laporan kasus sc

25
BAB I: Laporan kasus Identitas Nama : Ny. Destianti Susanti Usia : 26 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Tanggal Lahir : 11 Desember 1988 Pekerjaan : Ibu rumah tangga Agama : Islam Alamat : Jl. Suralaya dalam VII RT 03/04 cilangkap cipayung No. RM : 761420 Ruang perawatan : Cempaka I Tanggal masuk RS : 22 July 2015 Tanggal operasi : 23 July 2015 Anamnesis Keluahan utama: Gerakan bayi tidak seperti biasanya, kurang lebih 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Keluhan tambahan: Tidak merasa mulas, kurang lebih 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Riwayat penyakit sekarang: Pada tanggal 22 juli 2015 dilakukan CTG namun gerakan bayi kurang baik, pasien di anjurkan utuk dirawat di bangasal dan di lakukan CTG ulang dengan memberikan oksigen nasal, dan asil gerakan bayi membaik. 6 jam kemudian dilakukan CTG ulang tanpa menggunakan oksigen dan hasilnya gerakan bayi kembali seperti peratama kali pasien malakukan pemeriksaan CTG. Pasien diberikan oksigen selama 1 setengah jam kemudian dilakukan CTG kembali dan hasilnya gerakan bayi normal. Oasien diberikan oksigen sampai saat sebelum dilakukan operasi. Riwayat penyakit terdahulu

Upload: fakhri-wicaksono

Post on 29-Jan-2016

14 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Obgyn

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kasus Sc

BAB I: Laporan kasus

Identitas

Nama : Ny. Destianti SusantiUsia : 26 tahunJenis Kelamin : PerempuanTanggal Lahir : 11 Desember 1988Pekerjaan : Ibu rumah tanggaAgama : IslamAlamat : Jl. Suralaya dalam VII RT 03/04 cilangkap cipayungNo. RM : 761420

Ruang perawatan : Cempaka ITanggal masuk RS : 22 July 2015Tanggal operasi : 23 July 2015

Anamnesis

Keluahan utama: Gerakan bayi tidak seperti biasanya, kurang lebih 2 minggu sebelum masuk rumah sakit.

Keluhan tambahan:Tidak merasa mulas, kurang lebih 2 minggu sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat penyakit sekarang:Pada tanggal 22 juli 2015 dilakukan CTG namun gerakan bayi kurang baik, pasien di

anjurkan utuk dirawat di bangasal dan di lakukan CTG ulang dengan memberikan oksigen nasal, dan asil gerakan bayi membaik. 6 jam kemudian dilakukan CTG ulang tanpa menggunakan oksigen dan hasilnya gerakan bayi kembali seperti peratama kali pasien malakukan pemeriksaan CTG. Pasien diberikan oksigen selama 1 setengah jam kemudian dilakukan CTG kembali dan hasilnya gerakan bayi normal. Oasien diberikan oksigen sampai saat sebelum dilakukan operasi.

Riwayat penyakit terdahulu Riwayat mengalami keluhan seperti ini sebelumnya (-) Riwayat oprasi (-) Riwayat asma (-) Riwayat DM (-) Riwayat alergi (-)

riwayat penyakit keluarga: DM (-) Hipertensi (-) Penyakit asma (-)

Pemeriksaan fisik umum

Page 2: Laporan Kasus Sc

Tanda-tanda vital Keadaan umum : Sedang Kesadaran : Composmentis Tekanan darah : 120/90 mmHg Nadi : 82 x/menit Suhu : 36,5 0C

Status generalis Kepala : normocephal Mata : konjungtiva anemis (-/-) sklera ikterik (-/-) Mulut : mallampati 1 Leher : tidak ada pembesaran KGB Paru

o I : pergerakan dada simetris kanan-kiri

o P : fremitus taktil simetris kanan-kiri

o P : sonor diseluruh lapang paru

o A : vesikuler (+/+) ronkhi (-/-) wheezing (-/-)

Jantungo I : iktus kordis tidak tampak

o P : iktus kordis teraba

o P : batas jantung tidak melebar

o A : BJ 1 dan 2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomeno I : massa (-) lesi (-)

o A : BU (+) normal

o P : timpani

o P : nyeri tekan (+) perut bagian bawah dan ulu hati, defans muskular

(+)

Ekskremitas : akral hangat, CRT< 2 detik Indeks Massa Tubuh

o Berat badan : 56 kg

o Tinggi badan : 160 cm

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan Hasil Nilai RujukanHaemaglobin 11,1 12 – 14 g/dlLeukosit 11.900 5.000 – 10.000 u/lHematocrit 35% 37 – 43 %Trombosit 481.000 /ul 150.000 – 400.000 /ulUreum 16 10-50 mg/dlCreatinine 0,6 0,5-1,5 mg/dlSGOT 23,9 <37 U/LSGPT 15,9 <40 U/LMasa Perdarahan 1’ 1-6 menitMasa Pembekuan 10’ 10-15 menit

Page 3: Laporan Kasus Sc

GDS 79 <200Natrium 137 135-145 mmol/lKalium 3,6 3,8-5,0 mmol/lChlorida 106 98-106 mmol/l

Persiapan pre oprasiPuasa dari pukul 24.00 WIBInfus RL

Persiapan obat dan alkes: Tramadol supp 1 Piralen 1 ampul Regivell 1 ampul Oxytosin 2 ampul Ceftriaxon 1 ampul Ergotamin 1 ampul Pronalges 1 ampul Misotab 1 ampul

Laporan oprasiDokter ahli bedah : dr. Fredico, Sp. OGAsistenbedah : Zr. KholisAhli anestesi : dr. Riza, Sp. AnJenis anestesi : Regional AnastesiDiagnosis Pre OP : G2P1A0 H 40 minggu dengan oblikTanggal operasi : 23 Juli 2015Jam mulai : 7.30 WIBJam selesai : 8.15 WIBLama operasi : 45 menitLaporan operasi:

