seminar hom 2 leukemia

27
SEORANG ANAK LAKI-LAKI USIA 3 TAHUN DENGAN DEMAM SEJAK 1 BULAN YANG LALU DISERTAI KELUHAN TIDAK MAU BERJALAN KELOMPOK 6 DIAJENG PUTRI IRACILY 030.08.079 DINA PUTRI DAMAYANTI 030.08.083 DINI NOVIANI PRATIWI 030.08.084 DITA RAHMITA 030.08.085 EDWARD WIJAYA L.ISMANGOEN 030.08.089 ELFIRA 030.08.091 EVELYN V.P SNAK 030.08.095 FAISHAL LATIFI 030.08.096 FANI SAFITRI 030.08.097 FERDY 030.08.102 FIFI TANDION 030.08.103 GABRIEL KLEMENS WINANDA 030.08.107 PUTRI 030.08.108 GERARD M DA CUNHA 030.08.109 JAKARTA, 19 APRIL 2011 1

Upload: fransiska-kartika

Post on 05-Feb-2016

32 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Hemato onkologi medis

TRANSCRIPT

Page 1: Seminar Hom 2 Leukemia

SEORANG ANAK LAKI-LAKI USIA 3 TAHUN DENGAN DEMAM SEJAK 1 BULAN YANG LALU DISERTAI KELUHAN TIDAK MAU BERJALAN

KELOMPOK 6

DIAJENG PUTRI IRACILY 030.08.079

DINA PUTRI DAMAYANTI 030.08.083

DINI NOVIANI PRATIWI 030.08.084

DITA RAHMITA 030.08.085

EDWARD WIJAYA L.ISMANGOEN 030.08.089

ELFIRA 030.08.091

EVELYN V.P SNAK 030.08.095

FAISHAL LATIFI 030.08.096

FANI SAFITRI 030.08.097

FERDY 030.08.102

FIFI TANDION 030.08.103

GABRIEL KLEMENS WINANDA 030.08.107

PUTRI 030.08.108

GERARD M DA CUNHA 030.08.109

JAKARTA, 19 APRIL 2011

FAKULTAS KEDOKTERAN TRISAKTI

JAKARTA

1

Page 2: Seminar Hom 2 Leukemia

BAB I

PENDAHULUAN

Leukemia adalah salah satu penyakit keganasan yang sangat ditakuti oleh masyarakat dewasa

ini. Di Amerika Serikat, diperkirakan leukemia merupakan 2,7 % dari semua penyakit

keganasan yang terdiagnose dan 3,7 % penyebab kematian akibat keganasan. Meskipun telah

dilakukan berbagai penelitian, etiologi dari keganasan hemopoetik ini tidak diketahui secara

keseluruhan.

Leukemia pertama kali diketahui sebagai suatu penyakit “darah putih” oleh Bannet dan

Virchoe pada tahun 1845. Secara umum, leukemia adalah proliferasi sel leukosit yang

berbeda dari normal, jumlahnya berlebihan dan oleh karena menginfiltrasi sumsum tulang

dapat menyebabkan anemia, trombositopenia atau granulositopenia, dan diakhiri dengan

kematian. Kematian sering terjadi karena perdarahan akibat trombositopenia, atau infeksi

karena granulositopenia.

Leukemia dibagi menjadi akut dan kronik. Dengan kemajuan pengobatan akhir-akhir ini,

penderita LLA dapat hidup lebih lama lagi daripada penderita LMK. Jadi pembagian akut dan

kronik tidak lagi mencerminkan lamanya harapan hidup. Pembagian ini masih

menggambarkan kecepatan timbulnya gejala dan komplikasi.

Leukemia akut dibagi menjadi 2 macam yaitu LMA (Leukemia Mieloblastik Akut) dan LLA

(Leukemia Limfoblastik Akut). Perbedaan antara LMA dan LLA terutama sekali pada usia

penderita dimana pada LLA lebih banyak diderita oleh anak-anak ± 80 %, sedangkan pada

LMA lebih banyak diderita oleh orang dewasa ± 80 %.

