sejarah kota palembang

80
1. Menciptakan Konstruksi (Baru) Ideologi Kota Pada masa akhir pemerintah kolonial Palembang dan seluruh wilayah eks karesidenannya berada dalam stad oorlog van beleg, keadaan darurat perang. Walaupun begitu denyut perekonomian kota tumbuh dengan sangat baiknya, inilah salah satu alasan Belanda pada masa kolonial merasa dimanjakan oleh palembang. Dari daerah pedalaman, hasil bumi seperti minyak bumi, batu bara, timah, karet, rotan, damar, kapas, kopi dan sebagainya mengalir ke kota Pelembang untuk dikirim ke Singapura. Situasi ini terus berlangsung pada masa akhir revolusi fisik. Revolusi fisik di Palembang ditandai lahirnya kembali elit-elit lokal. Mereka adalah bekas bangsawan kesultanan yang pada masa kolonial kehilangan hegemoni politiknya. Mereka mampu menempatkan diri menjadi broker, pedagang atau perantara makelar. Pembangunan kota secara fisik dimulai ketika pemerintah pusat mengeluarkan keputusan presiden No: 116 Tahun 1952. Keppres tersebut berisi tentang penghapusan keadaan darurat perang di eks Karesidenan Palembang yang meliputi wilayah Propinsi Sumatera Selatan. Kebutuhan pembangunan yang paling mendesak ketika itu adalah cita-cita untuk membuat suatu jembatan yang melintasi suangai Musi yang dapat menjadi penghubung antara sebrang ilir dan hulu. Kebutuan akan sebuah jembatan tersebut menjadi suatu persoalan yang ramai diperdebatkan ketika Palembang kembali kepada Republik Indonesia. Dewan kota Palembang pernah mengangat masalah Urgen tentang perlunya jembatan di atas sungai Musi tersebut, demikian dengan pemerintah Propinsi Sumatera Selatan juga mencurahkan perhatiannya pada permasalahan ini. Namun sampai akhir 1960 –an , jembatan yang melintasi sungai Musi tetap menjadi “mimpi” bagi masyarakat Palembang, karena persoalan dana yang tak tersedia pada waktu itu. Keinginan dan harapan masyarakat Palembang akan hadirnya jembatan diatas sungai Musi muncul awal 1961, ketika direalisasikan pembangunannya oleh presiden Sukarno. Pembangunan ini di awali oleh suatu penyelidikan yang dikerjakan oleh Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga. Pekerjaan pemeriksaan dan penyelidikan- penyelidikan tanah dan arus di dasar sungai Musi dalam persiapan

Upload: raynaldi-agil

Post on 09-Aug-2015

214 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

sejarah kota palembang

TRANSCRIPT

Page 1: Sejarah Kota Palembang

1. Menciptakan Konstruksi (Baru) Ideologi Kota

Pada masa akhir pemerintah kolonial Palembang dan seluruh wilayah eks karesidenannya berada dalam stad oorlog van beleg, keadaan darurat perang. Walaupun begitu denyut perekonomian kota tumbuh dengan sangat baiknya, inilah salah satu alasan Belanda pada masa kolonial merasa dimanjakan oleh palembang. Dari daerah pedalaman, hasil bumi seperti minyak bumi, batu bara, timah, karet, rotan, damar, kapas, kopi dan sebagainya mengalir ke kota Pelembang untuk dikirim ke Singapura. Situasi ini terus berlangsung pada masa akhir revolusi fisik. Revolusi fisik di Palembang ditandai lahirnya kembali elit-elit lokal. Mereka adalah bekas bangsawan kesultanan yang pada masa kolonial kehilangan hegemoni politiknya. Mereka mampu menempatkan diri menjadi broker, pedagang atau perantara makelar.Pembangunan kota secara fisik dimulai ketika pemerintah pusat mengeluarkan keputusan presiden No: 116 Tahun 1952. Keppres tersebut berisi tentang penghapusan keadaan darurat perang di eks Karesidenan Palembang yang meliputi wilayah Propinsi Sumatera Selatan. Kebutuhan pembangunan yang paling mendesak ketika itu adalah cita-cita untuk membuat suatu jembatan yang melintasi suangai Musi yang dapat menjadi penghubung antara sebrang ilir dan hulu. Kebutuan akan sebuah jembatan tersebut menjadi suatu persoalan yang ramai diperdebatkan ketika Palembang kembali kepada Republik Indonesia. Dewan kota Palembang pernah mengangat masalah Urgen tentang perlunya jembatan di atas sungai Musi tersebut, demikian dengan pemerintah Propinsi Sumatera Selatan juga mencurahkan perhatiannya pada permasalahan ini. Namun sampai akhir 1960 –an , jembatan yang melintasi sungai Musi tetap menjadi “mimpi” bagi masyarakat Palembang, karena persoalan dana yang tak tersedia pada waktu itu.Keinginan dan harapan masyarakat Palembang akan hadirnya jembatan diatas sungai Musi muncul awal 1961, ketika direalisasikan pembangunannya oleh presiden Sukarno. Pembangunan ini di awali oleh suatu penyelidikan yang dikerjakan oleh Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga. Pekerjaan pemeriksaan dan penyelidikan-penyelidikan tanah dan arus di dasar sungai Musi dalam persiapan membangun jembatan besar telah hampir selesai dilaksanakan. Kepastian akan dibangunnya jembatan Musi (JM) talah ditentukan, pembangunan tersebut kejalan kantor, di muka jawatan penerangan propinsi dan perusahaan listrik negara (PLN). Selain itu untuk memperluas jalan pelurusan jembatan, sebagian sebelah depan pekarangan Masjid Agung telah diciutkan yang bertujuan memperlebar jalan pelurusan jembatan sehingga nantinya menjadi luas.Sebelum adanya jembatan Musi, hubungan antara seberang ilir dan seberang hulu di layani dengan memakai jasa veerpont, kapal penyeberangan yang disebut masyarakat sebagai kapal Marie. Ketika akan

Page 2: Sejarah Kota Palembang

dibangun jembatan musi, masalah lokasi menimbulkan perbedaan pendapat yang tajam antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, khususnya pemerintah kota Palembang. Pihak pusat meletakkan posisi jembatan secara makro, dengan  menjadikan jembatan Musi sebagai bypass, jalan lingkar dalam mengadakan hubungan antar kota tanpa perlu masuk lagi kedalam kota Palembang. Pertimbangan ini termasuk memelihara lalu lintas kapal yang mengambil batubara dari pangkalan kereta api Kertapati yang akan terhalang jika jembatan Musi dibangun lewat sungai Musi di tengah kota. Peletakan posisi jembatan tidak ditengah badan sungai Musi, dimaksudkan juga untuk mendukung pemikiran pemerintah pusat dalam perluasan wilayang kota Palembang, terutama perkembangan daerah kota industri dan perdagangan.Pemerintah kota berpendapat agar jembatan dengan memperhatikan berbagai kesan dan pesan yang dikategorikan dalam tiga opsi yang berkembang dalam masyarakat. Pendapat pertama, sebagian masyarakat menghendaki agar kelak dibangun jembatan yang terletak tepat di atas sekendal, tapak dermaga penyebrangan di 16 illir memanjang sampai ke ruas Jalan Tengkuruk, sekarang jalan Sudirman dengan kawasan Terminal 7 Ulu pada bagian seberangnya. Lokasi ini dianggap strategis karena kendaraan bisa langsung masuk ke kawasan jantung kota.Tiga gagasan yang berkembang didalam masyarakat yang berhasil dihimpun oleh Tim Muspida, Musyawarah Pimpinan Daerah Provinsi Sumatra Selatan pada waktu itu, yakni Penguasa Perang TT II/Sriwijaya Panglima Harun Sohar, Gubernur A. Bastari didampingi ketua Dewan Rakyat Palembang Ir. Indra Caya dan Wali Kota Ali Amin tentang lokasi letak jembatan Musi dibawa ke Pusat. Melihat wacana yang berkembang dalam mayarakat ini, pendapat pemerintah pusat melemah dan Sukarno atas nama pemerintah pusat mengambil keputusan berdasarkan besarnya animo masyarakat yang menghendaki agar letak pembangunan Jembatan Musi terbentang ditengah badan sungai musi antara bagian ujung jalan Tengkuruk di dermaga penyebrangan 16 Ilir pada bagian sebrang ilir yang memanjang ke jalan Sudirman dengan dermaga penyebrangan 10 Ulu di bagian sebrang ulu.Proyek jembatan tersebut telah direncanakan oleh pemerintah kota Palembang untuk dibangun sejak beberapa tahun lalu tetapi hingga kini belum daat dilaksanakan oleh pemerintah pusat, oleh karena itu, begitu direstui presiden, pemerintah kota berusaha sebaik mungkin dalam pelaksanaan pembangunan jembatan tersebut. Untuk pembangunan jembatan Musi, maka tanah-tanah yang telah dikuasai negara dalam hubungan pembangunan jembatan ini kurang lebih 50 hektar area.Sebelum jembatan tersebut terbentang, Sungai musi juga harus dibersihkan dari perumahan-perumahan yang kumuh. Dalam rangka realisasi pembangunan jembatan Musi, walikota Palembang Ali Amin menutup dan memindahkan seluruh pelabuhan-pelabuhan kapal yang terletak dikawasan 16 ilir sampai kedepan Benteng Kuto Besak Palembang. Pelabuhan-pelabuhan yang ada ditempat itu terdiri atas pelabuhan penyebrangan Boom

Page 3: Sejarah Kota Palembang

Marie, Pelabuhan Djawatan Kereta Api (DKA), Pelabuhan Stanvac dan pelabuhan Bataafsche Petroleum Maaschappij (BPM). Penutupan pelabuhan tersebut disesuaikan dengan rencana pembangunan Jembatan Musi, tempat-tempat disekitar pelabuhan itu dijadikan “lapangan bekerja”, jika tempat-tempat ini tidak ditutup besar kemungkinan jalan raya dihadapan benteng akan ditutup.Pemindahan pelabuhan tersebut menyebabkan masyarakat palembang bertambah banyak menyebrang dengan menggunakan perahu tambangan dengan ongkos lebih mahal dari ongkos dengan menggunakan kapal marie. Oleh karena itu, pemerintah kotapraja Palembang mengadakan penertiban, baik mengenai pelabuhan, penentuan muatan dan sebagainya, terutama yang ditujukan untuk menjaga keselamatan dan keamanan masyarakat.Kolonel Harun Sohar bersama ketua koordinator pembangunan Peperda Sumatra Selatan Ir. Indra Djahja dalam rang pelaksanaan pembangunan jembatan Musi menghadap presiden. Presiden dalam pertemuan tersebut memberikan persetujuan dan perintah pembangunan Jembatan Musi dengan biaya dana Pampasan Perang Jepang.Pada hari Rabu, 15 November 1960, Harun Sohar menyatakan bahwa persiapan-persiapan yang diperlukan pemerintah pusat di Jakarta untuk memulai pelaksaan pembangunan jembatan Musi dapat dikatakan selesai. Pada Rabu, 5 Desember 1960 dua orang pimpinan ahli perusahaan kontraktor pembangunan jembatan Musi, Fuji Shario, tiba di Jakarta dari Tokyo. Kedua insinyur ini adalah T. Ogawa dan K. Yokota masing-masing manager direktur dan kepala bagian perencaan Fuji Shario.Presiden Sukarno tidak ngin melihat jembatan yang hanya dapat diangkat sebagian atau berputar 90 derajat saja, melainkan harus ada dua menara tinggi di tengahnya, sehingga bagian tengah jembatan dapat diangkat vertikal agar dapat dilalui kapal-kapal besar yang akan mengambil muatan batubara dari pelabuhan Kertapati. Pembangunan jembatan tersebut yang sangat penting artinya bagi kelancaran perhubungan ini, dalam pembangunannya memakan waktu selama 41 bulan.Peresmian jembatan Musi diberitakan koran Harian Nasional. Dalam berita singkat tersebut jembatan ini diberi nama jembatan Bung Karno. Karena situasi politik yang dihadapi Sukarno waktu akibat kemelut nasional yang ditimbulkan dari Gerakan Satu Oktober, Gestok, maka Sukarno memberi restu kpada kepala Daerah Sumatra Selatan Gubernur Brigdjen Abujazid Bastomi untuk meresmikan dan membuka pemakaian jembatan Musi untuk lalu lintas umum. Peresmian tersebut tepatnya 10 November 1965 disaat seluruh rakyat sedang memperingati hari pahlawan yang ke-20.Kehadiran jembatan ini menjadi cambuk pemacu seluruh jiwa masyarakat Indonesia umumnya dan Palembang khususnya yang sebelum adanya jembatan terbagi dalam dikotomi sebrang ilir dan sebrang Ulu. 

2. Palembang Pasca Kolonial: Konstruksi Ideologis Sukarno

Page 4: Sejarah Kota Palembang

Peran penting dalam  “menciptakan” Palembang pasca kolonial, mau tidak mau Paduka Yang Mulia Sukarno memainkan kontrol yang tidak kecil. Kalau bukan karena Sukarno, barangkali jembatan di atas sungai Musi, yang menjadi impian warga kota sulit untuk dibangun dikota ini. Bagi Sukarno, membangun Palembang, berarti membangun Indonesia.Kembali ke belakang, setelah 1955, baru pada 1960 Presiden Sukarno kembali berkunjung ke Palembang. Dimana dalam rangka waktu lima tahun tersebut dianggap sebagai tahun-tahun penuh cobaan bagi hancur atau tegaknya kelangsungan hidup Republik Indonesia.Setelah kunjungan terakhir ke Palembang pada 1955 tersebut, hanya dalam rentang waktu setahun setelah itu dipulau tersebut muncul “pergolakan” yang kemudian disusul dengan “pemberontakan” terhadap pemerintah pusat. Pada waktu itu secara sistematis masyarakat Pulau Sumatra, termasuk Pelembang, didoktrinasi untuk mencela, membenci, bahkan melawan sikap politik pemerintah pusat dan presiden Sukarno. Sukarno, dilihat bukan saja sebagai kepala negara, namun ia bertidak sebagai penguasa penuh atas negri ini pada masa tersebut. Melihat Sukarno, maka akan terlihat juga kebijakan pemerintah pusat, negara.Kunjungan “pertama” Sukarno ke Palembang dalam waktu yang sangat singkat, hanya selama dua hari dua malam, kunjungan tersebut tepatnya terjadi pada 2 November 1960. Warga Palembang, yang selama masa transisi, terutama dalam kuru 1955 sampai pertengahan 1960, telah diindoktrinasikan untuk mencela, membenci, dan melawannya tersebut, namun pada tanggal tersebut ribuan orang berkumpul di sekitar Lapangan Terbang Talang Betutu. Rakyat berdesak-desakan di lapangan depan kantor Pemerintahan Daerah Swantrantra Tingkat I, ketika presiden memberikan amanatnya pada sebuah rapat raksasa mengenai konsepsi dasarnya tentang “Manipol dan Usdek”.Kunjungan ke Palembang adalah yang pertama kali diadakan sejak Manipol diterima oleh kabinet dan lembaga-lembaga penting negara seperti Dewan Pertimbangan Agung (DPA), Dewan Pertimbangan Nasional (Depernas), dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Ada amanat penting yang dipandang dari dua segi tentang Manipol Usdek, yaitu segi indoktrinasi Manipol secara langsung kepada rakyat dan segi pelaksanaan isi manipol itu sendiri. Dengan kunjungan Sukarno tersebut, masyarakat Palembang merasa beruntung dapat mendengar penjelasan-penjelasan Manipol dan Usdek langsung berhadapan dengan penyusunnya sendiri.

