mmakalah 3 hom
DESCRIPTION
hoomTRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
MODUL HEMATOLOGI ONKOLOGI MEDIK
“Seorang anak laki-laki yang dirujuk masuk Rumah Sakit dengan keterangan
Anemia Gravis”
KELOMPOK IV
030.07.089 Farida Apriani
030.08.138 Krisna Herdiyanto
030.09.148 Mayandra Mahendrasti
030.09.161 Muthi Melatiara
030.09.176 Nyimas Ratih Amandhita NP
030.09.09.190 Raden Roro Marina Rizky U
030.09.206 Rika Susanti
030.09.218 Ruti Devi Permatasari
030.09.236 Silvani Ully Siahaan
030.09.250 Tara Wandhita Usman
030.09.263 Vania Paramitha W
030.09.276 Yolla Eva Meissa
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
Jakarta, 2012
BAB I
PENDAHULUAN
Kasus ketiga modul HOM semester genap ini bertemakan tentang leukemia
limfositik akut. Diskusi pertama dilakukan pada hari Rabu, 11 April 2012 pada pukul
08.00 WIB bertempat di ruang 107 Kampus B Fakultas Kedokteran Universitas
Trisakti. Diskusi ini berlangsung kurang lebih satu setengah jam diketuai oleh Rika
Susanti dengan sekretaris Nyimas ratih dan diawasi oleh tutor dr. Lie Meriyanti.
Diskusi selanjutnya dilakukan pada hari Selasa, 17 April 2012 pada pukul
08.00 WIB bertempat di ruangan yang sama. Diskusi ini berlangsung kurang lebih
satu setengah jam dan berjalan lancar. Diskusi ini juga diketuai oleh Vania Paramitha
dan dibantu Ruti Devi selaku sekretaris. Tutor yang mengawasi diskusi ini adalah dr.
Lie Meriyanti.
BAB II
LAPORAN KASUS
Seorang anak laki-laki usia 4 tahun 7 bulan dirawat untuk pertama kalinya di
rumah sakit pada tanggal 14 Februari 2012 atas rujukan SpA (K), dengan keterangan
anemia gravis.
Hasil laboratorium RS di Lampung
Hb : 5 gr/dl
Leukosit : 9400/uL
Trombosit : 7000/uL
Hitung jenis :
Basofil : 0
Eosinofil : 0
Batang : 0
Segmen : 19
Limfosit : 80
Monosit : 1l
Limfoblas : 0
Hasil laboratorium di RSCM
Hb : 9,5 g/dL
Ht : 31%
Leukosit : 9400/uL
Trombosit : 7000/uL
Hitung jenis :
Basofil : 0
Eosinofil : 0
Batang : 0
Segmen : 3
Limfosit : ??
Monosit : 0
Limfoblas : 97
BAB III
PEMBAHASAN
A. IDENTIFIKASI PASIEN
Nama : -
Umur : 4 tahun 7 bulan
Jenis kelamin : Pria
Status Pernikahan : -
Agama : -
Alamat : -
Tanggal berobat : 14 Februari 2012
B. DAFTAR MASALAH DAN HIPOTESIS
Keluhan utama Hipotesis
1. Anemia gravis atau anemia
aplastik
Anemia aplastik :
- Dikarenakan pajanan radiasi
- Dikarenakan bahan kimia
- Dikarenakan obat (fenilbutazon,
senyawa sulfur, antikunvulsan dan
obat sitotoksik)
- Dikarenakan infeksi
Leukimia :
- Dikarenakan radiasi
- Obat Sitotoksik
- Infeksi HTLV-1 (human T- cell
leukimia Lymphoma Virus)
- Herediter
Sindrom Dismielopoetik sekunder :
Ini disebabkan defisiensi vitamin B12 atau
defisiensi asam folat, pengobatan sitostatik
DLL ( ini gw masih bingung secara
epidemiologi umur nya 60 – 75 tahun tapi
kl dilihat dari penyakit sekunder nya
seperti def. 12 sm asam folat gmn?????)
-
C. ANAMNESIS TAMBAHAN
a) Riwayat Penyakit Sekarang
Apakah disertai demam?
Apakah disertai batuk-batuk yang lama?
