sgd puthu osteoporosiss.doc

31
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Osteoporosis adalah penyakit tulangsistemik yang ditandai oleh penurunan densitas massa tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang seh tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Pada tahun 200, nasional Institute Health ( NIH mengjukan definisi baru osteoporosis sebagai penyakit tula sistemik yang ditandai oleh !ompromised bone strength sehingga tulang mud patah. "engan meningkatnya usia harapan hidup,makaberbagai penyakit degeneratif dan metabolik, termasukosteoporosis akan menjadi problem muskuluskeletal yamg memerlukan perhatian khusus, terutama di negara#negara berkembang, temasuk Indonesia. Pada sur$ey kependudukan tahun %&&0, terny jumlah penduduk yang berusia '' tahun atau lebih men!apai &,2 '0 dibandingkan sur$ey thun %&)%. "engan demikian, kasus osteoporosis dengan berbagai akibatnya terutama fraktur diperkirakan juga akan meningk Penelitian *oeshadi di +a a -imur,mendapatkan bah a pun!ak m tulang di!apai pada usia 0#/0 tahun dan rata#rata kehilangan masaa tulan menopouse adalah %,/ tahun. Penelitian yang dilakukan di klinik *eumatol *1 3 mendapatkan faktor resiko opsteoporosis yang meliputi umur lama menopause dan kadar estrogen yang rendah, sedangkan faktor proteksinya ad kadar estrogen yang tinggi,ri ayat berat badan lebih obesitas dan latihan teratur. 4erbagai prablem yang !ukup prinsipil masih harus dihadapi oleh Indonesia dalam penatalaksanaanya osteoporosis yang aptimal, seperti tidak meratanyaalatpemeriksaan densitas massa tulang( "567 , mahalnya pemeriksaan biokomiatulang dan belum adanya pengobatan standart untuk osteoporosis di Indonesia. 1

Upload: imam

Post on 06-Oct-2015

35 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN1.1. LATAR BELAKANGOsteoporosis adalah penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh penurunan densitas massa tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Pada tahun 200, nasional Institute of Health ( NIH ) mengjukan definisi baru osteoporosis sebagai penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh compromised bone strength sehingga tulang mudah patah.

Dengan meningkatnya usia harapan hidup,maka berbagai penyakit degeneratif dan metabolik, termasuk osteoporosis akan menjadi problem muskuluskeletal yamg memerlukan perhatian khusus, terutama di negara-negara berkembang, temasuk Indonesia. Pada survey kependudukan tahun 1990, ternyata jumlah penduduk yang berusia 55 tahun atau lebih mencapai 9,2 % meningkat 50% dibandingkan survey thun 1971. Dengan demikian, kasus osteoporosis dengan berbagai akibatnya terutama fraktur diperkirakan juga akan meningkat.

Penelitian Roeshadi di Jawa Timur,mendapatkan bahwa puncak masa tulang dicapai pada usia 30-40 tahun dan rata-rata kehilangan masaa tulang pasca menopouse adalah 1,4 %/tahun. Penelitian yang dilakukan di klinik Reumatologi RSCM mendapatkan faktor resiko opsteoporosis yang meliputi umur lamanya menopause dan kadar estrogen yang rendah, sedangkan faktor proteksinya adalah kadar estrogen yang tinggi,riwayat berat badan lebih/obesitas dan latihan yang teratur.

Berbagai prablem yang cukup prinsipil masih harus dihadapi oleh Indonesia dalam penatalaksanaanya osteoporosis yang aptimal, seperti tidak meratanya alat pemeriksaan densitas massa tulang ( DEXA ), mahalnya pemeriksaan biokomia tulang dan belum adanya pengobatan standart untuk osteoporosis di Indonesia.1.2. TUJUAN PENULISANTujuan penulisan adalah untuk mengetahui kelainan degeneratif pada tulang dan sendi seperti osteoporosis, mengetahui definisi, gambaran klinisnya, proses terjadinya, serta terapi penyakit osteoporosis ini.BAB II

ISI

2.1.Skenario

Seorang anak usia 70 tahun. Tiba-tiba tepeleset saat sedang menyapu lantai,kemudian tidak dapat berdiri. Pangkal paha kanan terasa nyeri, sebelumnya tidak merasa panas dan sakit tulang pada daerah paha. Selanjutnya penderita dibawa ke Rumah Sakit . Setelah dilakukan pemeriksaan radioogi, penderita dinyatakan mengalami patah tulang spontan pada colum femoris. Selain itu juga didapatkan adanya scoliosis. Dokter menjelaskan kepada penderita bahwa keadaan ini sering terjadi pada orang tua terutama wanita,karena tulangnya sudah mengalami osteoporosis.2.2.Step 1 Identifikasi Kata Sulit

Terdapat kata-kata sulit pada skenario di atas yaitu :2.2.1.Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh penurunan densitas massa tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah2.2.2.Skoliosis adalah kelainan struktur tulang belakang dimana poros tengah tulang belakang agak menyimpang, sehingga terlihat kebih berat ke satu sisi tubuh. Kelainan struktur ini biasanya membentuk huruf S atau C.

2.3.Step 3 Brain Storming ANAMNESIS

Identitas : Wanita 70 tahun

RPS :

Keluhan utama : nyeri pada pangkal paha kanan

Lokasi

: pangkal paha kanan

Onset

: -

Kualitas

: nyeri sekali

Kwantitas

: terus menerus Kronologi

: terpeleset

Keluhan penyerta: tidak dapat berdiri

RPD: -

RPK: -

RPS: -

PEMERIKSAAN FISIK

LOOK: -

FEEL: Nyeri

MOVE: - DD

Osteoporosis primer

Tipe 1: tipe yang timbul pada wanita pasca menopouse. Terjadi karena kekurangan estrogen (hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita. Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia diantara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih cepat ataupun lebih lambat. Tidak semua wanita memiliki resiko yang sama untuk menderita osteoporosis postmenopausal, wanita kulit putih dan daerah timur lebih mudah menderita penyakit ini daripada wanita kulit hitam.Patofisiologi : Setelah menopause, maka resorpsi tulang akan meningkat, terutama pada dekade awal setelah menopause, sehingga insiden fraktur, terutama fraktur vertebra dan radius distal meningkat. Penurunan densitas tulang terutama pada tulang trabekular, karena memiliki permukaan luas dan hal ini dapat dicegah dengan terapi sulih esterogen. Petanda resorpsi tulang dan formasi tulang, keduanya meningkat menunjukkan adanya peningkatan bone turnover. Esterogen juga berperan menurunkan produksi berbagai sitokin oleh beno morrow stromal cellsl dan sel-sel mononuklear, seperti IL-1, IL-6 dan TNF- yang berperan meningkatkan kerja osteoklas. Dengan demikian penurunan kadar esterogen akibat menopause akan meningkatkan produksi berbagai sitokin tersebut sehingga aktifitas osteoklast meningkat.

