sejarah dan asal usul kota palembang

11
Mu at an Lo ka l Wiku Hapsar a X.1 Pengenal an Lingkung an Kota Palemban g 1. Sejarah & asal-usul kota Palembang 2. Sejarah Ampera 3. Sejarah Monpera 4. Sejarah Masjid Agung & Masjid Lawang Kidul 5. Sejarah Masjid Ki Merogan & Masjid Cheng Ho

Upload: miroslav-dhika

Post on 20-Oct-2015

148 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Muatan Lokal

1. Sejarah & asal-usul kota Palembang2. Sejarah Ampera3. Sejarah Monpera4. Sejarah Masjid Agung & Masjid Lawang Kidul5. Sejarah Masjid Ki Merogan & Masjid Cheng HoPengenalan Lingkungan Kota PalembangWiku HapsaraX.1

Sejarah dan Asal Usul Kota PalembangPalembang merupakan kota tertua di Indonesia, hal ini didasarkan pada prasasti Kedukan Bukit (683 M) yang diketemukan di Bukit Siguntang, sebelah barat Kota Palembang, yang menyatakan pembentukan sebuah wanua yang ditafsirkan sebagai kota yang merupakan ibukota Kerajaan Sriwijaya pada tanggal 16 Juni 683 Masehi (tanggal 5 bulan Ashada tahun 605 syaka). Maka tanggal tersebut dijadikan patokan hari lahir Kota Palembang.Batu-bersurat (prasasti) itu ditemukan oleh Controleur Batenberg di tepi sungai Kedukan Bukit, yakni diantara Bukit Seguntang dengan Situs Karanganyar pada tahun 1926 dengan menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Melayu kuno. Prasasti tersebut oleh penduduk kampung Kedukan Bukit waktu itu dijadikan semacam tumbal bila akan mengikuti lomba Bidar, yakni dengan cara meletakkan di haluan Bidar yang akan diperlombakan. Konon, Bidar atau Perahu yang digentoli dengan batu sakti-bertuah itu senantiasa menang berlomba. Kemudian Batu-bersurat Kedukan Bukit itu ditelaah oleh para pakar sejarah dan kebudayaan, diantaranya Prof. M. Yamin yang menyatakan, itulah proklamasi (penggalian/pemindahan) ibukota Sriwijaya (dari tempat lain) ke Bukit Seguntang.Prasasti Kedukan Bukit itu berbunyi sebagai berikut:(1) Swasti cri cakawarsatita 605 ekadaci cu (2) klapaksa wulan waicakha dapunta hiyang nayik di (3) samwau manalap siddhayatra disaptami cuklapaksa (4) wulan jyesta dapunta hiyang marlapas dari Minanga (5) Tamvan mamawa yam wala dualaksa danan koca (6) duaratus cara di samwau danan jalan sariwu (7) tluratus sapulu dua wannakna datam di Mukha Upang (8) Sukhacitta di pancami cuklapaksa wulan (9) laghu mudita datam marwuat wanua (10) Criwijava siddhayatra subhiksa.[Bacaan Prof. Poerbacaraka, G. Coedes, Prof. Dr. Ph.S. Van Ronkel Dr. Buchari, Prof. Slametmulyana]Kota Palembang juga dipercayai oleh masyarakat melayu sebagai tanah leluhurnya. Karena di kota inilah tempat turunnya cikal bakal raja Melayu pertama yaitu Parameswara yang turun dari Bukit Siguntang. Kemudian Parameswa meninggalkan Palembang bersama Sang Nila Utama pergi ke Tumasik dan diberinyalah nama Singapura kepada Tumasik. Sewaktu pasukan Majapahit dari Jawa akan menyerang Singapura, Parameswara bersama pengikutnya pindah ke Malaka disemenanjung Malaysia dan mendirikan Kerajaan Malaka. Beberapa keturunannya juga membuka negeri baru di daerah Pattani dan Narathiwat (sekarang wilayah Thailand bagian selatan). Setelah terjadinya kontak dengan para pedagang dan orang-orang Gujarat dan Persia di Malaka, maka Parameswara masuk agama Islam dan mengganti namanya menjadi Sultan Iskandar Syah.Berbicara mengenai asal usul kota Palembang, memang tidak bisa dilepaskan dari sejarah perkembangan kerajaan Sriwijaya, yang pernah menjadikan kota Palembang sebagai ibukotanya. Kejayaan Sriwijaya seolah-olah diturunkan kepada Kesultanan Palembang Darusallam pada zaman madya sebagai kesultanan yang disegani dikawasan Nusantara. Palembang pernah berfungsi sebagai pusat kerajaan Sriwijaya dari abad ke-7 (tahun 683 Masehi) hingga sekitar abad ke-12 di bawah Wangsa Sailendra/Turunan Dapunta Salendra dengan Bala Putra Dewa sebagai Raja Pertama. Pada abad ke-17 kota Palembang menjadi ibukota Kesultanan Palembang Darussalam yang diproklamirkan oleh Pangeran Ratu Kimas Hindi Sri Susuhanan Abdurrahman Candiwalang Khalifatul Mukminin Sayidul Iman (atau lebih dikenal Kimas Hindi/Kimas Cinde) sebagai sultan pertama (1643-1651), terlepas dari pengaruh kerajaan Mataram (Jawa). Tanggal 7 Oktober 1823 Kesultanan Palembang dihapuskan oleh penjajah Belanda dan kota Palembang dijadikan Komisariat di bawah Pemerintahan Hindia Belanda (kontrak terhitung 18 Agustus 1823), dengan Commisaris Sevenhoven sebagai pejabat Pemerintah Belanda pertama. Kemudian kota Palembang dijadikan Gameente/haminte berdasarkan stbld. No. 126 tahun 1906 tanggal 1 April 1906 hingga masuknya Jepang tanggal 16 Februari 1942. Palembang Syi yang dipimpin Syi-co (Walikota) berlangsung dari tahun 1942 hingga kemerdekaan RI. Berdasarkan keputusan Gubernur Kdh. Tk. I Sumatera Selatan No. 103 tahun 1945, Palembang dijadikan Kota Kelas A. Berdasarkan Undang-Undang No. 22 Tahun 1948, Palembang dijadikan Kota Besar. Berdasarkan Undang-Undang No. 18 Tahun 1965, Palembang dijadikan Kotamadya. Berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tanggal 23 Juli 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, Palembang dijadikan Kotamadya Daerah Tingkat II Palembang.