Apakah disertai dengan gejala anemia seperti lemah, letih, lesu? Jika iya,
timbulnya sejak kapan?
Apakah disertai dengan perdarahan gusi?
Bagaimana riwayat tumbuh kembangnya?
b) Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah ketika ibunya hamil, ibunya terkena infeksi (misalnya
Cytomegalovirus)?
c) Riwayat Penyakit Keluarga
Apakah ada keluarga yang mengalami gejala yang sama?
d) Riwayat Kebiasaan
Bagaimana pola makannya?
e) Riwayat Medikamentosa
Sudah mengkonsumsi obat apa saja sebelumnya?
D. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Kesan sakit : -
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital
Tekanan Darah : -
Tekanan Nadi : -
Suhu : -
Pernafasan : -
Antropometri
Berat badan : -
Tinggi badan : -
Status Generalis
Kulit : -
Apabila ditemukan perdarahan berupa petechiae/ekimosis maka
mendukung hipotesis kami yaitu leukemia limfoblastik akut atau leukemia
myeloblastik akut. Apabila ditemukan kloroma, yaitu infiltrasi sel blast
dijaringan lunak yang menyebabkan nodul dibawah kulit dan leukemia kutis,
yaitu infiltrasi sel blast di bawah kulit berupa benjolan yang tidak berpigmen
dan tanpa rasa sakit, maka mendukung hipotesis kami yaitu leukemia
myeloblastik akut.
Kelenjar Getah Bening : -
Kelompok kami mengharapkan adanya pembesaran kelenjar getah
bening/limfadenopati untuk mendukung leukemia limfoblastik akut dan
leukemia myeloblastik akut.
Kepala : -
Kelompok kami mengharapkan adanya konjungtiva yang pucat
(anemis), mukosa pada bibir pucat untuk mendukung adanya anemia,
perdarahan gusi untuk mendukung hipotesis kami yaitu leukemia limfoblastik
akut dan leukemia myeloblastik akut.
Leher, thyroid, trachea, tenggorokan : -
Thorax : -
Abdomen : -
Kami harapkan adanya splenomegali, hepatomegali untuk mendukung
hipotesis kita yaitu leukemia limfoblastik akut dan leukemia myeloblastik akut
Genitalia Eksterna :
Anus, rectum : -
Extrimitas atas dan extrimitas bawah : -
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, untuk menegakkan
diagnosis dari hipotesis yang ada kami memikirkan untuk melakukan pemeriksaan
penunjang berupa pemeriksaan laboratorium darah, SADT, dan aspirasi sumsum
tulang. Selain itu untuk melengkapi, kami mengajukan pemeriksaan foto thorax.
Dari skenario kasus didapatkan hasil pemeriksaan penunjang sebagai berikut :
1. Laboratorium darah
a. Di Rumah Sakit Lampung
PemeriksaanNilai
Rujukan
Hasil
PemeriksaanInterpretasi
Hb 11-16 gr/dl 5 gr/dl Anemia.
Pada anemia aplastik dan ALL
bisa didapatkan kurangnya sel
darah merah karena sumsum
tulang yang tidak produktif dan
penekanan dari proliferasi
berlebihan sel limfosit.
Leukosit 5.700 –
18.000 /uL
9400/uL Dalam batas normal.
Namun tidak menyingkirkan
hipotesis ALL karena pada
leukemia d\bisa didapatkan
kadar leukosit yang normal
(subleukemik)
Trombosit 150.000 –
450.000 /uL
7000/uL Trombositopenia.
Seperti eritrosit, trombosit juga
mengalami hak sama. Pada
anemia aplastik dan ALL bisa
didapatkan kurangnya sel darah
merah karena sumsum tulang
yang tidak produktif dan
penekanan dari proliferasi
berlebihan sel limfosit.
Differential
count
Basofil
Eosinofil
Neutrofil
Batang
Neutrofil
Segmen
Limfosit
Monosit
Limfoblast
(dalam %)
0-1
1-3
3-5
50-70
22-35
4-6
-
0
0
0
19
80
1
0
Normal
Kurang dari normal
Kurang dari normal
Kurang dari normal
Lebih dari normal
Kurang dari normal
Normal.
