perkembangan sistem akuntansi pemerintah pusat
TRANSCRIPT
STRATEGI PENGEMBANGAN SISTEM AKUNTANSI PEMERINTAH
(PUSAT DAN DAERAH)
A. PENDAHULUAN
Perkembangan akuntansi pemerintahan di Indonesia sangat lamban dalam
merespons tuntutan perkembangan zaman dibandingkan akuntansi sektor swasta.
Akuntansi pemerintahan di Indonesia juga belum berperan sebagai alat untuk
meningkatkan kinerja birokrasi. pemerintah dalam memberikan pelayanan publik kepada
masyarakat. Pada periode lama, output yang dihasilkan oleh akuntansi pemerintahan di
Indonesia sering tidak akurat, terlambat, dan tidak informatif, sehingga tidak diandalkan
dalam pengambilan keputusan. Malah, segala kekurangan ada dalam akuntansi
pemerintahan pada periode tersebut sering menjadi ladang yang subur untuk tumbuhnya
praktek-praktek KKN.
Oleh karena itu diperlukan lembaga dan strategi yang tepat untuk mengembangkan
sistem akuntansi pemerintahan yang baik sehingga dapat mewujudkan akuntabilitas dan
good governance. Hal ini diwujudkan dengan dibentuknya Badan Akuntansi Keuangan
Negara (BAKUN) serta diundangkannya tiga paket keuangan negara, yang menjadi
dorongan yang kuat untuk memperbaharui sistem akuntansi pemerintahan di Indonesia.
SAPP ditujukan untuk menyediakan informasi keuangan yang diperlukan dalam
melakukan manajemen keuangan pemerintah serta untuk mendukung transparansi
Laporan Keuangan Pemerintah dan Akuntabilitas Keuangan Pemerintah dalam mencapai
pemerintahan yang baik, yang meliputi Akuntabilitas, Manajerial dan Transparansi.
Berdasarkan uraian di atas, maka makalah ini akan membahas mengenai sejarah
sistem akuntansi di indonesia, faktor yang mendorong adanya perubahan sistem
akuntansi serta perkembangan sistem akuntansi pemerintahan baik pusat dan daerah.
B. PEMBAHASAN
1. Awal Sistem Akuntansi Pemerintahan
Pada awal pemerintahan Indonesia, sistem pemerintahan dan pengelolaan
keuangan negara masih sederhana yaitu menggunakan sistem pembukuan tunggal
(single entry). Sistem pembukuan tunggal merupakan sistem pencatatan yang mencatat
masing-masing transaksi pada satu catatan tunggal, yang biasanya dipakai ketika
organisasi atau perusahaan masih berada pada tahap awal operasi. Sistem ini
diwariskan oleh pemerintah Belanda, berdasarkan pada Indonesische
Compatibiliteitswet Staatbladst (kemudian menjadi UU Nomor 9 Tahun 1968 tentang
Perbendaharaan Indonesia).
Keunggulan sistem ini adalah mudah digunakan dan dipahami oleh para
pengguna sistem, sedangkan kelemahannya adalah sebagai berikut:
a. Tidak ada evaluasi atas transaksi yang dicatat
b. Persiapan neraca dapat menyebabkan kesalahan
c. Tidak dapat ditelusuri secara rinci transaksi yang telah dicatat, sehingga tidak
dapat dilakukan audit
d. Tidak terdapat sistem akuntansi yang terpusat dan teratur untuk keperluan
pengendalian internal.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa sebelum tahun 1982,
pemerintah Indonesia belum memiliki wacana tentang transparansi dan akuntabilitas
dalam pengelolaan keuangan negara. Penyusunan laporan keuangan pemerintah seperti
neraca belum dapat dilakukan, sehingga fungsi audit terhadap keuangan negara belum
berjalan dengan baik.
