s2-2015-338510-chapter1.pdf

7
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kasus kematian ibu di negara berkembang pada umumnya adalah wanita hamil yang meninggal disebabkan oleh keterlambatan pengambilan keputusan untuk mendapatkan perawatan medis, keterlambatan mencapai fasilitas kesehatan, dan terlambat mendapatkan penangananan medis segera (Cham et al., 2005). Di Indonesia menurut hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 angka kematian ibu (AKI) mencapai 359 per 100.000 kelahiran (BPS and ICF Internantional, 2013). Sedangkan penyebab kematian ibu disebabkan perdarahan sebesar 25%, infeksi 15%, pre eklamsi/eklamsi 15%, dan 10% persalinan macet dan abortus. Angka kematian bayi (AKB) di Indonesia sebesar 32 per 1.000 kelahiran hidup, angka kematian neonatal (AKN) 19 per 1.000 kelahiran hidup (BPS and ICF Internantional, 2013). Penyebab kematian bayi baru lahir pada umumnya disebabkan BBLR sebesar 40,4%, asfiksia 24,6%, dan 10% karena infeksi. Hal tersebut kemungkinan terjadi karena keterlambatan dalam pengambilan keputusan untuk merujuk dan mengobati (Depkes RI, 2008). Salah satu upaya untuk menurunkan angka kematian ibu, bayi dan balita adalah penyediaan fasilitas Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED) di puskesmas perawatan dan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) di rumah sakit (Direktorat anak, 2012). Untuk mendukung pelayanan PONED dan PONEK dibutuhkan pembentukan sistem rujukan yang sesuai standar agar upaya pencapaian target terkait kematian ibu dan anak yaitu menurunkan AKI hingga tiga per empat dan angka kematian anak hingga dua per tiga dalam kurun waktu 1990-2015 (Kemenkes R.I, 2013). Sistem rujukan merupakan sistem pendukung yang membantu dalam pelayanan kesehatan lebih efektif, efesian dan merata untuk masyarakat (Siddiqi et al., 2001). Sistem rujukan maternal dan neonatal mengacu pada prinsip

Upload: fitri-dian-kurniati

Post on 02-Feb-2016

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: S2-2015-338510-chapter1.pdf

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kasus kematian ibu di negara berkembang pada umumnya adalah wanita

hamil yang meninggal disebabkan oleh keterlambatan pengambilan keputusan

untuk mendapatkan perawatan medis, keterlambatan mencapai fasilitas kesehatan,

dan terlambat mendapatkan penangananan medis segera (Cham et al., 2005).

Di Indonesia menurut hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia

(SDKI) 2012 angka kematian ibu (AKI) mencapai 359 per 100.000 kelahiran

(BPS and ICF Internantional, 2013). Sedangkan penyebab kematian ibu

disebabkan perdarahan sebesar 25%, infeksi 15%, pre eklamsi/eklamsi 15%, dan

10% persalinan macet dan abortus.

Angka kematian bayi (AKB) di Indonesia sebesar 32 per 1.000 kelahiran

hidup, angka kematian neonatal (AKN) 19 per 1.000 kelahiran hidup (BPS and

ICF Internantional, 2013). Penyebab kematian bayi baru lahir pada umumnya

disebabkan BBLR sebesar 40,4%, asfiksia 24,6%, dan 10% karena infeksi. Hal

tersebut kemungkinan terjadi karena keterlambatan dalam pengambilan keputusan

untuk merujuk dan mengobati (Depkes RI, 2008).

Salah satu upaya untuk menurunkan angka kematian ibu, bayi dan balita

adalah penyediaan fasilitas Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar

(PONED) di puskesmas perawatan dan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi

Komprehensif (PONEK) di rumah sakit (Direktorat anak, 2012). Untuk

mendukung pelayanan PONED dan PONEK dibutuhkan pembentukan sistem

rujukan yang sesuai standar agar upaya pencapaian target terkait kematian ibu dan

anak yaitu menurunkan AKI hingga tiga per empat dan angka kematian anak

hingga dua per tiga dalam kurun waktu 1990-2015 (Kemenkes R.I, 2013).