2

Page 3: Seminar Hom 2 Leukemia

BAB II

LAPORAN KASUS

Seorang anak laki-laki berumur 3 tahun dibawa ke poliklinik oleh ibunya dengan

keluhan demam sejak 1 bulan yang lalu dan tidak mau berjalan.

3

Page 4: Seminar Hom 2 Leukemia

BAB III

PEMBAHASAN

ANAMNESIS

1. IDENTITAS

Nama : An. X

Jenis kelamin : Laki-laki

Usia : 3 tahun

Alamat : -

Pekerjaan : -

2. KELUHAN UTAMA

Demam sejak 1 bulan yang lalu

3. KELUHAN TAMBAHAN

-Tidak mau berjalan -Nafsu makan menurun

-Batuk dan Pilek -Berat badan menurun

-Bintik-bintik merah (ptechiae) -Mudah lelah

4. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

-

5. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Demam dan tidak mau berjalan

6. RIWAYAT KELUARGA

Pamannya meninggal 3 tahun yang lalu karena kanker paru

7. RIWAYAT PENGOBATAN

4

Page 5: Seminar Hom 2 Leukemia

-

8. RIWAYAT KEBIASAAN

-

9. RIWAYAT PERSALINAN

Lahir spontan, aterm, dan cukup bulan

ANAMNESIS TAMBAHAN

- Apakah ada tanda perdarahan sepeti lebam?

- Apakah ada keringat malam?

- Apakah ada keluhan sesak nafas?

- Bagaimana warna urinnya?

- Bagaimana sifat demamnya?

- Dimana tempat tinggalnya? apakah dia berpergian?

- Apakah ada kejang?

PEMERIKSAAN FISIK

1) KEADAAN UMUM

Compos mentis

Lemah dan pucat

2) TANDA VITAL

Tekanan darah: 100/60mmHg

Nadi : 104 x/menit, teratur

Suhu : 38,1o C

RR : 32 x/menit

Berat badan : 12 kg

Tinggi badan : 95 cm

3) STATUS GENERALISATA

Kepala : Konjungtiva pucat, Mukosa mulut pucat5

Page 6: Seminar Hom 2 Leukemia

Leher : Kelenjar servikal teraba 1x1,5 cm, multipel, tidak nyeri dan

mudah digerakkan

Thorax : -

Abdomen :

Inspeksi : (-)

Palpasi : Hepar: membesar, teraba 4 cm di bawah arcus costae

membesar, teraba 3 cm di bawah processus xiphoideus

Lien : 1/3 garis schufnerr

Perkusi : (-)

Auskultasi : (-)

Genitalia eksterna : (-)

Ekstremitas : Atas : Ptechiae

Bawah : Ptechiae

Pembesaran kelenjar inguinal 1 x 1,5 cm, multipel, tidak nyerin dan mudah

digerakkan

Interpretasi pada pasien ditemukan:

1. Anemia didasarkan pada keadaan umum lemah, pucat, konjungtiva dan mukosa mulut

juga pucat.

2. Febris didasarkan pada suhu tubuh 38,1o C.

3. Berat badan tidak ideal, pada anak usia 3 tahun idealnya adalah (2x3)+8= 14kg.

4. Hepatosplenomegali didasarkan pada pemeriksaan fisik perabaan hepar dan lien.

5. Limfadenopati didasarkan pada pemeriksaan fisik kelenjar servikal dan inguinal.

6. Ptechiae pada ekstremitas atas dan bawah menandakan perdarahan (trombositopenia).

6

Page 7: Seminar Hom 2 Leukemia

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Nilai Rujukan Menurut American Academy of Pediatrics:

Darah Rutin / Darah Lengkap

Usia Hb (g/dL) Ht (%) Eritrosit (juta/mm3)

RDW MCV (fL)

MCH (pg)

MCHC (%)

Trombosit (x 103/mm3)