1. Pasien terlentang diatas meja oprasi dalam anastesi spinal2. Asepsis dan antisepsis daerah oprasi dan sekitarnya3. Insisi prannestiel kurang lebih 10 cm4. Setelah perineum dibuka, tampak uterus gravidarum, segment bawah uterus (SBU)5. Plika vesika uterina di sayat semilunar, vesika uterina disisihkan kebawah6. SBU disayat tajam dilebarkan tumpul7. Dengan bantuan forcep, lahir bayi perempuan, berat badan lahir 3000, panjang badan

lahir 48 cm, APGAR scor 9/108. Air ketuban cukup, warna bening9. Plasenta implantasi fundus, dilahirkan lengkap10. Kedua ujung SBU dijahit hemostasis dengan safil 111. Eksprolasi tuba dan ovarium dalam batas normal12. Diyakini tidak ada perlekatan13. Diyakini tidak ada perdarahan14. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis15. Oprasi selesai

Page 4: Laporan Kasus Sc

Laporan anestesi Ahli anestesi : dr. Riza, Sp. AnAhli bedah : dr. Fredico, Sp. OGPerawat Anestesi : Zr. JayusJenis anestesi : Regional anestesiTehnik : SpinalDiagnosis Pre OP : G2P1A0 H 40 minggu dengan oblikCairan : RL 500 ccTanggal operasi : 23 Juli 2015Jam mulai : 7.30 WIBJam selesai : 8.15 WIBLama operasi : 45 menit

Obat yang digunakan intra operasi Regivell 20 mg Tramadol supp 1 Piralen 10mg Oxytocin 20 ug Ergotamin 0,2 mg Efedrin 2 cc Pronalges 100 mg Misotab 0,6 mg Cefrtiaxone 1 gr

Tehnik anestesi1. Setelah alat siap, pasien duduk membungkuk 2. Dilakukan asepsis pada bagian yang akan dimasukkan obat (punggung sekitar

vertebrae lumbalis)3. Disuntikkan regivell sebanyak 20 mg kedalam ruang subarachnoid melalui celah

vertebrae lumbalis 4-54. Pasien diposisikan supine5. Dilakukan tes untuk memastikan apakah obat sudah bereaksi ke ekstremitas

bawah pasien dengan cara menyuruh pasien mengangkat kedua kakinya6. Setalah obat bereaksi, operasi dimulai7. Kurang lebih 5 menit kemudian, diberikan metoclopramide (Piralen) secara bolus

sebanyak 10 mg8. Pada saat bayi lahir, diberikan oxytosin pada RL sebanyak 20 ug dan diberikan

ergotamin 0,2 mg secara bolus9. Tambahan analgesik diberikan tramadol supp dan cytotec 2 tablet pada vagina10. Operasi selesai11. Setelah operasi selesai, pasien dibawa ke RR untuk diobservasi selama 2 jam

DiagnosisG2P1A0 H 40 minggu dengan oblik

BAB II: OLIGOHIDRAMNION

Page 5: Laporan Kasus Sc

DefinisiCairan ketuban atau cairan amnion adalah cairan yang memenuhi rahim. Cairan ini

ditampung di dalam kantung amnion yang disebut kantung ketuban atau kantung janin. Cairan ketuban diproduksi oleh buah kehamilan, yaitu sel-sel trofoblas, kemudian akan bertambah dengan produksi cairan janin, yaitu air seni janin. Sejak usia kehamilan 12 minggu, janin mulai minum air ketuban dan mengeluarkannya kembali dalam bentuk air seni. Jadi ada pola berbentuk lingkaran atau siklus yang berulang.

Cairan amnion biasanya diproduksi oleh janin maupun ibu, dan keduanya memiliki peran tersendiri pada setiap usia kehamilan. Pada kehamilan awal, cairan amnion sebagian besar diproduksi oleh sekresi epitel selaput amnion. Dengan bertambahnya usia kehamilan, produksi cairan amnion didominasi oleh kulit janin dengan cara difusi membran. Pada kehamilan 20 minggu, saat kulit janin mulai kehilangan permeabilitas, ginjal janin mengambil alih peran tersebut dalam memproduksi cairan amnion. Pada kehamilan aterm, sekitar 500 ml per hari cairan amnion di sekresikan dari urin janin dan 200 ml berasal dari cairan trakea. Pada penelitian dengan menggunakan radioisotop, terjadi pertukaran sekitar 500 ml per jam antara plasma ibu dan cairan amnion pada kondisi terdapat gangguan pada ginjal janin, seperti agenesis ginjal, akan menyebabkan oligohidramnion.

Normal volume cairan amnion bertambah dari50 ml pada saat usia kehamilan 12 minggu sampai 400 ml pada pertengahangestasi dan 1000 – 1500 ml pada saat aterm. Pada kehamilan postterm jumlahcairan amnion hanya 100 sampai 200 ml atau kurang.

Menurut  Lehn, jumlah air ketuban yang normal pada primigravida adalah 1 liter, pada multigravida  sebanyak 1,5 liter, dan sebanyak – banyaknya yang masih dalam batas normal adalah 2 liter.

Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari normal, yaitu kurang dari 500 cc (manuaba, 2007), atau juga didefinisikan dengan indeks cairan amnion 5 cm atau kurang dari 12% dari 511 kehamilan dengan usia kehamilan 41 minggu atau lebih. (Dexa Media no.3 tahun 2007)

EtiologiEtiologi yang pasti belum jelas, tetapi disangka ada kaitannya dengan renal agenosis

janin. Etiologi primer  lainnya mungkin oleh karena amnion kurang baik pertumbuhannya dan etiologi sekunder lainnya, misalnya pada ketuban pecah dini (premature rupture of the membrane = PROM ).Penyebab sekunder biasanya dikaitkan dengan :

-          Pecahnya membran ketuban-          Penurunan fungsi ginjal  atau terjadinya kelinan ginjal bawaan pada janin

sehingga produksi urin janin berkurang, padahal urin janin termasuk salah satu sumber terbentuknya air ketuban

-          Kehamilan post-term sehingga terjadinya penurunan fungsi plasenta.-          Gangguan pertumbuhan janin-          Penyakit yang diderita ibu seperti Hipertensi, Dibetes mellitus, gangguan

pembekuan darah, serta adanya penyakit autoimmune seperti Lupus.

Penyebab oligohidramnion tidak dapat dipahami sepenuhnya. Mayoritas wanita hamil yang mengalami tidak tau pasti apa penyebabnya. Penyebab oligohidramnion yang telah terdeteksi adalah cacat bawaan janin dan bocornya kantung / membran cairan ketuban yang mengelilingi janin dalam rahim. Sekitar 7% bayi dari wanita yang mengalami

Page 6: Laporan Kasus Sc

oligohidramnion mengalami cacat bawaan, seperti gangguan ginjal dan saluran kemih karena jumlah urin yang diproduksi janin berkurang.

 Masalah kesehatan lain yang juga telah dihubungkan dengan oligohidramnion adalah

tekanan darah tinggi, diabetes, SLE, dan masalah padaplasenta. Serangkaian pengobatan yang dilakukan untuk menangani tekanan darah tinggi, yang dikenal dengan nama angiotensin-converting enxyme inhibitor (miscaptopril), dapat merusak ginjal janin dan menyebabkan oligohidramnion parah dan kematian janin. Wanita yang memiliki penyakit tekanan darah tinggi yang kronis seharusnya berkonsultasi terlebih dahulu dengan ahli kesehatan sebelum merencanakan kehamilan untuk memastikan bahwa tekanan darah mereka tetap terawasi baik dan pengobatan yang mereka lalui adalah aman selama kehamilan mereka.

Jika dilihat dari  segi Fetal, penyebabnya bisa karena :-        Kelainan Kromosom-        Cacat Kongenital-        Hambatan pertumbuhan janin dalam rahim-        Kehamilan postterm-        Premature ROM (Rupture of amniotic membranes)

Jika dilihat dari sisi Maternal, penyebabnya :-        Dehidrasi-        Insufisiensi uteroplasental-        Hipertensi / Preeklamsia-        Diabetes Mellitus-        Hypoxia kronis

Induksi Obat :-        Seperti obat antihipertensiPada kehamilan lewat bulan, kekurangan air ketuban juga sering terjadi karena ukuran

tubuh janin semakin besar.  Oligohydramnion dapat terjadi di masa kehamilan trimester pertama atau pertengahan usia kehamilan cenderung berakibat serius dibandingkan jika terjadi di masa kehamilan trimester terakhir.

Epidemiologi Sekitar 8% wanita hamil memiliki cairan ketuban terlalu sedikit.Olygohydramnion

dapat terjadi kapan saja selama masa kehamilan, walau padaumumnya sering terjadi di masa kehamilan trimester terakhir. Sekitar 12% wanitayang masa kehamilannya melampaui batas waktu perkiraan lahir (usia kehamilan42 minggu) juga mengalami olygohydrasmnion, karena jumlah cairan ketubanyang berkurang hamper setengah dari jumlah normal pada masa kehamilan 42 minggu.

Klasifikasi oligohidramnion1. Oligohidramnion awitan dini

Sejumlah keadaan dilaporkan berkaitan dengan berkurangnya cairan amnion. Oligohidramnion hampir selalu nyata apabila terjadi obstruksi saluran kemih janin atau agnesis ginjal. Oleh karenanya, anuria hampir pasti merupakan etiologi pada kasus-ksus seperti itu. Kebocoran kronik suatu defek di selaput ketuban dapat mengurangi volume cairan dalam jumlah bermakna, tetapi seringkali kemudian segera terjadi persalinan. Pajanan ke inhibitor enzim pengubah – angiostetin (ACEI) dilaporkan berkaitan dengan oligohidramnion. Sebanyak 15 sampai 25 persen kasus berkaitan kasus berkaitan dengan anomali janin mampu

Page 7: Laporan Kasus Sc

memvisualisasikan struktur-struktur janin pada hanya separuh dari wanita yang dirujuk untuk evaluasi ultrasonografi terhadap oligohidramnion midtrimester. Mereka melakukan amnionfusi dan kemudian mampu melihat 77 persen dari struktur-struktur yang dicitrakan secara rutin. Indentifikasi anomali terkait meningkat dari 12 menjadi 13 persen.

2. Oligohidramnion pada tahap lanjutVolume cairan ketuban secara normal berkurang setelah usia gestasi 35 minggu.

Dengan menggunakan indeks cairan amnion kurang dari 5 cm, Casey dkk, mendapatkan insidensi oligohidramnion pada 2,3 persen dari 6400 kehamilan lebih yang menjalani sonografi setelah minggu ke-34 di Parkland hospital. Mereka memastikan pengamatan-pengamatan sebelumnya bahwa hal ini berkaitan dengan peningkatan resiko hasil perinatal yang merugikan. Pada kehamilan yang terpilih karena “resiko tinggi”, Magann, dkk, tidak mendapatkan bahwa oligohidramnion ( indeks cairan kurang dari 5 cm ) meningkatkan resiko penyulit intrapartum seperti mekonium kental, deselerasi variabel frekuensi denyut jantung, seksio sesarea atas indikasi gawat janin, atau asidemia neonatus.

