewenangan antar pemerintahan (pusat dan

daerah) jika merujuk UUD 1945 dan UU No. 32 tahun 2004 yang menjadi

landasan dalam penyusunan UU No. 4 tahun 2009.Sektor pertambangan yang

Universitas Sumatera Utara

Page 48: SISTEM BAGI HASIL PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

30

berlangsung di berbagai daerah di Indonesia berdampak positif dalam

meningkatkan penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Potensi

sumberdaya alam yang dimiliki yaitu kandungan bahan galian tambangnya

diharapkan memberikan kontribusi optimal bagi penerimaan asli daerah,

namun kontribusi sektor pertambangan kepada daerah belum optimal. Hal ini

disebabkan jenis pajak dan retribusi yang menjadi kewenangan daerah

terbatas, penerimaan daerah seperti pajak dan retribusi yang berpotensi

menghasilkan Pendapatan Asli Daerah kurang maksimal, mekanisme

pengawasan dan pemberian sanksi hukuman terhadap subjek pajak belum

berjalan. Aktivitas pertambangan yang beroperasi tersebut seharusnya

berpotensi besar sebagai penyumbang penerimaan daerah dari tambang

mineral dan batubara tersebut oleh karena itu, dibutuhkan suatu analisis untuk

meningkatkan kontribusi sektor pertambangan kedalam pendapatan asli

daerah yang harus melibatkan berbagai stakeholder yang dianggap berperan

yaitu Dinas Pengelola Keuangan Daerah (DPKD), Dinas Pertambangan,

Badan Perencana Daerah (Bappeda), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

(DPRD), pengusaha pertambangan, dan akademisi. Acuan dasar pertimbangan

dalam perumusan kebijakan dalam pengambilan keputusan pemerintah daerah

dimasa yang akan datang sebagai usaha meningkatkan Pendapatan Asli

Daerah. Negara Kesatuan Republik Indonesia menyelenggarakan

pemerintahan Negara dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat

adil, makmur, dan merata berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Ketentuan bagi hasil kurang

Universitas Sumatera Utara

Page 49: SISTEM BAGI HASIL PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

31

memperhatikan kepentingan daerah. Menurut pakar Hukum Tata Negara Prof

Saldi Isra menilai Pasal 14 huruf e dan f UU No. 33 Tahun 2004 tentang

Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

memberikan lorong gelap yang merugikan daerah penghasil minyak dan gas

bumi.Kerugian itu disebabkan adanya frasa pungutan lainnya dalam pasal itu

sebelum dilakukan pembagian dengan daerah penghasil pertambangan migas.

Frasa pungutan lain dapat saja digunakan sebagai cara untuk mengurangi

pembagian daerah yang telah diatur dengan angka atau prosentase yang sangat

kecil, sangat masuk akal jika Pasal 14 huruf e dan f UU No 33 Tahunn 2004

dikatakan bertentangan dengan Pasal 18A UUD 1945 yang menyatakan

pemanfaatan sumber daya alam diatur dan dilaksanakan secara adil dan

selaras. “Sulit dibantah jika Pasal 14 huruf e dan f tidak bertentangan dengan

Pasal 18A UUD 1945. Karena itu, Pasal 14 huruf e dan f itu juga bertentangan

dengan 18 ayat (2), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945

karena terjadi perlakuan yang tidak sama di hadapan hukum dan diskriminatif

terhadap sejumlah daerah penghasil sumber daya alam (migas, red) kaya atau

melimpah.

2. Bagi hasil antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam bidang usaha

Pertambangan menghadapi berupa hambatan yaitu :

1) Hambatan dari Segi Hukum.

Hambatan regulasi dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan

Ruang, di mana dalam Pasal 37 izin pemanfaatan ruang yang tidak

sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dibatalkan oleh pemerintah

Universitas Sumatera Utara

Page 50: SISTEM BAGI HASIL PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

32

dan pemerintah daerah. UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan

dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, berpotensi menghambat

pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan. UU No. 41 Tahun 1999

tentang Kehutanan terkait larangan terhadap kegiatan pertambangan

terbuka di hutan lindung. UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah yang memasukkan alat-alat berat dan

alat-alat besar yang masih menjadi obyek pajak. UU No. 27 Tahun

2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, di

mana setiap orang secara langsung atau tidak langsung dilarang

menambang pasir, minyak dan gas, dan mineral apabila menimbulkan

kerusakan lingkungan dan/atau pencemaran lingkungan dan/atau

merugikan masyarakat sekitar wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Dalam UU mineral batubara sendiri, di mana penerbitan izin usaha

pertambangan bisa terhambat lantaran pemerintah masih menunggu

kejelasan RUU Tata Ruang. Perlu dipikirkan untuk penciptaan

regulasi

2) Hambatan dari Luar Hukum

a. Keterlibatan pemerintah daerah dalam proses penentuan dan

penawaran Wilayah Kerja (blok) Migas dan rencana

pengembangan lapangan (plan of development). Ketentuan

dalam (penjelasan) Pasal 12 dan Pasal 21 undang-undang ini

masih mewajibkan di level Provinsi, sementara sebagian besar

Wilayah Kerja (WK) Migas saat ini berada di level

Universitas Sumatera Utara

Page 51: SISTEM BAGI HASIL PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

33

kabupaten/kota, akomodasi kepentingan masyarakat kabupaten

seharusnya lebih diakomodasi mengingat masyarakat di tingkat

inilah yang paling merasakan dampak dari kegiatan industri

Migas.