0-3 hari 15.0-20.0 45-61 4.0-5.9 <18 95-115 31-37 29-37 250-450

1-2 minggu 12.5-18.5 39-57 3.6-5.5 <17 86-110 28-36 28-38 250-450

1-6 bulan 10.0-13.0 29-42 3.1-4.3 <16.5 74-96 25-35 30-36 300-700

7 bulan – 2 tahun

10.5-13.0 33-38 3.7-4.9 <16 70-84 23-30 31-37 250-600

2-5 tahun 11.5-13.0 34-39 3.9-5.0 <15 75-87 23-30 31-37 250-550

5-8 tahun 11.5-14.5 35-42 4.0-4.9 <15 77-95 25-33 31-37 250-550

13-18 tahun 12.0-15.2 36-47 4.5-5.1 <14.5 78-96 25-35 31-37 150-450

Pria dewasa 13.5-16.5 41-50 4.5-5.5 <14.5 80-100 26-34 31-37 150-450

Wanita dewasa

12.0-15.0 36-44 4.0-4.9 <14.5 80-100 26-34 31-37 150-450

Sel Darah Putih (Leukosit) dan Hitung Jenis 

Usia Leukosit

(x 103/mm3)

Seg Bat Limf Mono

Eos Bas

0-3 hari 9.0-35.0 32-62 10-18 19-29 5-7 0-2 0-1

1-2 minggu 5.0-20.0 14-34 6-14 36-45 6-10 0-2 0-1

1-6 bulan 6.0-17.5 13-33 4-12 41-71 4-7 0-3 0-1

7 bulan – 2 tahun 6.0-17.0 15-35 5-11 45-76 3-6 0-3 0-1

2-5 tahun 5.5-15.5 23-45 5-11 35-65 3-6 0-3 0-1

5-8 tahun 5.0-14.5 32-54 5-11 28-48 3-6 0-3 0-1

13-18 tahun 4.5-13.0 34-64 5-11 25-45 3-6 0-3 0-1

Dewasa 4.5-11.0 35-66 5-11 24-44 3-6 0-3 0-1

Hb : 6,5 gr/dl anemia (N: 11,5-13 gr/dl)

Leukosit : 76.000/uL leukositosis (N: 5.500-15.500/uL)

Diff. count : Basofil : 1 normal (N: 0-1)

Eosinofil : 2 normal (N: 0-3)

Netrofil batang : 0 menurun (N: 5-11)

Netrofil segmen : 16 menurun (N: 23-45)

Limfosit : 76 meningkat (N: 35-65)

7

Page 8: Seminar Hom 2 Leukemia

Monosit : 5 normal (N: 3-6)

Trombosit : 15.000/mm3 trombopeni (N250.000-550.000/mm3)

MCV : 70,9 fl menurun (N:75-87 fl)

MCH : 23,2 pg normal (N: 23-30 pg)

MCHC : 32,8 % normal (N: 31-37 %)

RDW : 13,6 normal (N: <15)

Retikulosit : 0,3 % menurun (N: 0,5-1,5 %)

Eritrosit : normositik normokrom

Leukosit : 76% blast, ukuran kecil-kecil, homogeny, kesannya jumlah bertambah

Trombosit : morfologi normal, jumlahnya menurun

Aspirasi sumsum tulang : morfologi hitung jenis selularitas meningkat, granulopoesis

terdesak, eritropoesis dan megakariosit terdesak, limfopoesis

sel ukuran besar dominan, sitoplasma sedikit.

Pewarnaan sitokimia

PAS (+) : biasa digunakan untuk mendiagnosis AML dan ALL

Sudan Black (-) : menentukan adanya ALL

Imunofenotyping = limfosit T, menggambarkan pada penyakit akut limfositik leukemia ini memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan dengan akut limfositik leukemia sel B dan akut myeloblastik leukemia di mana tipe myeloblastik ini lebih sering ditemukan pada orang dewasa.