Gejala klinis Uterus tampak lebih kecil dari usia kehamilan dan tidak ada ballotemen. Ibu merasa nyeri di perut pada setiap pergerakan anak. Sering berakhir dengan partus prematurus. Bunyi jantung anak sudah terdengar mulai bulan kelima dan terdengar lebih jelas. Persalinan lebih lama dari biasanya. Molding : uterus mengelilingi janin Janin dapat diraba dengan mudah Tidak ada efek pantul pada janin Sewaktu his akan sakit sekali. Bila ketuban pecah, air ketuban sedikit sekali bahkan hamper tidak ada yang keluar.

Gejala dan tanda tersebut di dasarkan pada bahwa cairan amnion yang ditemukan berada di bawah jumlah yang normal untuk usia kehamilan tertentu. Pada kehamilan normal, cairan amnion wanita bervariasi dan dapat mengalami fluktuasi. Umumnya cairan amnion meningkat hingga mencapai 1000 ml pada trimester 3 kehamilan. Menginjak usia kehamilan 34 minggu jumlah tersebut mulai berkurang secara bertahap dan menyisakan sekitar 800ml pada usia cukup bulan. Pengukuran volume cairan amnion dilakukan dengan cara ultrasonografi dan ini merupakan komponen standar pada pemeriksaan ultrasonografi lengkap dengan profil biofisik.

PatofisiologiTerlalu sedikitnya cairan ketuban dimasa awal kehamilan dapat menekanorgan-organ

janin dan menyebabkan kecacatan, seperti kerusakan paru-paru,tungkai dan lengan.Olygohydramnion yang terjadi dipertengahan masa kehamilan juga meningkatkan resiko keguguran, kelahiran prematur dan kematian bayi dalam kandungan. Jika ologohydramnion terjadi di masa kehamilan trimester terakhir, hal ini mungkin berhubungan dengan pertumbuhan janin yang kurang baik. Disaat-saat akhir kehamialn, oligohydramnion dapat meningkatkan resiko komplikasi persalinan dan kelahiran, termasuk kerusakan pada ari-ari memutuskan saluran oksigen kepada janin dan menyebabkan kematian janin.

Sindroma Potter dan Fenotip Potter adalah suatu keadaan kompleks yang berhubungan dengan gagal ginjal bawaan dan berhubungan dengan oligohidramnion (cairan ketuban yang sedikit).

Page 8: Laporan Kasus Sc

Fenotip Potter digambarkan sebagai suatu keadaan khas pada bayi baru lahir, dimana cairan ketubannya sangat sedikit atau tidak ada. Oligohidramnion menyebabkan bayi tidak memiliki bantalan terhadap dinding rahim. Tekanan dari dinding rahim menyebabkan gambaran wajah yang khas (wajah Potter). Selain itu, karena ruang di dalam rahim sempit, maka anggota gerak tubuh menjadi abnormal atau mengalami kontraktur dan terpaku pada posisi abnormal.

Oligohidramnion juga menyebabkan terhentinya perkembangan paru-paru (paru-paru hipoplastik), sehingga pada saat lahir, paru-paru tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

Pada sindroma Potter, kelainan yang utama adalah gagal ginjal bawaan, baik karena kegagalan pembentukan ginjal (agenesis ginjal bilateral) maupun karena penyakit lain pada ginjal yang menyebabkan ginjal gagal berfungsi.

Dalam keadaan normal, ginjal membentuk cairan ketuban (sebagai air kemih) dan tidak adanya cairan ketuban menyebabkan gambaran yang khas dari sindroma Potter.

Gejala Sindroma Potter berupa : Wajah Potter (kedua mata terpisah jauh, terdapat lipatan epikantus, pangkal

hidung yang lebar, telinga yang rendah dan dagu yang tertarik ke belakang). Tidak terbentuk air kemih Gawat pernafasan,           

Pada kehamilan sangat muda, air ketuban merupakan ultrafiltrasi dari plasma maternal dan dibentuk oleh sel amnionnya. Pada trimester II kehamilan, air ketuban dibetuk oleh difusi ekstraselular melalui kulit janin sehingga komposisinya mirip dengan plasma janin. Selanjutnya setelah trimester II, terjadi pembentukan zat tanduk kulit janin dan menghalangi disfusi plasma janin sehingga sebagian besar air ketubannya dibentuk oleh sel amnionnya dan air kencingnya.

Ginjal janin mengeluarkan urin sejak usia 12 minggu dan setelah mencapai usia 18 minggu sudah dapat mengeluarkan urin sebanyak 7-14 cc/hari. Janin aterm mengeluarkan urin 27 cc/jam atau 250 cc dalam sehari.

Sirkulasi air ketuban sangat penting, sehingga jumlahnya dapat dipertahankan dengan tetap. Pengaturannya dilakukan oleh tiga komponen penting berikut:

Produksi yang dihasilkan oleh sel amnion. Jumlah produksi air kencing. Jumlah air ketuban yang ditelan janin.

Setelah trimester II sirkulasinya makin meningkat sesuai dengan tuanya kehamilan sehingga mendekati aterm mencapai 500 cc/hari.

Produksinya akan berkurang jika terjadi insufisiensi plasenta, kehamilan post term, gangguan organ perkemihan, janin terlalu banyak minum, sehingga dapat menimbulkan makin berkurangnya jumlah air ketuban intrauteri “ologohidramnion” dengan kriteria:

Jumlah kurang dari 200 cc. Kental. Bercampur mekonium.

