resensi buku ucup

Download RESENSI BUKU ucup

If you can't read please download the document

Upload: mahdi-musthaffa

Post on 01-Jul-2015

188 views

Category:

Documents


12 download

TRANSCRIPT

Jumat, 31 Desember 2010 Judul buku Penulis Penerbit Tahun Terbit Tebal buku

Dituliskan oleh : Yusuf Tadarusman

: Kebudayaan dan Agama : Clifford Geertz : Kanisius : : 21 halaman (mengambil Bab 2 tentang Etos,Pandangan dunia,dan Analisis atas Simbol-Simbol Sakral) Buku ini adalah hasil karya antropolog terkenal asal Amerika serikat Clifford geertz,dia lahir di San Fransisco tanggal 23 Agustus 1926.

Orangtuanya bercerai ketika ia berusia tiga dan ia dibesarkan oleh keluarga jauh di California pedesaan. Pada tahun 1943, pada usia tujuh belas, Geertz secara sukarela untuk masuk ke Angkatan Laut Amerika Serikat, di mana ia melayani selama dua tahun (1943-1945). Setelah berakhirnya Perang Dunia II, seperti prajurit lainnya, ia pergi ke perguruan tinggi pada tahun 1946 dengan dana dari GI Bill. Di Antiokhia College, Inggris. Ini adalah cita-cita geertz yang paling dia inginkan karena ia ingin menjadi penulis. Selanjutnya, Geertz melanjutkan sekolah pascasarjana di Harvard University, mendapatkan gelar Ph.D dalam antropologi dari Departemen Hubungan Sosial pada tahun 1956. Baik dari pendidikan sarjana lulusan pendidikan humaniora. Geertz adalah penulis yang sangat produktif namun, sebagian besar artikel penting nya dapat ditemukan dalam kompilasi (misalnya, The Interpretation of Budaya, Pengetahuan Lokal, Tersedia Light), Berikut adalah hasil karya Geertz : Religion of Java, Glencoe, Illinois: The Free Press, 1960. Agricultural Involution, the Processes of Ecological Change in Indonesia,Berkeley: University of California Press, 1963 Peddlers and Princes, Chicago: University of Chicago Press, 1963. Person, Time and Conduct in Bali: An Essay in Cultural Analysis, Yale Southeast Asia Program Cultural Report Series, No. 14, 1966. Islam Observed: Religious Development in Morocco and Indonesia, New Haven: Yale University Press, 1968. The Interpretation of Cultures: Selected Essays, New York: Basic Books,1973, 2000. (Editor), Myth, Symbol and Culture, New York: Norton, 1974. (with Hildred Geertz), Kinship in Bali, Chicago: University of Chicago Press, 1975. (with Hildred Geertz and Lawrence Rosen), Meaning and Order in Moroccan Society, New York: Cambridge University Press, 1979 Negara: The Theatre State in Nineteenth Century Bali, Princeton: Princeton University Press, 1980 Local Knowledge: Further Essays in Interpretive Anthropology, New York: Basic Books, 1983, 2000

Ia paling dikenal melalui After penelitian-penelitiannya mengenai Indonesia dan Maroko dalam bidang seperti agama (khususnya Islam), perkembangan ekonomi, struktur politik tradisional, serta kehidupan desa dan keluarga. Terkait kebudayaan Jawa, ia

