preskas ortho fai

34
PRESENTASI KASUS BEDAH ORTHOPAEDI SEORANG LAKI-LAKI 42 TAHUN DENGAN CRUSH INJURY PEDIS (D) DAN EDH REGIO TEMPOROOCCIPITAL (D) Oleh : Jinan Fairuz Anindika Rakhmat G99141172 Pembimbing: dr. Udy Herunefi Hancoro, Sp. B., Sp. OT KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI 1

Upload: m-rama-anshorie

Post on 14-Apr-2016

236 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

aaa

TRANSCRIPT

Page 1: Preskas Ortho Fai

PRESENTASI KASUS BEDAH ORTHOPAEDI

SEORANG LAKI-LAKI 42 TAHUN DENGAN CRUSH INJURY PEDIS (D)

DAN EDH REGIO TEMPOROOCCIPITAL (D)

Oleh :

Jinan Fairuz Anindika Rakhmat

G99141172

Pembimbing:

dr. Udy Herunefi Hancoro, Sp. B., Sp. OT

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI

SURAKARTA

2016

1

Page 2: Preskas Ortho Fai

BAB I

STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. T

Umur : 42 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pekerjaan : Swasta

Alamat : Klaten, Jawa Tengah

MRS : 8 Februari 2016

No. RM : 013289xx

B. ANAMNESIS

1. Keluhan Utama

Kaki hancur dan kepala pusing setelah kecelakaan

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Satu jam SMRS saat pasien mengendarai sepeda motor, pasien

bertabrakan dengan pengendara sepeda motor lain dari arah yang

berlawanan. Pasien menggunakan helm standar. Posisi jatuh tidak

diketahui, pingsan (-), muntah (+), mual (-), kejang (-). Setelah kejadian,

pasien mengeluh nyeri pada kaki dan kepala. Kemudian oleh penolong

pasien dibawa ke RSDM.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

R. Sakit jantung/Hipertensi/DM: disangkal

R. Alergi makanan/obat : disangkal

R. Trauma sebelumnya : disangkal

R.Operasi : disangkal

R. Mondok : disangkal

2

Page 3: Preskas Ortho Fai

3

Page 4: Preskas Ortho Fai

4. Riwayat Penyakit Keluarga

R. Sakit jantung : disangkal

R. Hipertensi : disangkal

R. DM : disangkal

R. Asma : disangkal

5. Anamnesis Sistemik

Kepala : pusing (+), nyeri (+), jejas (+)

Mata : pandangan kabur (-/-), pucat (-/-), pandangan dobel (-/-)

Hidung : pilek (-), mimisan (-), hidung tersumbat (-)

Telinga : pendengaran kurang (-/-), keluar cairan (-/-), denging (-/-)

Mulut : mulut kering (-), bibir biru (-), sariawan (-), gusi berdarah

(-), bibir pecah-pecah (-)

Tenggorokan : sakit telan (-)

Respirasi : sesak (-), batuk (-), dahak (-), batuk darah (-), mengi (-)

Cardiovascular : nyeri dada (-), pingsan (-), kaki bengkak (-), keringat

dingin(-), lemas (-)

Gastrointestinal: mual (-), muntah (-),perut terasa panas (-), kembung (-),

sebah (-), muntah darah (-), BAB warna hitam (-), BAB

lendir darah (-), BAB sulit (-)

Genitourinaria : BAK warna gelap (-), nyeri saat BAK (-)

Muskuloskeletal: nyeri otot (-), nyeri sendi (-), bengkak sendi (-)

Ekstremitas : Atas : pucat (-/-), nyeri (-/-), bengkak (-/-),luka (-/-),

terasa dingin (-/-)

Bawah: pucat (-/-), nyeri (+/-), bengkak (+/-), luka (+/-)

terasa dingin (-/-)

C. PEMERIKSAAN FISIK

Primary Survey

a. Airway : Bebas

b. Breathing : I: Pengembangan dada kanan=kiri, Rr:20x/menit

P: krepitasi (-/-)

4

Page 5: Preskas Ortho Fai

P: sonor/sonor

A: SDV (+/+) ST (-/-)

c. Circulation : Tekanan darah : 120/80 mmHg, Nadi 84 x/menit

d. Disability : GCS E3V5M6, reflek cahaya (+/+), pupil isokor (3 mm/3

mm)

e. Exposure : suhu 36,0ºC, jejas lihat status lokalis

Secondary Survey

1. Keadaan Umum

- Keadaan umum : baik

- Derajatkesadaran : GCS E3V5M6

- Derajatgizi : gizi kesan cukup

2. Kulit

Kulit sawo matang

3. Kepala

Bentuk mesosefalvulnus appertum Regio Occipital ukuran 5 x 0,5 cm

permukaan tidak rata.