DiagnosaDiagnosa dibuat dengan pemeriksaan USG yaitu dengan mengukur indeks caira ketuban

(Amniotic Fluid Index= AFI). Tetapi secara klinis (dengan pemeriksaan fisik) bisa diduga

Page 9: Laporan Kasus Sc

dengan : pengukuran tinggi rahim dari luar serta bagian bayi yang mudah diraba dari luar (didinding perut ibu). Namun hal ini hanya berupa asumsi/dugaan saja, tetap haris dikonfirmasi dengan USG.

USG juga bisa melihat anantomi janin untuk melihat kelainan seperti ginjal yang tidak tumbuh (dengan tidak terlihatnya pipis di kandung kemih janin). Serta untuk mengetahui adanya gangguan pertumbuhan janin. Pemeriksaan dengan spekulum dapat dilakukan guna mendeteksi adanya kebocoran air ketuban akibat pecahnya air ketuban.

Penilaian jumlah amnion melalui pemeriksaan USG dapat dilakukan secara subjektif atau semi kuantitatif

1.      Penilaian SubjektifPada keadaan oligohidramnion, cairan amnion disebut berkurang jika kantong amnion hanya terlihat pada daerah tungkai bawah dan disebut habis apabila tidak terlihat lagi kantong amnion

2.      Penilaian semikuantitatifDapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu pengukuran diameter terbesar pada salah satu kantong amnion dan pengukuran indeks cairan amnion (ICA) / amnion fluid index (AFI)Oligohidramnion  dicurigai jika terdapat kantong amnion kurang dari 2x2 cm, atau index cairan pada kuadran 4 kurang dari 5 cm.

Penilaian secara klinis dapat dilakukan dengan mengukur tinggi rahim dari luar serta bagian janin yang mudah diraba dari luar. Namun hal ini hanya merupakan asumsi tetapi harus dikonfirmasi dengan USG

Penatalaksanaan

Tindakan konservatif1.      Tirah baring2.      Hidrasi3.      Perbaikan nutrisi4.      Pemantauan kesejahteraan janin5.      Pemeriksaan USG yang umum dari volume cairan amnion6.      Amnion infusion7.      Induksi dan kelahiran

Penatalaksanaan tergantung pada usia kehamilan, pada kehamilan preterm ; mengevaluasi dan memonitor maternal agar tetap dalam kondisi optimal.

Komplikasi Congenital malformation Pulmonary hypoplasia Fetal compression syndrome Amniotic band syndrome Abnormal fetal growth or IUGR Decreased fetal blood volume, renal blood flow, and, subsequently, fetal urine output Fetal morbidity

Prognosis

Page 10: Laporan Kasus Sc

Semakin awal oligohidramnion terjadi pada kehamilan, semakin buruk Jika terjadi pada trimester II, 80-90% mortalitas

BAB III:ANESTESI SPINAL

Definisi Anestesi spinal merupakan teknik anestesi regional yang baik untuk tindakan bedah,

obstetrik, operasi-operasi bagian bawah abdomen dan ekstremitas bawah. Teknik ini dilakukan dengan memasukkan larutan anestesi lokal kedalam ruang subarakhnoid paralisis temporer syaraf

Lokasi : L2 – S1Keuntungan teknik anestesi spinal :

• biaya relatif murah• perdarahan lebih berkurang• mengurangi respon terhadap stress (perubahan fisiologis tubuh terhadap kerusakan

jaringan)• kontrol nyeri yang lebih sempurna• menurunkan mortalitas pasca operasi

Indikasia. bedah abdomen bagian bawah, misal: op hernia, apendiksitisb. bedah urologic. bedah anggota gerak bagian bawahd. bedah obstetri ginekologie. bedah anorectal & perianal, misal: op hemoroid

Kontra indikasi

Page 11: Laporan Kasus Sc

Absolut1. kelainan pembekuan darah (koagulopati)2. infeksi daerah insersi3. hipovolemia berat4. penyakit neurologis aktif5. pasien menolak

Relative2. R. pembedahan utama tulang belakang3. nyeri punggung4. aspirin sebelum operasi5. Heparin preoperasi6. Pasien tidak kooperatif atau emosi tidak stabil

Komplikasi Akut1. hipotensi dikarenakan dilatasi pembuluh darah max2. bradikardi dikarenakan blok terlalu tinggi, berikan SA3. Hipoventilasi berikan O2

4. Mual muntah dikarenakan hipotensi terlalu tajam, berikan epedril5. total spinal obat anestesi naik ke atas, berikan GA Pasca tindakan1. nyeri tempat suntikan2. nyeri punggung3. nyeri kepala4. retensi urin dikarenakan sakral terblok pasang kateter

PROSEDUR

a. Persiapan1. sama dengan persiapan general anestesi2. Persiapan pasien

- Informed consent- Pasang monitor ukur tanda vital- Pre load RL/NS 10-20 ml/kgBB

3. Alat dan obat- Spinal nedle G 25-29- Spuit 3 cc/5cc/10cc- Lidokain 5% hiperbarik , Bupivacaine- Efedrin, SA

- Petidin, katapres, adrenalin- Obat emergency

a. Posisi pasien

Page 12: Laporan Kasus Sc

Posisi pasien duduk atau dekubitus lateral. Posisi duduk merupakan posisi termudah. Biasanya dikerjakan di atas meja operasi tanpa di pindah lagi,karena perubahan posisi berlebihan dalam waktu 30 menit pertama akan menyebabkan penyebaran obat. Jika posisinya duduk, pasien disuruh memeluk bantal, agar posisi tulang belakang stabil, dan pasien membungkuk agar prosesus spinosus mudah teraba. Jika posisinya dekubitus lateral, maka beri bantal kepala, agar pasien merasa enak dan menstabilkan tulang belakang.

