resensi buku hr portal

255
RESENSI BUKU HR PORTAL Membongkar Tembok Penyekat Dunia Bisnis dan Spiritualitas Judul Buku: Build to Bless Pengarang: Paulus Bambang WS Penerbit: Elex Media Komputindo Jumlah halaman: Penulis Resensi: Prof Roy Sembel It’s lonely up there. Banyak pebisnis yang sukses mencapai tingkatan tertinggi dalam persepsi orang bisnis, ternyata tidak bahagia. Bahkan mereka justru merasakan kesepian, kehampaan, dan kesedihan. Rupanya selama ini hidup mereka dihabiskan untuk mengejar hal yang keliru. Pasalnya, mereka berfokus hanya pada dunia bisnis dan mengabaikan sisi spiritualitas. Di sisi lain, ada banyak rohaniwan yang melulu berpikir dari sisi spiritual dan tidak mengaitkannya dengan realitas kehidupan sehari-hari, khususnya dunia bisnis. Akibatnya, berita yang dibawa dianggap sebagai cerita dongeng yang tidak membawa solusi nyata bagi masalah yang dihadapi para pebisnis dalam kehidupan sehari-hari. Bisnis dan spiritualitas seolah merupakan dua pulau yang terpisah, atau bagai air dan minyak yang tidak bisa disatukan. Buku ini dan penulisnya (Paulus Bambang) membongkar tembok penyekat antara dunia bisnis dan spiritualitas. Tembok diganti dengan jembatan. Anggapan bahwa bisnis dan spiritualitas tidak bisa dipadukan ternyata tidak benar, hanya sebuah mitos. Konsep yang dipaparkan dalam buku ini sangat solid dari sisi teori bisnis. Tampak sekali bahwa penulisnya haus ilmu dan banyak belajar (baik dari buku, seminar, mentor, dan lain-lain) tentang dunia bisnis dan spiritualitas. Konsep Built to Last, Good to Great, Blue Ocean Strategy, Good Corporate Governance, Kecerdasan Komprehensif (IQ, EQ, SQ), lengkap dengan keterkaitan terhadap konsep yang ada di dalam Kitab Suci, dibahas dengan gaya yang menarik dan membawa kepada sinstesis pemahaman yang mencerahkan. Perikop dalam Kitab Suci dikaji secara tajam dalam konteks bisnis dan kehidupan sehari-hari secara pas dan relevan dengan masalah riil yang dihadapi para pebisnis. Konsep yang menarik seperti GCG God (bukan sekadar Good) Corporate Governance, bekerja bagi Soul-holder (bukan Stake-holders/share-holders), Servant (bukan bos) Leadership, dll akan memperkaya wawasan pembaca dari sisi filosofi bisnis berbasis spiritual. Selain itu, buku ini juga kaya akan pengalaman nyata di bumi Indonesia tentang aplikasi konsep yang dipaparkan. Penulis juga memberikan panduan

Upload: api-3782823

Post on 07-Jun-2015

4.257 views

Category:

Documents


25 download

TRANSCRIPT

RESENSI BUKU HR PORTAL

Membongkar Tembok Penyekat Dunia Bisnis dan Spiritualitas

Judul Buku: Build to Bless Pengarang: Paulus Bambang WS Penerbit: Elex Media Komputindo Jumlah halaman: Penulis Resensi: Prof Roy Sembel

It’s lonely up there. Banyak pebisnis yang sukses mencapai tingkatan tertinggi dalam persepsi orang bisnis, ternyata tidak bahagia. Bahkan mereka justru merasakan kesepian, kehampaan, dan kesedihan. Rupanya selama ini hidup mereka dihabiskan untuk mengejar hal yang keliru. Pasalnya, mereka berfokus hanya pada dunia bisnis dan mengabaikan sisi spiritualitas.

Di sisi lain, ada banyak rohaniwan yang melulu berpikir dari sisi spiritual dan tidak mengaitkannya dengan realitas kehidupan sehari-hari, khususnya dunia bisnis. Akibatnya, berita yang dibawa dianggap sebagai cerita dongeng yang tidak membawa solusi nyata bagi masalah yang dihadapi para pebisnis dalam kehidupan sehari-hari.

Bisnis dan spiritualitas seolah merupakan dua pulau yang terpisah, atau bagai air dan minyak yang tidak bisa disatukan. Buku ini dan penulisnya (Paulus Bambang) membongkar tembok penyekat antara dunia bisnis dan spiritualitas. Tembok diganti dengan jembatan. Anggapan bahwa bisnis dan spiritualitas tidak bisa dipadukan ternyata tidak benar, hanya sebuah mitos. Konsep yang dipaparkan dalam buku ini sangat solid dari sisi teori bisnis. Tampak sekali bahwa penulisnya haus ilmu dan banyak belajar (baik dari buku, seminar, mentor, dan lain-lain) tentang dunia bisnis dan spiritualitas.

Konsep Built to Last, Good to Great, Blue Ocean Strategy, Good Corporate Governance, Kecerdasan Komprehensif (IQ, EQ, SQ), lengkap dengan keterkaitan terhadap konsep yang ada di dalam Kitab Suci, dibahas dengan gaya yang menarik dan membawa kepada sinstesis pemahaman yang mencerahkan. Perikop dalam Kitab Suci dikaji secara tajam dalam konteks bisnis dan kehidupan sehari-hari secara pas dan relevan dengan masalah riil yang dihadapi para pebisnis. Konsep yang menarik seperti GCG God (bukan sekadar Good) Corporate Governance, bekerja bagi Soul-holder (bukan Stake-holders/share-holders), Servant (bukan bos) Leadership, dll akan memperkaya wawasan pembaca dari sisi filosofi bisnis berbasis spiritual.

Selain itu, buku ini juga kaya akan pengalaman nyata di bumi Indonesia tentang aplikasi konsep yang dipaparkan. Penulis juga memberikan panduan praktis untuk mengimplementasikan konsep yang dibahas dalam buku ini. Semua itu dimungkinkan karena penulis memang telah berpengalaman puluhan tahun dan sangat mumpuni sebagai profesional bisnis. Bersamaan dengan itu, penulis juga adalah seorang pelayan rohani yang sangat passionate. Berdasarkan dua lataran yang saya gunakan untuk menilai buku ini: isi buku dan penulis buku, saya yakin bahwa wisdom dari buku ini akan membawa nilai tambah yang signifikan bagi pembacanya, baik para pebisnis maupun rohaniwan.

"Experience is a dear teacher," demikian diungkapkan oleh Shakespeare. Banyak orang menyalahartikan kata ‘dear’ sebagai ‘baik’ (seperti kata ‘dear’ dalam pembuka surat). Sebenarnya kata dear di sini adalah padanan dari kata duur Bahasa Belanda yang artinya mahal. Jadi, terjemahan yang tepat adalah: Pengalaman adalah guru yang mahal. Akan lebih baik kalau kita belajar dari pengalaman orang lain tanpa harus mengulangi kesalahan yang dilakukan orang tersebut. Orang pintar belajar dari pengalaman sendiri, namun orang bijak belajar dari pengalaman orang lain.

Anda punya kesempatan untuk memperoleh banyak berkat intelektual maupun spiritual, dan menjadi bijak dengan belajar dari banyak pengalaman orang lain yang telah disarikan secara sistematis dalam buku ini. Setelah Anda menikmati berkat dan menjadi bijak, jangan lupa menjadi berkat dengan berbagi kepada orang lain di sekitar Anda. If you care, you share! Cara termudahnya adalah belilah beberapa buku dan bagikan kepada staf, kolega, bos, pelanggan, pemasok, teman, dan keluarga Anda sebagai gift of love.

Cetak Artikel Kirim ke Teman

Lihat Komentar (0)

Beri Komentar

Rahasia Berpikir Positif

Judul Buku: The Secret Pengarang: Rhonda Byrne Penerbit: Gramedia Pustaka Utama, 2007 Jumlah halaman: Penulis Resensi: Sri Marlina

"Mengapa tidak setiap orang mengetahui Rahasia ini?" Pertanyaan itu terus berkecamuk di dalam pikiran Rhonda Byrne. Hasratnya yang menyala-nyala untuk membagikan Rahasia itu kepada dunia membakar dirinya, dan mendorongnya untuk mulai mencari orang-orang yang masih hidup, yang mengenal Rahasia tersebut.

Jika Anda penasaran dengan Rahasia Rhonda Byrne dan ingin menjadi salah satu dari sekian banyak orang yang mengetahui Rahasia itu, maka buku yang berjudul The Secret ini wajib Anda baca. Dijamin, Rahasia yang Anda ketahui setelah membaca buku ini akan menuntun Anda untuk meraih atau melakukan segala keinginan Anda. Juga, membimbing Anda untuk lebih mengenal diri Anda sesungguhnya, karena Rahasia yang diungkap dalam buku ini merupakan Rahasia dasar kehidupan.

The Secret memuat cuplikan Rahasia dari 24 tokoh yang menjadi guru Rahasia. Buku ini terbagi dalam beberapa sub judul yang masing-masing dilengkapi ringkasan yang akan membantu Anda untuk lebih mudah menyelami dan memahami Rahasia yang telah Anda baca. Di awal buku, Rhonda akan mengungkapkan Rahasia kepada Anda, menyederhanakannya hingga Anda bisa menggunakannya.

Rahasia-rahasia yang dijabarkan dalam buku ini merupakan Rahasia yang menyelimuti kehidupan, mengenai Rahasia Uang dan tentang bagaimana membangun relasi bagi kepentingan bisnis Anda. Tak ketinggalan, jika Anda ingin tetap sehat, maka Rahasia Kesehatan yang diungkapkan Byrne sepenuhnya akan membantu Anda.

Lebih lanjut, jika Anda ingin mengetahui Rahasia Dunia dan Rahasia mengenai diri Anda sendiri, silakan selami setiap bagian pertengahan dari The Secret. Pada bagian terakhir,

jika Anda menyimaknya dengan teliti, Anda akan mengetahui Rahasia terbesar, yaitu Rahasia Kehidupan.

Rhonda Byrne menulis The Secret dengan bahasa yang lugas dan mudah dipahami. Dengan menggunakan kutipan kata dan kalimat dari tokoh-tokoh terkenal dan sukses di bidangnya, buku ini memiliki bobot tersendiri. Penulis juga memanjakan pembaca dengan merangkum setiap bagian sub judul buku ini bagi yang langsung ingin mengetahui pokok-pokok dari setiap sub judul.

Sekarang, setelah Anda membaca The Secret, mengenal dan mengetahui pengetahuan Rahasia-nya, keputusan ada di tangan Anda sepenuhnya. Terserah apa yang ingin Anda lakukan. Setiap keputusan adalah benar, karena hanya Andalah yang mempunyai kekuatan untuk melakukannya maupun mengubahnya

Cetak Artikel

Cetak Artikel Kirim ke Teman

Lihat Komentar (0)

Beri Komentar

Lead to Togetherness

Judul Buku: Lead to Togetherness Pengarang: Robby Djohan Penerbit: Fund Asia Education Jumlah halaman: 242 Penulis Resensi: Nukman Luthfie

"Social Capital? Sejak kapan Robby Djohan tertarik dengan ilmu yang satu ini?" Begitulah keheranan Soedarpo Sastrosatomo, salah satu pendiri Bank Niaga, tempat Robby Djohan dikenal sebagai CEO yang berhasil mengangkat dan membesarkan bank kecil tersebut menjadi bank swasta terbesar kedua di Indonesia pada akhir 1990-an.

Bisa jadi, keheranan yang sama dirasakan oleh mereka yang setia membaca buku-buku Robby Djohan sebelumnya. Buku pertamanya, The Art of Turn Around: Kiat Restrukturisasi, membahas pengalamannya meniti karir sebagai bankir hingga memulihkan Garuda Indonesia dan merger empat bank BUMN menjadi Bank Mandiri.

Buku keduanya khusus menceritakan pengalamannya memimpin Bank Mandiri, Leading in Crisis: Praktik Kepemimpinan dalam Mega Merger Bank Mandiri. Sebagai pelaku utama dalam kedua bukunya, yakni orang nomor satu di perusahaan yang dikisahkannya,

pembaca akan merasakan betul bagaimana kepemimpinan dan gaya manajemen Robby Djohan. Pembaca akan merasakan, kompetensi luar biasa yang dimiliki seorang Robby Djohan tertuang bagus dalam kedua bukunya itu.

Namun, apa yang terbayang ketika seorang mantan CEO dari tiga perusahaan besar di Indonesia tersebut menulis buku mengenai kepemimpinan dan modal sosial? Apakah pembaca akan merasakan sentuhan yang sama dari kedua buku yang sebelumnya? Apalagi cakupan buku ini bukan lagi perusahaan, tapi jauh lebih luas lagi, yakni negara.

Berbeda dengan kedua bukunya yang sarat pengalaman memimpin perusahaan, buku ketiga Robby Djohan ini boleh dibilang sarat pemikiran. Ia tidak lagi menceritakan pengalaman pribadinya dalam memimpin perusahaan dan berbisnis . Melainkan, mengupas masalah yang jauh lebih besar daripada itu, yakni kerisauan terhadap negara. Mengapa negara yang memiliki begitu banyak sumber daya alam seperti Indonesia ini secara ekonomi kalah dari negara-negara lain yang miskin sumber daya alam?

Dari imbal wacana dengan banyak narasumber dan ahli modal sosial seperti Jousairi Hasbullah, serta pendalaman terhadap konsep modal sosial Francis Fukuyama (yang terkenal dengan bukunya, Trust), akhirnya Robby menemukan jawabannya. Tanpa modal sosial yang kuat, pertumbuhan ekonomi sebuah negara tidak akan berkelanjutan.

Selama ini Robby melihat bahwa sudah banyak modal ekonomi yang diinvestasikan bangsa ini, baik dalam bentuk natural resources maupun capital resources. Namun, hasilnya tidak optimal, bahkan return on investment-nya dianggap tidak memadai. Ia berkeyakinan, masih diperlukan modal lain, yakni modal sosial dan modal manusia. Dari buku-buku modal sosial yang diperlajari, ia yakin bahwa menggunakan sumber daya ekonomi (SDE) itu penting.

Namun, membangun manusia dan mengoptimalkan sumber daya masyarakat (SDM) untuk berpartisipasi dalam pembangunan juga merupakan hal penting juga. Kedua komponen penting itu, SDE dan SDM, dapat berjalan seiring. "They go together," kata Robby. Pada skala mikro perusahaan, Robby menegaskan, ia mampu membesarkan Bank Niaga karena kebersamaan, dengan tingkat kepercayaan tinggi dalam menciptakan tujuan bersama.

Buku ini dibagi dalam delapan bagian. Mulai dari bagian pertama "sejarah" pembangunan Indonesia dari masa ke masa, ia masuk ke bagian kedua mengenai dimensi modal sosial dalam pembangunan. Di bagian tiga, dibahas modal sosial beberapa suku di Indonesia. Untuk memperkaya bukunya, di bagian empat dibahas modal sosial di negara lain. Ia memilih negara-negara superkaya sebagai pembanding, terutama Cina, Korea, Jepang dan Amerika. Ia juga banyak mengutip buku karangan Fukuyama. Jika Anda sudah paham banyak mengenai modal sosial, barangkali bosan membaca bagian-bagian awal ini.

Bagian lima mulai menarik ketika membahas modal sosial dan kualitas manusia Indonesia. Tulisan makin menarik ke bagian tujuh ketika membahas bagaimana Menuju

Budaya Unggul di Indonesia. Buku ini ditutup dengan bagian delapan yang membahas kepemimpinan dan modal sosial. Dengan latar belakang yang begitu kaya sebagai pemimpin di perusahaan-perusahaan raksasa di Indonesia, Robby mengambil kesimpulan, bahwa modal sosial dapat dibangun di bidang apa pun, tergantung pada pemimpinnya. Ini bertentangan dengan pemikiran cendekiawan modal sosial Jousairi Hasbulah, bahwa tipologi, watak dan karakteristik kepemimpinan seorang pemimpin akan ditentukan oleh budaya dan spektrum modal sosial tempat pemimpin dibesarkan.

Bagaimana pemimpin ideal bagi Indonesia? Robby memaparkan hubungan antara pemimpin dan modal sosial. "Pemimpin yang ideal bagi bangsa kita adalah pemimpin yang memiliki visi, mempunyai kemampuan berpikir secara strategis dan dapat melaksanakan strateginya dengan melibatkan semua orang dalam satu relasi saling menghormati dan menghargai. Model kepemimpinan seperti inilah yang selaras dengan pembangunan modal sosial."

Robby mencoba mengupas pemimpin ideal dari kelas nasional di Jakarta, pemimpin daerah, pemimpin politik, pemimpin LSM dan agama, serta pemimpin bisnis. Pemimpin ideal versi Robby adalah pemimpin yang lepas dari mentalitas bonding. Saat ini, bonding social capital masih mewarnai tipologi modal sosial di Indonesia. Modal sosial jenis ini menganggap bahwa apa yang terbaik adalah hasil turun-temurun yang telah menjadi norma keturunan, komunitas atau sukunya .

Sebaliknya, apa yang dari luar dianggap kurang. Itu sebabnya, sulit melahirkan pemimpin Indonesia yang memiliki semangat lintas suku, agama, kelompok, keturunan dan sejenisnya. Maka, yang diperlukan di Indonesia adalah pemimpin yang mampu mentransformasikan masyarakat yang bonding ini ke arah yang lebih bridging dan linking social capital. Buku ini ditutup dengan bahasan mengenai transformasi ini.

Cetak Artikel Kirim ke Teman

Lihat Komentar (0)

Beri Komentar

Yuk, Jadi Nomor Satu, Yuk!

Judul Buku: Jadi Nomor Satu Terdepan di Era Persaingan Pengarang: Eileen Rachman Penerbit: Gramedia Pustaka Utama Jumlah halaman: 207 Penulis Resensi: Mumu

Siapa pun yang pernah bertemu langsung dengan Eileen Rachman, berbincang atau sekedar mendengarkan ceramah maupun presentasinya, sulit rasanya untuk tak langsung jatuh hati. Sebagai konsultan HR, keterampilan olah retorika Eileen yang begitu mengesankan hanya bisa ditandingi oleh para motivator

nomor satu. Toh, meskipun secara "formal" bukan seorang motivator, Eileen memiliki kemampuan menularkan semangat optimisme dan membangkitkan hasrat orang lain untuk maju melalui kata-kata.

Bagi yang belum pernah berkesempatan langsung bertatap muka dengannya, dalam setahun terakhir ini bisa menikmati kata-kata ampuh Eileen melalui tulisan-tulisan yang disajikannya di rubrik "Karir" lembar Klasika Harian Kompas. Buku ini merupakan kumpulan tulisan-tulisan tersebut. Judul Jadi Nomor Satu diambil dari satu di antara 40 tulisan yang dihimpun dalam buku ini. Meskipun tulisan-tulisan tersebut pendek dan ringkas, namun nafas dan gemanya tidak sependek dan seringkas ukurannya.

Disajikan dengan bahasa yang lugas, menghindari jargon dan kata-kata bersayap, tulisan-tulisan tersebut padat dengan tips dan pengetahuan praktis yang tidak hanya mudah dipahami, tapi juga serba "masuk akal" untuk dipraktikkan. Eileen selalu memulainya dari sesuatu yang universal, tapi dekat dengan keseharian kita. Ketika mengajak orang untuk menjadi pemenang, misalnya, Eileen berpijak dari pandangan orang tentang ranking di sekolah.

Banyak orangtua meyakinkan putra-putrinya agar tidak cemas bila tidak menjadi juara kelas. Itu baik. Tapi, menurut Eileen, itu sama sekali bukan berarti bahwa seorang anak tidak perlu (juga) menjadi pemenang di bidang non-akademik, seperti dalam permainan, kesenian, olahraga, keterampilan bergaul atau bahkan dalam situasi-situasi kemanusiaan yang memerlukan uluran tangan.

Dengan kata lain, Eileen sebenarnya lebih menekankan perlunya sense of success ditanamkan sejak dini dalam segala hal sehingga setiap individu mempunyai keyakinan bahwa ia bisa menjadi pemenang. Dari sini, Eileen menarik ke konteks yang lebih luas, di mana "menjadi pemenang" hendaknya jangan hanya sekedar obsesi, melainkan diupayakan dengan sungguh-sungguh dan jangan hanya berorientasi "ke dalam". Atau, kalau dalam konteks bisnis, sukses hendaknya tidak hanya dikurung dalam internal perusahaan.

Menjadi pemenang harus diorientasikan ke pelanggan, karena membuat pelanggan happy menjadikan kita berjiwa pemenang. "Berorientasilah ke mitra bisnis atau mitra profesi, karena perlombaan ada di luar," begitulah Eileen mengingatkan. Dengan memakai kata "lomba", Eileen memang mengibaratkan persaingan dalam arena bisnis sebagai "permainan yang mengasyikan". Namun, ia buru-buru menambahkan, upaya untuk memenanginya bukan lelucon.

Di tengah upaya yang tidak main-main itu, menurut Eileen, orang sering perlu melakukan tindakan yang tidak populer seperti miggir dulu, melawan arus, menciptakan hal baru, memisahkan diri untuk berlatih keras, menolak ajakan teman untuk bersantai, bahkan bersikap keras dalam prinsip. Semua itu akan membawa hasil belakangan dan baru terasa kenikmatannya bila sudah memenangi suatu situasi. Berat? Tunggu, sampai pada bagian ketika Eileen mengajukan tips-nya tentang "rileks setiap saat, bekerja setiap saat".

Simak apa katanya: biarkan diri kita terlena, dan tertidur saat tubuh menuntut untuk beristirahat, di dalam bus atau pada saat mata perih memandang komputer. Dengan demikian, kita juga memperbolehkan diri kita untuk menikmati pekerjaan dan berpikir 24 jam sehari 7 hari seminggu. Rileks, berpikir dan bekerja keras bisa dilakukan dalam waktu yang bersamaan. Begitulah, di "tangan" Eileen, ajakan untuk jadi nomor satu terasa begitu asik.

Buku ini cocok untuk dibaca siapa saja: Anda yang merasa jalur karirnya meragukan atau bahkan mentok, pemimpin yang ingin lebih memahami keinginan anak buah, bawahan yang ingin "mesra" dengan atasan, lulusan baru yang pertama kali menginjakkan kaki ke dunia kerja, atau pun seniman yang ingin menguasai kerja manajerial. Pendek kata, kumpulan tulisan ini lebih merupakan sumber inspirasi bagi siapa pun untuk mengenali kelemahan diri dan mengubahnya menjadi kekuatan untuk menjalani hidup lebih bermakna.

Dengan pengalamannya memimpin perusahaan konsultasi manajemen dan SDM Experd sejak 1988, percikan-percikan pemikiran Eileen dalam buku ini tentu tak diragukan lagi merupakan refleksi dari kepakaran seorang "partner yang memberikan solusi, menciptakan nilai tambah bagi kemajuan organisasi,

mendorong perubahan dan perbaikan". Eileen Rachman sebelumnya menulis buku Gaul: Meraih Lebih Banyak Kesempatan, bersama Petrina Omar.

Cetak Artikel Kirim ke Teman

Lihat Komentar (0)

Beri Komentar

Modal Emosional CEO

Judul Buku: Manajemen dengan Kecerdasan Emosional Pengarang: Dr. Henry R.Meyer (Penerjemah: Munir) Penerbit: Nuansa Books, Bandung 2007 Jumlah halaman: 168 Penulis Resensi: Faiz Manshur

Globalisasi menuntut perubahan dalam hampir segala hal, termasuk karakter kepemimpinan. Generasi baru CEO pun semakin sadar, sukses perusahaan sangat bergantung pada rasionalitas kepemimpinan. Artinya, seorang CEO tidak hanya butuh kecerdasan rasional instrumentalis seperti mengatur birokrasi secara efektif, melainkan juga harus memiliki modal kecerdasan emosional.

Henry R Meyer, penulis buku ini, melihat tiga komponen penting kecerdasan emosional, yakni relasi bisnis, hubungan CEO dengan karyawan dan hubungan keluarga sang CEO. Dari sini sudah nampak arahnya, bahwa kecerdasan emosional tidak lain dimaksudkan untuk pengembangan kepribadian seseorang sebagai pemimpin yang rasional, modern dan humanis. Seorang CEO yang memiliki kecerdasan emosional berarti memiliki enam langkah, yakni pengakuan diri, niat yang teguh untuk berubah, jangka waktu dan disiplin, transformasi, pemantauan periodik terhadap diri sendiri, gaya manajemen yang cerdas secara emosional.

Modal kecerdasan emosional ini penting, sebab posisi CEO di era liberal saat ini sangat

sentral. Sentralisme ini bukan karena kekuasaan modalnya, melainkan karena tuntutan merespons arus perubahan eksternal dalam dunia bisnis yang sedang berlangsung. Liberalisasi telah meningkatkan aktivitas kerja namun miskin produktivitas. Dampak lain misalnya, memudarnya hubungan antara antasan dengan bawahan, rasionalitas kaum pekerja dan efektivitas kerja teknologi. Melihat kondisi ini, sudah seyogianya CEO harus benar-benar mampu mengendalikan gerak kerja perusahaan secara efektif.

Dalam kondisi seperti itu, seorang CEO tidak bisa bertingkah dan menerapkan pola kebijakan semau-gue; tukang kritik, menekan bawahan atas nama jabatan, menerapkan kebijakan non-transparan (irasional), mengontrol secara kaku, gemar mencari kelemahan pekerja, membuat aturan tanpa melibatkan karyawan.

Jika masih ada bos berkarakter seperti itu, Henry memprediksi, perusahaan akan mengalami involusi, bahkan menuju jurang kebangkrutan. CEO harus benar-benar menempatkan organisasi yang berpandangan jauh ke depan. Katanya, “Seseorang bisa saja memiliki visi, target atau sasaran, tetapi dia masih saja memiliki cara berpikir model lama, terutama dalam kaitannya dengan relasi bos-bawahan, di mana motivasi dan pemberdayaan saja tidak ada. Ini mereduksi sukses peluang Anda.

Pengetahuan tentang kecerdasan emosional, dalam pandangan Henry, memberikan kepada seseorang sebuah garis kompetitif dalam bisnis dan bidang aktivitas lainnya. “Kata-kata dapat menggerakkan gunung jika difungsikan secara efisien dan efektif “. Di sini Henry sangat menekankan kepercayaan. Sebab jika seorang CEO tidak dipercaya, dipastikan para karyawan hanya menjalankan tugasnya sebagai bentuk keterpaksaaan dirinya sebagai pekerja yang membutuhkan uang, bukan karena kultur produktif.

Harus diakui pula bahwa seorang CEO sering punya musuh dalam selimut tanpa menyadarinya, dan karenanya menjadi cerdas secara emosional membuat perbedaan besar dalam hal ini. Dalam kecerdasan emosional, kata Henry, seorang pemimpin dituntut harus marah, tapi ia tidak berhak untuk menjadi kejam dan bengis. Pujian adalah obat yang menakjubkan; empati adalah sebuah terapi yang murah.

Perusahaan yang memiliki CEO yang bekerja berdasar pada kecerdasan emosional bisa dilihat dari empat karakter berikut ini, 1) Manajemen dengan motivasi, nilai perusahaan dan pemberdayaan. 2) Manajemen dengan inovasi, teladan dan sasaran. 3) Manajemen dengan kerja tim dan strategi. 4) Manajemen dengan konsultasi dan kolaborasi.

Perusahaan yang dipimpin CEO hebat berbasis kecerdasan emosional bak kampus yang humanis sebab dalam keseharian kerja, perusahaan menekankan rasionalitas hubungan, mentalitas produktif dan pergaulan yang setara antara bos dan karyawan. Semua pekerjaan dilakukan dengan penuh kebahagiaan dan fleksibilitas yang tinggi.

Dalam konteks relationships, kecerdasan emosional adalah investasi yang sangat penting. Menjaga hubungan dapat meningkatkan peluang bagi bidang perdagangan yang lebih luas, karena pengenalan melalui orang per orang akhirnya dapat mendatangkan bisnis dan

keuntungan yang lebih besar.

Bagaimana hubungan dengan pelanggan?

Kenyataan di era serba-cepat-berubah sekarang ini, produk yang baik tidaklah cukup. Henry menyarankan agar perusahaan tidak hanya bisa menawarkan kualitas produk, tapi juga harus mampu mengantarkan produk melalui kecerdasan emosional kepada pelanggan. Jangan sekadar menjual barang; juallah perasaan yang menyertai pembelian suatu produk, baik itu mobil, kapal atau rumah yang indah; atau pembelian tiket ke tempat eksotik di luar negeri. Pelanggan masa depan terbaik adalah pelanggan terdahulu.

Jika loyalitas pelanggan ini mampu kita jaga, maka mereka akan kembali. Pelayan yang baik adalah mereka yang terlihat gembira, peduli, memberikan informasi, sabar, santun, jujur, banyak akal dan suka minta maaf. Henry melihat, produktivitas dalam penjualan sangat bergantung pada stabilitas

emosional, dan ini merupakan sifat penting yang harus diperhatikan semua perusahaan.

Seorang CEO yang cerdas secara emosional dipastikan akan memiliki perhatian dan empati terhadap kultur masyarakat. Tugas CEO di era hiper-konsumen sekarang ini benar-benar harus mampu menyelinap masuk dalam ruang emosi masyarakat dengan cara memperhatikan kearifan lokal.

Di level yang lebih mikro, seorang CEO juga harus mampu menjadi pemimpin yang dipercaya dan mampu mengendalikan kehidupan keluarganya. Berbagai pengalaman yang dihimpun dalam buku ini membuktikan, sukses CEO mengelola perusahaan juga ditentukan oleh sukses yang bersangkutan dalam membangun rumah tangga.

Jika Francis Fukuyama menganggap bahwa modal sosial adalah penentu kesuksesan seseorang dalam lapangan sosial, ekonomi dan politik, maka buku ini mengajak kita untuk menyadari bahwa modal emosional adalah salah satu penentu kesuksesan dalam dunia bisnis.

Cetak Artikel Kirim ke Teman

Lihat Komentar (1)

Beri Komentar

Prinsip Memenangkan Orang Lain

Judul Buku: Winning with People: Temukan Prinsip-prinsip Hubungan yang Selalu Efektif bagi Anda

Pengarang: John C. Maxwell Penerbit: PT. Gramedia Pustaka Utama Jumlah halaman: 361 halaman

Penulis Resensi: Nurjamila G.B.

Tidak dapat dipungkiri bahwa karakteristik yang paling diperlukan untuk sukses di segala bidang adalah kemampuan untuk bekerja sama dengan orang lain. Hal ini diucapkan dan dibuktikan oleh para direktur utama perusahaan yang sukses, pedagang ulung, para guru, dan orang tua karena mereka menyadari kehidupan bermula dari adanya interaksi dengan orang lain. Kemampuan untuk membangun dan mempertahankan hubungan yang baik merupakan faktor utama yang tidak ternilai harganya dan akan menentukan seseorang sukses atau gagal.

Pemimpin yang sukses tahu bahwa mereka harus mendahului kepentingan orang lain dan menggunakan posisinya untuk melayani orang lain, dengan cara menjadi teladan, memberikan dorongan yang positif dan yang paling utama selalu memperbaiki hubungan dengan orang lain. Tingkat kematangan individual seseorang akan diuji ketika ia menerima tanggung jawab kepemimpinan.

Sebaliknya pemimpin yang tidak bertanggung jawab mementingkan dirinya terlebih dahulu dan menggunakan posisi mereka semata-mata untuk keuntungan pribadi. Padahal bila kita egois dan hanya mementingkan diri sendiri, maka satu-satunya orang yang bekerja untuk kita hanyalah diri kita sendiri. Sedangkan bila kita membantu sejumlah orang lain menghadapi masalah mereka, maka kita memiliki sejumlah orang bekerja bersama kita.

Buku ini terdiri dari lima bagian penting, yaitu kesiapan seseorang untuk memiliki hubungan dengan orang lain, kesediaan seseorang untuk memberikan fokus pada orang lain, kepercayaan terhadap orang lain, investasi dalam diri orang lain, dan hubungan sinergi yaitu untung sama untung. Setiap bagian memiliki prinsip-prinsip yang disertai contoh detil dan pemahaman yang riil untuk kemudian bisa membuka hati pembaca untuk menerapkannya secara nyata. Prinsip-prinsip hubungan ini digolongkan oleh penulis berdasarkan pengalamannya dan telah terbukti berhasil, tidak terbatas hanya pada lingkungannya saja, namun juga dapat diaplikasikan di seluruh dunia, karena prinsip yang ia tawarkan sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan.

