documentsh

44
Refrat DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN SINDROM HEPATORENAL Oleh: Paulinne Windawati NIM 07700296 Pembimbing: dr. Donny Valiandra, Sp.PD

Upload: wirdhatul-arofah

Post on 09-Aug-2015

33 views

Category:

Documents


14 download

TRANSCRIPT

Page 1: Documentsh

Refrat

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN

SINDROM HEPATORENAL

Oleh:

Paulinne Windawati

NIM 07700296

Pembimbing:

dr. Donny Valiandra, Sp.PD

DEPARTEMEN PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT DR. MOH. HOESIN PALEMBANG

Page 2: Documentsh

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA

KUSUMA SURABAYA

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan kemudahan di setiap langkah penyusunan refrat ini sehingga atas

izinNya refrat yang berjudul “Diagnosis dan Penatalaksanaan Sindrom

Hepatorenal” dapat terselesaikan. Refrat ini dibuat dengan maksud sebagai salah

satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Penyakit

Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Rumah Sakit Mohammad

Hoesin Palembang periode 11 April 2011 – 11 Juni 2011.

Dalam menyelesaikan refrat ini, penulis memperoleh banyak dukungan

dari berbagai pihak, dan pada kesempatan ini, penul is menyampaikan ucapan

terima kasih kepada dr. H. Syadra Bardiman Rasyad, SpPD, K-GEH selaku

pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama penulisan

refrat ini.

Terima kasih pula penulis sampaikan kepada para residen, teman-teman

koass, dan semua pihak yang telah membantu dalam penulisan refrat ini.

Akhirnya dengan segala keterbatasan yang dimiliki, penulis mengharapkan

kritik dan saran dari semua pihak guna penyempurnaan refrat ini. Semoga refrat

ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Palembang, April 2011

Penulis

Page 3: Documentsh

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................................

i

LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................................

ii

KATA PENGANTAR...............................................................................................

iii

DAFTAR ISI .........................................................................................................

iv

DAFTAR TABEL......................................................................................................

vi

DAFTAR GAMBAR.................................................................................................

vii

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................

1

BAB II SINDROM HEPATORENAL .....................................................................

3

2.1. Definisi .........................................................................................................

3

2.2. Epidemiologi.................................................................................................

3

2.3. Patogenesis dan Patofisiologi.......................................................................

4

Page 4: Documentsh

2.4. Faktor Presipitasi dan Faktor Prediktif.........................................................

12

BAB III DIAGNOSIS SINDROM HEPATORENAL..............................................

14

3.1. Manifestasi Klinis........................................................................................

14

3.2. Diagnosis......................................................................................................

16

BAB IV PENATALAKSANAAN SINDROM HEPATORENAL...........................

19

4.1. Penatalaksanaan Umum ..............................................................................

19

4.2. Penatalaksanaan Medikamentosa.................................................................

20

BAB V RINGKASAN..............................................................................................

25

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................

26

BAB I

PENDAHULUAN

Akhir abad ke-19, Frerich (1861) dan Flint (1863) melaporkan adanya

hubungan antara penyakit hati kronis, asites, dan gagal ginjal tanpa ditemukannya

perubahan yang signifikan pada histologi ginjal.1 Pasien dengan sirosis dan asites

Page 5: Documentsh

sering berkembang menjadi gagal ginjal yang bersifat khusus, yang dikenal

dengan nama Sindrom Hepatorenal (SHR), yang disebabkan oleh terjadinya

vasokontriksi pada sirkulasi ginjal. Gambaran histologi pada pasien seperti ini

biasanya normal, dan ginjal akan kembali menjadi normal atau mendekati normal

fungsinya setelah transplantasi hati. Di samping perubahan pada fungsi ginjal,

pasien dengan SHR juga menunjukkan kelainan yang mencolok dari sirkulasi

pembuluh nadi sistem dan aktivitas sistem vasoaktif endogen, yang mungkin

memegang peranan yang sangat penting untuk timbulnya hipoperfusi ginjal.

Istilah sindrom hepatorenal pertama kali diperkenalkan P. Merklen tahun

1916 dan diambil oleh W. Nonenbruch tahun 1939.4 Sindrom hepatorenal (SHR)

adalah gangguan fungsi ginjal sekunder pada penyakit hati tingkat berat baik yang

akut maupun kronis.5

Berdasarkan International Ascites Club (1994), sindrom hepatorenal

adalah sindroma klinis yang terjadi pada pasien penyakit hati kronik dan

kegagalan hati lanjut serta hipertensi portal yang ditandai oleh penurunan fungsi

ginjal dan abnormalitas yang nyata dari sirkulasi arteri dan aktifitas sistem

vasoactive endogen.4 Pada sindrom hepatorenal ditemukan adanya vasokonstriksi

di sirkulasi ginjal yang menyebabkan laju filtrasi glomerulus rendah dan

vasodilatasi arteriol yang luas pada sirkulasi di luar ginjal sehingga menyebabkan

penurunan resistensi vaskuler sistemik total dan hipotensi.