4. Mata

Oedema palpebra (-/-), konjungtiva anemis (-/-) , sklera ikterik (-/-),

refleks cahaya (+/+), pupil isokor (3mm/3mm)

5. Hidung

Napas cuping hidung (-), sekret (-/-), darah (-/-), deviasi (-/-)

6. Mulut

Mukosa basah (+), sianosis (-), pucat (-), kering (-)

7. Telinga

Daun telinga dalam batas normal, sekret (-)

8. Tenggorok

Uvula di tengah, mukosa pharing hiperemis (-), tonsil T1 - T1

9. Leher

Limfonodi tidak membesar, glandula thyroid tidak membesar, kaku kuduk

(-), gerak bebas, deviasi trakhea (-), terpasang collar brace

10. Toraks :

5

Page 6: Preskas Ortho Fai

Cor : Inspeksi : iktus kordis tidak tampak

Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat

Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar

Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)

Pulmo : Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri

Palpasi : Fremitus raba dada kanan = kiri

Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru

Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+)

Suara tambahan (-/-)

11. Abdomen

Inspeksi : Perut distended(-), jejas (-)

Palpasi : Supel

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus (+) normal

12. Ekstremitas

Akral dingin Edema Ikterik

13. Genital

Nyeri saat BAK (-)

14. Status Lokalis

- R. Manus (D) :

Look : vulnus apertum 1,3x0,5x0,5 cm

Feel : NVD (-), nyeri tekan (+)

Move : ROM wrist joint terbatas karena nyeri

- R. Femur (D) :

Look : vulnus apertum 2x4x0,5 cm, swelling (+), deformitas (+)

Feel : NVD (-), nyeri tekan (+)

Move : ROM femur terbatas karena nyeri

- R. Cruris (D)

Look : swelling (+), deformitas (+)

6

- -

- -

- -

- -

- -

- +

Page 7: Preskas Ortho Fai

Feel : NVD (-), nyeri tekan (+)

Move : ROM genu terbatas karena nyeri

- R. Pedis (D)

Look : bone exposed, swelling (+), deformitas (+), crush injury

Feel : NVD (-), nyeri tekan (+)

Move : ROM ankle terbatas karena nyeri

7

Page 8: Preskas Ortho Fai

D. ASSESMENT I :

1. Cedera Otak Ringan E3V5M6

2. CF Manus (D)

3. OF Femur (D)

4. OF Cruris (D)

5. OF Pedis (D)

E. PLANNING I :

1. O2 3 lpm

2. Infus NaCl 20 tpm

3. Injeksi Cefazolin 1 g / 12 jam

4. Injeksi Ranitidine 50 mg / 12 jam’

5. Injeksi Metamizol 1 g / 8 jam

6. Injeki ATS 1500 IU IM

7. Cek lab lengkap

8. Rontgen Femur (D), Genu (D), Thorax, Manus (D), Cruris (D), Pedis

(D)

9. CT Scan kepala

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Foto rontgen regio manus (D)

8

Page 9: Preskas Ortho Fai

2. Foto rontgen thorax

3. Foto rontgen regio femur (D)

9

Page 10: Preskas Ortho Fai

4. Foto rontgen regio genu (D)

5. Foto rontgen regio cruris (D)

10

Page 11: Preskas Ortho Fai

6. Foto rontgen regio pedis (D)

7. CT Scan kepala

11

Page 12: Preskas Ortho Fai

8. Hasil Laboratorium Darah (8/02/2016)

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai NormalDarah Rutin

Hemoglobin 12.3 g/dl 12.0 – 15.6Hematokrit 37 % 33 – 45

Leukosit 19.4 ribu/ul 4.5 – 14.5Trombosit 239 ribu/ul 150 – 450Eritrosit 4.48 ribu/ul 4.50 – 5.90

Golongan darah BHBsAg Non reactive Non reactive

KIMIA KLINIKGula darah sewaktu 104 mg/dl 60 - 140

Creatinin 1.1 mg/dl 0.9 – 1.3Ureum 36 mg/dl < 50

ELEKTROLITNatrium darah 138 mmol/L 136 - 145Kalium darah 2.8 mmol/L 3.3 – 5.1Calsium ion 1.23 mmol/L 1.17-1.29

G. ASSESMENT II

1. Crush Injury Pedis (D)

2. EDH region temporooccipital (D)

H. PLANNING II

1. Pro craniotomy evakuasi EDH

2. Pro debridement + Amputasi Transtibia (D)

12

Page 13: Preskas Ortho Fai

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Regio Cruris

Tulang tibia merupakan tulang besar dan utama pada tungkai bawah.