Misalnya ketika membahas prinsip pertukaran - alih-alih menempatkan orang lain pada tempat mereka, kita harus menempatkan diri sendiri pada tempat mereka - disadari bahwa lawan dari cinta bukanlah benci melainkan terpusat pada diri sendiri. Jika fokus seseorang selalu pada dirinya sendiri, ia tidak akan pernah membangun hubungan positif.

Dalam satu lingkungan kerja yang positif, orang tidak melihat segala sesuatu dari satu sudut pandang semata. Melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain akan membantu seseorang berhasil dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Misalnya ketika seorang bawahan terlibat konflik dengan atasannya, sebaiknya ia tidak hanya berusaha untuk melihat persoalan dari sisinya sendiri, tetapi juga dari sisi atasannya.

Selain itu ada prinsip yang menarik yang dibahas dalam buku ini, yaitu prinsip pembelajaran, bahwa setiap orang berpotensi mengajarkan sesuatu. Namun bukan berarti

setiap orang yang kita temui akan mengajari kita sesuatu, tetapi setiap orang memiliki potensi untuk melakukan hal itu apabila kita memberi kesempatan kepada mereka. Bahkan seorang kriminal pun bisa menjadi sarana tempat belajar.

Penulis mencontohkan pengalamannya ketika ia menghadiri suatu konferensi, ia berencana hanya akan mengikuti sesi yang diisi oleh pembicara senior yang sangat berpengalaman dan sukses. Ia tidak berkeinginan untuk mengikuti sesi pertukaran gagasan/diskusi bagi semua orang, karena ia menganggap hal itu tidak terlalu bermanfaat. Namun setelah akhirnya ia mengikuti sesi tersebut, ia menyadari bahwa ia telah mendapatkan lebih banyak hal dari sesi tersebut dibandingkan semua sesi pada hari itu digabung. Sikap merendahkan orang akan menutup kemungkinan kita untuk belajar.

Dalam prinsip karisma, penulis percaya bahwa orang akan tertarik pada orang yang tertarik padanya. Ia menjabarkan hal-hal praktis untuk membuat diri kita disukai orang lain, yaitu sungguh-sungguh tertarik pada orang lain dengan cara menunjukkan bahwa sebagai individu orang tersebut berarti bagi kita. Orang tidak akan peduli seberapa terpelajar diri kita, sampai mereka tahu seberapa besar kita memiliki hati. Selain itu penting untuk menghiasi wajah dengan senyuman untuk menarik hati orang lain dan memperlakukan orang lain dengan cara mereka ingin diperlakukan, dan lain sebagainya.

Seperti yang diungkapkan penulis dalam bukunya, ”Orang tanpa karisma memasuki suatu kelompok dan mengatakan ”Inilah saya.” Orang dengan karisma mengatakan ”Itulah Anda."

Setiap perubahan dimulai dari diri sendiri. Untuk membuat perubahan kehidupan menjadi lebih baik dengan memperbaiki cara berhubungan dengan orang lain, maka buku ini sudah semestinya menjadi bacaan wajib.

Lihat Komentar (1)

Beri Komentar

Kebenaran Bisnis ala Starbucks

Judul Buku: The Starbucks Experience 5 Prinsip untuk Mengubah Hal Biasa menjadi Luar Biasa

Pengarang: Joseph A. Michelli Penerbit: Esensi Jumlah halaman: 232 Penulis Resensi: Is Mujiarso

Kapan pertama kali Anda minum kopi di Starbucks? Yang jelas, kalau saya boleh menebak, pasti bukan karena tergoda oleh iklan. Sejauh yang bisa Anda ingat, waktu itu

Anda tiba-tiba saja sudah mendapati diri Anda duduk di gerainya yang nyaman. Bisa saja karena sebelumnya Anda membaca laporan di koran atau mendengar cerita dari seorang teman, tentang telah dibukanya "sebuah kedai kopi dari Amerika" di Jakarta. Atau, Anda sedang jalan-jalan ke mall dan tertarik melihat lambang bulatan hijau bertuliskan "Starbucks Coffee", dan tertarik untuk mencobanya. Yang jelas, Anda pertama kali ke Starbucks bukan karena iklan. Sebab, Starbucks nyaris tak beriklan.

Buku The Starbucks Experience karya Joseph A Michelli yang diterjemahkan oleh Hero Patrianto ini mengungkapkan, Starbucks adalah perusahaan yang secara konsisten lebih banyak mendanai pelatihan untuk karyawannya daripada untuk beriklan. Tidak banyak -untuk tak mengatakan jarang sekali- sebuah kisah sukses perusahaan diawali dari fakta tentang penghargaan yang tinggi dari perusahaan tersebut kepada karyawannya. Tapi, Michelli menekankan aspek itu karena dia melihat, klaim Starbucks tentang "memperhatikan kepuasan karyawan sebagai fondasi sukses" bukanlah retorika yang berhenti menjadi sekedar teori yang indah namun minim atau bahkan nol dalam implementasi. Tak heran jika sejak bagian pendahuluan, buku ini sudah menegaskan bahwa di Starbucks, para pemimpinnya telah berfokus dalam membangun sebuah budaya di mana para karyawan bisa mengepakkan sayapnya.

Pemimpin Starbucks menawarkan sebuah filosofi menyegarkan ketika banyak CEO lain menumpuk kekayaan tapi membiarkan dana pensiun karyawan mereka tak terbayar. Jajaran eksekutif Starbucks terus-menerus bersedia dengan penuh rasa hormat untuk berbagi profit dengan para karyawan. Starbucks meyakini bahwa "cara yang benar" untuk melakukan bisnis adalah benar-benar menjadikan para karyawan sdbagai mitra --pemegang saham yang memiliki bagian dari keuntungan perusahaan. Dengan adanya pembagian semacam itu, para karyawan menjadi tersadar akan pentingnya hubungan langsung antara kerja keras mereka dan kesuksesan bisnis perusahaan. Tapi, pertanyaannya sekarang, apa artinya pendekatan yang tak biasa itu bagi para pembaca buku ini --yang mungkin saja hanyalah seorang pengusaha kecil yang jangankan menghadiahi karyawan dengan saham, menyediakan asuransi kesehatan saja tidak mampu?

Dalam kata pengantarnya, Presiden Starbucks US Business Jim Alling menegaskan, (buku) ini bukan sebuah ramusan ajaib untuk kesuksesan bekerja atau berbisnis; inilah kami apa adanya. Namun, mungkin saja ini keajaiban karena memang diperlukan sedikit keajaiban untuk membangun sebuah bisnis yang berniat memperkaya jiwa manusia. Maka, kalau kita kembali ke soal pembagian kepemilikan saham kepada karyawan tadi, spirit yang bisa ditarik tak lain bahwa intinya, setiap bisnis perlu memberikan perhatian untuk membangkitkan gairah serta kreativitas karyawan terhadap pekerjaan mereka.

Begitulah, membaca buku tentang kisah sukses seseorang atau sebuah perusahaan memang selalu menyenangkan. Tantangannya, apakah setelah membaca kita hanya terbuai lalu bermimpi, ataukah menarik benang merah untuk mempertemukan teori-teori dalam buku itu dengan situasi yang kita hadapi. Untuk buku ini, kendati orang boleh saja curiga bahwa ini bukan sesuatu yang terpisah dari upaya besar kampanye perusahaan Starbucks sendiri, tapi "5 Prinsip untuk Mengubah Hal Biasa menjadi Luar Biasa" yang

ditawarkan, harus diakui, memang masuk akal dan universal. Artinya, orang akan dengan mudah menganggukkan kepalanya setelah membaca tuntas, dan merasa bahwa memang sudah semestinyalah sebuah bisnis digerakkan dengan cara seperti itu. Bahwa, misalnya, sebuah bisnis --apapun itu-- harus memperhatikan detail, dan oleh karenanya semua hal harus dianggap dan diperlakukan sebagai sesuatu yang penting. Yang dibutuhkan kemudian adalah komitmen, konsistensi dan kedisiplinan.

Di situlah saya kira, pertama kali, letak makna penting buku ini; bukan sekedar kisah sukses yang "menarik" dan "mengagumkan", tapi juga bagaimana kisah itu kemudian membangkitkan orang untuk menemukan sendiri nilai-nilai yang unik untuk mengembangkan usahanya. Starbucks telah memulai perjalanannya, dari satu gerai di Seattle, Washington dengan model-model pendekatan yang unik, yang kemudian dipetakan oleh Michelli dalam buku ini. Giliran Anda, setelah membacanya, memulai perjalanan Anda sendiri, dengan cara yang benar.

Lihat Komentar (1)

Beri Komentar

Kebenaran Bisnis ala Starbucks

Judul Buku: The Starbucks Experience 5 Prinsip untuk Mengubah Hal Biasa menjadi Luar Biasa

Pengarang: Joseph A. Michelli Penerbit: Esensi Jumlah halaman: 232 Penulis Resensi: Is Mujiarso

Kapan pertama kali Anda minum kopi di Starbucks? Yang jelas, kalau saya boleh menebak, pasti bukan karena tergoda oleh iklan. Sejauh yang bisa Anda ingat, waktu itu Anda tiba-tiba saja sudah mendapati diri Anda duduk di gerainya yang nyaman. Bisa saja karena sebelumnya Anda membaca laporan di koran atau mendengar cerita dari seorang teman, tentang telah dibukanya "sebuah kedai kopi dari Amerika" di Jakarta. Atau, Anda sedang jalan-jalan ke mall dan tertarik melihat lambang bulatan hijau bertuliskan "Starbucks Coffee", dan tertarik untuk mencobanya. Yang jelas, Anda pertama kali ke Starbucks bukan karena iklan. Sebab, Starbucks nyaris tak beriklan.

Buku The Starbucks Experience karya Joseph A Michelli yang diterjemahkan oleh Hero Patrianto ini mengungkapkan, Starbucks adalah perusahaan yang secara konsisten lebih banyak mendanai pelatihan untuk karyawannya daripada untuk beriklan. Tidak banyak -untuk tak mengatakan jarang sekali- sebuah kisah sukses perusahaan diawali dari fakta tentang penghargaan yang tinggi dari perusahaan tersebut kepada karyawannya. Tapi, Michelli menekankan aspek itu karena dia melihat, klaim Starbucks tentang "memperhatikan kepuasan karyawan sebagai fondasi sukses" bukanlah retorika yang berhenti menjadi sekedar teori yang indah namun minim atau bahkan nol dalam

implementasi. Tak heran jika sejak bagian pendahuluan, buku ini sudah menegaskan bahwa di Starbucks, para pemimpinnya telah berfokus dalam membangun sebuah budaya di mana para karyawan bisa mengepakkan sayapnya.

Pemimpin Starbucks menawarkan sebuah filosofi menyegarkan ketika banyak CEO lain menumpuk kekayaan tapi membiarkan dana pensiun karyawan mereka tak terbayar. Jajaran eksekutif Starbucks terus-menerus bersedia dengan penuh rasa hormat untuk berbagi profit dengan para karyawan. Starbucks meyakini bahwa "cara yang benar" untuk melakukan bisnis adalah benar-benar menjadikan para karyawan sdbagai mitra --pemegang saham yang memiliki bagian dari keuntungan perusahaan. Dengan adanya pembagian semacam itu, para karyawan menjadi tersadar akan pentingnya hubungan langsung antara kerja keras mereka dan kesuksesan bisnis perusahaan. Tapi, pertanyaannya sekarang, apa artinya pendekatan yang tak biasa itu bagi para pembaca buku ini --yang mungkin saja hanyalah seorang pengusaha kecil yang jangankan menghadiahi karyawan dengan saham, menyediakan asuransi kesehatan saja tidak mampu?

Dalam kata pengantarnya, Presiden Starbucks US Business Jim Alling menegaskan, (buku) ini bukan sebuah ramusan ajaib untuk kesuksesan bekerja atau berbisnis; inilah kami apa adanya. Namun, mungkin saja ini keajaiban karena memang diperlukan sedikit keajaiban untuk membangun sebuah bisnis yang berniat memperkaya jiwa manusia. Maka, kalau kita kembali ke soal pembagian kepemilikan saham kepada karyawan tadi, spirit yang bisa ditarik tak lain bahwa intinya, setiap bisnis perlu memberikan perhatian untuk membangkitkan gairah serta kreativitas karyawan terhadap pekerjaan mereka.

Begitulah, membaca buku tentang kisah sukses seseorang atau sebuah perusahaan memang selalu menyenangkan. Tantangannya, apakah setelah membaca kita hanya terbuai lalu bermimpi, ataukah menarik benang merah untuk mempertemukan teori-teori dalam buku itu dengan situasi yang kita hadapi. Untuk buku ini, kendati orang boleh saja curiga bahwa ini bukan sesuatu yang terpisah dari upaya besar kampanye perusahaan Starbucks sendiri, tapi "5 Prinsip untuk Mengubah Hal Biasa menjadi Luar Biasa" yang ditawarkan, harus diakui, memang masuk akal dan universal. Artinya, orang akan dengan mudah menganggukkan kepalanya setelah membaca tuntas, dan merasa bahwa memang sudah semestinyalah sebuah bisnis digerakkan dengan cara seperti itu. Bahwa, misalnya, sebuah bisnis --apapun itu-- harus memperhatikan detail, dan oleh karenanya semua hal harus dianggap dan diperlakukan sebagai sesuatu yang penting. Yang dibutuhkan kemudian adalah komitmen, konsistensi dan kedisiplinan.

Di situlah saya kira, pertama kali, letak makna penting buku ini; bukan sekedar kisah sukses yang "menarik" dan "mengagumkan", tapi juga bagaimana kisah itu kemudian membangkitkan orang untuk menemukan sendiri nilai-nilai yang unik untuk mengembangkan usahanya. Starbucks telah memulai perjalanannya, dari satu gerai di Seattle, Washington dengan model-model pendekatan yang unik, yang kemudian dipetakan oleh Michelli dalam buku ini. Giliran Anda, setelah membacanya, memulai perjalanan Anda sendiri, dengan cara yang benar.

Cetak Artikel Kirim ke Teman

Lihat Komentar (0)

Beri Komentar

Pastikan Perusahaan Anda Tipe Pemenang

Judul Buku: It’s Not What You Say…It’s What You Do Pengarang: Laurence Haughton Penerbit: Gramedia Pustaka Utama, 2007 Jumlah halaman: 288 Penulis Resensi: Meisia

Mengapa sejumlah perusahaan secara konsisten mengungguli performa kompetitor mereka?

Strategi dan taktik mana, di antara ratusan strategi dan taktik yang direkomendasikan oleh guru dan pakar manajemen, yang benar-benar membuat perubahan?

Sebuah tim peneliti yang menamai diri mereka The Evergreen Project meneliti 160 perusahaan besar untuk menemukan jawaban di atas. Mereka berhasil membagi perusahaan-perusahaan itu menjadi empat kategori: mulai dari Pemenang, yang secara konsisten mengungguli performa kompetitor mereka; Pecundang, yang jatuh dari waktu ke waktu; Pemanjat, yang mulai dengan buruk tapi kemudian menemukan cara untuk memperbaiki diri secara dramatis; dan Yang Jatuh, yang mulai dengan keuntungan lumayan kemudian hancur.

Para pakar itu kemudian melakukan pemeriksaan silang atas rencana-rencana strategis tiap perusahaan yang menggunakan dua ratus lebih taktik berkekuatan tinggi. Semua ide cemerlang ada dalam daftar --mulai dari ”Customer Relationship Manager (CRM)” sampai ”Six Sigma”, dari ”Umpan Balik 360 derajat” sampai ”Perencanaan Sumber Daya Bisnis.”

Apa yang membuat perusahaan-perusahaan dalam kategori Pemenang selalu memimpin? Salah satu alasan yang paling penting adalah adanya keterlibatan aktif semua orang dalam organisasi.

Adapun mengenai strategi yang diterapkan, hasil temuan tim peneliti itu cukup mengejutkan. Ternyata, apa pun strategi yang diterapkan, sentralisasi atau desentralisasi, ERP atau CRM, pengaruhnya tidak besar. Yang berpengaruh sangat besar adalah bagaimana penerapan strategi tersebut. Dan, yang paling menentukan performa perusahaan adalah genggamannya pada misi paling dasar manajemen --untuk memastikan semua orang pada setiap tingkatan terlibat.

Laurence Haughton, seorang konsultan manajemen, menyusun buku berjudul asli It’s Not What You Say…It’s What You Do ini untuk membantu perusahaan menemukan cara-cara menerapkan strategi manajemen dan meningkatkan keterlibatan setiap orang. Sebelumnya, Haughton adalah anggota tim penulis buku laris It’s Not the Big that Eat the Small ... It’s the Fast that Eat the Slow

Melalui wawancara dengan para manajer di perusahaan-perusahaan besar seperti IKEA, Yellow Roadway Transportation, Wall Street Journal, Watson Wyatt, Charles Schwab, Haughton berhasil menyusun sebuah buku yang menarik dan berguna. Dia mengangkat kisah para manajer itu dalam memecahkan masalah dan menghasilkan “tindak lanjut” dari para karyawan.

Kisah dan pelajaran yang didapat dari para manajer itu dibagi dalam empat “balok pembangun”, yang menurut Haughton adalah komponen penting dalam “tindak lanjut” itu. Yaitu, memiliki arah yang jelas sehingga semua orang mengerti ke mana mereka mengarah tanpa adanya keraguan sedikit

pun; menempatkan orang yang tepat pada setiap tujuan; melakukan awal yang baik dengan banyak keterlibatan; dan, memastikan semua orang menjaga momentum dengan meningkatkan inisiatif individu.

Keempat balok pembangun inilah yang merupakan empat bagian utama dalam buku ini. Untuk menjelaskan masing-masing balok pembangun, keempat bagian tersebut masih dibagi-bagi menjadi tiga hingga empat bab.

Buku ini penting bagi para manajer maupun pemilik perusahaan, terutama untuk perusahaan yang sedang berkembang. Karena, tanpa arah yang jelas, hanya keberuntungan yang membawa Anda pada pencapaian Anda saat ini. Dan, tanpa keterlibatan semua orang dalam organisasi Anda, maka akan sulit mempertahankan momentum perkembangan.

Cetak Artikel Kirim ke Teman

Lihat Komentar (0)

Beri Komentar

Pastikan Perusahaan Anda Tipe Pemenang

Judul Buku: It’s Not What You Say…It’s What You Do Pengarang: Laurence Haughton Penerbit: Gramedia Pustaka Utama, 2007 Jumlah halaman: 288 Penulis Resensi: Meisia

Mengapa sejumlah perusahaan secara konsisten mengungguli performa kompetitor mereka?

Strategi dan taktik mana, di antara ratusan strategi dan taktik yang direkomendasikan oleh guru dan pakar manajemen, yang benar-benar membuat perubahan?

Sebuah tim peneliti yang menamai diri mereka The Evergreen Project meneliti 160 perusahaan besar untuk menemukan jawaban di atas. Mereka berhasil membagi perusahaan-perusahaan itu menjadi empat kategori: mulai dari Pemenang, yang secara konsisten mengungguli performa kompetitor mereka; Pecundang, yang jatuh dari waktu ke waktu; Pemanjat, yang mulai dengan buruk tapi kemudian menemukan cara untuk memperbaiki diri secara dramatis; dan Yang Jatuh, yang mulai dengan keuntungan lumayan kemudian hancur.

Para pakar itu kemudian melakukan pemeriksaan silang atas rencana-rencana strategis tiap perusahaan yang menggunakan dua ratus lebih taktik berkekuatan tinggi. Semua ide cemerlang ada dalam daftar --mulai dari ”Customer Relationship Manager (CRM)” sampai ”Six Sigma”, dari ”Umpan Balik 360 derajat” sampai ”Perencanaan Sumber Daya Bisnis.”

Apa yang membuat perusahaan-perusahaan dalam kategori Pemenang selalu memimpin? Salah satu alasan yang paling penting adalah adanya keterlibatan aktif semua orang dalam organisasi.

Adapun mengenai strategi yang diterapkan, hasil temuan tim peneliti itu cukup mengejutkan. Ternyata, apa pun strategi yang diterapkan, sentralisasi atau desentralisasi, ERP atau CRM, pengaruhnya tidak besar. Yang berpengaruh sangat besar adalah bagaimana penerapan strategi tersebut. Dan, yang paling menentukan performa perusahaan adalah genggamannya pada misi paling dasar manajemen --untuk memastikan semua orang pada setiap tingkatan terlibat.

Laurence Haughton, seorang konsultan manajemen, menyusun buku berjudul asli It’s Not What You Say…It’s What You Do ini untuk membantu perusahaan menemukan cara-cara menerapkan strategi manajemen dan meningkatkan keterlibatan setiap orang. Sebelumnya, Haughton adalah anggota tim penulis buku laris It’s Not the Big that Eat the Small ... It’s the Fast that Eat the Slow

Melalui wawancara dengan para manajer di perusahaan-perusahaan besar seperti IKEA, Yellow Roadway Transportation, Wall Street Journal, Watson Wyatt, Charles Schwab, Haughton berhasil menyusun sebuah buku yang menarik dan berguna. Dia mengangkat kisah para manajer itu dalam memecahkan masalah dan menghasilkan “tindak lanjut” dari para karyawan.

Kisah dan pelajaran yang didapat dari para manajer itu dibagi dalam empat “balok pembangun”, yang menurut Haughton adalah komponen penting dalam “tindak lanjut” itu. Yaitu, memiliki arah yang jelas sehingga semua orang mengerti ke mana mereka

mengarah tanpa adanya keraguan sedikit pun; menempatkan orang yang tepat pada setiap tujuan; melakukan awal yang baik dengan banyak keterlibatan; dan, memastikan semua orang menjaga momentum dengan meningkatkan inisiatif individu.

Keempat balok pembangun inilah yang merupakan empat bagian utama dalam buku ini. Untuk menjelaskan masing-masing balok pembangun, keempat bagian tersebut masih dibagi-bagi menjadi tiga hingga empat bab.

Buku ini penting bagi para manajer maupun pemilik perusahaan, terutama untuk perusahaan yang sedang berkembang. Karena, tanpa arah yang jelas, hanya keberuntungan yang membawa Anda pada pencapaian Anda saat ini. Dan, tanpa keterlibatan semua orang dalam organisasi Anda, maka akan sulit mempertahankan momentum perkembangan.

Cetak Artikel Kirim ke Teman

Lihat Komentar (0)

Beri Komentar

Pastikan Perusahaan Anda Tipe Pemenang

Judul Buku: It’s Not What You Say…It’s What You Do Pengarang: Laurence Haughton Penerbit: Gramedia Pustaka Utama, 2007 Jumlah halaman: 288 Penulis Resensi: Meisia

Mengapa sejumlah perusahaan secara konsisten mengungguli performa kompetitor mereka?

Strategi dan taktik mana, di antara ratusan strategi dan taktik yang direkomendasikan oleh guru dan pakar manajemen, yang benar-benar membuat perubahan?

Sebuah tim peneliti yang menamai diri mereka The Evergreen Project meneliti 160 perusahaan besar untuk menemukan jawaban di atas. Mereka berhasil membagi perusahaan-perusahaan itu menjadi empat kategori: mulai dari Pemenang, yang secara konsisten mengungguli performa kompetitor mereka; Pecundang, yang jatuh dari waktu ke waktu; Pemanjat, yang mulai dengan buruk tapi kemudian menemukan cara untuk memperbaiki diri secara dramatis; dan Yang Jatuh, yang mulai dengan keuntungan lumayan kemudian hancur.

Para pakar itu kemudian melakukan pemeriksaan silang atas rencana-rencana strategis tiap perusahaan yang menggunakan dua ratus lebih taktik berkekuatan tinggi. Semua ide

cemerlang ada dalam daftar --mulai dari ”Customer Relationship Manager (CRM)” sampai ”Six Sigma”, dari ”Umpan Balik 360 derajat” sampai ”Perencanaan Sumber Daya Bisnis.”

Apa yang membuat perusahaan-perusahaan dalam kategori Pemenang selalu memimpin? Salah satu alasan yang paling penting adalah adanya keterlibatan aktif semua orang dalam organisasi.

Adapun mengenai strategi yang diterapkan, hasil temuan tim peneliti itu cukup mengejutkan. Ternyata, apa pun strategi yang diterapkan, sentralisasi atau desentralisasi, ERP atau CRM, pengaruhnya tidak besar. Yang berpengaruh sangat besar adalah bagaimana penerapan strategi tersebut. Dan, yang paling menentukan performa perusahaan adalah genggamannya pada misi paling dasar manajemen --untuk memastikan semua orang pada setiap tingkatan terlibat.

Laurence Haughton, seorang konsultan manajemen, menyusun buku berjudul asli It’s Not What You Say…It’s What You Do ini untuk membantu perusahaan menemukan cara-cara menerapkan strategi manajemen dan meningkatkan keterlibatan setiap orang. Sebelumnya, Haughton adalah anggota tim penulis buku laris It’s Not the Big that Eat the Small ... It’s the Fast that Eat the Slow

Melalui wawancara dengan para manajer di perusahaan-perusahaan besar seperti IKEA, Yellow Roadway Transportation, Wall Street Journal, Watson Wyatt, Charles Schwab, Haughton berhasil menyusun sebuah buku yang menarik dan berguna. Dia mengangkat kisah para manajer itu dalam memecahkan masalah dan menghasilkan “tindak lanjut” dari para karyawan.

Kisah dan pelajaran yang didapat dari para manajer itu dibagi dalam empat “balok pembangun”, yang menurut Haughton adalah komponen penting dalam “tindak lanjut” itu. Yaitu, memiliki arah yang jelas sehingga semua orang mengerti ke mana mereka mengarah tanpa adanya keraguan sedikit pun; menempatkan orang yang tepat pada setiap tujuan; melakukan awal yang baik dengan banyak keterlibatan; dan, memastikan semua orang menjaga momentum dengan meningkatkan inisiatif individu.

Keempat balok pembangun inilah yang merupakan empat bagian utama dalam buku ini. Untuk menjelaskan masing-masing balok pembangun, keempat bagian tersebut masih dibagi-bagi menjadi tiga hingga empat bab.

Buku ini penting bagi para manajer maupun pemilik perusahaan, terutama untuk perusahaan yang sedang berkembang. Karena, tanpa arah yang jelas, hanya keberuntungan yang membawa Anda pada pencapaian Anda saat ini. Dan, tanpa keterlibatan semua orang dalam organisasi Anda, maka akan sulit mempertahankan momentum perkembangan.

Beri Komentar

Menjadi Raksasa Cara Herry Tjahjono

Judul Buku: The XO Way: 3 Giants & 6 Liliputs Pengarang: Herry Tjahjono Penerbit: Grasindo Jumlah halaman: 198 halaman Penulis Resensi: Is Mujiarso

"April ini jadwal saya sudah penuh," ujar Herry Tjahjono yang tiba-tiba laris diundang untuk memberikan training pengembangan diri. Apakah Direktur HR sebuah perusahaan properti yang dikenal luas sebagai corporate culture theraphist itu telah berubah profesi menjadi seorang motivator? Sama sekali

tidak. Semua itu karena buku yang ditulisnya, The XO Way: 3 Giants & 6 Liliputs.

Terbit awal Maret ini, tak sampai sepekan buku ini langsung ludes di pasaran dan menurut penulisnya, saat ini tengah dalam proses naik cetak yang ketiga. Judulnya yang "aneh" dan cover-nya yang eye-chatching barangkali merupakan impuls tersendiri bagi siapapun yang melihatnya di etalase toko buku. Tapi, menilai karya Herry Tjahjono hanya lewat aspek yang "sesepele" itu, jelas terlalu sembrono.

Kendati, kalau dilihat dari sampulnya yang "ramai" orang memang dengan mudah akan memvonis buku ini tak ubahnya buku-buku kiat (self-helf) lainnya yang berjibun di pasaran. Namun, membaca isinya jelas tidak sama dengan menilai tampilan luarnya. Setelah membaca tuntas buku ini, Anda akan merasakan kelebihannya dibandingkan dengan buku-buku sejenis yang umumnya gagap.

Herry meramu kompetensinya sebagai praktisi berlatar pendidikan formal psikologi dengan keseriusannya sebagai seorang pemikir yang berwawasan luas. Ramuan itu lalu disajikan dalam formula khas cita rasa seorang budayawan sekaligus kolumnis. Hasilnya, sebuah paparan yang jauh dari kesan kering dan membosankan layaknya terjadi pada buku-buku yang berpretensi menjadi pedoman praktis.

Sebaliknya, buku ini menunjukkan kelasnya yang istimewa karena tampak sekali digarap dengan pendekatan yang "ilmiah": Herry tidak hanya mengandalkan ide-ide kreatifnya, tapi sekaligus membingkainya dengan teori-teori yang kokoh.

Sejauh pengamatan saya, belum pernah dalam buku tuntunan seperti ini terlihat bertebaran nama-nama pemikir serius, dari Heidegger ke Deepak Chopra hingga Isaiah Berlin. Dan, semua itu bukan untuk gagah-gagahan atau kegenitan penulisnya agar pembaca mendapat kesan, "wah, bacaan penulisnya luas". Melainkan, karena semuanya memang relevan, mendukung, menopang, membentuk jalinan pondasi yang mendasari setiap paparan.

Buku ini adalah jawaban bagi banjir buku kiat yang kebanyakan justru tidak membantu melainkan sekedar menyentuh emosi sesaat, mengobral jurus-jurus instan yang membuai, namun ujung-ujungnya hanya membuat pembaca terlena dalam bius hampa sihir kiat-kiat

yang tidak membumi.

Dengan bahasa yang lugas, jernih, nyaris tanpa jargon, Herry mengawali paparannya dengan menjelaskan judul "aneh" yang dipilihnya. Dengan "X.O Way", ia memaksudkannya sebagai extra-ordinary way alias jalan yang tidak umum. Sedangkan "3 Giants" dan "6 Liliputs", yang kental beraroma dongeng itu, merupakan metafora dari 3 pedoman emas dan 6 teknik ampuh yang ditawarkannya untuk pengembangan diri, baik sebagai pribadi maupun profesional.

Dengan sistematika yang rapi, pembaca seolah diajak bertamasya, menziarahi masa tertentu, kisah-kisah inspiratif dan tokoh-tokoh besar yang telah tiada yang bisa dijadikan teladan. Gambar, foto, ilustrasi, kutipan dan lembar-lembar latihan membuat tamasya terasa lebih menyenangkan dan interaktif: kita seperti dipandu seorang instruktur dalam sebuah tatap muka yang berlangsung dua arah.

Mengikuti 3 pedoman emas yang disodorkan, buku ini dibagi ke dalam tiga bagian besar, masing-masing Giant Hope, Giant Paradigm dan Giant Goal. Herry mengkolaborasikan "3 raksasa" tersebut dengan "6 liliput" --enam teknik super-efektif untuk menjadikan individu sebagai the giant person, baik itu sebagai karyawan, bos, ibu rumah tangga, konsultan, pejabat, artis maupun bahkan presiden sekalipun. Salah satu teknik yang dianjurkan Herry adalah Teknik Landak.

Binatang tersebut mengajarkan kepada kita sebuah filosofi yang sangat penting dan mendasar, yaitu agar kita jangan terfokus untuk menjadi yang "terbaik dalam banyak hal", baik di tempat kerja maupun dalam lingkungan masyarakat. Tapi yang lebih utama, adanya kesadaran dan pemahaman kita untuk menemukan hal terbaik apakah yang ada dalam diri kita. Intinya, bagaimana kita menemukan "the best in me" kita dalam menjalani kehidupan.

Seekor landak hanya tahu satu hal besar dalam hidupnya, yakni mempertahankan diri dengan durinya. Namun, itu demikian efektif untuk menjaga kelangsungan hidupnya sekaligus melumpuhkan lawan-lawannya. Masih ada lima teknik lagi yang bisa Anda temukan dalam buku ini, yang selain mudah dipahami juga bisa dipraktikkan oleh siapapun, untuk melahirkan kembali diri kita menjadi raksasa.

Dengan perspektif yang kaya dan pendekatan metaforik yang universal dan unik --yang sepengetahuan saya belum pernah dilakukan penulis buku-buku pengembangan lain-- tak pelak nilai guna buku ini akan melampaui tujuan "utama"-nya untuk mengembangkan individu menuju kesejahteraan dan kemakmuran hidup. Yakni, mempertinggi kepekaan dan kearifan kita sebagai manusia.