2. Faktor Pendorong Perkembangan Sistem Akuntansi Pemerintah
Beberapa faktor penting yang menjadi pendorong tumbuh pesatnya
perkembangan akuntansi pemerintahan di Indonesia akhir-akhir ini antara lain,
adalah:
a. Ditetapkannya tiga paket UU yang mengatur Keuangan Negara
Pasal 32 (1) UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara mengamanatkan
hahwa laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD berupa laporan
keuangan yang disusun dan disajikan sesuai dengan standar akuntansi
pemerintahan.
b. Ditetapkannya UU tentang pemerintahan daerah dan UU tentang
penmbangan antara keuangan pemerintah pusat dan daerah
Pasal 184 ayat 1; UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
menyatakan bahwa laporan keuangan disusun dan disajikan sesuai dengan
Standar Akuntansi Pemerintahan yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah
c. Profesi akuntansi
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) telah lama menginginkan adanva standar
akuntansi di sektor publik sebagai hal yang paralel dengan telah adanya lebih
dahulu standar akuntansi di sektor komersil.
d. Birokrasi
Pemerintahan merupakan penyusun dan sekaligus pemakai yang berkepentingan
akan adanya suatu akuntansi pemerintahan yang handal. Dengan
diundangkannya tiga paket keuangan negara mendorong birokrat secara serius
menyiapkan sumber daya, sarana, dan prasarananya.
e. Masyarakat (LSM dan wakil rakyat)
Masyarakat melaiui LSM dan wakil rakyat di DPR, DPD, dan DPRD juga
menaruh perhatian terhadap praktik good governance pada pemerintahan di
Indonesia. Ditetapkannya undang-undang yang menyangkut tiga paket
keuangan negara dan pemerintahan daerah merupakan cerminan dari kontribusi
aktif para wakil rakyat di DPR. Di samping itu, pertanggungjawaban atas
pelaksanaan APBN/APBD memerlukan persetujuan dari DPR/DPRD.
f. Sektor Swasta
Perhatian dari sektor swasta mungkin tidak terlalu signifikan karena akuntansi
pemerintahan tidak terlalu berdampak secara langsung atas kegiatan dari sektor
swasta. Namun, penggunaan teknologi informasi dan pengembangan sistem
informasi berbasis akuntansi akan mendorong sebagian pelaku bisnis di sektor
swasta untuk ikut menekuninya.
g. Akademisi
Akademisi terutama di sektor akuntansi menaruh perhatian yang cukup besar
atas perkembangan pengetahuan di bidang akuntansi pemerintahan. Perhatian
ini sangat erat kaitannya dengan penyiapan SDM yang menguasai kemampuan
di bidang akuntansi pemerintahan untuk memenuhi kebutuhan tenaga
operasional dan manajer akuntansi di pemerintahan. Beberapa anggota Komite
Standar Akuntansi Pemerintahan saat ini berasal dari perguruan tinggi. Di
samping itu, jurusan akuntansi pada perguruan tinggi sudah lama memberikan
kepada mahasiswa S1 mata kuliah akuntansi pemerintahan. Beberapa perguruan
tinggi juga sudah mulai menawarkan spesialisasi akuntansi sektor publik pada
program magister akuntansinya.
h. Dunia Internasional (lender dan investor)
World Bank, ADB, dan JBIC, merupakan lembaga internasional (lender), yang
ikut berkepentingan untuk berkembangnya akuntansi sektor publik yang baik di
Indonesia. Perkembangan akuntansi tadi diharapkan dapat meningkatkan
transparansi dan akuntanbilitas dari proyek pembangunan yang didanai oleh
lembaga tersebut. Lembaga ini, baik langsung maupun secara tidak langsung,
ikut berperanan dalam mendorong terwqjudnya standar akuntansi pemerintahan
yang menopang perubahan akuntansi pemerintahan di Indonesia.
i. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
UU 17/2003 dan UU 15/2004 menyebutkan bahwa Pertanggungjawaban
Pelaksanaan APBN/APBD diperiksa oleh BPK. Untuk dapat memberikan
opininya, BPK memerlukan suatu standar akuntansi pemerintahan yang diterima
secara umum. Perhatian BPK terhadap pengembangan akuntansi pemerintahan
sangat besar antara lam ditandai dengan partisipasi dari lembaga ini dalam
pembahasan tiga paket UU dengan DPR. Selain itu, pasal 32 (2) UU No. 17
Tahun 2001 mengamanatkan bahwa standar akuntansi pemerintahan ditetapkm
dengan Peraturan Pemerintah setelah terlebih dahuiu mendapat pertimbangan
dari BPK.
j. Aparat Pengawasan Intern Pemerintah
APIP yang meliputi Bawasda, Irjen, dan BPKP merupakan auditor intern
pemerintah yang berperan untuk membantu pimpinan untuk terwujudnya sistem
pengendalian intern yang baik sehingga dapat mendorong peningkatan kinerja
instansi pemerintah sekaligus mencegah praktek-praktek KKN. Akuntansi
pemerintahan sangat erat kaitan dan dampaknya terhadap sistem pengendalian
intern sehingga auditor intern mau tidak mau harus memiliki kemampuan di
bidang akuntansi pemerintahan sehingga dapat berperan untuk mendorong
penerapan akutansi pemerintahan yang sedang dikembangkan.
3. Dasar Hukum Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat
Penyelenggaraan sistem akuntansi pemerintah pusat berbasis double entry
memiliki dasar hukum sebagai berikut:
a. Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara
b. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
c. Keputusan Presiden RI No. 17 Tahun 2000, khususnya Bab VI tentang
Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran.
d. Keputusan Menteri Keuangan No. 476/KMK.O1/1991 tanggal 24 Mei 1991
tentang Sistem Akuntansi Pemerintah.
e. Keputusan Menteri Keuangan RI No. 1135/KMK.O1/1992 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Badan Akuntansi Keuangan Negara (BAKUN).
f. Surat Menteri Keuangan RI No. S-984/KMK.018/1992 perihal Pengesahan
Daftar Perkiraan Sistem Akuntansi Pemerintah.
4. Modernisasi Sistem Akuntansi Pemerintah
Modernisasi sistem akuntansi di sektor pemerintah dimulai tahun 1982.
Modernisasi dilakukan sebagi upaya untuk meningkatkan transparansi akuntabilitas
keuangan negara oleh Badan Akuntansi Keuangan Negara (BAKUN). Sistem
Akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP) yang disusun oleh BAKUN terdiri dari dua sistem
utama yang terpadu, yaitu:
a. Sistem Akuntansi Pusat (SAP) yang diselenggarakan oleh BAKUN
Terdiri dari beberapa sub sistem yang melaporkan secara terpusat seluruh
perkiraan dan transaksi keuangan pemerintah pusat sebagai suatu entitas, dan arus
kas pemerintah pusat yang dikendalikan oleh unit-unit Direktorat Jenderal
Anggaran (DJA). Sistem ini diberlakukan kepada Kantor Akuntan Regional
(KAR), yang merupakan perwakilan BAKUN di setiap provinsi, dan sistem
Kantor Akuntansi Regional Khusus (KAR-K) di kantor pusat BAKUN.
b. Sistem Akuntansi Instansi (SAI) yang diselenggarakan oleh departemen atau
lembaga pemerintah non-departemen.
SAI merupakan bagian dari SAPP yang mengelola transaksi-transaksi keuangan
melalui APBN, yang terdiri dari beberapa sub sistem yang disesuaikan dengan
struktur organisasi kementerian negara/lembaga pada umumnya.
Untuk mendorong terwujudnya penerapan SAPP di daerah, BAKUN
bekerjasama dengan Departemen Dalam Negeri membentuk Tim Studi
Penyempurnaan Sistem Akuntansi dan Manajemen Keuangan Daerah. selain itu,
pemerintah juga mengeluarkan Keppres Nomor 17 Tahun 2000 untuk mewajibkan
departemen/lembaga pemerintah dalam menyelenggarakan pertanggungjawaban
pelaksanaan anggaran dengan menyusun laporan keuangan berupa Laporan Realisasi
Anggaran dan Neraca.