Sindrom hepatorenal umumnya terjadi pada pasien sirosis hepatis dengan

asites, hepatitis yang disebabkan oleh penggunaan alkohol berat (alcoholic

hepatitis), atau gagal hati akut. Selain itu, kejadian sindrom hepatorenal dapat

dipengaruhi oleh beberapa faktor presipitasi yang dapat menyebabkan fungsi hati

semakin memburuk dengan cepat, misalnya infeksi (spontaneous bacterial

peritonitis), perdarahan dari traktus gastrointestinal, parasentesis volume besar

tanpa infus albumin, ketidakseimbangan elektrolit, atau penggunaan obat-obat

diuretik yang berlebihan.3

Pasien penyakit hati yang berat misalnya sirosis hepatis (SH)

dekompesata, yang sering mengalami gangguan fungsi ginjal ini, umumnya akan

memperburuk prognosis pasien. gangguan fungsi ginjal pada pasien SH ini dapat

Page 6: Documentsh

disebabkan adanya gangguan hemodinamik, terutama vasodilatasi perifer, yang

akan diikuti aktivasi hormon vasokontriksi, sistem neurohormonal seperti renin-

aldosteron, vasopresin, endotelin dan peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis.

ganguan ini akan memicu retensi air dan natrium di ginjal, dan penurunan laju

filtrasi glomerulus ginjal (LFG). kelainan fungsi ginjal pada pasien SH ini ini

bersifat fungsional yaitu tanpa disertai perubahan morfologis ginjal.

Pada stadium awal, gangguan fungsi ginjal pada sindrom hepatorenal

bersifat reversibel, yaitu dapat membaik dengan intervensi medis. Akan tetapi,

stadium ekstrim dari gangguan fungsi ginjal ini bersifat ireversibel.5 Sekitar 20%

pasien SH dengan asites disertai fungsi ginjal yang normal, akan mengalami SHR

setelah 1tahun, dan 39% setelah 5 tahun perjalanan penyakit.

Secara umum prognosis sindrom hepatorenal adalah buruk. Tanpa

transplantasi hati atau pengobatan dengan vasokonstriktor yang tepat, rerata angka

ketahanan hidup kurang dari 2 minggu.5 Oleh karena itu, pencegahan terjadinya

sindrom hepatorenal harus mendapat perhatian utama.

Tingginya angka kejadian sindrom hepatorenal pada pasien yang

mengalami sirosis hepatis menjadi alasan dibuatnya referat ini. Referat yang

berjudul “Diagnosis dan Penatalaksanaan Sindrom Hepatorenal” ini diharapkan

dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan.

BAB II

TINJUAN PUSTAKA

21. Definisi

Page 7: Documentsh

Sindrom hepatorenal (SHR) adalah gangguan fungsional ginjal re-

versibel yang terjadi pada seseorang dengan sirosis hati lanjut atau kega-

galan hati fulminan.1 Sindrom hepatorenal ditandai dengan berkurangnya

laju filtrasi glomerulus (GFR) dan aliran plasma renal (RPF) tanpa adanya

penyebab lain dari disfungsi ginjal.1,2 Sindrom hepatorenal bersifat fung-

sional dan progresif. Sindrom hepatorenal merupakan suatu gangguan

fungsi ginjal pre renal, yaitu disebabkan adanya hipoperfusi ginjal, namun

dengan hanya perbaikan volume plasma saja ternyata tidak dapat memper-

baiki gangguan fungsi ginjal ini.2,3

Berdasarkan International Ascites Club (1994), sindrom hepatore-

nal adalah sindroma klinis yang terjadi pada pasien penyakit hati kronis

dan kegagalan hati lanjut serta hipertensi portal yang ditandai oleh penu-

runan fungsi ginjal dan abnormalitas yang nyata dari sirkulasi arteri dan

aktivitas sistem vasoaktif endogen.4 Karakteristik khas dari sindrom hepa-

torenal adalah vasokonstriksi yang kuat dari sirkulasi ginjal disertai va-

sodilatasi arteriol yang luas pada sirkulasi di luar ginjal yang menye-

babkan penurunan resistensi vaskular sistemik total dan hipotensi.

2.2. Epidemiologi

Sekitar 20% pasien sirosis hepatis dengan asites disertai fungsi gin-

jal yang normal akan mengalami sindrom hepatorenal (SHR) setelah 1

tahun dan 39% setelah 5 tahun perjalanan penyakit.3 Gines dkk mela-

porkan kemungkinan insiden SHR pada pasien sirosis hepatis mencapai

18% pada tahun pertama dan akan meningkat hingga 39% pada tahun ke

lima.1,5 Pasien dengan peritonitis bakterial spontan memiliki kesempatan

sepertiga untuk mengalami perkembangan menjadi SHR.5

2.3. Patogenesis dan Patofisiologi

Sindrom Hepatorenal (SHR) merupakan salah satu komplikasi

sirosis hepatis. Karakteristik khas pada SHR adalah vasokonstriksi yang

kuat dari sirkulasi ginjal namun disertai pengurangan pengisian arteri sis-

temik yang disebabkan oleh vasodilatasi arteri pada sirkulasi splanik.5

Page 8: Documentsh

Mekanisme yang mendasari SHR belum sepenuhnya dipahami, namun

mungkin mencakup peningkatan faktor vasokonstriktor dan penurunan va-

sodilator pada sirkulasi ginjal.1 Ada tiga faktor dominan yang terlibat

dalam patogenesis SHR, yaitu:1,6

- Perubahan hemodinamik dimana terjadi vasodilatasi arteri perifer yang

luas dengan sirkulasi hiperdinamik dan vasokonstriksi sirkulasi ginjal.

- Stimulasi sistem saraf simpatis ginjal.

- Peningkatan sintesis humoral dan mediator vasoaktif ginjal.