Sejarah Jembatan AmperaBerada di jantung kota Palembang, Jembatan Ampera merupakan penghubung Seberang Ulu dan Seberang Ilir yang dipisahkan oleh Sungai Musi. Jembatan dengan panjang 1.117m yang memiliki dua menara ini sudah menjadi lambang dan merupakan kebanggaan masyarakat Sumatera Selatan khususnya Palembang.Pembangunan jembatanDana pembangunan Jembatan diambil dari hasil rampasan perang Jepang. Dan bukan hanya itu, jembatan ini juga dibangun oleh tenaga ahli dari negara tersebut. Setelah mendapat persetujuan dari Bung Karno, pembangunan jembatan ini pun dimulai pada tahun 1962. Peresmian pemakaian jembatan dilakukan pada tanggal 30 September 1965. Karena jasa Bung Karno yang dinilai gigih untuk memenuhi keinginan masyarakat Sumsel pada waktu itu maka jembatan ini diberi nama Jembatan Bung Karno. Jembatan ini sempat menjadi primadona karena menjadi jembatan terpanjang di Asia Tenggara pada masa itu. Namun seiring berjalannya waktu, pembangunan jembatan yang dianggap sebagai Politik Mercusuar dan munculnya gerakan anti Soekarno yang terjadi, membuat jembatan ini berubah nama menadi Jembatan Ampera (Amanat Penderitaan Rakyat). Teknologi yang ada pada Jembatan AmperaAwalnya, bagian tengah jembatan ini bisa terangkat. Waktu pengangkatan rata-rata sekitar 10 meter per menit dan untuk mengangkat penuh dibutuhkan waktu kurang lebih 30 menit. Banyak kapal besar yang sering melintas dibawahnya dulu. Kemudian muncul kebijakan baru yang mengharuskan aktivitas turun naik bagian tengah jembatan dihentikan karena dianggap mengganggu lalu-lintas yang ada diatasnya.Banyak hal yang telah berubah dari awal pembangunan sampai sekarang. Selain nama jembatan yang berubah, warna jembatan yang awalnya berwarna abu-abu dicat ulang menjadi kuning pada tahun 1992 dan terakhir tahun 2002 di cat ulang kembali menjadi merah sampai sekarang.