Walaupun target jangka waktu bagi penerapan sistem ini adalah empat tahun
yang dimulai pada Tahun Anggaran 1993/1994, namun hingga tahun 2001 belum ada
departemen/non-departemen yang menerapkan SAPP secara penuh. Rendahnya
penerapan sistem ini pada tingkat daerah disebabkan oleh beberapa hal, antara lain:
a. Kurangnya sosialisasi yang terencana
b. Kurangnya sumber daya manusia
c. Resistensi dari pengguna sistem terhadap perubahan
d. Kurang koordinasi antarlembaga terkait
Hal tersebut terjadi hingga UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah
daerah dan UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah
Pusat dan Daerah diterapkan guna memberikan keleluasaan pada daerah untuk
mengelola keuangannya sebagai wujud reformasi akuntansi.
Reformasi akuntansi pemerintah didukung dengan terbitnya UU Nomor 17
tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang mewajibkan adanya suatu Standar
Akuntansi Pemerintahan sebagai basis penyusunan laporan keuangan instansi
pemerintah, diperkuat dengan UU Pemeriksaan Keuangan Negara. UU tersebut
menyatakan kebutuhan mendesak akan Standar Akuntansi sebagai basis penyusunan
dan audit laporan keuangan instansi pemerintah oleh BPK. Tanpa standar BPK tidak
dapat menerbitkan opini audit.
UU Perbedaharaan Negara Nomor 1 tahun 2004 mempunyai implikasi jadwal
kerja amat ketat dan bersanksi. Bentuk pertanggungjawaban APBN/APBD adalah
laporan keuangan yang harus sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah. Agar
dalam penyusunan standar akuntansi pemerintahan objektif maka dalam tahun 2002
(sebelum disahkan UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara) menteri
keuangan membentuk Komite Standar Akuntansi Pemerintah Pusat dan Pernerintah
daerah.
Menurut ketentuan UU No. 1 Tahun 2004 Menteri atau pimpinan lembaga
selaku pengguna anggaran menyusun laporan keuangan dan disampaikan paling
lambat 2 bulan setelah tahun anggaran berakhir. Menteri Keuangan menyusun
laporan keuangan pmerintah pusat untuk disampaikan kepada presiden dalam tiga
bulan setelah tahun anggaran yang lalu berakhir setidak-tidaknya meliputi Laporan
realisasi APBN. neraca, laporan arus kas dan catatan atas lapuran keuangan yang
dilampiri laporan keuangan perusahaan negara. Selanjutnya, BPK membuat laporan
hasil pemeriksaan atas laporan keuangan dilengkapi dengan opini seperti umumnya
dilakukan auditor eksternal
5. Perkembangan Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat
Pengembangan Sistem Akuntansi Pemerintah sudah beberapa kali dilakukan
perubahan dan penyempurnaan dengan beberapa kali dikeluarkannya peraturan-
peraturan pemerintah khususnya Keputusan Menteri Keuangan. Pengembangan dan
implementasi Sistem Akuntansi Pemerintah dapat kita telusuri sejak dikeluarkannya
Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 476/ KMK.01/1991 pada tanggal 21
Mei 1991 tentang Sistem Akuntansi Pemerintah, sampai pada tahun 2005,
Menteri Keuangan mengeluarkan Peraturan Nomor 59/PMK.06/2005 tentang
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 476/KMK.O1/1991
tentang Sistem Akuntansi Pemerintah, sistem akuntansi pemerintah pusat telah
dikembangkan dan diimplementasikan secara bertahap. Tahap pertama dilaksanakan
mulai tahun anggaran 1993/1994, dan diikuti dengan tahap-tahap berikutnya, dan
yang pada tahun anggaran 1999/2000, implementasi SAPP telah mencakup seluruh
Departemen/Lembaga di seluruh propinsi.