mempopulerkan istilah priyayi saat melakukan penelitian tentang masyarakat Jawa pada tahun 1960-an, dan mengelompokkan masyarakat Jawa ke dalam tiga golongan: priyayi, santri dan abangan. Sejak tahun 1970 hingga meninggal dunia Geertz menjabat sebagai profesor emeritus di Fakultas Ilmu Sosial di Institute for Advanced Study. Ia juga pernah menjabat sebagai profesor tamu di Departemen Sejarah Universitas Princeton dari 1975 hingga 2000. Hingga akhirnya ia meninggal di Philadelphia, 30 Oktober 2006. Buku Geertz yang saya ulas kali ini berisi pembahasan tentang Etos,Pandangan dunia, dan Analisis atas Simbol-Simbol Sakral. Di dalam buku ini terdapat penjelasan bahwa agama tak pernah merupakan metafisika belaka. Buku ini kebanyakan menghadirkan suasana atau keadaan pada saat geertz melakukan penelitian. Kata-kata yang rumit agak susah ditafsirkan bagi para pembaca yang tidak mengerti dengan alur cerita yang di jelaskan oleh geertz,sehingga para pembaca harus membacanya dengan lebih teliti agar mereka dapat memahami apa isi yang ada di dalam buku tersebut. Etos suatu bangsa adalah sifat,watak,dan kualitas kehidupan mereka,moral dan gaya estetis dan suasana-suasana hati mereka. Etos adalah sikapa mendasar terhadap diri mereka sendiri dan terhadap dunia mereka yang direfleksikan dalam kehidupan. Pandangan dunia mereka adalah gambaran mereka tentang kenyataan apa adanya,konsep mereka tentang alam, diri,masyarakat. Pandangan dunia mengandung gagasan-gagasan mereka yang paling komprehensip mengenai tatanan. Kepercayaan dan ritus religious berhadapan dan saling meneguhkan satu sama lain. Etos secara intelektual dibuat masuk akal dengan diperlihatkannya sebuah cara hidup yang tersirat oleh masalah-masalah aktual dari cara hidup itu,dan cara hidup itu adalah suatu ekspresi otentik.bagaimanapun macamnya agama itu, agama adalah sebagian usaha (dari sesuatu yang lebih dirasakan implicit dan tak langsung daripada sesuatu yang dirasa eksplisit dan sadar dipikirkan) untuk memperbincangkan kumpulan makna umum. Dengan kumpulan makna umum itu,masing-masing individu menafsirkan pengalamannya dan mengatur tingkah lakunya. Akan tetapi makna hanya dapat disimpan di dalam symbol, misalnya : sebuah salib,sebuah bulan sabit,atau seekor ulat bulu. Symbol-simbol religious semacam itu,yang dipentaskan dalam ritus-ritus atau yang dikaitkan dalam mitos-mitos,entah dirasakan bagi mereka yang tergetar oleh symbol-simbol itu. Meringkas apa yang diketahui tentang dunia apa adanya,meringkas kualitas kehidupan emosional yang ditopangnya, Dan cara seseorang seharusnya bertindak didalamnya. Symbol-simbol sakral lalu meghubungkan sebuah ontology dan sebuah kosmologi dengan sebuah estetika dan sebuah moralitas. Yang membentuk sebuah system religious adalah serangkaian symbol sakral yang terjalin menjadi sebuah keseluruhan tertentu yang teratur. Di Jawa,tempat geertz melakukan penelitian lapangan,anak-anak kecil,orangorang tolol,orang sinting,dan orang sungguh-sungguh tidak bermoral semuanya dikatakn belum jawa,dan belum jawa adalah belum manusiawi. Tingkah laku yang tidak etis di acu sebagai tidak biasa, kejahatan-kejahatan yang lebih serius (incest,sihir,pembunuhan) biasanya dijelaskan dengan orang yang dianggap kehilangan pikiran , yang kurang serius dijelaskan dengan sebuah komentar bahwa penjahat itu

tidak tahu aturan,dan kata untuk agama serta kata untuk ilmu pengetahuan adalah sama. Moralitas lalu memiliki realism sederhana,kebijaksanaan praktis. Agama menopang tingkah laku yang layak dengan suatu dunia yang didalamnya tingkah laku adalah satu-satunya akal sehat.etos dan pandangan dunia,antara gaya hidup yang diterima dan struktur kenyataan yang diandaikan,terdapat sesuatu yang dipahami sebagai sebuah kesesuaian yang jelas dan mendasar, sehingga keduanya saling melengkapi dan saling memberi makna satu sama lain. Itulah yang menyebabkan tingkah laku adalah satusatunya akal sehat. Bagi orang hindu,suatu determinasi moral transcendental yang didalamnya status sosial dan spiritual seseorang dalam suatu inkarnasi di masa depan adalah sebuah hasil otomatis dari hakikat tindakan orang itu di masa kini, dilengkapi dengan suatu etika kewajiban yang ritualistik yang bertalian dengan kasta.pada dirinya sendiri, dalam kedua seginya, segi normatif atau segi metafisis, berubah-ubah,tetapi dengan digabungkan, keduanya membentuk suatu gestalt dengan semacam keniscayaan yang khas. Jika di Azande Afrika, dimana segala kematian,penyakit,kegagalan panen disebabkan karena adanya seseorang yang membenci kepada seseorang lain dengan secara mekanis melalui ilmu sihir,kalau di Manus dari Melanesia, dimana penyakit , kematian dan kegagalan financial merupakan suatu akibat dosa yang dirahasiakan seperti perzinahan,mencuri,menipu, yang telah menyerang kepekaan-kepekaan moral dari roh keluarga digandengkan dengan sebuah tekanan pada pengakuan public dan penyesalan sebagai rasional untuk mengatasi kejahatan. Kekuatan sebuah agama dalam menyangga nilai-nilai sosial lantas terletak pada kemampuan-kemampuan symbol-simbolnya untuk merumuskan sebuah dunia tempat nilai-nilai itu, menjadi bahan-bahan dasarnya. Agama melukiskan kekuatan imajinasi manusia untuk mebangun sebuah gambaran kenyataan. Seperti yang Max Weber kemukakan peristiwa-peristiwa tidak hanya disana yang terjadi,melainkan peristiwaperistiwa itu mempunyai sebuah makna dan terjadi karena makna itu. Kebutuhan akan pendasaran metafisis untuk nilai-nilai itu tampaknya sangat bervariasi dalam intensitasnya dari kebudayaan yang satu ke kebudayaan yang lainnya,namun kecenderungan untuk menginginkan sejens basis factual tertentu bagi komitmenkomitmen seseorang agaknya secara praktis bersifat universal. Di jawa ada suatu kebudayaan yang didalamnya dipengaruhi oleh agama Hindu dan Islam yaitu kesenian boneka bayangan atau wayang. Permainan bayangan disebut begitu karena boneka-boneka yang dipotong rata dari kulit,dilukisi dengan warna emas, merah, biru, dan hitam itu dibuat untuk membuat bayngan-bayanganpada sebuah layar putih. Dalng,sebutan bagi orang yang memainkan wayang itu,duduk diatas sebuah lapik di depan layar,dengan sebuah orkes perkusi,gamelan dibelakangnya. Sebuah lentera minyak di atas kepalanya,Sebatang gedebok pisang membujur datar di depannya. Ke dalam gedebok pisang itu, wayang-wayang itu yang masingmasing mempunyai pegangan yang terbuat dari kulit penyu lalu di tancapkan. Wayangan adalah sebuah pertunjukkan berlangsung semalam suntuk. Ketika pementasan itu dimulai, dalang itu mengambil dan menukar tokoh-tokoh yang ditancapkan pada gedebok

