referat sh
DESCRIPTION
cirrhosis hepatisTRANSCRIPT
SIROSIS HEPATIS
Pembimbing:
dr. Pungki Mandayanto, Sp.PD
Disusun oleh
Hariz Huda Aditama
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. R. KOESMA TUBAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
2015
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : Sirosis Hepatis
Bidang Studi : Ilmu Penyakit Dalam
Telah diperiksa dan disetujui oleh Pembimbing
Tuban,
dr. Pungki Mandayanto, Sp.PD
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya
sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah referat mengenai "Sirosis
Hepatis" ini dengan lancar.
Makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan akademis
kepaniteraan klinik SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. R. Koesma Tuban serta
memberikan ilmu pengetahuan mengenai sirosis hepatis.
Saya sebagai penyusun menyadari bahwa makalah ini jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan demi
kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua.
Tuban, 11 Januari 2015
Penyusun
PENDAHULUAN
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium
akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif ditandai dengan distorsi dari
arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi akibat
nekrosis hepatoselular. Jaringan penunjang retikulin kolaps disertai deposit
jaringan ikat, distorsi jaringan vaskular, dan regenerasi nodularis parenkim hati.
Sirosis hepatis secara klinis dibagi menjadi sirosis hepatis kompensata
yang berarti belum ada gejala klinis yang nyata dna sirosis hepatis dekompensata
yang ditandai gejala dan tanda klinis yang jelas.
KLASIFIKASI DAN ETIOLOGI
Sirosis secara konvensional diklasifikasikan sebagai makronodular (besar
nodul > 3 mm) atau mikronodular (besar nodul < 3 mm) atau campuran mikro dan
makronodular.
Sebagian besar jenis sirosis dapat diklasifikasikan secara etiologis dan
morfologis menjadi alkoholik, kriptogenik dan post hepatitis (nekrosis), biliaris,
kardiak, serta metabolik, keturunan, dan terkait obat.
Etiologi sirosis hepatis yang tersering di negara barat diakibatkan oleh
alkoholik sedangkan di Indonesia terutama diakibatkan infeksi virus hepatitis B
dan C. Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan virus hepatitis B menyebabkan
sirosis sebesar 40-50% dan virus hepatitis C 30-40%.
EPIDEMIOLOGI
Keseluruhan insidensi sirosis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000
penduduk. Penyebabnya sebagian besar akibat penyakit hati alkoholik maupun
infeksi virus kronik. Hasil penelitian lain menyebutkan perlemakan hati akan
mengakibatkan steatohepatitis nonalkoholik (NASH, prevalensi 4%) dan berakhir
dengan sirosis hepatis dengan prevalensi 0,3%. Prevalensi sirosis hepatis akibat
steatohepatitis alkoholik dilaporkan 0,3% juga. Di RS Dr. Sardjito Yogyakarta
jumlah pasien sirosis hepatis berkisar 4,1% dari pasien yang dirawat di Bagian
Penyakit Dalam dalam kurun waktu 1 tahun (2004). Di Medan dalam kurun waktu
4 tahun dijumpai pasien sirosis hepatis sebanyak 819 (4%) pasien dari seluruh
pasien di Bagian Penyakit Dalam.
PATOLOGI DAN PATOGENESIS
Sirosis alkoholik atau Sirosis Leannec ditandai oleh pembentukan jaringan
parut yang difus, kehilangan sel-sel hati yang uniform, dan sedikit nodul
regeneratif sehingga kadang disebut sirosis mikronodular yang dapat pula
diakibatkan oleh cedera hati lainnya. Tiga lesi utama akibat induksi alkohol
adalah perlemakan hati alkoholik, hepatitis alkoholik, dan sirosis alkoholik.
Perlemakan Hati Alkoholik
Steastosis atau perlemakan hati, hepatosit teregang oleh vakuola lunak
dalam sitoplasma berbentuk makrovesikel yang mendorong inti hepatosit ke
membran sel.