Suka · Ikuti Kiriman · Laporkan · Jumat pukul 3:48oo

Page 5: Sejarah Kota Palembang

o

Protes Buruh Perkebunan di Medan pada masa KolonialOleh Rizal Izmi Ksw di Tempat Ngumpulnya anak SEJARAH UNY 09 Reguler · Sunting Dokumen

Salah satu kota penting danbersejarah di Indonesia adalah kota Medan yang terletak di Sumatra Utara. Kotayang identik dengan karakter masyarkatnya terkenal keras dan daerah perkebunanbaik karet maupun sawit. Suku yang mendiami daerah ini adalah suku Batak. Adat istiadat, keadaan psikologis, keadaanalam, tradisi, dan kebiasaan-kebiasaan yang memang berbeda dengan masyarakatlain.              Memang,di dataran Sumatra yang paling menonjol dalam perjalanan sejarah sosial danekonomi di Indonesia dan membuatnya berbeda adalah pada wilayah perkebunan.Perkebunan di Sumatra memang menjadi daya tarik tersendiri bagi pemanfaatanpotensi alam yang ada. Meminjam istilah dari Ann laura Stoler, beliaumenyebutkan bahwa sabuk perkebunan di Sumatra Utara merupakan Jantungperkebunan pemerintah kolonial dan kontemporer bahkan sampai saat ini, wilayahSumatra tidak pernah lepas dari yang namanya perkebunan baik karet maupunsawit.  Pada masa

Page 6: Sejarah Kota Palembang

kolonial, perkebunan digarap oleh penduduk pribumi baik itu dari masyarakatSumatra maupun penduduk yang di datangkan dari Jawa. Mereka dipekerjakan disana,hidup menetap, dan sampai sekarang juga masih ada wilayaah kampung Jawa disana.  Kontrak yangdikerjasamai dengan pemerintah kolonial berdampak buruk pada nasib mereka.Mereka ditipu. Tidak jarang terjadi “adu jotos” dengan pemerintah kolonial diperkebunan Sumatera Utara, Medan.Mereka yang bekerja sebagai kuli kontrak tidak hanya dari masyarakat Indonesiasaja, akan tetapi dari Cina,dan India.   Sumaterajuga terkenal dengan keteguhan masyarakat pribumi dalam menjaga tanah luhur.Ekspansionisme Belanda harus menghadapi harimau-harimau Sumatera yang ganas.Terbukti dengan, dalam catatan sejarah Indonesia, wilayah Sumatera merupakanyang tergolong alot untuk ditaklukan.Beberapa peperangan yang berlarut-larut terjadi di Sumatera.[3] Etnisitas danperekoniman  di Sumatera Utara

  Dilihat darikomposisi etnis, diwilayah Sumatera Utara terdapat beragam etnis, baik etnislocal maupun etnis pendatang. Etnis asli wilayah ini adalah Melayu, Batak,dan  Nias yang tersebar ke berbagaidaerah seperti Melayu Deli yang berada di pesisir timur Sumatera Utara ataudisebut juga Sumatera Timur (pada zaman colonial). Sejak Zaman Belanda,propinsi Sumatera Utara sudah merupakan daerah perkebunan, khususnya tembakau yang banyakdidatangkan etnis lain untuk mencari pekrjaan seperti Jawa, Cina, Minang, danTamiserta Aceh. [4]

Page 7: Sejarah Kota Palembang

Bila dilihat dari profesi atau lapangan pekerjaan utama, Survei Sosial Ekonomitahun 2004 menginfomasikan bahwa mayoritas penduduk sumatera utara yang beragametnis itu berada pada sektor pertanian, perkebunanm kehutanan, perikanan, danpeternakan.[5]  Disampingpantai timur sumatera, sampai akhir abad ke-19 pantai barat merupakan daerahpasar utama dari berbagai masyarakat Batak Pak-Pak, Angkola, dan Mandailing.[6]Memasuki akhir abad ke-19, Angkola dan Mandailing mulai beubah ke pantai timur.Profesi sebagaipengumpul, mengolah sawah dan ladang sampai akhirnya ada kontak dengan dunialuar maka yang menjadi mata pencaharian utama adalah pola pertanian sawah danperkebunan.[7]  MenurutMarseden, daerah ini (Sumatera Utara) memiliki keadaan tanah yang subur dan pertanian jauh lebuhmudah dari pada didaerah selatan yang masih ditumbuhi hutan. Batak dibagimenjadi beberapawilayah. Wilayah terpenting adalah Angkola, Padambola, Mandailing, Toba,Silindong, dan Singkel. Menurut tulisan orang Belanda dalam Verhandeling vanhet Bataviaasch Gootschap, Batak dibagi menjadi tiga kerajaan.Kerajaan-kerajaan itu adalah Simamora, Bato Silindong, dan Butar[8].Penduduk daerah pesisir menukarkan kemenyan, kapur, beras dan kulit manis denganbesi, baja, kawat, tembaga, dan garam. Kota Tapanuli memiliki pekan terbesar untuk daerah sekitarnya. Untuk kemudahanperdagangan, Tapanuli mengadakan empat hari pekan di empat tempat secara bergiliran selama satu tahun.  Di pasar hanya terdapat satu bangunan yang berguna untuk berjudi. Mereka berjualan dibawah pohon-pohon karenadisana tidak ada kios-kios. Sebagian besar pohon itu adalah pohon durian.Saudagar-saudagar Batak yang lebih ke utara dan selatan berkumpul di pasr-pasar

Page 8: Sejarah Kota Palembang

berkala ini.[9]  Jadi,jelas, Sumatera, khususnya Sumatera Utara memang dari dulu sudah memilikikeahlian dalam bidang mengolah alam entah itu perkebunan, pertanian, berladang,disertai adat istiadat dan kebiasaan yang khas sertamemiliki karakter yang keras. Seperti pada masyarakat Melayu (pedalaman). Pertumbuhanekonomi berkembang sangat pesat pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20.Dalam waktu yang singkat, sumatera timur berkembang menjadi daerah perkebunanyang besar dan perkebunan yang pertama dibuka berada di kesulatanan Deli.Ketika perkembangan dari produksi perkebunan lagi masa jayanya, banyakperusahaan pelayaran mulai membuka hubungan dengan kawasan ini, terutama KotaMedan.  Walaupun demikian, mereka tetap baik hati, cintadamai, namun, apabila amarah mereka dibangkitkan, mereka tidak mudah untukberdamai.[10]Hal serupa juga terjadi pada suku Batak yang hidup mereka selalu diwarnaidengan perang. Hanya hal sepele saja, amarah mereka bisa meledak. Mereka juga tidak jarang bertengkar denganorang Eropa, pada tahun 1760 misalnya, Tapanuli berhasil direbut oleh Perancis.[11] Sumatera Utara: TrilogiKebudayaan

  Sejarah modern Sumatera Utaradidominasi oleh tiga macam kebudayaan : Aceh, Batak dan Melayu, meskipun keliruuntuk menganggap adanya tiga bangsa. Orang sering berpindah dari satukebudayaan ke kebudayaan lain dan terdapat ciri-ciri Indonesia yang serupadalam cara penduduk terhubung satu sama lain serta dengan daerahnya. Meskipun

Page 9: Sejarah Kota Palembang

demikian, dalam hal budaya politik ketiganya sangat jelas berbeda mengenai caramereka berhadapan satu sama lain maupun dalam menghadapi kolonialisme Eropa.  Dinasti-dinasti“Melayu” di Sumatera Timur, sesungguhnya dibentuk dari campuran berbagai etnisdengan unsur Batak, Minangkabau, Aceh dan unsur-unsur India yang lebih dominandaripada daerah Melayu tulen dari Malaka dan Johor. Orang-orang Belanda sejakmendaratkan kakinya pertama kali di Sumatera Timur pada tahun 1862,memperlakukan Raja-raja Melayu sebagai Raja belaka. Kepada para pengusahaperkebunan, Belanda sangat ingin mengeksploitasi tanah aluvial disekitar Deliyang luar biasa subur.[12]  Pendudukpribumi, Batak dan Melayu yang tersebar di Sumatera Timur dianggap tidak ada dimata kolonialis Eropa. Daerah ini adalah suatu perbatasan yang gambaranpokoknya adalah seorang “Tuan Kebon” berkulit putih dan sejumlah kuli-kuli Cinayang penuh keringat, membersihkan sepetak tanah vulkanis yang subur dari hutanpurba tak berujung. Daerah ini digambarkan sebagai lingkungan yang kejam bukankarena pemberontakan pribumi Batak yang kadang muncul, melainkan lebih karenaancaman harimau dan penyakit-penyakit dari hutan dan kebencian kelam parapekerja paksa. Semua barang untuk keperluan perkebunan tembakau yang sedangmeledak diimpor dari luar daerah itu.  Makanan,perlengkapan dan manusia didatangkan bukan dari tanah jajahan yang sudah mapandi Jawa dari gaya hidupnya yang sinkretis, hierarkis dan Indische, tetapi dariseluruh penjuru dunia. Menejer-menejer perkebunan tembakau ini hampir semuanya

Page 10: Sejarah Kota Palembang

orang Belanda, meskipun perkebunan karet, teh dan kelapa sawit yang dibuka padaabad ke-20 membawa masuk orang Inggris, Amerika dan Swis yang sama banyaknyadengan orang Belanda. Abad ke-20, mengubah kehidupan di perkebunan danmenciptakan fasilitas yang mapan untuk populasi orang Eropa yang hampir tidakada di Hindia. Di antara populasi orang Eropa sendiri, orang-orang Belanda yangbekerja di kebun merupakan kelompok yang terpisah. Dengan bangga merekamenyebut dirinya “Deliaan” atau Belanda Deli. Orang Belanda Deli ini, sangatbangga pada karakter modern dan internasional Sumatera Timur dan keelokan ibukotanya, Medan. Kegalauan Kuli Kontrak  Jika orang-orang Eropa merupakan“Jenderal-jenderal” kapitalis yang manklukan Sumatera Timur, kuli-kuli kontrakadalah serdadu-serdadu yang melakukan tugas-tugasnya dengan berat hati. Sejaksemula pengusaha perkebunan mengetahui bahwa penduduk pribumi menolak bekerjadengan syarat-syarat yang mereka tetapkan. Mereka kemudian menjadi tergantungpada tenaga kerja kontrak yang seolah-olah menjadi tahanan yang tidak berdaya. Kulikontrak mulanya didatangkan dari Cina dan kemudian dari Jawa, pada tahun 1930sekitar setengah juta orang Cina telah masuk ke Sumatera Timur sebagai pekerja kontrak. Namun jumlah inimencapai puncaknya pada akhir tahun 1880an yaitu pada masa tobacco boom ketika jumlah pekerja kontrak yang masuk dari Cinamencapai angka 20.000 per tahun.[13]              Semenjakawal tahun 1854, penindasan hak-hak sipil telah dicantumkan dalam kitabUndang-undang Hindia Belanda, yang melarang setiap perserikatan atau pertemuanpolitik yang dianggap berbahaya bagi ketertiban umum. Tahun 1915, sebuah

Page 11: Sejarah Kota Palembang

ketentuan baru mengakui secara formal hak penuh untuk berkumpul dan berserikat,akan tetapi setelah tiga tahun, baru diberlakukan Undang-undang tersebut.Ditahun 1919 sebuah kualifikasi selanjutnya mengizinkan agar “para perwira danpegawai polisi” mempunyai kebebasan masuk, dan untuk rapat tertutup harusdiberitahukan lima hari sebelumnya.  Dengan diketahuisifat politis gerakan buruh di Jawa pada periode tersebut maka kitabundang-undang sama artinya dengan larangan praktis terhadap setiap bentuk aksikolektif. Tahun 1925, pemerintah memberikan tanggapan terhadap gelombangpemogokan-pemogokan yang terjadi di Jawa (dimana ordonansi kuli, yaitu sanksipidana, tidak berlaku) dengan sebuah amandemen yang khusus melarang penghasutanaksi pemogokan.  Dikenal sebagai artikel karet karena dapatdiinterpretasi secara elastis, maka artikel 161 bis menjadi alat utama yang digunakan untuk menghentikan protesburuh, demonstrasi sayap kiri dan selanjutnya mengekang kebebasan persnasional. Bagi para buruh perkebunan, penolakan untuk bekerja telah lamadiangkat sebagai pelanggaran terhadap kontrak perburuhan menurut ordonansikuli. Ditahun  1920an, tuntutan ekonomisdicap sebagai aksi politik dan ditindak sebagai pelanggaran kriminal.              Penolakanuntuk bekerja disebuah perkebunan mengiringi rasa dendam terhadap seorangmandor yang telah memblokade perkawinan antara dua buruh kontrak. Diperkebunanlain terjadi huru hara setelah upah seorang buruh Tionghoa dipotong, pekerjaannyadianggap dibawah standar kuallitas, akan tetapi buruh tersebut menolak untukmenerima keputusan asisten dan bersama-sama beberapa dari kawan-kawannya

Page 12: Sejarah Kota Palembang

menyerang asisten tersebut serta pengawas kepala. Polisi didatangkan untukmemulihkan ketertiban yang mengakibatkan terbunuhnya seorang kuli dalam prosestersebut.  Ditempat lainmeninggalkan pekerjaan mereka sebagai protes terhadap seorang asisten yangperintah-perintahnya selalu dibarengi pukulan-pukulan bertubi-tubi, asistentersebut dipindahkan dan para buruh kembali bekerja. Diperkebunan lain sejumlahbesar buruh meneriaki seorang asisten dan melemparinya dengan batu bata. Karenaorang tersebut menurut keluhan mereka berlaku kasar secara tidak wajar. Diduaperkebunan tembakau telah terjadi keributan seruis diantara buruh-buruhTionghoa yang memprotes karena pendapatan mereka berkurang ditahuntersebut.  Diperkebunan lain para buruhmenolak menerima upah sampai administator dan pengawas yang baru saja diangkatterus diberhentikan. Disini para buruh mempersenjatai diri dengan pisau,kampak, dan pentungan namun lagi-lagi dapat ditertibkan lagi oleh pihakkeamanan.[14]              Pengaruhkomunis ternyata sangat mempengaruhi keadaan sosio politik diaerah itu,terbukti dengan agen polisi yang berhasil menangkap setiap orang komunis diberibonus 25 gulden. Pewarta Deli mengemukakanpikiran bahwa hal ini merupakan perangsang yang bagus untuk mencap hampirsetiap orang sebagai komunis tanpa berlandaskan bukti-bukti. Pada awal 1929,terjadi lagi penggrebegan terhadap pemimpin PKI dan kaum nasionalis,  sedangkan perlawanan dari kaum buruh terhadappenguasa. Perlawanan-perlawan tersebut terjadi tidak hanya pada satu titiklokasi tapi sebanyak 65 titik tersebar luas tanpa adanya saling hubungandiantara setiap lokasi. Konsentrasi yang lebih banyak terjadidiperkebunan-perkebunan yang melingkari Medan, dimana telah dikemukakansebelumnya, kerusuhan lebih mungkin dilaporkan.  

