seramid di sc

30
Seramid dan kulit Pendahuluan . Pencegahan desikasi merupakan fungsi utama dari kulit Fungsi , ini sebagian besar dilakukan oleh epidermis kulit terutama , ( ). oleh lapisan terluarnya stratum korneum SC Di permukaan kulit terdapat keseimbangan yang delicate antara kandungan . air dari SC dan udara Meskipun SC hanya mengandung air dalam , jumlah relatif sedikit tingkat kelembaban yang adekuat nampak berperan penting untuk fungsi barier normal serta . kesehatan kulit Untuk mempertahankan tingkat kelembaban , yang adekuat epidermis kulit telah mengembangkan suatu program diferensiasi yang menghasilkan serta mempertahankan lapisan SC yang tersusun atas komponen seluler dan

Upload: pramita-sari

Post on 27-Oct-2015

65 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

seramid di stratum korneum

TRANSCRIPT

Page 1: seramid di SC

Seramid dan kulit

Pendahuluan

Pencegahan desikasi merupakan fungsi utama dari kulit. Fungsi ini sebagian besar

dilakukan oleh epidermis kulit, terutama oleh lapisan terluarnya, stratum korneum

(SC). Di permukaan kulit terdapat keseimbangan yang delicate antara kandungan

air dari SC dan udara. Meskipun SC hanya mengandung air dalam jumlah relatif

sedikit, tingkat kelembaban yang adekuat nampak berperan penting untuk fungsi

barier normal serta kesehatan kulit. Untuk mempertahankan tingkat kelembaban

yang adekuat, epidermis kulit telah mengembangkan suatu program diferensiasi

yang menghasilkan serta mempertahankan lapisan SC yang tersusun atas

komponen seluler dan makromolekuler yang memenuhi kebutuhan strukturtural,

humectancy, serta perlindungan yang diperlukan untuk mencegah kehilangan air.

SC terdiri atas dua komponen dasar: korneosit (keratinosit pada tingkat

diferensiasi terminal) dan lipid. Secara analogis, susunan struktural SC nampak

menyerupai dinding batu bata. Analogi ini menunjukkan adanya gambaran

struktur heterogen dari dua komponen utama: batu bata dan semen (Gambar 19.1).

Pada model ini, batu bata korneosit mengisi sebagian besar tempat di dinding SC

dan nampak dikelilingi oleh semen lipid.

Matriks lipid merupakan sekitar 20% dari keseluruhan volume SC (sekitar

15% dari berat keringnya) dan merupakan fase kontinyu dari barier kulit. Susunan

lapisan lamelar ganda dari matriks lipid ini dapat dilihat dengan jelas

menggunakan mikroskop elektron pada sampel yang difiksasi menggunakan

ruthenium tetroksida (RuO4) (Gambar 19.2a). Saat ini sudah diketahui dengan

jelas, melalui berbagai percobaan tape-stripping dan ekstraksi lipid, bahwa barier

permeabilitas epidermis terutama berada pada lapisan lipid ganda dari SC. Sesuai

dengan analogi 'semen', ditemukan adanya bukti kuat yang menunjukkan bahwa

lipid juga berperan pada pembentukan semen interseluler, yang membantu

mempertahankan integritas jaringan.