Tulang ini mempunyai kondilus besar tempat berartikulasi. Pada sisi depan

tulang hanya terbungkus kulit dan periosteum yang sangat nyeri jika

terbentur. Pada pangkal proksimal berartikulasi dengan tulang femur pada

sendi lutut. Bagian distal berbentuk agak pipih untuk berartikulasi dengan

tulang tarsal. Pada tepi luar terdapat perlekatan dengan tulang fibula. Pada

ujung medial terdapat maleolus medialis. Tulang fibula merupakan tulang

panjang dan kecil dengan kepala tumpul tulang fibula tidak berartikulasi

dengan tulang femur ( tidak ikut sendi lutut ) pada ujung distalnya terdapat

maleolus lateralis.

13

Page 14: Preskas Ortho Fai

Tulang tibia bersama-sama dengan otot-otot yang ada di sekitarnya

berfungsi menyangga seluruh tubuh dari paha ke atas, mengatur pergerakan

untuk menjaga keseimbangan tubuh pada saat berdiri.

Dan beraktivitas lain disamping itu tulang tibia juga merupakan

tempat deposit mineral ( kalsium, fosfor dan hematopoisis). Fungsi tulang

adalah sebagai berikut, yaitu :

1) Menahan jaringan tubuh dan memberi bentuk kepada kerangka tubuh

2) Melindungi organ-organ tubuh ( contoh, tengkorak melindungi otak )

3) Untuk pergerakan ( otot melekat kepada tulang untuk berkontraksi dan

bergerak.

4) Merupakan gudang untuk menyimpan mineral ( contoh, kalsium)

5) Hematopoeisis ( tempat pembuatan sel darah merah dalam sumsum

tulang )

Vaskularisasi regio cruris oleh a.Tibialis anterior dan posterior

cabang dari arteri besar poplitea. Dan vena saphena magna dan sapena parva

serta vena poplitea dengan cabang- cabangnya.

Persarafan di regio cruris oleh n.tibialis anterior dan n. peroneus

menginervasi otot extensor dan abductor serta n. tibialis posterior n.poplitea

menginervasi fleksor dan otot tricep surae.

14

Page 15: Preskas Ortho Fai

Gbr. N. Tibialis posterior

Struktur Otot Bagian posterior region crurys superficial terdiri dari ;

lapisan ; m.Gastrocnemius, tendon dan muskulus plantaris, muskulus soleus,

lapisan posterior paling dalam muskulus flexor digitorum longus, bagian

lateral muskulus peroneus longus dan muskulus brevis, bagian anterior lagi ;

muskulus tibialis anterior, muskulus extensor digitorum longus dan muskulus

brevis. Dari masing-masing otot memiliki tendon dibagian origo dan

insertionya.

B. Crush Injury

1. Definisi

15

Page 16: Preskas Ortho Fai

Crush Injury didefinsikan sebagai luka yang hancur pada extremitas atau

anggota badan lain yang mengakibatkan terjadinya kerusakan yang serius,

meliputi; kulit dan jaringan lunak dibawa kulit, kerusakan pembuluh

darah, persarafan, tendon, fascia , bone joint (lokasi penghubung anatara

tulang ), kerusakan tulang serta komponen didalam tulang. Crush injury

lebih sering mengenai anggota gerak dibanding anggota tubuh yang lain.

2. Patofisiologi

Pada crush injury kerusakan lapisan kulit dan subkutan dapat

mempermudah masuknya kuman melalui lokasi luka yang terbuka

sehingga sangat penting pada ada anamnesis dapat diketahui mengenai

mekanisme trauma dan lokasi kejadian, agar dapat mengetahui risiko

terjadinya infeksi.