Page 13: Sejarah Kota Palembang

GerakanIslam juga berkembang di kawasan tersebut, ditandai dengan muculnya sarekatIslam  yang dipimpin oleh Mohammad Samin,setelah sebelumnya ada gerakan Islamisasi dari gerakan Paderi dari Minangkabau.Dalam tahun 1930-an, Kota Medan merupakan, adalam beberapa hal, adalah kotayang paling “bersifat Indonesia” di Indonesia. Perusahaan penerbitan dalam bahasaIndonesia yang dimilikinya adalah yang terbesar sesudah Batavia dan mampumenopang hidup beberapa wartawan  danpenulis terkemuka Indonesia pada masa itu.[15]  Disisilain, Belanda juga tentu tidak ingin kalau di aktivitas di perkebunantersendat. Mereka mendirikan organisasi-organisai intelnya sendiri untukmeredam atau menyapu bersih oknum-oknum yang “dianggap” berbahaya di kawasanperkebunan. Di luar tugasnya sebagai intel, mereka justru berprilaku kasardankejam terhadap kuli kontrak. Kegiatan politik hampir mati, sebagian besarkegiatan politik sesudah 1927 dilakukan terbatas di kota-kota utama denganberfokus pada cita-cita dan tujuan spesifik nasionalisme Indonesia.[16]  Pendidikanjuga berkembang di kawasan itu. Sama halnya dengan di Jawa, ada stratifkasisocial mengenai mengenyam pendidikan. Kaum bangsawan dengan leluasa mendapatpendidikan. Pergerakan pendidikan di Jawa (Boedi Oetomo) juga menginjakkankakinya di tanah Sumatera. Pada awalnya, hanya untuk anak-anak Jawa saja yangbekerja sebagai buruk dan pendatang. Hingga pada ahirnya dengan kesadarannasional, beberapa seklah telah dialihkan kedalam perhimpunan pendidikan TamanSiswa yang mencakup penduduk sekitar.  Walaupun

Page 14: Sejarah Kota Palembang

ada rencana dari pihak Belanda untuk menentukan nasib petani perkebunan kedepaanya,terutama bagi orang-orang kampong yang berbatasan dengan perkebunan, tetap sajamerugikan bagi mereka, terutama orang-orang Batak (karo) yang berada di dusunDeli. Catatan mengenai adanya protes dari kaum buruhselama periode kolonial Deli hanya merupakan bayi kecil dalam sejarahpertentangan yang sampai jauh melampaui batas cultuurgebid. Kesaksian para buruh sering dihapuskan,ditenggelamkan dari laporan. Adanya bentuk protes yang dilakukan oleh paraburuh menandakan buruknya hubungan antara pihak manajeman dengan buruh.   Sumber: Ann Laura S, 1995, Kapitalisme dan Konfrontasi di Sabuk Perkebunan Sumatera(1870-1979), Yogyakarta: Karsa.

  Anthony Reid, 2012, Sumaterautara; Revolusi dan Elite Tradisional, Jakarta:

Komunitas Bambu.  Gusti Asnan, Dunia Maritim Pantai Barat Sumatera,Yogyakarta: Ombak, 2007.  WilliamMarseden,2008, Sejarah Sumatera,  Jakarta: Komunitas Bambu.  DR.  Al Rasyidin M, Ag. 2009, Penyerapan NIlai-NIlai Budaya Lokal dalam Kehidupan Beragama di Medan,dalam Harmonisasi Agama dan Budaya (2), Jakarta: Balai Penelitian dan

Pengembangan Agama.  

Page 15: Sejarah Kota Palembang

MC. RIcklefs, 2007, Sejarah Indonesia Modern, Yogyakarta:Gajahmada Univesity Prees.       [1] Dibuatdemi memenuhi tugas kelompok Sejarah Kota    [2]Mahasiswa Pendidikan Sejarah  FIS-UNYangkatan 2009 semeste 6    [3]MC. RIcklefs, SejarahIndonesia Modern, Yogyakarta: Gajahmada Univesity Prees,2007, Hal: 211

    [4]DR.  Al RasyidinM, Ag. Penyerapan NIlai-NIlai BudayaLokal dalam Kehidupan Beragama di Medan, dalam Harmonisasi Agama dan Budaya (2),

Jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Agama, 2009, HaL:210-211    [5]Ibid.,Hal:212

Page 16: Sejarah Kota Palembang

    [6]Sub Etnik dari orang Batak, orang batak merupakan rasprotomelanosoid yang sejalan dengan perkisaranw aktu dan dipengaruhi oleh alandan lingkungan terpecah ke dalam beberpa sub etnik, diantaranya Mandailing,Angkola, dan sebagainya.    [7]Gusti Asnan, DuniaMaritim Pantai Barat Sumatera, Yogyakarta: Ombak, 2007, Hal; 42

    [8]William Marseden, SejarahSumatera,  Jakarta: Komunitas Bambu,

2008, Hal: 337-338    [9]Ibid., Hal: 350   [10] Ibid., Hal:197    [11]Ibid., Hal: 341

Page 17: Sejarah Kota Palembang

    [12]Anthony Reid, Sumaterautara; Revolusi dan Elite Tradisional, Jakarta: Komunitas Bambu, 2012, hal:

1-5.   [13] Ibid; hal: 53-58.    [14]Ann Laura S, Kapitalismedan Konfrontasi di Sabuk Perkebunan Sumatera( 1870-1979), Yogyakarta:

Karsa, 1995, Hal: 106-111    [15]Op.,Cit, Anthony Reid, Hal: 18-19    [16]Ibid., Hal:93 KONSTRUKSI FISIK KOTA PALEMBANG PADA MASA KOLONIALOleh Rizal Izmi Ksw di Tempat Ngumpulnya anak SEJARAH UNY 09 Reguler · Sunting Dokumen

Latar BelakangKotaPalembang merupakan salah satu kota yang tertua di Indonesia. kota palembangmerupakan bagian drai kerajaan Sriwijaya yang tertulis dalam prasasti kedukanbukit.[1]

Page 18: Sejarah Kota Palembang

Sama seperti kota tua di Indonesia pada umumnya, Palembang juga berada ditepialiran sungai. Palembang merupakan kota yang berkembang dari perdagangan sungaiyang pada masanya sangat ramai. Palembang terletak di tepi sungai musi yangbermuara di Selat Malaka yang pada masa itu menjadi pusat perdagangan dunia,khususnya dari dunia timur.  Berdasarkantinggalan arkeologi diketahui bahwa pemukiman di Kota Palembang telahberlangsung sejak masa Kerajaan Sriwijaya dimana mereka mendirikan pemukiman dilahan-lahan yang lebih tinggi di daerah sekitar sungai dan rawa-rawa.[2]Keadaan geografis kota palembang yang merupakan kota yang lahir dari sungaimusi memang membuat penduduk kota tidak pernah bisa melepaskan diri danjauh-jauh dari sungai besar tersebut. Musi dan palembang bisa diibaratkansebagai mesir dan sungai Nil, dimana keberadaan Sungai Musi merupakan cikalbakal dari kota Palembang.  Penduduk kotapalembang adalah orang melayu yang merasa serasi dan betah hidup di laut.[3]Kehidupan mereka tidak pernah bisa dipisahkan dari yang namanya air. Sejak awalmereka memang telah membangun pemukiman ditepian sungai Musia yang memangmenjadi urat nadi kehidupan kota Palembang. Tata kota yang menjalar mengikutipola sungai musi telah ada dan terus dikembangkan mulai dari masa KerajaanSriwijaya hingga Kasultanan Palembang Darussalam.  KedatanganBelanda ke kota Palembang membawa nafasa baru dalam perkembangan kota ini. Kotatradisional disulat menjadi kota modern yang dipenuhi dengan arsitekturkolonial. Masyarakat eropa yang pada masa kesultanan menempati wilayah

Page 19: Sejarah Kota Palembang

dipinggiran pada masa kolonial mulai memperoleh ruang yang lebih layak untuktinggal. Lalu seperti apa pembangunan kota yang dilakukan oleh pemerintahkolonial di Palembang? Inilah yang akan menjadi fokus kajian dalam makalah kaliini. B.     PolaPemukiman Masa Kasultanan Palembang

  Sebagai kotakasultanan, Palembang mempunyai tata kota yang tidak berda jauh dengan polakeraton yang ada di pulau Jawa. Keraton pada masa itu menjadi pusat dari semuaaktifitas penduduk di kota itu, baik dalam segi ekonomi, sosial maupunkultural. Sultan sebagai pusat pemerintahan berada ditengah-tengah wilayahsehingga bisa dengan mudah memnatau kondisi keadaan. Keraton Kuto Besak sebagaipusat pemerintahan tentunya tidak akan jauh dari sungai musi yang menjadi pusatkehidupan ekonomi penduduk Palembang kala itu. Keraton dikelilingi oleh sungaimusi dan anak-anaknya. Di barat keraton Kuto Besak mengalir Sungai Sekanak,disebelah timur mengalir sungai Tengkuruk, di utara ada Sungai Kapura dan diselatan keraton mengalir Induk sungai, yaitu sungai musi.[4]  Keratonsendiri terletak di tanah landai dimana bangunannya dikelilingi oleh tembokbesar dan tebal yang memisahkan wilayah kekuasaan sultan dengan pemukimanpenduduk. Penduduk lokal keraton, yang pada umumnya adalah orang-orang melayutinggal di tanah daratan, yaitu tanah-tanah ditepian sungai yang pada musimpasang akan digenangi air. Ini sebabnya perumahan penduduk pada masa itumenggunakan bentuk rumah rakit dan rumah panggung. Penduduk membangun pemukiman

Page 20: Sejarah Kota Palembang

di delat-delta sungai yang mengelilingi keraton. Penduduk yang tinggal ditanahdaratan ini terbagi kedalam guguk-guguk[5]yang memiliki kewajiban mengabdi kepada sultan.

  KeratonPalembang, walaupun mengambil konsep keraton jawa, namun keraton ini mempunyaiperbedaan yang sangat jelas dengan tata ruang di keratn jawa. Pada umumnyakeraton jawa mempunyai tata ruang keraton sebagai pusat dengan alun-alun didepannya, masjid di baratnya dan pasar sebagai pusat perekonomian tidak jauhdari alun-alun. Keraton palembang yang merupakan keraton dengan wilayah mayoritasperairan tidak mempunyai alun-alun seperti keraton jawa. Masjid dijadikantempat penggnati keraton, dimana ditempat itu rakyat dan raja bisa berkumpuluntuk berbagai kegiatan, khususnya kegiatan religius. Sementara itu pusatperekonomian berupa pasar apung yang lahir karena pertemuan perahu-perahu yangmembawa barang dagangan di muara sungai.  Walaupunsebagian besar kota palembang adalah tanag rendah, delta sungai dan rawa-rawa,namun ada juga beberap wilayah yang berupa perbukitan. Tanah yang berada dilerang perbukitan itu dikenal dengan sebutan Tanah Talang. Tanah talang ini adalah tanah yang subur dan umumnyadijadikan sebagai lahan pertanian. Banyak bangsawan keraton yang memiliki tanahtalang yang digarap oleh para petani. Umumnya mereka menjadikan tanah talangsebagai area perkebunan yang ditanami buah-buahan yang bisa mereka panen sesuaidengan musimnya. Tanah talang ini terdapat di antara pertemuan bukit-bukit yangada di wilayah Palembang, seperti bukit Besar dan Bukit Kecil terdapat tanah talangmakrayu, bukit kecil dengan bukit gubahan penganten terdapat tanah talang

Page 21: Sejarah Kota Palembang

semut, dan di utara palembang terdapat Gubah Empuk yang dikaki gunungnyaterdapat talang jawa.[6]  Pemisahanpemukiman penduduk pribumi dengan penduduk asing sudah mulai diberlakukan padamasa ini. Palembang yang berada di tepian sungai musi memang menjadi kotadagang yang cukup ramai, tak heran makanya kalau di kota ini banyak pendudukasing yang akhirnya membangun pemukiman. Pada umumnya mereka yang tinggal dipemukiman asing ini mengelompok berdasarkan daerah asalnya. Mereka tidak lainadalah para pedagang yang singgah menjajakan barang dagangannya dan menungguarah angin untuk membawanya pulang ke negaranya. Sultan menempatkan pemukimanorang-orang asing ini tidak di daratan, kecuali bagi mereka yang dianggapberjasa bagi kesultanan. Mereka yang berjasa akan diberikan lahan tinggaldilingkungan keraton, sedangkan mereka yang tidak ditempatkan di tepi-tepisungai. Mereka tidak boleh mendirikan rumah di daratan, karena memang luasdaratan kasultanan palembang tidak lebih luas dari perairannya. Oleh sebab ituorang-orang asing itu tinggal di rumah-rumah rakit yang ada ditepi sungai musiyang juga menjadi pusat perekonomian kala itu.  Rumah rakittidak hanya dijadikan sebagai rumah tinggal, namun rumha ini juga difungsikansebagai toko, gudang bahkan pusat kerajinan atau pabrik kecil dari industrirumahan.[7]Keberadaan rumah rakit ini melahirkan alat transportasi khusus yang banyakdigunakan di kota palembang, yaitu perahu-perahu gondola yang senantiasamengarungi sungai musi dan anak-anaknya untuk singgah dari rumah rakit satu kerumah rakit yang lain. Bukan hany orang asing yang menggunakan gondola ini seagaialat transportasi, penduduk lokal juga tidak bisa meninggalkan gondola inisebagai alat mereka untuk berepgian. Gondola-donsola yang dikenal dengan nama pencalang ini menguatkan bahwa Palembang

Page 22: Sejarah Kota Palembang

kala itu memang tidak jauh beda dengan vensia yang ada di daratan Eropa. Sebuahkota dengan kanau-kanau sebagai pengnati jalan raya dan gondola-gondola sebagaipenggnati kendaraan. C.     KebijakanPembangunan Palembang oleh Pemerintah Kolonial

  Belandamenguasai Palembang pada tahun 1821, namun pada masa itu mereka belum melakukanperombakan pada tata kota palembang, seperti yang mereka lakukan pada Batavia. PemerintahBelanda masih sibuk dengan penanaman hegemoni kolonialisme mereka sehingga merekatidak sempat melakukan pembangunan fisik kota. Baru setelah 13 tahun menguasaikota ini, bersamaan dengan diberlakukannya undang-undang desentralisasi yangmenjadikan palembang sebagai gemeente, yaitupada 1 April 1906, secara fisik pembangunan kota musi ini dilakukan.  Pembangunanpertama kota ini dilakukan pada tahun 1919 dengan tujuan menghapus lambanghegemoni dan kebesaran kekuasaan kesultanan. Keraton Kuto Besak, yang pada masaKesultanan menjadi pusat pemerintahan, diudah dan dikelilingi dengan bangunanbaru yang bergaya kolonial. Pada bagian kanan yang dulunya merupakan tamanbunga keraton, diubah menjadi pusat hiburan bagi orang-orang eropa. Lahan bekastaman bunga ini dibangun gedung societiet,balai pertemuan dan schouwburg,  geduang perunjukan yang bergabung dengan bioscoop Flora , serya bioskop Oriental.

