rhinoscleroma paper

32
BAB 1 PENDAHULUAN Rinoskleroma adalah penyakit radang kronis granulomatosa yang mulai di hidung, kemudian dapat meluas ke nasofaring, orofaring, laring dan kadang-kadang sampai ke trakea dan bronkus.((penatalaksanaaan penyakit dan kelainan THT, Rhinoscleroma wikipedia) Rinoskleroma merupakan penyakit infeksi granulomatosa kronik pada hidung yang disebabkan oleh Klebsiella rhinoscleromatis. (THT UI). Rinoskleroma adalah penyakit granulomatosa hidung yang endemic di Eropa Selatan dan Tengah dan beberapa daerah Asia. (BOIES) Penyakit ini endemis di beberapa negara termasuk Indonesia yang kasusnya terutama ditemukan di Indonesia Timur (THT UI) dengan daerah endemic di : Sumatera Utara, Sulawesi Utara dan Bali. . ((penatalaksanaaan penyakit dan kelainan THT) Penyakit ini dapat dijumpai pada semua umur dan pada kedua jenis kelamin dengan perbandingan yang kurang lebih sama. .((penatalaksanaaan penyakit dan kelainan THT)

Upload: nitha-nanda-sabrina-irawan

Post on 07-Dec-2015

120 views

Category:

Documents


14 download

DESCRIPTION

Rhinoscleroma adalah

TRANSCRIPT

Page 1: Rhinoscleroma Paper

BAB 1

PENDAHULUAN

Rinoskleroma adalah penyakit radang kronis granulomatosa yang mulai di

hidung, kemudian dapat meluas ke nasofaring, orofaring, laring dan kadang-kadang

sampai ke trakea dan bronkus.((penatalaksanaaan penyakit dan kelainan THT,

Rhinoscleroma wikipedia) Rinoskleroma merupakan penyakit infeksi granulomatosa

kronik pada hidung yang disebabkan oleh Klebsiella rhinoscleromatis.(THT UI).

Rinoskleroma adalah penyakit granulomatosa hidung yang endemic di Eropa

Selatan dan Tengah dan beberapa daerah Asia. (BOIES) Penyakit ini endemis di

beberapa negara termasuk Indonesia yang kasusnya terutama ditemukan di Indonesia

Timur (THT UI) dengan daerah endemic di : Sumatera Utara, Sulawesi Utara dan

Bali. .((penatalaksanaaan penyakit dan kelainan THT)

Penyakit ini dapat dijumpai pada semua umur dan pada kedua jenis kelamin

dengan perbandingan yang kurang lebih sama. .((penatalaksanaaan penyakit dan

kelainan THT)

Diagnosis berdasarkan perjalanan klinis dan pemeriksaan patologi specimen

yang memperlihatkan sel Mikulicz yang khas dan bakteri berbentuk batang dalam

sitoplasma. Juga ditemukan granuloma dan fibrosis. Perlu diberikan terapi antibiotik.

Tindakan bedah hanya diindikasikan untuk memperbaiki jaringan parut berat yang

terbentuk(BOIES)

Page 2: Rhinoscleroma Paper

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Hidung

Hidung merupakan salah satu organ pelindung tubuh terpenting terhadap

lingkungan yang tidak menguntungkan. Karena letaknya yang menonjol ,

hidung merupakan kerangka yang halus rentan dan sering mengalami fraktur

dan trauma jaringan lunak.1,2

Hidung luar berbentuk pyramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke

bawah :1

1. Pangkal hidung (bridge)

2. Batang hidung (dorsum nasi)

3. Puncak hidung (hip)

4. Ala nasi

5. Kolumela

6. Lubang hidung (nares anterior).

Gambar 2.1 Anatomi Hidung bagian luar.7

Page 3: Rhinoscleroma Paper

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang

dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk

melebarkan atau menyempitkan lubang hidung.1

Kerangka tulang terdiri dari :1,3,8

1. Tulang hidung (os nasal)

2. Prosesus frontalis os maksila

3. Prosesus nasalis os frontal.

Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa tulang rawan yang

terletak di bawah tulang hidung, yaitu :1,3,8

1. Sepasang kartilago nasalis lateralis superior

2. Sepasang kartilago nasalis lateralis inferior

3. Tepi anterior kartilago septum nasi.

Gambar 2.2 Tulang penyusun hidung.9

Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke

belakang di pisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum

nasi kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut

nares anterior dan lubang belakang disebut nares posterior (koana) yang

menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring. Nares posterior atau koana