Sistem rujukan merupakan sistem pendukung yang membantu dalam

pelayanan kesehatan lebih efektif, efesian dan merata untuk masyarakat

(Siddiqi et al., 2001). Sistem rujukan maternal dan neonatal mengacu pada prinsip

Page 2: S2-2015-338510-chapter1.pdf

2

kecepatan dan sesuai dengan kemampuan dan kewenangan fasilitas pelayanan

serta mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara

timbal balik baik vertikal maupun horizontal (Kemenkes R.I, 2013).

Hasil penelitian yang dilakukan Pembe, (2010) di Tazmania tentang kualitas

sistem rujukan ibu hamil menyatakan bahwa hambatan yang paling banyak terjadi

karena faktor geografis, transportasi dan biaya. Sebagian besar kematian ibu dapat

dicegah dengan mengenali komplikasi obstetri, dan pemanfaatan prosedur sistem

rujukan yang sesuai, seperti fasilitas trasportasi yang efisien dan perlengkapan

yang baik serta mengedepankan perawatan yang tepat waktu dan memadai

(Murray & Pearson, 2006; Parkhurst & Rahman, 2007).

Fasilitas rujukan yang dipilih berdasarkan kriteria yang meliputi mudah

dicapai, ketersediaan pelayanan 24 jam, penyediaan pelayanan EmOC

comprehensive (seksio sesarea, transfusi darah, penangananan eklamsi),

pengelolaan neonatal (asfiksia, sepsis, komplikasi pada BBLR) dan komplikasi

pada anak (diare, pemonia) serta biaya rendah (Banu et al., 2010). Rujukan dan

rujukan balik merupakan kunci dari sistem kesehatan di kabupaten, terutama pada

kasus emergensi (Bossyns et al., 2005).

Untuk melakukan monitoring sistem rujukan yang efektif seperti sumber

daya mencukupi dan terlatih, sistem komunikasi dan umpan balik, transportasi

yang mendukung, kerja sama tim di setiap level rujukan, standar operasional

pelayanan (SOP), sistem pencatatan yang terpadu, dan mekanisme rujukan

bertingkat diperlukan sarana prasarana memadai (Murray et al., 2001). Di negara

Indonesia pelaksanaan sistem rujukan telah diatur dalam bentuk bertingkat yaitu

pelayanan kesehatan tingkat pertama, kedua dan ketiga. Dimana dalam

pelaksanaanya tidak berdiri sendiri-sendiri namun berada di suatu sistem dan

saling berhubungan.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan DIY terdapat 95% kematian maternal dan

neonatal terjadi di rumah sakit. Fluktuasi kematian ibu secara absolut, tertinggi

pada tahun 2011 menjadi 56 kasus, pada tahun 2012 sebanyak 40 kasus, namun

tahun 2013 mengalami kenaikan menjadi 46 kasus. Sedangkan kematian neonatal

Page 3: S2-2015-338510-chapter1.pdf

3

tahun 2011 sebanyak 311 kasus dan tahun 2013 naik menjadi 448

(Dinkes Prop. DIY, 2013).

Sumber: Dinkes DIY, 2013

Gambar 1. Jumlah absolut kematian ibu dan bayi di DIY tahun 2007-2013

Penyebab kematian ibu DIY pada tahun 2011-2013 adalah perdarahan

sebanyak 27%, namun kematian ibu dengan penyakit lain masih relatif tinggi

yaitu 22%. Penyebab kematian neonatal pada tahun 2011-2013, asfiksia menjadi

penyebab kematian neonatal tertinggi 22,9% diikuti dengan BBLR 19% kasus

lain-lain sebesar 38% (Dinkes Prop. DIY, 2013). Pada umumnya kematian ibu di

DIY disebabkan oleh keterlambatan pengambilan keputusan (50%), keterlambatan

merujuk (10,9%), dan tidak dirujuk (19,6%).

Jumlah kematian maternal dan neonatal DIY pada tahun 2013, angka

kematian tertinggi berada di Kabupaten Bantul sebanyak 13 kasus kematian

maternal dan 165 kasus kematian neonatal (Dinkes Prop. DIY, 2013).