Menggambarkan shift to the left
dengan hal yang mencolok
yakni meningkatnya produksi
sel limfosit. Hal ini mendukung
hipotesis kami, yakni ALL.
LED < 10
mm/jam
138 mm/jam Lebih dari normal.
Pada keganasan bisa didapatkan
peningkatan LED yang tinggi.
Pada kasus ini, keadaan anemia
juga berperan dalam
menimbulkan peningkatan LED
karena jumlah sel darah yang
berkurang sehingga lebih cepat
untuk mengalami pengendapan.
b. Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
Pemeriksaan Nilai
Rujukan
Hasil
Pemeriksaan
Interpretasi
Hb 11-16 gr/dl 9.5 gr/dl Anemia.
Terjadi peningkatan dari
pemeriksaan sebelumnya, namun
masih dalam kadar dibawah
normal. Kemungkinan karena
kadar Hb sebelumnya yang
sangat rendah dan pasien sempat
dirawat di RS, pasien telah
mendapat terapi untuk
meningkatkan kadar Hb-nya,
salah satunya dengan transfusi
darah.
Hematokrit 31 - 45 % 31 % Normal.
Namun dalam batas bawah.
Dapat dikarenakan jumlah sel
darah yang berkurang (anemia,
trombositopenia).
Leukosit 5.700 –
18.000 /uL
9400/uL Sama seperti pemeriksaan
sebelumnya. Tidak mengalami
peningkatan atau penurunan.
Trombosit 150.000 –
450.000 /uL
7000/uL Sama seperti pemeriksaan
sebelumnya. Tidak mengalami
peningkatan atau penurunan.
Differential
count
Basofil
Eosinofil
Neutrofil
Batang
Neutrofil
Segmen
Limfosit +
Limfoblast
Monosit
(dalam %)
0-1
1-3
3-5
50-70
22-35
(limfosit)
(limfoblast -)
4-6
0
0
0
3
97
0
Normal
Kurang dari normal
Kurang dari normal
Kurang dari normal
Lebih dari normal
Limfoblast seharusnya tidak
didapatkan di darah perifer.
Kurang dari normal
Sedikit berbeda dengan
pemeriksaan sebelumnya,
didapatkan sel muda limfosit
(limfoblast) di darah tepi dalam
jumlah banyak. Mendukung
diagnosis ALL.
LED < 10
mm/jam
138 mm/jam Lebih dari normal.
Pada keganasan bisa didapatkan
peningkatan LED yang tinggi.
Pada kasus ini, keadaan anemia
juga berperan dalam
menimbulkan peningkatan LED
karena jumlah sel darah yang
berkurang sehingga lebih cepat
untuk mengalami pengendapan.
2. Sediaan Apus Darah Tepi
Pada sediaan didapatkan kelainan berupa sel eritrosit yang normositik
hipokrom dan adanya sel limfoblas. Sel yang ditunjuk dengan anak panah
adalah sel limfoblas dengan ciri-ciri bentuk sel bulat, sitoplasma gelap,
tidak ada granula, rasio inti lebih daripada sitoplasma, terlihat nucleolus.
Hal ini merupakan salah satu kriteria diagnosis Acute Limfocytic Leukimia
(ALL) karena ditemukannya sel muda dari limfosit yang belum matur
(limfoblast) yang seharusnya tidak didapatkan di apusan darah tepi.
Pada ALL sel eritrosit biasanya normositik normokrom karena letak
kelainan terletak pada sumsum tulang, namun pada pasien ini didapat sel
yang hipokrom. Menurut pendapat kami, keadaan hipokrom dapat
disebabkan oleh nafsu makan yang berkurang sehingga nutrisi yang ada
tidak mencukupi kebutuhan tubuh, salah satunya kurangnya asupan Fe,
sehingga pada sediaan didapatkan kesan anemia defisiensi Fe, sel eritrosit
yang hipokrom.
3. Foto Thorax
Interpretasi dari foto thorax yakni, tidak adanya pembesaran kelenjar
hilus dan tidak didapatkan massa. Komplikasi ke paru yang biasa terjadi
pada pasien dengan ALL, pneumonia, dengan faktor resiko pasien telah di
rawat inap sebelumnya, dapat disingkarkan terlebih dahulu. Tidak adanya
massa juga dapat menyingkirkan kemungkinan tumor.