Selain peningkatan aktivitas osteoklas, menopause juga menurunkan arbsorpsi kalsium di usus dan meningkatkan ekskresi kalsium di ginjal. Selain itu, menopause juga menurunkan sintesis berbagai protein yang membawa 1,25 (OH)2D didalam plasma sehingga pemberian esterogen akan meningkatkan konsentrasi 1,25 (OH)2D di dalam plasma. Tetapi pemberian esterogen transdermal tidak akan meningkatkan sintesis protein tersebut, karena esterogen transdermal tidask diangkut melewati hati. Walaupun demikian, esterogen transdermal tetap dapat meningkatkan absorpsi kalsium di usus secara langsung tanpa dipengaruhi vitamin D. Untuk mengatasi keseimbangan negatif kalsium akibat menopause, maka kadar PTH akan meningkat pada wanita menopsue, sehingga osteoporosis akan semakin berat. Pada menopause kadangkala didapatkan peningkatan pada kalsium serum, dan hal ini disebabkan oleh menurunnya volum plasma, meningktanya kadar albumin dan dikarbonat sehingga meningkatkan kadar kalsium yang terikat albumin dan juga kadar kalsium dalam bentuk gram kompleks. Peningkatan dikarbonat pada menopause terjadi akibat penurunan rangsangan respirasi sehingga terjadi relatif asidosis respiratorik. Walaupun terjadi peningkatan kadar kalsium dalam kompleks, kadar ion kalsium tetap sama dengan keadaan premenopausal.

Tipe 2 : Tipe II : terjadi pada lanjut usia, baik wanita maupun pria. Kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan diantara kecepatan hancurnya tulang dan pembentukan tulang yang baru. Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada usia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering menyerang wanita. Wanita seringkali menderita osteoporosis senilis dan postmenopausal. Patofisiologi : Selama hidupnya seorang wanita akan kehilangan tulang spinalnya sebesar 42% dan kehilangan tulang femur sebesar 58%. Pada decade ke delapan dan Sembilan kehidupannya, terjadi ketidakseimbangan remodeling tulang, dimana resorpsi tulang meningkat, sedangkan formasi tulang tidak berubah atau menurun. Hal ini akan menyebabkan kehilangan massa tulang, perubahan mikroarsitektur tulang dan peningkatan risiko fraktur. Peningkatan resorpsi tulang merupakan risiko fraktur yang independen terhadap BMD. Peningkatan osteokalsin seringkali didapatkan pada orang tua, tetapi hal ini lebih menunjukkan peningkatan turnover tulang vdan bukan peningkatan formasi tulang.

Sampai saat ini belum diketahui secara pasti penyebab penurunan fungsi osteoblas pada orang tua, diduga karena penurunan kadar estrogen dan IGF 1.

Defisiensi kalsium dan vitamin D juga sering didapatkan pada orang tua. Hal ini disebabkan oleh asupan kalsium vitamin D yang kurang, anoreksia, malabsorpsi dan paparan sinar matahari yang rendah. Akibat defisiensi kalsium, akan timbul hiperparatiroidisme sekunder yang persisten sehingga akan meningkatkan resorpsi tulang dan kehilangan massa tulang, terutama pada orang orang yang tinggal di daerah 4 musim.

Aspek nutrisi lain adalah defisiensi protein yang factor lain yang juga ikut berperan terhadap kehilangan massa tulang pada orang tua adalah factor genetic dan lingkungan (merokok, alcohol, obat obatan, imobilisasi lama).

Defisiensi estrogen, ternyata juga merupakan masalah yang penting sebagai salah satu penyebab osteoporosis pada orang tua, baik pada laki laki maupun perempuan. Demikian juga kadar testosteron pada laki laki. Defisiensi estrogen pada laki laki juga berperan pada kehilangan massa tulang. Penurunan kadar estradiol dibawah 40 pMol/L pada laki laki akan menyebabkan Osteoporosis. Karena laki laki tidak pernah mengalami menopause (penurunan kadar estrogen yang mendadak), maka kehilangan massa tulang yang besar seperti pada wanita tidak pernah terjadi. Falahati Nini dkk menyatakan bahwa estrogen pada laki laki berfungsi mengatur resorpsi tulang, sedangkan estrogen dan progesterone mengatur formasi tulang. Kehilangan massa tulang trabekular pada laki laki berlangsung linier, sehingga terjadi penipisan trabekula, tanpa disertai putusnya trabekula seperti pada wanita. Penipisan trabekula pada laki laki terjadi karena penurunan formasi tulang, sedangkan putusnya trabekula pada wanita disebabkan karebna peningkatan resopsi yang berlebihan akibat penurunan kadar estrogen yang dratis pada waktu menopause.

Dengan bertambahnya umur, remodeling endokortikal dan intrakortikal akan meningkat, sehingga kehilangan tulang terutama terjadi pada tulang kortikal dan meningkatkan risiko fraktur tulang kortikal, misalnya pada femur proksimal. Total permukaan tulang untuk remodeling tidak berubah dengan bertambahnya umur, hanya berpindah dari tulang trabekular ke tulang kortikal. Pada laki laki tua peningkatan resorpsi endokortikal tulang panjang akan diikuti peningkatan formasi periosteal, sehingga diameter tulang panjang akan meningkat dan menurunkan risiko fraktur pada laki laki tua.

Risiko fraktur yang juga harus diperhatikan adalah risiko terjatuh yang lebih tinggi pada orang tua dibandingkan orang yang lebih muda. Hal ini berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, gangguan keseimbangan dan stabilitas postural, gangguan penglihatan, lantai yang licin atau tidak rata dan lain sebagainya. Pada umumnya, risiko terjatuh pada orang tua tidak disebabkan oleh penyebab tunggal. Osteoporosis sekunder : Kurang dari 5% penderita osteoporosis juga mengalami osteoporosis sekunder, yang disebabkan oleh keadaan medis lainnya atau oleh obat-obatan. Penyakit ini bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid dan adrenal) dan obat-obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturat, anti-kejang dan hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan dan merokok bisa memperburuk keadaan ini. Jenis ini ditemukan kurang lebih 2-3 juta dari penderita. Osteoporosis idiopatik : Merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar vitamin yang normal dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang. Osteoporosis ini jauh lebih jarang terjadi dibanding jenis lainnya. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Laboratarium Pemeriksaan biokimia tulang

Pemeriksaan biokimia tulang terdiri dari kalsium total dalam serum, ion kalsium, kadar fosfor serum, kalsium urin fosfat urin, osteokalsin serum, piridinolinurin dan bila perlu hormone paratiroid dan vitamin D. kalsium serum terdiri dari tiga fraksi yaitu kalsium yang terikat dalam sekitar 40 % kalsium ion 48% dan kalsium kompleks sekitar 12%. Kalsium yang terikat pada albumin tidak si filtrasi di glumelurus, Keadaan-keadaan yang mempengaruhi kadar serum albumin seperti sirosis hepatic dan sindrom nefrotikakan mempengaruhi kadar kalsium total serum.Ikatan kalsium pada albumin sangat baik terjadi pada pH 7-8. Peningkatan dan perununan pH 0,1 secara akut akan menaikkan atau menurunkan ikatan kalsium pada albumin sekitar 0,12 mg/dl. Pada pasien hipokalsemia dengan asidosis metabolik yang berat, misalnya pada pasien gagal ginjal, koreksi asidemia yang cepat dengan natrium bikarbonat akan dapat menyebabkan tetani karena kadar kalsium akan turun secara derastis. Ion kalsium merupakan fraksi kalsium plasma yang penting pada proses-proses fisiologik seperti kontraksi otot, pembekuan darah, konduksi saraf, sekresi hormone PTH dan mineralisasi tulang. Pengukuran kadar ion kalsium jauh lebih bermakna dari pada pengukuran kadar kalsium total.