Selain itu, ada tiga teori yang dianut untuk menerangkan hipoper-

fusi ginjal yang timbul pada penderita SHR, yaitu:

- Hepatorenal Refleks

Teori ini berdasarkan percobaan binatang yang memperlihatkan bahwa

peningkatan tekanan intrahepatik menyebabkan peningkatan aktivitas

simpatoadrenal ginjal yang disertai dengan penurunan perfusi ginjal

dan laju filtrasi glomerular (GFR), serta peningkatan reabsorpsi na-

trium dan air. Studi ini mendukung adanya refleks hepatorenal, yang

mungkin dapat diaktivasi melalui reseptor adenosine seperti pada bi-

natang. Pemberian adenosine receptor antagonist dapat mencegah

peningkatan retensi natrium dan air setelah penurunan aliran darah

vena portal.5 Meskipun demikian, masih didebatkan apakah refleks

heepatorenal juga ditemukan pada manusia.

- Teori Vasodilatasi Arteri

Patofisiologi yang sesuai dengan perubahan fungsi ginjal dan sirkulasi

dalam SHR adalah vasodilatasi arterial. Pasien dengan SHR ditandai

dengan vasodilatasi splanikus yang menyebabkan penurunan resistensi

vaskular sistemik dan penurunan volume efektif arterial, yang selanjut-

nya menginduksi sistem neurohumoral, sistem saraf simpatis dan sis-

tem renin-angiotensin-aldosteron.3,5,7 Aktivasi dari sistem vasokon-

striktor tersebut akan menyebabkan hipoperfusi ginjal, penurunan

GFR, dan retensi natrium (sistem renin-angiotensin-aldosteron dan sis-

Page 9: Documentsh

tem saraf simpatis) serta air (arginine vasopressin) yang terjadi pada

sirosis hepatis tahap lanjut.5,8

Pada pasien dengan sirosis dan asites, konsentrasi nitrit dan nitrat

serum menunjukkan peningkatan. Nitrit oksida (NO) merupakan va-

sodilator dan pada pasien dengan SHR terjadi peningkatan produksi

NO endogen oleh endothelium pada arteri splanik.7 Hal inilah yang

diduga menyebabkan sirkulasi splanikus terhindar dari efek vasokon-

striktor karena adanya rangsangan vasodilator lokal yang kuat.1,4,8

Gambar 1. Mekanisme Vasokonstriksi Renal pada Pasien dengan Sin-

drom Hepatorenal. eNOS, endothelial nitric oxide synthase; NO, nitric

oxide.8

- Vasokonstriksi Renal

Pada fase awal dari sirosis hepatis dekompensata, perfusi ginjal masih

dapat dipelihara dalam batas normal, karena adanya peningkatan sinte-

sis dari faktor-faktor vasodilatasi. Akan tetapi, pada fase lanjut, perfusi

ginjal tidak dapat dipelihara lagi karena adanya vasodilatasi sistemik

yang luar biasa dan penurunan volume efektif arterial. Penurunan vol-

ume efektif arterial ini dapat menyebabkan aktivasi progresif dari me-

diator baroreseptor dan vasokonstriktor disertai dengan penurunan pro-

duksi vasodilator renal.5,8

Page 10: Documentsh

Gambar 2. Patogenesis Sindroma Hepatorenal 4

Seperti penjelasan sebelumnya, pada pasien sindrom hepatorenal

ditemukan vasokonstriksi ginjal reversibel dan hipotensi sistemik.

Penyebab utama dari vasokonstriksi ginjal ini belum diketahui secara

pasti, tapi kemungkinan melibatkan banyak faktor antara lain perubahan

sistem hemodinamik, meningginya tekanan vena porta, peningkatan

vasokonstriktor dan penurunan vasodilator yang berperan dalam sirkulasi

di ginjal.4 Faktor-faktor vasoaktif yang berperan dalam pengaturan perfusi

ke ginjal pada sindrom hepatorenal tampak pada tabel 1.

Tabel 1. Faktor-Faktor Vasoaktif secara Potensial Berperan dalam Pengaturan Perfusi ke Ginjal pada Penderita Sindrom

Hepatorenal.4,6

Vasokonstriktor

- Angiotensin II

- Norepineprine

- Neuropeptida Y

- Endothelin

Page 11: Documentsh

- Adenosine

- Cyteinyl leukotrine

- F2-isoprostanes

Vasodilator

- Prostaglandin

- Nitric oxide

- Natriuretic peptide

- Kallikrein-kinin

Faktor Vasokonstriktor

Sistem renin – angiotension dan sistem saraf simpatis merupakan

mediator utama yang mempunyai efek vasokonstriksi sirkulasi ginjal pada

sindrom hepatorenal.4 Aktifitas dari sistem vasokonstriksi ini meningkat

pada penderita dengan sirosis dan asites, terutama penderita dengan

sindrom hepatorenal dan berkolerasi terbalik dengan aliran darah ginjal

dan laju filtrasi glomerulus.4,6,7

Selain itu, penelitian yang dilakukan terhadap pasien dengan SHR

menunjukkan bahwa konsentrasi plasma endothelin-1 meningkat.

Endothelin-1 merupakan salah satu substansi vasokonstriktor ginjal.