Kekuasaan keraton kini seolah tergantikan dengan kekuasaan kolonial, denganpusat-pusat hiburan ala orang eropa mereka.

Page 23: Sejarah Kota Palembang

  Cita-citakolonial membangun palembang dari kota keraton menjadi kota perdagangan moderndilakukan juga juga dengan mengganti sistem administrasi perkampungan. Kampungyang dulunya bernama guguk  yang wilayahnya dibedakan berdasarkan letakdelta sungia, kini diubah menjadi kampung-kampung baru berdasarkan padaadiminstrasi Kolonial. Palembang yang terbelah oleh sungai Musi dibagi menjadidua distrik, yaitu Distrik seberang Ulu dan distrik seberang Ilir.[8]Distrik seberang ilir terdiri atas 37 kampung, sedangkan distrik seberang Uluterbagi menjadi 14 kampung, dimana masing-masing kampung terdiri atas beberapa guguk.  Setelah 25tahun menjadi gemeente, pemerintahkolonial melakukan evaluasi terhadap kota Palembang, khususnya dalam masalahpembangunan kota. Dalam pengevalusaian tersebut peremtiah menemukan dua masalahyang cukup pelik yang harus dihadapi oleh kota ini. Pertama, keberadaan tanahpalembang yang hanya sedikit dan sebagian besar justru digunakan sebagai lahanpemakaman. Kedua keberadaan air bersih yang dibutuhkan saat air sungai musi dananak-anaknya mengalami surut. Kedua permasalah ini membuat pemerintah kolonialmemutar otak dengan keras untuk mencari solusinya dan menjadikan Palembangsebagai kota modern dengan gaya arsitektur Eropa yang tidak kalah saing dengankota-kota di Jawa. Gagasan untuk menggnati kota air dengan kota daratan mulaimuncul sebagai solusi pemecahan masalah ini. D.     DariAir Menuju daratan

  

Page 24: Sejarah Kota Palembang

Walaupunkeadaan Palembang dengan perahu-perahu dan pemukiman di tepai sungai Musinyamenjadikan kota ini menadapt sebutan DeVenetie van het Oosten, namun kebutuhan akan kota daratan membuat

pemerintah kolonial ingin mengubah tatanan kota ini dari perairan ke daratan.Keadaan ini juga didesak dengan semakin banyaknya orang-orang Eropa yang berdatangandi Palembang yang ingin membangun perumahan disana. Untuk merealisasikankeinginan orang-orang eropa ini, pemerintah kolonial membangun kota baru didaratan Palembang yang dulunya hanay dijadikan sebagai daerah perkembunan olehpara bangsawan kasultanan, yaitu tanah tinggi.  Tanah tinggidi daerah Talang Semut oleh pemerintah kolonial disulap menjadi perumahan untukpegawai-pegawai Eropa yang berhadapan dengan vila-vila yang bsia disewa olehpenduduk lokal. Tidak jauh dari deraha ini, yaitu di Lebak Soak, dibangun kolamuntuk penampungan air yang dikenal dengan nama Kolam Besar dan Kolam Kecil.[9]Pemukiman ini dirancang sebagai kota taman yang kelilingi oleh pepohonanrindang sepanjang jalan dan dilengkapi dengan taman Talang Semut yang beradatepat ditengah-tengah pemukiman.  Talang semutyang berada di sisi sebelah barat kota menjadi pusat kota baru yangmenggantikan keraton disebelah timur. Sisi bagian barat palembang ini berubahmenjadi pusat sosialita eropa menjalani kehidupan mereka, sedangkan kota timurseolah-olah menjadi terabagikan. Kota timur kini menjadi kota yang kotor,padat, dan tidak aman. Disinilah kaum pribumi tinggal dan berusaha menjalankankehidupan mereka dibawah gencatan dari orang-orang eropa yang perlahan tapi

Page 25: Sejarah Kota Palembang

pasti mulai menggusur mereka dari tanah mereka sendiri.  Padaseperempat abad ke-20, konstruksi fisik kota Palembang mulai terbentuk secarateratur, dimana wilayahnya dibedakan menjadi empat zona, yaitu zona niaga, zonaindustri, zona perkantoran, dan zona pemukiman. Zona perniagaan beradadisepanjang aliran sungai musi bagian seberang ilir. Selain pasar, kawasan inidibangun gudang-gudang penyimpanan barang, kantor perwakilan dagang, pabrikindustri, dan juga pasar-pasar untuk menjual hasil indutri. Zona industrimemanjang sepanjang aliran sungai musi sebelah ulu dengan pusatnya terletak didaerah Plaju dan Sungai Gerong. Zona perkantoran berada dipusat kota, yaitu didaerah Keraton Kuto Besak yang dijadikan benteng militer dan rumah sakit, pusatkantor karesidenan Palembang, kantor post, rumah tahanan dan kantor gameente. Zona pemukiman terdapat dibagian barat pusat kota, yaitu di talang semut yang dibangun real estate sebagai pemukiman eropa.  Penduduklokal Palembang memang tidak bisa dipisahkan dari suangi, mereka jugamenggunakan sungai sebagai sumber dari pemenuh kebutuhan air minum. Kebiasaanmengkonsumsi air sungai sebagai air minum dianggap oleh pemerintah kolonialebagai tindakan yang tidak sehat. Oleh sebab itu, pemerintah kolonial muliamemperkenalkan penggunaan air ledeng sebagai air minum konsumsi yang sehat.Penyediaan air ledeng sebagai air minum ini dilakukan dengan pembangunan menaraair watertoren diatas kantor gemeente pada tahun 1926. Menara air iniakhirnya selesai pada tahun 1931 dengan dua laintai, dimana lantai bawahdigunakan sebagai kantor administrasi pemerintahan sedangkan bangunan atasnyaadalah bak penampungan air. E.     PembangunanSarana Transportasi

Page 26: Sejarah Kota Palembang

  Peminadahankota air menjadi kota daratan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial tentusaja memunculkan kebutuhan baru akan sarana pendukung, khususnya dalam bidangtransportasi. Transportasi yang dulunya memanfaatkan aliran sungai kini beralihke transportasi darat yang memakai jalan raya sebagai sarana pendukungnya.Pemerintah kolonial berusaha membangun jalan dengan melakukan penutupan sungaisehingga bisa dilalui oleh kendaraan darat. Sungai pertama yang menjadi korbanproyek pembangunan jalan raya ini adalah sungai tengkuruk yang ditimbun padatahun 1928. Jalan diatas sungai tengkuruk tersebut memanjang mulai daripelabuhan muara sungai tengkuruk hingga ke daerah Talang Jawa.  Selain sungaitengkuruk, sungai kapuran juga ditimbun untuk membangun jalan menuju perumahaneropa di Talang Semut. Jalan ini bernama Jalan Raadhuisweg, yang merupakan jalan menuju daerah ilir yangmenghubungkan pusat kota dengan talang semut. Ketikan pelabuhan Boom dibangunpada tahun 1908, pemerintah segera membangun ruas jalan baru menuju pelabuhan melaluisungai sayangan, sungai rindang, dan sungai bajas, dan juga melewati masjidlama.  Semakinbanyaknya jalan yang dibangun oleh pemerintah kolonial ini membuat penduduklokal mulai beralih dari transportasi perairan ke transportasi darat, merekaberalih dari pemakaian perahu ke pemakaian alat transportasi darat seperti becakcina, sado, mobil atau hanya sekedar berjalan kaki saja. Jalan dianggap sebagaitransportasi yang lebih mudah jika dibandingkan dengan transportasi menggunakanjalur sungai. Merosotnya pamor transportasi air di Palembang ini diakibatkan

Page 27: Sejarah Kota Palembang

oleh pembangunan jalan dengan menutup beberapa sungai. Penutupan sungai inimempunyai dampak yang cukup besar terhadap aliran sungai. Pada musim pasang,orang tidak bisa lagi berlayar melalui sungai karena badan jembatan yangmenghubungkan jalan menjadi pengahalang bagi kapal-kapal mereka. Angkutan kotadengan kereta kuda mulai banyak digunakan oleh penduduk lokal, sementara ituorang-orang Eropa mulai meramaikan jalanan Palembang dengan mobil-mobil mereka.  Perubahankota Palembang dari kota dagang ke kota Industri membuat pemerintah Kolonialmemutuskan membangun sarana transportasi lain yang dirasa lebih efisien, yaitukereta api. Pada dasarnya pembangunan jalur kereta api ini dilakukan untukmemudahkan pengangkutan hasil sumberdaya yang dihasilkan bumi Palembang. Tahun1910 dibangun jalur kereta api pertama yang menghubungkan antara palembangdengan teluk betung di lampung. Tahun 1917 dibangun jalur kertapati Palembangsampai ke muara Enim. Tahun 1925 jalur diperpanjang sampai ke bengkulu denganjarak sepanjang 1194 km. Dan pada akhir tahun 1927, telah ada jalur kereta apiyang menghubungkan Palembang, Baturaja, Martapura hingga ke lampung.  Jalan keretaapi yang dibangun dari ujung palembang hingga ke lampung ini bertujuan untukmemudahkan dan mempercepat perjalanan dan hubungan antara satu tempat ketempatlainnya. Namun bila dilihat dari segi ekonomi, keberadaan jalur kereta api initidak bisa dilepaskan dari keberadaan perusahaan-perusahaan belanda yang ada dipedalaman Palembang. Perusahaan tersebut membutuhkan alat transportasi yanglebih efekstif dan efisien untuk mengangkut hasil produksinya. Alasan inidiperjelas dengan pembuatan jalur kereta api yang menghubungkan pedalaman

Page 28: Sejarah Kota Palembang

Palembang dengan daerah ilir yang dilanjutkan ke oosthaven dimana disepanjang jalur kereta apinya dipenuhi olehperusahaan-perusahaan dan perkebunan milik pengusaha Belanda.[10]  Berdasarapada apa yang telkah dijabarkan diatas, maka dapat diketahui bahwa perubahankonstruksi fisik secara mendasar terjadi di Kota Palembang pada masa kekuasaankolonial. Palembang yang dulunya berorientasi pada kota perairan olehpemerintah kolonial mulai dibangun menjadi kota daratan. Mereka secara bertahapmulai menggiring penduduk Palembang untuk meninggalkan kehidupan di atas airdan berpindah ke ekhidupan di darat. Buktinya pemukiman warga yang dulunyaberada di sepanjang aliran sungai oleh kolonial mulai dikurangi, salah satumyadengan membangun perumahan eropa di tanah tinggi yang pada msaa kesultananhanya dijadikan sebagai perkebunan. Perubahan juga terjadi dengan transportasiyang digunakan. Karena sudah berpindah dari darat ke laut, mereka mulaimeninggalkan perahu-perahu yang menyusuri sungai-sungai di kota Palembang danmenggantinya dengan  transportasi darat.Sungai-sungaipun ditutup dan disulat menjadi jalan raya yang bsia dilalui olehkendaraan umum.   Sumber:  AryandiniNovita, Pola Permukiman MasaPra-Kesultanan Palembang Darussalam, diakses http://arkeologi.palembang.go.id/?nmodul=halaman&kat&judul=pola-permukiman-masa-pra-kesultanan-palembang-darussalam

  

Page 29: Sejarah Kota Palembang

DediIrwanto Muhammad Santu,2010, Palembang;Venesia dari Timur, Yogyakarta: Ombak

 http://dodinp.multiply.com/journal/item/139?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem Rosihan Anwar, 2004, Sejarah Kecil ‘Petice Histoire’ Indonesia, Jakarta:Penerbit Buku Kompas       [1]http://dodinp.multiply.com/journal/item/139?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem    [2]Aryandini Novita, Pola Permukiman MasaPra-Kesultanan Palembang Darussalam, diakses melalui http://arkeologi.palembang.go.id/?nmodul=halaman&kat&judul=pola-permukiman-masa-pra-kesultanan-palembang-darussalam

    [3]Rosihan Anwar, Sejarah Kecil ‘PeticeHistoire’ Indonesia, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2004), Hlm.105

    [4]

Page 30: Sejarah Kota Palembang

Dedi Irwanto Muhammad Santu, Palembang;Venesia dari Timur, (Yogyakarta: Ombak, 2010), Hlm.27

    [5]Gugukadalah sebutan untuk kampung di daerah palembang, guguk pada masa kesultananpalembang dibagi berdasarkan letaknya,yaitu berdasarkan delta-delta yangdibentuk oleh aliran anak sungai musi.    [6]Ibid., Hlm.29    [7]Ibid., Hlm.32    [8]Ibid., Hlm.42    [9]Ibid., Hlm.51   [10] Ibid.,Hlm.72KONSTRUKSI FISIK KOTA PALEMBANG PADA MASA KOLONIALOleh Rizal Izmi Ksw di Tempat Ngumpulnya anak SEJARAH UNY 09 Reguler · Sunting Dokumen

Latar Belakang

Page 31: Sejarah Kota Palembang

KotaPalembang merupakan salah satu kota yang tertua di Indonesia. kota palembangmerupakan bagian drai kerajaan Sriwijaya yang tertulis dalam prasasti kedukanbukit.[1]Sama seperti kota tua di Indonesia pada umumnya, Palembang juga berada ditepialiran sungai. Palembang merupakan kota yang berkembang dari perdagangan sungaiyang pada masanya sangat ramai. Palembang terletak di tepi sungai musi yangbermuara di Selat Malaka yang pada masa itu menjadi pusat perdagangan dunia,khususnya dari dunia timur.  Berdasarkantinggalan arkeologi diketahui bahwa pemukiman di Kota Palembang telahberlangsung sejak masa Kerajaan Sriwijaya dimana mereka mendirikan pemukiman dilahan-lahan yang lebih tinggi di daerah sekitar sungai dan rawa-rawa.[2]Keadaan geografis kota palembang yang merupakan kota yang lahir dari sungaimusi memang membuat penduduk kota tidak pernah bisa melepaskan diri danjauh-jauh dari sungai besar tersebut. Musi dan palembang bisa diibaratkansebagai mesir dan sungai Nil, dimana keberadaan Sungai Musi merupakan cikalbakal dari kota Palembang.  Penduduk kotapalembang adalah orang melayu yang merasa serasi dan betah hidup di laut.[3]Kehidupan mereka tidak pernah bisa dipisahkan dari yang namanya air. Sejak awalmereka memang telah membangun pemukiman ditepian sungai Musia yang memangmenjadi urat nadi kehidupan kota Palembang. Tata kota yang menjalar mengikutipola sungai musi telah ada dan terus dikembangkan mulai dari masa KerajaanSriwijaya hingga Kasultanan Palembang Darussalam.  