Ekskresi kalsium urin 24 jam harus diperhatikan walaupun tidak secara langsung menunjukkan kelainan metabolisme tulang. Pada dewasa dengan asupan kalsium 600-800 mg/hari akan mengekresikan 100-250 mg/24jam. Bila ekskresi kalsium kurang dari 100 mg/24jam harus dipikirkan kemungkinan adanya malabsobsi atau hiperparatiroidisme akibat retensi kalsium oleh ginjal peningkatan ekresi kalsium urin yang disertai asidosis hiperkloremik menunjukkan adanya asidosis tubula renal.

Untuk menentukan turnover tulang dapat diperiksa pertanda biokimia tulang. Petanda biokimia tulang terdiri dari petanda formasi dan resorpsi tulang. Petanda formasi tulang terdiri dari bone spesifik alkaline pospatase, osteokalsin, karboxi termina popeptide of type I kolagen dan amino terminal popeptide of type I kolagen petanda resorpsi terdiri dari hidroksiprolin urin, free and total pyridinolines urin, free and total deoxypyriridbinolines (dpd) urine,N-telopeptide of kolagen cross-links (NTx) urin,C-telopeptide of kolagen cross-links (CTx) urin,cross-linked C-telopeptide of type 1 kolagen (ICTP) serum dan tatrate-resistar acid pospatase (TRAP) serum.

Protein yang diproduksi oleh osteoblas,terutama adalah kolagen tipe 1,walaupun demikian,osteoblas juga menghasilkan protein non kolagen,seperti BSAP dan OC.BSAP berperan pada proses mineralisasi tulang,pada keadaan hipofospatsia(defisiensi fosfatase alkali)maka akan terjadi gangguan mineralisasi tulang dan gigi.Peran BSAP secara pasti sebenarnya belum jelas,diduga berperan pada peningkatan kadar fosfat anorganik local,merusak inhibitor pertumbuhan,Kristal mineral,transport fosfat,atau Ca++ -adenosin triphospatase (ATPase)

Postafase alkali yang beredar dalam darah terutama berasal dari tulang dan hati dan sebagian kecil berasal dari banyak jaringan termausk usus, limfa, ginjal, plasenta dan beberapa jenis tumor.

Osteokalsin juga merupakan pertanda aktifitas osteoblas dan fosmasi tulang. Walaupun demikian karena OC banyak terikat di matrik tulang dan akan turut dilepaskan pada proses resorpsi tulang maka kadarnya dalam serum tidak akan menunjukkan aktifitas formasi tetapi juga resorpsi tulang. Fungsi OC juga belum jelas tetapi kadarnya didalam matrik akan meningkat bersamaan dengan peningkatan hidroksiapatit selama pertumbuhan tulang. PICP dan PINP merupakan pertanda yang ideal dari formasi tulang karena sebagian besar protein yang dihasilkan oteoblas adalah kolagen type I walaupun demikian kolagen ini juga dihasilkan oleh kulit sehingga penggunaannya di klinik tidak sebaik BSAP dan OC, karena pemeriksaan yang ada saat ini tidak dapat membedakan PICP dan PINP yang berasal dari tulang atau jaringan lunak.

Berbeda dengan formasi tulang produk degradasi kolagen sangat baik digunakan untuk petanda resorpsi tulang. Pada tulang yang di resorpsi, produk degradasi kolagen akan dilepaskan ke dalam darah dan di ekskresi lewat ginjal. Koalgen pada matrik tulang merupakan tumpukan fibril uang disatukan oleh kofalen ceros-LINK. Cross link ini terdiri dari hidroksilisil-piridinolin dan lisil-pirodinolin. PYd lebih banyak ditemukan ddalam tulang dibandingkan Dpd tetapi PYd juga ditemukan dalam kolagen type II rawan sendi dan jaringan ikat lainnya sehingga Dpd lebih spesifik untuk tulang darri pada PYd. Cross link PYd dan Dpd terjadi pada dua lokasi intermolekuler pada molekul kolagen yaitu dekat residu 930, dimana dua aminotelopeptida berikatan membentuk struktur triple heliks dan pada ressidu 87, dimana dua karboksitelopeptida berikatan membentuk struktur triple heliks.

Setelah resorpsi tulang oleh osteoklast berbagai produk degradasi kolagen termasuk Pyd dan Dpd akan dilepaskan kedalam sirkulasi,dimetabolisme dihati dan dieksresikan lewat ginjal.Urin mengandung 40% Pyd dan Dpd bebas dan 60% Pyd dan Dpd yang terikat protein.pengukuran kedua bentuk ini merupakan baku emas tetapi memerlukan waktu yang lama dan sangat mahal sehingga saat ini banyak digunakan pengukuran Pyd dan Dpd bebas saja.Selain itu,dalam urin juga dapat diperiksa NTx dan CTx.

Petanda resorpsi tulang yang dapat diperiksa dari serum adalah cross linked C-telopeptide of type 1 colagen dan tartrate-resistant acid phosphatase.ICTP tidak banyak digunakan karena hasilnya sebagai petanda resorpsi tulang tidak menggembirakan.TRAP juga tidak banyak digunakan karena tidak spesifik untuk osteoklas dan relative tidak stabil dalam serum yang beku.

Beberapa hal yang harus dipertimbangkan pada pemeriksaan petanda biokimia tulang adalah:

Karena petanda biokimia tulang hanya dapat diukur dari urin,maka harus diperhatikan kadar kreatinin dalam darah dam urin karena akan mempengaruhi hasil pemeriksaan

Pada umumnya petanda formasi dan resopsi tulang memiliki ritme sirkadin,sehingga sebaiknya diambil sampel urin 24 jam apabila tidak mungkin dapat dsigunakan urin pagi yang kedua karena kadar tertinggi petanda biokimia tulang dalam urin adalah antara pukul 04.00-08.00 pagi.Kadar OC dan PICP juga mencapai kadar tertinggi didalam serum antara pukul 04.00-08.00

Petanda biokimia tulang sangat dipengaruhi oleh umur,karena pada usia muda juga terjadi peningkatan bone turnover

Terdapat perbedaan hasil pada penyekit-penyakit tertentu misalnya pada penyakit Paget,BSAP lebih tinggi peningkatannya dibandingkan OC,terapi bisfosfonat akan menurunkan kadar Pyd dan Dpd yang terikat protein tanpa perubahan eksresi Pyd dan Dpd urin,baik yang bebas maupun yang terikat protin.