Peningkatan level endothelin-1 mungkin berkontribusi pada vasokonstriksi

ginjal. Hipotesis ini juga didukung dengan penelitian sebelumnya yang

menunjukkan bahwa pemberian antagonis reseptor endotelin menginduksi

peningkatan GFR pada pasien SHR.6,7

Cysteinyl leukotriene (leukotrien C4 dan D4) merupakan

vasokonstriktor ginjal yang poten dan menyebabkan kontraksi dari sel

mesangial secara in vitro. Penelitian sebelumnya menunjukkan adanya

peningkatan cysteinyl leukotrien pada SHR.6 Tromboxane A2 juga

memberikan kontribusi pada vasokonstriksi sirkulasi ginjal dan

menyebabkan kontraksi dari sel mesangial pada SHR.6 Substansi vasoaktif

lainnya seperti adenosin, F2 – isoprostanes dapat juga sebagai faktor yang

Page 12: Documentsh

mempengaruhi patogenesa vasokonstriksi ginjal dalam SHR, tapi

mekanismenya masih belum diketahui.4

Gambar 3. Patofisiologi SHR berdasarkan Hipotesis Vasodilatasi Perifer

dan Menggambarkan Kemungkiann Hubungan antara Toksin/endotoksin,

Hormon, Eicosanoid dengan Potensi Modulator dalam Hemodinamik Gin-

jal dan Fungsi Glomerulus.9

Faktor Vasodilator

Sebuah penelitian pada penderita dengan sirosis atau percobaan

pada hewan memperlihatkan bahwa sintesa faktor vasodilator lokal pada

ginjal memainkan peran yang penting dalam mempertahankan perfusi gin-

jal dengan melindungi sirkulasi ginjal dari efek yang merusak dari faktor

vasokonstriktor. Mekanisme vasodilator ginjal yang paling penting adalah

prostaglandin (PGs).4,8

Page 13: Documentsh

Bukti yang paling kuat menyokong peran PGs ginjal dalam mem-

pertahankan perfusi ginjal pada sirosis dengan asites diperoleh dari peneli-

tian yang menggunakan obat NSAIDs untuk menghambat pembentukan

prostaglandin ginjal. Pemberian NSAIDs, sekalipun dalam dosis tunggal

pada penderita sirosis hati dengan asites menyebabkan penurunan yang

nyata dalam aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus, yang peruba-

hannya menyerupai kejadian dalam SHR pada penderita dengan aktifitas

vasokonstriktor yang nyata.4,9

Vasodilator ginjal lainnya yang mungkin berpartisipasi dalam

mempertahankan perfusi ginjal pada sirosis adalah nitrit oksida. Jika

produksi nitrit oksida dan PGs dihambat secara tidak langsung dalam

percobaan sirosis dengan asites, maka akan terjadi penurunan perfusi

ginjal. 4

Gambar 4. Patogenesis Sindrom Hepatorenal10

Sistem saraf simpatis

Stimulasi sistem saraf simpatis sangat tinggi pada penderita SHR

dan menyebabkan vasokonstriksi ginjal dan meningkatnya retensi natrium.

Hal ini telah diperlihatkan oleh beberapa peneliti adanya peningkatan

Page 14: Documentsh

sekresi katekolamin di pembuluh darah ginjal dan splanik. Kostreva dkk

mengamati vasokonstriksi pada arteriol afferent ginjal menimbulkan penu-

runan aliran darah ginjal dan GFR dan meningkatkan penyerapan air dan

natrium di tubulus.4

Gambar 5. Patofisiologi Mekanisme dari Sindrom Hepatorenal

Renal VD, renal vasodilation; Renal VC, renal vasoconstriction; SNS,

sympathetic nervous system1

2.4. Faktor Presipitasi dan Prediktif

Berbagai situasi beresiko dapat memicu terjadinya sindrom hepa-

torenal dan berbagai faktor prediktif memungkinkan untuk memastikan

perkembangan sindrom hepatorenal pada pasien non-azotemik dengan

sirosis dan asites. Pada SHR tipe 1, faktor-faktor presipitasi diidentifikasi

pada 70-100% pasien dengan SHR, dan lebih dari satu kejadian dapat ter-

jadi pada satu pasien.1 Di bawah ini tabel faktor-faktor presipitasi dan

prediktif pada pasien sirosis dan asites yang berkaitan dengan SHR.

Page 15: Documentsh

Tabel 2. Faktor Presipitasi dan Prediktif pada Pasein dengan Sirosis dan

Asites yang Berkaitan dengan Perkembangan Sindrom Hepatorenal2

Faktor-faktor presipitasi yang dapat diidentifikasi mencakup in-

feksi bakteri, parasentesis volume besar tanpa infuse albumin, perdarahan

saluran cerna, dan hepatitis alcohol akut dapat memicu terjadinya sindrom

hepatorenal.1,2,11

Page 16: Documentsh

Gambar 6. Peran Faktor Presipitasi pada Sindrom Hepatorenal1

BAB III

DIAGNOSIS SINDROM HEPATORENAL

3.1. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis penderita sindroma hepatorenal ditandai dengan

kombinasi antara gagal ginjal, gangguan sirkulasi, dan gagal hati. Gagal

ginjal dapat timbul secara perlahan atau progresif dan biasanya diikuti

dengan retensi natrium dan air, yang menimbulkan asites, edema dan dilu-

tional hyponatremia, yang ditandai oleh ekskresi natrium urin yang rendah

dan pengurangan kemampuan buang air (oliguri –anuria). Gangguan sirku-

lasi sistemik yang berat ditandai dengan tekanan arteri yang rendah, pen-

ingkatan cardiac output, dan penurunan total tahanan pembuluh darah sis-

temik.4 Pada pasien sirosis hepatis, 80% kasus SHR disertai asites, 75%

disertai ensefalopati hepatic, dan 40% disertai ikterus.3

Tabel 3. Gangguan Hemodinamik yang Sering Ditemukan pada Sindrom Hepatorenal4

Cardiac output meninggi

Tekanan arterial menurun

Total tahanan pembuluh darah sistemik menurun

Total volume darah meninggi

Aktivasi sistem vasokonstriktor meninggi

Tekanan portal meninggi

Portosystemic Shunt

Tekanan pembuluh darah splanik menurun

Tekanan pembuluh darah ginjal meninggi

Tekanan arteri brachial dan femoral meninggi

Tahanan pembuluh darah otak meninggi

Secara klinis Sindroma Hepatorenal dapat dibedakan atas 2 tipe

yaitu;