Tentukan tempat tususkan. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua krista iliaka dengan tulang punggung ialah L4 atau L4-5. Untuk operasi hernia ini, dilakukan tusukan pada L3-4. Tusukan pada L1-2 atau dia atasnya berisiko trauma terhadap medulla spinalis.

Sterilkan tempat tusukan dengan betadin atau alcohol

Beri anestetik lokal pada tempat tusukan. Pada kasus ini diberikan obat anestesi lokal bupivakain.

Lakukan penyuntikan jarum spinal di tempat penusukan pada bidang medial dengan sudut 10-30 derajad terhadap bidang horizontal ke arah cranial. Jarum lumbal akan menembus kulit-subkutis-lig.supraspinosum-lig.interspinosum-lig.flavum-ruang epidural-duramater-ruang sub arakhnoid. Kira-kira jarak kulit-lig.flavum dewasa ±6cm.

Cabut stilet maka cairan serebrospinal akan menetes keluar.

Pasang spuit yang berisi obat, masukkan pelan-pelan (0,5 ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, untuk memastikan posisi jarum tetap baik.

Posisi dudukKeuntungan : lebih nyata, processus spinosum lebih mudah diraba, garis tengah lebih

teridentifikasi (gemuk) & posisi yang nyaman pada pasien PPOK

Page 13: Laporan Kasus Sc

MEDIKASI

Bupivakain

Bupivakain merupakan obat anestesi lokal dengan rumus bangun sebagai berikut : 1-butyl-N-(2,6-dimethylphenyl)-piperidecarboxamide hydrochloride. Bupivakain adalah derivat butil dari mepivakain yang kurang lebih tiga kali lebih kuat daripada asalnya. Obat ini bersifat long acting dan disintesa oleh BO af Ekenstem dan dipakai pertama kali pada tahun 1963. Secara komersial bupivakain tersedia dalam 5 mg/ml solutions. Dengan kecenderungan yang lebih menghambat sensoris daripada motoris menyebabkan obat ini sering digunakan untuk analgesia selama persalinan dan pasca bedah.

Pada tahun-tahun terakhir, larutan bupivakain baik isobarik maupun hiperbarik telah banyak digunakan pada blok subrakhnoid untuk operasi abdominal bawah. Pemberian bupivakain isobarik, biasanya menggunakan konsentrasi 0,5%, volume 3-4 ml dan dosis total 15-20 mg, sedangkan bupivakain hiperbarik diberikan dengan konsentrasi 0,5%, volume 2-4ml dan total dosis 15-22,5 mg. Bupivakain dapat melewati sawar darah uri tetapi hanya dalam jumlah kecil. Bila diberikan dalam dosis ulangan, takifilaksis yang terjadi lebih ringan bila dibandingkan dengan lidokain. Salah satu sifat yang paling disukai dari bupivakain selain dari kerjanya yang panjang adalah sifat blockade motorisnya yang lemah. Toksisitasnya lebih kurang sama dengan tetrakain. Bupivakain juga mempunyai lama kerja yang lebih panjang dari lignokain karena mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk mengikat protein. Untuk menghilangkan nyeri pada persalinan, dosis sebesar 30 mg akan memberikan rasa bebas nyeri selama 2 jam disertai blokade motoris yang ringan. Analgesik paska bedah dapat berlangsung selama 4 jam atau lebih, sedangkan pemberian dengan tehnik anestesi kaudal akan memberikan efek analgesik selama 8 jam atau lebih. Pada dosis 0,25 – 0,375 % merupakan obat terpilih untuk obstetrik dan analgesik paska bedah. Konsentrasi yang lebih tinggi (0,5 – 0,75 %) digunakan untuk pembedahan. Konsentrasi infiltrasi 0,25 - 0.5 %, blok saraf tepi 0,25 – 0,5 %, epidural 0,5 – 0,75 %, spinal 0,5 %. Dosis maksimal pada pemberian tunggal adalah 175 mg. Dosis rata-ratanya 3 – 4 mg / kgBB.

Farmakologi bupivakain

Bupivakain bekerja menstabilkan membran neuron dengan cara menginhibisi perubahan ionik secara terus menerus yang diperlukan dalam memulai dan menghantarkan impuls. Kemajuan anestesi yang berhubungan dengan diameter, mielinisasi, dan kecepatan hantaran dari serat saraf yang terkena menunjukkan urutan kehilangan fungsi sebagai berikut : otonomik, nyeri, suhu, raba, propriosepsi, tonus otot skelet. Eliminasi bupivakain terjadi di hati dan melalui pernafasan (paru-paru). Bila pasien mengalami syok hipovolemik, septikemia, infeksi pada beberapa organ, atau koagulopati, suntikan epidural, kaudal atau subarachnoid harus dihindari. Kadar bupivakain plasma toksik (contohnya toksik, akibat suntikan intravaskuler) dapat menyebabkan colaps kardiopulmonal dan kejang. Pencegahan terjadinya komplikasi dengan cara mencegah overdosis (memberikan obat sesuai dosis yang dianjurkan), hati-hati dalam memberikan penyuntikan intravena dengan menggunakan tehnik yang benar, mengaspirasi terlebih dahulu sebelum bupivacaine dimasukkan, test dose 10% dari dosis total, mengenali gejala awal dari toksisitas, mempertahankan kontak verbal dengan pasien, memonitor frekuensi dan pola pernafasan, tekanan darah, dan frekwensi nadi. Tanda dan gejala prapemantauan dimanifestasikan sebagai rasa tebal dari lidah dan rasa logam,