Page 32: Sejarah Kota Palembang

KedatanganBelanda ke kota Palembang membawa nafasa baru dalam perkembangan kota ini. Kotatradisional disulat menjadi kota modern yang dipenuhi dengan arsitekturkolonial. Masyarakat eropa yang pada masa kesultanan menempati wilayahdipinggiran pada masa kolonial mulai memperoleh ruang yang lebih layak untuktinggal. Lalu seperti apa pembangunan kota yang dilakukan oleh pemerintahkolonial di Palembang? Inilah yang akan menjadi fokus kajian dalam makalah kaliini. B.     PolaPemukiman Masa Kasultanan Palembang

  Sebagai kotakasultanan, Palembang mempunyai tata kota yang tidak berda jauh dengan polakeraton yang ada di pulau Jawa. Keraton pada masa itu menjadi pusat dari semuaaktifitas penduduk di kota itu, baik dalam segi ekonomi, sosial maupunkultural. Sultan sebagai pusat pemerintahan berada ditengah-tengah wilayahsehingga bisa dengan mudah memnatau kondisi keadaan. Keraton Kuto Besak sebagaipusat pemerintahan tentunya tidak akan jauh dari sungai musi yang menjadi pusatkehidupan ekonomi penduduk Palembang kala itu. Keraton dikelilingi oleh sungaimusi dan anak-anaknya. Di barat keraton Kuto Besak mengalir Sungai Sekanak,disebelah timur mengalir sungai Tengkuruk, di utara ada Sungai Kapura dan diselatan keraton mengalir Induk sungai, yaitu sungai musi.[4]  Keratonsendiri terletak di tanah landai dimana bangunannya dikelilingi oleh tembokbesar dan tebal yang memisahkan wilayah kekuasaan sultan dengan pemukimanpenduduk. Penduduk lokal keraton, yang pada umumnya adalah orang-orang melayutinggal di tanah daratan, yaitu tanah-tanah ditepian sungai yang pada musim

Page 33: Sejarah Kota Palembang

pasang akan digenangi air. Ini sebabnya perumahan penduduk pada masa itumenggunakan bentuk rumah rakit dan rumah panggung. Penduduk membangun pemukimandi delat-delta sungai yang mengelilingi keraton. Penduduk yang tinggal ditanahdaratan ini terbagi kedalam guguk-guguk[5]yang memiliki kewajiban mengabdi kepada sultan.

  KeratonPalembang, walaupun mengambil konsep keraton jawa, namun keraton ini mempunyaiperbedaan yang sangat jelas dengan tata ruang di keratn jawa. Pada umumnyakeraton jawa mempunyai tata ruang keraton sebagai pusat dengan alun-alun didepannya, masjid di baratnya dan pasar sebagai pusat perekonomian tidak jauhdari alun-alun. Keraton palembang yang merupakan keraton dengan wilayah mayoritasperairan tidak mempunyai alun-alun seperti keraton jawa. Masjid dijadikantempat penggnati keraton, dimana ditempat itu rakyat dan raja bisa berkumpuluntuk berbagai kegiatan, khususnya kegiatan religius. Sementara itu pusatperekonomian berupa pasar apung yang lahir karena pertemuan perahu-perahu yangmembawa barang dagangan di muara sungai.  Walaupunsebagian besar kota palembang adalah tanag rendah, delta sungai dan rawa-rawa,namun ada juga beberap wilayah yang berupa perbukitan. Tanah yang berada dilerang perbukitan itu dikenal dengan sebutan Tanah Talang. Tanah talang ini adalah tanah yang subur dan umumnyadijadikan sebagai lahan pertanian. Banyak bangsawan keraton yang memiliki tanahtalang yang digarap oleh para petani. Umumnya mereka menjadikan tanah talangsebagai area perkebunan yang ditanami buah-buahan yang bisa mereka panen sesuai

Page 34: Sejarah Kota Palembang

dengan musimnya. Tanah talang ini terdapat di antara pertemuan bukit-bukit yangada di wilayah Palembang, seperti bukit Besar dan Bukit Kecil terdapat tanah talangmakrayu, bukit kecil dengan bukit gubahan penganten terdapat tanah talangsemut, dan di utara palembang terdapat Gubah Empuk yang dikaki gunungnyaterdapat talang jawa.[6]  Pemisahanpemukiman penduduk pribumi dengan penduduk asing sudah mulai diberlakukan padamasa ini. Palembang yang berada di tepian sungai musi memang menjadi kotadagang yang cukup ramai, tak heran makanya kalau di kota ini banyak pendudukasing yang akhirnya membangun pemukiman. Pada umumnya mereka yang tinggal dipemukiman asing ini mengelompok berdasarkan daerah asalnya. Mereka tidak lainadalah para pedagang yang singgah menjajakan barang dagangannya dan menungguarah angin untuk membawanya pulang ke negaranya. Sultan menempatkan pemukimanorang-orang asing ini tidak di daratan, kecuali bagi mereka yang dianggapberjasa bagi kesultanan. Mereka yang berjasa akan diberikan lahan tinggaldilingkungan keraton, sedangkan mereka yang tidak ditempatkan di tepi-tepisungai. Mereka tidak boleh mendirikan rumah di daratan, karena memang luasdaratan kasultanan palembang tidak lebih luas dari perairannya. Oleh sebab ituorang-orang asing itu tinggal di rumah-rumah rakit yang ada ditepi sungai musiyang juga menjadi pusat perekonomian kala itu.  Rumah rakittidak hanya dijadikan sebagai rumah tinggal, namun rumha ini juga difungsikansebagai toko, gudang bahkan pusat kerajinan atau pabrik kecil dari industrirumahan.[7]Keberadaan rumah rakit ini melahirkan alat transportasi khusus yang banyakdigunakan di kota palembang, yaitu perahu-perahu gondola yang senantiasamengarungi sungai musi dan anak-anaknya untuk singgah dari rumah rakit satu ke

Page 35: Sejarah Kota Palembang

rumah rakit yang lain. Bukan hany orang asing yang menggunakan gondola ini seagaialat transportasi, penduduk lokal juga tidak bisa meninggalkan gondola inisebagai alat mereka untuk berepgian. Gondola-donsola yang dikenal dengan nama pencalang ini menguatkan bahwa Palembangkala itu memang tidak jauh beda dengan vensia yang ada di daratan Eropa. Sebuahkota dengan kanau-kanau sebagai pengnati jalan raya dan gondola-gondola sebagaipenggnati kendaraan. C.     KebijakanPembangunan Palembang oleh Pemerintah Kolonial

  Belandamenguasai Palembang pada tahun 1821, namun pada masa itu mereka belum melakukanperombakan pada tata kota palembang, seperti yang mereka lakukan pada Batavia. PemerintahBelanda masih sibuk dengan penanaman hegemoni kolonialisme mereka sehingga merekatidak sempat melakukan pembangunan fisik kota. Baru setelah 13 tahun menguasaikota ini, bersamaan dengan diberlakukannya undang-undang desentralisasi yangmenjadikan palembang sebagai gemeente, yaitupada 1 April 1906, secara fisik pembangunan kota musi ini dilakukan.  Pembangunanpertama kota ini dilakukan pada tahun 1919 dengan tujuan menghapus lambanghegemoni dan kebesaran kekuasaan kesultanan. Keraton Kuto Besak, yang pada masaKesultanan menjadi pusat pemerintahan, diudah dan dikelilingi dengan bangunanbaru yang bergaya kolonial. Pada bagian kanan yang dulunya merupakan tamanbunga keraton, diubah menjadi pusat hiburan bagi orang-orang eropa. Lahan bekastaman bunga ini dibangun gedung societiet,

Page 36: Sejarah Kota Palembang

balai pertemuan dan schouwburg,  geduang perunjukan yang bergabung dengan bioscoop Flora , serya bioskop Oriental.

Kekuasaan keraton kini seolah tergantikan dengan kekuasaan kolonial, denganpusat-pusat hiburan ala orang eropa mereka.  Cita-citakolonial membangun palembang dari kota keraton menjadi kota perdagangan moderndilakukan juga juga dengan mengganti sistem administrasi perkampungan. Kampungyang dulunya bernama guguk  yang wilayahnya dibedakan berdasarkan letakdelta sungia, kini diubah menjadi kampung-kampung baru berdasarkan padaadiminstrasi Kolonial. Palembang yang terbelah oleh sungai Musi dibagi menjadidua distrik, yaitu Distrik seberang Ulu dan distrik seberang Ilir.[8]Distrik seberang ilir terdiri atas 37 kampung, sedangkan distrik seberang Uluterbagi menjadi 14 kampung, dimana masing-masing kampung terdiri atas beberapa guguk.  Setelah 25tahun menjadi gemeente, pemerintahkolonial melakukan evaluasi terhadap kota Palembang, khususnya dalam masalahpembangunan kota. Dalam pengevalusaian tersebut peremtiah menemukan dua masalahyang cukup pelik yang harus dihadapi oleh kota ini. Pertama, keberadaan tanahpalembang yang hanya sedikit dan sebagian besar justru digunakan sebagai lahanpemakaman. Kedua keberadaan air bersih yang dibutuhkan saat air sungai musi dananak-anaknya mengalami surut. Kedua permasalah ini membuat pemerintah kolonialmemutar otak dengan keras untuk mencari solusinya dan menjadikan Palembangsebagai kota modern dengan gaya arsitektur Eropa yang tidak kalah saing dengankota-kota di Jawa. Gagasan untuk menggnati kota air dengan kota daratan mulaimuncul sebagai solusi pemecahan masalah ini. 

Page 37: Sejarah Kota Palembang

D.     DariAir Menuju daratan

  Walaupunkeadaan Palembang dengan perahu-perahu dan pemukiman di tepai sungai Musinyamenjadikan kota ini menadapt sebutan DeVenetie van het Oosten, namun kebutuhan akan kota daratan membuat

pemerintah kolonial ingin mengubah tatanan kota ini dari perairan ke daratan.Keadaan ini juga didesak dengan semakin banyaknya orang-orang Eropa yang berdatangandi Palembang yang ingin membangun perumahan disana. Untuk merealisasikankeinginan orang-orang eropa ini, pemerintah kolonial membangun kota baru didaratan Palembang yang dulunya hanay dijadikan sebagai daerah perkembunan olehpara bangsawan kasultanan, yaitu tanah tinggi.  Tanah tinggidi daerah Talang Semut oleh pemerintah kolonial disulap menjadi perumahan untukpegawai-pegawai Eropa yang berhadapan dengan vila-vila yang bsia disewa olehpenduduk lokal. Tidak jauh dari deraha ini, yaitu di Lebak Soak, dibangun kolamuntuk penampungan air yang dikenal dengan nama Kolam Besar dan Kolam Kecil.[9]Pemukiman ini dirancang sebagai kota taman yang kelilingi oleh pepohonanrindang sepanjang jalan dan dilengkapi dengan taman Talang Semut yang beradatepat ditengah-tengah pemukiman.  Talang semutyang berada di sisi sebelah barat kota menjadi pusat kota baru yangmenggantikan keraton disebelah timur. Sisi bagian barat palembang ini berubah

Page 38: Sejarah Kota Palembang

menjadi pusat sosialita eropa menjalani kehidupan mereka, sedangkan kota timurseolah-olah menjadi terabagikan. Kota timur kini menjadi kota yang kotor,padat, dan tidak aman. Disinilah kaum pribumi tinggal dan berusaha menjalankankehidupan mereka dibawah gencatan dari orang-orang eropa yang perlahan tapipasti mulai menggusur mereka dari tanah mereka sendiri.  Padaseperempat abad ke-20, konstruksi fisik kota Palembang mulai terbentuk secarateratur, dimana wilayahnya dibedakan menjadi empat zona, yaitu zona niaga, zonaindustri, zona perkantoran, dan zona pemukiman. Zona perniagaan beradadisepanjang aliran sungai musi bagian seberang ilir. Selain pasar, kawasan inidibangun gudang-gudang penyimpanan barang, kantor perwakilan dagang, pabrikindustri, dan juga pasar-pasar untuk menjual hasil indutri. Zona industrimemanjang sepanjang aliran sungai musi sebelah ulu dengan pusatnya terletak didaerah Plaju dan Sungai Gerong. Zona perkantoran berada dipusat kota, yaitu didaerah Keraton Kuto Besak yang dijadikan benteng militer dan rumah sakit, pusatkantor karesidenan Palembang, kantor post, rumah tahanan dan kantor gameente. Zona pemukiman terdapat dibagian barat pusat kota, yaitu di talang semut yang dibangun real estate sebagai pemukiman eropa.  Penduduklokal Palembang memang tidak bisa dipisahkan dari suangi, mereka jugamenggunakan sungai sebagai sumber dari pemenuh kebutuhan air minum. Kebiasaanmengkonsumsi air sungai sebagai air minum dianggap oleh pemerintah kolonialebagai tindakan yang tidak sehat. Oleh sebab itu, pemerintah kolonial muliamemperkenalkan penggunaan air ledeng sebagai air minum konsumsi yang sehat.Penyediaan air ledeng sebagai air minum ini dilakukan dengan pembangunan menaraair watertoren diatas kantor gemeente pada tahun 1926. Menara air iniakhirnya selesai pada tahun 1931 dengan dua laintai, dimana lantai bawah

Page 39: Sejarah Kota Palembang

digunakan sebagai kantor administrasi pemerintahan sedangkan bangunan atasnyaadalah bak penampungan air. E.     PembangunanSarana Transportasi