adalah pertemuan antara kavum nasi dengan nasofaring, berbentuk oval dan

Page 4: Rhinoscleroma Paper

terdapat di kanan dan kiri septum. Tiap nares posterior bagian bawahnya

dibentuk oleh lamina horizontalis palatum, bagian dalam oleh os sphenoid,

dan bagian luar oleh lamina pterigoideus sphenoid.1,3

Tiap kavum nasi mempunyai empat buah dinding, yaitu dinding media,

lateral, inferior, dan superior.1

Dinding media hidung ialah septum nasi. Septum dibentuk oleh tulang

rawan. Bagian tulang adalah :1,3

1. Lamina perpendikularis os etmoid

2. Vomer

3. Krista nasalis os maksila

4. Krista nasalis os palatina

Bagian tulang rawan adalah :1,3

1. Kartilago septum (lamina kuadrangularis)

2. Kolumela.

Gambar 2.3 Tulang kartilago pada hidung.9

Page 5: Rhinoscleroma Paper

Septum dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan

periosteum pada bagian tulang, sedangkan di luarnya dilapisi oleh mukosa

hidung.1

Pada dinding lateral terdapat empat buah konka. Yang terbesar dan

letaknya paling bawah ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil ialah

konka media, lebih kecil lagi ialah konka superior, sedangkan yang terkecil

disebut konka suprema. Konka suprema ini biasanya rudimenter.1

Diantara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit

yang disebut meatus. Tergantung dari letak meatus, ada tiga meatus yaitu

meatus inferior terletak di di antara konka inferior dengan dasar hidung dan

dinding lateral rongga hidung. Meatus inferior adalah yang terbesardi antara

ketiga meatus, mempunyai muara duktus naso-lakrimalis yang terdapat kira-

kira anata sampai belakang batas posterior nostril. Meatus medius terletak di

antara konka media dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus medius

terdapat muara sinus frontal, sinus maksila, dan sinus etmoid anterior. Pada

meatus superior yang merupakan ruang di antara konka superior dan konka

media terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus sphenoid.1,3

Gambar 2.4 Kavum Nasi terlihat dari lateral.9

Page 6: Rhinoscleroma Paper

Ada delapan sinus paranasal, empat buah pada tiap-tiap sisi hidung; sinus

frontal kanan dan kiri; sinus etmoid kanan dan kiri (antrum Highmore) dan

sinus sphenoid kanan dan kiri. Semua rongga sinus ini dilapisi oleh mukosa

yang merupakan lanjutan mukosa hidung; berisi udara dan semua bermuara di

rongga hidung melalui ostium masing-masing.3

2.1.1 Batas Rongga Hidung

Dinding inferior merupakan dasar rongga hidung dan dibentuk oleh os

maksila dan os palatum. Dinding superior atau atap hidung sangat sempit dan

dibentuk oleh lamina kribriformis, yang memisahkan rongga tengkorak dari

rongga hidung. Lamina kribriformis merupakan lempeng tulang berasal dari

os etmoid, tulang ini berlubang – lubang (kribrosa = saringan) tempat

masuknya serabut-serabut saraf olfaktorius. Di bagian posterior, atap rongga

hidung dibentuk oleh os sphenoid.1

2.1.2 Pendarahan Hidung

Pendarahan untuk hidung bagian dalam berasal dari tiga sumber utama :

1) a. etmoidalis anterior dan 2) a. etmoidalis posterior , cabang dari a.

oftalmika dan 3) a. sfenopalatina, cabang terminal a. maksilarid interna, yang

berasal dari a. karotis eksterna. Septum bagian superior anterior dan dinding

lateral hidung mendapat pendarahan dari a. etmoidalis anterior; a. etmoidalis

posterior yang kecil hanya mendarahi daerah kecil di region superior

posterior. Kedua arteri etmoidalis, setelah meninggalkan a. oftalmika,

menyeberangi lamina kribrosa dan masuk hidung melalui foramen etmoid

anyterior dan posterior, disertao oleh serabut saraf pasangannya. 3

Page 7: Rhinoscleroma Paper

Gambar 2.5 Sistem pendarahan pada hidung.10

Bagian atas rongga hidung mendapat pendarahan dari a. etmoid anterior

dan posterior yang merupakan cabang dari a. oftalmika dan a. karotis

interna.1,2

Bagian bawah rongga hidung medapat pendarahan dari cabang a.