Lapisan lipid ganda pada SC nampak memiliki komposisi, susunan dan

sifat fisik yang khas dibandingkan membran biologis lain. Spesies lipid yang

Page 2: seramid di SC

utama pada SC adalah seramid (sekitar 50% massa SC), asam lemak (10-20%

massa SC) dan kolesterol (25% massa SC). Selain itu, terdapat sejumlah kecil

kolesterol ester dan kolesterol sulfat yang nampak berperan penting pada fungsi

barier normal. Tidak ada fosfolipid pada SC yang sehat. Sebagian besar lipid di

SC berasal dari granula pelapis membran (MCG) (juga disebut sebagia badan

lamelar atau keratinosom) yang terbentuk di keratinosit stratum granulosum,

lapisan paling atas dari epidermis yang viabel. Pada tempat pertemuan antara

stratum granulosum dan SC, fosfolipid yang mengalami ekstrusi (sfingolipid) dan

penyusun membran plasma akan dipecah secara enzimatik saat mereka memasuki

SC untuk menghasilkan asam lemak bebas dan seramid. Sejumlah komponen ini

kemudian akan menyatu untuk membentuk lapisan lamelar ganda

berkesinambungan yang khas pada SC (Gambar 19.2b). Diperkirakan bahwa kulit

harus mensintesis sekitar 100–150 mg lipid per hari untuk menggantikan lipid

yang hilang pada proses deskuamasi normal. Sehingga kulit merupakan salah satu

lokasi sintesis lipid yang paling aktif di tubuh.

Bab ini membahas perkembangan terbaru dalam pemahaman mengenai

fungsi biologis seramid, spesies polar utama yang menyusun lipid ekstraseluler

dari SC.

Struktur seramid di stratum korneum

Selama 5 tahun terakhir, pemahaman kita mengenai heterogenisitas seramid sudah

semakin bertambah sejalan dengan berkembangnya sejumlah metodologi baru

yang sangat sensitif untuk medeteksi dan mengukur seramid, bahkan untuk

melakukan visualisasi menggunakan antibodi anti-lipid spesifik.

Saat artikel ini ditulis, kita sudah mengenal sekurangnya sembilan kelas

utama dari seramid bebas (yang tidak terikat korneosit). Selain itu, telah

diidentifikasi empat kelas spesies seramid dengan ikatan kovalen. Secara

keseluruhan sejumlah seramid ini berasal dari tiga prekursor lipid berbeda yang

disitesis di epidermis: epidermosida, glukosil-seramid, dan sfingomielin.

Epidermosida adalah prekursor glikasi dari seramid yang mengandung -

hidroksil. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa glukosil-seramid (berasal dari

Page 3: seramid di SC

isi MCG) dan sfingomielin (berasal dari membran plasma dan membran MCG)

dapat berperan pada pembentukan seramid SC, walaupun bukti menunjukkan

bahwa glukosilseramid mungkin merupakan sumber utama sintesis seramid.

Epidermosida merupakan prekursor untuk seramid dengan ikatan kovalen

bersama dengan seramid yang mengandung -hidroksil. Jalur umum sintesis

seramid dipaparkan pada Gambar 19.3.

Struktur kimia dari sembilan seramid SC manusia dapat dilihat pada

Gambar 19.4, dimana mereka diklasifikasikan menurut pembahasan dari Robson

dkk.

Literatur penelitian ilmiah dermatologi umumnya menggunakan aturan

nomenklatur numerik standar untuk mengklasifikasikan spesies seramid

berdasarkan nilai Rf relatif setelah dilakukan pemisahan menggunakan high-

performance thin-layer chromatography (HPTLC). Namun, praktek ini nampak

memiliki kekurangan, terutama dengan adanya teknik pemisahan yang lebih baik

dan dapat menunjukkan lebih banyak spesies seramid yang juga mengalami

migrasi pada pemeriksaan HPTLC. Dengan ditemukannya beberapa spesies

seramid baru yang belum dikenal sebelumnya, kita tidak dapat menamai semua

spesies seramid berdasarkan nilai RF relatifnya. Selan ini, nomenklatur lama ini

nampak bermasalah pada kondisi penyakit dimana dapat ditemukan berbagai

spesies kimia yang berbeda, atau saat melakukan perbandingan antar spesies

binatang yang berbeda, karena masing-masing spesies mungkin memiliki jumlah

absolut seramid yang berbeda.

