simulasi intan

27
Laporan Simulasi Kasus TINEA PEDIS ET KRURIS Disusun Guna Memenuhi Sebagian Syarat Untuk Mengikuti Ujian Ilmu Farmasi Kedokteran Oleh : INTAN PERMINASARI I1A000082 ADI SUCIATMA I1A099075 Pembimbing : JOHARMAN, S.Si, Apt

Upload: linda-rusliana-sari

Post on 29-Dec-2014

40 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

farma

TRANSCRIPT

Page 1: simulasi intan

Laporan Simulasi Kasus

TINEA PEDIS ET KRURIS

Disusun Guna Memenuhi Sebagian Syarat Untuk Mengikuti Ujian Ilmu Farmasi Kedokteran

Oleh :

INTAN PERMINASARI I1A000082ADI SUCIATMA I1A099075

Pembimbing :

JOHARMAN, S.Si, Apt

Universitas Lambung MangkuratFakultas Kedokteran

Laboratorium FarmasiBanjarbaru

September 2006

Page 2: simulasi intan

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pada dasawarsa terakhir, di seluruh dunia disinyalir adanya peningkatan

luar biasa kasus infeksi oleh jamur. Kasus yang utama adalah mycosis oleh

dermatofit.1

Jamur atau fungi merupakan tumbuhan yang tidak memiliki klorofil,

sehingga tidak mampu melakukan fotosintesis untuk memelihara kehidupannya,

untuk itu ia memerlukan organisme hidup atau benda organis mati untuk

kehidupannya. Jamur sebenarnya merupakan organisme yang tidak begitu patogen

terhadap manusia, tetapi akan menimbulkan penyakit bila keadaan

memungkinkan untuk menginfeksi manusia. Beberapa jenis jamur bahkan normal

berada di tubuh manusia. Terjadinya infeksi ini dipermudah dengan adanya faktor

predisposisi dan faktor pencetus. 1,2

Dermatomikosis adalah suatu penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur.,

dibedakan atas dermatofitosis dan nondermatofitosis. Tinea pedis dan kruris

temasuk dalam golongan dermatofitosis yaitu penyakit pada jaringan yang

mengandung zat tanduk, misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut, dan

kuku, yang disebabkan oleh golongan jamur dermatofita 2,3.

Definisi

Tinea pedis (Athlete’s foot, ringworm of the foot, kutu air) adalah

dermatofitosis pada kaki, terutama pada sela-sela jari dan telapak kaki terutama

yang memakai kaus dan sepatu yang tertutup 2,3

Page 3: simulasi intan

Tinea kruris (eczema marginatum, dhobie itch, jockey itch, ringworm of

the groin) adalah dermatofitosis pada lipatan paha, daerah perineum dan sekitar

anus 3.

Etiologi

Dermatofitosis disebabkan oleh golongan jamur dermatofita yang

merupakan jamur berfilamen dan bersifat mencernakan keratin. Dermatofita

terbagi dalam 3 genus, yaitu Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton.

Tinea pedis sendiri lebih sering disebabkan oleh T. rubrum. Sedangkan tinea

kruris sering disebabkan oleh T. Rubrum, T. Mentagrophytes, atau E. Floccsum.2,3

Klasifikasi

Para spesialis kulit membagi dermatofitosis berdasarkan lokasi. Dengan

demikian dikenal bentuk- bentuk : 3

- Tinea kapitis, dermatofitosis pada kulit dan rambut kepala

- Tinea barbe, dermatofitosis pada dagu dan jenggot

- Tinea kruris, dermatofitosis pada daerah genitokrural, sekitar anus,

bokong dan kadang-kadang sampai perut bagian bawah

- Tinea pedis et manum, dermatofitosis pada kaki dan tangan

- Tinea unguium, dermatofitosis pada kuku jari tangan dan kaki

- Tinea korporis, dermatofitosis pada bagian lain yang tidak termasuk

bentuk 5 tinea di atas.

Untuk tinea pedis, biasanya dikenal tiga bentuk kelainan, yaitu : 3

- Bentuk interdigitalis

- Bentuk moccasin foot

Page 4: simulasi intan

- Bentuk sub-akut

Gejala Klinis

1. Tinea Pedis

Infeksi oleh jamur ini terutama terdapat di sela jari dan telapak kaki,

terutama pada orang yang memakai sepatu tertutup dengan perawatan kaki

yang buruk dan para pekerja dengan kaki yang selalu atau sering basah.