SEJARAH MONPERAMONPERA atau yang akrab kita sebut Monumen Perjuangan Rak yat dibangun untuk mengenang sejarah pejuang Perang Lima Hari Lima Malam. Terletak di Jalan Merdeka No. 1,Kelurahan 19 Ilir, Kecamatan Ilir Barat I, Palembang, Sumatera Selatan.Awal terjadinya Perang Lima Hari Lima Malam, 1 hingga 5 Januari tahun 1947 lalu, karena pejuang tidak berkenan Belanda menjajah kembali Indonesia, temasuk di Palembang usai proklamasi kemerdekaan. Awalnya sekutu datang untuk melucuti senjata tentara Jepang. Tapi dibelakangnya ada tentara NICA (Nederlands Indies Civil Administration) yang juga tentara Belanda dengan maksud menjajah kembali Indonesia termasuk Palembang. Inilah yang menyulut Perang Lima Hari Lima Malam. Dalam Perang Lima Hari Lima Malam, yang mengakibatkan banyak para pahlawan yang gugur. Untuk mengenang para pahlawan tersebut maka dibangunlah Monumen Perjuangan Rakyat atau sering disebut MONPERA. Pendirian monumen, diawali dengan peletakan batu pertama. Sekaligus pemancangan tiang bangunan HUT Kemerdekaan RI ke-30, 17 Agustus 1975. Saat itu, merupakan masa pergantian tampuk kepemimpinan gubernur Sumsel dari H Asnawi Mangku Alam ke H Sainan Sagiman pengganti Pak Asnawi meneruskan pembangunan Monpera itu. Diresmikan penggunaannya tanggal 23 Februari 1988 oleh mantan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) RI H Alamsyah Ratuperwiranegara. Sekarang MONPERA menjadi salah satu museum, dan menjadi objek wisata di kota Palembang.

SEJARAH MASJID AGUNG & MASJID LAWANG KIDULMASJID AGUNGMasjid Agung Palembang merupakan salah satu peninggalan Kesultanan Palembang. Masjid ini didirikan oleh Sultan Mahmud Badaruddin I atau Sultan Mahmud Badaruddin Jaya Wikramo mulai tahun 1738 sampai 1748. Konon masjid ini merupakan bangunan masjid terbesar di Nusantara pada saat itu.Masjid Agung Palembang pada mulanya disebut Masjid Sultan dan dibangun pada tahun 1738 oleh Sultan Mahmud Badaruddin I Jayo Wikramo. Peresmian pemakaian masjid ini dilakukan pada tanggal 28 Jumadil Awal 1151 H (26 Mei 1748). Ukuran bangunan mesjid waktu pertama dibangun semula seluas 1080 meter persegi dengan daya tampung 1200 jemaah. Perluasan pertama dilakukan dengan wakaf Sayid Umar bin Muhammad Assegaf Altoha dan Sayid Achmad bin Syech Sahab yang dilaksanakan pada tahun 1897 dibawah pimpinan Pangeran Nataagama Karta mangala Mustafa Ibnu Raden Kamaluddin.Pada awal pembangunannya (1738-1748), sebagaimana masjid-masjid tua di Indonesia, Mesjid Sultan ini pada awalnya tidak mempunyai menara. Kemudian pada masa pemerintahan Sultan Ahmad Najamudin (1758-1774) barulah dibangun menara yang letaknya agak terpisah di sebelah barat. Bentuk menaranya seperti pada menara bangunan kelenteng dengan bentuk atapnya berujung melengkung. Pada bagian luar badan menara terdapat teras berpagar yang mengelilingi bagian badan. Bentuk masjid yang sekarang dikenal dengan nama Masjid Agung, jauh berbeda tidak seperti yang kita lihat sekarang. Bentuk yang sekarang ini telah mengalami berkali-kali perombakan dan perluasan. Pada mulanya perbaikan dilakukan oleh pemerintah Belanda setelah terjadi perang besar tahun 1819 dan 1821. Setelah dilakukan perbaikan kemudian dilakukan penambahan/perluasan pada tahun 1893, 1916, 1950-an, 1970-an, dan terakhir pada tahun 1990-an. Pada pekerjaan renovasi dan pembangunan tahun 1970-an oleh Pertamina, dilakukan juga pembangunan menara sehingga mencapai bentuknya yang sekarang. Menara asli dengan atapnya yang bergaya Cina tidak dirobohkan. Perluasan kedua kali pada tahun 1930. tahun 1952 dilakukan lagi perluasan oleh Yayasan Masjid Agung yang pada tahun 1966-1969 membangun tambahan lantai kedua sehingga luas mesjid sampai sekarang 5520 meter persegi dengan daya tampung 7.750. Masjid Agung merupakan masjid tua dan sangat penting dalam sejarah Palembang. Masjid tersebut terletak di Kelurahan 19 Ilir, Kecamatan Ilir Barat I, tepat di pertemuan antara Jalan Merdeka dan Jalan Sudirman, pusat Kota Palembang. Tak jauh dari situ, ada Jembatan Ampera. Masjid dan jembatan itu telah menjadi landmark kota hingga sekarang. Dalam sejarahnya, masjid yang berada di pusat kerajaan itu menjadi pusat kajian Islam yang melahirkan sejumlah ulama penting pada zamannya. Syekh Abdus Samad al-Palembani, Kemas Fachruddin, dan Syihabuddin bin Abdullah adalah beberapa ulama yang berkecimpung di masjid itu dan memiliki peran penting dalam praksis dan wacana Islam.