8

Page 9: Seminar Hom 2 Leukemia

Interpretasi Sediaan Hapus Darah Tepi

Sediaan Apus Darah Tepi :

- Tidak ada batang Auer’s tidak ada tanda leukemia myeloid akut

DIAGNOSIS KERJA

Leukemia limfositik akut sel T tipe L1, berdasarkan pemeriksaan

1. Gejala Klinisnya berupa demam selama 3 bulan tidak mau berjalan, batuk dan pilek, pteciae, nafsu makan menurun berat badan menurun dan mudah lelah

2. Gambaran SADT menunjukan tidak adanya batang auer’s, hiperseluler, sel limfoblas kecil-kecil (khas pada LLA tipe L1 dengan jumlah kasus mencapai 84% pada LLA)

3. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukan adanya :a. Anemiab. Leukositosisc. Trombositopeni

4. Imunofenotyping menunjukan limfosit T

9

Page 10: Seminar Hom 2 Leukemia

5. Epidemiologi menunjukan sebagian besar penderita Leukimia Limfositik Akut adalah anak-anak

PATOFISIOLOGIFaktor Predisposisi

Faktor EtiologiFaktor Pencetus

Mutasi Somatik sel induk

Proliferasi neoplastik dan differentitation arrest

Akumulasi sel muda dalam sum-sum tulang

Infiltrasi sel leukemia Gagal sum-sum tulang

Anemia

Infiltrasi ke organ

Tulang Darah RES

Nyeri Tulang Sindroma Hiperviskositas Limfadenopati

Hepatosplenomegali

Patofisiologi ini sesuai dengan gejala yang ditimbulkan pada pasien ini berupa

1. Anemia sesuai dengan Hb pada pasien 8,6 gr/dL

2. Nyeri saat berjalan akibat infiltrasi sel leukemia ke tulang

10

Page 11: Seminar Hom 2 Leukemia

3. Ptechiae pada pasien sebagai akibat adanya infiltrasi sel leukemia ke mikrovaskuler yang akan mengakibatkan inflamasi dan kebocoran microvaskuler sehingga ditemukan adanya ptechiae di pembuluh darah perifer (1)

Hepatosplenomegali sebagai akibat adanya infiltrasi sel leukosit

PENGOBATAN

1. Transfusi darah, biasanya diberikan bila kadar Hb < 6 gr/dl. Pada trombositopenia

yang berat dan perdarahan massif, dapat diberikan transfuse trombosit dan bila

terdapat tanda-tanda DIC dapat diberikan heparin

2. Kortikosteroid (prednisone, kortison, deksametason, dsb). Setelah dicapai remisi,

dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan.

3. Sitostatika. Selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mp, metotreksat atau

MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih poten seperti Vinkristin

(Oncovin), Rubidomisin (Daunorubisin), Sitosin, Arabinosid, L-asparaginase,

Siklofosfamid atau CPA, Adriamisin dan sebagainya. Umumnya sitostatika diberikan

dalam kombinasi bersam-sama dengan prednisone. Pada pemberian obat-obatan ini

sering terdapat akibat samping berupa alopesia, stomatitis, leucopenia, infeksi

sekunder atau kandidiasis. Hendaknya lebih berhati-hati bila jumlah leukosit <

2000/mm3

4. Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi dalam kamar yang suci

hama)

5. Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah tercapai remisi dan

jumlah sel leukemik cukup rendah (105-106), imunoterapi mulai diberikan.

Pola Pengobatan

1. Induksi

Dimaksudkan untuk mencapai remisi, yaitu dengan pemberian berbagai obat tersebut

di atas, baik secara sistemik maupun intratekal sampai sel blas dalam sumsum tulang

kurang dari 5%. Sistemik:

a. VCR (Vinkristin): 2 mg/m2/minggu, intravena, diberikan 6 kali.

b. ADR (Adriamisin): 40 mg/m2/2minggu intravena, diberikan 3 kali, dimulai pada

hari ketiga pengobatan.

11

Page 12: Seminar Hom 2 Leukemia

c.Pred (Prednison): 50mg/m2/hari peroral diberikan selama 5 minggu, kemudian

tapering off selama 1 minggu.