maksilaris interna, di antaranya ialah ujung a. palatine mayor dan a.

sfenopalatina yang keluar dari foramen sfenopalatina bersama n. sfenopalatina

dan memasuki rongga hidung di belakang ujung posterior konka media.1,2

Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari cabang – cabang a.

fasialis.1,2

Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang a.

sfenopalatina, a. etmoid anterior, a.labialis superior dan a. palatine mayor,

yang disebut plesus Kiesselbach (Little’s area). Pleksus Kiesselbach letaknya

superficial dan mudah cedera oleh trauma, sehingga sering menjadi sumber

epistkasis, terutama pada anak-anak.1

Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan

berdampingan dengan arterinya. Vena di vestibulum dan struktur luar hidung

bermuara ke v. oftalmika yang berhubungan dengan sinus kavernosus. Vena-

Page 8: Rhinoscleroma Paper

vena di hidung tidak memiliki katup, sehingga merupakan faktor predisposisi

untuk mudahnya penyebaran infeksi sampai ke intracranial.1,2

2.1.3 Sistem Limfatik

Jaringan limfatik anterior adalah kecil dan bermuara di sepanjang

pembuluh fasialis yang menuju leher. Jaringan ini mengurus hampir seluruh

bagian anterior hidung, yaitu vestibulum dan daerah prekoana.2

Jaringan limfatik posterior mengurus mayoritas natomi hidung,

menggabungkan ketiga saluran utama di daerah hidung belakang, yaitu

saluran superior , media dan inferior. Kelompok superior berasal dari konka

media dan superior dan bagian dinding hidung yang berkaitan, berjalan di atas

tuba eustacius, mengurus konka inferior, meatus inferior, dan sebagian dasar

hidung, dan menuju rantai kelenjar limfe jugularis. Kelompok inferior berasal

dari septum dan sebagian dasar hidung, berjalan menuju kelenjar limfe di

sepanjang pembuluh jugularis interna.2

2.1.4 Persarafan Hidung

Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari

n.etmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari n. nasosiliaris , yang

berasal dari n. oftalmikus.1

Rongga hidung lainnya, sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari

n. maksila melalui ganglion sfenopalatina.1

Ganglion sfenopalatina, selain memberikan persarafan sensoris, juga

memberikan persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung.

Ganglion ini menerima serabut saraf sensoris dari n. maksila, serabut

parasimpatis dari n. petrosus superfisialis mayor dan serabut saraf simpatis

Page 9: Rhinoscleroma Paper

dari . petrosus profundus. Ganglion sfenopalatina terletak di belakang dan

sedikit di atas ujung posterior konka media.1

Fungsi penghidu berasal dari n. olfaktorius. Saraf ini turun melalui lamina

kribrsa dari permukaan bawah bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir pada

sel-sel reseptor penghidu pada mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas

hidung.1

2.2 Fisiologi Hidung

Berdasarkan teori structural, teori evolusioner dan teori fungsional, fungsi

fisiologis hidung dan sinus paranasal adalah :1

1. Fungsi respirasi untuk mengatur kondisi udara , penyaring udara,

humidifikasi, penyeimbang dalam pertukaran tekanan dan mekanisme

imunologik lokal

2. Fungsi penghidu karena terdapatnya mukosa olfaktorius dan reservoir

udara untuk menampung stimulus penghidu

3. Fungsi fonetik yang berguna untuk resonansi suara, membantu proses

bicara dan mencegah hantaran suara sendiri melalui konduksi tulang

4. Fungsi static dan mekanik untuk meringankan beban kepala, proteksi

terhadap trauma dan pelindung panas

5. Refleks nasal.

2.2.1 Fungsi Respirasi

Udara inspirasi masuk ke hidung menuju sistem respirasi melalui nares

anterior, lalu naik ke atas setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah

kea rah nasofaring. Aliran udara di hidung ini berbentuk lengkungan atau

arkus.1

Page 10: Rhinoscleroma Paper

Udara yang dihirup akan mengalami himudifikasi oleh palut lender. Pada

musim panas, udara hampir jenuh oleh uap air, sehingga terjadi sedikit

penguapan udara inspirasi oleh palut lender, sedangkan pada musim dingin

akan terjadi sebaliknya.1

Suhu udara yang melalui hidung diatur sehingga berkisar 37˚C. Fungsi

pengatur suhu ini dimungkinkan oleh banyaknya pembuluh darah di bawah

epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang luas. Udara dihangatkan

oleh permukaan konka dan septum yang luas dengan total area kira-kira 160

cm2.1,11

Partikel debu, virus, bakteri dan jamur yang terhirup bersama udara akan

disaring di hidung oleh rambut pada vestibulum nasi, silia, palut lendir. Debu

dan bakteri akan melekat pada palut lendir dan partikel-partikel yang besar

akan dikeluarkan dengan reflex bersin.1

2.2.2 Fungsi Penghidu

Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dan pengecap dengan adanya

mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga

bagian atas septum.1

Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut

lendir atau bila menarik napas dengan kuat.1

Fungsi hidung untuk membantu indra pengecap adalah untuk

membedakan rasa manis yang berasal dari berbagai macam bahan, seperti

perbedaan rasa manis strawberry, jeruk, pisangm atau coklat. Juga untuk

membedakan rasa asam yang berasal dari cuka dan asam jawa. Berkurangnya

indra penghidu sering dipersepsi sebagai menurunnya indra pengecapan.1,2

2.2.3 Fungsi Fonetik

Page 11: Rhinoscleroma Paper

Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan

menyanyi. Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau

hilang, sehingga terdengar suara sengau (rinolalia).1

Hidung membantu pembentukan konsonan nasal (m, n, ng), rongga mulut

tertutup dan hidung terbuka dan palatum mole turun untuk aliran udara.1

Elemen yang bergetar adalah lipatan pita suara, yang umumnya disebut

pita suara. Pita suara menonjol dari dinding lateral laring kea rah tengah

glottis; pita suara ini diregangkan dan diatur posisinya oleh beberapa otot

spesifik pada laring itu sendiri.11

Selama pernafasan normal, pita akan terbuka lebar agar aliran udara

mudah lewat. Selama fonasi, pita menutup bersama-sama sehingga aliran

udara di antara pita tersebut akan menghasilkan getaran (vibrasi). Kuatnya

getaran terutama ditentukan oleh deerajat peregangan pita suara, tetapi juga

oleh bagaimana kerapatan pita suara satu sama lain dan oleh massa pada

tepinya.11

2.2.4 Fungsi Statik dan Mekanik

Transpor benda asing yang tertimbun dari udara inspirasi ke faring di

sebelah posterior, di mana kemudian akan ditelan atau diekspektorans,

merupakan kerja silia yang menggerakkan lapisan mucus dengan partikel

yang terperangkap. Aliran turbulen dalam hidung memungkinkan paparan

yang luas antara udara inspirasi dengan epitel hidung dan lapisan mukusnya,

lapisan mucus berupa selubung sekret kontinu yang sngat kental, meluas ke

seluruh ruang dan sudut hidung, sinus, tuba esutacius, faring, dan seluruh

cabang bronkus.2

Lapisan atas dari lapisan mucus yang amat tipis ini kaya akan

glikoprotein, lebih kental, dengan kekuatan tegangan yang memungkinkan

gerakan kaku silia ke depan untuk mempertahankan gerakan lapisan ke

posterior dalam aliran kontinu. Lapisan bawah, lapisan perisiliaris lebih encer,

Page 12: Rhinoscleroma Paper

menimbulkan sedikit hambatan terhadap gerak pemulihan silia

(membengkok). Lapisan mucus diperbaharui oleh kelenjar submukosa dua

atau tiga kali dalam satu jam.2

Mukus hidung di samping berfungsi sebagai alat transportasi partikel

yang tertimbun dari udara indspirasi, juga memindahkan panas, normalnya

mucus menghangatkan udara inspirasi dan mendinginkan udara ekspirasim

serta melembabkan udara inspirasi dengan llebih dari satu liter uap setiap

harinya. Namun, bahkan dengan jumlah uap demikian sering kali tidak

memadai untuk melembabkan udara yang sangat kering, sering kali terdapat

di rumah-rumah dengan pemanasan selama musim dingin. Hal ini dapat

berakibat mengeringnya mukosa yang disertai berbagai gangguan hidung.

