responsi fed fai

31
RESPONSI ERUPSI OBAT TIPE MAKULOPAPULAR E/C SUSP. OBAT ANTI TUBERKULOSIS Oleh : JINAN FAIRUZ ANINDIKA RAKHMAT G99141172 Pembimbing : dr. Arie Kusumawardhani, SpKK

Upload: jinan-fairuz-anindika-r

Post on 11-Dec-2015

239 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

h

TRANSCRIPT

Page 1: Responsi FED FAI

RESPONSI

ERUPSI OBAT TIPE MAKULOPAPULAR E/C SUSP.

OBAT ANTI TUBERKULOSIS

Oleh :

JINAN FAIRUZ ANINDIKA RAKHMAT

G99141172

Pembimbing :

dr. Arie Kusumawardhani, SpKK

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI

SURAKARTA

2015

Page 2: Responsi FED FAI

STATUS RESPONSI

ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

Pembimbing : dr. Arie Kusumawardhani, SpKK

Nama : Jinan Fairuz Anindika Rakhmat

NIM : G99141172

ERUPSI OBAT

A. DEFINISI

Erupsi obat alergik atau allergic drug eruption ialah reaksi alergik pada

kulit atau daerah mukokutan yang terjadi sebagai akibat pemberian obat yang

biasanya sistemik. Obat masuk ke dalam tubuh secara sistemik, dapat melalui

mulut, hidung, telinga, vagina, suntikan atau infus. Juga dapat sebagai obat

kumur, obat mata, tapal gigi dan obat topical. Obat adalah zat yang dipakai

untuk menegakkan diagnosis, profilaksis, dan pengobatan. Pemberian obat

secara topikal dapat pula menyebabkan alergi sistemik, akibat penyerapan

obat oleh kulit.1

Obat semakin lama makin banyak digunakan oleh masyarakat, sehingga

reaksi terhadap obat juga meningkat yaitu reaksi simpang obat (adverse drug

reaction) atau RSO. Salah satu bentuk RSO adalah reaksi obat alergik

(ROA). Manifestasi reaksi obat pada kulit disebut erupsi obat alergik (EOA). 1

Konsekuensi dari penggunaan obat-obatan tersebut adalah peningkatan

morbiditas dan mortalitas secara signifikan. Satu macam obat dapat

menyebabkan lebih dari satu jenis erupsi, sedangkan satu jenis erupsi dapat

disebabkan oleh bermacam-macam obat. 1

Erupsi Obat dapat berkisar antara erupsi ringan sampai erupsi berat yang

mengancam jiwa manusia. Reaksi obat dapat terjadi hanya pada kulit ataupun

pada kelainan sistemik, seperti Sindrom Hipersensitivitas Obat (Drug

Hypersensitivity Syndrome) atau Toxic Epidermal Necrolysis. 2

2

Page 3: Responsi FED FAI

B. ERUPSI OBAT IMUNOLOGIK

Erupsi obat alergik merupakan alergi terhadap obat yang terjadi melalui

mekanisme imunologik.1,2 Hal ini terjadi pada pemberian obat kepada

penderita yang sudah mempunyai hipersensitivitas terhadap obat tersebut.

Terjadi reaksi hipersensitivitas karena obat harus dimetabolisme terlebih

dahulu menjadi produk yang secara kimia sifatnya reaktif.1

Terdapat 2 langkah untuk terjadinya hal ini yaitu:

1. Reaksi fase I : reaksi oksidasi reduksi

Reaksi oksidasi reduksi melibatkan enzim sitokin P450, prostaglandin

sintetase dan peroksidase jaringan.

2. Reaksi fase II : reaksi konjugasi

Reaksi fase II diperantarai oleh enzim, misalnya hidrosilase, glutation-S-

transferase (GST), dan N-asetyl-transferase (NAT).

Secara umum terdapat 4 tipe reaksi imunologik yang dikemukakan oleh

Coomb dan Gell.1

1. Tipe I (reaksi cepat, reaksi anafilaktik)

Pajanan pertama kali terhadap obat tidak menimbulkan reaksi merugikan.