Kebingungan mengenai nomenklatur seramid dapat diatasi dengan

menggunakan nomenklatur yang dibuat berdasarkan struktur kimia yang

sesungguhnya dan bukan berdasarkan Rf pada lempeng kromatografi. Cara ini

pertama kali dipaparkan beberapa tahun lalu dan mulai banyak digunakan pada

literatur mengenai barier kulit. Kami akan menggunakan nomenklatur kimia pada

keseluruhan bab ini. Nomenklatur ini pada dasarnya dibuat menurut tiga struktur

molekuler yang sesuai dengan rantai basa sfingoid: sfingosin (S), 6-hidroksi

sfingosin (H), dan fitosfingosin (P). Ditemukannya sfinganin sebagai basa

sfingoid baru pada seramid menunjukkan perlunya penambahan istilah pada

Page 4: seramid di SC

nomenklatur, dan kami memutuskan untuk menggunakan singkatan "SP" untuk

klasifikasi seramid yang mengandung sfinganin. Adanya kelompok non-hidroksi

pada rantai asam ditunjukkan dengan huruf "N", kelompok -hidroksi dengan

huruf "A", kelompok -hidroksi dengan huruf "O", dan hubungan ester dengan

huruf "E". Molekul lengkap akan disebut sebagai "seramid–asam–basa", dimana

singkatan untuk rantai asam diletakkan sebelum rantai basa (bila terdapat

hubungan ester pada rantai asam, maka keterangan ini akan diletakkan di depan).

Sebagai contoh, sfingosin 6-hidroksi dengan rantai asam lemak -hidroksi akan

disebut sebagai cer[AH]. Nomenklatur struktur kimia untuk sembilan seramid SC

manusia ini dipaparkan pada Tabel 19.1 bersama dengan perkiraan persentase

komposisi dari masing-masing spesies seramid.

Panjang rantai basa seramid SC manusia berkisar antara 18 sampai 22

atom karbon. Untuk seramid asam lemak nonhidroksi, panjang rantai asam lemak

terikat amida berkisar dari 16 sampai 32 atom karbon, dimana spesies rantai

utama umumnya memiliki 24 atau 26 atom karbon. Untuk seramid -hidroksi

(cer[EOS] dan [EOH]), panjang rantai asam lemak berkisar antara 30 sampai 34

atom karbon, dengan asan linoleat (C18:2) mengalami esterifikasi pada kelompok

(-hidroksi (II). Walaupun bukan fokus utama dari bab ini, perlu diperhatikan

bahwa panjang rantai asam lemak bebas di SC adalah C22 (11%), C24 (39%),

C26 (23%), dan C28 (8%). Dibandingkan dengan membran biologis lain, lapisan

lipid ganda pada SC memiliki sifat fisik yang tidak biasa, terutama karena adanya

rantai hidrokarbon panjang primer tak jenuh yang terdapat pada seramid dan asam

lemak. Sifat dari sejumlah lipid ini akan dibahas dengan singkat di bawah ini.

Seramid tertentu mengalami ikatan kovalen dengan bagian luar dari

protein korneosit pembungkus melalui pembentukan ikatan ester antara kelompok

hidroksil pada seramid dan karbonil pada protein lapis dari sel lapisan

pembungkus yang mengalami kornifikasi. Proses ini nampak dikatalisasi oleh

transglutaminase 1, sebuah enzim yang memerlukan kalsium dan sebelumnya

diperkirakan turut terlibat pada ikatan silang protein di dalam lapisan pembungkus

yang mengalami kornifikasi. Lapisan lipid pembungkus terutama tersusun atas

cer[OS] (seramid A) turunan dari cer[EOS], dan cer[OH] (seramid B) turunan dari

Page 5: seramid di SC

cer[EOH]. Baru-baru ini telah ditemukan dua spesies seramid baru dengan ikatan

kovalen, satu tersusun atas basa spinganin (C17-22), dan satu lagi menunjukkan

adanya basa fitosfingosin, dan keduanya berhubungan dengan asam -hidroksi

yang masing-masing disebut sebagai cer[OSP] dan cer[OP]. Data terbaru dari

Stewart dan Downing menunjukkan bahwa semua -hidroksiseramid dari

pembungkus lipid korneosit nampak berikatan dengan protein melalui kelompok

-hidroksil mereka.