Derajat kelembaban selimut mucus ditentukan oleh stimulasi saraf pada

kelenjar seromukosa pada submukosa hidung. 2

Lapisan mucus, disamping menangkap dan mengeluarkan partikel lemah,

juga merupakan sawar terhadap allergen, virus dan bakteri. Sejumlah

immunoglobulin dibentuk dalam mukosa hidung, sebagian agaknya oleh sel

plasma yang normal terdapat dalam jaringan tersebut.2

2.2.5 Refleks Nasal

Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan

saluran cerna, kardiovaskuler dan pernafasan. Iritasi mukosa hidung akan

menyebabkan refleks bersin dan napas berhenti. Rangsang bau tertentu akan

menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pancreas.1

Page 13: Rhinoscleroma Paper

2.2.5 Rinoskleroma

2.3.1 Definisi

Rinoskleroma adalah penyakit radang kronis granulomatosa yang

mulai di hidung, kemudian dapat meluas ke nasofaring, orofaring, laring dan kadang-

kadang sampai ke trakea dan bronkus. .((penatalaksanaaan penyakit dan kelainan

THT, medscape rhinscleroma clinical presentation) Penyakit berjalan lambat, dimulai

sebagai reaksi radang akuit dini dengan rinore purulen yang berbau busuk.

Selanjutnya terbentuk krusta hidung dan nodula-nodula keras, tumbuh lambat dan

tidak peka, yang akhirnya dapat menyumbat hidung. Hidung bawah dan bibir atas

menjadi menonjol bila tidak diobati, menimbulkan deformitas yang luas. (BOIES,

Text book of THT)

2.3.2 Sejarah

Penyakit ini pertama kali digambarkan oleh Von Hebra (1870).

Milkulitz menemukan sel-sel yang dianggap khas untuk penyakit ini dan Von Frisch

menemukan basil jenis Klebsiella yang dianggap sebagai penyebab penyakit ini.

Infeksi biasanya dimulai dari bagian anterior hidung sebagai plak submukosa yang

lembut, meluas secara bertahap menjadi bodul padat yang tidak sensitive, dan dalam

beberapa tahun akan mengisi dan menyumbat hidung. Bila tidak diterapi akan meluas

ke bibir atas dan hidung bawah sehingga menimbulkan deformitas yang luas.

(medscape rhinoscleroma, oxford)

2.3.3 Epidemiologi

Rinoskleroma adalah penyakit granulomatosa hidung yang endemik di

Eropa Selatan dan Tengah dan beberapa daerah Asia. Walaupun sebelumnya jarang

Page 14: Rhinoscleroma Paper

ditemukan di Amerika Serikat, namun insiden rinoskleroma telah meningkat di

daerah Barat dan Barat Daya. (BOIES) Kelainan ini banyak ditemukan di Eropa

Tengah dan Tenggara, Afrika Utara, Amerika Tengah dan Selatan, India, Pakistan,

serta Indonesia dengan daerah endemik : Sumatera Utara, Sulawesi Utara dan Bali. .

((penatalaksanaaan penyakit dan kelainan THT, THT UI, DermNet NZ, Text book of

THT)

Penyakit ini dapat dijumpai pada semua umur dan pada kedua jenis

kelamin dengan pebandingan yang kurang lebih sama. .((penatalaksanaaan penyakit

dan kelainan THT) Penyakit ini terbentuk karena terhirup droplet atau bahan yang

terkontaminasi dan muncul pada usia 10 – 30 tahun. (DermNet NZ, wikipedia)

2.3.4 Etiologi

Penyakit ini merupakan penyakit granulomatosa kronik pada hidung

yang disebabkan Klebsiella rhinoscleromatis. (THT UI) Klebsiella adalah sebuah

genus gram negatif yang dapat mengubah tempat, gram negatif bentuk batang.