Terjadi pembentukan antibodi IgE yang mempunyai afinitas tinggi

terhadap mastosit dan basofil. Pada pemberian obat yang sama, antigen

menimbulkan perubahan berupa degranulasi sel mas dan basofil dengan

dilepaskannya bermacam-macam mediator, antara lain histamin, serotonin,

bradikinin, heparin, dan SRSA. Mediator-mediator ini mengakibatkan

bermacam-macam efek antara lain urtikaria dan angioedema.

2. Tipe II (reaksi sitostatik)

Gabungan antara obat-antibodi-komplemen terfiksasi pada sel sasaran.

Sebagai sel sasaran ialah berbagai macam sel biasanya eritrosit, leukosit,

trombosit, yang mengakibatkan lisis sel, sehingga reaksi ini disebut reaksi

sitolisis atau sitotoksik. Bila sel sasarannya adalah trombosit maka akan

timbul purpura. Obat yang biasanya menyebabkan reaksi ini adalah

penisilin, sefalosporin, streptomisin, sulfonamid, dan isoniazid.

3

Page 4: Responsi FED FAI

3. Tipe III (reaksi kompleks imun)

Reaksi ini ditandai dengan pembentukan kompleks antigen, antibodi (IgG

dan IgM) dalam sirkulasi darah atau jaringan dan mengaktifkan

komplemen. Komplemen yang diaktifkan kemudian melepaskan berbagai

mediator di antaranya enzim-enzim yang dapat merusak jaringan.

Kompleks imun akan beredar dalam sirkulasi dan kemudian di deposit

pada sel sasaran. Contohnya ialah penisilin, eritromisin, sulfonamid,

salisilat, dan isoniazid

4. Tipe IV (reaksi alergik selular tipe lambat)

Reaksi ini melibatkan limfosit, APC dan sel Langerhans yang

mempresentasi antigen kepada limfosit T. Limfosit T yang tersensitasi

mengadakan reaksi dengan antigen. Reaksi ini disebut reaksi tipe lambat

yaitu terjadi 12-48 jam setelah pajanan terhadap antigen menyebabkan

pelepasan serangkaian limfokin.

Meskipun reaksi hipersensitivitas diketahui sebagai penyebab erupsi obat,

tetapi patogenesis yang detail belum diketahui.2

Tabel 1. Tipe reaksi dan contoh obat penyebab erupsi obat

Tipe reaksi Patogenesis Contoh obat penyebab Gambaran klinis

Tipe I IgE-mediated Penisilin Urtikaria/angioedema

kulit/mukosa, syok

anafilaktik

Tipe II Obat + antibodi sitotoksik

menyebabkan lisis sel seperti

platelet atau leukosit

Penisilin, sulfonamid,

kuinidin, isoniazid

Ptechie karena purpura

trombositopeni

Tipe III Penggabungan IgG dan IgM

dengan obat. Kompleks imun

yang terdapat dalam sirkulasi

darah akan mengaktivasi

komplemen dan terjadi

perekrutan granulosit,

Imunoglobulin,

antibiotik

Vaskulitis, urtikaria

Tipe IV Sel limfosit T yang telah

tersensitisasi akan bereaksi

Sulfametoksazol,

antikejang, allopurinol

Reaksi eksantema/

morbiliformis, FDE,

4

Page 5: Responsi FED FAI

dengan obat dan melepaskan

sitokin yang menyebabkan

respon inflamasi

Stevens-Johnson

syndrome, toxic

epidermal necrolysis

Sumber : Donna Fixed Drug Eruption repository USU, 2009s

C. ERUPSI OBAT NON IMUNOLOGIK2

Erupsi obat tanpa mekanisme imunologi dapat terjadi pada tiap orang,

terlepas apakah seseorang telah tersensitisasi sebelumnya atau belum.

Patogenesis erupsi obat dapat juga diklasifikasikan secara farmakokinetik.