233292 309

241

416 400448

36 41 47 43 56 40 46

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Kematian Bayi Kematian Ibu

9 9 8 7 13

4567

10997

165

KotaYogyakarta

Sleman Gunung Kidul Kulonprogo Bantul

Maternal Neonatal

Sumber: Dinkes DIY, 2013 Gambar 2. Kematian Absolut maternal dan neonatal di DIY Tahun 2013

Page 4: S2-2015-338510-chapter1.pdf

4

Kabupaten Bantul memiliki 27 puskesmas, 11 diantaranya dilengkapi sarana

rawat inap. Layanan PONED ada 6 di puskesmas, 1 Rumah Sakit Kesehatan Ibu

dan Anak dan 1 RSUD dengan PONEK 24 jam. Namun menurut laporan Dinkes

Kabupaten Bantul, jumlah kematian ibu di Kabupaten Bantul menduduki

peringkat teratas se-DIY.

Sumber: Dinkes Kab. Bantul, 2013

Gambar 3. Absolut kematian maternal di Kabupaten Bantul Tahun 2008-2013 Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul, fluktuasi kematian

maternal pada tahun 2011 naik sebanyak 15 kasus, tahun 2012 turun sebanyak 7

kasus, dan tahun 2013 naik sebanyak 13 kasus.

Penyebab kematian ibu di Kabupaten Bantul sebesar 33% perdarahan dan

eklamsi/PEB serta 30% akibat penyakit lain seperti pada Tabel 1.

Tabel. 1 Penyebab kematian ibu di Kabupaten Bantul 2013

No Penyebab kematian Tahun

Jumlah 2011 2012 2013

1 Perdarahan 3 3 6 10 2 Eklamsi/ PEB 4 2 3 8 3 Emboli air ketuban 2 1 1 5 4 Lain-lain 6 1 3 12

Total 15 7 13 35 Sumber: Dinkes Kab. Bantul, 2013

Jumlah kasus kematian bayi di Kabupaten Bantul tahun 2012 sebanyak 116

kasus dan 165 kasus pada tahun 2013. Menurut data penyebab tertinggi kematian

bayi pada tahun 2011-2013 tertinggi kelainan kongenital sebesar 57 kasus,

asfiksia 49 kasus dan 47 kasus BBLR.

18 19

10

15

7

13

2008 2009 2010 2011 2012 2013

Page 5: S2-2015-338510-chapter1.pdf

5

Dalam implementasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) 2014 membawa

perubahan dalam sistem pembiayaan dan sistem rujukan, sehingga ada

kemungkinan berpengaruh terhadap pelayanan kesehatan maternal dan neonatal.

Penelitian ini melihat sejauh mana perubahan dalam sistem rujukan maternal dan

neonatal.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti, sumber daya

manusia, fasilitas, sarana dan prasarana dari Puskesmas PONED, RSKIA maupun

RS PONEK telah tersedia, namun jumlah angka kematian maternal dan neonatal

di Kabupaten Bantul sangat tinggi se-DIY. Oleh karena itu peneliti ingin

mengevaluasi pelaksanaan rujukan maternal dan neonatal yang merupakan salah

satu program pemerintah dalam menurunkan AKI dan AKB di Kabupaten Bantul

Bantul.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan peneliti adalah

bagaimana pelaksanaan rujukan maternal dan neonatal di Kabupaten Bantul?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Mengevaluasi pelaksanaan rujukan maternal dan neonatal di Kabupaten

Bantul.

2. Tujuan khusus

a. Menganalisis pelaksanaan sistem rujukan maternal dan neonatal

Puskesmas PONED Srandakan, RSKIA Ummi Khasanah dan RS PONEK

Panembahan Senopati dilihat dari input: SDM, peralatan, pendanaan,

transportasi, ketersediaan obat, komunikasi, dan SOP.

b. Menganalisis proses rujukan maternal dan neonatal dilihat dari kerjasama

antar PONED Srandakan, RSKIA Ummi Khasanah dan RS PONEK

Panembahan Senopati, koordinasi, pengawasan, mekanisme rujukan

rujukan antar lembaga.

Page 6: S2-2015-338510-chapter1.pdf

6

c. Menganalisis proses rujukan balik dari RS PONEK Panembahan Senopati,

ke RSKIA Ummi Khasanah dan Puskesmas Srandakan

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Pemerintah Daerah dan Dinkes Bantul sebagai bahan masukan untuk

memperbaiki sistem pembangunan kesehatan Ibu dan Anak di wilayahnya.