  Peminadahankota air menjadi kota daratan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial tentusaja memunculkan kebutuhan baru akan sarana pendukung, khususnya dalam bidangtransportasi. Transportasi yang dulunya memanfaatkan aliran sungai kini beralihke transportasi darat yang memakai jalan raya sebagai sarana pendukungnya.Pemerintah kolonial berusaha membangun jalan dengan melakukan penutupan sungaisehingga bisa dilalui oleh kendaraan darat. Sungai pertama yang menjadi korbanproyek pembangunan jalan raya ini adalah sungai tengkuruk yang ditimbun padatahun 1928. Jalan diatas sungai tengkuruk tersebut memanjang mulai daripelabuhan muara sungai tengkuruk hingga ke daerah Talang Jawa.  Selain sungaitengkuruk, sungai kapuran juga ditimbun untuk membangun jalan menuju perumahaneropa di Talang Semut. Jalan ini bernama Jalan Raadhuisweg, yang merupakan jalan menuju daerah ilir yangmenghubungkan pusat kota dengan talang semut. Ketikan pelabuhan Boom dibangunpada tahun 1908, pemerintah segera membangun ruas jalan baru menuju pelabuhan melaluisungai sayangan, sungai rindang, dan sungai bajas, dan juga melewati masjidlama.  Semakinbanyaknya jalan yang dibangun oleh pemerintah kolonial ini membuat penduduklokal mulai beralih dari transportasi perairan ke transportasi darat, mereka

Page 40: Sejarah Kota Palembang

beralih dari pemakaian perahu ke pemakaian alat transportasi darat seperti becakcina, sado, mobil atau hanya sekedar berjalan kaki saja. Jalan dianggap sebagaitransportasi yang lebih mudah jika dibandingkan dengan transportasi menggunakanjalur sungai. Merosotnya pamor transportasi air di Palembang ini diakibatkanoleh pembangunan jalan dengan menutup beberapa sungai. Penutupan sungai inimempunyai dampak yang cukup besar terhadap aliran sungai. Pada musim pasang,orang tidak bisa lagi berlayar melalui sungai karena badan jembatan yangmenghubungkan jalan menjadi pengahalang bagi kapal-kapal mereka. Angkutan kotadengan kereta kuda mulai banyak digunakan oleh penduduk lokal, sementara ituorang-orang Eropa mulai meramaikan jalanan Palembang dengan mobil-mobil mereka.  Perubahankota Palembang dari kota dagang ke kota Industri membuat pemerintah Kolonialmemutuskan membangun sarana transportasi lain yang dirasa lebih efisien, yaitukereta api. Pada dasarnya pembangunan jalur kereta api ini dilakukan untukmemudahkan pengangkutan hasil sumberdaya yang dihasilkan bumi Palembang. Tahun1910 dibangun jalur kereta api pertama yang menghubungkan antara palembangdengan teluk betung di lampung. Tahun 1917 dibangun jalur kertapati Palembangsampai ke muara Enim. Tahun 1925 jalur diperpanjang sampai ke bengkulu denganjarak sepanjang 1194 km. Dan pada akhir tahun 1927, telah ada jalur kereta apiyang menghubungkan Palembang, Baturaja, Martapura hingga ke lampung.  Jalan keretaapi yang dibangun dari ujung palembang hingga ke lampung ini bertujuan untukmemudahkan dan mempercepat perjalanan dan hubungan antara satu tempat ketempatlainnya. Namun bila dilihat dari segi ekonomi, keberadaan jalur kereta api ini

Page 41: Sejarah Kota Palembang

tidak bisa dilepaskan dari keberadaan perusahaan-perusahaan belanda yang ada dipedalaman Palembang. Perusahaan tersebut membutuhkan alat transportasi yanglebih efekstif dan efisien untuk mengangkut hasil produksinya. Alasan inidiperjelas dengan pembuatan jalur kereta api yang menghubungkan pedalamanPalembang dengan daerah ilir yang dilanjutkan ke oosthaven dimana disepanjang jalur kereta apinya dipenuhi olehperusahaan-perusahaan dan perkebunan milik pengusaha Belanda.[10]  Berdasarapada apa yang telkah dijabarkan diatas, maka dapat diketahui bahwa perubahankonstruksi fisik secara mendasar terjadi di Kota Palembang pada masa kekuasaankolonial. Palembang yang dulunya berorientasi pada kota perairan olehpemerintah kolonial mulai dibangun menjadi kota daratan. Mereka secara bertahapmulai menggiring penduduk Palembang untuk meninggalkan kehidupan di atas airdan berpindah ke ekhidupan di darat. Buktinya pemukiman warga yang dulunyaberada di sepanjang aliran sungai oleh kolonial mulai dikurangi, salah satumyadengan membangun perumahan eropa di tanah tinggi yang pada msaa kesultananhanya dijadikan sebagai perkebunan. Perubahan juga terjadi dengan transportasiyang digunakan. Karena sudah berpindah dari darat ke laut, mereka mulaimeninggalkan perahu-perahu yang menyusuri sungai-sungai di kota Palembang danmenggantinya dengan  transportasi darat.Sungai-sungaipun ditutup dan disulat menjadi jalan raya yang bsia dilalui olehkendaraan umum.   Sumber:  AryandiniNovita, Pola Permukiman Masa

Page 42: Sejarah Kota Palembang

Pra-Kesultanan Palembang Darussalam, diakses http://arkeologi.palembang.go.id/?nmodul=halaman&kat&judul=pola-permukiman-masa-pra-kesultanan-palembang-darussalam

  DediIrwanto Muhammad Santu,2010, Palembang;Venesia dari Timur, Yogyakarta: Ombak

 http://dodinp.multiply.com/journal/item/139?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem Rosihan Anwar, 2004, Sejarah Kecil ‘Petice Histoire’ Indonesia, Jakarta:Penerbit Buku Kompas       [1]http://dodinp.multiply.com/journal/item/139?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem    [2]Aryandini Novita, Pola Permukiman MasaPra-Kesultanan Palembang Darussalam, diakses melalui http://arkeologi.palembang.go.id/?nmodul=halaman&kat&judul=pola-permukiman-masa-pra-kesultanan-palembang-darussalam

    [3]Rosihan Anwar, Sejarah Kecil ‘Petice

Page 43: Sejarah Kota Palembang

Histoire’ Indonesia, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2004), Hlm.105

    [4]Dedi Irwanto Muhammad Santu, Palembang;Venesia dari Timur, (Yogyakarta: Ombak, 2010), Hlm.27

    [5]Gugukadalah sebutan untuk kampung di daerah palembang, guguk pada masa kesultananpalembang dibagi berdasarkan letaknya,yaitu berdasarkan delta-delta yangdibentuk oleh aliran anak sungai musi.    [6]Ibid., Hlm.29    [7]Ibid., Hlm.32    [8]Ibid., Hlm.42    [9]Ibid., Hlm.51  

Page 44: Sejarah Kota Palembang

 [10] Ibid.,Hlm.72

Meninjau Kembali Harmonisasi Kota Yogyakarta dan Pendidikan pada Masa KolonialOleh Rizal Izmi Ksw di Tempat Ngumpulnya anak SEJARAH UNY 09 Reguler · Sunting Dokumen

Pengantar                                  Sejak didirikan pada tahun 1756,Kota Yogyakarta terus mengalami perkembangan. Kota ini telah menjadi tempatberbagai golongan masyarakat berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari.[1]Pendirian kota ini dilatarbelakangi oleh pemilahan kekuasaan secara politis (Palihan Nagari atau pembagian duakerajaan Surakarta-Yogyakarta pada tahun 1755 karena perjanjian Giyanti), makabertalian dengan kedudukan raja dan para keturunannya. Terbentuknyastratifikasi sosial vertikal dalam masyarakatnya yang disebabkan karena konsep monarkiatau kerajaan merupakan basis pendirian kota ini. Pendirian kota yang dirancangsebagai kota istana kerajaan atau kuthanegaraatau negari itu benar-benar

dilakukan melalui kerangka pemikiran konseptual tradisi filosofis Jawa, yaitumendirikan pusat pemukiman dengan konsep BabadAlas atau “membuka hutan”.[2]

  Menurut filosofi kekuasaan Jawa, tatakota ini juga dirancang dengan menerapkan sumber-sumber epistemologi yangdiyakini oleh orang-orang Jawa sebagai simbolisasi dunia dan akhirat. Salah

Page 45: Sejarah Kota Palembang

satu yang paling menonjol dari filosofi tersebut adalah konsep “Poros Imajiner”yaitu suatu pola tata kota yang memiliki sumbu lurus untuk menghubungkanbeberapa tempat stategis sebagai simbolisme filosofi Jawa. Poros tersebutmenghubungkan Parangkusumo-Panggung Krapyak-Keraton-Tugu-dan Gunung Merapi.Arah poros tersebut membentang dari Selatan ke Utara, atau membelah kotaYogyakarta. Arah poros ini dianggap oleh para sejarawan sebagai filosofis yangmenguntungkan bagi perkembangan dan pertumbuhan Kota Yogyakarta, yang kemudiandisusul dengan arah Timur dan Barat ketika jaringan transportrasi berkembangsejak abad ke-19.[3]               Perkembangan dan pertumbuhan KotaYogyakarta jelas tak hanya didukung oleh orang-orang Jawa secara kelompokkultural dan struktural. Banyak etnis di kota ini merupakan sebuah unsurpenyokong kegiatan utama kota salah satunya di bidang ekonomi dan pendidikan(yang menjadi topik bahasan artikel ini). Situasi kolonial besertakebijakan-kebijakannya tetap menjadi unsur utama dalam perkembangan kota,terutama pada akhir abad 19 dan awal abad 20. Pada periode tersebut,perkembangan kota-kota di Indonesia menapaki sebuah fase penting yangberdasarkan unsur-unsur fisik dan non-fisik (ideologi dan simbolisasi kulturaldan struktural) mulai berkembang, didukung oleh penduduk-penduduk kota yangsemakin dinamis beriringan dengan pengaruh-pengaruh baru yang memperbaharuipemahaman masyarakat dan aktifitas masyarakat Kota Yogyakarta yang kiankompleks.              Stratifikasi sosial atau pelapisanmasyarakat di Yogyakarta sangat berhubungan dengan kedudukan keraton dalamstruktur sosial di Jawa. Jika digambarkan dalam bentuk kerucut, sultanmenempati posisi paling atas dari sistem pelapisan masyarakat. Urutan keduaditempati oleh kerabat keraton atau sentana

Page 46: Sejarah Kota Palembang

dalem. Kemudian di bawahnya disusul oleh golongan yang bekerja pada

administrasi kesultanan maupun pemerintahan yang disebut abdi dalem atau kaum priyayi. Lapisan paling bawah ditempati olehgolongan wong cilik.[4]Keraton merupakan wilayah pusat disamping sebagai pusat pemerintahan danadministrasi kota. Di sekitaran keraton dibangun infrastruktur seperti tempatibadah, pasar, dan pemukiman. Pemukiman-pemukiman yang tumbuh di sekitarkeraton sering disesuaikan dengan abdidalem yang tinggal di kampung itu.[5]

              Pada awal abad ke 20 sebuah kota diIndonesia yang ideal akan mempunyai ciri-ciri tersendiri yang menunjukkansejarah kota itu. Ciri-ciri tersebut membentuk pusat yang merupakan suatupembagian kelompok masyarakat yang tinggal dalam kota. Pembagian kelompoktersebut bisa dikatakan sebagai pemabagian masyarakat berdasarkan bangsa yangmenetap di sebuah kota tersebut. Di Yogyakarta tedapat berbagai jenis etnisyang tinggal menyebar. Etnis-etnis tersebut kemudian membuat suatu penyesuaiandengan lingkungan dengan kegiatan sosial, ekonomi dan budaya. Sejarawan seniorKuntowijoyo membaginya dalam lima kelompok sosial berdasarkan fungsi sebuahtempat di kota yang dijadikan sebagai pusat aktifitas masing-masing kelompokdiantaranya seperti: pertama,  kotatradisional, yang ditandai dengan pembagian spasial yang jelas berdasarkanstatus sosial dan dekatnya kedudukan pemukim dengan keraton.  Pertama, ini biasanya ditempati oleh para abdi dalem. Kedua,  ekonomi kota yang banyak ditempati pedagangasing dari Cina maupun Arab. Sektor ini berkembang menjadi  kelas dua menurut pembagian masyarakat kolonial.Kehidupan sosial budaya juga berkembang dan kemudian menunjukkan coraknyaketika ada sebuah media pembauran seperti pasar atau institusi pendidikan yangtidak eksklusif. Ketiga, sektor kolonial, dengan benteng, dan barak, perkantoran, rumah-rumah indisch, gedung societeit, gereja

Page 47: Sejarah Kota Palembang

vrijmetselarij. Keempat, sektor kelasmenengah pribumi, yang kadanng-kadang mengelompok dalam kampung-kampungtertentu, seperti Kauman atau Kota Gede. Kelima sektor imigran, biasanya paraimigran menempati wilayah-wilaya strategis jaringan transportasi sepertistasiun atau tempat-tempat umum lainya, sekolah dan pasar.[6]              Kelima pembagian sektor tersebuttelah membentuk suatu integritas budaya kota. Integritas budaya kota Yogyakartatersebut terinci salah satunya dalam bidang pendidikan. Beberapa sektormisalnya sektor kedua, ketiga dan keempat menghasilkan suatu budaya pewarisanbudaya dan ideologi  melalui sekolah-sekolahyang dibangun. Namun, secara garis besar, sektor- sektor tersebut merupakansebuah pendukung berjalannya kehidupan sosial dan budaya. Dinamika kotaYogyakarta yang termaktub dalam realitas majemuknya kelompok sosial tersebutyang juga berimbas pada kenyataan pertentangan dan persaingan yang terjadi,yang nanti akan kita bahas di paragraf-paragraf selanjutnya. Pertentangan danpersaingan tersebut sebetulnya malah membuat suatu kompleksitas yang bermuarapada sebutan “Yogyakarta sebagai kota pelajar dan pendidikan”, karenakompleksitas yang dihasilkan juga bersumber dari berbagai macam filosofi dan ideologipendidikan yang dihasilkan kelompok-kelompok sosial di Kota Yogyakarta.              Tulisanini berusaha mengangkat kembali tema Yogyakarta sebagai kota pelajar danpendidikan ditinjau dari aspek sejarah. Sebutan yang melekat bagi Yogyakartatersebut mengakar kuat dalam romantisme yang diperlihatkan bangunan-bangunantua di Yogyakarta. Kita akan selalu ingat masa lalu dan mencoba merasakansuasana ‘Hindia Belanda’ yang pernah melekati kota Yogyakarta bersamaperkembangan aktifitas masyarakat kota. Maka, sebetulnya meninjau pendidikan diYogyakarta merupakan salah satu wahana untuk ‘kembali ke masa lampau’ meskipun