1. Efek farmakologi

Reaksi erupsi obat dapat terjadi akibat aksi farmakologi obat. Contoh:

rambut rontok akibat obat anti kanker, pengelupasan kulit pada telapak

tangan dan kaki akibat retinoid

2. Akumulasi

Obat terakumulasi pada kulit dan membran mukosa akibat penggunaan

jangka lama. Contoh: melanoderma arsenik dan argyria

3. Interaksi Antar Obat

Satu obat dapat menghambat metabolisme obat lain, atau dapat

mempengaruhi ikatan protein, menyebabkan gejala sama seperti pada

overdosis obat.

4. Kondisi spesifik pasien

Kekurangan enzim secara genetik mungkin menyebabkan reaksi obat

D. BENTUK ERUPSI OBAT

Bentuk erupsi kulit dapat berupa eksantema, urtikaria, bula, dan pustul.5,6

1. Erupsi makulapapular/morbiliformis/eksantematosa

Erupsi eksantematosa merupakan reaksi hipersensitivitas terhadap

obat yang diberikan per oral atau injeksi dengan ciri erupsi kulit yang

menyerupai eksantem campak.5,6 Erupsi jenis ini merupakan jenis erupsi

yang sering dijumpai dan disebabkan oleh ampisilin, NSAID, sulfonamid,

dan tetrasiklin.1, 4, 5, 6

5

Page 6: Responsi FED FAI

Gambar 1. Erupsi obat eksantema. Makula dan papula eritem yang

konfluens pada badan, dan diskret pada ekstremitas.

Seringkali terdapat erupsi generalisata dan simetris terdiri atas

eritema, dan selalu ada gejala pruritus.1,5, 6Erupsi dimulai dari badan dan

menyebar ke tepi dan simetris.3 Kadang-kadang ada demam, malaise, dan

nyeri sendi.1

Onset terbagi menjadi 2 yaitu onset cepat dan onset lambat. Onset

cepat terjadi 2-3 hari setelah pemberian obat pada orang yang telah

tersensitisasi sebelumnya. Sedangkan pada onset lambat terjadi sensitisasi

selama atau setelah penghentian obat. Puncak insidensi terjadi pada hari ke

sembilan setelah pemberian obat.4 Resolusi ditandai dengan berubahnya

warna bata menjadi merah kecoklatan yang diikuti dengan deskuamasi.5

2. Urtikaria dan angioedema

Urtikaria ditandai secara klinis oleh urtika dengan daerah

pembengkakan yang luas yang melibatkan dermis dan jaringan subkutan

(angioedema). Dalam beberapa kasus, urtikaria kulit/angioedema dikaitkan

dengan anafilaksis sistemik, yang bermanifestasi pada gangguan

pernapasan, kolaps pembuluh darah, dan/atau shock.4

6

Page 7: Responsi FED FAI

Gambar 2. Urtikaria pada wajah, leher, dan badan. Angioedema pada

regio periorbita.

Keluhan umumnya gatal dan panas pada tempat lesi. Biasanya

timbul mendadak dan hilang perlahan-lahan dalam 24 jam. Urtikaria dapat

disertai demam, dan gejala-gejala umum, misalnya malaise, nyeri kepala,

dan vertigo.1

Pada angioedema, membrana mukosa orofaring dan orbita

membengkak. Jiak berat, fungsi pernafasan dan menelan terganggu.

Angioedema juga biasanya terjadi pada bibir, kelopak mata, genitalia

eksterna, tangan dan kaki. Angioedema biasanya terjadi unilateral dan

tidak gatal. Timbul 1 hingga 2 jam atau dapat menetap hingga 2-5 hari.5

Urtikaria dan angioedema yang diperantarai IgEseringkali

disebabkan oleh antibiotik, khususnya penisilin, bahan kontras radiologi

dan zat anestetik. Sementara NSAID, ACE-I, opiat dapat menyebabkan

urtikaria dan angioedema, tapi tidak diperantarai oleh IgE.