Keadaan lembab dan panas merangsang pertumbuhan jamur.2,3

Tinea pedis yang sering terlihat adalah bentuk interdigitalis. Di antara

jari IV dan V terlihat fisura yang dilingkari sisik halus dan tipis. Kelainan ini

dapat meluas ke bawah jari dan juga ke sela- sela jari yang lain. Karena daerah

ini lembab, maka sering dilihat laserasi. Aspek klinis maserasi berupa kulit

putih dan rapuh. Bila bagian kulit yang mati ini dibersihkan, maka akan

terlihat kulit baru, yang pada umumnya juga telah diserang jamur. Bentuk ini

dapat berlangsung bertahun-tahun dengan menimbulkan sedikit keluhan atau

tanpa keluhan sama sekali. Pada suatu ketika kelainan ini dapat disertai infeksi

sekunder oleh bakteri sehingga terjadi selulitis, limfangitis, limfadenitis dan

dapat pula terjadi erysipelas, yang disertai gejala-gejala umum.3

Bentuk lain yang sering terjadi adalah moccasin foot, tempat

terbentuknya pada seluruh kaki, dari telapak kaki tepi sampai punggung kaki

terlihat kulit menebal dan bersisik, eritema biasanya ringan dan terutama

terlihat pada bagian tepi lesi. Di bagian tepi lesi dapat pula dilihat papul dan

kadang-kadang vesikel.3

Page 5: simulasi intan

Pada bentuk subakut terlihat vesikel, vesikulo-pustul dan kadang-kadang

bula yang agak dalam di bawah kulit dan sangat gatal. Kelaian ini dapat mulai

pada daerah sela jari, kemudian meluas ke punggung kaki atau telapak kaki.

Isi vesikel berupa cairan jernih yang kental. Setelah pecah, vesikel tersebut

meninggalkan sisik yang berbentuk lingkaran yang disebut kaleret. Infeksi

sekunder dapat terjadi pada bentuk ini, sehingga dapat menyebabkan selulitis,

limfangitis dan kadang-kadang menyerupai erysipelas. Jamur terdapat pada

bagian atap vesikel. 3

2. Tinea Kruris

Kelainan kulit yang tampak pada sela paha merupakan lesi yang berbatas

tegas. Peradangan pada tepi lesi lebih nyata daripada daerah tengahnya.

Efloresensi terdiri atas macam-macam bentuk yang primer dan sekunder

(polimorfi). Bila penyakit ini menjadi menahun, dapat berupa bercak hitam

disertai sedikit sisik. Erosi dan keluarnya cairan biasanya akibat garukan. Tinea

kruris merupakan salah satu bentuk klinis yang sering ditemukan di Indonesia 3

Pembantu Diagnosa

Pemeriksaan mikologik untuk membantu menegakkan diagnosis terdiri atas

pemeriksaan langsung sediaan basah dan biakan. Pada pemeriksaan mikologik

untuk mendapatkan jamur diperlukan bahan klinis, yang dapat berupa kerokan

kulit, rambut, dan kuku. Bahan untuk pemeriksaan mikologik diambil dan

dikumpulkan, terlebih dahulu tempat kelainan dibersihkan dengan spiritus 70%,

kemudian untuk kulit tidak berambut dari bagian tepi kelainan sampai dengan

bagian diluar kelainan sisi kulit dan kulit dikerok dengan pisau tumpul steril. 2,3

Page 6: simulasi intan

Pemeriksaan langsung sediaan basah dilakukan dengan mikroskop, mula-

mula dengan pembesaran 10 X 10, kemudian dengan pembesaran 10 X 45.