Berbagai perubahan dan penyempurnaan terus dilakukan oleh pernerintah
dalam rangka pengembangan sistem akuntansi pernerintah pusat. Pada tahun 2005,
pemerintah dalam hal ini Menteri Keuangan mengeluarkan Peraturan No
59/PMK.06/2005 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan
Pemerintah Pusat sesuai dengan ketentuan Pasal 7 ayat (2) huruf o Undang-undang
Nomor l Tahun 2004; tentang Perbendaharaan Negara. Menteri Keuangan selaku
Bendahara Umum Negara berwenang menetapkan sistem akutansi dan pelaporan
keuangan negara sehingga perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat.
Penerapan Sistem Akuntansi Pernerintah Pusat (SAPP) adalah untuk unit-unit
organisasi pemerintah pusat yang keuangannya dikelola langsung oleh pemerintah
pusat, seperti lembaga tertinggi Negara (MPR), lembaga tinggi negara (DPR, DPA,
MA), departemen atau lembaga nondepartemen, Sedangkan SAPP tidak diterapkan
untuk pemerintah daerah, BUMN/BUMD bank pemerintah, dan lembaga keuangan
milik pemerintah.
Terdapat tujuh ciri-ciri Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat yaitu:
a. Sistem yang Terpadu
Dalam penyusunan sistem digunakan pendekatan bahwa keseluruh Pemerintah
Pusat merupakan kesatuan akuntansi dan ekonomi tunggal. Presiden sebagai
pengelola utama dan DPR sebagai badan yang bertugas menelaah dan
mengevaluasi pelaksanaannya. Dengan dasar kesatuan tunggal maka sistem
akuntansi dan pelaporan keuangan dikembangkan dengan terpadu, yang terdiri
dari berbagai subsistem. Subsistem-subsistem ini masing-masing merupakan
bagian yang integral dari sistem yang menyeluruh.
b. Akuntansi Anggaran
Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara digunakan sebagai
landasan operasional keuangan tahunan Pemerintah dan dengan disahkannya
UU-APBN maka pelaksanaan anggaran dapat dilaksanakan. Untuk itu
diperlukan akuntansi yang membukukan anggaran serta realisasinya. dengan
demikian pertanggung.jawaban dapat cepat serta mudah dalam hal
pengawasannya.
c. Sistem Tata Buku Berpasangan
d. Basis Kas untuk Pendapatan dan Belanja
Penggunaan basis kas ini sesuai dengan Undang-Undang Perbendarahaan
Indonesia dan Keppres Nomor 16 Tahun 1994 tentang Pelaksanaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara.
e. Standar dan Prinsip Akuntansi
Standar dan prinsip akuntansi adalah norma atau aturan dalam praktek yang
dapat diterima oleh profesi, dunia usaha, dan departemen/lembaga pemerintah
yang berkcpentingan dengan laporan keuangan.
f. Desentralisasi Pelaksanaan Akuntansi
Sistem dirancang agar pelaksanaan akuntansi dilakukan secara berjenjang dan
dimulai pada sumber data di daerah atau propinsi dan digunakan sebagai
pedoman penyusunan unit-unit akuntansi baik di tingkat wilayah maupun ting-
kat pusat.
g. Perkiraan Standar yang Seragam
Perkiraan yang digunakan unit akuntansi dan mata anggaran pada unit
operasional anggaran dan pelaksanaan anggaran sama, baik klasifikasi maupun
istilahnya agar dapat memastikan bahwa anggaran dan laporan realisasinya
menggunakan istilah yang sama, serta meningkatkan kemampuan sistem
akuntansi untuk memberikan informasi/laporan yang relevan, berarti, dan dapat
diandalkan. Selain itu dapat digunakan untuk memudahkan pengawasan atas
ketaatan dengan pagu yang ditentukan dalam UU-APBN dan dalam dokumen
allotment (DIK/DIP/SKO), serta memungkinkan perbandingan data laporan
keuangan, baik dalam satu laporan maupun antarlaporan.