Berdasarkan hasil pemeriksaan penunjang yang telah didapatkan dapat
ditegakkan diagnosis kerja berupa Acute Limfocytic Leukima (ALL). ALL
diklasifikasikan lagi menjadi beberapa tipe. Untuk menentukan tipe dari ALL
dan penyebabnya diperlukan immunophenotype dan pemeriksaan sitogenetik.
F. DIAGNOSIS KERJA
Leukemia Limfoid Akut
Kelompok kami menegakan diagnosis kerja Leukemia Limfoid Akut
karena dilihat dari onset penyakit ini kebanyakan pada anak-anak. Kemudian
dari gejala klinis menunjukkan gejala anemia yaitu tampak pucat. Selain itu
juga didapatkan gejala trombositopenia yaitu adanya biru-biru dan bintik-
bintik pada tungkai bawah. Hal ini didukung dengan hasil pemeriksaan
laboratorium darah terdapat penurunan Hb, penurunan trombosit, peningkatan
limfoblast pada hitung jenis, serta gambaran pada sediaan apus darah tepi.
Peningkatan limfoblast dan gambaran pada sediaan apus darah tepi ini
membantu menetapkan diagnosis pada pasien ini, namun dibutuhkan beberapa
pemeriksaan penunjang tambahan untuk menentukan diagnosis pastinya yang
dibahas pada bagian pemeriksaan penunjang.
G. DIAGNOSIS BANDING
Leukemia Mieloid Akut
Kelompok kami menyingkirkan Leukemia Mieloid Akut karena
meskipun penyakit ini bisa mengenai semua umur, namun lebih sering pada
orang dewasa. Selain itu untuk membantu menyingkirkan, salah satunya
dengan ditemukannya gambaran batang Aeur yang khas pada leukemia
mieloid akut melalui pemeriksaan SADT.
H. PATOFISIOLOGI KASUS
Sel-sel ganas leukemia limfoblastik akut (ALL) adalah sel-sel prekursor
limfoid (yaitu, lymphoblast) yang dapat dideteksi saat awal perkembangan.
Kelainan ini disebabkan oleh ekspresi gen yang abnormal, sering sebagai akibat
dari translokasi kromosom. Lymphoblast menggantikan elemen sumsum normal,
mengakibatkan penurunan dalam produksi sel darah normal. Akibatnya adalah
anemia, trombositopenia, dan neutropenia terjadi pada berbagai tingkat. Para
lymphoblasts juga berkembang biak di organ selain sumsum tulang, terutama hati,
limpa, dan kelenjar getah bening sehingga menyebabkan pembesaran organ-organ
tersebut.1
I. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
1. Terapi spesifik
Kemoterapi
- Fase Induksi remisi
Pencapaian yang diinginkan yaitu keadaan dimana keadaan klinis
menghilang, serta keadaan blast di sumsum tulang < 5%.
Suatu kombinasi Prednison, Vinkristin (Oncovin), dan Asparaginase
akan menghasilkan remisi kira-kira 98% dari anak dengan LLA risiko-
standar, khas dalam 4 minggu. Kurang dari 5% penderita memerlukan 2
minggu terapi induksi lagi.
- Fase Post Remisi
Untuk mempertahankan remisi selama mungkin yang pada akhirnya
akan menuju kesembuhan.
Faktor predisposisi : usia 4 thn 7
bulan, laki-lakiFaktor etiologi :
kelainan kromosom 80-
90%Faktor
pencetus : infeksi,dll
Mutasi somatik
sel indukProliferasi neoplastik prekursor
limfosit
Infiltrasi sel
leukimia ke organ
Penekanan pada
hemopoesis normal
Hb
Anemia
aplastik
Trombositopenia
Limfositosis
Granulositopenia
o Terapi untuk sanctuary phase (membasmi sel-sel leukemia yang
berada di SSP dan Testis)
Kemoterapi Intratekal : Triple IT yang terdiri atas
Metrotreksat (MTX), Ara-C, dan Hidrokortison.
o Terapi Lanjutan Sistemik
Terdiri dari Metrotreksat (MTX) dan 6-merkaptopurin
(Purinetol), harus diberikan selama 2,5 – 3 tahun.