MASJID LAWANG KIDULMasjid Lawang Kidul adalah salah satu masjid tertua dikotaPalembang. Masjid ini terletak di tepian Sungai Musi di semacam tanjung yang terbentuk oleh pertemuannya dengan muara Sungai Lawangkidul, di kawasan Kelurahan Lawang Kidul, Kecamatan Ilir Timur II. Rumah ibadah ini dibangun dan diwakafkan ulama Palmbang Kharismatik, Ki. Mgs. H. Abdul Hamid bin Mgs. H. Mahmud alias K. Anang pada tahun 1310 H(1890 M).ASAL-USUL MASJID LAWANG KIDULSelama berdakwah-sebelumnya, dia menetapdi Mekkah,Saudi Arabia, tetapi mendapat bisikan untuk kembali ke kampung halaman bersama murid-muridnya, Kiai Merogan menggunakan perahu hingga ke daerah pelosok di Sumatera Selatan. Karena itu pula, selain Masjid Lawang Kidul dan Masjid Kiai Merogan di Palembang serta tiga pemondokan jemaah haji di Saudi Arabia, Kiai Merogan masih memiliki peninggalan berupa masjid di Dusun Ulak Kerbau Lama Pegagan Ilir (OKI).Sayang, kebakaran hebat pernah menghaguskan Kampung Karangberahi pada antara tahun 1964-1965. Kebakaran ini juga, diduga menghanguskan peninggalan berupa karya tulis Kiai Merogan, yang makamnya dikeramatkan hingga kini dan dipercaya membawa berkah bagi para peziarah yang memanjatkan doa di makam itu.PERKEMBANGAN MASJID LAWANG KIDULSebagai salah satu warisannya, Masjid Lawang Kidul hingga kini masih menampakkan kekukuhan dan kemegahan perkembangan Islam dikotaini. Hingga sekarang, masjid yang bangunan induknya memiliki luas lantai lebih kurang 20X20 meter itu, sebagian besar masih asli. Namun, terdapat bangunan tambahan sehingga luasnya saat ini menjadi 40X41 meter.Pemugaran dilaksanakan pada 1983-1987 lalu. Meskipun sebagian besar materialnya asli, ada beberapa bagian yang terpaksa diganti. Bagian yang diganti itu terutama bagian atapnya yang semula genting belah bambu. Karena genting jenis itu tidak ada lagi, diganti dengan genting genting kodok.MATERIAL BANGUNAN MASJID LAWANG KIDULKonon, material bangunan itu terdiri atas campuran kapur, telur, dan pasir. Sedangkan bahan kayunya tiang, pintu, atap, dan bagian penunjang lainnya- terbuat dar kayu unglen.Interior mesjid, juga masih menampakkan keaslian. Empat saka guru memiliki ketinggian delapan meter dengan 12 pilar pendamping setinggi lebih kurang enam meter, Kesemua tiang bersudut delapan. Empat alang (penyangga) atas sepanjang 20 meter juga terbuat dari unglen tanpa sambungan.