Telah diketahui bahwa terdapat cukup banyak lipid yang berikatan kovalen

dengan pembungkus protein korneosit untuk dapat membentuk lapisan lipid

tunggal di atas permukaan masing-masing sel. Akan terbentuk rantai lipid yang

sangat panjang pada pembungkus seramid, sehingga akan membantuk barier air

yang mengelilingi tiap korneosit. Penelitian pada mencit menunjukkan bahwa

jumlah seramid yang berikatan kovalen berhubungan erat dengan fungsi barier

kulit. Fungsi penting dari lapisan ini adalah menutupi korneosit menggunakan

lapisan lipofilik sehingga berfungsi sebagai cetakan atau dasar untuk memasang

lipid badan lamelar yang mengalami ekstrusi di lapisan lamelar ganda. Pemberian

inhibitor spesifik -hidroksilasi topikal dapat menyebabkan gangguan yang

bermakna pada pembentukan MCG, susunan lipid, dan fungsi barier, dan ini

menunjukkan pentingnya peranan kelas seramid ini pada pembentukan dan

integritas barier.

Meskipun mayoritas seramid di dalam SC masih tetap utuh selama proses

maturasi, telah ditemukan adanya enzim hidrolisis seramid pada SC, dan enzim

ini mungkin menyebabkan terbentuknya produk degradasi seramid di jaringan.

Spesies lipid yang disebut sebagai asam asil, yang nampak sebagai bagian asam

lemak N-asil yang mengalami esterifikasi dari cer[EOS], dan basa sfingoid

bebas dapat ditemukan pada epidermis manusia. Kedua spesies lipid ini dapat

berasal dari hidrolisis cer[EOS] atau asilglukosil-seramid. Meskipun peranan dari

sejumlah produk degradasi ini masih belum jelas, sfingosin dan basa sfingosin

lain dapat turut terlibat pada fungsi pengiriman sinyal SC-epidermis, karena

keduanya dilaporkan dapat menginhibisi proliferasi keratinosit. Sejumlah

penelitian terbaru telah melaporkan bahwa sfingosin juga memiliki sifat

Page 6: seramid di SC

antimikroba yang poten, dan keberadaannya di SC mungkin merupakan bagian

dari pertahanan kulit terhadap invasi mikro-organisme.

Susunan lipid di stratum korneum

Lapisan lamelar ganda dari membran yang paling biologis mengandung lipid

dalam kondisi kristalina cair (L). Pada kondisi ini rantai lipid nampak

menunjukkan kelainan konformasional intramolekuler yang cukup besar. Lipid

pembentuk kristal cair alifatik dapat mengalami transisi yang reversibel antara

fase gel lamelar (L) dan fase L lamelar. Pada fase L, rantai hidrokarbon berada

dalam kondisi konformasi all-transs ekstensi penuh dan rantai tersusun dalam

barisan heksagonal. Lipid rantai panjang juga dapat mengisi lapisan lamelar ganda

dimana rantai tersusun dalam barisan ortorombik. Pada fase ini rantai akan

tersusun secara konformasional dalam suatu barisan kristalina yang sangat erat.

Pemahaman kita mengenai susunan lipid pada membran biologis sudah

sangat berkembang selama satu dekade terakhir seiring dengan dikembangkannya

sejumlah teknik biofisik yang dapat menunjukkan detail molekuler dari susunan

dan dinamika membran lipid. Penelitian ini mengakibatkan dilakukannya

modifikasi model susunan membran sel "mosaik cairan" menjadi paradigma

susunan membran lipid. Sehingga, pada berbagai jenis membran biologis dapat

ditemukan adanya domain lipid di membran sel lapis ganda serta di dalam tiap

lapisan membran. Kompleksitas komposisi lipid dari SC, serta sifat fisiknya yang

khas, jelas menunjukkan adanya susunan molekuler yang unik. Rantai karbon

yang sangat panjang dari seramid SC dan asam lemak bebas merupakan penentu

utama dari sifat fisik yang khas (untuk membran biologis) dari lapisan lipid ganda

SC. Selama beberapa tahun terakhir, sejumlah peneltian biofisik yang

menggunakan teknik seperti nuclear magnetic resonance (NMR), sinar X,

differential scanning calorimetry (DSC) dan spektroskopi Fourier transform

infrared (FTIR) telah menemukan gambaran tingkat molekuler yang cukup detail

untuk susunan lipid di SC.