Page 17: Documentsh

1. Sindroma Hepatorenal tipe I

Merupakan manifestasi yang sangat progresif, dimana terjadi

peningkatan serum kreatinin dua kali lipat.3 Tipe I ditandai oleh

peningkatan yang cepat dan progresif dari BUN (Blood Urea

Nitrogen) dan kreatinin serum yaitu nilai kreatinin >2,5 mg/dl atau

penurunan kreatinin klirens dalam 24 jam sampai 50%, keadaan ini

timbul dalam beberapa hari hingga 2 minggu.3,4 Gagal ginjal sering

dihubungkan dengan penurunan yang progresif jumlah urin, retensi

natrium dan hiponatremi.4

Penderita dengan tipe ini biasanya dalam kondisi klinik yang

sangat berat dengan tanda gagal hati lanjut seperti ikterus, ensefalopati

atau koagulopati.4,6 Tipe ini umum pada sirosis alkoholik berhubungan

dengan hepatitis alkoholik, tetapi dapat juga timbul pada sirosis non

alkoholik. Kira-kira setengah kasus Sindroma Hepatorenal tipe ini

timbul spontan tanpa ada faktor presipitasi yang diketahui, kadang-

kadang pada sebagian penderita terjadi hubungan sebab akibat yang

erat dengan beberapa komplikasi atau intervensi terapi, seperti infeksi

bakteri, perdarahan gastrointestinal, parasintesis. Peritonitis Bakteri

Spontan (SBP) adalah penyebab umum dari penurunan fungsi ginjal

pada sirosis. Kira-kira 35% penderita sirosis dengan SBP timbul

Sindroma Hepatorenal tipe I.4

Sindroma Hepatorenal Tipe I adalah komplikasi dengan prognosis

yang sangat buruk pada penderita sirosis, dengan mortalitas mencapai

95%. Rata-rata waktu harapan hidup penderita ini kurang dari dua

minggu, lebih buruk dari lamanya hidup dibanding dengan gagal ginjal

akut dengan penyebab lainnya.3,4,6

2. Sindroma Hepatorenal Tipe II

Merupakan bentuk kronis SHR.3 Tipe II SHR ini ditandai dengan

penurunan yang sedang dan stabil dari laju filtrasi glomerulus (BUN

dibawah 50 mg/dl dan kreatinin serum < 2 mg / dl). Tidak seperti tipe I

Page 18: Documentsh

SHR, tipe II SHR biasanya terjadi pada penderita dengan fungsi hati

relatif baik. Biasanya terjadi pada penderita dengan ascites resisten

diuretik. Diduga harapan hidup penderita dengan kondisi ini lebih

panjang dari pada Sindroma Hepatorenal tipe I.3,4,6

3.2. Diagnosis

Tidak ada tes yang spesifik untuk diagnostik sindrom hepatorenal.

Diagnosis SHR selalu dibuat setelah eksklusi gangguan-gangguan lain

yang dapat menyebabkan gagal ginjal pada pasien sirosis.8 Kriteria diag-

nostik yang dianut sekarang adalah berdasarkan International Ascites

Club’s Diagnostic Criteria of Hepatorenal Syndrome.

Tabel 4. Kriteria diagnostik Sindroma Hepato Renal berdasarkan International Ascites Club1-12

Kriteria Mayor

1. Penyakit hati akut atau kronik dengan gagal hati lanjut dan hipertensi portal.

2. GFR rendah, keratin serum >1,5 mg/dl (130 µmol/L) atau kreatinin klirens

24 jam < 40 ml/mnt.

3. Tidak ada syok, infeksi bakteri sedang berlangsung, kehilangan cairan dan

mendapat obat nefrotoksik.

4. Tidak ada perbaikan fungsi ginjal dengan pemberian plasma ekspander 1,5

liter dan diuretik (penurunan kreatinin serum menjadi < 1,5 mg/dl atau pen-

ingkatan kreatinin klirens menjadi > 40 ml/mnt)

5. Proteinuria < 0,5 g/hari dan tidak dijumpai obstruktif uropati atau penyakit-

parenkim ginjal secara ultrasonografi

Kriteria Tambahan

1. Volume urin < 500 ml / hari

2. Natrium urin < 10 meg/liter

3. Osmolalitas urin > osmolalitas plasma

4. Eritrosit urin < 50 /lpb

5. Natrium serum <130 mEq/liter

Page 19: Documentsh

*Semua kriteria mayor harus dijumpai dalam menegakkan diagnose Sindroma Hepa-

torenal, sedangkan criteria tambahan merupakan pendukung untuk diagnose Sin-

droma Hepatorenal

Gambar 7. Alur Diagnosis Sindroma Hepatorenal Pada Pasien Sirosis8

SHR perlu dibedakan dengan adanya kondisi penyakit hati

bersamaan dengan penyakit ginjal atau penurunan fungsi ginjal. Pada

beberapa keadaan, diagnosis SHR mungkin dapat dibuat setelah

menyingkirkan Pseudohepatorenal Syndrome. Pseudohepatorenal

syndrome adalah suatu keadaaan terdapatnya kelainan fungsi ginjal

bersama dengan gangguan fungsi hati yang tidak ada hubungan satu sama

lain. Beberapa penyeebab Pseudohepatorenal Syndrome adalah:3

- Penyakit congenital, misalnya penyakit polikista ginjal dan hati

- Penyakit metabolic, misalnya diabetes, amyloidosis, penyakit Wilson

- Penyakit sistemik, misalnya SLE, arthritis rheumatoid, sarkoidosis

- Penyakit infeksi, misalnya leptospirosis, malaria, hepatitis virus, dan

lain-lain

- Gangguan sirkulasi, misalnya syok, insufisiensi jantung

Page 20: Documentsh

- Intoksikasi, misalnya endotoksin, bahan kimia, gigitan ular, luka

bakar, dan lain-lain

- Medikamentosa, misalnya metoksifluran, halotan, sulfonamid, parase-

tamol, tetrasiklin, iproniazid

- Tumor, misalnya hipernefroma, metastasis

- Eksperimenta, misalnya defisiensi kolin, dan lain-lain.