Kerusakan pembuluh darah dapat disebabkan oleh kekuatan crush

injury yang mengakibatkan hilangnya suplai darah ke otot. Biasanya otot

dapat bertahan selama 4 jam tanpa aliran darah ( warm ischemia time)

masuk dalam sel otot, kemudian sel-sel otot akan mati. Selanjutnya terjadi

kebocoran membrane plasma sel otot serta kerusakan pembuluh darah

yang akan mengakibatkan cairan intravaskuler akan terakumulasi ke

jaringan yang cedera. Hal ini dapat dapat menyebabkan hipovelemia yang

signifikan sehingga mengakibatkan terjadi syok hipovolemik, serta

kehilangan ion calcium (Ca+) sehingga berpotensi menyebabkan terjadinya

hipokalsemia.

Kerusakan saraf tibialis, dapat mengakibatkan hilangnya reflek

neurologis yang signfikan pada sebelah distal regio cruris, sebab cabang

n.Tibialis dapat menginervasi regio pedis.

Jika tulang patah maka periosteum dan pembuluhh darah pada

kortek, sum-sum dan jaringan lunak sekitarnya mengalami

gangguan / kerusakan. Perdarahan terjadi dari ujung tulang yang rusak dan

dari jaringan lunak (otot) yang ada disekitarnya. Hematoma terbentuk pada

kannal medullary antara ujung fraktur tulang dan bagian bawah

periosteum. Jaringan nekrotik ini menstimulasi respon inflamasi yang kuat

yang dicirikan oleh vasodilasi, eksudasi plasma dan lekosit , dan infiltrasi

16

Page 17: Preskas Ortho Fai

oleh sel darah putih lainnya. Kerusakan pada periosteum dan sum-sum

tulang dapat mengakibatkan keluarnya sumsum tulang terutama pada

tulang panjang, sumsum kuning yang keluar akibat fraktur masuk ke

dalam pembuluh darah dan mengikuti aliran darah sehingga

mengakibatkan terjadi emboli lemak (Fat emboly ). Apabila emboli lemak

ini sampai pada pembuluh darah kecil, sempit, dimana diameter emboli

lebih besar dari pada diameter pembuluh darah maka akan terjadi

hambatan aliran-aliran darah yang mengakibatkan perubahan perfusi

jaringan. Emboli lemak dapat berakibat fatal apabila mengenai organ-

organ vital seperti otak, jantung, dan paru-paru.

Kerusakan pada otot dan jaringan lunak juga dapat menimbulkan

nyeri yang hebat karena adanya spasme otot. Sedangkan kerusakan pada

tulang itu sendiri mengakibatkan terjadinya perubahan ketidakseimbangan

dimana tulang dapat menekan persyarafan pada daerah yang terkena

fraktur sehingga dapat menimbulkan penurunan fungsi syaraf, yang

ditandai dengan kesemutan, rasa baal dan kelemahan. Selain itu apabila

perubahan susunan tulang dalam keadaan stabil atau benturan akan lebih

mudah terjadi proses penyembuhan fraktur dapat dikembalikan sesuai

dengan anatominya.

Biasanya jika penanganan awal tidak dilakukan dengan baik, akan

berkembang timbul tanda-tanda dari crush syndrome yang mana akibat

kerusakan sel-sel otot sebagai akibat dari crush injury. Crush syndrome

ditandai dengan adanya gangguan sistemik.

3. Gejala dan Tanda

Gejala dan tanda jelas berbeda tergantung dari keparahan crush

injury. Pada trauma yang ringan dapat ditandai dengan adanya luka robek,

nyeri terlokasir dan ringan. Namun pada trauma crush injury yang berat

dapat terlihat kerusakan hebat dibawa kulit lokasi lesi, dan sering dijumpai

kerusakan hebat terhadap kulit, jaringan lunak , fascia, saraf, pembuluhh

darah, tulang serta tendon dan organ lainnya. Beberapa tanda yang

mungkin dan sering timbul yaitu; klinis pada kulit mungkin hampir sama

dengan trauma bukan crush injury, bengkak daerah trauma, paralisis ( jika

17

Page 18: Preskas Ortho Fai

mengenai vertebra), parestesi , nyeri, pulsasi ujung distal dari lokasi

trauma mungkin ada atau tidak ada, mioglobinuri yang mana warna urine

menjadi merah gelap atau coklat.