Manfaat pemeriksaan petanda biokimia tulang :

Prediksi kehilangan massa tulang

Prediksi risiko fraktur

Se;eksi pasien yang membutuhkan antiresorptif

Evaluasi efektivitas terapi

2. Pemeriksaan radiologisPemeriksaan radiologic untuk menilai densitas massa tulang sagat tidak sensitive. Seringkali pengurangan densitas massa tulang spinal lebih dari 50% belum memberikan gambaran radiologic yang spesifik. Selain itu, teknik dan tingginya kilovoltage juga mempengaruhi hasil pemeriksaan radiologic tulang.

Gambaran radiologic yang khas pada osteoporosis adalah penipisan korteks dan daerah trabekuler yang lebih lusen.hal ini akan tampak pada tulang-tulang vertebra yang memberikan gambaran picture-frame vertebra.

Pada tulang-tulang vertebra, pemeriksaan radiologic sangat baik untuk mencari adany6a fraktur kompresi, fraktur baji atau fraktur bikonkaf. Pada anak-anak, fraktur kompresi yang timbul spontan dan berhungan dengan osteoporosis yang berat, misalnya pada osteogenesis imperfekta, rikets, arthritis rheumatoid juvenile, penyakit crohn atau penggunaan steroid jangka panjang. Bowing deformity pada tulang-tulang panjang, sering di dapatkan pada anak-anak dengan osteogenesis imperfekta, rikets, dan dysplasia fibrosa.

Resorpsi subperiosteal merupakan gambaran patognomonik hiperparatiroidisme, terlihat pada 10% kasus, terutama pada daerah radial falang medialjari II dan III. Kelainan ini akan tampak dengan baik apabila menggunakan film mamografi. Selain itu dapat juga terlihat lesi fokal atau multiple yang juga spesifik untuk hiperparatiroidisme yang disebut brown tumor (osteoklastoma) yang berisi sel-sel raksasa yang sengat responsive terhadap PTH. Kelainan ini akan hilang dengan pembuangan adenoma paratiroid.

Vertebra

Gambaran osteoporosis pada foto polos akan menjadi lebih radiolusen tetapi baru terdeteksi setelah terjadi penurunan massa tulang sekitar 30%. Variabilitas factor teknis dalam pengambilan foto polos, dan variasi jenis serta ketebalan jaringan lunak yang tumpang tindih dengan vertebra akan mempengaruhi gambaran radiologisnya dalam menilai densitas tulang. Selain itu adanya kompresi vertebra, akan meningkatkan densitas tulang karena terjadi pemadatan trabekula dan pembentukan kalus. Tetapi ada pendapat lain yang menyatakan bahwa angka 30% itu karena berdasarkan misinterpretasi pada penelitian in vitro yang telah dilakukan 40 tahun yang lalu. Lachman dan Whelan menunjukan bahwa hal tersebut benar untuk daerah kortikal sedangkan pada tulang-tulang yang mempunyai kadar trabekula tinggi osteoporosis dapat dilihat secara radiogram bila terjadi deficit mineral tulang sebesat 8-14%.

Terdapat 6 kriteria yang dianjurkan dalam menentukan osteoporosis vertebra :

1. Criteria yang paling subyektif adalah peningkatan daya tembus sinar pada korpus vertebra atau penurunandensitas tulang.

2. Hilangnya trabekula horizontal disertai semakin jelasnya trabekula vertical. Resorpsi, penipisan dan menghilangkan terutama pada trabekula horizontal dibandingkan trabekula yang vertical sehingga menghasilkan gambaran densitas striata vertical. Adanya diskrepansi resorpsi trabekula dapat berkaitan dengan efek dari kompresi, yang selanjutnya terjadi tulang subkondral yang tipis dan tegas.Kriteria bone atrophy class merupakan salah satu metode yang dapat digunakan dalam menilai osteoporosis berdasarkan perubahan trabekulasi. Kriteria bone atrophy class membagi tingkatan perrubahan trabekulasi menjadi 4 tingkatan, yaitu:

Klas0 : Normal

Klas I: trabekula longitudinal lebih jelas

Klas II: trabekula longitudinal menjadi besar

Klas III: trabekula longitudinal menjadi tidak jelas

3. Pengurangan ketebalan korteks bagian anterior korpus vertebra. Pemeriksaan ini sangat sulit karena tebal korteks yang sangat kecil sehingga menimbulkan kesalahan dalam pengukuran selain sulit menentukan tepi korteks.

4. Perubahan end plates, baik secara absolute maupun relative dengan membandingkan antara korpus vertebra dengan end plates. Penurunan kandungan kalsium dalam vertebra menghasilkan end plates akan semakin jelas terlihat. Indicator perubahan end plates ini merupakan indicator yang paling sensitive dalam menentukan osteoporosis.

5. Abnormalitas bentuk korpus vertebrae dapat berupa bentuk baji ( diameter vertebra anterior kurang atau lebih rendah dari bagian posterior ), bikonkaf, fraktur kompresi (bila tinggi kedua tepi vertebra berkurang).

Menurut penelitian oda dkk bahwa bentuk baji dari vertebra merupakan deformitas tulang yang paling sering terjadi, kemudian diikiui bikonkaf, flat/fraktur vertebra. Terdapat beberapa cara dalam menilai bikonkavitas vertebra, salah satu diantaranya spine score yang digunakan barnet dan nordin dengan membandingkan presentasi antara tinggi vertical dengan korpus vertebra lumbal 3 bagian tengah (melalui pusat vertebra) dengan tinggi vertical bagian anterior pada foto lateral vertebra lumbal. Apabila spine score < 80 menunjukan osteoporosis. Salah satu usaha untuk menentukan tingkat atau derajat skala osteopenia pada tulang vertebra yaitu menggunakan metode saville dengan penilaian terhadap densitas, end plates, dan trabekula vertical. Skor osteopenia semikuantintatif saville sederhana dan mudah diaplikasikan tetapi membutuhkan interpretasi yang yang masih subyektif. Terdapat kolerasi yang kasar/luas antara nilai skor osteopeni dengan pengukuran densitas mineral tulang DXA pada vertebra dan femur.-grade 0 : densitas tulang normal

-grade 1 : kehilangan densitas minimal, end plates mulai memperlihatkan efek stensil

-grade 2 : garis striata vertical lebih jelas; end plates lebih tipis

-grade 3 : kehilangan densitas tulang lebih berat dari grade 2, end plates menjadi kurang terlihat

-grade 4 : korpus vertebra ghos like, densitas tidak lebih besar dari jaringan lunak dan tidak ada bentuk trabekula yang terlihat.