Page 14: Laporan Kasus Sc

gelisah, tinitus, dan tremor. Dukungan sirkulasi (cairan intravena, vasopresor, natrium bikarbonat IV 1 – 2 mEq / kg untuk mengobati toksisitas jantung (blokade saluran natrium), bretilium IV 5 mg/kg, kardioversi/defibrilasi DC untuk aritmia ventrikuler dan mengamankan saluran pernapasan pasien (ventilasi dengan oksigen 100 %) merupakan hal yang penting. Tiopental (0,5 – 2 mg/kg IV), midazolam (0,02 – 0,04 mg/kg IV), atau diazepam (0,1 mg/kg IV) dapat digunakan untuk profilaksis dan atau pengobatan kejang. Tingkat blokade simpatik (bradikardia dengan blok diatas T5) menentukan tingkat hipotensi (sering ditandai dengan mual dan muntah) setelah bupivakain spinal / subarakhnoid. Hidrasi cairan (10-20 ml/kg larutan NS atau RL), obat vasopresor (contohnya efedrin) dan pergeseran uterus ke kiri pada pasien hamil, dapat digunakan sebagai profilaksis dan pengobatan. Memberikan sulfas atropin untuk mengobati bradikardi.

Farmakokinetik bupivakain dalam ruang subarakhnoid.Obat bupivakain segera setelah penyuntikan subarakhnoid akan mengalami

penurunan konsentrasi dengan secara bertahap karena terjadinya: dilusi dan pencampuran di liquor serebro spinalis, difusi dan distribusi oleh jaringan saraf, uptake dan fiksasi oleh jaringan saraf, absorbsi dan eliminasi oleh pembuluh darah. Didalam ruang subarakhnoid obat akan kontak dengan struktur jaringan saraf dan obat ini akan memblokade transmisi impuls serabut-serabut saraf. Aktivitas anestesi lokal dalam ruang subarakhnoid yang penting di akar-akar saraf di medula spinalis (primer), ganglia dorsalis dan sinap-sinap di kornu anterior dan posterior (sekunder) dan traktus asenden dan desenden parenkim di medula spinalis. Lama analgesik anestetik subarakhnoid tergantung pada beberapa faktor, yang pertama adalah konsentrasi anestetik lokal dalam liquor cerebro spinalis dan yang kedua adalah absorpsi obat anestetik oleh sistim vaskuler. Semakin besar konsentrasinya akan semakin lama efek analgesiknya. Konsentrasi analgesik akan menurun sesuai paruh waktu terhadap jarak dari tempat dengan konsentrasi yang terbesar, dan secara klinis akan terjadi suatu regresi analgesik dari atas ke bawah menuju daerah dengan konsentrasi terbesar.

Penilaian terhadap lama kerja anestetik 1okal pada blok subarakhnoid dapat dilakukan dengan berbagai cara : waktu hilangnya analgesi pada daerah operasi, waktu yang diperlukan pemberian analgesik yang pertama kali paska bedah, waktu yang diperlukan untuk terjadinya regresi motorik dan waktu yang diperlukan untuk terjadinya regresi analgesik pada 2 atau 4 segmen.

Mula Kerja Bupivakain Hiperbarik dan IsobarikMula kerja anestesi spinal sangat ditentukan oleh nilai pKa, semakin rendah nilai pKa

semakin cepat mula kerjanya. Bupivakain mempunyai tingkat daya ikat protein tinggi (95,6%) namun nilai pKa juga tinggi. Pada saat ini, bupivakain 0,5% isobarik maupun hiperbarik banyak digunakan untuk operasi abdominal bawah dengan anestesi spinal. Telah dilaporkan bahwa bupivakain 0,5% 9,75 mg isobarik mempunyai mula kerja 5 menit lebih cepat dibandingkan hiperbarik. Namun hal ini berbeda dengan penelitian lain menemukan fakta bahwa pada 20 sampel yang mendapatkan anestesi spinal dengan bupivakain 10 mg hiperbarik mempunyai mula kerja blokade sensorik dan motorik 2 kali lebih cepat (rata-rata 9 menit) dibandingkan 10 mg bupivakain isobarik (rata-rata 18 menit).

Page 15: Laporan Kasus Sc

Bupivakain 0,5% hiperbarik mempunyai kualitas analgesik dan relaksasi motorik intraoperatif yang kurang memuaskan, mula kerja blokade sensorik dan motorik lebih cepat dan lama kerja blokade sensorik dan motorik lebih panjang bila dibandingkan dengan ropivakain hiperbarik.

Lama Kerja Bupivakain Hiperbarik dan IsobarikMengenai lama kerja anestetik ditentukan oleh kecepatan absorbsi sistemiknya, jenis

anestesi lokal, besarnya dosis, vasokonstriktor dan penyebaran anestesi lokal. Semakin tinggi daya ikat protein terhadap reseptor semakin panjang lama kerjanya. Dikatakan bahwa lama kerja blokade sensorik dan motorik bupivakain hiperbarik lebih panjang dibandingkan dengan bupivakain isobarik. Sedangkan penelitian menemukan fakta yang berlainan yaitu pada 20 sampel yang mendapatkan anestesi spinal dengan bupivakain 0,5% 10 mg hiperbarik mempunyai lama kerja blokade sensorik dan motorik 2 kali lebih cepat ( rata-rata 92 menit) dibandingkan isobarik (rata-rata 177 menit)

Pada spinal anestesi dengan bupivakain 0,5% isobarik mempunyai lama kerja blokade sensorik dan motorik 2 kali lebih panjang dibandingkan bupivakain 0,5% hiperbarik. Pemberian bupivakain 0,5% isobarik 15 mg telah dilaporkan dapat menghasilkan efek spinal blok anestesi yang lebih cepat jika dibandingkan dengan pemberian bupivakain 0,5% 15 mg hiperbarik. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi hasil ini antara lain: umur, tinggi badan, anatomi batang spinal, tehnik injeksi, volume Cerebro Spinal Fluid (CSF), density CSF dan baricity obat anesthesi, posisi pasien, dosis serta volume obat anestesi. Bupivakain 0,5% isobarik diberikan secara injeksi akan bercampur dengan CSF (paling sedikit 1:1), ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat blockade neural meliputi tingkat injeksi, tinggi badan dan anatomi kolumna vertebralis, Sedangkan bupivakain 0,5% hiperbarik dapat diberikan tergantung dari area spinal (secara normal T4-T8 dalam posisi telentang).