3. Fixed Drug Eruption

FDE merupakan salah satu erupsi kulit yang sering dijumpai. FDE timbul

berkali-kali pada tempat yang sama setiap kali obat yang sama diberikan.2,4

7

Page 8: Responsi FED FAI

Kelainan ini umumnya berupa patch eritema dan vesikel berbentuk bulat

lonjong dan biasanya numular. Kemudian meninggalkan bercak

hiperpigmentasi yang lama baru hilang, bahkan sering menetap.1 Onsetnya

30 menit hingga 8-16 jam setelah minum obat pada orang yang telah

tersensitisasi.5,6

Gambar 3. Fixed Drug Erupsion: Tetrasiklin. Plak eritem dengan 3 lesi

satelit

Tempat predileksinya di mukokutan junction2 yaitu di sekitar mulut, di

daerah bibir, dan daerah penis pada laki-laki sehingga sering disangka

penyakit kelamin karena berupa erosi yang kadang-kadang cukup luas

disertai eritema dan rasa panas setempat.1FDEdisebabkan oleh aktivasi

limfosit T sitotoksik di lapisan basal oleh obat-obatan.Obat penyebab yang

sering ialah NSAID, tetrasiklin, sulfonamid, barbiturat, trimetoprim, dan

analgesik. Tes provokasi pada obat yang dicurigai dapat menegakkan

diagnosis. Patch test pada tempat lesi akan menghasilkan respon positif

43%. Pada prick test menghasilkan respon positif 24%.5,6

4. Eritroderma (dermatitis eksfoliativa)

Eritroderma adalah terdapatnya eritema universal yang biasanya disertai

skuama. Pada eritroderma karena alergi obat terlihat eritema tanpa

8

Page 9: Responsi FED FAI

skuama; skuama baru timbul pada stadium penyembuhan. Obat yang biasa

menyebabkannya ialah sulfonamid, penisilin, dan fenilbutazon.1

5. Purpura

Erupsi purpura dapat terjadi sebagai ekspresi tunggal alergi obat. Biasanya

simetris serta muncul di sekitar kaki, termasuk pergelangan kaki atau

tungkai bawah. Erupsi berupa bercak sirkumskrip berwarna merah

kecoklatan dan disertai rasa gatal.1

6. Vaskulitis

Vaskulitis adalah radang pada pembuluh darah. Kelainan kulit dapat

berupa adanya makula dan papul eritematosa yang akan menjadi nyeri dan

terbentuk purpura. Juga dapat terbentuk bula dan nekrosis. Biasanya

distribusi simetris pada ekstremitas bawah dan daerah sakrum. Vaskulitis

biasanya disertai demam, mialgia, dan anoreksia. Obat penyebabnya ialah

penisilin, sulfonamid, NSAID, antidepresan, dan antiaritmia.1

Gambar 4. Vaskulitis kutaneus ditandai dengan macula dan papul pada

daerah bawah seperti extremitas bawah, biasa nyeri dan timbul purpura

7. Reaksi fotoalergik

Gambaran klinis reaksi foto alergi sama dengan dermatitis kontak alergi,

lokasinya pada tempat yang terpajan sinar matahari. Kemudian kelainan

dapat meluas ke daerah yang tidak terpajan sinar matahari.

Obat yang dapat menyebabkan fotoalergik adalah fenotiazin, sulfonamid,

NSAID, dan griseofulvin.1

9

Page 10: Responsi FED FAI

8. Pustulosis eksantematosa generalisata akut

Penyakit ini jarang terjadi. Kelainan kulit berupa pustul-pustul miliar

nonfolikular yang timbul pada kulit yang eritematosa dapat disertai

purpura dan lesi menyerupai lesi target. Kelainan kulit timbul pada waktu

demam tinggi (>38°C), dan pustul-pustul tersebut cepat menghilang

sebelum 7 hari yang kemudian diikuti deskuamasi selama beberapa hari.1

9. Eritema Multiforme

Eritema multiforme merupakan erupsi mendadak dan rekuren pada

kulit dan kadang-kadang pada selaput lendir dengan gambaran bermacam-

macam spektrum dan gambaran khas bentuk iris (target lesion).1

Eritema multiforme diklasifikasikan menjadi dua yaitu minor dan

mayor. Eritema multiforme minor, jika kelainan pada kulit atau kulit dan

mukosa tanpa gangguan sistemik. Eritema multiforme mayor (Sindrom

Stevens-Johnson), jika disertai gangguan sistemik.