Sediaan basah dibuat dengan meletakkan bahan diatas gelas alas, kemudian

ditambah 1-2 tetes larutan KOH. Konsentrasi larutan KOH untuk sediaan kulit

adalah 20%. Setelah sediaan dicampur dengan larutan KOH, ditunggu 15-20

menit untuk melarutkan jaringan. Untuk mempercepat proses pelarutan dapat

dilakukan pemanasan sediaan basah di atas api kecil. 2,3

Pada sediaan kulit yang terlihat adalah hifa, sebagai dua garis sejajar,

terbagi oleh sekat dan bercabang, maupun spora berderet (artospora). Pemeriksaan

dengan pembiakan diperlukan untuk menyokong pemeriksaan langsung sediaan

basah dan untuk menentukan spesies jamur. Pemeriksaan ini dilakukan dengan

menanamkan bahan klinis pada media buatan. Yang dianggap paling baik saat ini

adalah medium agar dekstrosa Sabouraud. 3,4

Diagnosa Banding

Tinea pedis harus dibedakan dengan dermatitis, yang biasanya batasnya

tidak jelas, bagian tepi tidak lebih aktif dari bagian tengah. Penyakit lain yang

harus mendapat perhatian adalah kandidosis, untuk membedakannya dengan tinea

pedis murni kadang-kadang agak sulit.Pemeriksaan sediaan langsung dengan

KOH dan pembiakan dapat membantu diagnosis. Sifilis stadium II juga dapat

berupa kelainan kulit pada telapak kaki. Lesi yang merah dan basah dapat

merupakan petunjuk. Dalam hal ini tanda-tanda lain sifilis akan terdapat

misalnya : kondiloma lata, pembesaran kelenjar getah bening yang menyeluruh,

Page 7: simulasi intan

anamnesis tentang afek primer, dan pemeriksaan serologi serta lapangan gelap

dapat menolong. 3i

Psoriasis pada sela paha dapat menyerupai tinea kruris. Lesi-lesi pada

psoriasi biasanya lebih merah, skuama lebih banyak dan lamelar. Adanya lesi

psoriasis pada tempat lain dapat membantu menentukan diagnosis. Kandidosis

pada lipat paha mempunyai konfigurasi hen dan chicken. Kelainan ini biasanya

basah dan berkrusta. Pada wanita ada tidaknya flor albus dapat membantu

pengarahan diagnosis. Eritrasma merupakan penyakit tersering berlokalisasi di

sela paha. Edloresensi yang sama, yaitu eritema dan skuama, pada seluruh lesi

merupakan tanda-tanda khas penyakit ini. Pemeriksaan dengan lampu wood dapat

menolong dengan adanya fluoresensi merah (coral red). 3

Pengobatan

1. Sistemik

a. Griseofulvin

Griseofulvin bekerja dengan menghambat mitosis jamur dengan mengikat

protein mikrotubuler dalam sel. Bagan dosis pengobatan griseofulvin berbeda-

beda. Secara umum, griseofulvin dalam bentuk fine particle dapat diberikan

dengan dosis 0,5-1 gram untuk dewasa dan 0,25-0,5 gram untuk anak-anak sehari

atau 10-25 mg/kgbb. Lama pengobatan tergantung pada lokasi penyakit, penyebab

penyakit dan keadaan imunitas penderita. Setelah sembuh klinis dilanjutkan agar

tidak residif, dosis harian obat dapat dibagi menjadi 4x sehari. Namun dengan

pemberian dosis tunggal harian juga dapat memberikan hasil yang cukup baik

pada sebagian besar penderita. Untuk mempertinggi absorbsi obat dalam usus,

Page 8: simulasi intan

sebaiknya obat dimakan bersama-sama dengan makanan yang banyak

mengandung lemak. Untuk mempercepat waktu penyembuhan, kadang-kadang

diperlukan tindakan khusus atau pemberian obat topikal tambahan.5

Efek samping yang berat jarang timbul akibat pemakaian griseofulvin.