Beri Komentar

Ayo, Berani Berkonfrontasi

Judul Buku: Crucial Confrontations Pengarang: Kerry Patterson, dkk Penerbit: Gramedia Pustaka Utama, 2007 Jumlah halaman: 316 Penulis Resensi: Meisia

Buku ini tentang konfrontasi. Kita menghadapi konfrontasi dalam kehidupan sehari-hari, baik di tempat kerja maupun di rumah. Konfrontasi krusial yang menjadi judul buku ini adalah tentang kekecewaan yang timbul karena pengingkaran janji, tercabiknya harapan dan perilaku lain yang buruk.

Semuanya dimulai dengan pertanyaan, "Mengapa Anda tidak melakukan apa yang sebaiknya Anda lakukan?" Bagaimana Anda seharusnya menghadapi, misalnya pegawai yang hampir selalu terlambat masuk kantor, rekan kerja yang menjelekkan Anda di belakang Anda, atau putri remaja Anda yang baru saja memberi tahu bahwa dia akan pergi ke pesta perpisahan sekolah bersama cowok yang Anda curigai sebagai anak yang licik dan tak bertanggung jawab?

Kerry Patterson, Joseph Grenny, Ron McMillan dan Al Switzler adalah para konsultan dan pelatih di bidang kepemimpinan dan kinerja organisasi, yang mendirikan perusahaan konsultan VitalSmarts. Mereka menyusun buku ini berdasarkan pengamatan selama lebih dari 10.000 jam terhadap orang-orang yang dipilih sebagai yang terbaik yang pernah terlibat dalam konfrontasi. Tidak hanya konfrontasi "biasa", tapi konfrontasi yang sulit dan perlu. Yakni, yang berakhir dengan kemenangan bagi semua dan hubungan menjadi lebih kuat.

Buku ini menekankan pentingnya berkonfrontasi (yang aman dan efektif). Banyak contoh peristiwa tragis terjadi karena seseorang tidak berani berkonfrontasi. Sebaliknya, apabila konfrontasi dilakukan dengan tidak efektif, maka hasilnya pun tidak kalah fatal.

Cara-cara melakukan konfrontasi krusial dengan efektif diuraikan dalam buku ini. Dimulai dengan menanyakan apa masalahnya, baru kemudian menanyakan perlukah. Dengan detil buku ini memberikan panduan yang disertai contoh-contoh praktis dari pengalaman para penulis, sehingga diharapkan pembaca bisa mengetahui apa yang harus dilakukannya apabila menghadapi kondisi-kondisi yang tidak seharusnya.

Pembaca akan mengetahui kapan 'harus' memulai sebuah konfrontasi krusial dan bagaimana memulainya. Dan, bagaimana menyusun strategi sebelum membuka mulut. Semua itu merupakan keterampilan-keterampilan praktis yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, khususnya di tempat kerja.

Selain panduan konfrontasi dalam sembilan bab, buku ini juga dilengkapi dengan empat lampiran. Terdiri atas Form penilaian diri untuk mengukur keterampilan konfrontasi krusial; "Model Enam Sumber" untuk membantu memperluas pandangan kita tentang

mengapa orang melakukan apa yang mereka lakukan; "Ketika Semuanya Berjalan Lancar", yaitu kondisi ketika semuanya berjalan sesuai dengan seharusnya; dan, panduan

diskusi untuk kelompok baca.

Satu catatan kecil untuk penerbit, buku yang sangat berguna ini akan jauh lebih baik apabila penerjemahannya ke dalam Bahasa Indonesia tidak terlalu kaku dan sulit dicerna.

Beri Komentar

Ayo, Berani Berkonfrontasi

Judul Buku: Crucial Confrontations Pengarang: Kerry Patterson, dkk Penerbit: Gramedia Pustaka Utama, 2007 Jumlah halaman: 316 Penulis Resensi: Meisia

Buku ini tentang konfrontasi. Kita menghadapi konfrontasi dalam kehidupan sehari-hari, baik di tempat kerja maupun di rumah. Konfrontasi krusial yang menjadi judul buku ini adalah tentang kekecewaan yang timbul karena pengingkaran janji, tercabiknya harapan dan perilaku lain yang buruk.

Semuanya dimulai dengan pertanyaan, "Mengapa Anda tidak melakukan apa yang sebaiknya Anda lakukan?" Bagaimana Anda seharusnya menghadapi, misalnya pegawai yang hampir selalu terlambat masuk kantor, rekan kerja yang menjelekkan Anda di belakang Anda, atau putri remaja Anda yang baru saja memberi tahu bahwa dia akan pergi ke pesta perpisahan sekolah bersama cowok yang Anda curigai sebagai anak yang licik dan tak bertanggung jawab?

Kerry Patterson, Joseph Grenny, Ron McMillan dan Al Switzler adalah para konsultan dan pelatih di bidang kepemimpinan dan kinerja organisasi, yang mendirikan perusahaan konsultan VitalSmarts. Mereka menyusun buku ini berdasarkan pengamatan selama lebih dari 10.000 jam terhadap orang-orang yang dipilih sebagai yang terbaik yang pernah terlibat dalam konfrontasi. Tidak hanya konfrontasi "biasa", tapi konfrontasi yang sulit dan perlu. Yakni, yang berakhir dengan kemenangan bagi semua dan hubungan menjadi lebih kuat.

Buku ini menekankan pentingnya berkonfrontasi (yang aman dan efektif). Banyak contoh peristiwa tragis terjadi karena seseorang tidak berani berkonfrontasi. Sebaliknya, apabila konfrontasi dilakukan dengan tidak efektif, maka hasilnya pun tidak kalah fatal.

Cara-cara melakukan konfrontasi krusial dengan efektif diuraikan dalam buku ini. Dimulai dengan menanyakan apa masalahnya, baru kemudian menanyakan perlukah. Dengan detil buku ini memberikan panduan yang disertai contoh-contoh praktis dari

pengalaman para penulis, sehingga diharapkan pembaca bisa mengetahui apa yang harus dilakukannya apabila menghadapi kondisi-kondisi yang tidak seharusnya.

Pembaca akan mengetahui kapan 'harus' memulai sebuah konfrontasi krusial dan bagaimana memulainya. Dan, bagaimana menyusun strategi sebelum membuka mulut. Semua itu merupakan keterampilan-keterampilan praktis yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, khususnya di tempat kerja.

Selain panduan konfrontasi dalam sembilan bab, buku ini juga dilengkapi dengan empat lampiran. Terdiri atas Form penilaian diri untuk mengukur keterampilan konfrontasi krusial; "Model Enam Sumber" untuk membantu memperluas pandangan kita tentang mengapa orang melakukan apa yang mereka lakukan; "Ketika Semuanya Berjalan Lancar", yaitu kondisi ketika semuanya berjalan sesuai dengan seharusnya; dan, panduan diskusi untuk kelompok baca.

Satu catatan kecil untuk penerbit, buku yang sangat berguna ini akan jauh lebih baik apabila penerjemahannya ke dalam Bahasa Indonesia tidak terlalu kaku dan sulit dicerna.

Beri Komentar

Ayo, Berani Berkonfrontasi

Judul Buku: Crucial Confrontations Pengarang: Kerry Patterson, dkk Penerbit: Gramedia Pustaka Utama, 2007 Jumlah halaman: 316 Penulis Resensi: Meisia

Buku ini tentang konfrontasi. Kita menghadapi konfrontasi dalam kehidupan sehari-hari, baik di tempat kerja maupun di rumah. Konfrontasi krusial yang menjadi judul buku ini adalah tentang kekecewaan yang timbul karena pengingkaran janji, tercabiknya harapan dan perilaku lain yang buruk.

Semuanya dimulai dengan pertanyaan, "Mengapa Anda tidak melakukan apa yang sebaiknya Anda lakukan?" Bagaimana Anda seharusnya menghadapi, misalnya pegawai yang hampir selalu terlambat masuk kantor, rekan kerja yang menjelekkan Anda di belakang Anda, atau putri remaja Anda yang baru saja memberi tahu bahwa dia akan pergi ke pesta perpisahan sekolah bersama cowok yang Anda curigai sebagai anak yang licik dan tak bertanggung jawab?

Kerry Patterson, Joseph Grenny, Ron McMillan dan Al Switzler adalah para konsultan

dan pelatih di bidang kepemimpinan dan kinerja organisasi, yang mendirikan perusahaan konsultan VitalSmarts. Mereka menyusun buku ini berdasarkan pengamatan selama lebih dari 10.000 jam terhadap orang-orang yang dipilih sebagai yang terbaik yang pernah

terlibat dalam konfrontasi. Tidak hanya konfrontasi "biasa", tapi konfrontasi yang sulit dan perlu. Yakni, yang berakhir dengan kemenangan bagi semua dan hubungan menjadi lebih kuat.

Buku ini menekankan pentingnya berkonfrontasi (yang aman dan efektif). Banyak contoh peristiwa tragis terjadi karena seseorang tidak berani berkonfrontasi. Sebaliknya, apabila konfrontasi dilakukan dengan tidak efektif, maka hasilnya pun tidak kalah fatal.

Cara-cara melakukan konfrontasi krusial dengan efektif diuraikan dalam buku ini. Dimulai dengan menanyakan apa masalahnya, baru kemudian menanyakan perlukah. Dengan detil buku ini memberikan panduan yang disertai contoh-contoh praktis dari pengalaman para penulis, sehingga diharapkan pembaca bisa mengetahui apa yang harus dilakukannya apabila menghadapi kondisi-kondisi yang tidak seharusnya.

Pembaca akan mengetahui kapan 'harus' memulai sebuah konfrontasi krusial dan bagaimana memulainya. Dan, bagaimana menyusun strategi

sebelum membuka mulut. Semua itu merupakan keterampilan-keterampilan praktis yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, khususnya di tempat kerja.

Selain panduan konfrontasi dalam sembilan bab, buku ini juga dilengkapi dengan empat lampiran. Terdiri atas Form penilaian diri untuk mengukur keterampilan konfrontasi krusial; "Model Enam Sumber" untuk membantu memperluas pandangan kita tentang mengapa orang melakukan apa yang mereka lakukan; "Ketika Semuanya Berjalan Lancar", yaitu kondisi ketika semuanya berjalan sesuai dengan seharusnya; dan, panduan diskusi untuk kelompok baca.

Satu catatan kecil untuk penerbit, buku yang sangat berguna ini akan jauh lebih baik apabila penerjemahannya ke dalam Bahasa Indonesia tidak terlalu kaku dan sulit dicerna.

Beri Komentar

Perempuan Terlahir sebagai Pemimpin

Judul Buku: See Jane Lead: 99 Kiat Sukses Memimpin bagi Perempuan Pengarang: Lois P. Frankel, Ph.D Penerbit: Gramedia Pustaka Utama, 2006 Jumlah halaman: 265 halaman Penulis Resensi: Meisia Chandra

Melalui buku ini, Dr. Lois P. Frankel, seorang penulis bestseller yang sering menulis tentang pengembangan diri perempuan, mencoba menegaskan bahwa perempuan melalui

sifat-sifat alamiahnya, memang terlahir menjadi seorang pemimpin.

Dalam buku-buku dia sebelumnya, Nice Girls Don't Get the Corner Office dan Nice Girls Don't Get Rich, Frankel menuliskan 176 kesalahan yang dilakukan perempuan dalam mengejar tujuan finansial maupun profesional mereka. Buku yang baru ini tidak lagi memfokuskan diri pada kesalahan, melainkan pada strategi yang membantu para perempuan memunculkan kemampuan kepemimpinan mereka dalam berbagai situasi.

Bukan berarti para perempuan tidak lagi melakukan kesalahan dalam hal kepemimpinan. Ya, mereka masih melakukannya. Tempatkanlah seorang gadis manis dalam sekelompok laki-laki dan perempuan, maka perempuan pasti akan menunggu seorang laki-laki --atau, perempuan yang lebih berkuasa-- untuk mengambil kendali.

Mintalah seorang gadis manis untuk mengambil keputusan untuk suatu kelompok, maka dia akan mengambil suara sebelum bertindak. Berikanlah sekelompok orang untuk dipimpin kepada seorang gadis manis, maka dia akan memperlakukan mereka seperti keluarga. Bukan, sekelompok orang yang mengandalkannya untuk kepemimpinan yang mampu membuat keputusan cepat dan percaya diri tapi manusiawi. Dan, dengan itu, dia menyangkal karunia bakat yang dimilikinya, yang bisa dimanfaatkan untuk menjadikannya seorang pemimpin teladan. Kaum perempuan selalu memimpin setiap saat --mereka hanya tidak menyebutnya kepemimpinan.

Dengan istilah yang tidak teoritis dan menggunakan contoh yang dekat dengan kehidupan sehari-hari, buku ini menunjukkan kepada Anda berbagai hal dan kualitas kepemimpinan yang sudah Anda perlihatkan. "Saya menulis buku ini karena saya ingin Anda melihat bahwa Anda seorang pemimpin dan Anda benar-benar mempunyai apa yang diperlukan untuk memimpin sebuah keluarga, proyek, tim, departemen, perusahaan atau negara," demikian tulis Frankel dalam Pendahuluan bukunya.

Feminisasi Kepemimpinan

Frankel berpendapat, jika ada satu waktu dalam perjalanan sejarah di mana kepemimpinan perempuan benar-benar diperlukan, maka sekaranglah saatnya. Karena, masa kepemimpinan yang bercorak perintah dan kendali pada masa sekarang semakin tidak bisa dipertahankan. Saat ini, dibutuhkan kualitas-kualitas kepemimpinan yang banyak di antaranya kualitas-kualitas alamiah seorang perempuan.

Selama berabad-abad, perempuan tanpa sadar menyempurnakan kualitas penting yang diperlukan untuk menjadi pemimpin yang sukses. Entah didapatkan dari lahir atau dari pola asuh, perempuan mahir membangun hubungan, mendorong dan memotivasi orang lain untuk berhasil, membentuk cara berkomunikasi mereka dengan hati-hati, serta menciptakan lingkungan yang saling percaya dan aman.

Di sisi yang lain, fakta menunjukkan kepemimpinan perempuan masih sangat sedikit. Buku ini mengutip penelitian yang dilakukan Catalyst, kelompok penelitian perempuan terbaik di Amerika yang menemukan, walaupun perempuan merupakan 46,4 % dari

tenaga kerja, hanya ada 8 CEO perempuan di perusahaan kategori Fortune 500. Serta, hanya 5,2 % perempuan yang termasuk dalam jajaran orang berpenghasilan tertinggi dan hanya 7,9 % yang menyandang jabatan tertinggi dalam perusahaan-perusahaan itu.

Namun, isyarat akan adanya perubahan positif ditunjukkan oleh penelitian Catalyst yang lain, yang mendapati bahwa perusahaan dengan posisi manajemen senior sebagian besar dipegang oleh perempuan mempunyai laba atas ekuitas 35 % lebih tinggi, dan total laba atas investasi pemegang saham 34 % lebih tinggi. Dari data-data ini kita dapat melihat peluang yang besar bagi perempuan untuk memaksimalkan potensinya sebagai pemimpin.

Model Kepemimpinan Perempuan

Frankel mengemukakan enam nilai yang menjadi model kepemimpinan perempuan yang menurutnya adalah model kepemimpinan yang diperlukan pada saat ini. Keenam nilai itu adalah penetapan arah, mempengaruhi orang lain, pembentukan tim, pengambilan resiko, kemampuan memotivasi, dan kecerdasan emosi.

Membaca buku ini mengingatkan saya pada buku-buku psikologi populer yang pernah meledak di pasaran Indonesia maupun dunia, seperti Personality Plus karangan Florence Littauer, atau Emotional Intelligence dari Daniel Goleman, karena dalam buku ini banyak sekali teori-teori kepemimpinan yang mendalam, namun disajikan dengan cara yang sangat mudah dimengerti. Buku ini juga dilengkapi test untuk mengukur seberapa baiknya Anda dalam keenam nilai di atas.

Setelah mengetahui titik kelemahan dan kekuatan kita dalam nilai-nilai kepemimpinan itu, Frankel mengajari kita bagaimana membenahi kemampuan-kemampuan tersebut yang menurutnya pada dasarnya merupakan kapasitas alamiah seorang perempuan.

Beri Komentar

Ekor yang Terus Memanjang dan Tak Pernah Putus

Judul Buku: The Long Tail: Bagaimana Pilihan Tak Terbatas Menciptakan Permintaan Tak Terbatas

Pengarang: Chris Anderson Penerbit: Gramedia Pustaka Utama, 2007 Jumlah halaman: 287 Penulis Resensi: Nukman Luthfie

Pernahkah terbayang, sebuah produk yang semula tak laku tiba-tiba bisa meledak di pasaran dan dicari banyak orang? Jika kita masih terjebak cara berpikir dan berbisnis tradisional, sungguh sulit membayangkan hal itu. Namun, bagi mereka yang terbiasa dengan telaah ekonomi internet, hal tersebut lebih mudah diterima akal.

Chris Anderson memaparkan contoh yang terjadi di toko buku online Amazon.com dalam bukunya yang saat ini menghebohkan dunia, The Long Tail. Pada 1988, seorang pendaki gunung asal Inggris bernama Joe Simpson menulis buku berjudul Touching The Void, sebuah cerita sangat menegangkan tentang situasi antara hidup dan mati di Pegunungan Andes di kawasan Peru. Walau resensi mengenai buku ini bagus, penjualannya biasa saja dan segera dilupakan orang. Satu dasawarsa kemudian sesuatu yang aneh terjadi. Ketika sebuah buku lain tentang tragedi pendakian gunung karya Jon Krakauer, Into Thin Air sukses terjual, tiba-tiba buku Touching The Void mulai terjual lagi.

Apa pemicu semua itu? Ketok tular online alias word of mouth lewat internet. Ketika Into Thin Air pertama kali dirilis, beberapa pembaca menulis resensinya di Amazon.com yang menunjukkan kemiripannya dengan buku Touching The Void yang kurang terkenal. Pada saat yang sama mereka memuji betapa bagusnya buku Touching The Void. Mereka yang membaca resensi bagus ini kemudian membeli buku itu via Amazon.com. Karena toko buku online itu memiliki sistem yang canggih, bisa mendeteksi kecenderungan pembelian, maka muncul rekomendasi dari Amazon.com, bahwa orang yang membeli Into Thin Air juga membeli Touching The Void.

Efek berantainya pun berlanjut ke dunia nyata. Toko-toko buku mulai memajang buku Touching The Void bersebelahan dengan Into Thin Air. Lantas IFC Film meluncurkan sebuah dokudrama mengenai Touching The Void dengan resensi yang bagus. Disusul kemudian oleh upaya HarperCollins menerbitkan ulang buku dengan versi murah, yang bertahan 14 minggu dalam daftar buku laris di New York Times. Puncaknya, pada 2004 penjualan Touching The Void mengungguli penjualan Into Thin Air dua kali lipat lebih!

Menurut Anderson, fenomena itu bukan kisah sukses penjual buku online. Itu adalah sebuah model ekonomi baru untuk industri media dan hiburan. Itulah fenomena Ekor Panjang, yang dipakai sebagai judul bukunya. Buku ini membuka wawasan baru agar para pelaku bisnis tidak terpukau oleh produk-produk populer yang digemari oleh banyak konsumen.

Selama ini kita hampir selalu mengacu pada popularitas. Best seller, top hit dan istilah sejenisnya selalu menjadi patokan sukses. Toko buku memajang buku-buku best seller di tempat-tempat strategis. Bioskop hanya memutar film-film laris. Bioskop baru memutar film tidak populer jika penonton mencapai jumlah tertentu. Radio lebih sering mengumandangkan lagu-lagu yang sedang menjadi top hit. Sebagian besar uang beredar di Jakarta, padahal sebagian besar penduduk bertempat tinggal di luar Jakarta.

Jika hal itu dipetakan ke kurva penjualan, kita terpaku pada titik kurva tertinggi. Sementara di kurva yang rendah, yang membentuk ekor panjang, diabaikan. Intinya, ingin mendapatkan uang banyak dengan melayani sebagian kecil. Inilah ekonomi dan bisnis yang kita jalankan selama ini. Kita terpaku pada hukum pareto.

Tidak ada yang salah dengan hal itu. Namun, internet membuka babak baru. Anderson

yang penasaran dengan fenomena ekor panjang ini melakukan riset mendalam di perusahaan-perusahaan internet yang berhasil seperti Amazon.com, eBay, Rhapsody dan lainnya. Hasilnya makin meyakinkan pendapatnya bahwa semakin banyak yang kita sediakan, semakin besar pula hukum ekor panjang terjadi.

Ketiga bisnis dotcom tadi menyediakan produk dalam jumlah hampir tak terbatas. Amazon tidak hanya menjual buku-buku laris. Buku-buku yang tidak dijual di toko buku pun ada di sana. E-bay melelang barang-barang unik yang tak ada di pasaran. Rhapsody menyediakan lagu-lagu usang dan lagu-lagu yang tak laku di pasaran. Namun, data menunjukkan bahwa ketika disediakan di internet, buku yang tak laku, lagu yang aneh dan tidak digemari publik, serta barang yang unik pun ada pembelinya. Tidak pernah tak laku, meski hanya terjual satu per kuartal. Data juga menunjukkan, jika penjualan produk-produk kurang laku itu dijumlahkan, nilainya lebih besar ketimbang nilai penjualan produk-produk populer!

Mereka yang terpaku pada hukum pareto akan sadar bahwa pasar yang mereka abaikan, pasar yang ecek-ecek, bernilai kecil, ternyata sesungguhnya adalah pasar yang besar. Popularitas tiba-tiba ambruk dengan kenyataan ini. Ia tidak lagi memonopoli profitabilitas.

Ekonomi baru ini bukan hanya tantangan untuk kalangan pebisnis, tapi juga Anda para praktisi HR. Strategi HR seperti apa yang harus diterapkan jika perusahaan bergerak ke arah ekonomi baru ini? Sayang, hal ini tidak jadi bahan kupasan The Long Tail. Tapi, Anda perlu membaca ini sehingga ketika CEO Anda sedang membahas hal ini Anda sudah siap.

Beri Komentar

Ekor yang Terus Memanjang dan Tak Pernah Putus

Judul Buku: The Long Tail: Bagaimana Pilihan Tak Terbatas Menciptakan Permintaan Tak Terbatas

Pengarang: Chris Anderson Penerbit: Gramedia Pustaka Utama, 2007 Jumlah halaman: 287 Penulis Resensi: Nukman Luthfie

Pernahkah terbayang, sebuah produk yang semula tak laku tiba-tiba bisa meledak di pasaran dan dicari banyak orang? Jika kita masih terjebak cara berpikir dan berbisnis tradisional, sungguh sulit membayangkan hal itu. Namun, bagi mereka yang terbiasa dengan telaah ekonomi internet, hal tersebut lebih mudah diterima akal.

Chris Anderson memaparkan contoh yang terjadi di toko buku online Amazon.com dalam bukunya yang saat ini menghebohkan dunia, The Long Tail. Pada 1988, seorang pendaki gunung asal Inggris bernama Joe Simpson menulis buku berjudul Touching The

Void, sebuah cerita sangat menegangkan tentang situasi antara hidup dan mati di Pegunungan Andes di kawasan Peru. Walau resensi mengenai buku ini bagus, penjualannya biasa saja dan segera dilupakan orang. Satu dasawarsa kemudian sesuatu yang aneh terjadi. Ketika sebuah buku lain tentang tragedi pendakian gunung karya Jon Krakauer, Into Thin Air sukses terjual, tiba-tiba buku Touching The Void mulai terjual lagi.

Apa pemicu semua itu? Ketok tular online alias word of mouth lewat internet. Ketika Into Thin Air pertama kali dirilis, beberapa pembaca menulis resensinya di Amazon.com yang menunjukkan kemiripannya dengan buku Touching The Void yang kurang terkenal. Pada saat yang sama mereka memuji betapa bagusnya buku Touching The Void. Mereka yang membaca resensi bagus ini kemudian membeli buku itu via Amazon.com. Karena toko buku online itu memiliki sistem yang canggih, bisa mendeteksi kecenderungan pembelian, maka muncul rekomendasi dari Amazon.com, bahwa orang yang membeli Into Thin Air juga membeli Touching The Void.

Efek berantainya pun berlanjut ke dunia nyata. Toko-toko buku mulai memajang buku Touching The Void bersebelahan dengan Into Thin Air. Lantas IFC Film meluncurkan sebuah dokudrama mengenai Touching The Void dengan resensi yang bagus. Disusul kemudian oleh upaya HarperCollins menerbitkan ulang buku dengan versi murah, yang bertahan 14 minggu dalam daftar buku laris di New York Times. Puncaknya, pada 2004 penjualan Touching The Void mengungguli penjualan Into Thin Air dua kali lipat lebih!

Menurut Anderson, fenomena itu bukan kisah sukses penjual buku online. Itu adalah sebuah model ekonomi baru untuk industri media dan hiburan. Itulah fenomena Ekor Panjang, yang dipakai sebagai judul bukunya. Buku ini membuka wawasan baru agar para pelaku bisnis tidak terpukau oleh produk-produk populer yang digemari oleh banyak konsumen.

Selama ini kita hampir selalu mengacu pada popularitas. Best seller, top hit dan istilah sejenisnya selalu menjadi patokan sukses. Toko buku memajang buku-buku best seller di tempat-tempat strategis. Bioskop hanya memutar film-film laris. Bioskop baru memutar film tidak populer jika penonton mencapai jumlah tertentu. Radio lebih sering mengumandangkan lagu-lagu yang sedang menjadi top hit. Sebagian besar uang beredar di Jakarta, padahal sebagian besar penduduk bertempat tinggal di luar Jakarta.

Jika hal itu dipetakan ke kurva penjualan, kita terpaku pada titik kurva tertinggi. Sementara di kurva yang rendah, yang membentuk ekor panjang, diabaikan. Intinya, ingin mendapatkan uang banyak dengan melayani sebagian kecil. Inilah ekonomi dan bisnis yang kita jalankan selama ini. Kita terpaku pada hukum pareto.

Tidak ada yang salah dengan hal itu. Namun, internet membuka babak baru. Anderson yang penasaran dengan fenomena ekor panjang ini melakukan riset mendalam di perusahaan-perusahaan internet yang berhasil seperti Amazon.com, eBay, Rhapsody dan lainnya. Hasilnya makin meyakinkan pendapatnya bahwa semakin banyak yang kita sediakan, semakin besar pula hukum ekor panjang terjadi.

Ketiga bisnis dotcom tadi menyediakan produk dalam jumlah hampir tak terbatas. Amazon tidak hanya menjual buku-buku laris. Buku-buku yang tidak dijual di toko buku pun ada di sana. E-bay melelang barang-barang unik yang tak ada di pasaran. Rhapsody menyediakan lagu-lagu usang dan lagu-lagu yang tak laku di pasaran. Namun, data

menunjukkan bahwa ketika disediakan di internet, buku yang tak laku, lagu yang aneh dan tidak digemari publik, serta barang yang unik pun ada pembelinya. Tidak pernah tak laku, meski hanya terjual satu per kuartal. Data juga menunjukkan, jika penjualan produk-produk kurang laku itu dijumlahkan, nilainya lebih besar ketimbang nilai penjualan produk-produk populer!

Mereka yang terpaku pada hukum pareto akan sadar bahwa pasar yang mereka abaikan, pasar yang ecek-ecek, bernilai kecil, ternyata sesungguhnya adalah pasar yang besar. Popularitas tiba-tiba ambruk dengan kenyataan ini. Ia tidak lagi memonopoli profitabilitas.

Ekonomi baru ini bukan hanya tantangan untuk kalangan pebisnis, tapi juga Anda para praktisi HR. Strategi HR seperti apa yang harus diterapkan jika perusahaan bergerak ke arah ekonomi baru ini? Sayang, hal ini tidak jadi bahan kupasan The Long Tail. Tapi, Anda perlu membaca ini sehingga ketika CEO Anda sedang membahas hal ini Anda sudah siap.

Cetak Artikel Kirim ke Teman

Beri Komentar

Perempuan Terlahir sebagai Pemimpin

Judul Buku: See Jane Lead: 99 Kiat Sukses Memimpin bagi Perempuan Pengarang: Lois P. Frankel, Ph.D Penerbit: Gramedia Pustaka Utama, 2006 Jumlah halaman: 265 halaman Penulis Resensi: Meisia Chandra

Melalui buku ini, Dr. Lois P. Frankel, seorang penulis bestseller yang sering menulis tentang pengembangan diri perempuan, mencoba menegaskan bahwa perempuan melalui sifat-sifat alamiahnya, memang terlahir menjadi seorang pemimpin.

Dalam buku-buku dia sebelumnya, Nice Girls Don't Get the Corner Office dan Nice Girls Don't Get Rich, Frankel menuliskan 176 kesalahan yang dilakukan perempuan dalam mengejar tujuan finansial maupun profesional mereka. Buku yang baru ini tidak lagi memfokuskan diri pada kesalahan, melainkan pada strategi yang membantu para perempuan memunculkan kemampuan kepemimpinan mereka dalam berbagai situasi.

Bukan berarti para perempuan tidak lagi melakukan kesalahan dalam hal kepemimpinan. Ya, mereka masih melakukannya. Tempatkanlah seorang gadis manis dalam sekelompok laki-laki dan perempuan, maka perempuan pasti akan menunggu seorang laki-laki --atau, perempuan yang lebih berkuasa-- untuk mengambil kendali.

Mintalah seorang gadis manis untuk mengambil keputusan untuk suatu kelompok, maka dia akan mengambil suara sebelum bertindak. Berikanlah sekelompok orang untuk dipimpin kepada seorang gadis manis, maka dia akan memperlakukan mereka seperti keluarga. Bukan, sekelompok orang yang mengandalkannya untuk kepemimpinan yang mampu membuat keputusan cepat dan percaya diri tapi manusiawi. Dan, dengan itu, dia menyangkal karunia bakat yang dimilikinya, yang bisa dimanfaatkan untuk menjadikannya seorang pemimpin teladan. Kaum perempuan selalu memimpin setiap saat --mereka hanya tidak menyebutnya kepemimpinan.

Dengan istilah yang tidak teoritis dan menggunakan contoh yang dekat dengan kehidupan sehari-hari, buku ini menunjukkan kepada Anda berbagai hal dan kualitas kepemimpinan yang sudah Anda perlihatkan. "Saya menulis buku ini karena saya ingin Anda melihat bahwa Anda seorang pemimpin dan Anda benar-benar mempunyai apa yang diperlukan untuk memimpin sebuah keluarga, proyek, tim, departemen, perusahaan atau negara," demikian tulis Frankel dalam Pendahuluan bukunya.

Feminisasi Kepemimpinan

Frankel berpendapat, jika ada satu waktu dalam perjalanan sejarah di mana kepemimpinan perempuan benar-benar diperlukan, maka sekaranglah saatnya. Karena, masa kepemimpinan yang bercorak perintah dan kendali pada masa sekarang semakin tidak bisa dipertahankan. Saat ini, dibutuhkan kualitas-kualitas kepemimpinan yang banyak di antaranya kualitas-kualitas alamiah seorang perempuan.

Selama berabad-abad, perempuan tanpa sadar menyempurnakan kualitas penting yang diperlukan untuk menjadi pemimpin yang sukses. Entah didapatkan dari lahir atau dari pola asuh, perempuan mahir membangun hubungan, mendorong dan memotivasi orang lain untuk berhasil, membentuk cara berkomunikasi mereka dengan hati-hati, serta menciptakan lingkungan yang saling percaya dan aman.

Di sisi yang lain, fakta menunjukkan kepemimpinan perempuan masih sangat sedikit. Buku ini mengutip penelitian yang dilakukan Catalyst, kelompok penelitian perempuan terbaik di Amerika yang menemukan, walaupun perempuan merupakan 46,4 % dari tenaga kerja, hanya ada 8 CEO perempuan di perusahaan kategori Fortune 500. Serta, hanya 5,2 % perempuan yang termasuk dalam jajaran orang berpenghasilan tertinggi dan hanya 7,9 % yang menyandang jabatan tertinggi dalam perusahaan-perusahaan itu.

Namun, isyarat akan adanya perubahan positif ditunjukkan oleh penelitian Catalyst yang lain, yang mendapati bahwa perusahaan dengan posisi manajemen senior sebagian besar dipegang oleh perempuan mempunyai laba atas ekuitas 35 % lebih tinggi, dan total laba

atas investasi pemegang saham 34 % lebih tinggi. Dari data-data ini kita dapat melihat peluang yang besar bagi perempuan untuk memaksimalkan potensinya sebagai pemimpin.