Penyebab pasti belum diketahui. Faktor penyebabnya antara lain

alergi terhadap obat sistemik, peradangan oleh bakteri atau virus tertentu,

rangsangan fisik, faktor endokrin, dan penyakit keganasan.

Gambar 5. Target lession (kiri). Eritema multiforme (kanan).

Penyakit timbulnya mendadak, biasanya tanpa gejala prodromal.

Mula-mula timbul makula yang kemudian menjadi papul eritematosa.

Makula atau papul ini akan meluas secara lambat dalam waktu 24-48 jam

dengan diameter sampai 1-2cm. Bagian tengah warnanya menjadi pucat

10

Page 11: Responsi FED FAI

atau purpurik sedangkan bagian tepinya tetap merah terang, sehingga

membentuk lesi yang khas berupa lesi iris atau target, yang umumnya

asimptomatik. Kadang bagian tengahnya menjadi bula dan bagian tepinya

berupa cincin yang terdiri atas vesikel sehingga terbentuk lesi berupa

herpes iris.Lesi biasanya mulai dari tangan dan lengan, kemudian

menyebar secara simetris ke tempat lain, yaitu extremitas bagian distal,

extensor, telapak tangan dan kaki, dan lain-lain.1

10. Sindrom Stevens-Johnson

Sindrom Stevens-Johnson (SJS) adalah sindrom yang mengenai kulit,

selaput lendir orificium, dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari

ringan sampai berat.1

Penyebab utama adalah alergi obat. Etiologi obat yang utama

disangka ialah alergi obat, antara lain penisilin dan semisintetiknya,

sulfonamid, tetrasiklin, antipiretik/analgesik (pirazolon, metamizol,

metampiron, parasetamol), klorpromazin, karbamazepin dan streptomisin.

Sindrom Stevens-Johnson umumnya terdapat pada anak dan dewasa,

jarang pada usia 3 tahun ke bawah. Awitan penyakit akut. Keadaan umum

pasien bervariasi dari ringan sampai berat. Biasanya disertai gejala

prodromal malaise dan demam. Pada SJS ini terlihat trias kelainan berupa:

kelainan kulit, kelainan selaput lendir di orificium, dan kelainan mata.1

Gambar 6. Sindrom Steven-Johnson

11

Page 12: Responsi FED FAI

Kelainan kulit terdiri atas eritema, vesikel, dan bula. Kelainan selaput

lendir di orificium terjadi pada mukosa mulut, lubang alat genital, lubang

hidung, dan anus. Kelainannya berupa vesikel dan bula yang cepat pecah

hingga menjadi erosi dan ekskoriasi serta krusta kehitaman. Dapat juga

terbentuk psudomembran. Sedangkan kelainan pada mata yang tersering

adalah konjungtivitis kataralis.1

Komplikasi dari SJS yang tersering adalah bronkopneumonia (16%)

yang dapat menyebaban kematian. Sealin itu juga sepsis, kehilangan

cairan, gangguan elektrolit dan syok.