J. PROGNOSIS
Prognosis ditentukan dengan membagi pasien ke dalam kelompok risiko rendah,
risiko standar, risiko tinggi, dan risiko sangat tinggi. Pembagian itu didasarkan kepada
gejala klinis, hasil laboratorium (hitung jumlah leukosit), usia pasien, sitogenetik,
karakter biologis dari limfoblast, dan respon terhadap terapi induksi. Pada kasus
belum didapatkan data-data lengkap di atas.1
Ad vitam : Dubia ad bonam
Pasien usia 2-10 tahun memiliki prognosis yang baik.2 Selain itu, jumlah
leukosit pasien masih normal, dan pada umumnya pasien ALL memiliki
prognosis yang cukup baik jika mendapatkan terapi yang adekuat dan
memberi respon yang baik terhadap kemoterapi.
Ad sanationam : Dubia ad bonam
Relaps lebih sering terjadi pada pasien dengan usia lebih muda.
Ad fungsionam : Dubia ad bonam
Jika pasien merespon terapi dengan baik, dan dari hasil sitogenetika terdapat
hiperploidi,3 maka prognosis ad fungsionamnya akan lebih baik.
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
1. LEUKEMIA LIMFOSITIK AKUT
a) DEFINISI
Leukemia Limfositik Akut (LLA) adalah suatu penyakit yang berakibat
fatal, dimana sel-sel yang dalam keadaan normal berkembang menjadi limfosit
berubah menjadi ganas dan dengan segera akan menggantikan sel-sel normal
di dalam sumsum tulang.
LLA merupakan leukemia yang paling sering terjadi pada anak-anak.
Leukemia jenis ini merupakan 25% dari semua jenis kanker yang mengenai
anak-anak di bawah umur 15 tahun. Paling sering terjadi pada anak usia antara
3-5 tahun, tetapi kadang terjadi pada usia remaja dan dewasa.
Sel-sel yang belum matang, yang dalam keadaan normal berkembang
menjadi limfosit, berubah menjadi ganas. Sel leukemik ini tertimbun di
sumsum tulang, lalu menghancurkan dan menggantikan sel-sel yang
menghasilkan sel darah yang normal.
Sel kanker ini kemudian dilepaskan ke dalam aliran darah dan
berpindah ke hati, limpa, kelenjar getah bening, otak, ginjal dan organ
reproduksi; dimana mereka melanjutkan pertumbuhannya dan membelah diri.
Sel kanker bisa mengiritasi selaput otak, menyebabkan meningitis dan bisa
menyebabkan anemia, gagal hati, gagal ginjal dan kerusakan organ lainnya.
b) PENYEBAB
Sebagian besar kasus tampaknya tidak memiliki penyebab yang pasti.
Radiasi, bahan racun (misalnya benzena) dan beberapa obat kemoterapi
diduga berperan dalam terjadinya leukemia.
Kelainan kromosom juga memegang peranan dalam terjadinya leukemia akut.
Faktor resiko untuk leukemia akut adalah:
- sindroma Down
- memiliki kakak/adik yang menderita leukemia
- pemaparan oleh radiasi (penyinaran), bahan kimia dan obat.
c) GEJALA
Gejala pertama biasanya terjadi karena sumsum tulang gagal menghasilkan sel
darah merah dalam jumlah yang memadai, yaitu berupa:
- lemah dan sesak nafas, karena anemia (sel darah merah terlalu sedikit)
- infeksi dan demam karena, berkurangnya jumlah sel darah putih
- perdarahan, karena jumlah trombosit yang terlalu sedikit.
Pada beberapa penderita, infeksi yang berat merupakan pertanda awal
dari leukemia; sedangkan pada penderita lain gejalanya lebih ringan, berupa
lemah, lelah dan tampak pucat.
Perdarahan yang terjadi biasanya berupa perdarahan hidung,
perdarahan gusi, mudah memar dan bercak-bercak keunguan di kulit. Sel-sel
leukemia dalam otak bisa menyebabkan sakit kepala, muntah dan gelisah;
sedangkan di dalam sumsum tulang menyebabkan nyeri tulang dan sendi.
d) DIAGNOSA
Pemeriksaan darah rutin (misalnya hitung jenis darah komplit) bisa
memberikan bukti bahwa seseorang menderita leukemia. Jumlah total sel
darah putih bisa berkurang, normal ataupun bertambah; tetapi jumlah sel darah
merah dan trombosit hampir selalu berkurang.