Model Kepemimpinan Perempuan

Frankel mengemukakan enam nilai yang menjadi model kepemimpinan perempuan yang menurutnya adalah model kepemimpinan yang diperlukan pada saat ini. Keenam nilai itu adalah penetapan arah, mempengaruhi orang lain, pembentukan tim, pengambilan resiko, kemampuan memotivasi, dan kecerdasan emosi.

Membaca buku ini mengingatkan saya pada buku-buku psikologi populer yang pernah meledak di pasaran Indonesia maupun dunia, seperti Personality Plus karangan Florence Littauer, atau Emotional Intelligence dari Daniel Goleman, karena dalam buku ini banyak sekali teori-teori kepemimpinan yang mendalam, namun disajikan dengan cara yang sangat mudah dimengerti. Buku ini juga dilengkapi test untuk mengukur seberapa baiknya Anda dalam keenam nilai di atas.

Setelah mengetahui titik kelemahan dan kekuatan kita dalam nilai-nilai kepemimpinan itu, Frankel mengajari kita bagaimana membenahi kemampuan-kemampuan tersebut yang menurutnya pada dasarnya merupakan kapasitas alamiah seorang perempuan.

Beri Komentar

Re-code Your Change DNA

Judul Buku: Re-code Your Change DNA Pengarang: Rhenald Kasali Penerbit: Gramedia Pustaka Utama, 2007 Jumlah halaman: 270 Penulis Resensi: Meisia Chandra

Setelah cHaNgE!, Rhenald Kasali kembali dengan buku yang semakin dalam mengurai proses perubahan.

Re-code Your Change DNA adalah buku yang harus dibaca siapa pun yang ingin melakukan perubahan dalam hidupnya. Untuk beranjak dari satu titik tempat kita sedang berada ke tempat yang kita inginkan, maka kita harus berubah. Apa yang diperlukan dalam proses perubahan itu?

Berdasarkan pengalamannya, perjalanannya, buku-buku dan riset yang dipelajarinya, Rhenald Kasali yang saat ini adalah staf pengajar UI dan menjabat Ketua Program Magister (MM) universitas yang sama menyusun sebuah teori tentang bagaimana

terjadinya sebuah perubahan.

Dengan teori yang diajukannya --dari Re-code individu, Re-code leader, Re-code pikiran, Re-code organisasi, hingga Re-code the critical mass-- Rhenald sepertinya akan kembali berkeliling dari seminar ke seminar, dan dari organisasi ke organisasi, untuk mengajarkan langsung teorinya itu. Sebelumnya, hal yang sama terjadi setelah cHaNge! terbit dan mendapat sambutan yang sangat baik dari pembaca.

Menurut Rhenald, agar tetap unggul dalam dunia bisnis yang kompetitif, setiap organisasi harus adaptif terhadap perubahan. Organisasi yang adaptif didukung oleh SDM dengan kadar Change DNA yang tinggi. Change DNA adalah sifat-sifat dasar yang membentuk diri seseorang sehingga ia mampu melihat dan bergerak melakukan perubahan.

Unsur-unsur pembentuk sifat perubahan (Change DNA) itu dapat disingkat menjadi OCEAN, yang terdiri dari Openness to experience, Conscientiousness, Extroversion, Agreeableness, dan Neuroticism. Buku ini juga menyediakan tes untuk mengukur kadar OCEAN Anda, sehingga Anda bisa mengetahui bagian mana yang perlu Anda benahi untuk menjadi seorang penggerak perubahan.

Rhenald memberi ilustrasi beberapa individu yang dianggapnya mempunya Change DNA yang unggul, yaitu Muhammad Yunus yang mendirikan bank untuk pengemis, Paul Otellini yang membuat perubahan besar-besaran di Intel, Sheikh Mohammed Bin Rashid Al Maktoum yang mengubah Dubai dari sebuah padang pasir menjadi Hongkong-nya Timur Tengah, dan juga Martin Luther King yang memperjuangkan hak-hak kaum kulit hitam.

Cerita-cerita di atas disampaikan dengan cara yang menarik dan sangat inspiratif. Tidak ketinggalan, disertai juga foto-foto yang menarik, yang mewarnai seluruh buku ini. Buku ini adalah buku manajemen yang disampaikan dengan cara yang "ngepop". Setiap bab dilengkapi dengan foto, ilustrasi, kutipan, kesimpulan, komentar penulis, dan bahkan foto-foto penulis sendiri dalam berbagai ekspresi.

Tidak hanya cerita tentang tokoh-tokoh dunia seperti disebutkan di atas, dalam buku ini juga terdapat cerita dari organisasi-organisasi di Indonesia, seperti Citibank, BCA, dan terutama dalam pemerintahan kita. Betapa Rhenald sang guru ingin melihat perubahan dalam bangsa ini. Perubahan itu harus dimulai dengan adanya pemimpin yang memiliki Change DNA unggul. Karena itu dalam buku ini juga diuraikan banyak teori tentang kepemimpinan.

Bila Anda ingin organisasi Anda berubah, maka mulailah dengan me-re-code Change DNA Anda sendiri.

Cetak Artikel Kirim ke Teman

Lihat Komentar (1)

Beri Komentar

portalhr.com

Resensi Buku Sebelumnya

Indonesian Human Resources Handbook 2005 Mari Berlatih Mengambil Keputusan dalam Sekejap Mata Memanjakan Karyawan ala Google Self Leadership and The One-Minute Manager

eri Komentar

Ayo, Berani Berkonfrontasi

Judul Buku: Crucial Confrontations Pengarang: Kerry Patterson, dkk Penerbit: Gramedia Pustaka Utama, 2007 Jumlah halaman: 316 Penulis Resensi: Meisia

Buku ini tentang konfrontasi. Kita menghadapi konfrontasi dalam kehidupan sehari-hari, baik di tempat kerja maupun di rumah. Konfrontasi krusial yang menjadi judul buku ini adalah tentang kekecewaan yang timbul karena pengingkaran janji, tercabiknya harapan dan perilaku lain yang buruk.

Semuanya dimulai dengan pertanyaan, "Mengapa Anda tidak melakukan apa yang sebaiknya Anda lakukan?" Bagaimana Anda seharusnya menghadapi, misalnya pegawai yang hampir selalu terlambat masuk kantor, rekan kerja yang menjelekkan Anda di belakang Anda, atau putri remaja Anda yang baru saja memberi tahu bahwa dia akan pergi ke pesta perpisahan sekolah bersama cowok yang Anda curigai sebagai anak yang licik dan tak bertanggung jawab?

Kerry Patterson, Joseph Grenny, Ron McMillan dan Al Switzler adalah para konsultan dan pelatih di bidang kepemimpinan dan kinerja organisasi, yang mendirikan perusahaan konsultan VitalSmarts. Mereka menyusun buku ini berdasarkan pengamatan selama lebih dari 10.000 jam terhadap orang-orang yang dipilih sebagai yang terbaik yang pernah terlibat dalam konfrontasi. Tidak hanya konfrontasi "biasa", tapi konfrontasi yang sulit dan perlu. Yakni, yang berakhir dengan kemenangan bagi semua dan hubungan menjadi lebih kuat.

Buku ini menekankan pentingnya berkonfrontasi (yang aman dan efektif). Banyak contoh peristiwa tragis terjadi karena seseorang tidak berani berkonfrontasi. Sebaliknya, apabila konfrontasi dilakukan dengan tidak efektif, maka hasilnya pun tidak kalah fatal.

Cara-cara melakukan konfrontasi krusial dengan efektif diuraikan dalam buku ini.

Dimulai dengan menanyakan apa masalahnya, baru kemudian menanyakan perlukah. Dengan detil buku ini memberikan panduan yang disertai contoh-contoh praktis dari pengalaman para penulis, sehingga diharapkan pembaca bisa mengetahui apa yang harus dilakukannya apabila menghadapi kondisi-kondisi yang tidak seharusnya.

Pembaca akan mengetahui kapan 'harus' memulai sebuah konfrontasi krusial dan bagaimana memulainya. Dan, bagaimana menyusun strategi sebelum membuka mulut.

Semua itu merupakan keterampilan-keterampilan praktis yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, khususnya di tempat kerja.

Selain panduan konfrontasi dalam sembilan bab, buku ini juga dilengkapi dengan empat lampiran. Terdiri atas Form penilaian diri untuk mengukur keterampilan konfrontasi krusial; "Model Enam Sumber" untuk membantu memperluas pandangan kita tentang mengapa orang melakukan apa yang mereka lakukan; "Ketika Semuanya Berjalan Lancar", yaitu kondisi ketika semuanya berjalan sesuai dengan seharusnya; dan, panduan diskusi untuk kelompok baca.

Satu catatan kecil untuk penerbit, buku yang sangat berguna ini akan jauh lebih baik apabila penerjemahannya ke dalam Bahasa Indonesia tidak terlalu kaku dan sulit dicerna.

eri Komentar

Ayo, Berani Berkonfrontasi

Judul Buku: Crucial Confrontations Pengarang: Kerry Patterson, dkk Penerbit: Gramedia Pustaka Utama, 2007 Jumlah halaman: 316 Penulis Resensi: Meisia

Buku ini tentang konfrontasi. Kita menghadapi konfrontasi dalam kehidupan sehari-hari, baik di tempat kerja maupun di rumah. Konfrontasi krusial yang menjadi judul buku ini adalah tentang kekecewaan yang timbul karena pengingkaran janji, tercabiknya harapan dan perilaku lain yang buruk.

Semuanya dimulai dengan pertanyaan, "Mengapa Anda tidak melakukan apa yang sebaiknya Anda lakukan?" Bagaimana Anda seharusnya menghadapi, misalnya pegawai yang hampir selalu terlambat masuk kantor, rekan kerja yang menjelekkan Anda di belakang Anda, atau putri remaja Anda yang baru saja memberi tahu bahwa dia akan pergi ke pesta perpisahan sekolah bersama cowok yang Anda curigai sebagai anak yang licik dan tak bertanggung jawab?

Kerry Patterson, Joseph Grenny, Ron McMillan dan Al Switzler adalah para konsultan dan pelatih di bidang kepemimpinan dan kinerja organisasi, yang mendirikan perusahaan

konsultan VitalSmarts. Mereka menyusun buku ini berdasarkan pengamatan selama lebih dari 10.000 jam terhadap orang-orang yang dipilih sebagai yang terbaik yang pernah terlibat dalam konfrontasi. Tidak hanya konfrontasi "biasa", tapi konfrontasi yang sulit dan perlu. Yakni, yang berakhir dengan kemenangan bagi semua dan hubungan menjadi lebih kuat.

Buku ini menekankan pentingnya berkonfrontasi (yang aman dan efektif). Banyak contoh peristiwa tragis terjadi karena seseorang tidak berani berkonfrontasi. Sebaliknya, apabila

konfrontasi dilakukan dengan tidak efektif, maka hasilnya pun tidak kalah fatal.

Cara-cara melakukan konfrontasi krusial dengan efektif diuraikan dalam buku ini. Dimulai dengan menanyakan apa masalahnya, baru kemudian menanyakan perlukah. Dengan detil buku ini memberikan panduan yang disertai contoh-contoh praktis dari pengalaman para penulis, sehingga diharapkan pembaca bisa mengetahui apa yang harus dilakukannya apabila menghadapi kondisi-kondisi yang tidak seharusnya.

Pembaca akan mengetahui kapan 'harus' memulai sebuah konfrontasi krusial dan bagaimana memulainya. Dan, bagaimana menyusun strategi sebelum membuka mulut. Semua itu merupakan keterampilan-keterampilan praktis yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, khususnya di tempat kerja.

Selain panduan konfrontasi dalam sembilan bab, buku ini juga dilengkapi dengan empat lampiran. Terdiri atas Form penilaian diri untuk mengukur

keterampilan konfrontasi krusial; "Model Enam Sumber" untuk membantu memperluas pandangan kita tentang mengapa orang melakukan apa yang mereka lakukan; "Ketika Semuanya Berjalan Lancar", yaitu kondisi ketika semuanya berjalan sesuai dengan seharusnya; dan, panduan diskusi untuk kelompok baca.

Satu catatan kecil untuk penerbit, buku yang sangat berguna ini akan jauh lebih baik apabila penerjemahannya ke dalam Bahasa Indonesia tidak terlalu kaku dan sulit dicerna.

Beri Komentar

Memanjakan Karyawan ala Google

Judul Buku: Kisah Sukses Google Pengarang: David A. Vise dan Mark Malseed Penerbit: Gramedia Pustaka Utama Jumlah halaman: Penulis Resensi: Meisia

Sungguh enak menjadi karyawan Google. Selain mendapat opsi saham yang membuat mereka saat ini kaya raya, dalam pekerjaan sehari-hari kenyamanan dan kesenangan

mereka sangat diperhatikan oleh perusahaan.

Dalam buku Kisah Sukses Google yang dibagi menjadi 26 bab ini memang tidak ada bab khusus yang berhubungan langsung dengan pengelolaan SDM. Tapi, dalam banyak bab terselip cerita tentang bagaimana Sergey Brin dan Larry Page, kedua "Google Guys" itu, menerapkan strategi yang membuat karyawan betah bekerja dan orang di luar tertarik untuk bergabung.

Brin dan Page menawarkan sepuluh alasan untuk bekerja di Google. Termasuk, teknologi yang hebat, opsi saham, cemilan dan minuman gratis, serta kepastian bahwa jutaan orang "akan menggunakan dan memuji perangkat lunak Anda."

Kedua pendiri dan pemilik Google itu mewawancarai sendiri para calon karyawan mereka. Dan, itu sebisanya tetap mereka lakukan meskipun jumlah karyawan Google saat ini sudah mencapai lebih dari 4000 orang. Mereka merombak hierarki dalam organisasi tradisional dan menjalankan perusahaan dengan cara mereka sendiri.

Buku ini menggambarkan betapa Brin dan Page berhemat sekali ketika membangun infrastruktur komputer untuk menjalankan bisnisnya. Namun, mereka berani mengeluarkan dana berapa pun untuk menciptakan kultur yang tepat di lingkungan Googleplex (kompleks kantor Google di Silicon Valley) dan menumbuhkan kesetiaan serta kepuasan kerja sebesar-besarnya di kalangan para Googler (sebutan untuk karyawan Google). Benda-benda yang menunjukkan budaya tersebut --bola lempar warna-warni, lampu lava dan aneka mainan di sana-sini-- menghadirkan suasana keceriaan sebuah kampus perguruan tinggi ke dalam perusahaan. Semua itu, Brin dan Page yakin, akan kembali secara berlimpah dalam jangka panjang.

Para karyawan Google bekerja keras sepanjang waktu, namun mereka diperlakukan seperti keluarga: diberi makan gratis, minuman kesehatan cuma-cuma, dan cemilan yang berlimpah. Para Googler juga menikmati sejumlah kemudahan seperti layanan binatu, penata rambut, dokter umum dan dokter gigi, pencucian mobil --dan, belakangan tempat penitipan anak, fasilitas kebugaran lengkap dengan pelatih pribadi, tukang pijat profesional-- yang praktis membuat orang tidak perlu meninggalkan kantor.

Tak ketinggalan: Voli pantai, fusbal, hoki sepatu roda, lomba skuter, pohon palma, kursi bean bag, bahkan anjing. Semuanya dalam rangka menghadirkan suasana kerja yang menyenangkan dan mendorong kreativitas sehingga para karyawan Google, yang kebanyakan masih muda dan lajang, senang menghabiskan waktu mereka di sana. Google bahkan mencarter beberapa bus dengan akses internet nirkabel sehingga para Googler yang tinggal di San Francisco bisa tetap produktif, bisa langsung bekerja menggunakan laptop daripada kesal atau melamun karena macet sewaktu berangkat bekerja.

Aturan Dua Puluh Persen

Yang paling menarik dari semua sistem yang diterapkan Google terhadap karyawannya, dan sangat dinikmati, adalah aturan bahwa semua software engineer harus menggunakan

setidaknya 20% waktu mereka --kira-kira sama dengan sehari dalam seminggu-- untuk mengerjakan proyek apa pun yang mereka minati. Aturan 20% ini merupakan cara untuk mendorong inovasi, dan baik Brin maupun Page memandangnya sebagai sesuatu yang penting dalam rangka membangun dan mempertahankan kultur yang benar. Di samping, menciptakan tempat yang membuat orang-orang cerdas mau bekerja dan termotivasi untuk melahirkan gagasan-gagasan terobosan.

Dalam buku ini diungkapkan, seperti juga telah dimaklumi di mana-mana, di banyak perusahaan, mengerjakan proyek sampingan atau mengembangkan gagasan baru di luar tugas pokok umumnya tidak diperbolehkan. Bagi orang-orang kreatif, ini sering membuat mereka terpaksa mengerjakannya secara sembunyi-sembunyi, sewaktu bos sedang tidak ada. Di Google, pendekatan 20% tersebut menyarankan pesan yang sebaliknya --gunakan satu hari dalam seminggu untuk apa pun yang paling Anda inginkan.

Lebih dari itu, secara berkala proyek-proyek pribadi itu didiskusikan bersama dengan rekan-rekan kerja yang lain. Proyek yang dianggap layak untuk diteruskan akan dibiayai sepenuhnya oleh Google. Banyak terobosan baru Google telah lahir dari penerapan aturan 20% ini.

Google vs Microsoft

Pentingnya SDM dalam perusahaan teknologi seperti Google ditunjukkan dalam pertarungan Google melawan Microsoft. Sementara banyak pakar membandingkan kedua perusahaan itu dalam hal strategi perangkat lunak dan produk, mereka sendiri justru cenderung kurang memperhatikan medan perang yang sesungguhnya. Pertarungan yang sesungguhnya terjadi di kampus-kampus dan juga bisa di mana-mana, dalam hal merekrut dan mempertahankan orang-orang paling cerdas dari seluruh dunia.

Buku ini mengungkapkan bagaimana CEO Google Eric Schmidt datang ke kampus-kampus untuk merekrut talenta baru, dan bagaimana perebutan SDM yang sengit antara Google dengan Microsoft. Banyak karyawan terbaik Microsoft hijrah ke perusahaan yang lebih muda itu, yang membuat pucuk pimpinan Microsoft Bill Gates menjelang mimpi buruknya.

Mengapa Google menganggap merekrut orang yang tepat adalah faktor yang paling penting bagi keberlangsungan organisasinya dituturkan sendiri oleh Schmidt, "Rahasia di sini bukan dalam hal mengelola orang-orang ini, melainkan dalam memilih mereka." Lanjut dia, "Model kerja seperti ini berhasil hanya jika kami mendapatkan orang yang tepat. Ia akan gagal total dalam organisasi dengan orang-orang yang menunggu petunjuk atasan dan hanya boleh mengerjakan proyek tertentu dan berukuran besar. Sedapat mungkin kami berusaha agar jumlah manajer tingkat menengah sesedikit mungkin. Mereka berpeluang menjadi penghambat."

Cerita-cerita seperti itu, dan masih banyak cerita menarik lainnya dalam buku ini, bisa menjadi inspirasi dalam penerapan sistem pengelolaan SDM khususnya untuk organisasi yang berhubungan dengan teknologi. Selain itu, kisah bagaimana Google menjadi raja

mesin pencari, dan kini juga menjadi perusahaan internet paling dominan di jagat raya ini, sekaligus raksasa pencetak uang, tak kalah menarik sebagai inspirasi dalam berkarya. Buku ini ditulis oleh David A. Vise, seorang wartawan Washington Post pemenang Pulitzer Prize, dan Mark Malseed, kontributor untuk Washington Post dan Boston Herald.

Beri Komentar

Self Leadership and The One-Minute Manager

Judul Buku: Self Leadership and The One-Minute Manage Pengarang: Ken Blanchard Penerbit: Gramedia Pustaka Utama, Agustus 2006 Jumlah halaman: 172 halaman Penulis Resensi: Meisia

Banyak yang berubah dalam dunia bisnis beberapa dekade terakhir ini yang mengakibatkan perubahan drastis pada karir individu. Dulu, para pekerja menukarkan loyalitas demi keamanan posisi mereka. Jika Anda hadir di kantor, bekerja keras dan tidak membuat masalah, pada umumnya posisi Anda akan aman. Apalagi ketika Anda diterima di perusahaan besar, itu sama saja berarti karir Anda sudah terjamin.

Tapi, kini bekerja di perusahaan mana pun Anda, bukan berarti karir Anda terjamin. Karyawan abadi kini tinggal kenangan. Demikian pula para manajer puncak, kini bukan lagi mengharapkan karyawan yang loyal saja. Ketika ditanya apakah yang Anda inginkan, mereka rata-rata menjawab, "Saya menginginkan orang yang mampu memecahkan masalah dan penuh inisiatif. Saya ingin orang-orang yang bekerja untuk saya bersikap seolah-olah ikut memiliki tempat ini."

Dengan kata lain, ketika para manajer puncak diberi pilihan, mereka menghendaki orang-orang yang dapat diberdayakan. Yakni, pribadi yang dapat mereka hargai dan percayai untuk mengambil keputusan-keputusan bisnis yang baik, dengan atau tanpa atasan mereka.

Lalu, apa yang diinginkan oleh karyawan? Jawaban para karyawan juga universal. Mereka menginginkan dua hal. Pertama, kejujuran. Mereka berharap perusahaan bersikap jujur terhadap karyawan. Misalnya, bila akan terjadi pemecatan jangan ditutup-tutupi. Kedua, mereka menginginkan peluang untuk dapat terus-menerus mempelajari keterampilan-keterampilan baru.

"Dalam beberapa hal, jika saya harus mencari pekerjaan baru, entah di dalam atau di luar perusahaan yang sekarang, saya ingin memiliki keterampilan yang lebih baik dan menjadi lebih bernilai dibandingkan sebelumnya." Caranya? Tidak ada cara yang lebih baik untuk menjadi lebih bernilai selain memiliki kemampuan berinisiatif, menjadi seorang pemecah masalah, dan bertindak serta berpikir seperti layaknya sang pemilik. Itu berarti,

manajemen dan karyawan sebenarnya memiliki tujuan yang sama.

Lalu di mana masalahnya? Apa yang dihadapi perusahaan-perusahaan saat ini?

Ken Blanchard, yang pernah menulis buku fenomenal The One Minute Manager, kali ini bersama Susan Fowler dan Laurence Hawkins mencoba menguraikan dengan sederhana, bagaimana agar karyawan bisa melakukan sendiri pemberdayaan dirinya. Dengan perumpamaan yang sederhana, dalam tuturan yang berbentuk cerita, buku ini mengajarkan bagaimana menemukan kekuatan diri untuk menjadi seorang pemimpin bagi diri sendiri. Dan, layaknya sebuah buku cerita, atau novel, di dalamnya terdapat tokoh-tokoh fiktif yang menuntun pembaca memahami "teori" hendak disampaikan dengan lebih mudah.

Tokoh dalam buku ini bernama Steve, seorang account executive muda yang hampir kehilangan pekerjaannya. Dalam rangkaian perbincangannya dengan seorang pesulap berbakat bernama Cayla, Steve menyadari kekuatan dari mengambil tanggung jawab atas situasinya dan tidak sekadar menjadi korban. Sambil meneruskan pengetahuan yang ia pelajari dari Sang Manajer Satu Menit, Cayla mengajari Steve tiga keterampilan kepemimpinan diri. Ketiga teknik itu tidak hanya memberinya kekuatan untuk mempertahankan pekerjaan, tapi juga menunjukkan apa yang ia butuhkan untuk terus bertumbuh, belajar dan mencapai kesuksesan.

Selama 25 tahun, jutaan manajer di perusahaan-perusahaan Fortune 500 dan bisnis kecil di seluruh dunia mengikuti metode manajemen Ken Blanchard, yang meningkatkan produktivitas, kepuasan kerja dan kemakmuran pribadi mereka.

Beri Komentar

Buku Klasik yang Membentuk Masa Depan HR

Judul Buku: Human Resource Champions: The Next Agenda for Adding Value and Delivering Results

Pengarang: Dave Ulrich Penerbit: Harvard Business School Press Jumlah halaman: 341 Penulis Resensi: Meisia

Di kalangan HR, pastilah nama Dave Ulrich sudah tidak asing lagi. Dialah yang membuat sebuah teori dalam sistem pengelolaan SDM yang hingga kini masih terus digunakan dan dibicarakan. Meskipun buku ini pertama diterbitkan pada 1997, semua paparannya masih relevan. Hingga kini buku ini masih dicari karena di dalamnya termuat teori-teori yang sangat prinsipil dan mendasari praktik HR saat ini dan bahkan di masa depan.

Dalam buku inilah Ulrich pertama kali memaparkan bahwa seorang Manager HR memegang posisi strategis dan tidak hanya sebagai "seorang pimpinan sebuah divisi". Manager HR, menurut dia, mempunyai setidaknya empat posisi penting dalam

membangun sebuah organisasi yang kompetitif.

Keempat peran itu adalah HR sebagai (1) strategic partner, (2) administrative expert, (3) change agent, and (4) human resource champion. Di dalam buku inilah dijelaskan dengan rinci bagaimana masing-masing peran itu, dan fungsinya dalam meningkatkan pencapaian tujuan bisnis.

Dalam buku ini Ulrich juga mengungkap mitos-mitos lama tentang HR dan membandingkannya dengan kenyataan baru. Seorang pemimpin, dalam level apapun, menurut Ulrich, harus menjadi seorang Human Resource Champion, agar memberikan nilai tambah kepada organisasi. Untuk memahami fungsi HR yang baru itu, Ulrich menggariskan hal-hal apa saja yang menjadi mitos-mitos dan kenyataan baru itu. Di bawah ini sengaja tidak kami terjemahkan:

Old Myths:

1. People go into HR because they like people.2. Anyone can do HR.3. HR deals with the soft side of a business and is therefore not accountable.4. HR focuses on costs, which must be controlled.5. HR's job is to be policy police and the health-and-happiness patrol.6. HR is full of fads.7. HR is staffed by nice people.8. HR is HR's job.

New Realities:

1. HR departments are not designed to provide corporate therapy or as social or health-and-happiness retreats. HR professionals must create the practices that make employees more competitive, not more comfortable.2. HR activities are based on theory and research. HR professionals must master both theory and practice.3. The impact of HR practices on business results can and must be measured. HR professionals must learn how to translate their work into financial performance.4. HR practices must create value by increasing the intellectual capital within the firm. HR professionals must add value, not reduce costs.5. The HR function does not own compliance-managers do. HR practices do not exist to make employees happy but to help them become committed. HR professionals must help managers commit employees and administer policies.6. HR practices have evolved over time. HR professionals must see their current work as part of an evolutionary chain and explain their work with less jargon and more authority.7. At times, HR practices should force vigorous debates. HR professionals should be confrontative and challenging as well as supportive.8. HR work is as important to line managers as are finance, strategy, and other business domains. HR professionals should join with managers in championing HR issues.

Akhirnya, Ulrich menulis bahwa fungsi HR telah dihambat oleh mitos-mitos itu sehingga mereka tidak profesional. Apa pun sumbernya, sudah saatnya masalah itu diatasi. Sudah saatnya bagi HR untuk bicara lebih sedikit dan bekerja lebih banyak. Sudah saatnya bagi HR membangun organisasi yang kompetitif. Buku ini sangat direkomendasikan untuk para pemimpin dan khususnya juga untuk orang HR.

(Buku ini bisa dipesan melalui PortalHR.com. Silakan hubungi [email protected])

Beri Komentar

Dengan Novel Mengajarkan Kepemimpinan

Judul Buku: Values-based Leadership (Kepemimpinan Berbasis Nilai) Pengarang: Kenneth Majer, Ph. D Penerbit: Gramedia Pustaka Utama Jumlah halaman: 137 halaman Penulis Resensi: Meisia Chandra

“Bagaimana kalian akan menggunakan waktu saat kalian tidak bekerja?” tanya Robb kepada tim eksekutifnya. Keheningan menyelimuti ruangan itu, sementara setiap orang saling menatap dalam keheranan atas pertanyaan aneh dari presiden direktur mereka.

Buku Values-based Leadership berisi cerita yang sangat menarik tentang pengalaman seorang presiden direktur (CEO) bernama Robb Reinhart. Ia sedang mencoba mengatasi kondisi perusahaannya yang terombang-ambing, tanpa arah dan kehilangan dasar nilai untuk membimbing tingkah laku yang konsisten. Uniknya, tokoh Robb Reinhart, seperti juga tokoh lainnya dalam buku ini, adalah tokoh fiktif yang diciptakan oleh penulis Kenneth Majer.

Melalui cara bercerita seperti novel, Majer mengajarkan prinsip-prinsip kepemimpinan yang praktis namun mendalam. Pengalaman dan keterampilan penulis sebagai seorang konsultan dan penasihat eksekutif secara jelas tercermin dalam salah satu tokoh utama buku ini, “Pelatih,” yang menjadi pembimbing tokoh utama.

Alkisah, Robb Reinhart terbangun setelah mendapat pertanda dari mimpi mengenai Rapat Komisaris yang menyudutkan dirinya. Setelah melakukan analisis terhadap perusahaannya, dia menyadari adanya tanda-tanda ketidakberesan dalam organisasi. Keasyikan Robb dengan matriks kinerja telah membutakannya terhadap aneka isyarat kecil yang tak begitu nyata. Isyarat itu menunjukkan bahwa orang-orang pentingnya telah melenceng dari patokan-patokannya --nilai-nilai dasar-- yang dia kira masih menjadi dasar perusahaannya.

Terhentak untuk menyelesaikan masalah dalam cara-cara yang menyimpang dari kebiasaan praktek bisnisnya, Robb mengajak tim eksekutifnya untuk melakukan

penyelidikan ulang dan menafsirkan kembali data survei karyawan yang sebelumnya diabaikan. Sewaktu dia dengan para wakilnya mengkaji ulang orang-orangnya dari lapisan manajemen atas sampai ke bawah, muncullah gambar yang menggelisahkan. Ternyata, perusahaannya telah meninggalkan praktek-praktek terbaik yang pernah menjadi bagian keseharian organisasi itu.

Melalui alur cerita yang berjalan dengan cepat, Majer memasukkan pendekatan-pendekatan yang inspiratif mengenai bagaimana memobilisasi, memadukan gerak dan mengilhami para karyawan. Pendek kata, bagaimana memanfaatkan nilai-nilai untuk mempertahankan sebuah perusahaan di jalur suksesnya.

Dengan gaya cerita seperti itu, prinsip-prinsip coaching dan team building langsung kelihatan membumi. Dengan begitu kita bisa belajar cara efektif untuk membangun tim inti berbasis nilai, membawa nilai-nilai setiap pribadi untuk membangun seperangkat nilai-nilai dan budaya perusahaan yang dianut bersama.

Kehadiran buku ini cukup menyegarkan di antara buku-buku manajemen yang lain, karena jarang kita bisa selesai membaca buku serupa dalam satu kali duduk. Itulah yang akan terjadi bila Anda membaca buku ini, karena cerita disampaikan dengan bahasa yang sederhana dan memikat untuk terus membaca hingga selesai.

(Buku ini bisa dipesan melalui PortalHR.com. Silakan hubungi [email protected])

Cetak Artikel Kirim ke Teman

Beri Komentar

Dengan Novel Mengajarkan Kepemimpinan

Judul Buku: Values-based Leadership (Kepemimpinan Berbasis Nilai) Pengarang: Kenneth Majer, Ph. D Penerbit: Gramedia Pustaka Utama Jumlah halaman: 137 halaman Penulis Resensi: Meisia Chandra

“Bagaimana kalian akan menggunakan waktu saat kalian tidak bekerja?” tanya Robb kepada tim eksekutifnya. Keheningan menyelimuti ruangan itu, sementara setiap orang saling menatap dalam keheranan atas pertanyaan aneh dari presiden direktur mereka.

Buku Values-based Leadership berisi cerita yang sangat menarik tentang pengalaman seorang presiden direktur (CEO) bernama Robb Reinhart. Ia sedang mencoba mengatasi

kondisi perusahaannya yang terombang-ambing, tanpa arah dan kehilangan dasar nilai untuk membimbing tingkah laku yang konsisten. Uniknya, tokoh Robb Reinhart, seperti juga tokoh lainnya dalam buku ini, adalah tokoh fiktif yang diciptakan oleh penulis Kenneth Majer.

Melalui cara bercerita seperti novel, Majer mengajarkan prinsip-prinsip kepemimpinan yang praktis namun mendalam. Pengalaman dan keterampilan penulis sebagai seorang konsultan dan penasihat eksekutif secara jelas tercermin dalam salah satu tokoh utama buku ini, “Pelatih,” yang menjadi pembimbing tokoh utama.