b. Pada prakteknya, Pemda dan masyarakat sekitar tambang sulit

mengakses infromasi mengenai kegiatan pertambangan, baik

informasi produksi dan perhitungan penerimaan dari sektor

Migas maupun informasi lingkungan seperti dokumen

AMDAL atau RKA/KL dari kegiatan operasi pertambangan,

serta pelaksanaan kegiatan pasca tambang. Hal ini juga terkait

dengan minimnya akses informasi, sosialisasi dampak

lingkungan dan simulasi keadaan darurat (contingency plan)

bagi masyarakat sekitar tambang.

c. Pada beberapa daerah WK Migas, dirasakan minim koordinasi

antara perusahaan dengan pemerintah daerah dalam

pelaksanaan program tanggungjawab sosial perusahaan (CSR)

dan pengembangan masyarakat sekitar, akibatnya program

CSR-Comdev terkesan tidak sesuai dengan program

pembangunan daerah.

d. Terkait dengan hak penyertaan modal daerah (participating

interest), selama ini masih diberlakukan untuk penawaran

Blok-Blok Migas baru, sementara pada Blok Perpanjangan-

penyertaan modal daerah ini tidak diperhatikan/cenderung

Universitas Sumatera Utara

Page 52: SISTEM BAGI HASIL PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

34

diabaikan. Hal ini juga didukung oleh persoalan lemahnya

kapasitas modal daerah dalam penyertaan modal di industri

Migas yang harus dicarikan jalan keluarnya. Terkait dengan

beberapa hal tersebut, dalam hal akomodasi kepentingan

masyarakat di daerah.

B. Saran

Adapun saran yang dikehendaki peneliti di dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Diharapkan kepada pemerintah baik pusat dan daerah tingkat I dan II yang

menangani masalah pertambangan ini agar bagi hasil antara pemerintah pusat

dan daerah perlu dicermati sesuai dengan peraturan yang telah ada.

2. Bahwa perlu diatur secara tegas mengenai bagi hasil antara pemerintah pusat

dan begitu juga pelaksanaannya sesuai dengan peraturan yang telah ada agar

dapat di gunakan untuk pembangunan wilayah dan rakyat.

3. Pentingnya bagi hasil antara pemerintah pusat dan daerah perlu dilaksanakan

serentak di seluruh wilayah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan yang

telah ada agar dapat di gunakan untuk pembangunan wilayah, kemakmuran

rakyat dan bukan untuk kepentingan kelompok dan pribadi pejabat sehingga

tidak terjadi kecemburuan sosial

Universitas Sumatera Utara

Page 53: SISTEM BAGI HASIL PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

35

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-Buku

Adi, Priyo Hari, Dampak Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi. Jurnal Kritis. Salatiga, Universitas Kristen Satya Wacana, 2000.

Astuti, Sri Wahyuni, Dampak Pemasaran Jasa Rumah Sakit Terhadap Nilai, Kepuasan Dan Loyalitas Pasien : Penelitian Padas Pasien Rawat Inap Rumah Sakit Umum Di Tiga Ibukota Propinsi Di Pulau Jawa, Surabaya, Pascasarjana Universitas Airlangga, 2001

F.Due, John, Rudi Sitompul, Government Finance, Jakarta, Erlangga, 2001.

Ferdinand, Metode Penelitian Manajemen. Pedoman Penelitian untuk penulisan Tesis dan Disertasi ilmu manajemen, Semarang:Edisi pertama, Badan penerbit Universitas Diponegoro, 2006.

Halim, Abdul, Akuntansi sektor publik Akuntansi Keuangan daerah, Jakarta, Salemba Empat, 2003.

Konsep Pemisahan Menurut UUPT (Poinetrs For Discussion), disampaikan pada acara “Sosialisasi UU tentang PT” yang diselenggarakan oleh Ikatan Notaris Indonesia (INI), 22 Agustus 2007 di Jakarta.

Kontjaranigrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta, Gramedia Pustaka, 1977

Mardiasmo, Otonomi Daerah Sebagai Upaya Memperkokoh Basis Perekonomian Daerah, Bandung, Mandar Madju, 2006.

Parjoko, Filosofi Otonomi Daerah Dikaitkan dengan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, Bandung, Makalah Falsafah Sains, 2002.

Ronal Dworkin sebagaimana dikutip Bismar Nasution, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum, Makalah disampaikan pada dialog interaktif tentang Penelitian Hukum dan Hasil Penulisan Hukum pada Majalah Akreditasi, Fakultas Hukum USU, 18 Febuari 2003.

Sunggono, Bambang, Methode Penelitian Hukum (Suatu Pengantar), Jakarta, PT.Raja Grafindo Persada, 2001.

Soetijo, Hubungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Jakarta, PT Rineka Ripta, 1990.

Universitas Sumatera Utara

Page 54: SISTEM BAGI HASIL PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH …

36

Sumodiningrat, Gunawan, 1997, Pembangunan Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat, (Pengelolaan Keuangan Daerah: Mendukung Pemberian Otonomi Daerah), Jakarta, Bina Rena Parawira, Edisi Kedua, 2009.

Tumakaka, Wahyu, Upaya daerah meningkatkan pajak dan retribusi dan dampaknya, Jakarta, BaIlmu, 2004.

B. Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi daerah. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Perimbangan Keuangan Pemerintah Daerah. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

C. Internet

http://peranap. riaucoding. com/2009/07/reformasi-rasionalisasi-restrukturisasi. html http://id. wikipedia.org/wiki/Perseroan_Terbatas http://id.wikipedia.org/wiki/aset http://rahasia akuntansi. blogspot. com/2010/03/defenisi-aktiva-pasiva.htm

Universitas Sumatera Utara