2. Konsolidasi

Yaitu agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi.

a.MTX: 15 mg/m2/hari intravena, diberikan 3 kali, dimulai satu minggu setelah VCR

keenam, kemudian dilanjutkan dengan:

b. 6-MP (6-merkaptopurin): 500 mg/m2/hari peroral, diberikan 3 kali.

c. CPA (siklofosfamid): 800 mg/m2/kali diberikan sekaligus pada akhir minggu kedua

dari konsolidasi

3. Rumat (Maintenance)

Untuk mempertahankan masa remisi, sedapat-dapatnya suatu masa remisi yang lama.

Biasanya dilakukan dengan pemberian sitostatika separuh dosis biasa.

Dimulai satu minggu setelah setelah konsolidasi terkahir (CPA) dengan:

a.6-MP: 65 mg/m2/hari peroral

b.MTX: 20 mg/m2/minggu peroral, dibagi dalam 2 dosis (misalnya Senin dan Kamis)

4. Reinduksi

Dimaksudkan untuk mencegah relaps. Reinduksi biasanya dilakukan setiap 3-6 bulan

dengan pemberian obat-obatan seperti pada induksi selama 10-14 hari. Selama

reinduksi obat-obat rumat dihentikan.

Sistemik:

a.VCR: dosis sama dengan dosis induksi, diberikan 2 kali.

b. Pred: dosis sama dengan dosis induksi diberikan 1 minggu penuh dan 1 minggu

kemudian tapering off.

SSP: MTX intratekal: dosis sama dengan dosis profilaksis, diberikan 2 kali.

5. Mencegah terjadinya leukemia susunan saraf pusat

Untuk hal ini diberikan MTX (metotreksat) 10 mg/m2/intratekal, diberikan 5 kali

dimulai bersamaan dengan atau setelah VCR pertama untuk mencegah leukemia

meningeal dan radiasi cranial sebanyak 2.400-2.500 rad. untuk mencegah leukemia

meningeal dan leukemia serebral. Radiasi ini tidak diulang pada reinduksi.

6. Pengobatan imunologik

Diharapkan semua sel leukemia dalam tubuh akan hilang sama sekali dan dengan

demikian diharapkan penderita dapat sembuh sempurna.

12

Page 13: Seminar Hom 2 Leukemia

BCG diberikan 2 minggu setelah VCR kedua pada reinduksi pertama. Dosis 0,6 ml

intrakutan, diberikan pada 3 tempat masing-masing 0,2 ml. Suntikan BCG diberikan 3

kali dengan interval 4 minggu. Selama pengobatan ini, obat-obat rumat diteruskan. (2)

Pengobatan seluruhnya dihentikan setelah 3 tahun remisi terus menerus. Pungsi sumsum

tulang ulangan rutin dilakukan setelah induksi pengobatan (setelah 6 minggu).

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Leukemia adalah sekumpulan penyakit yang ditandai oleh adanya akumulasi leukosit

ganas dalam sumsum tulang dan darah. Sel-sel abnormal ini menyebabkan timbulnya gejala

karena: (a) kegagalan sumsum tulang yaitu netropenia, anemia, trombositopenia dan (b)

infiltrasi organ misalnya hati, limpa, kelenjar getah bening, meningens, otak, kulit, atau testis.

Klasifikasi Leukemia

Penggolongan utama dibagi menjadi 4 tipe : leukemia akut dan kronik, yang lebih

lanjut dibagi menjadi limfoid atau mieloid

Leukemia akut biasanya merupakan penyakit yang bersifat agresif, dengan

transformasi ganas yang menyebabkan terjadinya akumulasi progenitor hemopoietik sumsum

tulang dini, disebut sel blast. Gambaran klinis dominan penyakit-penyakit ini biasanya adalah

kegagalan sumsum tulang yang disebabkan akumulasi sel blast walaupun juga terjadi

infiltrasi jaringan. Apabila tidak diobati, penyakit ini biasanya cepat bersifat fatal, tetapi

secara paradoks lebih mudah diobati daripada leukemia kronik.