4. Kelainan Metabolik

Hipokalsemia sistemik; akibat kalsium masuk kedalam sel otot

melalui membrane yang bocor,

Hiperkalemia ; kalium dilepaskan oleh sel otot iskemik ke sirkulasi

sistemik

Asidosis metabolic ; akibat pelepasan asam laktat dari sel otot iskemik

ke sirkulasi sistemik

Ketidakseimbangan Kalsium dan kalium menyebabkan aritmia

jantung memperburuk kondisi penderita ( cardiac arrest ) dan

asidosis metabolic memperburuk kondisi pasien.

5. Etiologi

Penyebab utama dari crush injury adalah banyak faktor antara lain ;

tertindih oleh objek berat, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja pada

Industri, kecelakaan kerja lain yang menyebabkan luka hancur yang

serius.

6. Penatalaksanaan.

Pada crush injury , perlu adanya penanganan yang sergera, karena

lebih dari 6-8 jam setelah kejadian, jika tidak dapat ditangani dengan baik

akan menyebabkan kondisi pasien semakin memburuk dan terjadi banyak

komplikasi lain yang dapat memperberat kondisi pasien dan penanganan

selanjutnya menjadi semakain sulit.

Penanganan pada crush injury dapat dimulai dari tempat kejadian

yaitu dengan prinsip primary surface ( ABC) terutama mempertahankan

atau mengurangi perdarahan dengan cara bebat tekan sementara dilarikan

ke rumah sakit.

Penanganan di rumah sakit harus di awali dengan prinsip ATLS.

Pemberian oksigen (O2) guna mencegah terjadinya hipoksia jaringan serta

terutama organ-organ vital. Kemudian dilanjutkan dengan terapi cairan,

terapi cairan awal harus diarahkan untuk mengoreksi takikardia atau

18

Page 19: Preskas Ortho Fai

hipotension dengan memperluas volume cairan tubuh dengan cepat dengan

menggunakan cairan NaCl ( isotonic) atau ringer laktat diguyur dan

kemudian dilanjutkan perlahan ± 1-1.5 L/jam ( Barbera& Macintyre,

1996; Gonzalez, 2005; Gunal et Al., 2004; Malinoski et Al., 2004;

Stewart, 2005).

Untuk mencegah gagal ginjal dengan hidrasi yang sesuai, anjuran

terapi akhir–akhir ini berupa pemberian cairan Intravena dan manitol

untuk mempertahankan diuresis minimal 300- 400 mL/jam, dalam hal ini

penting dipasang folley cateter guna menghitung balance cairan masuk

dan cairan keluar (Malinoski et Al., 2004). Volume agresif ini dapat

mencegah kematian yang cepat dan dikenal sebagai penolong kematian,

dimana dapat memperbaiki perfusi jaringan yang iskemik sebagai akibat

crush injury.

Natrium bikarbonat berguna pada pasien dengan Crush Syndrome.

Ini akan mengembalikan asidosis yang sudah ada sebelumnya yang sering

timbul dan juga sebagai salah satu langkah pertama dalam mengobati

hiperkalemia. Hal ini juga akan meningkatkan pH urin, sehingga

menurunkan jumlah mioglobin yang mengendap di ginjal. Masukkan

natrium bikarbonat intravena sampai pH urine mencapai 6,5 untuk

mencegah mioglobin dan endapan sama urat di ginjal. Disarankan bahwa

50-100 mEq bikarbonat, tergantung pada tingkat keparahan.

Selain natrium bikarbonat, perawatan lain mungkin diperlukan

untuk memperbaiki hiperkalemia, tergantung pada cedera yang

mengancam , biasanya diberikan ;

Insulin dan glukosa.

Kalsium - intravena untuk disritmia.

Beta-2 agonists - albuterol, metaproterenol sulfat (Alupent), dll

Kalium-pengikat resin seperti natrium sulfonat polystyrene

(Kayexalate).

Dialisis, terutama pada pasien gagal ginjal akut

19

Page 20: Preskas Ortho Fai

Pemberian Manitol intravena memiliki tindakan yang

menguntungkan beberapa korban crush syndrome guna melindungi ginjal

dari efek rhabdomyolisis, peningkatan volume cairan ekstraselular, dan

meningkatkan kontraktilitas jantung. Selain itu, intravena manitol selama

40 menit berhasil mengobati sindrom kompartemen, dengan

menghilangkan gejala dan mengurangi bengkak ( edema).