Alkisah, Robb Reinhart terbangun setelah mendapat pertanda dari mimpi mengenai Rapat Komisaris yang menyudutkan dirinya. Setelah melakukan analisis terhadap perusahaannya, dia menyadari adanya tanda-tanda ketidakberesan dalam organisasi. Keasyikan Robb dengan matriks kinerja telah membutakannya terhadap aneka isyarat kecil yang tak begitu nyata. Isyarat itu menunjukkan bahwa orang-orang pentingnya telah melenceng dari patokan-patokannya --nilai-nilai dasar-- yang dia kira masih menjadi dasar perusahaannya.

Terhentak untuk menyelesaikan masalah dalam cara-cara yang menyimpang dari kebiasaan praktek bisnisnya, Robb mengajak tim eksekutifnya untuk melakukan penyelidikan ulang dan menafsirkan kembali data survei karyawan yang sebelumnya diabaikan. Sewaktu dia dengan para wakilnya mengkaji ulang orang-orangnya dari lapisan manajemen atas sampai ke bawah, muncullah gambar yang menggelisahkan. Ternyata, perusahaannya telah meninggalkan praktek-praktek terbaik yang pernah menjadi bagian keseharian organisasi itu.

Melalui alur cerita yang berjalan dengan cepat, Majer memasukkan pendekatan-pendekatan yang inspiratif mengenai bagaimana memobilisasi, memadukan gerak dan mengilhami para karyawan. Pendek kata, bagaimana memanfaatkan nilai-nilai untuk mempertahankan sebuah perusahaan di jalur suksesnya.

Dengan gaya cerita seperti itu, prinsip-prinsip coaching dan team building langsung kelihatan membumi. Dengan begitu kita bisa belajar cara efektif untuk membangun tim inti berbasis nilai, membawa nilai-nilai setiap pribadi untuk membangun seperangkat nilai-nilai dan budaya perusahaan yang dianut bersama.

Kehadiran buku ini cukup menyegarkan di antara buku-buku manajemen yang lain, karena jarang kita bisa selesai membaca buku serupa dalam satu kali duduk. Itulah yang akan terjadi bila Anda membaca buku ini, karena cerita disampaikan dengan bahasa yang sederhana dan memikat untuk terus membaca hingga selesai.

(Buku ini bisa dipesan melalui PortalHR.com. Silakan hubungi [email protected])

Cetak Artikel Kirim ke Teman

Beri Komentar

Dengan Novel Mengajarkan Kepemimpinan

Judul Buku: Values-based Leadership (Kepemimpinan Berbasis Nilai)

Pengarang: Kenneth Majer, Ph. D Penerbit: Gramedia Pustaka Utama Jumlah halaman: 137 halaman Penulis Resensi: Meisia Chandra

“Bagaimana kalian akan menggunakan waktu saat kalian tidak bekerja?” tanya Robb kepada tim eksekutifnya. Keheningan menyelimuti ruangan itu, sementara setiap orang saling menatap dalam keheranan atas pertanyaan aneh dari presiden direktur mereka.

Buku Values-based Leadership berisi cerita yang sangat menarik tentang pengalaman seorang presiden direktur (CEO) bernama Robb Reinhart. Ia sedang mencoba mengatasi kondisi perusahaannya yang terombang-ambing, tanpa arah dan kehilangan dasar nilai untuk membimbing tingkah laku yang konsisten. Uniknya, tokoh Robb Reinhart, seperti juga tokoh lainnya dalam buku ini, adalah tokoh fiktif yang diciptakan oleh penulis Kenneth Majer.

Melalui cara bercerita seperti novel, Majer mengajarkan prinsip-prinsip kepemimpinan yang praktis namun mendalam. Pengalaman dan keterampilan penulis sebagai seorang konsultan dan penasihat eksekutif secara jelas tercermin dalam salah satu tokoh utama buku ini, “Pelatih,” yang menjadi pembimbing tokoh utama.

Alkisah, Robb Reinhart terbangun setelah mendapat pertanda dari mimpi mengenai Rapat Komisaris yang menyudutkan dirinya. Setelah melakukan analisis terhadap perusahaannya, dia menyadari adanya tanda-tanda ketidakberesan dalam organisasi. Keasyikan Robb dengan matriks kinerja telah membutakannya terhadap aneka isyarat kecil yang tak begitu nyata. Isyarat itu menunjukkan bahwa orang-orang pentingnya telah melenceng dari patokan-patokannya --nilai-nilai dasar-- yang dia kira masih menjadi dasar perusahaannya.

Terhentak untuk menyelesaikan masalah dalam cara-cara yang menyimpang dari kebiasaan praktek bisnisnya, Robb mengajak tim eksekutifnya untuk melakukan penyelidikan ulang dan menafsirkan kembali data survei karyawan yang sebelumnya diabaikan. Sewaktu dia dengan para wakilnya mengkaji ulang orang-orangnya dari lapisan manajemen atas sampai ke bawah, muncullah gambar yang menggelisahkan. Ternyata, perusahaannya telah meninggalkan praktek-praktek terbaik yang pernah menjadi bagian keseharian organisasi itu.

Melalui alur cerita yang berjalan dengan cepat, Majer memasukkan pendekatan-pendekatan yang inspiratif mengenai bagaimana memobilisasi, memadukan gerak dan

mengilhami para karyawan. Pendek kata, bagaimana memanfaatkan nilai-nilai untuk mempertahankan sebuah perusahaan di jalur suksesnya.

Dengan gaya cerita seperti itu, prinsip-prinsip coaching dan team building langsung kelihatan membumi. Dengan begitu kita bisa belajar cara efektif untuk membangun tim inti berbasis nilai, membawa nilai-nilai setiap pribadi untuk membangun seperangkat nilai-nilai dan budaya perusahaan yang dianut bersama.

Kehadiran buku ini cukup menyegarkan di antara buku-buku manajemen yang lain, karena jarang kita bisa selesai membaca buku serupa dalam satu kali duduk. Itulah yang akan terjadi bila Anda membaca buku ini, karena cerita disampaikan dengan bahasa yang sederhana dan memikat untuk terus membaca hingga selesai.

(Buku ini bisa dipesan melalui PortalHR.com. Silakan hubungi [email protected])

Cetak Artikel Kirim ke Teman

Beri Komentar

Bila Sukses Punya Prinsip Dasar

Judul Buku: The Success Principles - Cara Beranjak dari Posisi Anda Sekarang ke Posisi yang Anda Inginkan

Pengarang: Jack Canfield Penerbit: Gramedia Pustaka Utama Jumlah halaman: 654 halaman Penulis Resensi: Sri Marlina

Bila sukses punya prinsip dasar, maka itulah yang dijanjikan buku ini. Ditulis oleh Jack Canfield, penulis seri Chicken Soup for the Soul dan telah menulis 40 buku terlaris New York Times, buku ini berisi 64 prinsip dasar yang akan mengantar Anda menuju kesuksesan yang Anda idamkan. Canfield menyusun buku ini berdasarkan pertemuannya dengan orang-orang sukses dari berbagai bidang dan pengalamannya selama 30 tahun menjalankan sendiri prinsip-prinsip tersebut. Karena itu dia menjamin, bila Anda menjalankan prinsip-prinsip di dalam buku ini dengan konsisten dan tekun, Anda pasti sukses.

Untuk memudahkan pembacanya, Canfield membagi buku ini ke dalam enam bagian. Yakni, Dasar-Dasar Kesuksesan, Mengubah Diri Anda Agar Sukses, Membangun Tim Sukses Anda, Menciptakan Hubungan yang Sukses, Kesuksesan dan Uang. Dan, bab terakhir, Kesuksesan Dimulai Sekarang mengajak Anda untuk mulai menerapkan dan melatih prinsip-prinsip yang sudah dibahas di bab-bab sebelumnya.

Bagian I mengupas tentang bagaimana bertanggung jawab atas kehidupan Anda dan hasil yang dicapai, menyangkut tujuan hidup, visi, impian dan keinginan kuat Anda. Bab-bab selanjutnya berkaitan dengan tindakan-tindakan yang diambil untuk mewujudkan impian dan keinginan Anda.

Bagian II membantu Anda mengenali rintangan mental dan emosional yang menghalangi Anda meraih kesuksesan. Rintangan mental berupa keyakinan negatif yang timbul dari kegagalan-kegagalan yang terjadi dalam hidup Anda, bayang-bayang ketakutan dari masa lalu dan kebiasaan buruk yang membatasi kemajuan yang ingin Anda capai.

Membangun Tim Sukses Anda, Bagian III, mengungkapkan cara dan alasan perlunya membangun tim pendukung sehingga Anda bisa memusatkan pada usaha memaksimalkan bakat terbesar Anda. Tim pendukung sukses Anda tidak hanya berasal dari luar diri Anda, tapi juga berasal dari dalam diri Anda sendiri. Faktor luar bisa dengan belajar dari seorang pembimbing atau teman yang sukses dan berpengaruh. Sedangkan faktor dari dalam, yaitu dengan mengakses kebijakan batin Anda sendiri untuk menemukan sendiri jalan kesuksesan Anda.

Canfield dalam bukunya ini juga mengajari bagaimana Menciptakan Hubungan yang Sukses di Bagian IV. Pada bagian ini ajaran-ajarannya antara lain prinsip-prinsip dan teknik praktis untuk membangun dan mempertahankan hubungan kelas dunia dalam rangka membangun jaringan berpengaruh.

Pada Bagian V, tentang uang, yang masih dijadikan ukuran kesuksesan seseorang, membahas pentingnya kesadaran positif akan uang, kesadaran bahwa Anda punya banyak uang untuk menjalani gaya hidup yang Anda inginkan sekarang dan di masa depan. Di bagian terakhir, Anda diajak mulai menerapkan prinsip yang sudah diajarkan pada bagian sebelumnya.

Prinsip-prinsip dasar ini sederhana, banyak yang sudah kita ketahui malah, tapi terkadang kita lupa untuk menerapkannya. Pada waktu-waktu tertentu, karyawan Anda dan bahkan Anda sendiri perlu motivasi baru untuk meningkatkan prestasi. Karena itu buku ini pas untuk menjadi koleksi bagian SDM dan bagus untuk dijadikan salah satu materi pelatihan.

Mengutip dari bagian Pendahuluan dalam buku, orang-orang bijaksana tahu, jika mereka terus berlatih memainkan alat musik, olahraga atau ilmu bela diri, (atau, bagi Anda, melatih prinsip-prinsip kesuksesan dalam buku ini) mereka seperti melakukan lompatan tiba-tiba ke tingkat kemampuan yang lebih tinggi. Bersabarlah. Bertahanlah. Jangan menyerah. Anda pasti akan melewatinya. Prinsip-prinsip ini selalu berhasil.

Silakan mencoba.

(Buku ini bisa dipesan melalui PortalHR.com. Silakan hubungi [email protected])

Beri Komentar

Mengorek Rahasia Kegagalan Eksekutif Pintar

Judul Buku: Why Smart Executives Fail Pengarang: Sydney Finkelstein Penerbit: Penguin Group Jumlah halaman: 320 halaman Penulis Resensi: Majalah HC

Tak tahu juga. Yang pasti, Sydney Finkelstein "penulis buku ini" membuka rangkaian tulisannya dengan fakta yang sangat kontradiktif. Tulisnya: Anda sering melihat mereka di sampul majalah bisnis terkemuka Forbes, Fortune, dan Business-Week. Anda juga telah membaca tentang kepemimpinan

mereka yang brilian dan seringkali inspirasional. Anda menyaksikan pendapat guru bisnis dan analis industri yang memuji-muji perusahaan mereka sebagai sesuatu yang perlu ditiru. Barangkali, Anda juga berinvestasi dalam saham perusahaan mereka, langsung maupun tidak langsung. Anda mungkin pernah berkesempatan bekerja untuk mereka atau bermitra dengan mereka.

Singkatnya, orang-orang tersebut adalah bintang yang paling benderang di bisnis Amerika maupun dunia. Mereka adalah pahlawan bisnis, genius, dan raksasa. Anehnya, beberapa tahun atau bahkan beberapa bulan setelah mereka begitu dipuja-puji, perusahaan mereka ambruk. Satu demi satu operasi utama perusahaan dihentikan. Karyawan di-PHK. Harga saham perusahaan anjlok. Perusahaan ventura, di mana para pemimpin itu dan perusahaan mereka berkomitmen, menyisakan investasi nyaris tak berharga. Ketika debu dibersihkan, ditemukan bahwa para pemimpin itu telah menghancurkan ratusan juta atau bahkan miliaran dolar nilai kekayaan.

Pertanyaannya, kenapa ini bisa terjadi? Bagaimana mungkin pemimpin bisnis itu jatuh begitu cepat? Kenapa begitu banyak orang salah besar? Berapa banyak kegagalan bisnis yang kita lihat setiap hari di berbagai negara dan industri? Dan bagaimana caranya mencegah semuanya itu terjadi kembali?

Penulis mulai mengumpulkan jawaban dari semua pertanyaan itu sejak 7 tahun lalu dengan melakukan investigasi yang sangat ekstensif. Tujuan penulis bukan hanya memahami kenapa bisnis mengalami kehancuran dan kegagalan, tetapi lebih terfokus kepada orang di balik kegagalan tersebut; bukan hanya untuk memahami upaya menghindari dari malapetaka itu, tetapi untuk mengantisipasi sinyal peringatan dini dari kegagalan itu sendiri. Penulis menggali akar permasalahan yang sebenarnya di balik semua kegagalan tersebut.

Yang menarik, di bab awal buku ini, penulis membeberkan kesimpulannya tentang berbagai alasan di balik kegagalan sebuah perusahaan. Setidaknya ada 7 hal menjadi penyebab kegagalan tersebut:

1. Eksekutif tersebut sebetulnya bodoh 2. Eksekutif tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi

3. Kegagalan dalam mengeksekusi 4. Eksekutif tidak cukup bekerja keras 5. Eksekutif itu kurang memiliki kemampuan kepemimpinan 6. Perusahaan kurang memiliki sumberdaya yang diperlukan 7. Eksekutif sangat rakus

Penulis mengakui, ketujuh penjelasan standar tersebut tidaklah memadai. Tentunya menjadi lebih mudah menganalisis kegagalan perusahaan jika hanya berdasarkan ketujuh alasan tersebut. Namun, setidaknya, ketujuh penyebab kegagalan itu adalah yang paling dominan terlihat dari kasus puluhan perusahaan yang diinvestigasi oleh penulis (termasuk sejumlah nama perusahaan terkemuka macam AMP, AMD, Banker Trust, Barings/ING, Bristol-Myers Squibb, Coca-Cola, DaimlerChrysler, Ford, GM, Marks & Spencer, Levis

Strauss, Motorola, Tyco, Wang Labs, dan lainnya).

Penulis membagi rangkaian tulisannya dalam 3 bagian besar (Great Corporate Mistakes, The Causes of Failure, Learning from Mistakes). Seperti ditegaskannya di bagian awal, buku ini dimaksudkan untuk memberi pelajaran dan pemahaman tentang berbagai kegagalan untuk mencegah hal itu terulang pada siapa saja. Buku yang mendapat pujian banyak pihak ini bermanfaat bagi siapa saja yang tidak menginginkan kegagalan dalam memimpin maupun berbisnis.

Beri Komentar

Mengorek Rahasia Kegagalan Eksekutif Pintar

Judul Buku: Why Smart Executives Fail Pengarang: Sydney Finkelstein Penerbit: Penguin Group Jumlah halaman: 320 halaman

Penulis Resensi: Majalah HC

Tak tahu juga. Yang pasti, Sydney Finkelstein "penulis buku ini" membuka rangkaian tulisannya dengan fakta yang sangat kontradiktif. Tulisnya: Anda sering melihat mereka di sampul majalah bisnis terkemuka Forbes, Fortune, dan Business-Week. Anda juga telah membaca tentang kepemimpinan mereka yang brilian dan seringkali inspirasional. Anda menyaksikan pendapat guru bisnis dan analis industri yang memuji-muji perusahaan mereka sebagai sesuatu yang perlu ditiru. Barangkali, Anda juga berinvestasi dalam saham perusahaan mereka, langsung maupun tidak langsung. Anda mungkin pernah berkesempatan bekerja untuk mereka atau bermitra dengan mereka.

Singkatnya, orang-orang tersebut adalah bintang yang paling benderang di bisnis Amerika maupun dunia. Mereka adalah pahlawan bisnis, genius, dan raksasa. Anehnya, beberapa tahun atau bahkan beberapa bulan setelah mereka begitu dipuja-puji, perusahaan mereka ambruk. Satu demi satu operasi utama perusahaan dihentikan. Karyawan di-PHK. Harga saham perusahaan anjlok. Perusahaan ventura, di mana para

pemimpin itu dan perusahaan mereka berkomitmen, menyisakan investasi nyaris tak berharga. Ketika debu dibersihkan, ditemukan bahwa para pemimpin itu telah menghancurkan ratusan juta atau bahkan miliaran dolar nilai kekayaan.

Pertanyaannya, kenapa ini bisa terjadi? Bagaimana mungkin pemimpin bisnis itu jatuh begitu cepat? Kenapa begitu banyak orang salah besar? Berapa banyak kegagalan bisnis yang kita lihat setiap hari di berbagai negara dan industri? Dan bagaimana caranya mencegah semuanya itu terjadi kembali?

Penulis mulai mengumpulkan jawaban dari semua pertanyaan itu sejak 7 tahun lalu dengan melakukan investigasi yang sangat ekstensif. Tujuan penulis bukan hanya memahami kenapa bisnis mengalami kehancuran dan kegagalan, tetapi lebih terfokus kepada orang di balik kegagalan tersebut; bukan hanya untuk memahami upaya menghindari dari malapetaka itu, tetapi untuk mengantisipasi sinyal peringatan dini dari kegagalan itu sendiri. Penulis menggali akar permasalahan yang sebenarnya di balik semua kegagalan tersebut.

Yang menarik, di bab awal buku ini, penulis membeberkan kesimpulannya tentang berbagai alasan di balik kegagalan sebuah perusahaan. Setidaknya ada 7 hal menjadi penyebab kegagalan tersebut:

1. Eksekutif tersebut sebetulnya bodoh 2. Eksekutif tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi 3. Kegagalan dalam mengeksekusi 4. Eksekutif tidak cukup bekerja keras 5. Eksekutif itu kurang memiliki kemampuan kepemimpinan 6. Perusahaan kurang memiliki sumberdaya yang diperlukan 7. Eksekutif sangat rakus

Penulis mengakui, ketujuh penjelasan standar tersebut tidaklah memadai. Tentunya menjadi lebih mudah menganalisis kegagalan perusahaan jika hanya berdasarkan ketujuh alasan tersebut. Namun, setidaknya, ketujuh penyebab kegagalan itu adalah yang paling dominan terlihat dari kasus puluhan perusahaan yang diinvestigasi oleh penulis (termasuk sejumlah nama perusahaan terkemuka macam AMP, AMD, Banker Trust, Barings/ING, Bristol-Myers Squibb, Coca-Cola, DaimlerChrysler, Ford, GM, Marks & Spencer, Levis Strauss, Motorola, Tyco, Wang Labs, dan lainnya).

Penulis membagi rangkaian tulisannya dalam 3 bagian besar (Great Corporate Mistakes, The Causes of Failure, Learning from Mistakes). Seperti ditegaskannya di bagian awal, buku ini dimaksudkan untuk memberi pelajaran dan pemahaman tentang berbagai kegagalan untuk mencegah hal itu terulang pada siapa saja. Buku yang mendapat pujian banyak pihak ini bermanfaat bagi siapa saja yang tidak menginginkan kegagalan dalam memimpin maupun berbisnis.

Beri Komentar

Kisah-kisah Kebijaksanaan China Klasik

Judul Buku: Kisah-kisah Kebijaksanaan China Klasik Pengarang: Michael C. Tang Penerbit: Gramedia Majalah Jumlah halaman: 424 halaman Penulis Resensi: Meisia Chandra

Cerita-cerita sederhana mengenai kehidupan sehari-hari pada masa lampau, banyak yang bisa direnungkan dan dipetik hikmahnya untuk diterapkan dalam kehidupan saat ini. Ibarat harta karun yang tak habis digali, kisah-kisah klasik ini diturunkan dari generasi ke generasi melalui cara bercerita lisan.

Melalui buku "Kisah-kisah Kebijaksanaan China Klasik" atau judul aslinya "Victor's Reflections and Other Tales of China's Timeless Wisdom for Leaders" Michael C. Tang mencoba mengumpulkan sebagian dari harta karun itu untuk dinikmati oleh kalangan yang lebih luas. Penulis adalah seorang wirausahawan sukses kelahiran Shanghai yang melewatkan masa mudanya di China pada masa pemerintahan Mao Zedong.

Pada tahun 1968 ketika berlangsungnya "Revolusi Kebudayaan" yang terkenal itu, pemerintah Mao Zedong menyingkirkan siapa saja yang dicurigai tidak setia kepadanya dan melenyapkan segala yang berpotensi menggoyahkan kekuasaannya. Sekolah-sekolah dan perguruan tinggi ditutup. Rumah-rumah digeledah untuk mencari buku-buku yang dianggap membahayakan ideologi bangsa.

Dalam kondisi negara seperti itu, pendidikan untuk diri sendiri (di luar Maoism) diperoleh dengan susah payah. Dengan sembunyi-sembunyi, penulis mendapatkan kesempatan membaca buku-buku klasik seperti Analects karya Konfusius dan karya-karya agung China lainnya, seperti Intrigue of the Warring States, Chronicles of the Three Kingdoms, dan Tales from the Ming Dynasty, di bawah pengawasan kakeknya yang adalah seorang sarjana karya-karya Klasik.

Ketika penulis hijrah dan bekerja di Amerika, dia menemukan semua nilai-nilai praktis kebijaksanaan yang sejak dulu menancap kuat pada dirinya, bisa diterapkan dalam dunia bisnis. Hal itulah yang mendorong penulis mengumpulkan "tabungan"nya di masa muda itu dalam buku ini, dan tidak hanya menuturkan kisah-kisah itu saja, penulis menambahkan interpretasinya sendiri berdasarkan pengalamannya.

Buku ini bukan buku cerita yang dibaca sekaligus kemudian disimpan. Buku ini cocok untuk ditempatkan di rak buku di sisi meja kerja Anda, untuk dibaca-baca lagi ketika Anda membutuhkan inspirasi. Berbagai cerita menarik yang berhubungan dengan kebijaksanaan, pendidikan, kepemimpinan, manajemen, bakat dan sikap, nasib, bahkan cinta dan seks dapat ditemukan dalam buku ini.

Sayangnya, berbagai perumpamaan dan juga cara berpikir orang China yang terdapat dalam buku ini, tidak serta-merta mudah dipahami oleh kita yang mempunyai

kebudayaan berbeda. Nah di situlah tantangan kita untuk memahami dunia ide dan strategi masyarakat China. Buku ini memanfaatkan momentum di mana negara China sedang naik daun dan disebut-sebut sebagai negara paling penting di abad 21, sehingga kebijaksanaan China pun menjadi semakin menarik untuk dipelajari.

Cetak Artikel

Beri Komentar

Mari Berlatih Mengambil Keputusan dalam Sekejap Mata

Judul Buku: Blink Pengarang: Malcolm Gladwell Penerbit: Gramedia Pustaka Utama Jumlah halaman: 316 halaman Penulis Resensi: Meisia

Blink adalah buku mengenai dua detik pertama yang sangat menentukan ketika kita mengamati sesuatu. Dua detik itu akan memberi pemahaman dalam sekejap mata, yang terbentuk berkat pilihan-pilihan yang muncul dari dalam "komputer internal" kita, alias kemampuan bawah sadar kita. Kemampuan inilah yang oleh Malcolm Gladwell disebut "kemampuan berpikir tanpa berpikir", di mana keputusan sekejap bisa didapat dari informasi yang sedikit namun akurat.

Ketika Anda bertemu seseorang untuk pertama kalinya, atau masuk ke rumah yang Anda pertimbangkan untuk dibeli, atau membaca beberapa kalimat utama sebuah buku, otak Anda hanya perlu sekitar dua detik untuk mengambil sejumlah keputusan. Nah, Blink adalah buku mengenai dua detik itu.

Anda mungkin mengira buku ini berbicara mengenai intuisi. Tapi, seperti ditulis Gladwell dalam situs pribadinya, dia tidak menyukai kata-kata itu. Malah, kata itu tidak pernah muncul sekali pun dalam buku. Intuisi lebih mengarah pada konsep yang kita gunakan dalam melukiskan reaksi emosional, semacam firasat --pikiran-pikiran dan kesan yang tidak sepenuhnya rasional. Dalam Blink, yang dibicarakan adalah yang terjadi dalam dua detik pertama yang sepenuhnya rasional. Yang terjadi adalah proses berpikir. Hanya saja, proses itu berlangsung lebih cepat dan bekerja sedikit lebih misterius dibandingkan dengan proses berpikir dan mengambil keputusan yang sadar dan sengaja, seperti yang biasa kita asosiasikan dengan kata "berpikir".

Dengan bahasa yang enak dibaca dan contoh-contoh dari kehidupan nyata yang sangat menarik, Gladwell menjelaskan apa yang dimaksudnya dengan Blink. Dia mencontohkan cara yang digunakan orang-orang hebat dalam mengambil keputusan, yang seringkali tidak perlu banyak waktu untuk memproses banyak informasi. Misalnya, apabila George Soros ditanya bagaimana cara dia menentukan kapan akan membeli atau menjual saham

tertentu, dia tidak bisa menjelaskan apa yang terjadi dalam otaknya dalam proses pengambilan keputusan itu. Dia malah memberi penjelasan yang konyol, seperti karena punggungnya terasa nyeri.

Contoh lain misalnya, seorang pakar pernikahan akan tahu dengan mengamati sepasang suami-istri beberapa detik saja, apakah suami-istri tersebut akan bercerai. Seorang pelatih tenis yang berpengalaman akan tahu apakah seorang petenis akan melakukan double fault hanya dengan melihat gaya melakukan servis. Blink memberikan contoh-contoh nyata, betapa keputusan yang diambil dalam sekejap bisa sama baiknya dengan keputusan yang diambil berdasarkan pemrosesan informasi yang banyak dalam waktu lama.

Melalui buku ini, Gladwell mencoba memahami secara rasional apa yang terjadi dalam dua detik itu, dan menemukan rahasia pengambilan keputusan dalam sekejap. Orang-orang yang dicontohkan dalam Blink, sudah terlatih melakukan apa yang disebutnya snap judgment dan thin slicing --menyaring sesedikit mungkin faktor-faktor terpenting dari sejumlah kemungkinan yang menggunung.

Mudah-mudahan setelah membaca Blink, semua tugas Blink seperti yang ditulis dalam bab pertama terjawab. Tugas Blink yang pertama adalah meyakinkan bahwa keputusan yang dibuat dalam sekejap mata bisa sama baik dengan keputusan yang hati-hati dan direnungkan lama sekali.

Karena komputer internal kita tidak selalu cemerlang, dia bisa juga keliru. Tugas Blink yang kedua, menjawab kapan kita harus mempercayai naluri kita, dan kapan kita harus waspada karenanya. Tugas ketiga dan paling penting, meyakinkan Anda bahwa keputusan sekejap dan penangkapan kesan pertama dapat dilatih serta dikendalikan. Mari kita coba.

Beri Komentar

Rahasia Manajemen Tim Yang Sukses

Judul Buku: The Secrets of Successful Team Management - How to lead a team to innovation, creativity and success

Pengarang: Prof. Michael West Penerbit: Duncan Baird Publishers Jumlah halaman: 160 halaman, termasuk index Penulis Resensi: Majalah HC

Sejarah kerjasama tim dalam kehidupan manusia hampir setua umur manusia itu sendiri. Kerjasama tim menjadi vital ketika dunia kemiliteran dan bisnis berkembang dengan cepat. Sejalan dengan perkembangan pasar dan teknologi, industri tidak lagi bisa berjalan secara mekanistis. Ia harus bisa bertindak secara fleksibel, dan kebutuhan terhadap kelompok kerja makin terasa. Para peneliti menemukan bahwa pengaruh kelompok kerja terhadap produktifitas sama besarnya dengan pengaruh seorang manajer. Hanya saja, saat organisasi menjadi semakin besar, para pekerja kesulitan untuk saling berbagi

pengetahuan tentang material, proses, dan metode kerja untuk meningkatkan daya saing organisasi. Ini terjadi karena saluran pertukaran ide dan keahlian di antara karyawan mampet.

Inovasi model bisnis berkembang selama masarekonstruksi pasca Perang Dunia II. Jepang memimpin dengan menerapkan etika tim sebagai prinsip-prinsip produksi massal. Karyawan mereka sangat termotivasi, komit terhadap teknologi, dan sangat produktif. Kemudian, perusahaan-perusahaan Amerika dan Eropa mengkopi cara Jepang mengelola pekerjaan itu, sembari menghapus hambatan birokrasi yang sering menghambat inovasi dalam kultur orang-orang Jepang. Upaya mencontoh itu ternyata bukanlah resep yang mudah. Hingga saat ini pun upaya mengadopsi pendekatan tim itu masih menjadi tantangan terbesar pada banyak perusahaan. Direktur HR dari 100 perusahaan paling top di Amerika (Fortune 100) melaporkan bahwa perhatian utamanya tertuju pada upaya membangun struktur berbasis tim agar perusahaan mereka bisa bergerak fleksibel, produktif, tangguh, dan efektif.

Menurut Profesor Michael West, pengarang buku The Secrets of Successful Team Management, upaya membangun tim bukan hanya soal laba dan inovasi, tetapi ia juga penting bagi kesehatan kita. Saat bekerja dalam sebuah tim, kita memiliki hubungan pertemanan yang bagus, dan kita merasa dimengerti dan dihargai. "Kita mempunyai rasa memiliki yang kini semakin hilang di perusahaanperusahaan besar,"� ujar professor psikologi organisasi itu. Karyawan melihat adanya gap yang lebar antara retorika sang CEO (yang selalu mengatakan, "...SDM adalah asset utama terpenting") dengan kenyataan yang dihadapi sebagai karyawan. Sebagai akibatnya, karyawan sering merasa tidak dihargai oleh perusahaan dan merasakan minimnya kontrol terhadap kerjanya.

Alienasi semacam itu tercampur saat perusahaan harus merampingkan diri untuk merespons tekanan ekonomi, karena adanya beban pekerjaan berlebihan dan seringnya terjadi pengulangan pekerjaan yang dirasakan karyawan.

Manfaat dari kerjasama tim, menurut penulis, sangat banyak. Biasanya organisasi berbasis tim memiliki struktur yang ramping. Berkerjasama dalam sebuah tim berarti memberi tanggung jawab dan otoritas kepada tim untuk membuat keputusan tentang bagaimana bekerja paling efisien, dan ini menyebabkan jumlah manajer dan level manajer lebih sedikit. Oleh sebab itu, organisasi akan bisa merespons dengan cepat dan efektif lingkungan yang cepat berubah.

Tim bisa melakukan pengembangan dan peluncuran produk dengan cepat. Tim memungkinkan organisasi untuk terus belajar (dan mengambil manfaat dari proses itu) secara lebih efektif. Tim yang melibatkan banyak fungsi akan membantu meningkatkan manajemen mutu. Ia juga mendorong berkembangnya kreatifitas dan inovasi. Kerjasama tim juga menghasilkan manfaat finansial, termasuk karena kenaikan produktifitas. Begitu pula, perubahan dalam sebuah organisasi lebih efektif bila melibatkan kerjasama tim. Masih banyak manfaat lain dari kerjasama tim.

Selain memberikan analisis teoritis dan praktis tentang manajemen tim, yang menarik dalam buku ini, penulis memberikan kiat atau tips yang amat berguna untuk menghasilkan kerjasama tim terbaik. Penulis menyebut kiat atau tips itu dengan istilah Work Solution, yang berjumlah 23 buah. Penerapan Work Solution ini secara baik diyakini akan melahirkan kerjasama tim yang kuat di perusahaan Anda. Work Solution 1 mengulas kenapa Anda harus membentuk kerjasama tim, karena tidak semua hal mengharuskan Anda melakukannya. Work Solution 2 berisi cara untuk menelaah kompetensi dari tim. Work Solution 3 menyarankan pembuatan jurnal manajemen waktu. Work Solution 4 mengupas tema "...meditasi pikiran" untuk meresapi tugas tim.