Hepatitis Alkoholik
Fibrosis perivenular berlanjut menjadi sirosis panlobular akibat masukan
alkohol dan destruksi hepatosit yang berkepanjangan. Fibrosis yang terjadi dapat
berkontraksi di tempat cedera dan merangsang pembentukan kolagen. Di daerah
periportal dan perisentral timbul septa jaringan ikat seperti jaring yang akhirnya
menghubungkan triad portal dengan vena sentralis. Jalinan jaringan ikat halus ini
mengelilingi massa kecil sel hati yang masih ada yang kemudian mengalami
regenerasi dan membentuk nodulus, akan tetapi kerusakan sel yang terjadi
melebihi perbaikannya. Penimbunan kolagen terus berlanjut, ukuran hati
mengecil, berbenjol-benjol (nodular) menjadi keras, terbentuk sirosis alkoholik.
Mekanisme cedera hati oleh alkoholik belum pasti. Diperkirakan
mekanismenya sebagai berikut: 1). Hipoksia sentrilobular,metabolisme
asetaldehid etanol meningkatkan konsumsi oksigen lobular, terjadi hipoksemia
relatif dan cedera sel di daerah yang jauh dari aliran darah yang teroksigenasi; 2).
Infiltrasi/aktivitas neutrofil, terjadi pelepasan chemoattractants neutrofil oleh
hepatosit yang memetabolisme etanol. Cedera jaringan dapat terjadi dari neutrofil
dan hepatosit yang melepaskan intermediet oksigen reaktif, proteasa, dan sitokin;
3). Formasi acetaldehyde-protein adducts berperan sebagai neoantigen, dan
menghasilkan limfosit yang tersensitisasi serta antibodi spesifik yang menyerang
hepatosit pembawa antigen ini; 4). Pemebentukan radikal bebas oleh jalur
alternatif dari metabolisme etanol, disebut sistem yang mengoksidasi enzim
mikrosomal.
Patogenesis fibrosis alkoholik meliputi banyak sitokin, antara lain faktor
nekrosis tumor, interleukin-1, PDGF, dan TGF-beta. Asetaldehid kemungkinan
mengaktifasi sel stelata tetapi bukan suatu faktor patogenik utama pada fibrosis
alkoholik.
Sirosis Hepatis Pasca Nekrosis
Gambaran patologi hati biasanya mengkerut, berbentuk tidak teratur, dan
terdiri dari nodulus sel hati yang dipisahkan oleh pita fibrosis yang padat dan
lebar. Gambaran mikroskopik konsisten dengan gambaran makroskopik. Ukuran
nodulus sangat bervariasi, dengan sejunlah besar jaringan ikat memisahkan pulau
parenkim regenerasi yang susunannya tidak teratur.
Patogenesis sirosis hati menurut penelitian terakhir memperlihatkan
adanya peranan sel stelata (stellate cell). Dalam keadaan normal sel stelata
mempunyai peran dalam keseimbangan pembentukan matriks ekstraselular dan
proses degradasi. Pembentukan fibrosis menunjukkan perubahan proses
keseimbangan. Jika terpapar faktor tertentu yang berlangsung secara terus
menerus (contoh: hepatitis virus, bahan hepatotoksik), maka sel stelata akan
menjadi sel yang membentuk kolagen. Jika proses ini berjalan terus maka fibrosis
akan berlangsung terus di dalam sel stelata, dan jaringan hati yang normal akan
diganti oleh jaringan ikat.
MANIFESTASI KLINIS
Gejala-gejala Sirosis
Stadium awal sirosis tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu
pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelainan penyakit lain.
Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi mudah lelah dan lemas, nafsu makan
berkurang, perut kembung, mual, penurunan berat badan, pada laki-laki timbul
impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan seksual.
Bila sudah berlanjut (dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol terutama bila
timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi hilangnya rambut
badan, gangguan tidur, dan demam tidak begitu tinggi. Mungkin disertai adanya
gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid,
ikerus dengan urin berwarna seperti teh pekat, muntah darah dan/atau melena,
serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sulit konsentrasi, bingung, agitasi,
sampai koma.