Sel darah putih yang belum matang (sel blast) terlihat di dalam contoh darah
yang diperiksa dibawah mikroskop. Biopsi sumsum tulang hampir selalu
dilakukan untuk memperkuat diagnosis dan menentukan jenis leukemia.
e) PENGOBATAN
Tujuan pengobatan adalah mencapai kesembuhan total dengan
menghancurkan sel-sel leukemik sehingga sel noramal bisa tumbuh kembali di
dalam sumsum tulang.
Penderita yang menjalani kemoterapi perlu dirawat di rumah sakit selama
beberapa hari atau beberapa minggu, tergantung kepada respon yang
ditunjukkan oleh sumsum tulang.
Sebelum sumsum tulang kembali berfungsi normal, penderita mungkin
memerlukan:
- transfusi sel darah merah untuk mengatasi anemia
- transfusi trombosit untuk mengatasi perdarahan
- antibiotik untuk mengatasi infeksi.
Beberapa kombinasi dari obat kemoterapi sering digunakan dan
dosisnya diulang selama beberapa hari atau beberapa minggu. Suatu
kombinasi terdiri dari prednison per-oral (ditelan) dan dosis mingguan dari
vinkristin dengan antrasiklin atau asparaginase intravena.
Untuk mengatasi sel leukemik di otak, biasanya diberikan suntikan
metotreksat langsung ke dalam cairan spinal dan terapi penyinaran ke otak.
Beberapa minggu atau beberapa bulan setelah pengobatan awal yang intensif
untuk menghancurkan sel leukemik, diberikan pengobatan tambahan
(kemoterapi konsolidasi) untuk menghancurkan sisa-sisa sel leukemik.
Pengobatan bisa berlangsung selama 2-3 tahun. Sel-sel leukemik bisa
kembali muncul, seringkali di sumsum tulang, otak atau buah zakar.
Pemunculan kembali sel leukemik di sumsum tulang merupakan masalah yang
sangat serius.
Penderita harus kembali menjalani kemoterapi. Pencangkokan sumsum
tulang menjanjikan kesempatan untuk sembuh pada penderita ini. Jika sel
leukemik kembali muncul di otak, maka obat kemoterapi disuntikkan ke
dalam cairan spinal sebanyak 1-2 kali/minggu. Pemunculan kembali sel
leukemik di buah zakar, biasanya diatasi dengan kemoterapi dan terapi
penyinaran.
f) PROGNOSIS
Sebelum adanya pengobatan untuk leukemia, penderita akan
meninggal dalam waktu 4 bulan setelah penyakitnya terdiagnosis. Lebih dari
90% penderita penyakitnya bisa dikendalikan setelah menjalani kemoterapi
awal.
Banyak penderita yang mengalami kekambuhan, tetapi 50% anak-anak
tidak memperlihatkan tanda-tanda leukemia dalam 5 tahun setelah
pengobatan. Anak berusia 3-7 tahun memiliki prognosis paling baik. Anak-
anak atau dewasa yang jumlah sel darah putih awalnya kurang dari 25.000
sel/mikroL darah cenderung memiliki prognosis yang lebih baik daripada
penderita yang memiliki jumlah sel darah putih lebih banyak.
2. LEUKIMIA MIELOID AKUT (AML)
a) Insidens dan gambaran klinis
AML terjadi pada semua kelompok usia. AML adalah bentuk umum leukemia
akut pada orang dewasa dan makin sering ditemukan sejalan dengan usia. AML hanya
mencakup bagian kecil (10-15 %) leukemia yang terjadi di masa anak. Penting untuk
membedakan AML primer yang tampaknya timbul secara de novo dengan AML
sekunder yang dapat berkembang dari mielodisplasia dan penyakit hematologik lain
atau menyertai pengobatan kemoterapi sebelumnya. Kedua tipe tersebut dikaitkan
dengan petanda genetik yang berbeda dan mempunyai prognosis yang berbeda. Selain
itu, kelainan sitogenetik dan respons terhadap pengobatan awal berpengaruh besar
terhadap prognosis.