Klebsiella pneumonia pertama kali ditemukan oleh Carl Friedlander. Carl Friedlander

adalah patologis dan mikrobiologis dari Jerman yang membantu penemuan bakteri

penyebab pneumonia pada tahun 1882. (Teenoz, johns Hopkins microbiology,)

Klasifikasi Klebsiella

Kingdom : Bacteria

Phylum : Proteobacteria

Class : Gamma Proteobacteria

Orde : Enterobacteriales

Family : Enterobacteriaceae

Genus : Klebsiella

Species : Klebsiella pneumonia

Page 15: Rhinoscleroma Paper

Klebsiella ozaenae

Gambar bakteri Klebsiella (teenoz)

Bakteri Klebsiella terdapat di mana- mana. Koloninya bisa ditemukan di kulit,

kerongkongan, ataupun saluran pencernaan. Sebenarnya, bakteri golongan ini

mungkin saja ada sebagai flora alami ‘penghuni” usus besar dan kecil. Adapun

pergerakan bakteri ini ke organ lain dikaitkan dengan lemahnya daya tahan penderita.

(teenoz)

2.3.5 Patofisiologi

Gangguan yang disebabkan oleh Klebsiella rhinoscleromatis ini

terutama melibatkan hidung namun kemudian dapat meluas ke daerah pernapaasan

atas termasuk laring. Penyakit berjalan lambat, dimulai sebagai reaksi radang akut

dini dengan rinore purulen yang berbau busuk. Selanjutnya terbentuk krusta hidung

dan nodula-nodula keras, tumbuh lambat dan tidak peka, yang akhirnya dapat

menyumbat hidung. Hidung bawah dan bibir atas menjadi menonjol bila tidak

diobati, menimbulkan deformitas yang luas. (BOIES)

Penyakit rinoskleroma adalah penyakit radang menahun

granulomatosa dari submukosa dengan gambaran histopatologis yang khas, berupa

Page 16: Rhinoscleroma Paper

hiperplasi dan hipertrofi epitel permukaan, jaringan ikat di bawah epitel berbentuk

trabekula dan di infiltrasi oleh sel-sel besar dengan vakuola pada sitoplasma. Sel-sel

ini mempunyai inti di tepi dan di dalam vakuola terdapat banyak basil berbentuk

batang yang kemudian dikenal sebagai basil dari Von Frisch. Disamping itu terdapat

pula sebukan sel-sel plasma, limfosit dan histiosit. Sel-sel besar dengan vakuola dan

basil-basil tersebut kemudian dikenal dengan sel-sel dari Mikulicz. Sel-sel ini

menurur Fischer dan Hoffman penting dalam menegakkan diagnosis penyakit

rinoskleroma. (histopatology india)

2.3.6 Stadium

Secara histopatologis penyakit ini terdiri dari tiga stadium, yang

menunjukkan gambaran khas adalah stadium granulomatosa : (histopatology india,

johns Hopkins microbiology, Medscape rhinoscleroma workup)

Stadium kataral / atropik

Metaplasi skuamos dan infiltrasi subepitel nonspesifik dari sel PMN dengan

jaringan granulasi

Stadium granulomatosa

Gambaran diagnostic ditemukan pada stadium ini berupa sel radang kronik,

Russel body, hiperplasi pseudo epiteliomatosa, histiosit besar bervakuola yang

mengandung Klebsiella Rhinoscleromatis (Mikulicz sel).

Stadium Sklerotik

Fibrosis yang luas, yang menyebabkan stenosis dan kelainan bentuk.

2.3.7 Gejala Klinik

Perjalanan penyakitnya terjadi dalam 3 tahap, yaitu : (THT UI,

DermNet NZ, Penatalaksanaan penyakit dan kelainan THT, CURRENT, Text book

of THT)

1. Tahap Kataral atau Atrofi

Page 17: Rhinoscleroma Paper

Terjadi perubahan pada dasar hidung, septum dan konka yang menyerupai

rhinitis atrofi yaitu terbentuk krusta disertai ingus yang berbau busuk.

Dapat berlangsung berbulan-bulan dan biasanya belum terdiagnosis.

2. Tahap Granulomatosa

Mukosa hidung membentuk massa peradangan terdiri dari jaringan ikat,

membentuk jaringan granulasi atau seperti polip. Dapat menyebabkan

destruksi tulang dan tulang rawan sehingga menyebabkan deformitas

puncak hidung dan septum, dan bisa menyebabkan epistaksis. Jaringan

ikat ini sering meluas keluar dari nares anterior atau ke sinus paranasal,

nasofaring, faring atau saluran napas bawah. Timbul jaringan granulasi

yang membentuk nodul non-ulseratif yang berwarna kemerahan dan

kenyal, lama-kelamaan berubah menjadi lebih pucat dank eras. Tahap ini

berlangsung berbulan-bulan atau bertahun

3. Tahap Sklerotik atau Sikatriks

Terjadi pergantian jaringan granulasi menjadi fibrotik dan sklerotik yang

dapat menyebabkan penyempitan saluran napas. Terjadi adhesi dan

stenosis sehingga dapat menyebabkan peubahan bentuk hidung.