Berbagai artikel yang sudah dipublikasikan telah menunjukkan bahwa

rantai hidrokarbon dari lipid SC nampak sangat teratur. McIntosh dkk., pada

Page 7: seramid di SC

sebuah penelitian menggunakan sinar X pada campuran yang mengandung

seramid, asam lemak dan kolesterol, menemukan lipig fase gel yang bertingkat

pada kolesterol 25 mol% yang tidak bergantung pada jumlah air maupun pada ada

atau tidaknya protein. Unit repetisi dari unit 130 Å pada sejumlah penelitian ini

diperkirakan berasak dari dua lapisan ganda. Pada penelitian menggunakan sinar

X pada SC marmut, White dkk. melaporkan adanya sejumlah lipid subsel

ortorombik kristalina pada suhu fisiologis. Lipid fase ortorombik juga telah

ditemukan oleh Bouwstra dkk. dalam sebuah penelitian menggunakan sinar X

pada isolat SC manusia serta pada penelitian difraksi elektron terbaru pada model

seramid-kolesterol-asam lemak di SC. Selain itu, Bouwstra dkk. telah

menunjukkan pentingnya cer[EOS] dalam menghasilkan susunan molekuler yang

diperlukan untuk fungsi barier kulit yang sehat.

Di laboratorium kami telah digunakan teknik spektroskopi inframerah

eksperimental yang dikembangkan untuk menilai susunan lipid pada lapisan lipid

ganda, membran sel, dan sel hidup guna mengamati perilaku molekuler dari

berbagai spesies seramid, baik secara tersendiri maupun pada model lipid untuk

SC. Penelitian ini menemukan bahwa tiap spesies seramid memiliki susunan yang

berbeda, yang menunjukkan adanya perbedaan interaksi intermolekuler antara

rantai hidrokarbon serta perbedaan yang bermakna pada interaksi pengikatan

hidrogen. Kemungkinan bahwa adanya kohesi yang baik pada SC, yang berarti

juga adanya fungsi barier yang baik, dapat disebabkan oleh adanya berbagai sifat

fisik yang berbeda dari sejumlah spesies heterogen ini.

Cer[EOS] perlu dibahas lebih dalam. Ini merupakan seramid yang

dominan dan mengandung asam lemak tak jenuh di SC, dan nampak sangat kaya

akan asam linoleat, yang mengandung minimal 20-30% asam lemak dengan

esterifikasi . Epidermis memiliki kebutuhan absolut untuk asam linoleat supaya

dapat mempertahankan fungsi bariernya, dan tidak adanya asam linoleat akan

menyebabkan gangguan barier yang bermakna, seperti pada binatang coba dengan

defisiensi asam lemak esensial. Gambaran hiperproliferasi yang khas pada

kelainan ini juga dapat menunjukkan adanya gangguan lebih lanjut pada

metabolisme asam linoleat.

Page 8: seramid di SC

Sebagaimana yang dipaparkan pada artikel dari Bouwstra dkk, dan

sejumlah artikel lain, spesies seramid ini memberikan sifat fisik yang khas pada

SC, yang tidak dapat digantikan oleh esterifikasi asam lemak tak jenuh lain di

dalam fraksi cer[EOS]. Sebagaimana yang akan dibahas pada bagian selanjutnya

dari bab ini, berkurangnya kadar cer[EOS] yang mengandung asam linoleat

merupakan gambaran yang banyak ditemukan pada berbagai kelainan kulit,

termasuk akne, dermatitis atopik dan serosis di musim dingin.