Work Solution 5 berisi cara merespons umpan balik formal. Work Solution 6 tentang cara mengatasi anggota tim yang sulit. Work Solution 7, jurus mempersiapkan presentasi dari

seorang juru bicara bagi tim. Work Solution 8, tentang seni dari persuasi. Work Solution 9 berbicara tentang penyusunan aturan main. Work Solution 10 berisi klarifikasi peran. Work Solution 11 tentang bagaimana memproses informasi yang berguna. Work Solution 12 mengupas kiat membangun hubungan dua arah. Work Solution 13 tentang cara menyusun objektif.

Work Solution 14 tentang penyusunan agenda. Work Solution 15, bagaimana melakukan debat yang positif. Work Solution 16, analisis tentang stakeholder. Work Solution 17 mengupas cara bertukar pikiran dua tahap. Work Solution 18, mengelola risiko. Work Solution 19 tentang memaksimalkan upaya. Work Solution 20 tentang cara menghadapi hal-hal rutin. Work Solution 21 mengupas tema bagaimana mengevaluasi kerjasama tim. Work Solution 22 tentang pembentukan sebuah tim perubahan. Terakhir Work Solution 24 mengupas hal menghilangkan hambatan keterbukaan.

Sebuah buku yang menarik dan bermanfaat bagi siapa saja pelaku organisasi: eksekutif, manajer, karyawan, dan siapa saja yang mengandalkan kerjasama tim dalam pencapaian hasil.

eri Komentar

Ayo, Berani Berkonfrontasi

Judul Buku: Crucial Confrontations Pengarang: Kerry Patterson, dkk Penerbit: Gramedia Pustaka Utama, 2007 Jumlah halaman: 316 Penulis Resensi: Meisia

Buku ini tentang konfrontasi. Kita menghadapi konfrontasi dalam kehidupan sehari-hari, baik di tempat kerja maupun di rumah. Konfrontasi krusial yang menjadi judul buku ini adalah tentang kekecewaan yang timbul karena pengingkaran janji, tercabiknya harapan dan perilaku lain yang buruk.

Semuanya dimulai dengan pertanyaan, "Mengapa Anda tidak melakukan apa yang sebaiknya Anda lakukan?" Bagaimana Anda seharusnya menghadapi, misalnya pegawai yang hampir selalu terlambat masuk kantor, rekan kerja yang menjelekkan Anda di belakang Anda, atau putri remaja Anda yang baru saja memberi tahu bahwa dia akan pergi ke pesta perpisahan sekolah bersama cowok yang Anda curigai sebagai anak yang licik dan tak bertanggung jawab?

Kerry Patterson, Joseph Grenny, Ron McMillan dan Al Switzler adalah para konsultan dan pelatih di bidang kepemimpinan dan kinerja organisasi, yang mendirikan perusahaan konsultan VitalSmarts. Mereka menyusun buku ini berdasarkan pengamatan selama lebih dari 10.000 jam terhadap orang-orang yang dipilih sebagai yang terbaik yang pernah terlibat dalam konfrontasi. Tidak hanya konfrontasi "biasa", tapi konfrontasi yang sulit dan perlu. Yakni, yang berakhir dengan kemenangan bagi semua dan hubungan menjadi lebih kuat.

Buku ini menekankan pentingnya berkonfrontasi (yang aman dan efektif). Banyak contoh peristiwa tragis terjadi karena seseorang tidak berani berkonfrontasi. Sebaliknya, apabila konfrontasi dilakukan dengan tidak efektif, maka hasilnya pun tidak kalah fatal.

Cara-cara melakukan konfrontasi krusial dengan efektif diuraikan dalam buku ini. Dimulai dengan menanyakan apa masalahnya, baru kemudian menanyakan perlukah. Dengan detil buku ini memberikan panduan yang disertai contoh-contoh praktis dari pengalaman para penulis, sehingga diharapkan pembaca bisa mengetahui apa yang harus dilakukannya apabila menghadapi kondisi-kondisi yang tidak seharusnya.

Pembaca akan mengetahui kapan 'harus' memulai sebuah konfrontasi krusial dan bagaimana memulainya. Dan, bagaimana menyusun strategi sebelum membuka mulut. Semua itu merupakan keterampilan-keterampilan praktis yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, khususnya di tempat kerja.

Selain panduan konfrontasi dalam sembilan bab, buku ini juga dilengkapi dengan empat lampiran. Terdiri atas Form penilaian diri untuk mengukur keterampilan konfrontasi krusial; "Model Enam Sumber" untuk membantu memperluas pandangan kita tentang mengapa orang melakukan apa yang mereka lakukan; "Ketika Semuanya Berjalan Lancar", yaitu kondisi ketika semuanya berjalan sesuai dengan seharusnya; dan, panduan diskusi untuk kelompok baca.

Satu catatan kecil untuk penerbit, buku yang sangat berguna ini akan jauh lebih baik apabila penerjemahannya ke dalam Bahasa Indonesia tidak terlalu kaku dan sulit dicerna.

Beri Komentar

Indonesian Human Resources Handbook 2005

Judul Buku: Indonesia Human Resources Handbook 2005 Pengarang: Tim Ascorp

Penerbit: Ascorp Jumlah halaman: 170 halaman Penulis Resensi: Is Mujiarso

Buku ini lebih merupakan sebuah langkah awal dari sebuah upaya yang mulia dan penting, ketimbang hasil akhir yang sudah tuntas dan memuaskan. Merangkum apa, siapa, di mana, mengapa dan bagaimana-nya dunia HR di Indonesia jelas bukanlah kerja ringan yang sekali jadi. Sejauh ini, kompilasi yang disusun dan dikeluarkan oleh Ascorp (PT Ali Syarief Corporation) ini telah memasuki edisi yang kedua, dan itu artinya telah mengalami berbagai perbaikan dan penambahan data. Dan, kabarnya buku ini akan segera memasuki edisi ketiga dengan perubahan penampilan dari Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia, di samping tentu saja, lagi-lagi, penambahan item informasi. Dijadwalkan, edisi baru tersebut akan diluncurkan pada Mei 2007.

Indonesian Human Resources Handbook 2005 pada dasarnya merupakan kumpulan aneka informasi seputar HR, yang dibagi ke dalam tiga bagian. Pertama, Articles of Human Resources; kedua, Who is Who in Human Resources dan ketiga, Profiles and Directories of HR Service Provider & Business Educational Institution. Pada bagian pertama, terhimpun 11 artikel dari 11 konsultan, praktisi dan akademisi HR dari berbagai institusi dalam dan luar negeri. Dari Indonesia, pembaca bisa menemukan tulisan dari Direktur LM FEUI Budi W Soetjipto, Pendiri dan Direktur Experd Eileen Rachman, Managing Director JAC Indonesia Mariko Asmara dan Principal pada Sahala Consulting Sahala Harahap. Tema tulisan terentang dari bagaimana membangun budaya perusahaan hingga mengatur strategi HR yang tepat; dari yang disampaikan dalam bentuk paparan pengetahuan hingga uraian tips-tips praktis.

Pada bagian kedua, buku ini menyuguhkan profil ringkas 34 praktisi/konsultan/akademisi HR dari dalam dan luar negeri --11 di antaranya tak lain para penulis yang menyumbangkan buah pikirannya pada sesi Articles of Human Resources. Pada bagian ini, pembaca bisa menelusuri jejak pengalaman, area keahlian, latar belakang pendidikan dan pelatihan, aktivitas profesional dan publikasi dari masing-masing tokoh. Sedangkan pada bagian ketiga, pembaca dipandu untuk menemukan alamat (kantor, email, situs di internet) dan nomer kontak lembaga-lembaga penyedia layanan HR (Seminar, Workshop & Training Providers; Executive Search Firms; Employment Agencies/Outsourcing Firms; Assessment/Selection Service Providers; HR Consulting Firms) dan institusi-institusi pendidikan bisnis (Graduate Schools of Management, Vocational Schools), serta masih ditambah daftar firma-firma hukum yang menangani area HR.

Sebagai sebuah handbook, buku ini memang masih jauh dari lengkap. Ibaratnya, apalah arti 34 nama yang terdaftar dalam buku ini dibandingkan dengan beratus-ratus, atau bahkan mungkin beribu-ribu, tokoh HR yang ada di Indonesia. Di samping itu, kalau maunya memang menjadi Indonesian HR Handbook, mengapa harus menyertakan sejumlah nama dari luar negeri --sementara masih banyak nama lain dari negeri sendiri yang mestinya lebih diprioritaskan untuk diperkenalkan kepada publik HR? Namun, seperti telah disebut di atas, sebagai sebuah langkah awal, buku ini jelas patut dihargai tinggi-tinggi. Yang sudah sangat bagus dan "sangat benar" dari buku ini, antara lain,

pencantuman indeks yang memudahkan pembaca untuk menemukan dengan cepat item yang dicarinya. Untuk perbaikan pada edisi-edisi berikutnya, perlu kiranya penyusun buku ini merangkul sebanyak-banyak pihak yang terkait dan relevan untuk memungkinkan terkumpulnya data yang selengkap-lengkapnya.

Beri Komentar

Bila Sukses Punya Prinsip Dasar

Judul Buku: The Success Principles - Cara Beranjak dari Posisi Anda Sekarang ke Posisi yang Anda Inginkan

Pengarang: Jack Canfield Penerbit: Gramedia Pustaka Utama Jumlah halaman: 654 halaman Penulis Resensi: Sri Marlina

Bila sukses punya prinsip dasar, maka itulah yang dijanjikan buku ini. Ditulis oleh Jack Canfield, penulis seri Chicken Soup for the Soul dan telah menulis 40 buku terlaris New York Times, buku ini berisi 64 prinsip dasar yang akan mengantar Anda menuju kesuksesan yang Anda idamkan. Canfield menyusun buku ini berdasarkan pertemuannya dengan orang-orang sukses dari berbagai bidang dan pengalamannya selama 30 tahun menjalankan sendiri prinsip-prinsip tersebut. Karena itu dia menjamin, bila Anda menjalankan prinsip-prinsip di dalam buku ini dengan konsisten dan tekun, Anda pasti sukses.

Untuk memudahkan pembacanya, Canfield membagi buku ini ke dalam enam bagian. Yakni, Dasar-Dasar Kesuksesan, Mengubah Diri Anda Agar Sukses, Membangun Tim Sukses Anda, Menciptakan Hubungan yang Sukses, Kesuksesan dan Uang. Dan, bab terakhir, Kesuksesan Dimulai Sekarang mengajak Anda untuk mulai menerapkan dan melatih prinsip-prinsip yang sudah dibahas di bab-bab sebelumnya.

Bagian I mengupas tentang bagaimana bertanggung jawab atas kehidupan Anda dan hasil yang dicapai, menyangkut tujuan hidup, visi, impian dan keinginan kuat Anda. Bab-bab selanjutnya berkaitan dengan tindakan-tindakan yang diambil untuk mewujudkan impian dan keinginan Anda.

Bagian II membantu Anda mengenali rintangan mental dan emosional yang menghalangi Anda meraih kesuksesan. Rintangan mental berupa keyakinan negatif yang timbul dari kegagalan-kegagalan yang terjadi dalam hidup Anda, bayang-bayang ketakutan dari masa lalu dan kebiasaan buruk yang membatasi kemajuan yang ingin Anda capai.

Membangun Tim Sukses Anda, Bagian III, mengungkapkan cara dan alasan perlunya membangun tim pendukung sehingga Anda bisa memusatkan pada usaha memaksimalkan bakat terbesar Anda. Tim pendukung sukses Anda tidak hanya berasal dari luar diri Anda, tapi juga berasal dari dalam diri Anda sendiri. Faktor luar bisa dengan belajar dari seorang pembimbing atau teman yang sukses dan berpengaruh. Sedangkan

faktor dari dalam, yaitu dengan mengakses kebijakan batin Anda sendiri untuk menemukan sendiri jalan kesuksesan Anda.

Canfield dalam bukunya ini juga mengajari bagaimana Menciptakan Hubungan yang Sukses di Bagian IV. Pada bagian ini ajaran-ajarannya antara lain prinsip-prinsip dan teknik praktis untuk membangun dan mempertahankan hubungan kelas dunia dalam rangka membangun jaringan berpengaruh.

Pada Bagian V, tentang uang, yang masih dijadikan ukuran kesuksesan seseorang, membahas pentingnya kesadaran positif akan uang, kesadaran bahwa Anda punya banyak uang untuk menjalani gaya hidup yang Anda inginkan sekarang dan di masa depan. Di bagian terakhir, Anda diajak mulai menerapkan prinsip yang sudah diajarkan pada bagian sebelumnya.

Prinsip-prinsip dasar ini sederhana, banyak yang sudah kita ketahui malah, tapi terkadang kita lupa untuk menerapkannya. Pada waktu-waktu tertentu, karyawan Anda dan bahkan Anda sendiri perlu motivasi baru untuk meningkatkan prestasi. Karena itu buku ini pas untuk menjadi koleksi bagian SDM dan bagus untuk dijadikan salah satu materi pelatihan.

Mengutip dari bagian Pendahuluan dalam buku, orang-orang bijaksana tahu, jika mereka terus berlatih memainkan alat musik, olahraga atau ilmu bela diri, (atau, bagi Anda, melatih prinsip-prinsip kesuksesan dalam buku ini) mereka seperti melakukan lompatan tiba-tiba ke tingkat kemampuan yang lebih tinggi. Bersabarlah. Bertahanlah. Jangan menyerah. Anda pasti akan melewatinya. Prinsip-prinsip ini selalu berhasil.

Silakan mencoba.

(Buku ini bisa dipesan melalui PortalHR.com. Silakan hubungi [email protected])

Beri Komentar

The Contrarian's Guide to Leadership

Judul Buku: The Contrarian's Guide to Leadership Pengarang: Steven B. Sample Penerbit: Jossey-Bass (Wiley Imprint) Jumlah halaman: 197 halaman, termasuk indeks Penulis Resensi: Majalah HC

Sample mengaku, istilah kontra itu tidak berarti ia membantah seluruh pemahaman konvensional tentang kepemimpinan. Sebab, lanjutnya, banyak pemahaman konvensional terhadap kepemimpinan benar sepenuhnya. Istilah kontra diajukan untuk melihat kepemimpinan dalam perspektif berlawanan. "Dari sudut pandang yang lebih segar dan orisinal", ungkap profesor bidang teknik listrik tersebut.

Penulis mengingatkan, seseorang tidak bisa menjadi pemimpin yang efektif denganmeniru pemimpin terkenal di masa lalu karena hal itu menyebabkan ia tidak bisa mengembangkan secara penuh potensinya. Juga dengan memberi apresiasi tinggi terhadap seni kepemimpinan dengan mengikatkan diri terhadap pemahaman konvensional. Kuncinya, menurut Sample, adalah untuk bertindak bebas dari pemahaman konvensional agar kreativitas alamiah dan independensi intelektual.

Lantas, seperti apakah prinsip kepemimpinan berlawanan tersebut? Sample menyarankan untuk berpikir dengan cara berbeda, tidak percaya sepenuhnya kepada pakar, baca apa yang tidak dibaca pesaing, jangan ambil keputusan bila hal itu secara logika bisa didelegasikan, abaikan pembengkakan biaya, bekerjalah kepada mereka yang bekerja untuk Anda, ketahui apa tujuan akhir Anda, tembaklah kuda milik sendiri, kadang-kadang biarkan kesempatan memimpin pemimpin, dan pahami perbedaan menjadi pemimpin dengan sedang bekerja jadi pemimpin.

Mau tahu lebih jauh, sebaiknya Anda membaca langsung buku yang terpilih sebagai best-seller menurut Los Angeles Times ini.

Motivasi untuk Kerja, Bisnis dan Aktivitas

Senin, 26 Maret 2007 - 16:45 WIB

Dalam bekerja, menggerakkan bisnis hingga menjalani kehidupan sehari-hari, kadang kita merasa perlu mencari kata-kata yang mampu memberikan inspirasi. Tujuannya, tak lain, untuk men-charge motivasi yang memang sering kendor entah karena situasi atau faktor-faktor lain yang tak kita sadari. Satu kalimat dari orang terkenal, sukses, tokoh besar, biasanya membuat kita merasa mendapatkan tambahan semangat yang memacu kreativitas.

Berikut beberapa kutipan yang membangkitkan motivasi. Kutipan-kutipan ini berguna untuk manajer yang ingin memotivasi anak buahnya, atau pimpinan divisi HR yang harus selalu siap membantu membangkitkan semangat karyawan. Tak terkecuali, buat individu-individu yang tak mau kehilangan "pegangan" dalam bekerja, berbisnis atau beraktivitas.

"Manajemen tak lebih merupakan alat untuk memotivasi orang" -- Lee Iacocca.

"Satu-satunya cara untuk membuat orang menyukai kerja keras adalah dengan memotivasi mereka. Hari ini, orang harus mengerti mengapa mereka (harus) bekerja keras. Setiap orang dalam organisasi termotivasi oleh sesuatu yang berbeda-beda" --Rick Pitino

"Motivasi adalah seni membuat orang melakukan apa yang Anda inginkan untuk mereka lakukan, karena mereka ingin melakukannya." --Dwight D Eisenhower

"Uang tidak pernah menjadi motivasi besar bagiku. Kepuasan sejati adalah permainannya itu sendiri." --Donald Trump.

"Ide dari semua motivasi adalah perangkap. Lupakan motivasi. Just do it! Latihan, mengurangi berat badan, tes gula dalam darah, apapun. Lakukan apapun itu tanpa motivasi. Lalu apa? Setelah kau memulai (melakukan) sesuatu, itulah saat motivasi datang dan memudahkanmu untuk menjaganya." --John Maxwell.

"Selalu ada motivasi untuk menginginkan kemenangan. Setiap orang punya itu. Tapi, seorang juara perlu, dalam perilakunya, sebuah motivasi atas dan dalam kemenangan." --Pat Riley.

"Orang sering bilang bahwa motivasi itu tak ada habisnya. Memang, sama halnya dengan mandi --itulah sebabnya kami merekomendasikannya setiap hari." --Zig Ziglar.

"Hanya yang keluar dari dalam, motivasi yang berumur panjang dan bisa diandalkan, dan salah satu kekuatan darinya adalah kesenangan dan kebanggaan bahwa Anda tahu telah melakukan sesuatu sebaik yang Anda mampu." --Lloyd Dobens and Clare Crawford-Mason

"Hadiah terbesar yang diberikan oleh kehidupan adalah kesempatan untuk bekerja keras dalam pekerjaan yang layak dilakukan." --Theodore Roosevelt

"Hasrat adalah kunci motivasi, tapi itu tergantung dan meminta komitmen dari pencarian yang tiada henti pada tujuan Anda --komitmen untuk excellence-- yang akan memungkinkan Anda mencapai sukses yang Anda cari." --Mario Andretti

"Aku telah sampai pada kesimpulan bahwa motivasiku sebagian besar telah menjadi mitos --aku tak tahu mengapa melakukan hal-hal yang kulakukan itu." --J. B. S. Haldane

"Motivasi adalah api dari dalam. Jika seseorang mencoba menyalakan api (dalam dirimu) itu, kesempatan untuk terbakarnya sangat cepat." --Stephen R. Covey

Hal-hal yang Merisaukan Para Pencari Kerja

Senin, 02 April 2007 - 15:29 WIB

Apakah jabatan yang saya inginkan realistis? Bolehkah mengirimkan lamaran kerja ke perusahaan yang tidak sedang membuka lowongan? Apakah berkas lamaran kerja harus di-print berwarna agar lebih diperhatikan oleh HRD?

Ketika menyiapkan aplikasi untuk melamar pekerjaan, orang sering dihadapkan dengan pertanyaan-pertanyaan yang merisaukan seperti itu, yang sebenarnya tidak perlu terjadi. Kerisauan-kerisauan tersebut sudah menjadi klasik sehingga justru kontraproduktif. Berikut sejumlah pertanyaan yang paling sering diajukan oleh para pencari kerja.

Temukan jawabannya sehingga Anda bisa mempersiapkan diri sejak dini, dan lebih bisa memastikan apakah usaha Anda telah berada di jalan yang benar.

1. Bagaimana saya tahu, pekerjaan yang saya inginkan sesuai dengan kemampuan saya?

Satu-satunya cara untuk memastikannya adalah dengan menengok kembali ke masa awal Anda mencari kerja dan melihat apa yang� Anda dapat sekarang. Jika Anda mendapati diri Anda seperti membentur dinding --baik ketika mencari kerja lewat lembaga jasa penempatan, networking maupun internet-- maka sadarilah bahwa cita-cita Anda tidak sesuai dengan realitas pasar. Artinya, Anda perlu menurunkan atau memikirkan kembali skala target Anda.

2. Saya ingin bekerja di Perusahaan A, tapi perusahaan tersebut tidak memasang info lowongan kerja, bagaimana cara terbaik untuk mendekatinya?

Cara terbaik adalah selalu mencoba (memanfaatkan) jaringan yang terhubung dengan perusahaan itu. Bisa melalui teman Anda, atau temannya teman Anda, yang jelas dia bisa memperkenalkan Anda dengan "orang dalam" perusahaan yang ingin Anda tuju. Orang tersebut tak harus berasal dari bagian atau departemen yang Anda inginkan.

Yang Anda perlukan hanya nama yang bisa mengubungkan Anda dengan pihak yang tepat. Setelah Anda mendapatkan nama, tulislah pesan yang mengungkapkan maksud Anda, dan menindaklanjutinya dengan menelepon. Tapi, jangan langsung bicara tentang pekerjaan melainkan mintalah kesempatan untuk bertemu.

3. Adakah sesuatu yang bisa dilakukan untuk membuat resume saya lebih menonjol dibandingkan yang lain?

Sebenarnya tak banyak yang bisa Anda lakukan untuk mempercantik sebuah resume sehingga berbeda dari yang lain. Memakai tipografi yang tak biasa atau cetak-berwarna memang membuat resume Anda beda, tapi pengusaha concern dengan isi.

Kadang metode pengiriman tertentu lebih menyita perhatian, tapi dalam kompetisi yang ketat hal itu pun tak membantu. Hal terpenting adalah menyebutkan keahlian khusus yang Anda miliki dalam resume tersebut, yang relevan dengan posisi yang Anda incar.

4. Apa kesalahan paling umum yang dilakukan oleh pencari kerja dalam resume mereka?

Kesalahan paling umum, sejauh ini, mencantumkan sebanyak-banyaknya fungsi dan tanggung jawab yang pernah dipegang di perusahaan sebelumnya. Satu saja fungsi dan tanggung jawab yang spesifik akan lebih membuat orang terkesan akan kemampuan Anda, dan secara otomatis lebih membantu orang lain mendeteksi kesesuaian Anda dengan perusahaan/jabatan yang sedang Anda lamar.

Kesalahan kedua, tidak cukup spesifik ketika menyebutkan kemampuan yang dimiliki. Perusahaan lebih tertarik dengan hal-hal khusus yang Anda kuasai.

5. Bagaimana cara terbaik membangun network?

Tak ada cara "terbaik". Namun, yang penting adalah bagaimana memberdayakan semua sumber: keluarga, sahabat, asosiasi bisnis, mantan teman sekelas dan sebagainya. Anda harus berusaha "terlihat" dan tempatkan diri dalam berbagai situasi yang memberi Anda kesempatan untuk bertemu orang-orang baru.

Terpenting dari semua itu, ketika kesempatan telah didapat, manfaatkanlah sebaik-baiknya. Buatlah orang tahu apa yang sedang Anda cari.

6. Apa nasihat terpenting untuk orang yang akan memenuhi panggilan wawancara kerja?

Senantiasi tempatkan diri sesuai dengan orang yang mewawancarai. Ingatlah apa yang dia inginkan dari Anda: memastikan apakah Anda memiliki keahlian, atribut personal dan motivasi yang mendukung sukses dalam kerja. Yang harus Anda "jual" selama wawancara kerja adalah elemen-elemen itu: keahlian dan personalitas yang dapat memberi sumbangan penting untuk perusahaan yang sedang mewawancarai Anda.

7. Seberapa jauh saya harus jujur dalam menjawab pertanyaan wawancara kerja?

Pada dasarnya, tentu, harus sejujur mungkin, sebenar mungkin. Tapi, tergantung juga dengan pertanyaan yang diajukan. Untuk pertanyaan yang jawabannya membutuhkan lebih banyak opini pribadi, misalnya, tentu tidak bisa diukur dengan salah atau benar, melainkan jawablah dengan meyakinkan. Intinya, tampilkan diri "sebenar" mungkin. Sekali Anda tampak meragukan, maka semua yang Anda katakan selama wawancara akan membuat pewawancara ragu.

8. Jika pewawancara memperlakukan saya secara tidak menyenangkan, apa yang harus saya lakukan?

Pertama, pastikan dulu apakah tindakan itu bagian dari skenario wawancara --misalnya, sengaja untuk menguji respon Anda terhadap tekanan. Ini memang jarang dilakukan, tapi bisa saja terjadi ketika kemampuan untuk bertahan di bawah tekanan merupakan kualifikasi yang dituntut oleh jabatan yang sedang Anda lamar.

Namun, jika yang Anda hadapi memang seorang pewawancara yang pada dasarnya "kurang ajar", tetaplah bersikap tenang, dan profesional. Dan, beruntunglah karena Anda tidak akan berurusan lagi dengan orang tersebut setelah wawancara selesai.

HR Executive Breakfast Meeting

Realizing The Promise of Selection and Assessment System

PortalHR.com together with Human Capital Magazine, Oracle Indonesia, Daya Dimensi Indonesia and Multi Talent Indonesia are proudly present our regular HR Executive Breakfast Meeting.

As there are many approach, tools & system in conducting selection process, which one is the best, what are the perquisite condition or skill needed, which one bring the right candidate to the targeted job/position, find it out at our sharing discussion.

With Realizing The Promise of Selection and Assessment System as our topic this month, we invite HR Executive & Professionals to join and share with us at:

Strategi Memaksimalkan Pendapatan

Senin, 19 Februari 2007 - 15:58 WIB

Sebagian orang mungkin merasa tabu untuk mengakui, bahwa mereka bekerja untuk mengumpulkan banyak uang. Pada kenyataannya, kita memang selalu bertemu dengan orang-orang yang bekerja tidak (semata-mata) demi uang, melainkan lebih sebagai simbol status, atau sarana eksistensi diri. Tentu, kalangan yang disebut terakhir itu adalah mereka yang tidak memiliki masalah dengan pendapatan, atau setidaknya punya pendapatan yang lebih. Mereka, dengan demikian, juga tidak lagi memiliki masalah dalam memenuhi tuntutan gaya hidup yang mereka pilih.

Kalau boleh memilih, tentu siapa pun akan memilih bekerja demi status dan bukannya demi uang. Tapi, jika kondisi tidak memungkinkan, bukan berarti tidak ada langkah yang bisa dilakukan demi mewujudkan dambaan itu. Siapa sih yang tidak ingin, bekerja dengan pendapatan yang lebih, sehingga masalah keuangan tak pernah lagi "ngrecoki", dan kita tinggal memikirkan "kesenangan"? Joshua Kennon lewat bukunya yang berjudul How to Become Wealthy: Nine Truths That Can Set You on the Path to Financial Freedom bisa menjadi salah satu rujukan yang akan membantu Anda mendapatkan uang yang lebih banyak sesuai keinginan.

Sebelum melangkah lebih jauh ke tataran praktis, Anda perlu terlebih dahulu menyetujui bahwa langkah pertama yang diperlukan untuk mendapatkan uang lebih banyak adalah mengubah cara berpikir Anda tentang uang itu sendiri.

Uang adalah sesuatu yang dibayarkan kepada Anda untuk kerja yang telah Anda lakukan demi tercapainya tujuan perusahaan. Atau, uang adalah gaji yang Anda bayarkan kepada Anda sendiri sebagai business person yang memperjakan diri pada seseorang (pengusaha). Dia, uang itu, sama sekali bukanlah akar dari segala kejahatan atau penderitaan di dunia. Dia semata-mata alat yang memungkinkan Anda memenuhi standar hidup yang telah Anda tetapkan sendiri.

Uang memungkinkan Anda menyediakan kebutuhan-kebutuhan dasar bagi keluarga Anda, serta membesarkan dan mendidik anak-anak Anda. Uang juga memungkinkan Anda untuk beramal sesuai keyakinan Anda. Uang memberi kesempatan Anda untuk melakukan perjalanan jauh, dan mewujudkan hal-hal yang Anda inginkan dalam hidup ini, hobi, ketertarikan dan lain-lain. Uang membuat Anda bisa hidup tenang di masa pensiun nanti.

Arti dari semua itu tak lain, menginginkan untuk mendapatkan uang lebih banyak bukan hanya baik, melainkan juga penting bagi berbagai rencana yang telah Anda buat. Meminta gaji lebih tinggi ketika mendapat tawaran kerja baru merupakan hal yang wajar. Meminta kenaikan gaji pada perusahaan tempat Anda kerja sekarang tak ada salahnya. Begitu pula dengan memilih karir yang memberikan gaji tinggi, sah-sah saja.

Langkah berikutnya, mengubah cara berpikir Anda tentang diri Anda sendiri berkaitan dengan uang.

Kalau Anda tidak ingin mendefinisikan karakter Anda berdasarkan banyaknya uang yang Anda dapatkan, Anda perlu berpikir sebaliknya: apapun yang Anda dapatkan, Anda memang layak mendapatkannya. Persiapkan diri untuk membuat pilihan-pilihan dalam karir yang bisa mempertinggi kemampuan untuk mendapatkan uang lebih banyak. Meminta kenaikan gaji merupakan hal yang menakutkan memang, tapi jika Anda tidak pernah memintanya, maka Anda akan diam di tempat, dan perusahaan merasa sudah cukup menggaji Anda.

Lalu, dari mana memulai usaha untuk memaksimalkan pendapatan?

Pertama, tentu saja, pilihlah karir yang paling memungkinkan Anda untuk mendapatkan pendapatan besar.

Pekerjaan tertentu, kita tahu, bergaji lebih tinggi dibandingkan pekerjaan lainnya. Jika uang penting bagi Anda, pilihlah pekerjaan yang akan memberi Anda bayaran sesuai yang ingin Anda dapatkan. Atau, buktikan bahwa Anda akan melakukan sesuatu yang luar biasa untuk mendapatkan uang banyak dari karir yang telah Anda pilih. Anda juga bisa melakukan kerja sambilan, mengambil pekerjaan paroh waktu di samping pekerjaan utama, atau memulai bisnis sendiri.

Jika Anda karyawan yang baik dan pekerja keras, jangan pasif dan menunggu, cobalah lakukan hal-hal di bawah ini:

--negosiasi dengan pimpinan perusahaan berapa besaran gaji yang Anda inginkan, jika Anda karyawan baru.

--mintalah kenaikan gaji secara reguler setiap Anda bisa memperlihatkan bahwa hasil kerja Anda memberikan nilai tambah bagi perusahaan.

--ekspresikan ambisi-ambisi karir Anda, dan apa yang Anda yakin akan bisa Anda lakukan untuk membantu keberhasilan perusahaan. Tunjukkan komitmen pada atasan. Setiap perusahaan memiliki daftar karyawan unggulan; pastikan Anda ada di situ sebagai langkah awal untuk memaksimalkan pendapatan Anda.

Strategi Memaksimalkan Pendapatan

Senin, 19 Februari 2007 - 15:58 WIB

Sebagian orang mungkin merasa tabu untuk mengakui, bahwa mereka bekerja untuk mengumpulkan banyak uang. Pada kenyataannya, kita memang selalu bertemu dengan orang-orang yang bekerja tidak (semata-mata) demi uang, melainkan lebih sebagai simbol status, atau sarana eksistensi diri. Tentu, kalangan yang disebut terakhir itu adalah mereka yang tidak memiliki masalah dengan pendapatan, atau setidaknya punya pendapatan yang lebih. Mereka, dengan demikian, juga tidak lagi memiliki masalah dalam memenuhi tuntutan gaya hidup yang mereka pilih.

Kalau boleh memilih, tentu siapa pun akan memilih bekerja demi status dan bukannya demi uang. Tapi, jika kondisi tidak memungkinkan, bukan berarti tidak ada langkah yang bisa dilakukan demi mewujudkan dambaan itu. Siapa sih yang tidak ingin, bekerja dengan pendapatan yang lebih, sehingga masalah keuangan tak pernah lagi "ngrecoki", dan kita tinggal memikirkan "kesenangan"? Joshua Kennon lewat bukunya yang berjudul How to Become Wealthy: Nine Truths That Can Set You on the Path to Financial Freedom bisa menjadi salah satu rujukan yang akan membantu Anda mendapatkan uang yang lebih banyak sesuai keinginan.