Klasifikasi Leukemia Akut

Leukemia akut didefinisikan sebagai adanya lebih dari 30% sel blast dalam sumsum tulang

pada saat manifestasi klinis. Leukemia akut selanjutnya dibagi menjadi Leukemia Mieloid

Akut (AML) dan Leukemia Limfoblastik Akut (ALL) berdasarkan apakah sel blast terbukti

sebagai mieloblas atau limfoblas. (3)

13

Page 14: Seminar Hom 2 Leukemia

Leukemia Limfoblastik Akut

Penyakit ini disebabkan oleh akumulasi limfoblas dan merupakan penyakit keganasan masa

anak yang paling banyak ditemukan.

Secara Etiologi/klinis:

ALL adalah bentuk leukemia yang paling lazim di jumpai pada anak, insidensi

tertinggi pada anak usia 3-7 tahun dan menurun pada usia 10 tahun. Tipe prekursor B yang

lazim dijumpai (CD10+), paling sering ditemuan pada anak dan mempunyai insidensi yang

sama untuk kedua jenis kelamin. Terdapat predominasi pria yang menderita ALL-T.

Frekuensi kejadian ALL lebih rendah setelah usia 10 tahun dengan peningkatan sekunder

setelah usia 40 tahun.

Etiologi

Penyebab LLA sampai sekarang belum jelas, namun kemungkinan besar karena virus

(virus onkogenik).

Faktor lain yang berperan antara lain:

1. Faktor eksogen seperti sinar X, sinar radioaktif, dan bahan kimia (benzol, arsen,

preparat sulfat), infeksi (virus dan bakteri).

2. Faktor endogen seperti ras

3. Faktor konstitusi seperti kelainan kromosom, herediter (kadang-kadang dijumpai

kasus leukemia pada kakak-adik atau kembar satu telur).

Faktor predisposisi:

1.  Faktor genetik: virus tertentu menyebabkan terjadinya perubahan struktur gen (T

cell leukimia-lymphoma virus/HTLV)

2.  Radiasi ionisasi: lingkungan kerja, prenatal, pengobatan kanker sebelumnya

3.  Terpapar zat-zat kimiawi seperti benzen, arsen, kloramfenikol, fenilbutazon, dan

agen anti neoplastik.

4.  Obat-obat imunosupresif, obat karsinogenik seperti diethylstilbestrol

5.  Faktor herediter misalnya pada kembar satu telur

6.  Kelainan kromosom

14

Page 15: Seminar Hom 2 Leukemia

Jika penyebab leukimia disebabkan oleh virus, virus tersebut akan mudah masuk ke

dalam tubuh manusia jika struktur antigen virus tersebut sesuai dengan struktur antigen

manusia. Struktur antigen manusia terbentuk oleh struktur antigen dari berbagai alat tubuh

terutama kulit dan selaput lendir yang terletak di permukaan tubuh(antigen jaringan). Oleh

WHO, antigen jaringan ditetapkan dengan ,jistilah HL-A (human leucocyte locus A). Sistem

HL-A individu ini diturunkan menurut hukum genetika sehingga peranan faktor ras dan

keluarga sebagai penyebab leukemia tidak dapat diabaikan. (4)

Gejala klinis :

1. Anemia

Penderita akan menampakkan cepat lelah, pucat dan bernafas cepat akibat dari sel

darah merah dibawah normal menyebabkan oksigen dalam tubuh kurang, akibatnya

penderita bernafas cepat sebagai kompensasi pemenuhan kekurangan oksigen dalam

tubuh.

2. Perdarahan

Ketika platelet sel pembeku darah tidak terproduksi dengan wajar karena didominasi

oleh sel darah putih, maka penderita akan mengalami perdarahan di jaringan kulit

seperti petechiae

3. Terserang infeksi.

Sel darah putih berperan sebagai pelindung daya tahan tubuh, terutama melawan

penyakit infeksi. Pada penderita leukemia, sel darah putih yang diterbentuk adalah

tidak normal sehingga tidak berfungsi semestinya. Akibat tubuh si penderita rentan

terkena infeksi virus dan bakteri, bahkan dengan sendirinya akan menampakkan

keluhan adanya demam, keluar cairan putih dari hidung dan batuk.