Sakit kepala merupakan keluhan utama, terjadi pada kira-kira 15% penderita,

yang biasanya hilang sendiri sekalipun pemakaian obat dilanjutkan 5

b. Ketokonazol

Ketokonazol bersifat fungistatik. Penyerapan melalui saluran cerna akan

berkurang pada penderita dengan pH lambung yang tinggi, pada pemberian

bersama antagonis H2 atau bersama antasida. Efek samping ketokonazol yang

paling sering dijumpai adalah mual dan pruritus, keadaan ini akan lebih ringan

bila ditelan bersamaan dengan makanan, sebelum tidur atau dibagi dalam

beberapa dosis .Pada kasus-kasus yang resisten terhadap griseofulvin dapat

diberikan obat tersebut sebanyak 200 mg perhari selama 10 ampai 14 hari. Jika

setelah 14 hari tidak memberi respon yang memadai, lanjutkan setidaknya 1

minggu setelah gejala hilang dan kultur menjadi negatif.2,5,6

c. Terbinafin

Terbinafin bersifat fungisidal dengan cara menghambat squalene

epoxidase, enzim yang berperan dalam sintesis ergosterol, sehinga terjadi

penurunan sintesis ergosterol, mengakibatkan kematian sel- sel jamur. Efek

samping yang ditimbulkan umumnya berupa gangguan gastrointestinal. Diberikan

dalam dosis 250 mg per hari biasanya selama 2-6 minggu untuk tinea pedis, 2-4

minggu untuk tinea kruris.2,6

Page 9: simulasi intan

2. Topikal

Pada saat ini, selain obat topikal konvensional misalnya asam salisil 2-

4%, asam benzoat 6-12%, sulfur 4-6%, vioform 3%, asam undesilinat 2-5%

dan zat warna dikenal banyak obat topikal baru. Obat-obat baru ini

diantaranya tolnaftat 2%, talsiklat, haloprogin, derivat-derivat imidazol,

siklopiroksilamin dan naftifine masing-masing 1%. 3

Clotrimazole 1% sebagai first line drug dalam pengobatan tinea pedis dan

tinea kruris, merupakan anti jamur spektrum luas yang bekerja menghambat

pertumbuhan dengan mengubah permeabilitas membran sehingga menyebabkan

kematian sel- sel jamur 7

Miconazole bekerja merusak membran dinding sel jamur dengan

menghambat biosintesis ergosterol. Permeabilitas membran meningkat,

menyebabkan kebocoran nutrisi yang berakhir dengan kematian sel jamur 8

Page 10: simulasi intan

BAB II

SIMULASI KASUS

1. Kasus

Anamnesa

Seorang laki-laki berumur 40 tahun pekerjaan penjaga air keliling, datang

ke RSU Ulin dengan keluhan gatal-gatal pada sela-sela jari kaki sejak 1 bulan

yang lalu. Pasien juga mengeluhkan adanya gatal-gatal di daerah selangkangan.

Pemeriksaan

Ditemukan Ujud Kelainan Kulit (UKK) berupa makula eritematosus

dengan batas tegas, tepi aktif dan bagian tengah yang sudah mengalami

penyembuhan. Lesi ini terlihat diseluruh daerah lipatan paha kanan dan kiri.

Kemudian juga ditemukan UKK disela-sela jari kanan dan kiri. Laserasi berwarna

keputihan, terbelah, dengan bagian tengah berwarna kemerahan.

Diagnosis :

Tinea Pedis et Kruris

2. Tujuan Pengobatan

a. Pengobatan kausatif, dengan pemberian antijamur untuk mengatasi jamur

penyebab tinea pedis et kruris.

b. Mencegah kekambuhan dengan mengatasi dan menghilangkan faktor

predisposisi, yaitu dengan menjaga tempat infeksi selalu bersih dan kering,

menggunakan pakaian yang menyerap keringat dan tidak sempit,

Page 11: simulasi intan

menghindari memakai sepatu tertutup atau sepatu yang sempit sepanjang

hari.

3. Daftar Kelompok Obat beserta Jenisnya untuk Kasus Di atas

No. Kelompok Obat Obat

1 Antijamur sistemikGriseofulvinKetokonazol

2 Antijamur topikalClortimazol krim 1%Mikonazol krim 2%

4. Perbandingan Obat Menurut Khasiat, Keamanan, dan Kecocokannya

Kelompok/Jenis Obat

Khasiat (Efek)

Keamanan BSO (Efek Samping Obat)

Kontraindikasi

Griseofulvin Antijamur sistemik

Sakit kepala, mual, muntah , lelah, agranulositosis, leukopenia, neuropati perifer, gangguan koordinasi

Gangguan hati, hipersensitif, wanita hamil dan menyusui

Ketokonazol Antijamur sistemik

Mual, muntah, nyeri perut, sakit kepala

Gangguan fungsi hati, hipersensitif, wanita hamil

Clotrimazol krim 1%

Antijamur topikal

Eritema, edem, pruritus, urtikaria, sensasi panas, dan iritasi kulit

Hipersensitif, hamil trimester pertama

Mikonazol krim 2 %

Antijamur topikal

Iritasi, rasa terbakar, dan maserasi

Hipersensitif

5. Pilihan Dan Alternatif Obat Yang Digunakan

a. Antijamur Sistemik

Uraian Obat Pilihan Obat AlternatifAntijamur Sistemik Griseofulvin KetokonazolBSO (Generik, Paten,