Interpretasi dari sejumlah penelitian in vivo dan in vitro mengenai perilaku

lipid di SC menyebabkan dibuatnya sejumlah model penelitian untuk mengetahui

susunan lipid pada struktur ini. Beberapa model nampak bersifat lebih teoritis/

hipotetis, seperti model "domain mosaik" dari Forslind dan model "fase gel

tunggal" dari Norlen, sementara lainnya nampak dibuat berdasarkan data empiris

tertentu, seperti model sandwich dari Bouwstra yang terutama bergantung pada

data difraksi sinar X. Artikel ini tidak akan memaparkan analisis dan pembahasan

mendalam serta manfaat relatif dari masing-masing model.

Walaupun fungsi utama dari lipid pada SC adalah memberikan barier air,

abnormalitas lipid terkait gangguan kornifikasi pernah dilaporkan pada sejumlah

kelainan dermatologis yang sering ditemui (psoriasis dan dermatitis atopik).

Kelainan struktural pada lamela lipid SC juga terjadi pada lapisan luar dari kulit

yang kering. Namun, saat ini belum ada pemahaman yang jelas mengenai

bagaimana perubahan komposisi lipid, atau secara spesifik komposisi seramid,

dapat mempengaruhi kohesi korneosit dan proses deskuamasi. Terdapat bukti tak

langsung dari penelitian reagregasi korneosit in vitro yang menunjukkan bahwa

lipid SC turut terlibat dalam proses kohesi sel. Sejumlah peneliti telah melakukan

reagregasi pada korneosit yang sebelumnya telah mengalami dispersi dengan

adanya lipid SC dan menemukan bahwa sifat fisik dari lapisan sel lipid SC yang

dususun kembali ini nampak serupa dengan jaringan yang masih utuh. Sebaliknya,

Chapman dkk. menunjukkan bahwa lipid interseluler dapat memiliki peranan anti-

kohesi, dan mencegah terjadinya aposisi dari korneosit yang terletak bersebelahan.

Pada sejumlah penelitian ini, saat lipid SC diekstraksi sepenuhnya, gaya inter-

korneosit nampak meningkat pesat, terutama karena jukstaposisi dari lipid dengan

Page 9: seramid di SC

ikatan kovalen, dan korneosit menjadi saling merekat dengan erat. Secara

keseluruhan, sejumlah pengamatan ini menunjukkan bahwa lipid interseluler

maupun lipid dengan ikatan kovalen dapat berperan pada integritas SC.

Perubahan sifat fisik dari lipid seramid SC juga dapat berperan penting

dalam memicu lepasnya perlekatan sel dari permukaan kulit. Ultrastruktur halus

dari lapisan seramid ganda di permukaan superfisial kulit normal nampak

mengalami gangguan. Hilangnya struktur ini, yang dianggap penting untuk proses

deskuamasi normal, dapat menunjukkan adanya hidrolisis oleh seramidase. Juga

ditemukan bukti bahwa asam lemak sebasea yang menyerupai surfaktan dapat

menyebabkan gangguan pada lapisan ganda.

Pada akhirnya, korneonesmosom (desmosom yang mengalami modifikasi

pada SC) adalah struktur yang paling bertanggung jawab untuk perlekatan antar-

korneosit, dan struktur ini harus dihidrolisis secara efektif untuk dapat

menyebabkan deskuamasi. Seramid, bersama dengan spesies lipid lain, dapat

memainkan peranan penting pada proses ini. Walaupun mekanisme pastinya

masih belum dipahami, bentuk fase dan susunan dari lipid interseluler akan

mengendalikan kandungan air SC, dan dapat mempengaruhi aktivitas enzim

hidrolitik yang ditemukan pada ruang interseluler yang menyebabkan terjadinya

degradasi desmosom.