Page 48: Sejarah Kota Palembang

zaman tersebut kita belum dilahirkan, dengan kata lain, suatu image yang melekat pada sebuah kotatelah mewakili perasaan sejarah seseorang (terutama penulis sendiri) tentangkeingintahuan tentang lingkungan sosialnya di masa lampau.              Tulisanini akan menguraikan empat raksasa ideologi pendidikan di Yogyakarta:Muhammadiyah, Taman Siswa, sekolah pemerintah kolonial, sekolah Eropanon-pemerintah dengan gaya pendidikan netral dan missionaris. Keempat raksasapendidikan Yogyakarta tersebut dianggap telah mewakili kekuatan-kekuatan yangsebetulnya merupakan implikasi dari politik kolonialisme yang berpola tesis,antitesis, dan sintesis. Keempatnya pula merupakan pembentuk integrasi budayalokal setempat (baca: Yogyakarta). Sekolah-sekolah tersebut berpangkal dariideologi yang memuat visi dan misi yang berbeda. Muhammadiyah yang didasariIslam, Taman Siswa dengan integritas budaya lokal, sekolah-sekolah kolonialyang bervisi imperialisme, dan sekolah-sekolah Eropa non-pemerintah yangmembawa misi kristenisasi dan netralisme.   Tumbuh-Kembang Sekolah-Sekolah di Yogyakarta              Sebagian kalangan masyarakat KotaYogyakarta sudah melihat atau bahkan mengenyam pendidikan Barat sejak 1832,ketika beberapa anggota tentara Belanda mendirikan sekolah model Barat di kotaini. sampai 1879 hanya ada satu sekolah pemerintah dan satu sekolah swasta.[7]Pada tahun 1890, di sebuah pendopo bernama Srimanganti, sebuah sekolah dibukaoleh sultan Yogyakarta, diperuntukkan kaum bangsawan, namun selanjutnya anak abdi dalem juga bisa memasuki sekolahini. kebijakan sultan tentang sekolah ini adalah persyaratan yang dibuat sultanagar seluruh pejabat keraton yang akan menggantikan ayahnya haruslah mempunyaisertifikat dari sekolah itu. Nama sekolah itu adalah Eerste Klasse School met de Basa Kedaton. Kemudian banyak yangmencontoh model sekolah tersebut. Pada tahun 1889-1893, sekolah partikelir mulai

Page 49: Sejarah Kota Palembang

bermunculan di luar ibukota Mataram, yaitu di Kalasan, Kejambon, Jejeran,Wonogiri, Bantul, Kreteg, Sleman, Klegung dan Godean. sekolah tersebut kemudianmendapat subsidi dari pemerntah kolonial pada masa selanjutnya.[8]              Semakinberkembangnya kebutuhan masyarakat akan sekolah, yang beriringan dengankebutuhan pemerintah kolonial dalam hal tenga kerja pemerintah dan semakinpopulernya pengajaran model Barat di Yogyakarta, maka pemerintah kolonialmenambah banyak sekolah dengan berbagai tingkatan dan jenisnya. Antara1898-1905 pemerintah mendirikan TweedeKlasse School di Mergoyasan, Jetis, Ngabean, Pakualaman, dan Gading.

Setelah perkembangan tersebut, setidaknya, di Yogyakarta terdapat dua kategorisekolah, yaitu sekolah pertama (untuk anak-anak pejabat dan memiliki statusekonomi yang tinggi), dan sekolah kedua (sekolah untuk anak-anak kaum priyayirendahan).[9] Diantara sekolah-sekolah itu banyak juga berubah menjadi HIS (Hollandsch Indlandsche Scholen). Namun,perubahan yang terjadi itu juga masih tetap mengenal diferensiasi tipe sekolah:HIS untuk lapisan atas, sekolahbumiputra kelas dua untuk lapisan menengah dan sekolah bumiputra untuk lapisanbawah.  Perkembanganselanjutnya, sampai pada tahun 1930, sekolah-sekolah swasta yang diusahakanoleh missi dan zending juga mengalami pertumbuhan seiring dengan sekolah-sekolahswasta lain dari bumiputra seperti Muhammadiyah, Budi Utomo, Taman Siswa, dan Adhidharmo sertasekolah-sekolah yang berasas Islam yang diselenggarakan olehorganisasi-organsisasi Islam seperti, Takwimuddin, Sumarah Allah dan IkhwanulMuslimin.[10]

Page 50: Sejarah Kota Palembang

  Kitadapat membayangkan suasana dan kultur sekolah-sekolah pada masa kolonialtersebut jika melihat foto-foto Yogyakarta di masa-masa itu, lengkap denganpemandangan masa lalu yang khas di Hindia Belanda. Pemerintah kolonialbertanggung jawab besar dalam pembentukan kultur kolonial di Indonesiakhususnya di Yogyakarta. Bangunan-bangunan yang dibangun seakan-akan menyatakandominasinya akan bangunan tradisional Jawa. Sekolah-sekolah yang dibangunbiasanya berjendela dan berpintu besar. Penulis ingat ketika seseorang pernahmenceritakan kepada penulis tentang suasana yang terjadi ketika kegiatanbelajar mengajar berlangsung. Jendela-jendela ruang kelas yang dibiarkanterbuka, sehingga para siswa dapat melihat dengan jelas halaman sekolah denganjelas karena jendela tersebut relatif  lebar. Di halaman sekolah tersebut terdapatpohon-pohon Cemara yang tinggi dan besar mengelilingi halaman sekolah yangbergaya indisch. Setiap anginbertiup, Cemara-cemara tersebut berayun, kemudian menyampaikan angin ke dalamruangan kelas yang di dalamnya terdapat siswa-siswa yang sedang belajar.Ruangan kelas tersebut sudah lama menunggu angin yang disampaikan si Cemarauntuk mengusir kebosanan dan rasa gerah yang ada di dalam kelas tersebut.Mereka tak memerlukan air conditioner,angin-angin yang disampaikan “si Cemara” telah membantu mengembalikankosentrasi mereka kepada pelajaran. Muhammadiyah:Gerakan  “Anti-Tesis”

  Hal-halsebelumnya mengindikasikan bahwa: pertama, perkembangan Kota Yogyakarta, tidakdapat dipungkiri juga berasal dari kontribusi aktif dari pemerintah kolonial.Kedua, pemerintah kolonial yang membutuhkan sumber daya manusia berkesimpulanharus membangun sektor pendidikan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Ketiga,

Page 51: Sejarah Kota Palembang

sektor pendidikan tersebut merupakan salah satu kontribusi aktif yang cukupbesar bagi perkembangan infrastruktur kota. Keempat, hasil dari dibukanyafasilitas pendidikan tersebut tidak bermuara satu arah yang bertujuan untukmemenuhi kebutuhan pemerintah kolonial. Kelima, bagaimanapun juga, terdapat keberlanjutanpertumbuhan dari sisi ideologi kota, atau terdapat dua arus yangmelatarbelakangi perkembangan sosial masyarakat yang antithesis terhadappendidikan yang diberikan pemerintah kolonial, perkembangan sosial masyarakattersebut berupa munculnya golongan intelektual.              Golonganintelektual yang muncul merupakan sebuah bagian dari proses pendidikan yangdiberikan oleh pemerintah kolonial. Golongan tersebut diharapkan pemerintah kolonialagar bermuara pada sektor-sektor birokrasi pemerintahan, namun, golongantersebut juga menunjukkan proses pencarian semangat untuk mencari tempat dalammasyarakat, yang kemudian terwujud salah satunya dalam bentuk sekolah-sekolahswasta. Golongan tersebut merupakan kelas baru yang membentuk suatu fasekolektif pergerakan kebangsaan yang berasal dari budaya kota yang diciptakanpemerintah kolonial, yaitu ketika kelas-kelas baru dari golongan intelektualtersebut memerlukan ideologi baru untuk membenarkan kehadiran mereka ditengah-tengah masyarakat tradisional kota dan kolonial.[11]  Bagaikanjalan-jalan buntu yang sempit dan menyilaukan mata karena temboknya berkapurputih, maka orang-orang asing akan mengalami kesulitan untuk menemukan jalanyang tepat. Suasananya tenang dan sepi bagi sebuah sisi kota yang ramai danaman ini, yang membuat orang menduga-duga bahwa penghuninya berada dikamar-kamar bagian dalam yang setengah gelap. Di sini, di dekat Masjid Agungyang menjulang melatarbelakangi rumah-rumah yang rendah, tinggallah orang-orang

Page 52: Sejarah Kota Palembang

muslim yang sungguh-sungguh dengan keyakinannya dan dengan patuh menjalankankewajiban agamanya. Sebagian besar terdiri dari para pedagang menengah kecil,yang menjadi makmur karena perdagangan batik. Di samping itu, menjadi tempattinggal para ahli agama, para imam, khatib dan muadzin, dan lain-lain pengurusmasjid.  Menurutpemberian hak sultan, yang boleh tinggal di Kauman hanyalah para muslimin.Sedangkan orang-orang Cina dan Kristen dilarang tinggal di tempat itu. Hiburankeduniawian seperti gamelan dan tarian para teledekjuga dihindari. Di bulan puasa tidak seorang pun berani makan, minum danmerokok di siang hari. Bila seseorang menimbulkan kekecewaan karena mencolokmenjalankan ibadah. Maka kepadanya diberikan penjelasan agar yang bersangkutanlebih baik pindah ke tempat lain.  Apabiladi malam hari seseorang berjalan-jalan di Kauman, maka dari dalam rumah-rumahterdengar orang membaca ayat-ayat Al-Qur’an dan dari pintu-pintu setengahterbuka, kelihatan anak-anak laki-laki dan gadis-gadis berkerumun di sekitarlampu mendapatkan pelajaran agama. Menjelang magrib [sic!] akan dijumpailaki-laki dan perempuan yang berduyun-duyun menuju masjid untuk melakukanibadah, para wanita menyandang rukuhyang berwarna putih lengannya. Namun, kehidupan seperti ini, yang kelihatannyajauh dari kehidupan keduniawian, pernah pula menyaksikan kejadian bersejarah.Dari tempat itulah lahir Muhammadiyah…”[12]  Pejabat-pejabatkeraton dan pemuka bumiputera menafsirkan bahwa pendidikan Barat-lah yang mampu

Page 53: Sejarah Kota Palembang

membawa sebuah bangsa menuju kejayaan. Di tengah-tengah masyarakat kota yangsedang bergerak menuju status sosial yang lebih tinggi tersebut, tidak heranmengapa orang-orang bumiputera lebih memilih pendidikan model Barat yang‘disuguhkan’ oleh pemerintah kolonial. Sekolah-sekolah yang muncul dan berkembangtersebut menunjukkan model yang benar-benar baru di awal abad 20.Sekolah-sekolah pemerintah, netral dan missionaries yang bermunculan merupakansebuah usaha pembaharuan secara akulturatif yang dilakukan pemerintah kolonialsejak abad ke 17. Situasi tersebut memunculkan reaksi pada awal abad 20,tepatnya pada tanggal 18 November 1912. Pendirian Muhammadiyah oleh AhmadDahlan telah membuka gelombang reformasi baru disertai denganperkumpulan-perkumpulan pendidikan Islam lainnya di Yogyakarta seperti ikhwanulMuslimin, Cahaya Muda, Taqwimuddin, Hambudi Suci, Ghajatul Qulub, Priya Utama,Dewan Islam, Thaharatul Aba’, Ta’awunu ‘alal Birri’, Wal Fajri, Wal Ashri danlain-lain.[13]. Penempatan Muhammadiyah dalam perspektifmasyarakat Kota Yogyakarta dapat dilihat dari berbagai sisi. Pertama, pendiridan para pendukung organisasi itu mula-mula terdiri atas abdi dalem kesultanan yang santri dan bermukim di kampung Kauman.Kedua, Ahmad Dahlan, sebenarnya telah mengamati perkembangan berbagai sekolahyang diselenggarakan oleh gerakan mason, protestandan katolik yang berhasil menarik anak-anak bumiputera.[14]  Muhammadiyahmuncul atas reaksi semakin populernya sekolah-sekolah Kristen di KotaYogyakarta. Di Kota Yogyakarta, Muhammadiyah sebenarnya telah berperan aktifdalam pertumbuhan dan perkembangan Kota Yogyakarta. Effendi menganggapMuhammadiyah adalah ijtihad terbesar yang pernah dilakukan oleh Ahmad Dahlan.Pola kontruksi tersebut tercermin dalam model dan konsep sekolah yang dibangunoleh Ahmad Dahlan. Muhammadiyah, mungkin bisa dikatakan, adalah organisasi diHindia Belanda yang khusus bergerak dalam bidang pendidikan Islam yang pertama

Page 54: Sejarah Kota Palembang

kali menggunakan meja dan kursi layaknya pendidikan yang dibawa oleh Barat.[15] 10 tahun sebelum Taman Siswa lahir,Muhammadiyah telah mendapat ‘cap’ sebagai gerakan pendidikan aktif yangbersifat modern. Singkatnya, Muhammadiyah merupakan bagian dari KotaYogyakarta. Kontribusinya yang aktif sebenarnya telah ikut membanguninfrastruktur kota dan mereformasi gerakan sosial dan ideologi atau perasaan masyarakatkota dengan pembaharuan dalam bidang agama (Islam) yang terderivasi dalam halsosial dan budaya kota. GerakanPendidikan dari “Istana” Lain

              Diseberang sungai Code, atau lebih tepatnya di sebelah timur sungai itu, munculorganisasi pendidikan lain yang siap meramaikan Kota Yogyakarta, organisasipendidikan tersebut adalah Taman Siswa. Pendiriannya sebenarnya lebih terlambat10 tahun dari Muhammadiyah. Jika Muhammadiyah bergerak dalam hal reformasikultural, Taman Siswa tidak akan memperbaharuinya, namun mengintegrasikannyadan mentransformasikan integrasi tersebut ke dalam model-model pendidikan yangdiciptakan oleh pendirinya: Raden Mas Suwardi Suryaningrat alias Ki HajarDewantara.[16] Organisasi pendidikan ini lahir dari kalanganbangsawan. Sebetulnya, tak sepenuhnya Taman Siswa menjadi sebuah reaksionerdari pendidikan yang diberikan Barat kepada kaum bumiputera. Taman Siswamerupakan sebuah sekolah netral, sekolah model tersebut, dalam hal prinsip danideologi, sangat mirip dengan sekolah-sekolah yang didirikan oleh anggota mason.        Di lingkungan Pakualaman, atau lebihtepatnya di wilayah sebelah timur sungai Code yang membelah Kota Yogyakartatersebut, sejak Pakualam V memerintah, ternyata ia lebih memilih beramah-ramah