BAB IV

PENATALAKSANAAN SINDROM HEPATORENAL

Page 21: Documentsh

Sampai saat ini belum ada pengobatan efektif untuk SHR, oleh karena itu

pencegahan terjadinya SHR harus mendapat perhatian yang utama.3 Dengan

mengetahui beberapa faktor pencetus timbulnya SHR pada penderita sirosis

dengan ascites, maka kita dapat mencegah timbulnya gagal ginjal pada penderita

ini.4 Ada beberapa modalitas terapi digunakan pada penderita dengan SHR dengan

efek yang hanya sedikit atau tidak ada sama sekali.

4.1. Penatalaksanaan Umum

SHR sebagian besar dipacu oleh ketidakseimbangan cairan dan

elektrolit pada pasien sirosis hepatis.3 Oleh karena itu, pasien sirosis hep-

atis sangat sensitif dengan perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit,

maka hindari pemakaian diuretik agresif, parasentesis asites, dan restriksi

cairan yang berlebihan.3

- Terapi suportif berupa diet tinggi kalori dan rendah protein.

- Koreksi keseimbangan asam basa

- Hindari penggunaan OAINS

- Peritonitis bakterial spontan pada SHR harus segera diobati sedini dan

seadekuat mungkin.

- Pencegahan ensefalopatik hepatik juga harus dilakukan dalam rangka

mencegah SHR.

- Hemodialisa belum pernah secara formal diteliti pada pasien SHR, na-

mun tampaknya tidak cukup efektif dan efek samping yang cukup be-

rat, misalnya hipotensi, koagulopati, sepsis, dan perdarahn saluran

cerna.3,4

4.2. Pengobatan Medikamentosa

Vasodilator

Page 22: Documentsh

Karena penyebab langsung SHR adalah vasokonstriksi sirkulasi

ginjal, tentu masuk akal jika kita menduga perubahan hemodinamik ginjal

dapat diubah dengan menggunakan vasodilator renal, seperti dopamin,

fenoldopam, dan prostaglandin atau obat-obat antagonis vasokonstriktor

renal, seperti saralasin, ACEI, dan antagonis endothelin. Akan tetapi, tidak

ada penelitian yang menyatakan bahwa penggunaan vasodilator renal me-

nunjukkan perbaikan dalam perfusi ginjal atau GFR.1,10

Penelitian Barnardo dkk dan Bennett dkk melaporkan infus

dopamin dosis rendah selama 24 jam memperbaiki aliran darah korteks

dan tampilan angiografi dari korteks renal tanpa memperbaiki GFR atau

aliran urin.1,2,4

Pemberian PGs intravena atau pengobatan dengan misoprostol (analog

PGs oral aktif) pada penderita sirosis hati dengan SHR juga tidak diikuti

dengan perbaikan fungsi renal.1,3,4 Pemberian antagonis endothelin spesifik

segera berhubungan dengan perbaikan fungsi ginjal pada pasien dengan

SHR.4 Karena efek samping dan kurangnya manfaat, penggunaan vasodila-

tor renal dalam SHR sudah banyak ditinggalkan.1

Vasokonstriktor

Vasokonstriktor sistemik merupakan agen farmakologis yang pal-

ing menjanjikan dalam manajemen SHR. Vasokonstriktor sistemik digu-

nakan untuk mengatasi vasodilatasi splanik.1,3 Vasokonstriktor meliputi va-

sopressin analog (ornipressin dan terlipressin), somatostatin analog (oc-

treotide), dan -adrenergik dengan agonis (midodrine dan norepinefrin).1

Pemberian vasokonstriktor segera (norepinefrin, angiotension II,

ornipressin) pada pasien sirosis dengan ascites dan SHR menyebabkan va-

sokonstriksi arteri, yang mana meningkatkan tekanan arteri dan resistensi

vaskuler sistemik.4

Infus ornipressin dikombinasikan dengan ekspansi volume atau

dopamin dosis rendah, dikaitkan perbaikan yang bermakna pada perfusi

ginjal, peningkatan RPF, GFR, dan ekskresi natrium.1 Penelitian Guevara

dkk menunjukkan bahwa pemberian kombinasi ornipressin dengan penam-

Page 23: Documentsh

bahan volume plasma dengan albumin memperbaiki fungsi ginjal dan

menormalkan perubahan hemodinamik pada pasien sirosis dengan SHR.