Beat dkk mencoba membuat kriteria penilaian spesifik perubahan yang terjadi pada vertebra yang dapat dilihat pada foto lateral yaitu :

1. Derajat keganasan (promine) end plates disbanding korpus vertebra lumbal-1

2. Densitas korpus vertebra disbanding jaringan lunak yang berdekatan

3. Derajat bikonkaf

4. Jumlah trabekula

5. Keganasan trabekula

6. Perkiraan keadaan osteopenia vertebra lumbal-1

7. Perkiraan keadaan osteopeni seluruh vertebra lumbal.

Setelah dibandingkan dengan pengukuran densitas mineral tulang melalui metode Q-CT pada vertebra pada batas ambang fraktur yaitu 110 mg/cm3 (kehilangan massa tulang sekitar 40% dibandingkan nilai maksimal pada usia 35 sebesar 175 mg/cm3 ) ternyata diperoleh data bahwa kriteria radiologis yaitu keadaan osteopeni pada vertebra lumbal-1 mempunyai dengan kolerasi yang paling tinggi, diikuti dengan densitas korpus vertebra dibandingkan dengan jaringan lunak yang berdekatan. Kemudian jumlah trabekula. Ketiga kriteria radiologis tersebut ternyata bermakna pada densitas mineral tulang diatas 110 mg/cm3. Sehingga disimpulkan kriteria radiologis pada foto polos vertebra lumbal lateral dapat memperkirakan densitas tulang pada penderita non osteoporosis (diatas ambang fraktur) serta dapat memperkirakan kuantitas tulang vertebra (kehilangan mineral tulang dibawah 40%).

6. Metode terakhir dalam diagnosis osteoporosis dengan menemukan fraktur spontan atau setelah trauma ringan pada foto vertebra.Kondisi foto dan posisi kemiringan vertebra lumbal sangat mempengaruhi penilaian densitas tulang. Perbedaan kontras antara korpus vertebra dengan jaringan lunak sekitarnya akan memberikan perbedaan dalam penilaian trabekula. Hal ini juga di pengaruhi oleh banyak factor, termasuk diantranya ukuran kolimasi sumber sinar, kilovoltage sinar-X, energy total sinar-X, jumlah sinar hambur, efisiensi potter-bucki grid, tipe film yang digunakan dan proses fotografi. Keadaan inspirasi dapat memberikan keadaan lebih porotik pada vertebra torakal.

Yuan X, takahashi dkk meneliti kolerasi foto polos vertebra lumbal lateral dari L2 sampai L4, ternyata visualisasi radiografik L3 lebih baik di bandingkan L2 meupun L4 sehingga sangat membantu dalam mendeteksi atrofi tulang secara radiografik.

Femur ProksimalTelah lama diketahui bahwa bagian ujung proksimal tulang femur terdiri dari trabekula tulang yang tersusun dalam 2 lengkung yang saling menyilang. Dan telah dibuktikan melalui analisa matematika bahwa susunan trabekula ini berkaitan dengan weight bearing dimana tekanan yang diterima kaput femoris diteruskan ke shaft tulang femur melalui susunan trabekula ini.Pada tahun 1970 Singh dkk telah berhasil menetapkan bentuk trabekula pada ujung atas femur sebagai sebuah indeks osteoporosis. Terdapat 5 kelompok anatomi trabekula sebagai berikut :

1. Principal compressive group, berupa deretan trabekula yang berjalan dari medial kortek leher femur kea rah bagian atas kaput femoris, merupakan trabekula paling tebal dan dense.

2. Secondary compressive group, traekula yang berjalan sedikit melengkung dari bagian leher femur dibawah dari kelompok Principal compressive kea rah tokhanter mayor. Trabekulanya tipis dan agak renggang.

3. Greater trochanter group, merupakan trabekula tipis dan berbatas kurang tegasdari kelompok tensile yang berjalan dari lateral dibawah tokhanter mayor menuju kearah atas dan berakhir pada permukaan superior tokhanter mayor.

4. Principal tensile group, kelompok trabekula yang berjalan kurvalinier dari korteks lateral tepat dibawah tokhanter mayor menyilang leher femur kearah bagian inferior kaput femoris, merupakan trabekula tensile yang paling tebal.

5. Secondary tensile group, kelompok trabekula yang berjalan mulai dari korteks lateral dibawah kelompok Principal tensile kearah superior dan medial menyilang leher femur. Pada daerah leher femur tardapata area segitiga disebut segitiga ward yang sabgat sedikit mengandung trabekula dan di kelilingi oleh kelompok Principal compressive, Secondary compressive dan tensile.Singh dkk telah mencoba menghubungkan bentuk dari kelompok-kelompok trabekula tersebut dengan berat ringanya osteoporosis dibandingkan dengan biopsy tulang dan didapatkan hasil yang sangat bermakna. Dengan resorpsi trabekula dini diperhatikan atenuasi dari struktur trabekula principal compressive dan principal tensile.Trabekula di proksimal femur dapat dilihat dengan baik bila dibuat rontgenogram pada daerah hip (leher femur) dengan menggunakan exposure yang adekuat agar dapat melihat detil makroskopis arsitektur susunan trabekulanya. Pada perjalanan osteoporosis dapat terjadi penipisan trabekula dan beberapa diresorpsi sempurna, sehingga trabekula yang tebal akan lebih nyata pada foto polos. Bila proses osteoporosis terus berlanjut, maka trabekula yang tebal akan teresorpsi juga.Indeks Singh terdiri dalam 6 grade yaitu :1. Grade 6, semua struktur kelompok trabekula terlihat, segitiga ward kurang jelas dan didalamnya tampak struktur trabekula tipis yang tidak lengkap yang menandakan tulang normal.

2. Grade 5, tampak atenuasi struktur kelompok principal compressive dan principal tensile kerena resorpsi trabekula yang tipis. Secondary compressive kurang jelas. Segitiga ward tampak kosong dan lebih prominen. Stadium ini menunjukkan stadium dini osteoporosis.

3. Grade 4, trabekula tensile tamak lebih berkurang, tarjadi resorpsi dimulai bagian medial, sehingga principal tensile bagian lateral masih dapat diikuti garisnya, sementara secondary tensile telah menghilang. Sehingga segitiga ward batas lateralnya terbuka.stadium ini menunjukkan transisi antara tulang normal dengan osteoporosis.

4. Grade 3, tampak principal tensile terputus di area yang berseberangan dengan tokhanter mayor sehingga trabekula tensile hanya terlihat dibagian atas leher femur. Stadium I ni menunjukkan keadaan definite osteoporosis.5. Grade 2, hanya tampak principal compressive yang prominen sedangkan kelompok trabekula lain tidak/kurang jelas karena sebagian besar telah teresorpsi.keadaan ini meunjukkan moderately advanced osteoporosis.6. Grade 1, principal compressive tidak menonjol dan berkurang jumlahnya, keadaan ini menunjukkan keadaan osteoprorsis berat.

Pengukuran indeks Singh dapat dilakukan pada salah satu sisi tubuh, karena telah dibuktikan tidak ada perbedaan bermakna pada kedua sisi tersebut. Pada penelitian indeks Singh, pengukuran di lakukan oleh 3 orang observer dan dibandingkan hasilnya serta diulang pembacaan fotonya masing-masing dalam 3 bulan. Ternyata didapatkan hasil tidak berbeda bermakna.Ketebalan kortaks leher femur diukur melalui tokhanter minor bagia atas dan peneliti lain menyatakan sebagai ketebalan dari calcar femorale. Indeks kortek leher femur adalah rasio antara ketebalan kortek leher femur dibagi diameter terpendek leher femur. Pada penelitian gutteridge (unpublished) menunjukkan bahwa indeks kortek femur berkorelasi dengan pengukuran DXA femur pada wanita pasca menopause yang mempunyai fraktur vertebra.