4. Nyeri tulang dan persendian.

Hal ini disebabkan sebagai akibat dari sumsum tulang / bone marrow mendesak padat

oleh sel darah putih.

5. Nyeri Perut

Nyeri perut juga merupakan indikasi gejala leukemia, dimana sel leukemia dapat

terkumpul pada organ ginjal, hati dan empedu yang menyebabkan pembesaran pada

organ-organ tubuh ini dan timbulah nyeri. Nyeri perut ini dapat berdampak hilangnya

nafsu makan penderita leukemia.

6. Pembengkakan Kelenjar Limpa

15

Page 16: Seminar Hom 2 Leukemia

Penderita kemungkinan besar mengalami pembengkakan pada kelenjar limpa, baik itu

yang di bawah lengan, leher, dada dan lainnya. Kelenjar lympa bertugas menyaring

darah, sel leukemia dapat terkumpul disini dan menyebabkan pembengkakan.

7. Kesulitan bernafas (Dyspnea)

Pada kasus lebih lanjut penderita mungkin menampakkan gejala kesulitan bernafas

dan nyeri dada akibat dari kehilangan menurunnya permeabilitas pembuluh darah

dikarenakan karena turunnya produksi trombosit. Apabila terjadi hal ini maka harus

segera mendapatkan pertolongan medis.

Patofisiologi

Leukemia merupakan proliferasi dari sel pembuat darah yang bersifat sistemik dan

biasanya berakhir fatal. Leukemia dikatakan penyakit darah yang disebabkan karena

terjadinya kerusakan pada pabrik pembuat sel darah yaitu sumsum tulang. Penyakit ini sering

disebut kanker darah. Keadaan yang sebenarnya sumsum tulang bekerja aktif membuat sel-

sel darah tetapi yang dihasilkan adalah sel darah yang tidak normal dan sel ini mendesak

pertumbuhan sel darah normal. (5)

Terdapat dua mis-konsepsi yang harus diluruskan mengenai leukemia, yaitu:

1.  Leukemia merupakan overproduksi dari sel darah putih, tetapi sering ditemukan

pada leukemia akut bahwa jumlah leukosit rendah. Hal ini diakibatkan karena

produksi yang dihasilkan adalah sel yang immatur.

2.  Sel immatur tersebut tidak menyerang dan menghancurkan sel darah normal atau

jaringan vaskuler. Destruksi seluler diakibatkan proses infiltrasi dan sebagai

bagian dari konsekuensi kompetisi untuk mendapatkan elemen makanan

metabolik.

Leukemia akut merupakan penyakit dengan transformasi maligna dan perluasan klon-

klon sel-sel hematopoetik yang terhambat pada tingkat diferensiasi dan tidak bisa

berkembang menjadi bentuk yang lebih matang. Sel darah berasal dari sel induk

hematopoesis pluripoten yang kemudian berdiferensiasi menjadi induk limfoid dan induk

mieloid (non limfoid) multipoten. Sel induk limfoid akan membentuk sel T dan sel B, sel

induk mieloid akan berdiferensiasi menjadi sel eritrosit, granulosit-monosit dan megakariosit.

Pada setiap stadium diferensiasi dapat terjadi perubahan menjadi suatu klon leukemik

yang belum diketahui penyebabnya. Bila hal ini terjadi maturasi dapat terganggu, sehingga

jumlah sel muda akan meningkat dan menekan pembentukan sel darah normal dalam sumsum

16

Page 17: Seminar Hom 2 Leukemia

tulang. Sel leukemik tersebut dapat masuk kedalam sirkulasi darah yang kemudian

menginfiltrasi organ tubuh sehingga menyebabkan gangguan metabolisme sel dan fungsi

organ. Kematian pada penderita leukemia akut pada umumnya diakibatkan penekanan

sumsum tulang yang cepat dan hebat, akan tetapi dapat pula disebabkan oleh infiltrasi sel

leukemik tersebut ke organ tubuh penderita.

Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan darah tepi, gejala yang terlihat adalah adanya pansitopenia, limfositosis

yang kadang-kadang menyebabkan gambaran darah tepi monoton dan terdapat sel blast

(menunjukkan gejala patogonomik untuk leukemia).

Pemeriksaan sumsum tulang ditemukan gambaran monoton yaitu hanya terdiri dari

sel limfopoetik patologis sedangkan sistem lain terdesak (aplasia sekunder).

Pemeriksaan biopsi limfa memperlihatkan proliferasi sel leukemia dan sel yang

berasal dari jaringan limfa yang terdesak seperti: limfosit normal, RES, granulosit, pulp cell.

70 – 90% dari kasus leukemia Mielogenus Kronis (LMK) menunjukkan kelainan kromosom

yaitu kromosom 21 (kromosom Philadelphia atau Ph 1).50 – 70% dari pasien Leukemia

Limfositik Akut (LLA), Leukemia Mielogenus Akut (LMA) mempunyai kelainan berupa: (6)

- Kelainan jumlah kromosom seperti diploid (2n), haploid (2n-a), hiperploid

- Kariotip yang pseudodiploid pada kasus dengan jumlah kromosom yang diploid

(2n+a)

- Bertambah atau hilangnya bagian kromosom (partial depletion)

- Terdapat marker kromosom yaitu elemen yang secara morfologis bukan merupakan

kromosom normal, dari bentuk yang sangat besar sampai yang sangat kecil. Untuk

menentukan pengobatannya harus diketahui jenis kelainan yang ditemukan. Pada

leukemia biasanya didapatkan dari hasil darah tepi berupa limfositosis lebih dari

80% atau terdapat sel blast. Juga diperlukan pemeriksaan dari sumsum tulang dengan

menggunakan mikroskop elektron akan terlihat adanya sel patologis.

Prognosis

17

Page 18: Seminar Hom 2 Leukemia

Sebelum adanya pengobatan untuk leukemia penderita akan meninggal dalam waktu 4

bulan setelah penyakitnya terdiagnosis. Lebih dari 90% penderita penyakitnya bisa

dikendalikan setelah menjalani kemoterapi awal. Banyak penderita yang mengalami

kekambuhan, tetapi 50% pada anak tidak memperlihatkan tanda-tanda leukemia dalam 5

tahun setelah pengobatan. Anak berusia 3-7 tahun memiliki prognosis paling baik.

Anak-anak atau dewasa yang jumlah sel darah putih awalnya kurang dari 25.000

sel/mikroL darah cenderung memiliki prognosis yang lebih baik daripada penderita yang

memiliki jumlah sel darah putih lebih banyak.

BAB V

KESIMPULAN

Pada pasien ini dapat ditegakan diagnosis kerja Leukimia Limfositik Akut Limfosit T tipe 1

berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan SADT, pemeriksaan laboratorium dan imunotyping

dan kita dapat melakukan penatalaksanaan berupa induksi, konsolidasi, rumat, reinduksi,

pencegahan ke SSP dan pengobatan imunologik

Untuk prognosis pada kasus pasien atas adalah dubia ad bonam untuk ad vitam. Dubia ad

malam untuk ad sanationam dan fungsionamnya dubia ad bonam.

18

Page 19: Seminar Hom 2 Leukemia

BAB VI

DAFTAR PUSTAKA

1. Bakta IM. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;

2006.

2. Silbernagl S, Lang F. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta : Penerbit Buku

Kedokteran EGC; 2006.

3. Price SA, Wilson LM, editors. Patofisiologi, Konsep Klinik Proses-proses Penyakit.

Volume 1. 6th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG; 2006.

4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Ed

V. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2009.

5. Isselbacher K. J. Harrison. Prinsip- Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Ed 17. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC;2008.

6. Hoffbrand AV, Pettit JE , dkk. Kapita Selekta Hematologi. Ed 4. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC : 2005.

19