Efek samping anestesi spinal yang sering terjadi adalah hipotensi dan bardikardi. Biasanya terjadi 5 menit setelah anestesi spinal. Dilaporkan juga setelah 45 menit pemberian bupivakain 0,5% isobarik akan terjadi penurunan tekanan darah dan penurunan denyut jantung. Disamping itu mual-muntah, blokade spinal tinggi, keracunan, menggigil, retensi urin, post dural puncture headache dan henti jantung dapat juga terjadi. Pasien dengan henti jantung harus segera dilakukan resusitasi jantung paru dan jika perlu dilakukan pijat jantung. Bretylium merupakan obat pilihan bila terjadi disritmia.

Tramadol

Tramadol adalah analgesik kuat yang bekerja pada reseptor opiat. Tramadol mengikat secara stereospesifik pada reseptor di sistem saraf pusat sehingga mengeblok sensasi nyeri dan respon terhadap nyeri. Di samping itu tramadol menghambat pelepasan neurotransmitter dari saraf aferen yang sensitif terhadap rangsang, akibatnya impuls nyeri terhambat.

Indikasi:Efektif untuk pengobatan nyeri akut dan kronik yang berat, nyeri pasca pembedahan.

Dosis umum: Dosis tunggal 50 mg. Dosis tersebut biasanya cukup untuk meredakan nyeri, apabila

masih terasa nyeri dapat ditambahkan 50 mg setelah selang waktu 30-60 menit.

Page 16: Laporan Kasus Sc

Dosis maksimum:400 mg sehari. Dosis sangat tergantung pada intensitas rasa nyeri yang diderita.

Penderita gangguan hati dan ginjal dengan "creatinine clearances" <30 ml/menit:50-100 mg setiap 12 jam, maksimum 200 mg sehari.

Peringatan dan perhatian: Pada penggunaan jangka panjang dapat terjadi ketergantungan, sehingga dokter harus

menentukan lama pengobatan.

Tramadol tidak boleh diberikan pada pasien ketergantungan obat.

Hati-hati penggunaan pada pasien trauma kepala, meningkatnya tekanan intrakranial, gangguan fungsi ginjal dan hati yang berat atau hipersekresi bronkus, karena dapat mengakibatkan meningkatnya resiko kejang atau syok.

Penggunaan bersama dengan obat-obat penekanan SSP lain atau penggunaan dengan dosis berlebihan dapat menyebabkan menurunnya fungsi paru.

Penggunaan selama kehamilan harus mempertimbangkan manfaat dan resikonya baik terhadap janin maupun ibu.

Hati-hati penggunaan pada ibu menyusui, karena tramadol diekskresikan melalui ASI.

Tramadol dapat mengurangi kecepatan reaksi pasien, seperti kemampuan mengemudikan kendaraan ataupun mengoperasikan mesin.

Depresi pernapasan akibat dosis yang berlebihan dapat dinetralisir dengan nalokson, sedangkan kejang dapat diatasi dengan pemberian benzodiazepin.

Meskipun termasuk antagonis opiat, tramadol tidak dapat menekan gejala "withdrawal" akibat pemberian morfin.

Efek samping:Efek samping yang umum terjadi seperti pusing, sedasi, lelah, sakit kepala, pruritus,

berkeringat, kulit kemerahan, mulut kering, mual, muntah. Dispepsia dan obstipasi.

Kontraindikasi:Pasien hipersensitif terhadap Tramadol atau Opiat dan penderita yang mendapatkan

pengobatan dengan penghambat MAO, intoksikasi akut dengan alkohol, hipnotika, analgetik atau obat-obat yang mempengaruhi SSP lainnya.

Interaksi obat:

Page 17: Laporan Kasus Sc

Efek analgesik dan sedasi tramadol ditingkatkan pada penggunaan bersama dengan obat-obat yang bekerja pada SSP seperti tranquiliser, hipnotik.

DAFTAR PUSTAKA1. Prawirohardjo, S. 2009. Ilmu Kandungan . Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo

2. Manuwaba, Ida Bagus Gde. 2010 . Ilmu kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC

3. Mochtar, Rustam. 2002. Sinopsis Obstetri. Jakarta EGC

4. Tuominen, M. Bupivacaine Spinal Anesthesia. Acta Anesthesiology Scand. Vol 35:1-10.

5. Veering, B. Local Anesthesics. In Regional Anaesthesia and Analgesia. Philadelphia. WBSaunders company. 1996. Pages 188-197.

6. Katzung BG. Basic and Clinical Pharmacology. Terjemahan Sjabana D, Isbandiati E, Basori A. Edisi 8. Penerbit Salemba Medika. Jakarta. 2002. Hal 170-171.

7. Setiawati, A. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. FKUI. Jakarta. 2005.

INSTRUKSI POST OPERASI SC SPINAL

1. Bed rest total 24 jam post op dengan bantal tinggi. Boleh miring kanan kiri, tak boleh duduk

2. Ukur TD dan N tiap 15 menit selama 1 jam pertama. Bila TD < 90 beri efedrin 10 mg, bila N<60 beri SA 0,5 mg

3. bila tidak ada mual muntah boleh minum sedikit-sedikit dengan sendok4. bila nyeri kepala hebat, konsul anestesi