Variasi kadar seramid di stratum korneum

Jumlah total seramid di SC, serta jumlah tiap spesies seramid secara individual,

nampak dipengaruhi oleh penyakit dan status hormonal, diet, usia, ras, lingkungan

eksternal dan variasi tahunan. Variasi kadar dan jenis lipid yang ditemukan pada

SC ini dapat mempengaruhi fungsi barier, kandungan air dan kondisi kulit. Pada

bagian ini kami akan membahas perubahan komposisi seramid yang khas pada

berbagai jenis kelainan kulit.

Psoriasis dan iktiosis lamelar

Dari sejumlah penyakit genetik yang mempengaruhi kondisi kulit, hanya iktiosis

lamelar dan psoriasis yang sudah diteliti dalam kaitannya dengan kadar seramid

Page 10: seramid di SC

SC. Pada kedua penyakit ini ditemukan adanya perubahan struktur SC yang cukup

dramatis, dan menunjukkan adanya perubahan komposisi lipid. Perubahan ini

meliputi peningkatan cer[NS] dan cer[EOH], serta penurunan cer[AS]. Bersama

dengan perubahan kadar kolesterol dan asam lemak, sejumlah perubahan ini akan

berperan pada terjadinya kelainan fungsi SC yang khas pada sejumlah kelainan

ini, termasuk kohesi korneosit dan gangguan deskuamasi. Individu yang

mengalami iktiosis lamelar menunjukkan kelainan pada gen untuk

transglutaminase 1. Sebagaimana yang kita temui sebelumnya, ketidakmampuan

untuk menghubungkan seramid dengan lapisan pembungkus yang sudah

mengalami kornifikasi dapat memberikan akibat yang dramatis pada kulit, dan

hilangnya fungsi enzimatik ini dapat menyebabkan adanya fenotipe kelainan kulit

yang dramatis pada individu dengan iktiosis. Juga dilaporkan bahwa komposisi

lipid dengan ikatan kovalen nampak berbeda pada SC psoriatik dibandingkan SC

sehat. Pada kulit psoriatik, jumlah cer[OH] mengalami penurunan sementara

komponen lain, seperti asam -hidroksi dan asam lemak, terutama elastase dan

linoleat yang berikatan kovalen, nampak mengalami peningkatan.

Walaupun profil lipid SC pada penyakit iktiosis lain masih belum

diketahui dengan jelas, telah ditemukan adanya penurunan kadar sfingosin pada

beberapa subjek dengan berbagai jenis iktiosis. Penurunan jumlah sfingosin ini

dapat menyebabkan hiperproliferasi sel yang terjadi pada kelainan ini, karena

sfingosin diperkirakan dapat memberikan umpan balik pada epidermis dan

mengurangi pembuangan keratinosit.

Dermatitis atopi

Kesimpulan

Penelitian mengenai struktur dan fungsi seramid kulit telah meningkat dengan

pesat selama 20 tahun terakhir. Sejumlah lipid kompleks ini terbukti dapat

mempengaruhi berbagai aspek biologi kulit, termasuk barier, sifat mekanik dan

sifat deskuamatorik dari SC. Pemahaman kita mengenai hubungan antara lipid SC

Page 11: seramid di SC

dengan berbagai masalah kosmetik maupun patologis kulit terbukti sangat

penting untuk menangani sejumlah kelainan kulit ini, melalui penggunaan spesies

barier lipid yang sudah dikenal atau prekursor biosintetiknya. Namun, dengan

semakin canggihnya teknik penelitian yang kita gunakan, maka nampak semakin

jelas bahwa pemahaman kita mengenai sejumlah molekul ini masih sangat kurang.

Masih ada banyak hal yang perlu dipelajari mengenai peranan penting yang

dimainkan oleh seramid pada proses pengiriman sinyal dan diferensiasi epidermis,

faktor yang mengendalikan proses biosintesisnya, serta susunan dari seramid

dalam mempertahankan fungsi barier yang utama.