Tiga hari pengobatan dengan ornipressin dan albumin dapat menormalkan

aktifitas yang berlebihan dari renin – angiotensin dan sistem saraf sim-

patis. Peningkatan kadar natriuetik peptide arteri dan hanya memperbaiki

sedikit fungsi ginjal.1,3,4 Pemberian ornipressin dan albumin selama 15

hari, perbaikan fungsi ginjal dijumpai dengan peningkatan aliran darah

ginjal dan laju filtrasi glomerulus. Tetapi, terapi ini dapat digunakan den-

gan kewaspadaan yang tinggi. Pada beberapa pasien hal ini tidak dilan-

jutkan karena komplikasi iskemik.1,4,11

Kombinasi terlipressin dengan albumin berkaitan dengan pen-

ingkatan GFR yang signifikan, peningkatan tekanan arterial, normalisasi

kadar neurohumoral dan penurunan kadar kreatinin serum pada 42-77%

kasus.1

Angeli dkk memberikan Midodrine dan Otreotide pada 13 pen-

derita SHR tipe I, setelah 20 hari pengobatan didapatkan penurunan aktifi-

tas plasma renin, vasopressin dan glucagon, 1 penderita bertahan hidup

sampai 472 hari, 1 penderita dilakukan transplantasi hati dan yang lain

meninggal setelah 75 hari karena gagal hati.4 Octreotide merupakan va-

sokonstriktor alternatif bila terlipressin belum atau tidak tersedia.3

Tabel 5. Obat-Obat untuk Terapi Sindrom Hepatorenal8

Page 24: Documentsh

Portosystemic shunt

Akhir-akhir ini telah diperkenalkan suatu metode nonbedah dari

kompresi portal yaitu Transjugular intrahepatic portosystemic shunt

(TIPS).4 Sebelumnya digunakan sebagai terapi alternatif untuk pasien

sirosis hepatis dengan perdarahan dari varises esofagus atau lambung yang

tidak menanggapi pengobatan endoskopik dan medis.4,5 Intervensi ahli ra-

diologi akan menempatkan shunt portacaval side to side yang

menghubungkan vena portal dan vena hati dalam

parenkim hati.5

TIPS mengurangi tekanan portal dan mengembalikan sebagian

volume darah yang terakumulasi di sirkulasi splanknikus ke sirkulasi

sistemik. Hal ini akan menekan renin-angiotensin-aldosteron dan sistem

saraf simpatik dan mengurangi efek vasokonstriktor pada sirkulasi ginjal.5

Keuntungan metode ini dibanding dengan operasi portocaval shunt

adalah penurunan mortalitas akibat operasi. Komplikasi yang paling sering

pada pasien yang mendapat pengobatan dengan TIPS adalah hepatic en-

cephalophaty dan obstruksi dari stent. Beberapa laporan yang melibatkan

sejumlah pasien cendrung memperlihatkan bahwa prosedur ini

meningkatkan fungsi ginjal pada pasien sirosis hati dengan SHR yang

tidak dapat lagi untuk dilakukan transplantasi hati.4

Hubungan antara penurunan tekanan portal yang diinduksi oleh in-

sersi TIPS dan perubahan yang bermanfaat dalam faktor-faktor neurohu-

Page 25: Documentsh

moral, fungsi ginjal pada pasien sirosis, dan asites refraktori. Mekanisme

TIPS pada efek tersebut masih spekulatif, namun mungkin akibat penu-

runan tekanan portal, penekanan reflex hepatorenal, perbaikan volume

sirkulasi.1

TIPS memberikan banyak keuntungan pada penatalaksanaan SHR.

Walaupun demikian, penggunaan TIPS masih memerlukan penelitian kon-

trol untuk dapat merokomendasikan. Guevara dkk melakukan TIPS pada 7

penderita SHR tipe 1 dan menyimpulkan TIPS dapat memperbaiki fungsi

ginjal,menurunkan aktifitas renin angiotension dan sistem saraf sim-

patis3,4,6

Dialisa

Hemodialisa atau peritoneal dialisa telah dipergunakan pada pena-

talaksanaan penderita dengan SHR, dan pada beberapa kasus dilaporkan

dapat meningkatkan fungsi ginjal. Walupun tidak terdapat penelitian kon-

trol yang mengevaluasi efektifitas dari dialisa pada kasus ini, tetapi pada

laporan penelitian tanpa kontrol menunjukkan efektifitas yang buruk,

karena banyaknya pasien yang meninggal selama pengobatan dan terdapat

insiden efek samping yang cukup tinggi. Pada beberapa pusat penelitian

hemodialisa masih tetap digunakan untuk pengobatan pasien dengan SHR

yang sedang menunggu transplantasi hati.3,4

Transplantasi Hati

Transplantasi hati ini secara teori adalah terapi yang tepat untuk

penderita SHR, yang dapat menyembuhkan baik penyakit hati maupun dis-

fungsi ginjalnya. Tindakan transplantasi ini merupakan masalah utama

mengingat prognosis buruk dari SHR dan daftar tunggu yang lama untuk

tindakan tersebut di pusat transplantasi. Segera setelah transplantasi hati,

kegagalan fungsi ginjal dapat diamati selama 48 jam sampai 72 jam. Sete-

lah itu laju filtrasi glomerulus mulai mengalami perbaikan.3,4,5,6

Page 26: Documentsh

Gambar 8. Patogenesis Sindrom Hepatorenal pada Sirosis, Berdasarkan

Teori Vasodilatasi Arterial, dan Intervensi Terapi Efektif8

BAB V

KESIMPULAN

Page 27: Documentsh

Sindrom hepatorenal yang diusulkan oleh International Ascites Club

(1994) adalah sindroma klinis yang terjadi pada pasien penyakit hati kronik dan

kegagalan hati lanjut serta hipertensi portal yang ditandai oleh penurunan fungsi

ginjal dan abnormalitas yang nyata dari sirkulasi arteri dan aktifitas sistem

vasoactive endogen.4

Sindrom hepatorenal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada

penyakit sirosis. Sekitar 20% pasien sirosis hepatis dengan asites disertai fungsi