2. Bagi Puskesmas PONED dan RS PONEK sebagai masukan untuk

meningkatkan kualitas pelayanan kegawatdaruratan obstetri dan neonatal.

3. Bagi peneliti, sebagai sarana untuk menerapkan teori yang didapatkan di

bangku kuliah, dan mendapatkan pengalaman yang beguna untuk mendalami

sistem rujukan maternal dan neonatal.

E. Keaslian Penelitian

Beberapa penelitian tentang evaluasi pelaksanaan rujukan maternal dan

neonatal yang telah dilakukan peneliti lain dan memiliki kemiripan penelitian

antara lain:

1. Zulhadi et al,. (2012) melakukan penelitian berjudul “Problem dan tantangan

puskesmas dan rumah sakit umum daerah dalam mendukung sistem rujukan

maternal di Kabupaten Karimun Provinsi Kepri tahun 2012” tujuan penelitian

ini melakukan evaluasi sistem rujukan kesehatan ibu di kabupaten Karimun

Provinsi Kepri dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Penelitian ini

bersifat kualitantif dengan desain studi kasus. Hasil penelitian ini masih

adanya keterbatasan sumber daya sarana dan peralatan di pelayanan dasar dan

RSU belum disiapkan sebagai rumah sakit mampu PONEK. Kurangnya kerja

sama tim antar level rujukan yang melibatkan Dinas Kesehatan kabupaten,

RSUD dan puskesmas belum lengkapnya SOP, lemahnya sistem informasi dan

alur yang bypass. Persamaan penelitian ini pada desain penelitian dan tema

penelitian, sedangkan perbedaan penelitiannya pada sample dan informan

penelitian.

2. Gupta et al. (2009) melakukan penelitian tentang “A study referral system for

EmOC in Gujarat”. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari sistem rujukan

Page 7: S2-2015-338510-chapter1.pdf

7

yang ada untuk perawatan obstetri darurat di negara bagian Gujarat,

mengevaluasi kekuatan dan kelemahan, dan menyerahkan cara perbaikan

untuk menyediakan layanan rujukan yang lebih baik. Hasil pelitian ini

mengungkapkan sistem transportasi rujukan pemerintah yang belum baik.

Sebagai besar puskesmas tidak memiliki ambulans yang tepat. Kurangnya

standar prosedur dan protokol rujukan di fasilitas pemerintah diperburuk tidak

adanya catatan yang berhubungan dengan SOP. Persamaan penelitian ini

adalah topik penelitian tentang sistem rujukan, dan perbedaannya pada sample

dan variabel penelitian.

3. Luti et al. (2012) melakukan penelitian tentang ”Kebijakan pemerintah dalam

meningkatkan sistem rujukan kesehatan daerah kepulauan di Kabupaten

Lingga Provinsi Kepualauan Riau”. Tujuan penelitian untuk mengetahui

bagaimana sistem rujukan di daerah kepulauan di Kabupaten Lingga.

Penelitian ini bersifat kualitatif dengan jenis studi kasus. Hasil penelitian ini

menunjukan sudah ada upaya-upaya kebijakan dari Pemerintah Kabupaten

Lingga dalam meningkatkan sistem rujukan. Kebijakan pembiayaan yang ada

telah mencakup dua aspek dari sistem demand (biaya pengobatan) dan dari sisi

supply (sistem yang mendukung pelayanan kesehatan). Proses rujukan dari

pelayanan kesehatan primer ke pelayanan tingkat lanjut telah berjalan baik

walaupun masih kekurangan seperti belum memperhatikan aspek ketersediaan

dan kelengkapan jenis pelayanan. Sebagai besar tenaga kesehatan telah

mendapatkan pelatihan, tenaga dokter spesialis juga ada (hasil kerjasama

dengan fakultas kedokteran), namun networking dalam proses rujukan masih

dilakukan secara parsial dan belum terintegrasi. Persamaan penelitian ini pada

desain penelitian dan tema penelitian, perbedaan pada sample dan informan

penelitian.