Kelainannya dapat meluas ke sinus maksila, sakus lakrimalis, nasofaring,

palatum durum, trakea dan bronkus utama. Penyebaran ke kelenjar getah

bening sangat jarang. Kerusakan tulang yang luas mungkin terjadi dan

meskipun jarang, penyakit ini dapat berubah menjadi ganas. Pada satu

pasien ketiga tahap itu mungkin dapat ditemukan bersamaan.

Gambaran rinoskleroma (NEJM)

Page 18: Rhinoscleroma Paper

2.3.8 Diagnosis

Diagnosis rinoskleroma mudah ditegakkan di daerah endemis, tapi di

tempat non endemis perlu diagnosis banding dengan penyakit granulomatous lain.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis, pemeriksaan bakteriologik dan

gambaran histopatologi yang sangat khas dengan adanya sel-sel Mikulicz. (THT UI,

BOIES) Pada pemeriksaan patologi specimen yang memperlihatkan sel Mikulicz

yang khas dan bakteri berbentuk batang dalam sitoplasma. Juga ditemukan

granuloma dan fibrosis.(BOIES)

Gambar . Gambara histopatologi dari rhinoscleroma (Wikipedia)

Diagnosis dapat ditegakkan dengan : (DermNet NZ, histopatologi india,

NEJM, penatalaksanaan penyakit dan kelainan THT)

1. Pemeriksaan histopatologi

Ditemukan jaringan granulasi submukosa dan yang karakteristik

adalah ditemukannya sel plasma, limfosit, eusinofil dan diantaranya

tersebar sel-sel Mikulicz yaitu sel-sel yang besar, intinya di tengah dan

sitoplasmanya mempunyai vakuol yang berisi basil Frisch. Juga

didapati Russel bodies yang berasal dari sel plasma. Klebsiella

Page 19: Rhinoscleroma Paper

rhinoscleromatis dapat ditemukan pada 50-60% kasus, dengan

menggunakan blood agar atau Mc Conkey agar

2. Pemeriksaan bakteriologik

Dengan menemukan kumsn penyebab dari biakan bahan biopsy.

Organisme juga dapat dilihat dibawah mikroskop dengan

menggunakan Gram, Giemsa, dan pewarnaan silver

3. Pemeriksaan Serologis

Dengan tes pengikatan komplemen (complemen fixation test)

berdasarkan reaksi serum penderita dengan suspense kuman Klebsiella

rhinoscleromatis.

2.3.9 Diagnosis Banding (Medscape rhinoscleroma DD, histopatology india,

Text book of THT, wikipedia

- Actinomycosis

- Leishmaniasis

- Leprosy

- Tuberkulosa

- Syphilis

- Wegener Granulomatosis

- Verrucous Carcinoma

- Basal Cell Carcinoma

2.3.10 Penatalaksanaan

Penatalaksanaannya mencakup terapi anti biotik jangka panjang serta

tindakan bedah untuk obstruksi pernapasan. Antibiotik direkomendasikan antara lain

tetrasiklin, kloramfenikol, trimetoprim-sulfametoksazol, siprofloksasin, klindamisin

dan sefalosporin. Pemberian antibiotik paling kurang selama 4 minggu, ada yang

sampai berbulan-bulan. (THT UI, BOIES, Wikipedia, histopatology india, oxford,

Page 20: Rhinoscleroma Paper

Dermnet NZ, NEJM) Antibiotik yang bermanfaat adalah Streptomisin dan Tetrasiklin

dosis tinggi yang diberikan paling kurang selama 4-6 minggu dan dapat diteruskan

sampai 2 kali biakan dari bahan biopsy negatif, Streptomisin dapat diberikan 1 gram

perhari selama 28 hari. (penatalaksanaan penyakit dan kelainan THT, CURRENT,

Text book of THT)