Manitol dapat diberikan dalam dosis 1 gram / kg atau ditambahkan

ke cairan intravena pada pasien sebagai infuse lanjutan. Dosis maksimum

adalah 200 gm/d, dosis yang lebih tinggi dari ini dapat merusak fungsi

ginjal. Mannitol boleh diberikan hanya setelah aliran urin baik yang

dikoreksi dengan cairan IV lain sebelumnya.

Luka harus dibersihkan, debridemen, dan ditutup dengan dressing

sterile dengan kain kasa. Lokasi cedera diangkat lebih tinggi dari posisi

jantung akan membantu untuk membatasi edema dan mempertahankan

perfusi. Antibiotik intravena sering digunakan guna mencegah infeksi,

obat-obatan untuk mengontrol rasa sakit ( analgetik) dapat diberikan yang

sesuai. Torniket yang kontroversial perlu jika perdarahan aktif , namun

biasanya jarang digunakan.

Amputasi di lapangan atau tempat kejadian digunakan hanya

sebagai upaya terakhir. Ini mungkin sesuai strategi penyelamatan untuk

pasien yang hidupnya berada dalam bahaya langsung dan yang tidak dapat

melepaskan diri dengan cara lain. Ini merupakan bidang yang sulit dengan

prosedur yang sangat meningkatkan risiko infeksi dan perdarahan pada

pasien. Amputasi dirumah sakit harus dilakukan oleh dokter ahli yang

berkompeten berdasarkan keahlian.

Pada amputasi bawah lutut dapat dilakukan jika ada kerusakan

yang sulit untuk dipertahan lagi dan kerusakan fungsi komponen yang

terdapat pada daerah bawah lutut ( under of knee) yang melibatkan

kerusakan kulit , soft tissue, otot, vaskularisasi, persarafan, tendon, fascia

serta tulang. Sehingga amputasi pada daerah bawah lutut dapat dilakukan

dengan cara mempertahankan otot dan komponen lainnya serta kondilus

tulang paha, namun pada kasus crush injury ( Regio cruris) yang

20

Page 21: Preskas Ortho Fai

kerusakannya mencapai tulang patella, dapat dilakukan tindakan amputasi

daerah diatas lutut (Amputation above the knee).Pastikan tindakan ini

membantu pasien untuk berlatih seketika setelah amputasi, supaya dapat

memperkuat: otot adductor sisa, mencegah prosthesis gerakkan keluar

ketika ia berjalan, dan otot extensors, sebab kedua fungsi otot ini akan

melebarkan pinggul pasien dan prosthesis, yang mana untuk membentuk

lututnya dan juga harus belajar untuk menyeimbangkan pinggulnya

sebagai ganti otot yang diamputasi. Tujuan operasi amputasi bawah lutut

adalah untuk menghasilkan sebuah alat gerak yang padat, berbentuk

silindris, bebas dari jaringan parut yang sensitif dengan tulang yang cukup

baik ditutupi oleh otot dan jaringan subkutan yang sesuai dengan

panjangnya. Ujung puntung sebaiknya dilapisi oleh jaringan kulit,

subkutan, fasia dan otot yang sehat dan tidak melekat.

Dalam hal ini sangat penting pengetahuan yang lebih mengenai

anatomi dan fisiologi pada lokasi amputasi. Oleh karena itu tindakan ini

harus dilakukan oleh ahli orthopedic.

Adapun indikasi yang sangat penting diketahui yaitu :

(1) Live saving (menyelamatkan jiwa), contoh trauma disertai keadaan

yang mengancam jiwa (perdarahan dan infeksi). Sangat mengancam

21

Page 22: Preskas Ortho Fai

nyawa bila dibiarkan, misalnya pada crush injury, sepsis yang berat,

dan adanya tumor ganas.

(2) Limb saving (memanfaatkan kembali kegagalan fungsi ekstremitas

secara maksimal), seperti pada kelainan kongenital dan keganasan.

Anggota gerak tidak berfungsi sama sekali, sensibilitas anggota gerak

hilang sama sekali, adanya nyeri yang hebat, malformasi hebat atau

ostemielitis yang disertai dengan kerusakan tulang hebat. Serta

kematian jaringan baik akibat diabetes melitus (DM), penyakit

vaskuler, setelah suatu trauma, dapat di indikasikan amputasi.