Gambaran klinis penyakit ini menyerupai gambaran pada ALL. Anemia dan
trombositopenia seringkali bersifat berat. Kecenderungan terjadinya perdarahan
disebabkan oleh trombositopenia dan koagulasi intravascular diseminata (DIC) khas
untuk varian AML M3. Sel tumor dapat menginfiltrasi berbagai jaringan. Hipertrofi
dan infiltrasi gusi, penyakit kulit, dan penyakit CNS khas dijumpai pada tipe
mielolonositik (M4) dan monositik (M3). Suatu massa bias leukemia yang terisolasi
biasanya disebut sebagai sarcoma granulositik.
Klasifikasi biasanya berdasarkan criteria morfologi skema FAB. Skema ini
membagi AML menjadi delapan varian dan subtipe FAB dikaitkan dengan pola
pewarnaan sitokimia yang khas, imunofenotipe dan perubahan kromosom.
Imunofenotipe myeloid yang khas adalah CD13+, CD33+, dan TdT- dan antibodi
khusus berguna dalam penegakan diagnosis AML M0 ,M6, atau M7.
Walaupun subtipe AML yang berbeda-beda tersebut nyatanya adalah penyakit
genetik yang berbeda, pengelompokannya menjadi satu adalah sahih, karena secara
umum pengobatan dan prognosisnya serupa. Walaupun demikian, telah diajukan
perbedaan dalam pengobatan menurut subtipe. Kelainan sitogenetik mempunyai
pengaruh yang besar terhadap prognosis.
b) Pemeriksaan dan penatalaksanaan
Temuan hematologik dan biokimia umum sama dengan ditemukan pada ALL.
Hasil pemeriksaan untuk DIC positif pada penderita varian AML promielositik (M3).
Kadar lisozim dalam darah dan urin dapat meningkat pada leukemia monositik.
Penatalaksanaan bersifat suportif dan spesifik:
1. Pengobatan suportif berdasarkan prinsip yang sama dengan ALL. Masalah
yang unik pada AML mencakup sindrom perdarahan yang dikaitkan dengan
varian AML M3. Penyakit ini dapat bermanifestasi sebagai perdarahan yang
sangat berat atau keadaan ini dapat timbul dalam beberapa hari pengobatan.
Keadaan ini diobati dengan penggantian faktor pembekuan menjadi FFP dan
transfusi trombosit berulang. Selain itu, terapi all- trans retinoic acid (ATRA)
diberikan bersamaan dengan kemoterapi.
2. Terapi spesifik AML biasanya dengan penggunaan kemoterapi yang intensif.
Terapi ini biasanya diberikan dalam empat atau lima blok masing-masing
sekitar 1 minggu dan obat-obat yang paling umum digunakan antara lain
sitosin arabinosida, daunorubicin, idarubicin, 6-thioguanin, mitoksantron, atau
etoposid. Semua subtipe AML (FAB M0-M7) diobati dengan cara yang sama
kecuali varian promielositik (M3) disertai dengan translokasi t(15;17) yang
ditambahkan dengan ATRA pada kemoterapi awal. Suatu respons yang baik
pada AML terhadap sitotoksik. Obat-obat tersebut adalah mielotoksik dengan
selektivitas yang terbatas antara sel leukemik dengan sel sumsum normal
sehingga kegagalan sumsum tulang yang terjadi bersifat berat, dan perlu
diberikan perawatan suportif dan intensif dan lama. Terapi rumatan tidak perlu
diberikan dan profilaksis CNS biasanya tidak diberikan pada AML.
Suatu konsep penting yang dikembangkan dalam terapi AML adalah mendasarkan
jadwal pengobatan seorang pasien pada kelompok resikonya. Remisi setelah satu
tahap kemoterapi juga menguntungkan sebaliknya, kelainan monosomi 5 atau 7, sel
blas dengan mutasi Flt-3 atau penyakit yang berespons buruk menempatkan pasien
kedalam kelompok resiko buruk, sehingga memerlukan pengobatan yang lebih
intensif. Antibodi monoklonal berlabel radioaktif yang ditunjukan terhadap CD33
atau CD45 sedang dikembangkan sebagai suatu kemungkinan tambahan dalam terapi
AML.