11. Nekrolisis Epidermal Toksik (TEN)

Nekrolisis epidermal toksik (TEN) atau sindrom Lyell merupakan

penyakit yang akut dan berat, yang ditandai dengan epidermolisis yang

luas disertai eritema, vesikel, bula, erosi, dan purpura.1

Etiologi TEN sama dengan SJS. Gambaran klinis TEN dimulai secara

akut dengan gejala prodromal. Pasien nampak sakit berat dengan demam

tinggi, kesadaran menurun. Kelainan kulit mulai dengan eritema

generalisata kemudian timbul banyak vesikel dan bula, dapat pula disertai

purpura. Lesi pada kulit dapat disertai lesi pada bibir dan selaput lendir

mulut berupa erosi, ekskoriasi, dan perdarahan sehingga terbentuk krusta

berwarna merah hitam pada bibir. Pada TEN yang penting ialah terjadinya

epidermolisis, yaitu epidermis terlepas dari dasarnya yang kemudian

menyeluruh. Adanya epidermolisis menyebabkan tanda Nikolsky positif

pada kulit, yaitu jika kulit ditekan dan digeser makan kulit akan

terkelupas.1

12

Page 13: Responsi FED FAI

Gambar 7. Nekrolisis epidermal toksik

E. DIAGNOSIS

Diagnosis erupsi obat berdasarkan:1

1. Anamnesis yang teliti mengenai:

a. Obat-obat yang didapat, konsumsi jamu

b. Kelainan yang timbul secara akut atau dapat juga beberapa hari sesudah

masuknya obat

c. Rasa gatal yang dapat disertai demam yang biasanya subfebril

2. Pemeriksaan klinis pada kulit ditemukan

a. Distribusi menyebar dan simetris atau setempat

b. Bentuk kelainan yang timbul, eritema, urtikaria, purpura, eksantema,

papul, eritrodermia, eritema nodusum

Jika erupsi terjadi dicurigai karena reaksi erupsi obat maka dapat

dilakukan skin test atau patch test.2

3. Pemeriksaan Sensitivitas

a. Uji tempel (patch test)

Uji tempel bertujuan untuk mencari faktor risiko dan pencetus.

Syarat yang perlu dipenuhi adalah lesi kelainan tenang (tidak dalam

keadaan erupsi), tidak mengkonsumsi imunosupresan sistemik 3 hari

sebelum tes, alergen yang akan digunakan perlu pengenceran 1/1000,

1/100 atau 1/10. Alergen tes tempel ditempel pada punggung dan diberi

perekat tambahan. Uji ini dievaluasi setelah 48, 72, 96 jam.8

13

Page 14: Responsi FED FAI

b. Uji tusuk (prick/scrath test)

Uji tempel bertujuan untuk mencari faktor risiko dan pencetus

alergi dengan cara menusukan bahan yang dicurigai. Syarat yang perlu

dipenuhi adalah lesi kelainan tenang (tidak dalam keadaan erupsi), tidak

mengkonsumsi imunosupresan sistemik 3 hari sebelum tes, alergen

yang akan digunakan adalah alergen standar.8

c. Uji provokasi (exposure test)

Uji provokasi oral merupakan salah satu uji yang paling mudah

digunakan untuk memastikan penyebab. Uji ini bertujuan untuk

mencetuskan tanda dan gejala klinis yang lebih ringan dengan

pemberian obat dosis kecil biasanya 1/10 dari obat penyebab sudah

cukup untuk memprovokasi reaksi dan provokasi biasanya sudah

muncul dalam beberapa jam. Karena risiko yang ditimbulkannya maka

uji ini harus dilakukan dibawah pengawasan petugas medis yang

terlatih8.

4. Pemeriksaan Histopatologi

Diskeratosis dan nekrotik keratinosit dalam epidermis merupakan

gambaran yang menonjol. Pada peristiwa ini, infiltrasi limfositik dapat

mengaburkan dermoepidermal junction. Spongiosis, edema dermal,

eosinofil, neutrofil kadang-kadang tampak. Inkontinensia pigmen dalam

papiler dermis merupakan gambaran khas dan mungkin satu-satunya

gambaran yang tampak berupalesi non-inflamasi. Lesi kronis atau tidak

aktif menunjukkan akantosis ringan, hiperkeratosis, dan beberapa sel

inflamasi.6

F. PENATALAKSANAAN

Hal yang penting adalah menghindari obat tersangka (apabila telah dapat

dipastikan). Dianjurkan juga untuk menghindari obat yang mempunyai

struktur kimia mirip dengan obat tersangka (satu golongan).1

1. Pengobatan sistemik

a. Kortikosteroid

14

Page 15: Responsi FED FAI

Diberikan prednison 3 x 10 mg

b. Antihistamin

Antihistamin diberikan jika terdapat rasa gatal.