Sebelum melangkah lebih jauh ke tataran praktis, Anda perlu terlebih dahulu menyetujui bahwa langkah pertama yang diperlukan untuk mendapatkan uang lebih banyak adalah mengubah cara berpikir Anda tentang uang itu sendiri.

Uang adalah sesuatu yang dibayarkan kepada Anda untuk kerja yang telah Anda lakukan demi tercapainya tujuan perusahaan. Atau, uang adalah gaji yang Anda bayarkan kepada Anda sendiri sebagai business person yang memperjakan diri pada seseorang (pengusaha). Dia, uang itu, sama sekali bukanlah akar dari segala kejahatan atau penderitaan di dunia. Dia semata-mata alat yang memungkinkan Anda memenuhi standar hidup yang telah Anda tetapkan sendiri.

Uang memungkinkan Anda menyediakan kebutuhan-kebutuhan dasar bagi keluarga Anda, serta membesarkan dan mendidik anak-anak Anda. Uang juga memungkinkan Anda untuk beramal sesuai keyakinan Anda. Uang memberi kesempatan Anda untuk melakukan perjalanan jauh, dan mewujudkan hal-hal yang Anda inginkan dalam hidup ini, hobi, ketertarikan dan lain-lain. Uang membuat Anda bisa hidup tenang di masa pensiun nanti.

Arti dari semua itu tak lain, menginginkan untuk mendapatkan uang lebih banyak bukan hanya baik, melainkan juga penting bagi berbagai rencana yang telah Anda buat.

Meminta gaji lebih tinggi ketika mendapat tawaran kerja baru merupakan hal yang wajar. Meminta kenaikan gaji pada perusahaan tempat Anda kerja sekarang tak ada salahnya. Begitu pula dengan memilih karir yang memberikan gaji tinggi, sah-sah saja.

Langkah berikutnya, mengubah cara berpikir Anda tentang diri Anda sendiri berkaitan dengan uang.

Kalau Anda tidak ingin mendefinisikan karakter Anda berdasarkan banyaknya uang yang Anda dapatkan, Anda perlu berpikir sebaliknya: apapun yang Anda dapatkan, Anda memang layak mendapatkannya. Persiapkan diri untuk membuat pilihan-pilihan dalam karir yang bisa mempertinggi kemampuan untuk mendapatkan uang lebih banyak. Meminta kenaikan gaji merupakan hal yang menakutkan memang, tapi jika Anda tidak pernah memintanya, maka Anda akan diam di tempat, dan perusahaan merasa sudah cukup menggaji Anda.

Lalu, dari mana memulai usaha untuk memaksimalkan pendapatan?

Pertama, tentu saja, pilihlah karir yang paling memungkinkan Anda untuk mendapatkan pendapatan besar.

Pekerjaan tertentu, kita tahu, bergaji lebih tinggi dibandingkan pekerjaan lainnya. Jika uang penting bagi Anda, pilihlah pekerjaan yang akan memberi Anda bayaran sesuai yang ingin Anda dapatkan. Atau, buktikan bahwa Anda akan melakukan sesuatu yang luar biasa untuk mendapatkan uang banyak dari karir yang telah Anda pilih. Anda juga bisa melakukan kerja sambilan, mengambil pekerjaan paroh waktu di samping pekerjaan utama, atau memulai bisnis sendiri.

Jika Anda karyawan yang baik dan pekerja keras, jangan pasif dan menunggu, cobalah lakukan hal-hal di bawah ini:

--negosiasi dengan pimpinan perusahaan berapa besaran gaji yang Anda inginkan, jika Anda karyawan baru.

--mintalah kenaikan gaji secara reguler setiap Anda bisa memperlihatkan bahwa hasil kerja Anda memberikan nilai tambah bagi perusahaan.

--ekspresikan ambisi-ambisi karir Anda, dan apa yang Anda yakin akan bisa Anda lakukan untuk membantu keberhasilan perusahaan. Tunjukkan komitmen pada atasan. Setiap perusahaan memiliki daftar karyawan unggulan; pastikan Anda ada di situ sebagai langkah awal untuk memaksimalkan pendapatan Anda.

Merespon Tragedi di Tempat Kerja

Senin, 12 Maret 2007 - 16:29 WIB

Musibah demi musibah terjadi di negeri kita belakangan ini. Gempa bumi, kapal karam, pesawat terbang jatuh atau meledak hingga banjir dan angin puting beliung yang melanda ibukota. Semua itu datang seolah susul-menyusul, mendapat pemberitaan yang besar dari media massa, sehingga menjadi isu nasional yang mengundang simpati dan keprihatinan kita semua.

Di antara berbagai musibah itu ada yang terjadi ketika kita sedang bekerja di kantor. Kita melihat laporannya di televisi, atau membaca beritanya di internet. Tapi, bisa juga, kita menontonnya selama di rumah, dan pagi harinya dengan heboh membahasnya di kantor dengan teman-teman. Pendek kata, meskipun tragedi itu terjadi nun jauh di Sidoarjo atau Yogyakarta, namun imbasnya sampai ke tempat kerja kita juga.

Lebih-lebih, kau ada anggota keluarga teman sekantor yang menjadi korban sebuah musibah, maka suasana duga lebih terasa di tempat kerja. Yang jelas, langsung atau tidak langsung pengaruhnya di tempat kerja, tragedi nasional selalu membangkitkan solidaritas kolektif, yakni keinginan untuk berbuat sesuatu yang bersifat membantu atau meringankan beban korban.

Lain lagi ceritanya kalau musibah itu menimpa kantor kita sendiri.

Berikut aksi-aksi yang direkomendasikan ketika tragedi terjadi, entah itu nun jauh di sana maupun dekat atau bahkan di kantor kita sendiri.

1. Pastikan semua anggota organisasi dalam keadaan aman

Jika musibah atau kecelakaan itu terjadi di tempat kerja, pastikan orang-orang berada dalam kondisi selamat, sebelum kita melakukan tindakan lebih jauh. Lakukan langkah-langkah untuk mengatasi keadaan darurat: nyalakan alarm kebakaran, dan lakukan evakuasi yang paling memungkinkan. Kumpulkan semua orang di satu tempat, sehingga bisa diketahui bahwa seluruh anggota organisasi dalam keadaan selamat.

2. Jangan biarkan produktivitas terhambat

Ketika mengalami, atau mendengar, sebuah musibah, sulit bagi siapa saja untuk tetap bekerja dengan tenang. Itu wajar dan alami. Perhatian mereka akan terpecah. Biarkan saja. Biarkan mereka terpuasakan dengan berbagai informasi yang ingin mereka ketahui berkaitan dengan tragedi itu. Dengan begitu, justru orang lebih bisa diharapkan untuk cepat kembali bekerja dengan produktif.

3. Menimbang keterlibatan personal karyawan

Jika sebuah tragedi mempengaruhi individu secara personal, beri waktu yang cukup untuk pemulihan, beri dukungan, bantu mendapatkan informasi dan hal-hal lain yang diperlukan. Perlu juga diputuskan apakah akan tetap membayarkan uang harian bagi karyawan yang tidak bisa masuk kerja karena musibah. Pikirkan pula tempat penampungan, kalau diperlukan, atau bentuk-bentuk kompensasi lain selama tragedi.

Pengusaha atau pimpinan perusahaan juga bisa melakukan sesuatu yang membantu ketika tragedi mengimbas, langsung maupun tak langsung, ke tempat kerja

1. Sediakan tempat untuk orang-orang bisa berkumpul dan berdiskusi

Orang cenderung merasa lebih nyaman untuk saling berdekatan dan bergandeng tangan ketika tragedi terjadi. Secara informal, Anda dapat menyediakan kesempatan untuk interaksi tersebut dengan, misalnya, menyediakan televisi di ruangan khusus. Sambil berkumpul untuk menyimak perkembangan informasi terbaru, anggota organisasi bisa saling menguatkan dan memberi dukungan.

2. Jadwalkan meeting khusus untuk berbagi informasi

Dalam tragedi yang bersifat nasional, orang ingin tahu informasi terbaru tentang apa yang terjadi. Mereka ingin terus memastikan apakah anggota keluarga atau orang-orang dekat mereka selamat. Jangan biarkan rumor dan gosip yang tak menentu, menambah ketidakpastian dan mengganggu kelancaran kerja.

3. Fasilitasi orang untuk bisa memberi bantuan

Ketika tragedi terjadi, solidaritas bangkit. Orang ingin ikut meringankan beban korban. Ambil inisiatif untuk mengkoordinasikan pengumpulan bantuan, atau merencanakan aksi bakti sosial ke lokasi bencana.

4. Pastikan para manajer dan seluruh jajaran HR siap sedia

Supervisor dan staf HR merupakan bagian penting dari perusahaan selama tragedi terjadi. Karyawan yang tertimpa musibah, baik itu dirinya sendiri atau anggota keluarnya, membutuhkan perhatian khusus. Mereka biasanya datang kepada supervisor atau orang HR. Luangkan waktu untuk mendengarkan keluh-kesah mereka, dan usahakan bantuan sejauh diperlukan.

5. Mencegah lebih baik daripada mengobati

Setiap organsiasi perlu memiliki rancangan penanganan krisis. Misalnya, pencegahan untuk kebakaran, angin puting beliung, gempa bumi dan berbagai bencana alam lainnya. Karyawan perlu diberi pelatihan khusus dan dipersiapkan untuk menghadapi bencana. Bekali mereka dengan keterampilan khusus menangani orang yang terluka, pingsan atau bahkan tewas.

Motivasi untuk Kerja, Bisnis dan Aktivitas

Senin, 26 Maret 2007 - 16:45 WIB

Dalam bekerja, menggerakkan bisnis hingga menjalani kehidupan sehari-hari, kadang kita merasa perlu mencari kata-kata yang mampu memberikan inspirasi. Tujuannya, tak lain, untuk men-charge motivasi yang memang sering kendor entah karena situasi atau faktor-faktor lain yang tak kita sadari. Satu kalimat dari orang terkenal, sukses, tokoh besar, biasanya membuat kita merasa mendapatkan tambahan semangat yang memacu kreativitas.

Berikut beberapa kutipan yang membangkitkan motivasi. Kutipan-kutipan ini berguna untuk manajer yang ingin memotivasi anak buahnya, atau pimpinan divisi HR yang harus selalu siap membantu membangkitkan semangat karyawan. Tak terkecuali, buat individu-individu yang tak mau kehilangan "pegangan" dalam bekerja, berbisnis atau beraktivitas.

"Manajemen tak lebih merupakan alat untuk memotivasi orang" -- Lee Iacocca.

"Satu-satunya cara untuk membuat orang menyukai kerja keras adalah dengan memotivasi mereka. Hari ini, orang harus mengerti mengapa mereka (harus) bekerja keras. Setiap orang dalam organisasi termotivasi oleh sesuatu yang berbeda-beda" --Rick Pitino

"Motivasi adalah seni membuat orang melakukan apa yang Anda inginkan untuk mereka lakukan, karena mereka ingin melakukannya." --Dwight D Eisenhower

"Uang tidak pernah menjadi motivasi besar bagiku. Kepuasan sejati adalah permainannya itu sendiri." --Donald Trump.

"Ide dari semua motivasi adalah perangkap. Lupakan motivasi. Just do it! Latihan, mengurangi berat badan, tes gula dalam darah, apapun. Lakukan apapun itu tanpa motivasi. Lalu apa? Setelah kau memulai (melakukan) sesuatu, itulah saat motivasi datang dan memudahkanmu untuk menjaganya." --John Maxwell.

"Selalu ada motivasi untuk menginginkan kemenangan. Setiap orang punya itu. Tapi, seorang juara perlu, dalam perilakunya, sebuah motivasi atas dan dalam kemenangan." --Pat Riley.

"Orang sering bilang bahwa motivasi itu tak ada habisnya. Memang, sama halnya dengan mandi --itulah sebabnya kami merekomendasikannya setiap hari." --Zig Ziglar.

"Hanya yang keluar dari dalam, motivasi yang berumur panjang dan bisa diandalkan, dan salah satu kekuatan darinya adalah kesenangan dan kebanggaan bahwa Anda tahu telah melakukan sesuatu sebaik yang Anda mampu." --Lloyd Dobens and Clare Crawford-Mason

"Hadiah terbesar yang diberikan oleh kehidupan adalah kesempatan untuk bekerja keras dalam pekerjaan yang layak dilakukan." --Theodore Roosevelt

"Hasrat adalah kunci motivasi, tapi itu tergantung dan meminta komitmen dari pencarian yang tiada henti pada tujuan Anda --komitmen untuk excellence-- yang akan memungkinkan Anda mencapai sukses yang Anda cari." --Mario Andretti

"Aku telah sampai pada kesimpulan bahwa motivasiku sebagian besar telah menjadi mitos --aku tak tahu mengapa melakukan hal-hal yang kulakukan itu." --J. B. S. Haldane

"Motivasi adalah api dari dalam. Jika seseorang mencoba menyalakan api (dalam dirimu) itu, kesempatan untuk terbakarnya sangat cepat." --Stephen R. Covey

Hal-hal yang Merisaukan Para Pencari Kerja

Senin, 02 April 2007 - 15:29 WIB

Apakah jabatan yang saya inginkan realistis? Bolehkah mengirimkan lamaran kerja ke perusahaan yang tidak sedang membuka lowongan? Apakah berkas lamaran kerja harus di-print berwarna agar lebih diperhatikan oleh HRD?

Ketika menyiapkan aplikasi untuk melamar pekerjaan, orang sering dihadapkan dengan pertanyaan-pertanyaan yang merisaukan seperti itu, yang sebenarnya tidak perlu terjadi. Kerisauan-kerisauan tersebut sudah menjadi klasik sehingga justru kontraproduktif. Berikut sejumlah pertanyaan yang paling sering diajukan oleh para pencari kerja.

Temukan jawabannya sehingga Anda bisa mempersiapkan diri sejak dini, dan lebih bisa memastikan apakah usaha Anda telah berada di jalan yang benar.

1. Bagaimana saya tahu, pekerjaan yang saya inginkan sesuai dengan kemampuan saya?

Satu-satunya cara untuk memastikannya adalah dengan menengok kembali ke masa awal Anda mencari kerja dan melihat apa yang� Anda dapat sekarang. Jika Anda mendapati diri Anda seperti membentur dinding --baik ketika mencari kerja lewat lembaga jasa penempatan, networking maupun internet-- maka sadarilah bahwa cita-cita Anda tidak sesuai dengan realitas pasar. Artinya, Anda perlu menurunkan atau memikirkan kembali skala target Anda.

2. Saya ingin bekerja di Perusahaan A, tapi perusahaan tersebut tidak memasang info lowongan kerja, bagaimana cara terbaik untuk mendekatinya?

Cara terbaik adalah selalu mencoba (memanfaatkan) jaringan yang terhubung dengan perusahaan itu. Bisa melalui teman Anda, atau temannya teman Anda, yang jelas dia bisa memperkenalkan Anda dengan "orang dalam" perusahaan yang ingin Anda tuju. Orang tersebut tak harus berasal dari bagian atau departemen yang Anda inginkan.

Yang Anda perlukan hanya nama yang bisa mengubungkan Anda dengan pihak yang

tepat. Setelah Anda mendapatkan nama, tulislah pesan yang mengungkapkan maksud Anda, dan menindaklanjutinya dengan menelepon. Tapi, jangan langsung bicara tentang pekerjaan melainkan mintalah kesempatan untuk bertemu.

3. Adakah sesuatu yang bisa dilakukan untuk membuat resume saya lebih menonjol dibandingkan yang lain?

Sebenarnya tak banyak yang bisa Anda lakukan untuk mempercantik sebuah resume sehingga berbeda dari yang lain. Memakai tipografi yang tak biasa atau cetak-berwarna memang membuat resume Anda beda, tapi pengusaha concern dengan isi.

Kadang metode pengiriman tertentu lebih menyita perhatian, tapi dalam kompetisi yang ketat hal itu pun tak membantu. Hal terpenting adalah menyebutkan keahlian khusus yang Anda miliki dalam resume tersebut, yang relevan dengan posisi yang Anda incar.

4. Apa kesalahan paling umum yang dilakukan oleh pencari kerja dalam resume mereka?

Kesalahan paling umum, sejauh ini, mencantumkan sebanyak-banyaknya fungsi dan tanggung jawab yang pernah dipegang di perusahaan sebelumnya. Satu saja fungsi dan tanggung jawab yang spesifik akan lebih membuat orang terkesan akan kemampuan Anda, dan secara otomatis lebih membantu orang lain mendeteksi kesesuaian Anda dengan perusahaan/jabatan yang sedang Anda lamar.

Kesalahan kedua, tidak cukup spesifik ketika menyebutkan kemampuan yang dimiliki. Perusahaan lebih tertarik dengan hal-hal khusus yang Anda kuasai.

5. Bagaimana cara terbaik membangun network?

Tak ada cara "terbaik". Namun, yang penting adalah bagaimana memberdayakan semua sumber: keluarga, sahabat, asosiasi bisnis, mantan teman sekelas dan sebagainya. Anda harus berusaha "terlihat" dan tempatkan diri dalam berbagai situasi yang memberi Anda kesempatan untuk bertemu orang-orang baru.

Terpenting dari semua itu, ketika kesempatan telah didapat, manfaatkanlah sebaik-baiknya. Buatlah orang tahu apa yang sedang Anda cari.

6. Apa nasihat terpenting untuk orang yang akan memenuhi panggilan wawancara kerja?

Senantiasi tempatkan diri sesuai dengan orang yang mewawancarai. Ingatlah apa yang dia inginkan dari Anda: memastikan apakah Anda memiliki keahlian, atribut personal dan motivasi yang mendukung sukses dalam kerja. Yang harus Anda "jual" selama wawancara kerja adalah elemen-elemen itu: keahlian dan personalitas yang dapat memberi sumbangan penting untuk perusahaan yang sedang mewawancarai Anda.

7. Seberapa jauh saya harus jujur dalam menjawab pertanyaan wawancara kerja?

Pada dasarnya, tentu, harus sejujur mungkin, sebenar mungkin. Tapi, tergantung juga dengan pertanyaan yang diajukan. Untuk pertanyaan yang jawabannya membutuhkan lebih banyak opini pribadi, misalnya, tentu tidak bisa diukur dengan salah atau benar, melainkan jawablah dengan meyakinkan. Intinya, tampilkan diri "sebenar" mungkin. Sekali Anda tampak meragukan, maka semua yang Anda katakan selama wawancara akan membuat pewawancara ragu.

8. Jika pewawancara memperlakukan saya secara tidak menyenangkan, apa yang harus saya lakukan?

Pertama, pastikan dulu apakah tindakan itu bagian dari skenario wawancara --misalnya, sengaja untuk menguji respon Anda terhadap tekanan. Ini memang jarang dilakukan, tapi bisa saja terjadi ketika kemampuan untuk bertahan di bawah tekanan merupakan kualifikasi yang dituntut oleh jabatan yang sedang Anda lamar.

Namun, jika yang Anda hadapi memang seorang pewawancara yang pada dasarnya "kurang ajar", tetaplah bersikap tenang, dan profesional. Dan, beruntunglah karena Anda tidak akan berurusan lagi dengan orang tersebut setelah wawancara selesai.

Tren Penuaan Karyawan: Tips bagi Pimpinan HR

Senin, 09 April 2007 - 15:15 WIB

Seiring dengan makin menuanya angkatan tenaga kerja dari generasi baby boomer, kalangan pengusaha mulai khawatir akan terjadinya gelombang pensiun secara besar-besaran. Para pemimpin perusahaan memang pantas khawatir, karena mundurnya baby boomer berarti juga hilangnya beragam keahlian, pengetahuan dan pengalaman. Inilah tantangan yang harus dihadapi organisasi dalam waktu dekat.

Menurut analisis para pakar masalah kerja dan penuaan, perusahaan-perusahaan utilitas, pabrik dan bisnis-bisnis "old economy" lainnya akan paling cepat tersentuh masa yang mencemaskan itu. Sedangkan sektor teknologi, di mana masa jabatan karyawannya lebih pendek dan rata-rata mereka berusia muda, bisa lebih bernafas lega.

Bagaimana pun, pekerja yang berusia mendekati 65 tahun sekarang ini jumlahnya sangat besar. Sudah seharusnya jika kaum pengusaha lebih mencermati masalah-masalah demografi dan, jika perlu, melakukan langkah-langkah penyesuaian. Sayangnya, hanya sedikit yang menyadari hal itu.

Memang, menurut penilaian para ahli, populasi tenaga kerja yang menua dewasa ini belum sampai pada tingkat krisis. Kenyataannya, seperti diperlihatkan oleh hasil sebuah penelitian, satu dari 5 organisasi mengatakan bahwa karyawan mereka masih tetap bertahan dalam usia di atas 65 tahun.

Dari survei yang sama disebutkan, karyawan usia tua masih tetap bekerja karena dua alasan. Pertama, takut kehilangan penghasilan setelah pensiun; kedua, mereka memang senang bekerja. Namun, pada sisi lain, ditemukan pula tren yang berlawanan, yang secara statistik signifikan. Yakni, mereka yang lebih memilih pensiun dini.

Kalangan eksekutif HR harus mampu mengambil langkah-langkah untuk menghadapi tren yang saling berkompetisi tersebut. Peringatan dini untuk mereka: jumlah orang yang pensiun dalam lima tahun ke depan akan membengkak. Dengan kata lain, akan terjadi gelombang massal pensiun dalam waktu dekat. Untuk memastikan diri tetap mencermati isu tersebut, para pimpinan, praktisi dan profesional HR seharusnya:

1. Take a look around

Lakukan "inventarisasi usia" --bisa secara informal saja-- terhadap karyawan di semua lini dalam perusahaan Anda. Tahukah Anda bahwa seorang karyawan umumnya merencanakan pensiun di atas usia 50 tahun? Anda perlu mendeteksi, siapa di antara mereka yang bisa didorong untuk memilih pensiun lebih cepat dari itu. Pilihan pensiun dini kepada karyawan akan membantu program-program HR Anda dalam 5 tahun mendatang atau lebih.

2. Forecast future training needs

Perusahaan akan mengalami kehilangan memori kolektif besar-besaran jika karyawan pensiun dalam jumlah banyak. Oleh karenanya, organisasi yang dihadapkan pada gelombang pensiun sebaiknya mempertimbangkan kestabilan program-program mentoring mereka, baik yang formal maupun informal, untuk mentransfer pengetahuan dari karyawan generasi tua ke yang lebih muda.

3.� Perform a "skills assessment."

Dengan adanya sistem outsourcing dan jasa teknologi, sejumlah keahlian akan menjadi kurang penting bagi organisasi. Perusahaan yang memiliki kepekaan bagus akan kebutuhan masa depan bisa mulai mempersiapkan karyawan muda untuk menggantikan yang tua. Atau, membuat rencana rekrutmen yang sesuai dengan perubahan permintaan di tempat kerja.

Intinya, apakah karyawan usia tua di perusahaan Anda berencana untuk pensiun (dini) atau tidak, mendudukkan mereka berdampingan dengan karyawan muda merupakan langkah yang bagus. Ketika karyawan senior berbagi cerita tentang perkembangan karir mereka, itu merupakan mekanisme pengajaran yang powerful.

Menggunakan Pengaruh yang Efektif di Tempat Kerja

Senin, 21 Mei 2007 - 14:44 WIB

Anda pasti cukup familiar dengan nama Al Gore. Mantan wakil presiden Amerika tersebut belum lama ini mencuat (kembali) dalam peran yang sama sekali berbeda. Coba tebak! Ya, benar, dia memenangkan Piala Oscar! Yakni, lewat kemunculannya dalam film dokumenter tentang pemanasan global, An Inconvenient Truth. Bagaimana seorang yang sebelumnya (hanya) berkiprah di panggung politik, tiba-tiba meraih prestasi dan popularitas yang sejajar dengan selebritas Hollywood? Dengan kata lain, bagaimana seseorang bisa sukses dalam area yang sama sekali berbeda dan belum pernah dia tekuni sebelumnya?

Kolumnis sekaligus pemberi pelatihan manajemen HR asal Amerika Cathy Bolger membaca fenomena Al Gore itu dalam konteks bagaimana seseorang bisa meraih penerimaan yang besar dari orang lain. Untuk bisa "diterima siapa saja dan di mana-mana", kata kuncinya adalah pengaruh dan menurut dia, siapa pun bisa menggunakan alat yang sama dengan Al Gore untuk mengelola dan menyelesaikan berbagai pekerjaan dalam organisasi.

Dalam pengalaman Bolger, para manajer selama ini --umumnya-- menerapkan pendekatan tradisional "memerintah dan mengawasi" sebagai metode manajemen dalam menyelesaikan berbagai pekerjaan. "Tapi, tidak mulai saat ini," tegas dia. Seorang manajer yang efektif, saran Bolger, haruslah seorang master yang memiliki keahlian memengaruhi orang lain untuk melakukan sesuatu. Penggunaan keahlian memengaruhi orang lain secara efektif dipercaya akan lebih menghasilkan komitmen ketimbang protes, atau lebih buruk lagi penolakan.

Komitmen - Pihak yang menerima (yakni, orang yang dipengaruhi) setuju dengan keputusan atau permintaan dari pihak agen (orang yang memengaruhi). Pihak penerima selalu mendukung penuh untuk mewujudkan permintaan agen.

Protes - Penerima setuju, tapi "malas" atau berbeda pendapat, dan memperlihatkan dukungan yang minimal untuk sesuatu yang diharapkan.

Penolakan - Penerima secara aktif menolak melakukan aksi apapun. Bahkan, kadang dia meminta pihak yang lebih berkuasa untuk mengubah aturannya.

Sekarang, bagaimana Anda bisa mendapatkan komitmen, mengubah protes menjadi komitmen dan meniadakan penolakan? "Gunakan pengaruh secara proporsional," jawab Bolger untuk ketiga pertanyaan tersebut.

Mengutip Profesor Sekolah Bisnis pada University of Albany Gary Yukl, Bolger merinci adanya dua kategori taktik memengaruhi, yakni primer dan sekunder.

Taktik primer dalam memengaruhi cenderung menghasilkan komitmen. Taktik kategori ini mencakup tiga elemen utama yakni daya tarik inspirasional, persuasi rasional dan konsultasi.

Daya Tarik Inspirasional adalah membangunkan antusiasme penerima dengan

memperhatikan nilai-nilai, ideal-ideal dan aspirasi-aspirasi mereka. Caranya:

-Perhatikan ideal-ideal dan nilai-nilai seseorang

-Hubungkan permintaan dengan visi yang menarik dan jelas

-Gunakan gaya bicara yang ekspresif, dramatik

-Gunakan bahasa yang optimistik, positif

Persuasi Rasional adalah penggunaan logika dan fakta-fakta untuk mencapai hasil yang diharapkan. Caranya:

-Jelaskan alasan dari permintaan/proposal Anda

-Jelaskan bagaimana seseorang mendapatkan keuntungan dari proposal itu

-Berikan bukti-bukti bahwa proposal Anda bisa dikerjakan dengan mudah

-Jelaskan mengapa proposal Anda lebih baik dari yang lain

-Jelaskan bagaimana masalah-masalah akan bisa diatasi

Konsultasi adalah menemukan partisipasi penerima dalam perencanaan strategi, aktivitas atau perubahan. Caranya:

-Mintalah saran tentang bagaimana memperbaiki proposal tersebut

-Ungkapkan tujuan Anda dan tanyakan apa yang bisa dilakukan si penerima untuk membantu mencapai itu

-Libatkan orang lain dalam perencanaan bagaimana mencapai tujuan

-Tanggapi setiap kepedulian dan saran dari orang lain.

Mantan Wapres AS Al Gore menggunakan ketiga taktik memengaruhi tersebut dalam film An Inconvenient Truth. Dia menyentuh nilai-nilai idealisme kita akan sebuah dunia sebagai tempat yang aman bagi generasi mendatang. Dia menggunakan persuasi rasional dengan mengutip hasil-hasil riset yang akurat mengenai pemanasan global. Lalu, ia menggunakan konsultasi ketika meminta kita untuk bergabung dengannya dalam upaya mengurangi pemanasan global.

Dengan mempraktikkan taktik-taktik itu, Anda memang tak lantas akan memenangkan Piala Oscar di tempat kerja, tapi Anda terbantu untuk mewujudkan apa yang Anda inginkan.

Mengatasi Gangguan-gangguan "Kecil"

Senin, 14 Mei 2007 - 16:22 WIB

Mengabarkan berita gembira tidak hanya menyenangkan, tapi juga mudah dilakukan. Seorang manajer tak perlu mencari cara khusus untuk memuji anak buahnya yang telah menyelesaikan pekerjaan dengan baik. Kalau Anda merasa puas bekerja sama dengan rekan sekantor dalam sebuah proyek, Anda tak perlu susah-susah merangkai kalimat untuk menyatakan kepuasan itu.

Tapi, tidak semua kabar yang perlu disampaikan merupakan berita baik. Bayangkan kalau di kantor Anda ada karyawan yang gemar memakai baju yang terlalu ketat sehingga "mengganggu pemandangan". Atau, rekan sebelah bangku Anda tak henti-hentinya mengajak bicara tentang masalah pribadi yang penuh keluh-kesah tak menyenangkan. Juga, bagaimana jika di antara penghuni kantor ada yang menebar BB alias bau badan?

Situasi-situasi yang mengganggu seperti itu sering menciptakan keadaan yang serba salah. Menegur mereka secara langsung bukanlah hal yang mudah dilakukan, karena salah-salah bisa menyinggung perasaan. Namun, membiarkan gangguan-gangguan kecil itu begitu saja, tak urung membuat suasana kerja menjadi tidak nyaman, dan ujung-ujungnya sudah barang tentu mengganggu produktivitas.

Jadi, bagaimana mengemas pemberitahuan itu secara positif sehingga bisa diterima dan tidak menyinggung perasaan yang bersangkutan?

Kolumnis masalah-masalah Manajemen Karyawan dan pakar psikologi organisasi sekaligus Presiden Javith Associates, Massachusetts David G. Javitch menyarankan; pertama, tempuh dulu jalan memutar: membicarakan isu tersebut tanpa menyentuh langsung pelakunya. Misalnya, dalam kasus karyawan yang suka berbusana "mengundang", Anda bisa mem-posting sebuah artikel tentang --katakanlah-- "dampak negatif tampil berlebihan di tempat kerja" di jaringan email kantor. Sehingga, semua karyawan bisa membacanya.

Dalam kasus karyawan yang menebar bau tak sedap, Anda bisa mengirim email ke semua orang yang isinya, "Kita punya beberapa karyawan yang menderita alergi tertentu. Mohon perhatikan penggunaan parfum atau lotion dan usahakan untuk menjaga bau badan senetral mungkin."

Bagaimana jika langkah pertama tersebut tidak mempan? Javith menyarankan cara kedua, yakni dengan pendekatan personal secara langsung. Langkah ini bisa dimulai dengan feedback yang positif sebelum melangkah lebih jauh ke dalam komentar-komentar negatif dan meminta untuk berubah. Metode ini harus jelas dan to the point.

Sebagai contoh, misalnya di kantor Anda ada karyawan yang tak pernah siap dengan materi setiap kali meeting tim. Dan, Anda mulai merasa terganggu dengan situasi itu.

Anda bisa memulai dengan pernyataan yang positif, "Saya sangat menghargai pekerjaan yang telah Anda selesaikan dalam tim ini."

Baru, setelah itu masuk ke pernyataan yang negatif, "Pekan ini saya merasa Anda tidak siap sebagaimana biasanya." Lalu, lanjutkan dengan pernyataan "permintaan untuk berubah", "Saya ingin memastikan Anda benar-benar siap dengan data untuk meeting berikutnya." Jangan lupa, tutup dengan pernyataan dukungan untuk membantu memberikan jalan keluar, "Apakah ada kesulitan? Ada yang bisa saya bantu untuk menyiapkan meeting berikutnya nanti?

Dalam situasi-situasi yang lebih sensitif --seperti yang melibatkan karyawan berbau badan tadi-- pastikan untuk menekankan bahwa Anda "mempermasalahkan" hal itu semata karena rasa perhatian. Mulailah dengan mengatakan bahwa Anda menyadari, kadang-kadang orang memang bermasalah dengan bau badan. Jelaskan, bahwa Anda mengatakan hal itu karena ingin membantu mencarikan solusi dan sekaligus membantu kelanjutan karir dia. Tanyakan, apakah segalanya baik-baik saja dan apakah ada yang perlu dibantu.