Sistem Akuntansi Pernerintah Pusat, yang selanjutnya disebut SAPP, adalah
serangkaian prosedur manual maupun yang terkomputerisasi mulai dari
pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan posisi
keuangan dan operasi keuangan Pernerintah Pusat. SAPP terdiri dari Sistem
Akuntansi Pusat (SAP) dan Sistem Akuntansi Instansi (SAI) yang menghasilkan
Laporan Keuangan Pernerintah Pusat. SAP memproses data transaksi Kas Umum
Negara dan Akuntansi Umum, sedangkan SAI memproses data transaksi keuangan
dan barang yang dilaksanakan oleh kementerian negara/lembaga.
6. Perkembangan Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah
Pengembangan akuntansi di tingkat pemerintah daerah telah dilakukan melalui
Sistem Akuntansi dan Pengendalian Anggaran (SAPA) sejak tahun 1986. Perubahan
penting yang secara koinsidental terjadi adalah reformasi di bidang keuangan negara.
Setelah selama bertahun-tahun Indonesia menggunakan UU di bidang
perbendaharaan negara yang terbentuk semenjak zaman kolonial maka pada abad 21
ini telah ditetapkan tiga paket perundang-undangan di bidang keuangan negara yang
menjadi landasan hukum reformasi di bidang keuangan negara, yaitu Undang-
Undang No. 17 Tahun 2004 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang No. 1 Tahun
2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan Undang-Undang No. 15 Tahun 2004
tentang Pemeriksaan Tanggung Jawab dan Pengelolaan Keuangan Negara.
Arti penting akuntabilitas dalam good governance ini tampaknya sangat
disadari sebagaimana terlihat dari aturan yang dituangkan dalam peraturan
pemerintah tersebut di atas. Penyajian laporan pertanggungjawaban keuangan antara
lain berisikan Ncraca, Laporan Perhitungan Anggaran dan Laporan Arus Kas.
Tuntutan akuntabilitas dan good governance muncul sebagai konsekuensi
logis dari implikasi progresivitas pembaharuan yang dituntut oleh masyarakat.
Pembaruan-pembaruan tersebut, pada dasarnya menyangkut hal-hal sebagai berikut:
a. Pembaruan anggaran, melalui perubahan struktur anggaran, proses penyusunan
anggaran, perubahan format clan administrasi pelaksanaannya, serta penerapan
standar akuntansi;
b. Pembaruan pendanaan melalui perubahan kewenangan daerah dalam
memanfaatkan dana, prinsip pengelolaan kas, cadangan, penggunaan dana
pinjaman, dan pembelanjaan defisit, dan
c. Penyederhanaan prosedur, baik dalam penyusunan anggaran, pelaksanaan,
maupun dalam perhitungannya.
Kata kunci dari seluruh pembaharuan di atas adalah Kinerja, yang secara
khusus ditegaskan dalam pasal Peraturan Pemerintah yang mengatur bahwa APBD
disusun berdasarkan kinerja yang tolok ukurnya perlu dikembangkan sehingga dapat
dievaluasi atau diukur.
Perangkat perundang-undangan otonomi daerah yang terdiri dari UU Nomor
22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 25 Tahun 1999
tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah yang kini telah
diubah dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU
Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan
Daerah, serta aturan pelaksanaannya yang berupa PP Nomor 105 Tahun 2000
tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, maka terhitung
tahun anggaran 2001, telah terjadi pembaharuan di dalam manajemen keuangan
daerah. Dengan adanya otonomi ini, daerah diberikan kewenangan yang luas untuk
mengurus rumah tangganya sendiri dengan sesedikit mungkin campur tangan
pemerintah pusat. Pemerintah daerah mempunyai hak dan kewenangan yang luas
untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang dimilikinya sesuai dengan
kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang berkembang di daerah.