2. Pengobatan Topikal1

Pengobatan topikal tergantung pada keadaan kulit, apakah kering

atau basah, Kalau keadaan kering, seperti pada eritema dan urtikaria, dapat

diberikan bedak. Contohnya adalah bedak salisilat 2% ditambah dengan

obat antipruritus, misalnya mentol ½ - 1% untuk mengurangi rasa gatal.

Kalau keadaan basah seperti dermatitis medikamentosa, perlu digunakan

kompres, misalnya kompres larutan asam salisilat 1‰.

Pada bentuk purpura dan eritema nodusum tidak diperlukan

pengobatan topikal. Pada eritrodermia dengan kelainan berupa eritema

yang menyeluruh dan skuamasi dapat diberi salep lanolin 10%.

G. PROGNOSIS

Erupsi kulit karena obat akan menyembuh bila obat penyebabnya dapat

diketahui dan disingkirkan. Akan tetapi beberapa bentuk, misalnya

eritroderma dan kelainan berupa SJS dan TEN, prognosis menjadi buruk

bergantung pada luas kulit yang terkena.1

DAFTAR PUSTAKA

15

Page 16: Responsi FED FAI

1. Hamzah M. Erupsi obat alergik. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu

Penyakit Kulit dan Kelamin edisi ke-5. Jakarta : FKUI, 2008; hal: 154-157.

2. Shimizu H. Drug-Induced Skin Reactions and GVHD. In: Shimizu’s Textbook

of Dermatology. Jepang: Nakaya Shoten Publisher, 2007; pp: 126-132.

3. Kooken AR and Tomecki KJ. Drug Eruption. In: Current Clinical Medicine.

USA: Elsevier, 2010.

4. Wolff K, Johnson RA, and Suurmond D. Adverse Cutaneus Drug Reactions:

Introduction. In: Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical

Dermatology 5th edition. USA : The McGraw-Hill Companies, Inc, 2007.

5. Nugrohowati T. Alergi Obat pada Bayi dan Anak. Balai penerbit FK UI,

Jakarta: 2002; pp.19-28

6. Shear NH, Knowles SR, and Shapiro L. Cutaneus Reaction to Drugs. In:

Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ.

Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 7th edition. USA: The

McGraw-Hill Companies, Inc, 2008; pp: 355-362.

7. Svensson CK. Drug Eruptions. In: Gaspary AA, Tyring SK. Clinical and Basic

Immunodermatology. London: Springer, 2008; pp: 264-273.

8. Donna P. Fixed Drug Eruption. Medan: USU Repository; 2008

STATUS PENDERITA

16

Page 17: Responsi FED FAI

A. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Tn SN

Umur : 56 tahun

Jenis kelamin : Laki-Laki

Agama : Islam

Alamat : Mojosongo, Kentingan, Jebres

Pekerjaan : Supir rector ISI

Tanggal pemeriksaan : 13 Desember 2014

No. RM : 01238654

B. ANAMNESIS

1. Keluhan Utama :

Gatal di seluruh tubuh yang disertai bentol-bentol merah di badan

2. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien dating ke poli kulit dan kelamin RSDM dengan keluhan gatal

di seluruh tubuh yang dirasakan sejak 1 minggu SMR. Satu minggu yang

lali, pasien dating ke poli neuro untuk memeriksakan lidahnya yang mati

rasa. Dari poli neuro pasien mendapatkan tiga macam obat, yaitu capsul

ungu 1x1, ibuprofen+paracetamol 2x1, Melidox 1x1 yang berisi

Chlordiazepoxide HCL 5 mg dan Clidinium Bromide 2.5 mg. Setelah mulai

minum obat tersebut, pasien merasakan gatal di seluruh tubuh dan muncul

bentol bentol merah yang setelah mengempis meninggalkan bekas warna

merah di seluruh tubuh. Perasaan gatal dimulai dari ekstremitas superior

yang kemudian menjalar ke seluruh tubuh.