Tanda Klinis
Temuan klinis sirosis meliputi, spider angioma/angiomata (atau spider
telangiektasi), suatu lesi vaskular yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil yang
sering ditemukan di bahu, muka, dan lengan atas. Mekanisme terjadinya tidak
diketahui, ada anggapan dikaitkan dengan peningkatan rasio estradiol/testosteron
bebas. Tanda ini juga bisa ditemukan selama hamil, malnutrisi berat, bahkan pada
orang sehat, meskipun umumnya lesi berukuran kecil.
Eritema palmaris, warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak
tangan. Hal ini juga dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormon estrogen.
Tanda ini juga tidak spesifik pada sirosis. Ditemukan juga pada kehamilan, artritis
reumatoid, hipertiroidisme, dan keganasan hematologi.
Perubahan kuku-kuku Muchrche berupa pita putih horisontal dipisahkan
dengan warna normal kuku. Mekanismenya juga belum diketahui, diperkirakan
akibat hipoalbuminemia. Tanda juga bisa ditemukan pada kondisi
hipoalbuminemia lain seperti sindrom nefrotik.
Jari gada lebih sering ditemukan pada sirosis bilier. Osteoartropati
hipertrofi suatu periostitis proliferatif kronik menimbulkan nyeri.
Kontraktur Dupuytren akibat fibrosis fasia palmaris menimbulkan
kontraktur fleksi jari-jari berkaitan dengan alkoholisme tetapi tidak secara spesifik
berkaitan dengan sirosis. Tanda ini juga sering ditemukan pada pasien diabetes
melitus, distrofi refleks simpatetik, dan perokok yang juga mengkonsumsi
alkohol.
Ginekomastia secara histologis berupa proliferasi benigna jaringan
glandula mammaelaki-laki, kemungkinan akibat peningkatan androstenedion.
Selain itu, ditemukan njuga hilangnya rambut dada dan aksila pada laki-laki,
sehingga laki-laki mengalami perubahan ke arah feminisme. Kebalikannya pada
perempuan menstruasi cepat berhenti sehingga dikira fase menopause.
Atrofi testis hipogonadisme menyebabkan impotensi dan infertil. Tanda
ini menonjol pada alkoholik sirosis dan hemokromatosis.
Hepatomegali, ukuran hati yang sirotik bisa membesar, normal, atau
mengecil. Apabila hati teraba, hati sirotik akan teraba keras dan nodular.
Splenomegali sering ditemukan terutama pada sirosis yang penyebabnya
nonalkoholik. Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi
porta.
Asites, penimbunan cairan dalam rongga peritonium akibat hipertensi
porta dan hipoalbuminemia. Caput meduda juga sebagai akibat hipertensi porta.
Fetor hepatikum, bau napas yang khas pada pasien sirosis disebabkan
peningkatan konsentrasi dimetil sulfid akibat pintasan porto sistemik yang berat.
Ikterus pada kulit dan membran mukosa akibat bilirubinemia. Bila
konsentrasi bilirubin kurang dari 2-3 mg/dl tidak terlihat. Warna urin gelap seperti
air teh.
Asterixis bilateral tetapi tidak sinkron berupa gerakan mengepak-ngepak
dari tangan, dorsofleksi tangan.
Tanda-tanda lain yang menyertai di antaranya: demam yang tidak tinggi
akibat nekrosis hepar; batu pada vesika felea akibat hemolisis; pembesaran
kelenjar parotis terutama pada sirosis alkoholik, hal ini akibat sekunder infiltrasi
lemak, fibrosis, dan edema.
Diabetes melitus dialami 15 sampai 30% pasien sirosis. Hal ini akibat
resistensi insulin dan tidak adekuatnya sekresi insulin oleh sel beta pankreas.
Gambaran Laboratoris
Tes fungsi hati meliputi aminotransferase, alkali fosfatase, gamma
glutamil transpeptidase, bilirubin, albumin, dan waktu protrombin.
Aspartat aminotransferase (AST) atau serum glutamil oksalo asetat
(SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT) atau serum glutamil piruvat
transaminase (SGPT) meningkat tapi tak begitu tinggi. AST lebih meningkat
daripada ALT, namun bila transaminase normal tidak mengesampingkan adanya
sirosis.
Alkali fosfatase, meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal atas.
Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer
dan sirosis bilier primer.
Gamma-glutamil transpeptidase (GGT), konsentrasinya seperti halnya
alkali fosfatase pada penyakit hati. Konsentrasinya tinggi pada penyakit hati
alkoholik kronik, karena alkohol selain menginduksi GGT mikrosomal hepatik
juga bisa menyebabkan bocornya GGT dari hepatosit.
Bilirubin konsentrasinya bisa normal pada sirosis hati kompensata, tapi
bisa meningkat pada sirosis lanjut.
Albumin, sintesisnya terjadi di jaringan hati, konsentrasinya menurun
sesuai dengan perburukan sirosis.
Globulin, konsentrasinya meningkat pada sirosis. Akibat sekunder dari
pintasan, antigen bakteri dari sistem porta ke jaringan limfoid, selanjutnya
menginduksi produksi imunoglobulin.
Waktu protrombin mencerminkan derajat/tingkatan disfungsi sintesis hati,
sehingga pada sirosis memanjang.
Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan
dengan ketidakmampuan ekskresi air bebas.
Kelainan hematologi anemia, penyebabnya bisa bermacam-macam,
anemia normokrom, normositer, hipokrom mikrositer atau hipokrom makrositer.
Anemia dengan trombositopenia. Lekopenia, dan netropenia akibat splenomegali
kongestif berkaitan dengan hipertensi porta sehingga terjadi hipersplenisme.
Pemeriksaan barium meal dapat melihat varises untuk konfirmasi adanya
hipertensi porta. Pemriksaan hati yang bisa dinilai dengan USG meliputi sudut
hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan adanya massa. Pada sirosis lanjut,
hati mengecil dan nodular, permukaan irregular, dan ada peningkatan eksogenitas
parenkim hati. Selain itu USG juga bisa untuk melihat asites, splenomegali,
trombosis vena porta, serta skrining adanya karsinoma hati pada pasien sirosis.
DIAGNOSIS
Pada stadium kompensasi sempurna kadang-kadang sangat sulit
menegakkan diagnosis sirosis hati. Pada proses lanjutan dari kompensasi
sempurna mungkin bisa ditegakkan diagnosis dengan bantuan pemeriksaan klinis
yang cermat, laboratorium biokimia/serologi, dan pemeriksaan penunjang lainnya.
Pada saat ini penegakan diagnosis sirosis hati terdiri atas pemeriksaan fisis,
laboratorium, dan USG. Pada kasus tertentu diperlukan pemeriksaan biopsi hati
atau peritoneoskopi karena sulit membedakan hepatitis kronik aktif yang berat
dengan sirosis hati dini.
Pada stadium dekompensata diagnosis biasanya tidak sulit karena gejala
dan tanda-tanda klinis sudah tampak dengan adanya komplikasi.
KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering dijumpai antara lain peritonitis bakterial spontan,
yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder
intra abdominal. Biasanya pasien ini tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan
nyeri abdomen.
Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa
oliguri, peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal.
Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada
penurunan filtrasi glomerulus.
Salah satu manifestasi hipertensi porta adalah varises esofagus. Sampai
40% pasien sirosis dengan varises esofagus pecah yang menimbulkan perdarahan.
Angka kematiannya sangat tinggi, sebanyak duapertiganya akan meninggal dalam
kurun waktu satu tahun walaupun dilakukan sudah dilakukan tindakan.
Ensefalopati hepatik merupakan kelainan neuropsikiatri akibat disfungsi
hati. Awalnya ada gangguan tidur (insomnia dan hipersomnia), kemudian dapat
timbul gangguan kesadaran yang berlanjut sampai koma.
Pada sindrom hepatopulmonal terdapat hidrotoraks dan hipertensi
portopulmonal.
PENGOBATAN
Etiologi sirosis mempengaruhi penaganan sirosis. Terapi bertujuan
mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah
kerusakan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi. Bila tidak ada koma
heaptik diberikan diet yang mengandung protein 1 g/kgBB dan kalori sebanyak
2000-3000 kkal/hari.
Tatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untuk
mengurangi progresi kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk
menghilangkan etiologi, di antaranya: alkohol dan bahan-bahan lain yang toksik
dan dapat mencederai hati dihentikan penggunaannya. Pemberian asetaminofen,
kolkisin, dan obat herbal bisa menghambat kolagenik.
Pada hepatitis autoimun bisa diberikan steroid atau imunosupresif.
Pada hemokromatosis flebotomi setiap minggu konsentrasi besi menjadi
normal dan diulang sesuai kebutuhan.
Pada penyakit hati nonalkoholik menurunkan berat badan akan mencegah
terjadinya sirosis.
Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin (analog nukleosida)
merupakan terapi utama. Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100 mg
secara oral setiap hari selama satu tahun. Namun pemberian lamivudin setelah 9-
12 bulan menimbulkan mutasi YMDD sehingga terjadi resistensi obat. Interferon
alfa diberikan secara suntikan subkutan 3 MIU, tiga kali seminggu selama 4-6
bulan, namun ternyata banyak juga yang kambuh.
Pada hepatitis C kronik kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan
terapi standar. Interferon diberikan secara suntikan subkutan dengan dosis 5 MIU
tiga kali seminggu dan dikombinasi ribavirin 800-1000 mg/hari selama 6 bulan.
Interferon mempunyai aktivitas antifibrotik yang dihubungkan dengan
pengurangan aktivasi sel stelata. Kolkisin memiliki efek anti peradangan dan
mencegah pembentukan kolagen, namun belum terbukti dalm penelitian sebagai
anti fibrosis dan sirosis.
Pengobatan Sirosis Dekompensata
Asites. Tirah baring dan diawali diet rendah garamm, konsumsi garam
sebanyak 5,2 gram atau 90 mmol/hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan
obat diuretik. Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200
mg sekali sehari. Respons diuretik bisa dimonitor dengan penurunan berat badan
0,5 kg/hari, tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/hari dengan adanya edema kaki.
Apabila pemberian spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasi dengan
furosemid dengan dosis 20-40 mg/hari. Pemberian furosemid ditambah bila tidak
ada respon, maksimal dosisnya 160 mg/hari. Parasentesis dilakukan bila asites
sangat besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan
pemberian albumin.
Ensefalopati hepatik. Laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan
amonia. Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil
amonia, diet protein dikurangi sampai 0,5 g/kgBB/hari, terutama diberikan yang
kaya asam amino rantai cabang.
Varises esofagus. Sebelum berdarah dan sesudah berdarah biisa diberikan
obat penyekat beta (propranolol). Waktu perdarahan akut, bisa diberikan preparat
somatostatin atau okreotid, diteruskandengan tindakan skleroterapi atau ligasi
endoskopi.
Peritnitis bakterial spontan. Diberikan antibiotika seperti sefotaksim
intravena, amoksilin, atau aminoglikosida.
Sindrom hepatorenal. Mengatasi perubahan sirkualsi darah di hati,
mengatur keseimbangan garam dan air.
Transplantasi hati, terapi definitif pada pasien sirosis dekompensata.
Namun sebelum dilakukan transplantasi ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi
resipien terlebih dahulu.
PROGNOSIS
Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumnlah faktor, meliputi
etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai.
Klasifikasi Child-Pugh dapat menilai prognosis pasien sirosis, variabelnya
meliputi konsentrasi bilirubin, albumin, ada tidaknya asites dan ensefalopati, serta
status nutrisi. Klasifikasi ini terdiri dari Child A, B, dan C. Klasifikasi Child-Pugh
berkaitan dengan kelangsungan hidup. Angka kelangsungan hidup selama satu
tahun untuk pasien dengan Child A, B, dan C berturut-turut 100, 80, dan 45%.
Penilaian prognosis yang terbaru adalah Model for End Stage Liver
Disease (MELD) digunakan untuk pasien sirosis yang akan dilakukan
transplantasi hati.
DAFTAR PUSTAKA
Setiati, Siti dkk, 2014. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, edisi keenam. Jakarta: Interna
Publishing, hlm 1981-1982.
Sudoyo, AW dkk, 2006. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1, edisi kelima. Jakarta: Interna
Publishing, hlm 669-670.