Skintigrafi Tulang Skintigrafi tulang dengan menggunakan Technetium-99m yang dilabel pada metilen difosfonat atau hidroksimetilen difosfonat, sangat baik untuk menilai metastasis pada tulang, tumor primer pada tulang, osteomielitis dan nekrosis aseptik. Diagnosis skintigrafi tulang ditagakkan dengan mencaai uptake yang meningkat, baik secara umum maupun secara lokal.

TERAPI

Prinsip pengobatan pada osteoporosis adalah:

Meningkatkan pembentukan tulang, obat-obatan yang dapat meningkatkan pebentukan tulang adalah: Na-fluorida dan steroid anabolik.

Menghambat resobsi tulang, obat-obatan yang dapat menghambat resorbsi tulang adalah: kalsium, estrogen, kalsitunin dan difosfonat.

1. Na-Fluorida

Na fluorida merupakan ombentuka tulang yang positif. Peningkatan massa tulang terjadi dengan cara merangsang osteoblas. Pada pemberian Na-fluorida, terbentuklah Fluorapatite (kristal tulang baru), dengan demikia massa tukang akan bertambah dan tulang tidak mudah rapuh/fraktur. Dosis terapi:44-88 mg/ hari diberikan dalam dosis terbagi daripada waktu peit kosong. Efek samping: iritasi lambung,tendinitis/fasiitis,artritis.

2. Steroid anabolik

Steroid anabolik merupakan embentukan tulang yang positif, mungkin oleh karena terjadinya rangsangan pada osteoblas tanpa mempengaruhi resorbsi tulang. Efek samping: peungkatan enzim hati,retensi cairan,efek androgenik dan penurunan HDL.

3. Kalsionin

Kalsitonin yang berada dipasran adalah salmon kalsitonik sintetik. Kalsitonin bekeja menghambat aktivitas osteoklas, sehingga resorbsi tulang dihambat. Efek pembentukan tulang tidak dihambat,sehingga akan terjadi peningkatan massa tulang. Disamping itu salmon kalsitonin ternyata mempunyai efek analgesik, mungkin karena stimulasi beta-endorfin. Efek samping biasanya minimal, antara lain: flusing(sementara), mual dan diare (jarang). Di Amerika Serikat pemakaian salmon kalsitonin untuk kasus osteoporosis telah disetujui oleh FDA dengan doss 100 IU sehari. Walaupun demikian, pada penelitian ternyata pemberian salmon kalsitonin dengan dosis 50 UI selang sehari, ternyata lebih efektif. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh postulat down regulation pada reseptor kalsitonin dalam pemberian dosis tinggi.

4. Kalsium

Kalsium ternyata merupakan unsur yang sangat diperlukan tubuh, baik pada masa pertumbuhan maupun pada masa post menopause. Pada masa pertumbuhan, pemberian kalsium dengan dosis yang cukup akan mengakibatkan pertumbuhan tulang dapat mecapai maksimal, sedang pemberian kalsium pada masa post menopause dapat menghambat resorbsi tulang,terutama pada bagian korteks.

Dosis : untuk menghambat resorbsi tulang pada oasien perimenopause, dianjurkan untuk meminum kalsium antara 1000-1200 mg/hari dan untuk pasien post menopause,dianjurkan antara 1200-1500 mg/hari.

Hati-hati pemberian kalsium oada :pasien dengan hiperkalsiuria dan pasien dengan riwayat batu ginjal.

5. Estrogen

Kekurangan estrogen dapat dijumpai pada kasus post-menopause. Kekurangan esrogen akan mengakibatkan penungkatan resorbsi tulang, terutama tulang bagian korteks. Pemberian estrogen pada kasus post-menopause, dengan cepat akan menghambat resorbsi tulang, kemudian sesudah selang beberapa saat akan diikuti pula pembentukan tulang yang terhambat. Jadi pemberian estrogen akan menghasilkan peningkatan massa tulang yang kemudian diikuti meningkatan pembentukan tulang. Hal ini akan berakibat: makinbesar keberhasilan dalam usaha mempertahankan massa tulang.

Mekanisme kerja estrogen pada psteoporosis belum diketahui dengan pasti, diduga sebagai berikut:

Osteoblas mempunyai reseptor estrogen,sehingga pada penberian estrogen akan merangsang fungsi osteoblas.

Menghambat fungsi osteoklas, hal ini ditunjang oleh data biokimia dan histologi.

estrogen merangsng sekresi kalsitonin dan kalsitonin mempunyai kemampuan untuk menghambat kerja osteoklas. Pencegahan

Pencegahan osteoporosis dapat dilakukan sedini mungki, yaitu sejak masa pertumbuhan /dewasa muda. Pencegahan osteoporosis pada usia muda, mempunyai tujuan :

Mencapai masa tulang dewasa ( proses kondolisasi ) yang optimal.

Mengatur makanan dan kebiasaan gaya hidup yang menjamin seseorang tetap bugarContoh :

Diet dengan tinggi kalsium (1000 mg/hari)

Latihan teratur tiap hari

Hindari:

1. Makanan tinggi protein

2. Minum alkohol

3. Merokok

4. Mnum kopi

5. Minum antasida yang mengandung aluminium.

2.4. HORMON THYROID, PARATHYROID SERTA PENGATURANNYA DI HIPOTALAMUS

HORMON THYROID.

Hormon thyroid yang memiliki hubungan dalam keseimbangan / homeostasis kalsium adalah kalsitonin. Kalsitonin adalah suatu peptide yang terdiri dari 32 asam amino bekerja menghambat osteoklas sehingga resorpsi tulang tidak terjadi. Hormone ini dihasilkan oleh sel C parafolikular kelenjar tiroid dan disekresi akibat adanya perubahan kadar kalsium plasma. Kalsitonin baru akan dilepaskan bila terjadi hiperkalsemi dan sekresi akan berhenti bila kadar kalsium menurun atau hipokalsemi. Pemberian kalsitonin secara intravena akan menyebabkan penurunan secara cepat kalsium plasma dan fosfat plasma melalui pengaruh kalsitonin pada tulang dengan mengahambat osteoklas. Osteoklas dibawah pengaruh kalsitonin akan mengalami perubahan morfologi. Dalam beberapa menit osteoklas akan menghentikan aktivitasnya kemudian mengerut dan menarik ruffled border dari permukaan tulang.

Reseptor kalsitonin selain terdapat pada sel osteoklas juga terdapat di seltubulus proksimal ginjal sehingga kalsitonin memiliki peran pada ginjal. Pad ginjal kalsitonin akan meningkatkan ekskresi fosfat melalui hambatan absorpsi fosfat, mempunyai efek natriuresis ringan sehingga ekskresi kalsium oleh ginjal dapat meningkat namun hal ini tidak memberikan efek pada kalsium plasma.

HORMON PARATHYROID.