Kekuatan)Tablet 125 mg, 500 mg Tablet 200 mg

BSO yang diberikan dan alasan

Tablet 125 mgKarena lebih praktis dan ekonomis

Tablet 200 mgKarena lebih praktis dan ekonomis

Dosis Referensi Dewasa : 0,5-1 gram/hari Dewasa : 200 mg/hariDosis dalam kasus 500 mg/hari 200 mg/hari

Page 12: simulasi intan

Karena sesuai dengan dosis dewasa

Karena sesuai dengan dosis dewasa

Frekuensi Pemberian dan alasan

Diberikan 4 kali sehari, karena hasil akan lebih memuaskan bila dosis yang dibutuhkan dibagi empat dan diberikan setiap 6 jam

Diberikan 1 kali sehari, karena sudah mencukupi dosis

Cara Pemberian dan alasan

Per Oral, karena penderita masih dapat makan dan minum

Per Oral, karena diserap baik melalui saluran cerna dan penderita masih dapat makan dan minum

Saat Pemberian dan alasannya

Bersama-sama dengan makanan, karena penyerapannya akan menjadi lebih baik

Bersama-sama dengan makanan, karena dapat mengurangi efek samping mual dan pruritus

Lama Pemberian

2 minggu, setelah sembuh klinis dilanjutkan selama 2 minggu karena penyembuhan sempurna (biakan jamur menjadi negatif) terjadi dalam 1-2 minggu

10-14 hari, agar terjadi penyembuhan sempurna

b. Antijamur Topikal

Uraian Obat Pilihan Obat AlternatifAntijamur Topikal Clotrimazol krim 1% Mikonazol krim 2%

BSO (Generik, Paten, Kekuatan)

Krim 1%, Larutan 1%, Krim vaginal 1%, Tablet vaginal

Krim 2%, Bedak tabur 2%, Gel 2%, Krim vaginal 2%

BSO yang diberikan dan alasan

Krim 1%Karena sesuai untuk lesi pada tinea dan dapat mempercepat proses penyembuhan

Krim 2%Karena sesuai untuk lesi pada tinea dan dapat mempercepat proses penyembuhan

Dosis Referensi Dioleskan 2 kali sehari Dioleskan 2 kali sehari

Dosis dalam kasusDioleskan 2 kali sehariKarena sesuai dengan dosis untuk dewasa

Dioleskan 2 kali sehariKarena sesuai dengan dosis untuk dewasa

Frekuensi Pemberian dan alasan

Diberikan 2 kali sehari, karena sudah mencukupi dosis

Diberikan 2 kali sehari, karena sudah mencukupi dosis

Cara Pemberian dan alasan

Dioleskan pada lesi, karena dapat mempercepat proses

Dioleskan pada lesi, karena dapat mempercepat proses

Page 13: simulasi intan

penyembuhan penyembuhan

Saat Pemberian dan alasannya

Tidak ada aturan khusus, sebaiknya dioleskan pada pagi dan malam hari

Tidak ada aturan khusus, sebaiknya dioleskan pada pagi dan malam hari

Lama Pemberian2-3 minggu, agar terjadi penyembuhan yang sempurna

2-3 minggu, agar terjadi penyembuhan yang sempurna

Page 14: simulasi intan

Resep Pilihan

dr. Intan PerminasariSIP No. 082/SPD/16/09/2006

Praktek Umum

Alamat Praktek Alamat Rumah Jl. A.Yani No. 16 Jl. A Dharma Budi I. 60 Banjarmasin Banjarmasin

Banjarmasin, 16 September 2006

R/ Griseofulvin tab. 125 mg No. LVI

S 4 d.d. tab. I d.c. (o.6.h)

R/ Clotrimazol krim 1% 20 gram S 2 d.d m et v.u.e

Pro : Tn. Anto Umur : 40 tahun Alamat : Jl. Pramuka No.20 Banjarmasin

Page 15: simulasi intan

Resep Alternatif

dr. Intan PerminasariSIP No. 082/SPD/16/09/2006

Praktek Umum

Alamat Praktek Alamat Rumah Jl. A. Yani No.16 Jl. Dharma Budi I. 60 Banjarmasin Banjarmasin