ginjal yang normal akan mengalami sindrom hepatorenal (SHR) setelah 1 tahun

dan 39% setelah 5 tahun perjalanan penyakit.3 Gines dkk melaporkan

kemungkinan insiden SHR pada pasien sirosis hepatis mencapai 18% pada tahun

pertama dan akan meningkat hingga 39% pada tahun ke lima.1,5

SHR adalah komplikasi dari penyakit hati lanjut yang ditandai tidak hanya

gagal ginjal, tapi juga gangguan sistem hemodinamik dan aktifitas sistem

vasoaktif endogen. Patogenesis SHR belum diketahui pasti, tapi diduga karena

pengurangan pengisian sirkulasi arteriol sekunder karena vasodilatasi sirkulasi

arteriol di splanik, serta gangguan keseimbangan antara faktor vasokonstriktor dan

vasodilator

Penegakan Diagnosis SHR berdasarkan International Ascites Club’s yakni

kriteria mayor berupa penyakit hati akut atau kronik dengan gagal hati lanjut dan

hipertensi porta, GFR rendah, keratin serum >1,5 mg/dl atau kreatinin klirens 24

jam < 40 ml/mnt, tidak ada syok, infeksi bakteri sedang berlangsung, kehilangan

cairan dan mendapat obat nefrotoksik, tidak ada perbaikan fungsi ginjal dengan

pemberian plasma ekspander 1,5 ltr dan diuretik (penurunan kreatinin serum

menjadi < 1,5 mg/dl atau peningkatan kreatinin klirens menjadi > 40 ml/mnt)

serta proteinuria < 0,5 g/hari dan tidak dijumpai obstruksi uropati atau penyakit

parenkim ginjal secara ultrasonografi. Selain criteria mayor, terdapat pula criteria

oambahan berupa volume urin < 500 ml / hari, natrium urin < 10 meg/liter,

Osmolalitas urin > osmolalitas plasma, Eritrosit urin < 50 /lpb, Natrium serum

<130 meg / liter.1-9 Semua kriteria mayor harus dijumpai dalam menegakkan

diagnosis SHR, sedangkan kriteria tambahan merupakan pendukung untuk

diagnosis SHR.

Page 28: Documentsh

Sampai saat ini belum ada pengobatan efektif untuk SHR, oleh karena itu

pencegahan terjadinya SHR harus mendapat perhatian yang utama.3 Dengan

mengetahui beberapa faktor pencetus timbulnya SHR pada penderita sirosis

dengan ascites, maka kita dapat mencegah timbulnya gagal ginjal pada penderita

ini.4 Pilihan pengobatan yang baik adalah transplantasi hati. Pengobatan

pendukung hanya diberikan jika fungsi hati dapat kembali normal atau sebagai

jembatan untuk menunggu tindakan transplantasi hati.

DAFTAR PUSTAKA

1. Wadei, HM, Martin LM, Nasimul A. Hepatorenal Syndrome: Pathophysiol-ogy and Management. American Society of Nephrology [Internet]. 2006

Page 29: Documentsh

[Diakses pada 18 April 2010]. Didapat dari: http://cjasn.asnjournals.org/content/i/5/1066.full.pdf.

2. Kuntz, Erwin, H. D. Kuntz. Hepatology Principles and Practice. Germany: Springer; 2006.

3. Setiawan, P. B, Hernomo K. Sindrom Hepatorenal. Dalam: ed. Sudoyo, Ari W dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universi-tas Indonesia; 2006. Hal 452 – 454

4. Sri Maryani S. Sindrom Hepatorenal. Fakultas Kedokteran Universitas Su-matera Utara [Internet]. 2003 [Diakses 18 April 2011]. Didapat dari ; http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3390/1/penydalam-srimaryani6.pdf

5. Charles, KF, Michael HM. Hepatorenal Syndrome. Department of Chemical Pathology, The Chinese University of Hong Kong, Prince of Wales Hospi-tal, Shatin, Hong Kong [Internet]. 2007. [Diakses 18 April 2011]. Didapat dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/ PMC1904420/ pdf/cbr28_1p011.pdf

6. Dagher, Moore. The Hepatorenal Syndrome. [Internet]. 2001. [Diakses 18 April 2011]. Didapat dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/ PMC1728492/pdf/v049p00729.pdf?tool=pmcentrez

7. Moreau, Richard. Hepatorenal Syndrome in Patients with Cirrhosis. Lancet [Internet] 2003; 362: 739-747. Didapat dari: http://onlinelibrary.wiley.com/ store/10.1046/j.14401746.2002.02778.x/asset/j.1440-1746.2002.02778.x.pd f?v=1&t=gmnm3efc&s=eeaf38237c6aceb 2669a1d48c443336411825ae9

8. Pere Glines. 2003. Hepatorenal Syndrome. Lancet 2003; 362: 1819-1826. Didapat dari: http://www.med.upenn.edu/gastro/documents/ LancetHRS.pdf

9. Wilkinson SP, KP Moore, V Arroyo. Pathogenesis of ascites and hepatorenal syndrome. Gut Supplement [internet] 1991 [Diakses 18 April 2011]. Didapat dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/ PMC1405222/pdf/gut00594-0014.pdf?tool=pmcentrez

10. Sherlock, Sheila, James Dooley. Disease of The Liver and Billiary System. UK: Blackwell Science; 2002. Hal 140-143.

11. Younossi, Zobair. Practical Management of Liver Disease. USA: Cambrige University; 2008.

Page 30: Documentsh

12. Fauci, dkk. Harrison’s Priciples of Internal Medicine Edisi 17. USA: Mc Graw-Hill Company; 2008. Chapter 302