Kelenjar parathyroid terdapat di bagian posterior kelenjar thyroid, ada dua buah pada tiap sisi. Kelenjar parathyroid mengeluarkan hormone parathyroid dan merupakan hormone utama yang mengatur metabolisme kalsium untuk mempertahankan agar kadar kalsium plasma dalam batasan normal. Hormone parathyroid terdiri atas 84 asam amino rantai tunggal.

Pada suatu keadaan hipokalsemi, sekresi berlangsung dalam tiga tahap:

Tahap dini berlangsung beberapa menit, merupakan respon cepat dari sel-sel paratiroid melepaskan hormone paratiroid yang sudah tersedia dalam sel terhadap suatu keadaan hipokalsemi.

Tahap kedua yang terjadi beberapa jam kemudian meruapakn aktivitas dai kelenjar paratiroid menghasilkan hormone paratiroid lebih banyak.

Tahap ketiga apabila hipokalsemi masih berlangsung maka dalam beberapa hari akan terjadi repliaksi sel untuk memperbanyak massa sel kelenjar paratiroid.

Dalam keadaan normal hormone partiroid bekerja mempertahankan kadar kalsium dalam plasma agar tidak terjadi hipokalsemi. Dalam kaitannya dengan metabolisme kalsium, hormone paratiroid bekerja secara langsung pada dua alt yaitu ginjal dan tulang, dan secara tidak langsung pada usus halus melalui metabolisme vitamin D. mekanisme kerja hormone paratiroid pada organ tersebut sebagai berikut:

Pada tulang, hormone paratiroid meningkatkan resorpsi kalsium dan fosfat dengan mengaktifkan sel osteoklas.

Pada ginjal, hormone paratiroid melalui dua jalur yaitu:

a) Reabsorpsi kalsium. Di ginjal hormone paratiroid meningkatkan reabsorpsi kalsium dan menurunkan reabsorpsi fosfat. Reabsorpsi kalsium di ginjal terjadi pada tubulus proksimal (65%), ansa henle (25%) dan sisanya di tubulus distal. Selain meningkatkan reabsorpsi kalsium juga meningkatkan reabsorpsi magnesium dan meningkatkan ekskresin fosfat dan bikarbonat melalui air seni.b) Merangsang kerja enzim 1-hidroksilase di ginjal sehingga meningkatkan perubahan 25 hidroksikolekalsifirol menjadi 1,25 dihidroksikolekalsiferol.

Pelepasan hormone paratiroid sendiri sangat tergantung pada kadar kalsium plasma. Pada keadaan hipokalsemi, kelenjar paratiroid akan cepat bereaksi melepaskan hormone paratiroid untuk meningkatkan kadar kalsium plasma agar kembali normal. Pada saat kadar kalsium plasma sudah normal. Kalsitriol dapat menekan pelepasan hormone paratiroid.

2.5. METABOLISME KALSIUM, FOSFAT, DAN VITAMIN D

KALSIUM.

Tubuh orang dewasa diperkirakan mengandung 1000 gram kalsium. Sekitar 99% kalsium ini berada didalam tulang di dalam bentuk hidroksiapatit dan 1% lagi berada didalam cairan ekstraselular dan jaringan lunak. Didalam cairan ekstarselular, konsentrasi ion kalsium (Ca2+) adalah 103 M, sedangkan didalm sitosol 106 M.

Kalsium memegang 2 peranan fisiologik yang penting didalm tubuh didalam tulang garam-garam kalsium berperan dalam menjaga integritas struktur kerangka, sedangkan didalam cairan ekstraselular dan sitosol, Ca2+ sangat berperan dalam berbagai proses biokimia tubuh. Kedua kompartemen tersebut selalu berada dalam keadaan yang seimbang.

Didalam serum, kalsium berada dalam 3 fraksi yaitu Ca2+ sekitar 50%, kalsium yang terikat albumin sekitar 40%, dan kalsium dalam bentuk kompleks, terutama sitrat dan fosfat adalah 10%. Kalsium ion dan kalsium kompleks mempunyai sifat dapat melewati membran semipermeabel, sehingga akan difiltrasi diglomerulus secara bebas. Reabsorpsi kalsium di tubulus ginjal terutama terjadi di tubulus proksimal yaitu sekitar 70%, kemudian 20% di ansa henle dan sekitar 8% ditubulus distal. Pengaturan ekskresi kalsium di urin, terutama terjadi ditubulus distal. Sekitar 90% kalsium yang terikat protein , terikat pada albumin dan sisanya terikat pada globulin. Pada pH 7,4 setiap gr/dL albumin akan mengikat 0,8 mg/dL kalsium. Kalsium ini akan terikat pada gugus karboksil albumindan ikatannya sangat tergantung pada pH serum, pada kasus asidosis yang akut, ikatan ini akan berkurang sehingga kadar Ca+ akan meningkat, dan sebaliknya pada alkalosis akut.

Secara fisiologis Ca2+ ekstraselular memegang peranan yang sangat penting yakni:

berperan sebagi kofaktor pada proses pembekuan darah, misalnya untuk factor VH, IX,X, dan protrombin.

Memelihara mineralisasi tulang

Berperan dalam stabilisasi membran plasma dengan berikatan pada fosfolipid dan menjaga permeabilitas membran plasma terhadap ion Na+. penurunan kadar Ca 2+ serum akan meningkatkan permeabilitas membran plasma terhadap Na+ dan menyebabkan peningkatan respons jaringan yang mudah terangsang.

Kadar Ca2+ didalam serum diatur oleh 2 hormon penting yaitu PTH dan 1,25 (OH)2 vitamin D. di dalam sel pengaturan homeostasis kalsium sangat kompleks, sekitar 90-99% kalsium intrasel, berada didalam mitokondria dan mikrosom. Rendahnya kadar Ca2+ di dalm sitosol diatur oleh 3 pompa yang terletak pada membran plasma, membran mikrosomal , dan membran mitokondria yang sebelah dalam. Pada otot rangka dan otot jantung, kalsium berperan pada proses eksitasi dan kontraksi jaringan tersebut. Pada otot rangka, mikrosom berkembang sangat baik menjadi retikulum sarkoplasmik dan merupakan gudang kalsium yang sangat penting didalam sel yang bersangkuatan. Depolarisasi membran plasma akan diikuti dengan masuknya sedikitCa2+ ekstraselular kedalam sitosol dan hal ini akan mengakibatkan terlepasnya Ca2+ secara berlebihan dari reticulum sarkoplasmik kedalam sitosol. Kemudian Ca2+ akan bereaksi dengan troponin yang akan memngakibatkan interaksi aktin miosin dan terjadilah kontraksi otot. Sedangkan prose relaksasi otot akan didahului oleh reakumulasi Ca2+ oleh vesikel reticulum secara cepat dari dalam sitosol, sehinggga kadar Ca2+ didalam sitosol akan kembali normal.