7. Komplikasi

Hypotensi

Crush Syndrome

Renal failure

Compartmen Syndrome

Cardiac Arres

22

Page 23: Preskas Ortho Fai

DAFTAR PUSTAKA

1. Solomon L, et al (eds). Apley’s system of orthopaedics and fractures. 9 th ed.

London: Hodder Arnold; 2010.

2. Chapman MW. Chapman’s orthopaedic surgery. 3rd ed. Boston: Lippincott

Williams&wilkins; 2001. p 756-804.

3. Sjamsuhidat. R., De Jong., Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah.. Edisi 2. Jakarta :

Penerbit Buku Kedokteran; 2003.

4. Rasjad C. Pengantar ilmu bedah ortopedi. Jakarta: Yarsif Watampone; 2009.

p. 325-6; 355-420.

5. Clifton Rd. “ Crush Injury and Crush Syndrome” Centers for Disease Control

and Prevention, Atlanta,USA 2009

6. James R. Dickson M. D., FACEP, Crush Injury

h

t t p: / /ww w .bt.cd c . g ov/ m a ssc a sualti e s/b l a st i nju r y f ac ts.asp

7. Clifton Rd. “ Crush Injury and Crush Syndrome” Centers for Disease

Control and Prevention, Atlanta,USA 2009 ;

ht t p : / / www. b t.cd c .go v / m asscasualties/blast i njury f a c ts.a s p

8. Darren J. Malinoski, MD, Matthew S. Slater, MDc, Richard J. Mullins, MD

“Crush injury and rhabdomyolysis”Department of Surgery, Oregon Health &

Science University” D.J. Malinoski et al / Crit Care Clin 20 (2004) 171–192.

ht t p: // w ww.thed e n ve r c l in ic. c om/s e r v i c e s/mangl e d / ex tre m i t y - traum a -

hom e / 3 5- n e ws/5 0 - c rush - in j ury - to - lo w e r - legs.html

9. Edward J. Newton, MD“Acute Complications of Extremity Trauma”

Department of Emergency Medicine, Keck School of Medicine, LACþUSC

Medical Center, Building GNH 1011, 1200 North State Street, Los

Angeles, CA 90033, USA.

ht t p : / / www . thed e n ve r c l i n ic. c om/s e r v i c e s/mangl e d / ex tre m i t y - traum a -

hom e / 3 5- n e ws/5 0 - c rush - in j ury - to - lo w e r - legs.html

10. dr. Vitriana, Sprm “ Bagian Ilmu Kedokteran Fisik Dan Rehabilitasi Fk-

Unpad / Rsup.Dr.Hasan Sadikin Fk-Ui / R supn

Dr.Ciptomangunkusumo. 2002

11. Mychael.B. Straut “ Lower Leg Amputation”

23

Page 24: Preskas Ortho Fai

http://search.mywebsearch.com/mywebsearch/redirect.jhtml?searchfor

Leg+ Amputation+Surgery. Apload 08 Feb 2003; 21.30

12. Jusi HD. Dasar-dasar ilmu bedah vaskuler edisi ke-4. Jakarta: Balai Penerbit

FKUI; 2008. h.50-65.

13. Rich NM, Mattox KL, Hirshberg A. Vascular trauma, 2nd ed. USA: Elsevier

Saunders; 2004.

14. Dueck AD, Kucey DS. The management of vascular injuries in extremity

trauma. Current Orthopedics 2003; 17: 287-91.

15. Fields C E, Latifi RI, Ivatury R R: Brachial and Forearm vessel Injuries:

Vascular Trauma Complex and Challenging Injuries,Part II.Surg Clin of

North Am 82:105 – 114,2002 Frykberg ER: Combined vascular and skeletal

trauma: Vascular Trauma

16. Levy RM, Alarcon RH, Frykberg ER: Peripheral Vascular Injuries : Trauma

manual, The Trauma and Acute Care Surgery,3 rd Edition. Lippincott

William & Wilkins 2008.

17. Management of Complex Extremity Trauma: American College of Surgeons

Committee on Trauma. Ad Hoc Committee On Outcomes 2005.

18. Starnes BW, Arthurs ZM: Endovascular Management of Vascular Trauma.

Perspect Vasc Surg Endovasc Ther 2006; 18:114 – 124.

19. Tiwari A, Haq AI, Myint F, Hamilton G: Acute Compartement Syndromes.

Br J Surg 2002;89397 – 412.

20. Manthey DE, Nicks BA: Penetrating Trauma to The Extremity.J Emerg

Med;2008:34: 187- 193.\

24