Pembedahan diperlukan untuk mengangkat jaringan granulasi dan

sikatriks, Seringkali juga perlu dilakukan operasi plastik untuk memperbaiki jalan

napas atau deformitas. Tindakan bedah hanya diindikasikan untuk memperbaiki

jaringan parut berat yang terbentuk (THT UI, BOIES, histopatology india, DermNet

NZ, penatalaksanaan penyakit dan kelainan THT, Text book of THT)

2.3.11 Komplikasi (Wikipedia)

- Sepsis

- Perdarahan

- Obstruksi saluran napas atas

- Stenosis subglotis

- Asphyxia

2.3.12 Prognosis

Penyakit ini jarang bersifat fatal kecuali bila menyumbat saluran napas, tetapi

rekurensinya tinggi, terutama bila pengobatan tidak tuntas. (THT UI) 8 dari 11 pasien

tidak mengalami kekambuhan . Dan terdapat 3 lainnya mengalami kekambuhan

setelah dilakukan biopsy yang kedua kalinya . (Oxford) Tingkat kekambuhan juga

dapat tinggi karena organisme penyebab rinoskleroma dapat dorman. (CURRENT)

Kekambuhan dapat terjadi pada 25 % kasus setelah dilakukan terapi antibiotik dan

terapi pembedahan dalam 10 tahun. (Medscape Rhinoscleroma follow up,

Rhinoscleroma follow up)

Page 21: Rhinoscleroma Paper

DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi AA, Hadjat B, Iskandar N. Penatalaksanaan Penyakit dan

Kelainan Teinga Hidung Tenggorokan. 2003. Balai Penerbit FKUI.

Jakarta

2. Anonymous. Rhinoscleroma. Diunduh dari :

https://en.wikipedia.org/wiki/Rhinoscleroma

3. Soepardi EA. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok

Kepala & Leher. Edisi Keenam. 2009. Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia

4. Boies G, Daniel, Adam GL, Higler PA, Wijaya C, Effendi H, Santono

RAK, dkk. BOIES Buku Ajar Penyakit THT. Penerbit Buku Kedokteran

EGC. 1997. Jakarta

5. Gambar anatomi hidung bagian luar diunduh dari :

http://stat.ks.kidsklik.com/statics/files/

2013/12/1386251620582813881.jpg

6. Ballenger JJ. Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Jilid 1

Edisi 12. Binarupa Aksara. 1997. Jakarta Barat

7. Rukmini S, HErawati S. Teknik Pemeriksaan Telinga Hidung Tenggorok.

Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2005. Jakarta

8. Putz R, Pabst R. Atlas Anatomi Manusia Sobotta. Jilid Satu. Edisi 22.

Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2007. Jakarta

9. Gambar Sistem Pendarahan Hidung diunduh dari :

http://idai.or.id/wp-content/uploads/2015/04/antm-hdg-1.jpg

10. Guyton, Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Penerbit Buku

Kedokteran EGC. 2008. Jakarta

Page 22: Rhinoscleroma Paper

11. Schwart. Rhinoscleroma. Diunduh dari :

http://emedicine.medscape.com/article/1055113-overview

12. Maqbool M. Textbook of Ear Nose and Throat Disease. EDisi 9. 2001.

Jitender P Vij. India

13. Ovetchkine P. Rodriguez D. Grant A. Puel A. Bustamante J. etc.

Rhinoscleroma : A Franch National Retrospective Study of

Epidemiological and Clinical Features. Diunduh dari :

http://cid.oxfordjournals.org/content/47/11/1396.full

14. Dermnet NZ. Rhinoscleroma. Diunduh dari :

http://www.dermnetnz.org/bacterial/rhinoscleroma.html

15. Anonymous. Identifikasi Klebsiella. Diunduh dari :

http://teenozhealthanalyst.blogspot.co.id/2012/03/identifikasi-

klebsiella.html

16. Baisden B. The Johns Hopkins Microbiology Newsletter. Diunduh dari :

17. Roy S. Pathology of Rhinoscleroma. Diunduh dari :

http://www.histopathology-india.net/Rhinoscleroma.htm

18. Stone CK, Humphries R. Current Emergency Diagnosis & Treatment.

Fifth Edition. Lange Medical Books/McGraw-Hill. 2005. Texas

19. Cazares JP. Rhinoscleroma. Diunduh dari :

http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/NEJMicm1411602