Sel utama kelenjar paratiroid sangat sensitive dengan kadar Ca2+ didalam serum. Peran PTH pada reabsorbsi Ca didalam tubulus distal, resorpsi tulang dan peningkatan absorbsi kalsium di usus melalaui peningkatan 1,25 dihidroksikolekalsiferol vitamin D, sangat penting untuk menjaga kadar Ca++ didalam serum. Selain itu peningkatan PTH akan menurunkan renal tubular phosphate threshold (TmP/GFR) sehingga fosfat yang diserap dari usus dan dimobilisasi dari tulang akan diekskresi oleh ginjal.

FOSFOR.

Tubuh orang dewasa mengandung sekitar 600 mg fosfor sekitar 85% berada didalam tulang dalam bentuk Kristal. Dan 15% berada didalam cairan ekstraselular. Sebagian besar fosfor ekstarselular berada dalam bentuk ion fosfat anorganik didalam jaringan lunak, hampir semuanya berada dalam bentuk ester fosfat. Fosfat intraselular, memegang peranan yang penting didalam proses biokimia intrasel, termasuk pada pembentukan dan transfer energy selular.

Didalam serum fosfat anorganik juga terbagi kedalam 3 fraksi, yaitu ion fosfat, fosfat yang terikat protein dan fosfat dalam bentuk kompleks dengan Na, Ca, dan Mg. fosfat yang terikat protein hanya 10% sehingga tidak bermakna dibandingkan keseluruhan fosfat anorganik didalam serum. Dengan demikian, sekitar 90% fosfat (ion dan kompleks) akan dengan mudah difiltrasi diglomerulus.

Ginjal memiliki peranan yang sangat penting pada homeostasis fosfor didalam serum. Beberapa factor baik, intrinsic maupun ekstrinsik, yang mempengaruhi renal tubular phosphorus threshold (TmP/GFR), akan dapat mempengaruhi kadar fosfat didalam serum, misalnya pada hiperparatiroidisme sekunder, TmP/GFR akan menurun, sehingga terjadi ekskresi fosfat yang berlebihan, akibatnya, akibatnya timbul hipofosfatemia. Sebaliknya pada gangguan fungsi ginjal dan hipoparatiroidisme, TmP/GFR akan meningkat, sehingga ekskresi fosfat menurun dan terjadilah hiperfosfattemia.

Secara biologis, hasil kali Ca X P selalu konstan, sehingga peningkatan kadar fosfat didalam serum akan diikuti dengan penurunan kadar Ca serum, dan yang terakhir ini akan merangsang peningkatan produksi PTH yang akan menurunkan TmP/GFR sehingga terjadi ekskresi fosfat melalui urin dan kadar fosfat didalam serum kembali menjadi normal, demikian pula kadar Ca didalam serum. Pada gagal ginjal kronis, terjadi hiperfosfatemia yang menahun, sehingga timbul hipertiroididsme sekunder akibat Ca serum yang rendah.

VITAMIN D.

Vitamin D dalam tubuh kita berasal dari dua sumber yaitu yang berasal dari makanan baik dari tumbuh-tumbuhan ( vitamin D2= ergokalsiferol) atau dari hewan ( vitamin D3= kolekalsiferol), dan yang dibentuk dikulit. Di daerah tropis, kulit kita cukup menghasilkan vitamin D, akan tetapi pad daerah yang berada jauh dari garis equator, asupan vitamin D yang berasal dari luar sungguh sangat penting.

Vitamin D yang dibentuk dikulit yaitu vitamin D3 ( 7 dehidrokolesterol) akan mengalami dua kali hidroksilasi sebelum menjadi vitamin D yang biologis aktif yaitu 1,25 dihidroksivitamin D atau kalsitriol, yang lebih tepat disebut sebagi suatu hormone daripada vitamin. Hidroksilasi vitamin D didalam tubuh terjadi sebagi berikut:

1) Hidroksilasi pertama terjadi di hati oleh enzim 25-hidroksilase menjadi 25-hidroksikolekalsiferol yang kemudian dilepas ke darah dan berikatan dengan suatu protein ( vitamin D binding protein) selanjutnya diangkut keginjal.2) Hidroksilasi kedua terjadi di ginjal yaitu oleh enzim 1-hidroksilase sehingga 25-hidroksikolekalsiferol menjadi 1,25 di hidroksikolekalsiferol atau kalsitriol yang merupakan suatu hormone yang berperan penting dalam metabolisme kalsium

Gambar 1. Sintesis dan tempat kerja vitamin D

Peranan hormone paratiroid dalam kaitan dengan perubahan metabolisme vitamin D adalah dalam perubahan dari 25-hidroksivitamin D atau kalsitriol diginjal. Pada keadaan dimana terjadi hipokalsemi, maka kelenjar paratiroid akan melepaskan hormone paratiroid lebih banyak dan hormone ini akn merangsang ginjal menghasilkan lebih banyak 1,25 dihidroksivitamin D atau kalsitriol. Fungsi dari kalsitriol adalah meningkatkan kadar kalsium dan fosfat dalam plasma, dengan demikian mempertahankam keadaan agar mineralisasi tulang tetap terjamin. Vitamin D bekerja pada 3 alat yaitu :

1) Di usus, kalsitriol meningkatkan penyerapan kalsium dan fosfat dan dianggap sebagai fungsi utama kalsitriol dalam metabolisme kalsium. Pada keadaan hipokalsemi berat misalnya pada pasca tiroidektomi yang menakibatkan kelenjar paratiroid ikut terangkat , pemberian kalsium oral tidak cukup untuk memperbaiki kadar kalsium tanpa penambahan vitamin D.2) Di tulang, vitamin D mempunyai reseptor pada sel osteoklas, oleh karena itu vitaminD mempunyai efek langsung pada tulang yang kerjanya mirip dengan hormone paratiroid yaitu mengaktifkan sel osteoklas.3) Di ginjal, sendiri kalsitriol menurunkan reabsorbsi kalsium di tubuli ginjal.

BAB IIIPENUTUP

3.1. Kesimpulan

Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh penurunan densitas massa tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah.

Osteoporosis primer Tipe 1: tipe yang timbul pada wanita pasca menopouse. Terjadi karena kekurangan estrogen (hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita. Tipe 2 : Tipe II : terjadi pada lanjut usia, baik wanita maupun pria. Kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan diantara kecepatan hancurnya tulang dan pembentukan tulang yang baruOsteoporosis sekunder : Kurang dari 5% penderita osteoporosis juga mengalami osteoporosis sekunder, yang disebabkan oleh keadaan medis lainnya atau oleh obat-obatanOsteoporosis idiopatik : Merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak diketahuiDAFTAR PUSTAKA

Guyton & Hall.2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 11. Penebit EGC : Jakarta

Price & Wilson. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit edisi 6. Penerbit EGC : Jakarta

Sudoyo,Aru W.et al.2006.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi IV.Penerbit FK UI : JakartaKULIT 7-DEHIDROKOLESTEROL

VITAMIN D PLASMA

USUS

HATI 25 (OH) vitamin D

ULTRAVIOLET

VITAMIN D MAKANAN

ALAT TUBUH TULANG, USUS, DAN GINJAL.

1,25 (OH) vitamin D

GINJAL 1- hidroksilase

31