Page 55: Sejarah Kota Palembang

dengan pengajaran Barat dan menjalin hubungan dengan gerakan mason (yang akan kita bahas di sub-babselanjutnya). Sebenarnya, kekuatan-kekuatan Barat, protestan dan katolik lebihmudah masuk ke lingkungan istana Pakualaman. Hal-hal akulturatif antara kejawenisasi dan Baratisasi lebih mudahberkembang di wilayah Pakulaman ini. Nampak jelas di sini, KiHajar Dewantara lahir dan tumbuh besar di lingkungan keraton Pakualam yangkental dengan konsep-konsep kebudayaan dan politik Jawa tradisional denganpola-pola tradisi dari system kerajaan dengan nilai-nilai filosofi mistik yangberkembang. Ki Hajar banyak membawa ide-ide tradisional yang dilumuri dengankonsepsi modern ala Eropa.  Pada tahun 1924, Taman Siswa baru tercatatdalam data statistik pengajaran di Kota Yogyakarta, yakni berjumlah 38 muriddan 17 guru. Sebuah permulaan yang sederhana tersebut bertempat di wilayahLempuyangan. Meskipun bersikap lokalis, namun kenyataannya pemerintah kolonialtetap mewaspadai organisasi pendidikan ini. Sekolah-Sekolah Eropa Lain diYogyakarta 

              Terdapatdua kelompok sekolah Eropa lain di luar sekolah pemerintah kolonial. Sekolahtersebut berbasis agama Kristen dan katolik serta sekolah-sekolah yang‘netral’, yang didirikan oleh anggota-anggota mason. Beriringan dengan politik kolonial dalam hal pendidikan,sekolah-sekolah ini Nampak tumbuh subur di Yogyakarta. Masing-masing jelasmembawa misi yang ditujukan kepada penduduk bumiputera di Yogyakarta.Golongan-golongan Eropa memang merupakan suatu masyarakat khusus yang tinggaldi Yogyakarta sebagai suatu komunitas yang aktif, di samping pemerintah kolonialyang bervisi imperialisme. Golongan ini adalah sebuah implikasi dari visi

Page 56: Sejarah Kota Palembang

kolonialisme tersebut, yang disebabkan tidak adanya kontrol dan kewenangan daripenduduk bumiputera.              Yangpertama, sekolah bervisi penyebaran agama: Kristen dan katolik. Tercatat,sekolah-sekolah Kristen melibatkan 34 guru Eropa dan 13 guru bumiputera dengan311 murid Eropa dan 1.133 murid bumiputera. Menurut letaknya, sekolah Kristenterdapat di Nieuwe Wijk (MULO)Klitren (Keuchenius School) Gondolayu(ELS met de Bijbel), Gemblakan (HCS met de Bijbel), Bintaran (HJS I dan II met de Bijbel), HI, Meijes School diGondolayu, Sekolah Kelas Dua di Klitren dan Tungkak.[17] Menurut data-data tersebut, orang-orangbumiputera telah banyak yang memasuki sekolah-sekolah tersebut. Sekolah-sekolahtersebut dikoordinir dengan manajemen yang rapi dibawah suatu pertemuan di BPK(Balai Pertemuan Kristen) Gondokusuman.              Masuknyaagama katolik di Yogyakarta, secara sistematis berawal dari kerja missi di Jawapada tahun 1890. Pengajaran merupakan tumpuan dan dorongan utama bagi perluasanpenyebaran agama katolik di Jawa. Permulaan di Magelang, banyak sekolah-sekolahyang telah dibuka di Mungkid, Tempuran, dan Salam pada tahun 1892.Pastor-pastor yang ada pada saat itu belum menguasai bahasa Jawa. Strategi yangdilakukan lewat pengajaran tersebut, mulai dikembangkan dengan merekrut parapengajar yang bahkan bukan dari agama katolik, namun misi pengajaran tersebutsebagai langkah untuk memahami kemudian mendekati orang Jawa secara kultural.Usaha penyebaran agama katolik di Yogyakarta merupakan sebuah strategi denganpendekatan pendidikan, yaitu dengan mendirikan sekolah-sekolah kemudian ketikausaha tersebut sudah semakin kuat, maka infrastruktur seperti geraja mulaididirikan.

Page 57: Sejarah Kota Palembang

              GolonganEropa non-pemerintah lain, yang mendirikan pusat-pusat pengajaran danpendidikan telah berkembang pada periode akhir abad ke 19. Salah satu golonganEropa yang cukup diperhitungkan dalam hal pendidikan di Yogyakarta adalahgerakan mason. Gerakan ini cukupmenginspirasi beberapa tokoh pendidikan di Yogyakarta. Golongan ini menyebabkansuatu kontak intelektual antara bumiputera dengan orang-orang Eropa. Sehingga,banyak golongan Eropa jenis mason inimenarik anggota dari orang-orang bumiputera terutama beberapa bangsawanPakualam.              Istilahmason merupakan kata dasar dari, yangdalam bahasa Indonesia, Kemasonan, dalam bahasa Inggris disebut freemasonry. Vrijemetselarij dalam bahasa Belanda. Gerakan itu merupakan aliranpembebasan pikiran yang menerima sesama manusia dalam kedudukan dan kesempatanyang sama, yakni tanpa pembedaan bangsa, warna kulit bahkan agama. Notodirjo,seorang bangsawan dari Pakualam telah aktif ikut dalam gerakan ini sejak tahun1891. Hal tersebut membuktikan, kelas Eropa jenis ini bukan kelas yangeksklusif secara mutlak terhadap kaum bumiputera yang ‘khusus’. Pertemuan kaum mason diadakan di loge atau loji Mataram di jalan Malioboro. Loji mason di kalangan masyarakat bumiputerasering disebut sebagai “Rumah Setan”, dalam bahasa Jawa disebut Omah Pewangsitan. Pada batasan ini,barulah terlihat kesan eksklusif dan sangat rahasia. Banyak upacara-upacarasakral yang dilakukan ketika pertemuan dan penerimaan anggota baru mason.                MasuknyaNotodirjo, sebagai anggota mason, sebenarnyatelah mengindikasikan keberhasilan dalam bidang penyebaran sikap dan gaya hidupmason di kalangan masyarakat Kota

Page 58: Sejarah Kota Palembang

Yogyakarta. Notodirjo, mulai menggagas pendirian sekolah-sekolah netral untukbumiputera. Kegiatan-kegiatan sekolah-sekolah netral ini menunjukkan kerjasamaantara golongan Eropa dan bumiputera. Maka, sekolah-sekolah netral mendapatperlindungan dari keluarga Pakualam.[18] Sekolah-sekolah netral yang berkembang jugamerupakan implikasi dari factor kolonial yang mencengkram kehidupan KotaYogyakarta. Sekolah-sekolah tersebut berimbas pada gerakan-gerakan yangbersifat netral terhadap keseluruhan termasuk agama, bersifat keduniawian namundipenuhi dengan mistifikasi yang rahasia dikalangan anggotanya.       Kesimpulan              Demikian,telah dipaparkan beberapa ‘raksasa’ yang ada di Kota Yogyakarta dalam bidangpendidikan. Pendidikan dan pengajaran di Yogyakarta ternyata memiliki fungsidan tujuan yang majemuk. Kompleksitas masyarakat kolonial secara sosiologismerupakan factor utama berkembangnya lembaga-lembaga pendidikan. Sokongan danarus politik etis telah berdampak besar bagi perkembangan dan popularitaspengajaran model Barat yang mulai dikembangkan oleh pemerintah. Pola tersebuttelah membentuk suatu kultur kota, dalam konteks pendidikan dan pengajarannya.Muhammadiyah contohnya, sebagai organisasi berbasis Islam, organisasi ini malahtidak segan meniru mekanisme pengajaran yang popular kala itu, namun denganprinsip yang sangat berbeda disbanding dengan kekuatan-kekuatan bumiputera yangberhasrat mendirikan sekolah-sekolah di Kota Yogyakarta.  

Page 59: Sejarah Kota Palembang

            Kemudianpada rentang waktu 10 tahun setelah Muhammadiyah, organisasi pendidikan lain lahirdi wilayah Pakualam: Taman Siswa. Secara teknis, mirip sekali sistem filosofis pengajarannyadengan model Barat yang dikembangkan pemerintah kolonial dengan prinsip yangberbeda tentunya. Namun, sebenarnya, Taman Siswa merupakan sebuah rangkumandari sekolah-sekolah netral yang didirikan oleh orang-orang dari Gerakan mason. Sekolah Taman Siswa merupakansekolah yang didirikan oleh bumiputera yang bercorak netral, dengan pendekatandan integritas budaya lokal sebagai sebuah imagedari sekolah tersebut. Penulis berspekulasi, pengaruh gerakan mason dalam organisasi pendidikan ini

sangatlah terasa. Cita-cita yang dibangun mirip dengan yang dimiliki gerakan mason. Optimalisasi potensi luhur danbudi pekerti agar saling menghargai tanpa membedakan sesama manusia merupaktema utama yang didengungkan Taman Siswa sejak pendiriannya pada tahun 1922.              Kemudiangerakan mason yang mengalamiperkembangan yang cukup maju dengan mendapat suatu perlindungan dari Pakualamkarena anggota-anggotanya yang berasal dari bumiputera banyak yang berasal darilingkungan Pakualam. Gerakan ini menekankan pentingnya hidup bersama tanpamemperdulikan ras, warna kulit, bahkan agama. Bangsawan Pakualam yang tertarikdengan gerakan ini, sebenarnya juga mengindikasikan kebebasan, ketika sebuahistana yang lain dari keraton sultan memiliki hubungan dengan  sebuah perkumpulan modern, atau dengan katalain berbaurnya bangsawan dengan orang Eropa merupakan suatu bentuk legitimasistatus sosial. Padahal dua istana tersebut hanya dipisahkan oleh sungai Code.  

Page 60: Sejarah Kota Palembang

            Gerakanpenyebaran agama Kristen dan katolik juga patut diperhitungkan dalampembentukan kultur pendidikan kolonial di Kota Yogyakarta. Penyebaran yangsistematis tersebut merupakan realisasi penjajahan yang berbentuk gospel. Mereka memiliki misipengkristenan orang-orang di Hindia Belanda dengan cara pendidikan danpengajara. Pendekatan tersebut ditempuh juga sebagai upaya melanggengkanpengaruh, yang juga didukung oleh kekuatan politis kolonial, agama-agama ‘orangBarat’ di Hindia Belanda. Kenyataanya, di Yogyakarta sekarang masih banyaksekolah-sekolah yang berbasis agama Kristen maupun katolik.              Begitulah,sebagai sebuah kota, kultur Kota Yogyakarta ditentukan oleh pendidikan yangberbeda visi dan misi namun tetap berkembang dan bertahan mengahadapi rangkaianpola penyesuaian. Pendidkan menyumbang banyak pengaru pada pertumbuhan kota.Lewat jalan tersebut, berbagai infrastruktur kemudian dikembangkan. Aspek-aspekyang melatarbelakangi sangatlah radikal. Contohnya, ketika Muhammadiyah berusahamembendung arus missi dan zending, meski tak terlihat konfliksecara fisik maupun dalam bentuk serius, namun pertentangan tersebut merupakansebuah indikator yang terjadi di kota, menjadi bagian yang aktif dalampertumbuhan intelektual kota. Muhammadiyah tetap melanjutkan visi dan misipendidikan islamnya, sama dengan golongan pendidikan lain yang berdirisendiri-sendiri melewati garis batas intelektual masyarakat kota. Mungkinkahsecara radikal kita berpendapat bahwa, seluruh gaya dan model pendidikan yangada di Yogyakarta tersebut telah dirangkum dan diproses, sehingga sekarangtelah muncul sebuah gaya dan model baru yang dinamakan Pendidikan NasionalIndonesia, yang bercampur-campur hingga tak jelas arah dan tujuannya, visi danmisinya?       

Page 61: Sejarah Kota Palembang

     [1]Abdurrachman Surjomihardjo, 2008, KotaYogyakarta Tempoe Doloe: Sejarah Sosial 1880-1930, Jakarta: Komunitas

Bambu, p. 1.    [2]Djoko Suryo, 2005, “Penduduk dan perkembangan Kota Yogyakarta 1900-1990”, Kota Lama Kota Baru: Sejarah Kota-Kota diIndonesia, Yogyakarta: Ombak, 33.

    [3]Ibid., p. 34.    [4]Abdurrachman Surjomihardjo, op.cit., p.29.    [5]Kuntowijoyo, 2003, Metodologi Sejarah, Yogyakarta:Tiara Wacana, p. 61.    [6]

Page 62: Sejarah Kota Palembang

Ibid., 63.    [7]Langgeng Sulistyo Budi, 2010, “Fasilitas Sosial Perkotaan pada Awal Abad ke 20:Rumah Sakit dan Sekolah di Yogyakarta”, Kota-Kotadi Jawa: Identitas, Gaya Hidup dan Permasalahan Sosial, Yogyakarta: Ombak,

p. 181.    [8]Abdurrachman Surjomihardjo, op.cit.,p. 67-69.    [9]Langgeng Sulistyo Budi, op.cit., p.182.    [10]Abdurrachman Surjomihardjo, op.cit.,p. 75.    [11]Kuntowijoyo, op.cit., p. 62-63.    [12]

Page 63: Sejarah Kota Palembang

Dikutip oleh Abdurrachman Surjomihardjo,op.cit., p. 37-39, dari CF Pijper, 1934 FragmentaIslamica: Studien over het Islamisme in Nederlandsch-Indie.

    [13] LihatL. Stoddard. 1966. Dunia Baru Islam(terjemahan). Jakarta: (Tanpa penerbit), p. 308. Pada edisi terjemahan iniditambahkan satu bab oleh tim penyusun setelah kesimpulan pada edisi aslidengan menambahkan bab yang membahas tentang kebangkitan Islam di Indonesiabeserta segala aspek yang berdampak termasuk pendidikan.    [14]Abdurrachman Surjomihardjo, op.cit.,p. 37-39, p. 88.    [15]Effendi, 2005, “Muhammadiyah Ijtihad Terbesar KHA Dahlan”, Suara Muhammadiyah, No. 13 tahun 90, p. 81.    [16]Ki Hajar Dewantara, pada waktu mudanya bernama Raden Mas Suwardi Suryaningrat,lahir pada hari kamis legi, tanggal 2 Puasa 1818 atau 2 Mei 1889. Ayahnyabernama Kanjeng Pangeran Haryo Suryosasroningrat, putra Kanjeng Gusti PangeranHadipati Haryo Suryosasroningrat yang bergelar Sri Pakualam III. DarsitiSoeratman. 1983. Ki Hajar Dewantara. Jakarta:Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, p. 8.   

Page 64: Sejarah Kota Palembang

 [17]Abdurrachman Surjomihardjo, op.cit.,p. 82.    [18]Ibid.,p. 79.