Banjarmasin,16 September 2006

R/ Ketokonazol tab. 200 mg No. XIV

S 1 d.d. tab. I d.c.v

R/ Mikonazol krim 2% 20 gram S 2 d.d m et v.u.e

Pro : Tn. Anto Umur : 40 tahun Alamat : Jl. Pramuka No.20 Banjarmasin

Page 16: simulasi intan

Pembahasan

Diagnosis pada kasus ini adalah Tinea Pedis et Kruris yaitu suatu infeksi

jamur (dermatofitosis) pada daerah kaki, sela- sela jari dan daerah selangkangan,

lipatan paha. Pada anamnesa didapatkan penderita mengeluh gatal- gatal pada

sela- sela jari kaki sejak kurang lebih satu bulan yang lalu, disertai dengan adanya

gatal di daerah selangkangan. Pengobatan dilakukan dengan menggunakan obat

yang sesuai dengan dosis, cara pemberian dan lama pemberian akan sangat

mendukung dalam kesembuhan kasus ini.

Pengobatan pada.tinea pedis dan tinea kruris umumnya meliputi

pengobatan kausatif untuk menghilangkan jamur penyebab penyakit, baik

pengobatan secara sistemik maupun secara topikal karena pada penderita terdapat

lesi yang sudah cukup luas. Juga dengan memperhatikan dan menjaga kebersihan

tempat- tempat yang memungkinkan terjadinya infeksi oleh jamur.

Untuk pengobatan antijamur secara sistemik dipilih griseofulvin yang

bersifat fungistatik dan spesifik bekerja terhadap infeksi- infeksi oleh dermatofit.

Bagan dosis pengobatan griseofulvin berbeda- beda. Secara umum, griseofulvin

diberikan dengan dosis 0,5- 1 gram untuk orang dewasa. Beare dkk (1972)

menganjurkan dosis harian dibagi menjadi 4 kali sehari, karena memberikan hasil

yang baik secara klinik. Sebagai obat alternatifnya dipilih Ketokonazol, yang

efektif untuk dermatofitosis. Namun pemberian ketokonazol harus berhati- hati

pada penderita dengan kelainan hati, karena obat ini bersifat hepatotoksik.

Pengobatan antijamur secara topikal diberikan golongan azol yaitu

clortrimazol dalam bentuk krim yang dioleskan pada daerah lesi, diharapkan

Page 17: simulasi intan

dengan pemberian krim ini akan mempercepat penyembuhan. Sebagai obat

alternatifnya diberikan mikonazol krim 2 %.

Pengendalian obat dilakukan dengan memperhatikan dosis, lama

pemberian, dan efek samping. Bila timbul efek samping, obat harus segera

dihentikan dan dapat diganti dengan obat lain. Penggunaan antijamur harus habis

dan tidak boleh terputus untuk mencegah resistensi.

Page 18: simulasi intan

DAFTAR PUSTAKA

1. Tjay dan Kirana. Obat-Obat Penting. Elex Media Komputindo. Jakarta, 1991.

2. Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Edisi Ketiga. Media Aesculapius FKUI, Jakarta. 2000

3. Budimulja, Unandar. Mikosis. Dalam : Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi Ketiga. Balai Penerbit FKUI, Jakarta. 1999

4. Madani, Fattah. Infeksi Jamur Kulit. Dalam : Ilmu Penyakit Kulit. Penerbit Hipokrates, Jakarta. 1998

5. Bahry, Bahroelim dan R. Setiabudy. Obat Jamur. Dalam : Farmakologi dan Trapi, Edisi 4. Bagian Farmakologi FKUI. Jakarta. 1995

6. Departemen kesehatan Republik Indonesia. 2000. Obat yang Digunakan untuk Pengobatan Infeksi. Dalam: Informatorium Obat nasional Indonesia 2000 (IONI). Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan makanan

7. Robbins, Courtney. Tinea Pedis Article. Available at http://www.emedicine.com diakses 11 September 2006

8. Wiederkehr, Michael. Tinea Cruris Article. Available at http://www.emedicine.com diakses 11 September 2006

9. Hardjasaputra, S.L.P dkk. Data Obat di Indonesia edisi 10. Grafidian Medipress. Jakarta, 2002.