Namun demikian, dengan kewenangan yang luas tersebut, tidaklah berarti
bahwa pemerintah daerah dapat menggunakan sumber-sumber keuangan yang
dimilikinya sekehendaknya, tanpa arah dan tujuan yang jelas. Hak dan kewenangan
yang luas yang diberikan kepada daerah, pada hakikatnya merupakan amanah yang
harus dipertanggungjawabkan secara akuntabel dan transparan, baik kepada
masyarakat di daerah maupun kepada Pemerintah pusat yang telah membagikan
dana perimbangan kepada seluruh daerah di Indonesia,
Pembaharuan manajemen keuangan daerah di era otonomi daerah ini,
ditandai dengan perubahan yang sangat mendasar, mulai dari sistem peng-
anggarannya, perbendaharaan sampai kepada pertanggungjawaban laporan
keuangannya. Sebelum bergulirnya otonomi daerah, pertanggungjawaban laporan
keuangan daerah yang harus disiapkan oleh Pemerintah Daerah hanya herupa
Laporan Perhitungan Anggaran dan Nota Perhitungan dan sistem yang digunakan
untuk menghasilkan laporan tersebut adalah MAKUDA (Manual Administrasi
Keuangan Daerah) yang diberlakukan sejak tahun 1981.
Penerapan otonomi daerah seutuhnya membawa konsekuensi logis berupa
pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan berdasarkan
manajemen keuangan yang sehat. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 105
Tahun 2001, pernerintah daerah memiliki kewenangan untuk menetapkan sistem dan
prosedur pengelolaan keuangan daerah dalam bentuk Peraturan Daerah. Sistem
tersebut sangat diperlukan dalam memenuhi kewajiban pemerintah daerah dalarn
membuat laporan pertanggungjawaban kuangan daerah yang bersangkutan.
Dengan bergulirnya otonomi daerah, laporan pertanggungjawaban keuangan
yang harus dibuat oleh Kepala Daerah adalah berupa Laporan Perhitungan Anggaran,
Nota Perhitungan, Laporan Arus Kas dan Neraca Daerah. Kewajiban untuk
menyampaikan laporan keuangan daerah ini diberlakukan sejak 1 Januari 2001,
sampai pada akhirnya saat ini pemerintah sudah mempunyai standar akuntansi
pemerintahan yang dapat digunakan sebagai acuan bagi pemerintah daerah di dalam
membangun sistem akuntansi keuangan daerahnya, yang tertuang dalam Peraturan
Pemerintahan Nomor 24 Tahun 2005.
Neraca dan laporan arus kas merupakan bentuk laporan yang baru pemerintah
daerah dan untuk dapat menyusunnya diperlukan adanya standar akuntansi. Sistem
akuntansi keuangan pemerintahan yang diterapkan sejak bangsa ini merdeka 59
tahun yang lalu didasarkan Undang-Undang Perbendaharaan Indonesia (ICW)
Staatblads 1928, yang memang tidak diarahkan atau ditujukan untuk menghasilkan
laporan neraca dan laporan arus kas.
Dengan adanya reformasi atau pembaharuan di dalam sistem
pertangungjawaban keuangan daerah, sistem lama yang digunakan oleh Pemda baik
pernerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota yaitu Manual Administrasi
Keuangan Daerah (MAKUDA) yang diterapkan sejak 1981 tidak dapat lagi
mendukung kebutuhan Pemda untuk menghasilkan laporan keuangan dalam bentuk
neraca dan laporan arus kas. Untuk dapat menghasilkan laporan keuangan tersebut
diperlukan suatu sistem akuntansi keuangan daerah yang didasarkan atas standar
akuntansi pemerintahan.