Transplatasi sel induk
Transplatasi autolog menurunkan angka kejadian relaps, tetapi meningkatkan
toksisitas lebih lanjut pada regimen pengobatan. Peranannya dalam pengobatan adalah
subjek debat yang berkepanjangan, tetapi cenderung disimpan sampai terjadi relaps
pada kelompok resiko baik pada anak. SCT alogenik digunakan di beberapa pusat
pengobatan untuk pasien kurang dari 45 tahun dengan donor saudaranya yang HLA-
nya cocok dengan AML resiko standar atau buruk pada remisi pertama. Walaupun
beberapa kelompok menjadikannya pilihan untuk pengobatan penyakit yang relaps.
Pasien dengan t (8;21), t(15;17) dan inv 16 yang memasuki remisi setelah tahap
pertama tidak mendapatkan TSI, kecuali bila setelah itu mereka mengalami relaps.
Pasien usia di atas 60 tahun
Hasil terapi AML pada orang tua buruk karena adanya resistensi penyakit primer
dan toleransi yang rendah terhadap protokol pengobatan intensif. Kematian akibat
perdarahan, infeksi, atau kegagalan jantung, ginjal, atau organ lain yang lebih sering
terjadi dibandingkan pasien berusia lebih muda. Pada pasien tua yang menderita
penyakit organ lain yang serius, diputuskan untuk menggunakan terapi suportif
dengan atau tanpa kemoterapi obat tunggal yang ringan. Walaupun demikian, pada
pasien yang tidak menderita sakit lain, kemoterapi kombinasi yang serupa dengan
yang digunakan pada pasien berusia lebih muda dapat menimbulkan terjadinya remisi
jangka panjang.
c) Prognosis
Prognosis pada penderita AML telah membaik,terutama untuk pasien berusia
lebih muda. Mungkin 50 % anak dan dewasa muda dapat mengharapkan kesembuhan
jangka panjang. Kelainan sitogenetik dan respons awal terhadap pemberian terapi
adalah predictor prognosis yang utama. Pada orang tua, keadaannya buruk dan hanya
5% pasien berusia diatas 65 tahun yang dapat mengharapkan terjadinya remisi jagka
panjang.
Menguntugkan Tidak menguntugkan
Sitogenetika t (15;17)
t (8;21)
inv (16)
Delesi kromosom 5 atau 7
Mutasi Flt-3
11q23
t(6;9)
abn (3q)
susunan yang kompleks
Respons sumsum tulang
terhadap induksi remisi
<5% blas setelah tahap
pertama
>20% blas setelah tahap
pertama
Usia <60 tahun >60 tahun
KESIMPULAN
Pada pasien dengan keterangan anemia gravis ini ditegakkan diagnosis kerja berupa
leukemia limfositik akut, dilihat dari onset penyakit yang kebanyakan terjadi pada
anak-anak dan didapatkan pula anemia dan gejala trombositopenia pada pasien,
berupa biru-biru dan bintik-bintik pada tungkai bawah, pemeriksaan laboratorium
darahpun mendukung diagnostis kerja ini karena didapatkan penurunan Hb dan
trombosit, serta peningkatan limfoblas pada hitung jenis.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hoffbrand.AV, Pett.JE, Moss,PAH. Kapita Selekta Hematologi: 4 th (ed).
Jakarta: EGC ;2012. p.161-6.
2. (YANG PATOF MANDA) Kanwar VS. Pediatric Acute Lymphoblastic
Leukemia. Available at http://emedicine.medscape.com/article/990113-
overview#showall
3. Schultz KR, Pullen DJ, Sather HN, et al. Risk- and response-based
classification of childhood B-precursor acute lymphoblastic leukemia: a
combined analysis of prognostic markers from the Pediatric Oncology Group
(POG) and Children's Cancer Group (CCG). Blood. Feb 1 2007;109(3):926-35
4. Isaacs H. Fetal and neonatal leukemia. J Pediatr Hematol Oncol. 2003;25:348–
361
5. Rubnitz JE, Pui CH. Childhood acute lymphoblastic leukemia. Oncologist.
1997;2:374–380