17

Page 18: Responsi FED FAI

Pada hari ketiga setelah gatal pertama muncul, pasien berobat ke

klinik ISI untuk menangani gatal tersebut. Pasien diberi dua macam tablet,

berwarna kuning dan putih yang masing-masing diminum sehari sekali.

Selama minum obat dari klinik ISI, pasien tidak merasakan gatal, tetapi

ruam ruam di tubuh pasien belum menghilang. Setelah obat dari klinik isi

habis, gatal kembali muncul dan ruam ruam merah masih terjadi.

Kemudian, pasien memutuskan untuk dating ke RSDM.

Pasien mengaku tidak merasakan demam. Pasien juga mengaku tidak

pernah mengalami kejadian yang sama sebelumnya.

3. Riwayat Penyakit Dahulu:

Riwayat kelainan serupa : disangkal

Riwayat alergi obat : disangkal

Riwayat alergi makanan : disangkal

Riwayat asma : disangkal

Riwayat DM : disangkal

4. Riwayat Penyakit Pada Keluarga:

Riwayat kelainan serupa : disangkal

Riwayat alergi : disangkal

Riwayat asma : disangkal

Riwayat DM : disangkal

5. Riwayat Kebiasaan

Pasien mandi 2 kali sehari dan memakai handuk sendiri dengan

sumber air PAM. Ganti pakaian 2x sehari dan pakaian dalam 2x sehari.

Pasien tidak pernah kontak dengan bahan-bahan tertentu dalam waktu lama

maupun bahan tertentu yang menyebabkan gatal-gatal.

18

Page 19: Responsi FED FAI

6. Riwayat sosial ekonomi

Pasien adalah pegawai di ISI Surakarta sebagai supir rector, sudah menikah,

dan memiliki 3 orang anak.

C. PEMERIKSAAN FISIK

1. Status Generalis

Keadaan Umum: compos mentis, gizi kesan cukup

1. Vital Sign Nadi : 89x/menit

Respirasi rate : 20x/menit

Suhu : 36,5oC

2. Kepala : mesochepal

3. Mata : dalam batas normal

4. Wajah : dalam batas normal

5. Mulut : dalam batas normal

6. Bibir : dalam batas normal

7. Leher : lihat status dermatologis

8. Punggung : lihat status dermatologis

9. Dada : lihat status dermatologis

10. Abdomen : lihat status dermatologis

11. Ekstremitas atas : lihat status dermatologis

12. Ekstremitas bawah : dalam batas normal

2. Status Dermatologis

Regio truncus anterior et posterior, abdomen, extremitas superior et inferior:

tampak macula papula eritema dengan multiple diskret sebagian konfluen

19

Page 20: Responsi FED FAI

Regio truncus posterior et extremitas superior

Regio truncus anterior et extremitas superior

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang

E. DIAGNOSIS BANDING

- Erupsi obat makulopapular e/c suspek

- Chlordiazepoxide HCL+ Cladinium Bromide

20

Page 21: Responsi FED FAI

- Capsul ungu

- Viral Eksantema

- Morbili

F. DIAGNOSIS KERJA

Erupsi obat tipe makulopapular

G. TERAPI

1. Non medikamentosa

- Penghentian obat yang diduga menyebabkan drug eruption

- Monitoring perkembangan lesi dan kemungkinan adanya lesi baru

2. Medikamentosa

- Metil prednisolon 3 x 8 mg

- Azitromisin 1 x 500 mg

- Cetirizine 1 x 10 mg pagi hari

- Caladine lotion

H. Plan

Control apabila setelah obat habis tetapi keluhan belum berkurang

I. PROGNOSIS

Ad vitam : bonam

Ad sanam : bonam

Ad fungsionam : bonam

Ad kosmetikam : bonam

21