Sistem yang lama (MAKUDA) dertgan ciri-ciri antara lain Single Entry
(pembukuan tunggal), Incremental Budgeting (penganggaran secara tradisional)
yang:
a. Tidak mampu memherikan informasi mengenai kekayaan yang dimiliki oleh
daerah. atau dengan kata lain tidak dapat memberikan laporan neraca.
b. Tidak mampu memberikan informasi mengenai laporan aliran kas sehingga
manajemen atau publik tidak dapat mengetahui faktor apa saja yang
menyebabkan adanya kenaikan atau penurunan kas daerah.
c. Sistem yang lama (MAKUDA) ini juga tidak dapat membantu daerah untuk
menyusun laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD berbasis kiner'ja
sesuai tuntutan masyarakat.
d. Tidak mampu memherikan informasi mengenai kekayaan yang dimiliki oleh
daerah, atau dengan kata lain tidak dapat memberikan laporan neraca.
Perbedaan MAKUDA dengan PP Nomor 105 Tahun 2001
Perbedaan MAKUDA PP 105/2001Sistem Pencatatan Single entry (pembukuan
tunggal atau tidak berpasangan)
Double entry, untuk menyusun neraca diperlukan adanya sistem pencatatan yang akurat.
Jenis Anggaran Dual budget (rutin dan pembangunan), dokumen anggaran DIKDA dan DIPDA
Anggaran terpadu
Orientasi Incremental budget, fokus pada jenis belanja, input oriented
Performance budget (basis kinerja), output oriented
Laporan yang dihasilkan Laporan perhitungan anggaran dan nota perhitungan
Laporan perhitungan anggaran, nota perhitungan, neraca daerah, laporan arus kas
Pengakuan dan Pencatatan Belanja dan
Pendapatan
Basis kas, diakui pada saat kas dibayar atau diterima dari kas daerah.Belanja modal tidak diakui sebagai aset tetap, dicatat pada LRA.
Basisi kas pada saat dibayarkan atau diterima, pada pencatatan menggunakan basis modifikasi kas.Belanja modal dan investasi dicatat pada Neraca Daerah.
Struktur Anggaran Anggaran berimbang dan dinamis, dengan struktur anggaran pendapatan daerah sama dengan belanja daerah, tidak ada anggaran surplus atau defisit. Pinjaman tercatat sebagai penerimaan.
Adanya surplus atau defisit anggaran, dengan struktur:Pendapatan : xxxBelanja : (xxx)Surplus (defisit) xxxPembiayaan xxx
Pembiayaan digunakan untuk menutup defisit anggaran, sumber dana dari pinjaman dan penjualan aset daerah atau kekayaan daerah yang dipisahkan.
Pembaharuan di dalam manajemen keuangan daerah sebagaimana yang
dikehendaki ketentuan perundang-undangan yang ada telah direspons oleh
pemerintah pusat dan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai asosiasi profesi yaitu
dengan dihentuknya "Kornite Standar Akuntansi Pemerintah Pusat dan Daerah".
Komite ini bertugas untuk merumuskan dan mengembangkan konsep Standar
Akuntansi Pemerintah Pusat dan Daerah, yang keanggotaannya terdiri dari kalangan
birokrasi (Departemen Keuangan, Departemen Dalam Negeri dan BPKP), IAI dan
kalangan akademisi.
Dengan adanya Komite Standar Akuntansi Pemerintah Pusat dan Daerah, isu
mcngenai siapa yang berkewenangan untuk menetapkan standar akuntansi
pernerintah pusat dan pemerintah daerah sudah dapat terpecahkan. Berdasarkan UU
Nomor 1 tahun 2004, pemberlakuan Standar Akuntansi Pemerintahan yang
dihasilkan oleh Komite Standar setelah meminta pertimbangan BPK ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah. Standar akuntansi pemerintahan yang dihasilkan oleh
Komite ini diharapkan dapat menjadi pedoman dalam praktek-praktek akuntansi
yang telah diterapkan oleh Pemerintah Daerah saat ini dan untuk masa yang akan
datang.
C. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
http://mitoyono.blogspot.com/2011/01/sistem-akuntansi-pemerintah-daerah.html. Diakses
tanggal 21 April 2012