SEJARAH MASJID KI MEROGAN & MASJID CHENG HOMASJID KI MEROGANMasjid Ki Merogan berada di tepian sungai Ogan, kecamatan Kertapati. Masjid Lawang Kidul berada di seberang Ilir Kelurahan 5 Ilir. Walau berbeda lokasi, bentuk kedua masjid serupa. Sebagai salah satu warisan, Masjid Lawang Kidul masih menampakkan kekukuhan dan kemegahan perkembangan Islam di kota tersebut. Bangunan induknya memiliki luas lantai lebih kurang 20x20 meter dan sebagian besar masih asli. Namun, terdapat bangunan tambahan sehingga luasnya menjadi 40x41 meter. Pemugaran dilakukan pada 1983-1987 lalu. Meski sebagian besar materialnya asli, ada beberapa bagian yang terpaksa diganti yaitu genteng belah bambu menjadi genteng kodok. Tak kalah menarik adalah interior masjid yang masih terlihat asli. Empat saka guru memiliki ketinggian delapan meter dengan 12 pilar pendamping setinggi kurang lebih enam meter. Ke semua tiang bersudut delapan, lalu empat alang (penyangga) atas sepanjang 20 meter terbuat dari unglen tanpa sambungan.Sedangkan Masjid Merogan sebelum dilakukan renovasi dan perluasan adalah 18,8 meter x 19,4 meter. Bangunan disangga empat saka guru berbentuk persegi delapan berukuran 0,3 x 0,27 meter dan tingginya mencapai 5 meter. Saka guru dikelilingi dua belas tiang penunjang setinggi 4,2 meter dan besar 0,25 m x 0,25 meter. Bagian masjid sebagian besar masih asli, antara lain saka guru dan 12 tiang penunjangnya, rangka bangunan atap, langit-langit dan kuda-kuda. Mimbar masjid juga masih menampakkan keaslian baik bahan maupun hiasannya. Selain itu, bedug yang digunakan hingga sekarang berukuran panjang 2,5 meter dan berdiameter 0,8 meter.

MASJID CHENG HO PALEMBANG Masjid Al Islam Muhammad Cheng Ho Sriwijaya Palembang atau biasa disebut sebagai Masjid Cheng Ho Palembang berlokasi di Perumahan Amen Mulia, Jakabaring, Palembang. Masjid ini didirikan atas prakarsa para sesepuh, penasehat, pengurus Pembina Iman Tauhid Islam d/h Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) Sumatera Selatan yang diketuai oleh H. A. Afandi serta tokoh masyarakat Tionghoa di sekitar Palembang.Masjid Cheng Ho Palembang merupakan salah satu dari 3 Masjid Cheng Ho yang sudah berdiri di Indonesia, dua yang lain berada di Surabaya dan Pasuruan. Dibandingkan dua Masjid Cheng Ho Lain nya Masjid Cheng Ho Palembang merupakan Masjid Cheng Ho terbesar. Fungsi masjid Cheng Ho lebih dari sekadar tempat ibadah. Masjid ini menghelat kegiatan-kegiatan agama dan kemasyarakatan, dan telah menjadi sebuah tujuan wisata yang menarik para pengunjung dari Malaysia, Singapura, Taiwan dan bahkan Rusia.ARSITEKTUR MASJIDBangunan masjid dibangun dengan perpaduan unsur Cina, Melayu, Nusantara dan arab ini dilengkapi dengan rumah imam, Tempat Pendidikan Al-Quran untuk anak-anak secara gratis, Kantor DKM, perpustakaan masjid, serta ruang serbaguna. Bangunan masjid berukuran 25 x 25 meter berdiri di atas tanah 5000 meter persegi. Pembangunan masjid menelan biaya sekitar Rp 4 miliar. Masjid Sriwijaya Muhammad Cheng Hoo, mampu menampung sekitar 600 jemaah dan berlantai 2. Lantai pertama digunakan untuk jemaah laki laki, sedangkan lantai dua digunakan khusus untuk jemaah wanita. Menara di kedua sisi masjid meniru klenteng-klenteng di Cina, dicat warna merah dan hijau giok.SEJARAH MASJID CHENG HO PALEMBANGPembangunan masjid ini diawali dengan peletakkan batu pertama bulan September 2005. Modal awal pembangunan sekitar Rp 150 juta diperoleh dari hasil urunan anggota PITI Sumatera Selatan. Sedangkan tanah tempat masjid berdiri merupakan hibah dari pemerintah daerah dan mulai digunakan sejak hari Jumat 22 Agustus 2008 dengan digelarnya sholat jumat berjamaah dan di hadiri tak kurang dari 1500 jemaah dari berbagai etnis dan daerah di Palembang. Acara tersebut juga dihadiri oleh walikota Palembang yang turut sholat jumat berjamaah. Sedikit acara selamatan di selenggarakan oleh pengurus PITI Sumatera Selatan sebelum Sholat Jumat dilaksanakan.