pisang itu. Memegang wayang itu sampai keatas kepalanya juga dan menempatkan mereka diantara sinar dan layar. Bagi orang jawa yang pemikirannya masih dipengaruhi oleh pemikiran HinduBudha jawa dari abad kedua sampai abad ke lima belas,arus pengalamannya subjektif,yang diambil dalam segala kelangsungan fenomenologisnya, merupakan sebuah mikrokosmos dari alam semesta pada umumnya. Di dalam genangan dunia batiniah dari pikiran dan emosi tercerminlah kenyataan terakhir itu sendiri. Jenis pandangan dunia yang melihat kedalam ini paling jelas terungkap dalam sebuah konsep jawa yang juga di pinjam dari india dan juga ditafsirkan secara khas atau rasa. Rasa mempunyai dua arti pokok : perasaan (feeling) dan makna (meaning). Sebagai perasaan rasa adalah salah satu dari panaca indera orang jawa,yaitu : melihat,mendengar,berbicara,membaui,dan merasakan,dan dlam dirinya mengandung tiga segi dari perasaan sehingga pandangan kita tentang kelima panca indera tersebut terpisah-pisah. Pandangan tentang manusia sebagai hewan yang membuat symbol,konsepkonsep, dan mencari makna, yang semakin lama semakin populer,baik dalam ilmu-ilmu sosial maupun dalam filsafat melampaui beberapa tahun yang lampau, membuka sebuah pendekatan baru secara menyeluruh tidak hanya pada analisis tentang agama seperti itu,melainkan untuk memahami hubungan-hubungan antara agama-agama dan nilai-nilai. Dorongan untuk membuat pemahaman dari pengalaman meberinya bentuk dan susunan tentulah sama nyatanya dan sama mendesaknya seperti kebutuhan-kebutuhan biologis yang lebih dekat. Dan demikianlah, tak perlulah terus menafsirkan kegiatankegiatan simbolis,seperti agama, seni dan ideology, sebagai suatu yang lain kecuali ungkapan-ungkapan yang agak terselubung tentang suatu yang lain daripada apa yang mereka tampakkan : usaha untuk menyediakan orientasi bagi suatu organism yang tidak bisa hidup di dalam suatu dunia yang tidak dapat dipahami. Para antropolog mulai mengembangkan sebuah pendekatan terhadap studi-studi tentang nilai-nilai yang dapat menjelaskan lebih daripada mengaburkan proses-proses hakiki yang terkandung di dalam tata tingkah laku normative. Satu hasil yang pasti dari pendekatan yang berorientasi empiris yang secara teoritis menekankan symbol pada studi tentang nilai-nilai itu adalah penolakan terhadap analisis-analisis yang berusaha menjelaskan kegiatan-kegiatan moral,estetis,dan kegiatan normatife lainnya menurut teori-teori yang didasarkan tidak pada pertimbangan-pertimbangan logis belaka. Suatu pendekatan terhadap teori nilai yang menyoroti kea rah tingkah laku orangorang actual di dalam masyarakat-masyarakat actual,yang dihayati menurut kebudayaankebudayaan actual baik untuk rangsangannya maupun validasinya,akan menjauhkan kita dari argument-argumen abstrak dan agak skolastik yang didalamnya sejumlah kecil posisi-posisi klasiknya dinyatakan lagi dan lagi dengan sedikit diperbarui untuk mendukungnya,ke suatu proses terus bertambah banyaknya tilikan ke dalam apa itu nilainilai di luncurkan dengan baik,diskusi diskusi filosofis tentang etika mungkin mengambil lebih banyak persoalan. Prose situ bukanlah proses yang menggantikan filsafat moral dengan sebuah dasar empiris dan sebuah kerangka kerja konseptual yang agak maju yang melampaui apa yang tersedia pada Aristoteles, Spinoza,Atau G. E. Moore. Peranan dari ilmu pengetahuan

special seperti itu seperti antropologi dalam analisis tentang nilai-nilai tidaklah menggantikan penyelidikan filosofis,melainkan untuk membuatnya relevan.