Memberi saran konkret untuk berubah diharapkan menjadi cara yang efektif untuk membuat orang yang bersangkuran --sumber gangguan-gangguan kecil itu-- berpikir dan mulai mengambil langkah untuk berubah dari situasi negatif ke positif. Dalam beberapa situasi tertentu, memang hampir mustalil untuk mengindari menyinggung perasaan orang. Tapi, sekali Anda berhasil membuat orang menyadari bahwa ada yang tidak beres pada dirinya dan itu menganggu orang-orang di sekitarnya, orang tersebut akan menghargai dan respek dengan kepedulian, kejujuran dan cara Anda.

Menghindari Kesalahan dalam Kerja Ke-HR-an

Senin, 28 Mei 2007 - 15:33 WIB

Dalam membuat keputusan-keputusan ke-HR-an, apakah Anda yakin telah mempertimbangkan faktor-faktor kunci?

Pekerjaan-pekerjaan yang berkaitan dengan pengelolaan SDM dalam sebuah perusahaan, agaknya sudah dianggap sebagai sesuatu yang rutin dan biasa. Sehingga, semuanya seolah-olah telah berjalan dengan sendirinya, dan memang harus demikianlah adanya.

Namun, pandangan yang menyederhanakan seperti itu bisa berakibat pada munculnya masalah-masalah yang tak terantisipasi, misalnya masalah hukum yang rumit.

The Power of the Checklist

Anda tentu tidak akan punya waktu untuk melakukan, katakanlah, investigasi setiap hari. Oleh karenanya, manfaatkan apa yang disebut sebagai "the power of the checklist". Ini upaya yang sederhana, tapi inilah sarana yang akan menghubungkan apa yang Anda pikirkan dengan kebutuhan-kebutuhan.

'Checklist' juga membantu menjaga konsistensi; prosedur yang sama berlaku untuk semua keperluan. Ini vital dalam kerja ke-HR-an, di mana bahkan tuduhan diskriminatif bisa mengantarkan Anda ke pengadilan.

Kini, cek program-program HR Anda, dan buatlah daftar.

Untuk itu, diperlukan sejumlah staf HR untuk menangani program-program tipe-checklist, untuk keperluan Anda sendiri dan untuk digunakan oleh manajer-manajer Anda, untuk melaksanakan aksi-aksi HR seperti hiring, merancang kompensasi, disiplin hingga pemecatan.

Program tersebut mencakup sejumlah paket 'checklist' yang luas, yang masing-masing meliputi salah satu dari area-area berikut ini:

--HR Administration (communications, handbook content, recordkeeping)

--Health and Safety (responsibilities)

--Benefits and Leave (health cost containment, workers’ compensation, several areas of leave)

--Compensation (payroll and the Fair Labor Standards Act)

--Staffing and Training (Equal Employment Opportunity in recruiting and hiring)

--Performance and Termination (appraisals, discipline, termination)

Anatomy of a Checklist Packet

Karena item-item dalam 'checklist' harus disesuaikan dengan konteksnya, maka setiap paket itu harus memuat ringkasan background tentang hukum-hukum dan isu-isu seputar topik yang bersangkutan.

Kata kuncinya: jangan sekedar "just do it", tapi "do it right".

Sebelum membuat 'checklist', perlu diperhatikan tentang bagaimana sebuah handbook --secara aktual misalnya form kontrak dengan karyawan-- yang ditulis secara sembrono, bisa membuat Anda dituntut di muka hukum. Sebuah naskah yang buruk bahkan bisa membatalkan pasal-pasal kunci tentang ketenagakerjaan.

Berikut tiga pertanyaan yang harus Anda pastikan jawabannya "ya" untuk menghindari kemungkinan-kemungkinan buruk itu terjadi:

* Have you requested your attorney to review your handbook?

* Do you reserve the right to unilaterally alter your handbook?

* Do you require employees to [acknowledge] that employment is at will?

Jawaban "ya" Anda memberi kepastian bahwa Anda akan terhindar dari area-area paling berbahaya dalam hubungan karyawan-perusahaan.

Inilah yang Anda Cari Ketika Meng-hire Orang

Senin, 25 Juni 2007 - 15:39 WIB

Para pimpinan perusahaan selalu melihat kualitas-kualitas dalam diri calon karyawan yang akan mereka hire. Hal itu tercermin pada saat mereka mewawancarai kandidat.

Apa sih sebenarnya yang perlu dilihat dan dicari ketika melakukan wawancara dengan calon-calon karyawan?

Tips berikut mencoba memberikan ide-ide tentang hal-hal yang paling penting untuk dipertimbangkan ketika Anda meng-hire orang untuk posisi apapun:

1. Work ethic

Kerja keras sering bisa mengatasi masalah minimnya pengalaman seseorang. Oleh karenanya, Anda perlu meng-hire orang yang, ibaratnya, "bersedia melakukan apapun demi pekerjaan".

Tak ada ilmu khusus yang bisa mendongkrak kurangnya inisiatif atau etika kerja pada seseorang. Pertanyaan yang hati-hati akan memberi Anda gambaran, apakah orang yang sedang Anda wawancarai memiliki work ethic --atau, setidaknya apa yang Anda percaya akan menjadi work ethic mereka.

2. Attitude

Sesuatu yang dianggap sebagai sikap yang baik, berbeda dalam pandangan tiap-tiap individu. Tapi, unsur-unsur seperti positif, ramah, ringan tangan alias suka membantu akan membuat kehidupan di tempat kerja jauh lebih menyenangkan dan mempermudah kerja setiap orang.

3. Experience

Sesi wawancara dalam proses hiring memberi Anda kesempatan untuk bertanya secara lebih mendalam, yang memungkinkan kandidat menunjukkan kepada Anda bahwa mereka memiliki pengalaman atas suatu pekerjaan.

4. Smarts

Orang-orang yang smart mampu menemukan solusi-solusi lebih baik dan lebih cepat atas masalah-masalah yang menghadang mereka. Dalam dunia bisnis, bekerja secara smart lebih penting ketimbang buku-buku yang smart.

5. Responsibility

Anda harus meng-hireorang yang bersedia mengambil tanggung jawab-tanggung jawab atas posisi mereka. Tanyakan tentang proyek-proyek apa saja yang pernah menjadi tanggung jawabnya, dan peran dia di dalamnya, untuk mengetahui kulitas penting yang satu ini ada atau tidak dalam diri kandidat.

Di luar lima hal tersebut, hal-hal "kecil" seperti datang tepat waktu saat wawancara dan keserasian penampilan, juga merupakan indikator yang menggambarkan kepekaan tanggung jawab sang kandidat.

Meng-hire orang yang tepat adalah tugas terpenting para manajer. Sayangnya, mereka sering tak memiliki cukup waktu untuk mempersiapkan dan menyelenggarakan proses wawancara. Padahal, hasil-hasil yang Anda dapat dari proses hiring tergantung pada waktu yang Anda sediakan untuk itu.

Jika Anda menyediakan diri untuk menemukan kandidat yang tepat untuk sebuah posisi, Anda lebih berpeluang menemukan yang Anda cari. Jika Anda hanya menggantungkan diri pada kesempatan (akan datangnya karyawan baru), bersiap-siaplah untuk kecewa dengan apa --atau siapa-- yang Anda temukan.

Merancang Outing untuk Perusahaan Kecil

Senin, 18 Juni 2007 - 14:26 WIB

Jangan percaya kalau ada yang bilang, karyawan di perusahaan kecil tidak perlu outing. Justru sebaliknya, outing bagi karyawan perusahaan kecil bisa dirancang dengan seefisien dan seefektif mungkin, sehingga hasilnya pun (terhadap peningkatan kinerja) bisa dirasakan optimal.

Mempersiapkan Outing

Lupakan perusahaan-perusahaan penyedia jasa penyelenggara outing. Anda tidak memerlukannya, sebab Anda bisa merancang sendiri outing yang sesuai dengan keinginan seluruh karyawan. Yang pertama perlu dilakukan hanyalah membentuk semacam panitia kecil --atau, kalau kata panitia terlalu menyeramkan, bentuklah tim yang terdiri atas 2-3 orang. Tugas tim ini meyakinkan atasan untuk menyetujui diadakannya outing bagi karyawan.

Biasanya, bos akan segera meminta proposal anggaran yang reasonable. Bila hal itu terjadi, tim kecil segera menindaklanjuti dengan mengajak bicara seluruh karyawan untuk menentukan lokasi tujuan outing. Lakukan polling kecil-kecilan, bisa lewat email atau

mendatangi satu per satu karyawan untuk dimintai pendapatnya. Suara terbanyak berhak mendapat prioritas pertimbangan. Bila pilihan jatuh pada lokasi di luar kota, hendaknya jangan terlalu jauh untuk menghemat biaya dan tenaga. Pilihlah lokasi dengan jarak tempuh tak lebih dari 3 jam perjalanan.

Persiapan Selanjutnya

Untuk memudahkan perencanaan anggaran, perlu dirancang secara detail alur outing setelah menentukan lokasi

1. Tentukan lamanya waktu outing. Sebaiknya jangan sampai lebih dari sehari semalam. Pilih Jumat sore sebagai hari keberangkatan, sehingga Sabtu sore sudah kembali. Dengan jadwal semacam itu, hari Minggu masih bisa istirahat di rumah untuk memulihkan kelelahan, sehingga Senin-nya kembali ke kantor dengan energi yang segar dan semangat baru.

2. Buatlah urut-urutan acara. Misalnya, makan malam bersama, malam api unggun, olahraga pagi dan belanja. Hindari acara-acara yang bersifat terlalu teknis, yang justru membuat peserta bosan. Hindari pula acara yang terkesan serius dan formal.

3. Carilah penginapan yang murah. Dalam hal ini, vila atau bungalow lebih dipertimbangkan ketimbang hotel. Agar outing lebih meriah dan mengesankan, rancang secara khusus acara makan malam di tempat lain di luar penginapan.

4. Pesan sarana transportasi sejak jauh hari. Sesuaikan dengan jumlah peserta untuk memilih antara bus atau minibus sebagai angkutan.

Selama Outing

1. Ciptakan sebanyak mungkin suasana yang bisa mempertinggi keakraban dan kebersamaan. Misalnya, karaoke selama di perjalanan dalam bus. Atau, buatlah kuis santai untuk dijawab para peserta, dengan pertanyaan-pertanyaan seputar karyawan dan lingkungan perusahaan. Seperti, "Siapa karyawan yang selalu datang paling pagi?"; "Siapa karyawan yang sering mencari tumpangan ketika pulang?" yang sifatnya lucu-lucuan saja.

2. Bagi pihak perusahaan, ada baiknya memberi kejutan-kejutan kecil di tengah outing, misalnya mengumumkan kenaikan jabatan karyawan tertentu, atau mengabarkan bahwa keuntungan perusahaan dalam semester terakhir meningkat. Jika mampu dan memungkinkan, bahkan perusahaan bisa membagi-bagikan uang tunai ("Jangan dilihat jumlahnya, tapi semangatnya!") untuk belanja oleh-oleh.

3. Jangan membicarakan masalah pekerjaan, urusan proyek yang belum selesai, prospek klien baru dan semacamnya.

Hal-hal lain yang perlu diperhatikan:

1. Utamakan selalu kebersamaan selama outing. Peserta harus selalu diabsen dan jika ada yang mau memisahkan dari rombongan wajib lapor terlebih dahulu pada tim atau orang yang telah dipilih sebagai "ketua panitia" atau kepala rombongan.

2. Setiap ada sesuatu yang di luar jadwal atau rencana, hendaknya dimusyawarahkan. Setiap keputusan sejauh mungkin diambil dengan melibatkan semua peserta.

3. Usahakan setiap tahap acara yang telah dirancang berjalan sesuai waktu yang telah ditentukan, sehingga seluruh rangkaian outing bisa selesai sesuai jadwal.

4. Buatlah keseluruhan acara outing sebagai kesempatan untuk bersenang-senang.

Kiat Networking bagi Si Introver

Senin, 02 Juli 2007 - 15:07 WIB

Networking merupakan salah satu elemen kunci untuk mencapai sukses dalam pergaulan dunia kerja. Lebih-lebih di era persaingan tinggi seperti sekarang, keterampilan networking tidak lagi sekedar sesuatu yang "penting", melainkan "wajib". Masalahnya, banyak orang merasa dirinya terlalu introver untuk melakukan hal itu.

Bagi para introver, "kewajiban" networking bagaikan momok. Bertemu klien, harus berbasa-basi dan mengimbangi pembicaraan orang lain, beramah-tamah dengan orang-orang yang dijumpai di acara seminar, bukanlah sesuatu yang menyenangkan. Sebaliknya, justru membuat stres.

Apakah dengan begitu, orang-orang yang introver tidak memiliki kesempatan untuk sukses?

Memang, kecenderungan selama ini, banyak orang menganggap bahwa networking adalah dominasi orang dengan tipe kepribadian ekstrover. Yakni, mereka yang mendapatkan gairah hidup dari interaksi dengan banyak orang di sekitarnya. Mereka luwes dalam bergaul, senang berada di tengah pesta, dan bertemu dengan orang-orang baru, yang berpotensi untuk mendukung keberhasilan pekerjaan mereka. Bagi orang-orang seperti itu, networking tampaknya sudah menjadi hal yang alami.

Sementara, orang dengan tipe introver mendapatkan energi dari dalam dirinya sendiri. Mereka tidak suka dengan pesta atau pertemuan sosial yang mengharuskan mereka bertemu dan berbicara dengan banyak orang. Bila pun menghadiri suatu pertemuan, mereka berinteraksi dengan beberapa orang orang saja, itu pun lebih banyak mengambil peran sebagai pendengar. Bagi mereka yang tidak terlalu menikmati pertemuan dengan banyak orang, membangun jejaring memang membutuhkan usaha ekstra. Lalu, apakah orang-orang dengan karakteristik introver harus tenggelam di bawah dominasi mereka yang ekstrover?

Direktur Experd Eileen Rachman dalam artikelnya yang berjudul "Mission Not Impossible: Introver Jago Networking" yang dihimpun dalam buku Jadi Nomor Satu: Terdepan di Era Persaingan (Gramedia Pustaka Utama, 2007) menegaskan, pada dasarnya networking tidak selalu mudah, bahkan untuk ekstrover sekali pun.

Dijelaskan, sebagai usaha untuk mengembangkan hubungan dengan orang-orang yang ada di sekitar, networking bisa berupa interaksi dengan orang lain atau pun pertukaran informasi. Menurut Eileen, setiap orang bisa mengembangkan ‘gaya’ atau pendekatan networking yang khas dan manjur bagi diri mereka masing-masing, disesuaikan dengan karakteristik kepribadian.

Bagi si introver, menjadi pendengar yang baik dan menunjukkan kesediaan untuk membantu orang lain, bisa jadi merupakan modal utama. Membangun kepercayaan diri untuk melakukan networking dapat dilakukan dengan mendefinisikan ulang esensi dari networking, yaitu tidak hanya sekedar ‘gaul’ saja atau ‘luwes’ saja, tapi membangun kepercayaan dan hubungan yang bermakna dan mendukung kesuksesan pekerjaannya.

Berikut beberapa tips yang diberikan Eileen Rachman agar introver dapat mengembangkan ‘gaya’ dan pendekatan khas untuk menjadi jago networking:

1. Eksplorasi kelebihan, temukan keunggulan

Gali kelebihan yang dapat digunakan untuk mengembangkan hubungan dengan orang lain. Beberapa di antaranya yang khas bagi introver adalah senang mendengarkan orang lain, bisa mengingat hal kecil, senang membantu, tidak sungkan memberikan pujian.

2. Miliki alternatif yang sesuai gaya dan kelebihan Anda:

-- Perkuat hubungan non-tatap muka, misalnya dengan mengirim email/SMS berisi cerita, anekdot atau humor untuk menyegarkan hubungan.

-- Memanfaatkan kegiatan seminar atau training daripada pergi ke pesta.

-- Kirimkan kartu ucapan selamat, sebagai tindak lanjut dari informasi yang dimiliki atas diri target networking.

3. Tetapkan target spesifik dan realistik

-- Berapa jumlah kontak atau "say hello" dalam waktu seminggu.

-- Berapa kali melakukan kegiatan bersama dengan klien atau rekan kerja dalam sebulan, bisa berupa makan siang, olah raga atau belanja bareng.

-- Berapa orang yang akan Anda dekati dalam suatu ajang networking.

4. Miliki skenario

Tak jarang orang tipe introvet merasa tidak nyaman bila harus menelepon seseorang yang belum dikenalnya. Adanya panduan dan skenario akan membantu untuk mengembangkan pembicaraan.

5. Pertolongan: komoditi seorang "networker".

Sepanjang kita menyadari bahwa setiap orang mempunyai kebutuhan akan referensi, kita masih bisa melakukan networking. Banyak sekali orang tidak kenal restoran yang paling asyik. Banyak sekali orang merasa beruntung bila diperkenalkan pada rekanan bisnis baru. Nomor-nomor telepon penting sering tidak dipunyai orang lain. Semua itu bisa kita jadikan materi "sharing" yang menarik sekaligus menguntungkan semua pihak. Dengan membiasakan hal ini hubungan tolong menolong terjadi secara wajar dan otomatis.

Networking merupakan salah satu alat untuk membangun hubungan yang berjangka panjang. Siapa pun dapat melakukannya, dan banyak alternatif untuk mewujudkannya, sesuai denqan karakteristik pribadi masing-masing. "Jika Anda seorang manajer, kiat ini dapat Anda gunakan untuk melatih dan memberi dukungan pada anak buah yang introver, sehingga dapat membantu yang bersangkutan memanfaatkan hubungan baik dengan orang lain untuk keberhasilan dalam pekerjaannya," saran Eileen.

Meningkatkan Kinerja dengan Berinvestasi pada Diri Sendiri

Senin, 16 Juli 2007 - 16:54 WIB

Bosan dengan rutinitas, merasa tak berkembang di perusahaan tempat bekerja, dan ujung-ujungnya merasa mentok dengan karier. Itulah "lagu lama" yang diulang-ulang. Anda sendiri mungkin merasakannya, atau setidaknya mendengar teman mengeluh seperti itu. Siapa yang harus disalahkan?

Paling baik, tentu saja, instrospeksi dan koreksi diri: mungkin semua karena kekurangan kita, yang tidak mampu mengembangkan (potensi dan kompetensi) diri sesuai tuntutan perusahaan. Sebab, kalau dipikir-pikir, pastilah tidak ada perusahaan yang berniat menghambat karier karyawannya.

Namun, di sisi lain, tak ada juga seorang karyawan atau profesional yang mau "dituduh" tidak maksimal, atau kinerjanya tidak bagus. Semua orang pasti merasa bahwa dirinya telah bekerja dengan baik dan melakukan yang terbaik untuk perusahaan.

Terlepas dari siapa yang salah siapa yang benar --kalau mau saling menyalahkan tak akan ada habisnya-- sebenarnya sudah "nggak zaman" bagi seorang profesional untuk mengharapkan pihak lain atau perusahaan bertanggung jawab atas pengembangan dirinya.

Menurut direktur dan pendiri Experd Eileen Rachman, yang menulis buku Jadi Nomor Satu: Terdepan di Era Persaingan, profesional yang berhasil adalah mereka yang meyakini bahwa tanggung jawab untuk masa depan dan pengembangan karier ada di tangan dirinya sendiri.

Kuncinya adalah investasi. Yakni, investasi pada diri sendiri. Dan, itu harus dilakukan terus-menerus. Investasi pada diri sendiri setidaknya meliputi:

1. Investasi pada wawasan dan keterampilan

Jangan menampilkan diri sebagai orang yang lamban, sulit diajak kompromi, keras kepala dan merasa sudah --atau, bahkan paling-- mumpuni. Melainkan, tampilkan diri sebagai orang yang terbuka, mau belajar dan bisa menyerap setiap isu dengan cepat.

Bangun kebiasaan membaca dan optimalkan penggunaan internet untuk mencari tahu hal-hal baru.

Pelajari cara-cara berkomunikasi, bernegosiasi dan berpersuasi secara langsung dari orang yang ahli yang ada di sekitar, jangan sekedar dari buku-buku panduan.

Ambil setiap kesempatan untuk belajar memimpin kelompok, mempraktikkan teknik-teknik manajerial dan menggunakan alat-alat manajemen --perencanaan, laporan, kontrol-- dengan disiplin ketat sehingga cara kerja manajerial menjadi kebiasaan baru.

2. Investasi pada portfolio sosial

Bayangkan Anda punya ratusan relasi, yang bukan hanya dari kalangan yang selevel dengan Anda, tapi juga dari kalangan manajemen top. Segala gerak Anda akan dipermudah karenanya.

Ingat, portfolio sosial Anda bukan hanya terdiri dari orang-orang yang Anda kenal, kerabat dekat sendiri, tapi juga orang-orang yang kenal dan mengingat Anda.

3. Investasi pada perangkat kerja

Contoh yang bagus untuk bagian ini adalah seorang wartawan yang kesulitan mewawancarai narasumber karena alat perekam yang dibawanya ternyata low batt. Ibaratnya, kalau mengelola baterai satu alat perekam saja tidak bisa, bagaimana mengelola hal-hal lain yang lebih kompleks.

Ponsel, laptop...merupakan perangkat kerja kaum profesional zaman sekarang --mengoptimalkan fungsi-fungsinya merupakan suatu keharusan.

4. Investasi pada kebugaran diri

Sediakan waktu yang cukup untuk berolahraga, menjaga asupan makanan, menjalani pola hidup sehat. Luangkan waktu untuk berkontemplasi, merenung dan menjalankan ibadah sehingga badan bugar dan jiwa bagaikan baterai yang habis di-charge.

Berhentilah mengeluh dan menyalahkan keadaan, dan mulailah berinvestasi pada diri sendiri sehingga orang lain pun tidak ragu untuk berinvestasi pada diri Anda.

Cetak Artikel Kirim ke Teman

Kapan Sebaiknya Menggunakan Assessment Center?

Senin, 30 Juli 2007 - 11:08 WIB

Dewasa ini, assessment center telah diterima secara luas oleh kalangan HR sebagai salah satu metode untuk mengelola SDM sekaligus mengembangkan dan meningkatkan kualitasnya. Dalam aplikasinya, metode tersebut dapat dimanfaatkan dalam berbagai sistem pengeloaan SDM, dari rekrutmen dan seleksi, penempatan, pelatihan dan pengembangan, promosi dan transfer, fit & proper test, talent management hingga pengurangan karyawan.

Secara sederhana, assessment center bisa didefiniskan sebagai proses evaluasi perilaku yang menggunakan standar berdasarkan beberapa masukan, dengan teknik dan observasi yang dilakukan oleh beberapa asesor terlatih. Keputusan akhir penilaian dilakukan berdasarkan integrasi dari beberapa asesor atas perilaku peserta/kandidat yang muncul dalam sejumlah simulasi, serta mempertimbangkan seberapa sering perilaku tersebut muncul.

Dari definisi tersebut, bisa ditarik elemen-elemen penting yang harus ada dalam proses assessment center, yakni:

1. analisis jabatan

2. klasifikasi perilaku

3. teknik assessment

4. penggunaan satu teknik assessment

5. simulasi

6. asesor

7. pelatihan asesor

8. rekaman perilaku

9. laporan

10. integrasi data

Oleh karenannya, hati-hati jika ada lembaga yang mengaku menerapkan assessment center, namun tidak memenuhi 10 kriteria di atas. Hal-hal lain yang tidak dapat dikategorikan sebagai assessment center adalah

1. prosedur assessment yang tidak mengharuskan peserta/kandidat mendemosntrasikan perilaku nyata

2. panel interview atau beberapa kali wawancara sebagai satu-satunya alat atau proses dalam menilai seseorang

3. ketergantungan pada satu teknik saja, sebagai standar dalam mengevaluasi atau menilai seseorang

4. hanya menggunakan battery test yang merupakan kumpulan beberapa tes tertulis

5. evaluasi yang hanya dilakukan oleh satu asesor

6. penggunaan beberapa simulasi dengan melibatkan lebih dari satu orang asesor namun tidak ada proses pengintegarian data

7. lokasi fisik, gedung atau tempat yang diberi nama assessment center

Kapan sebaiknya menggunakan assessment center?

1. jika pengembangan yang spesifik menjadi sasaran utama

2. jika perilaku dianggap memberi dampak yang sangat besar

3. jika fairness menjadi isu yang penting di antara peserta/kandidat

4. pada saat seseorang dalam titik transisi yang kritis dalam perjalanan karirnya

5. jika posisi yang baru sangat berbeda dengan posisi sebelumnya.

Nah, sekarang, jika perusahaan Anda akan atau telah memutuskan untuk menggunakan jasa assessment center, inilah hal-hal yang perlu dipertimbangkan:

1. waktu dan anggaran yang tersedia

2. kemungkinan tidak memperoleh kandidat yang paling sesuai (untuk rekrutmen dan seleksi)

3. perlunya data pendukung yang objektif selain hasil assessment center untuk membuat keputusan yang lebih solid (terutama dalam penempatan, promosi dan transfer)

4. ada kemungkinan untuk mengarahkan kandidat ke posisi lain (rekrutmen dan seleksi, penempatan, promosi dan transfer)

5. hasil assessment center bisa digunakan sebagai identifikasi awal untuk kebutuhan pengembangan.

6. diperlukan program tindak lanjut setelah assessment center untuk menjawab kebutuhan masa depan organisasi (untuk talent management)

7. komunikasi yang tepat pada peserta mengenai tujuan dan pemanfaatan hasil assessment center.

Kesan Terbaik, Kunci Sukses Wawancara Kerja

Senin, 06 Agustus 2007 - 15:51 WIB

Banyak hal telah berubah dalam dunia pencarian kerja. Namun, ada satu yang tetap sama, yakni tentang bagaimana Anda harus menampilkan diri pada saat wawancara. Anda bisa saja mengirimkan lamaran via email, atau direkomendasikan oleh teman yang sudah lebih dulu bekerja di perusahaan yang Anda inginkan. Namun, Anda belum akan di-hire sampai pimpinan perusahaan bertemu langsung dan berbicara dengan Anda. Wawancara. Sejauh ini, itulah momok bagi para pencari kerja.

Dalam proses rekrutmen dan seleksi, wawancara merupakan tahapan yang penting ketika perusahaan dihadapkan pada lebih dari seorang kandidat yang memiliki kriteria dan latar belakang yang kurang-lebih sama. Atau, tahapan ini menjadi demikian menentukan ketika posisi yang lowong membutuhkan calon yang memiliki keterampilan-keterampilan interpersonal dan komunikasi, dengan kualifikasi teknis tertentu.

Chairman dan CEO Robert Half International, perusahaan spesialis penempatan tenaga kerja pertama dan terbesa di dunia, Max Messmer yang menulis buku laris Job Hunting for Dummies menegaskan, kunci sukses wawancara terletak pada kesan pertama yang Anda tinggalkan kepada pihak perusahaan.

Messmer mencontohkan, banyak kandidat yang melakukan "kesalahan" dengan memperlihatkan aksi yang lebih menarik perhatian ketimbang jawaban-jawaban yang diberikannya selama wawancara. "Ada kandidat yang ketika menunggu di lobi sambil makan, ada yang memain-mainkan pupennya selama wawancara dan ada yang mengenakan pakaian dan tas dalam warna dan ukuran yang mencolok," rinci dia.

Menurut Messmer, persiapan mutlak diperlukan jika Anda hendak menjalani wawancara kerja.

1. Do the researchPastikan Anda memiliki pengetahuan yang memadai tentang calon perusahaan Anda, sejarahnya, industrinya dan sebagainya. Jika memungkinkan, cari tahu juga tentang orang yang akan mewawancarai Anda. Dengan bekal itu, Anda akan memberikan kesan yang lebik baik dalam wawancara nanti.

2. Clarify your objectivesSebelum melamar sebuah posisi yang ditawarkan, pastikan terlebih dahulu minat dan tujuan karir Anda. Bersiaplah untuk menjelaskan mengapa Anda menginginkan posisi itu, dan Andalah orang yang cocok.

3. Get your questions readyJadilah partisipan yang aktif selama wawancara dengan mengajukan pertanyaan yang relevan, berdasarkan hasil riset yang telah Anda lakukan.

4. Don't forget the "small" thingsPerhatikan posisi duduk, membuat kontak mata, tidak berbicara terlalu cepat...kedengarannya sepele, tapi bukankah Anda ingin pewawancara fokus pada apa yang Anda katakan, dan bukan apa yang Anda lakukan?

5. Dress smartJangan anggap remeh kekuatan dari penampilan profesional. Ini adalah saat pertama pihak perusahaan melihat Anda, suka atau tidak, apa yang Anda kenakan bisa mempengaruhi proses berikutnya.

Mendongkrak Nilai dengan Ide

Selasa, 28 Agustus 2007 - 11:14 WIB

"Ada ide?" ujar seorang bos kepada anak buahnya dalam sebuah rapat. Sejenak ruangan senyap. Ada yang menunduk, ada yang saling pandang. Hingga akhirnya, seperti tampak pada sebuah tayangan iklan produk vitamin, seorang karyawan dengan mantap dan penuh percaya diri bangkit dari duduknya seraya mengatakan, "Ada, Pak!"

"Ada (ide)" tentu hanyalah jawaban pertama. Selanjutnya, bagaimana cara yang baik untuk menyampaikan ide tersebut, agar apa yang telah tersusun di benak kita dipahami oleh orang lain, terutama dalam hal ini, bos kita?

Kita tentu tidak mau, hanya karena salah menyampaikan, ide kita terdengar acak-adul sehingga bukannya menambah poin plus kita di mata bos dan teman-teman sekantor. Melainkan, sebaliknya, mempermalukan kita dan ujung-ujungnya mengganggu perkembangan laju karir kita!

Menurut CEO AchieveGlobal, sebuah lembaga pelatihan dan konsultasi internasional, Sharon Daniels, feedback yang insightful dan ide-ide tidak hanya meningkatkan nilai seseorang bagi organisasi, tapi juga membuka pintu bagi perkembangan karir bagi yang bersangkutan.

"Tentu saja, berdiri di depan orang yang memiliki kontrol terhadap masa depan perusahaan bukanlah sesuatu yang mudah, tapi bagi yang bisa melakukannya, imbalannya sangat berarti," ujar Daniels.

Dalam iklim bisnis yang berubah cepat dan hiper-kompetitif, ide-ide kreatif, cemerlang dan inovatif dari karyawan maupun manajer selalu ditunggu oleh top leader. "Manajer dan karyawan yang baik adalah mereka yang mengetahui nilai yang bisa mereka berikan untuk organisasi, dan tahu cara-cara yang benar untuk menyampaikan ide-ide mereka," tambah dia.

Daniels memberikan 6 tips untuk membantu kita bagaimana sebaiknya menyampaikan ide kepada atasan:

1. Know your role

Anda harus tahu di mana posisi Anda. Perlihatkan rasa hormat dan penghargaan baik pada orang yang levelnya di bawah Anda maupun di atas. Sebaliknya, dapatkan juga sikap yang sama dari orang lain dengan cara menghargai dan mendukung ide mereka.

2. Get results

Mantapkan kredibilitas dengan pencapaian hasil-hasil melalui kinerja Anda. Bangunlah komitmen dalam tim kerja Anda, beri rasa percaya diri pada tim Anda.

3. Manage up

Semua karyawan, manajer, supervisor harus belajar bagaimana berkomunikasi secara efektif kepada manajemen senior. Pelajari gaya bos Anda dan pastikan pendekatan seperti apa yang dia suka.

4. Provide your rationale

Pikirkan isu besarnya, siapkan diri untuk mempertahankan pemikiran Anda, tapi harus tetap fleksibel dengan masukan dan saran dari orang lain.

5. Follow the chain of command

Dalam organisasi besar dengan hierarki yang bertingkat-tingkat, sampaikan terlebih dahulu ide Anda kepada manajer/supervisor yang berada tepat di atas Anda, untuk mendapatkan masukan awal. Selebihnya, Anda bisa datang bersama manajer/supervisor tersebut untuk mendiskusikan ide Anda dengan bos.

6. Keep your eye on the goal

Ingat bahwa tujuan Anda tak lain meningkatkan kinerja organisasi, dan bukan sekedar ide Anda diterima.

Bermain Cantik di Tempat Kerja: Membangun Hubungan yang Efektif

Senin, 03 September 2007 - 17:04 WIB

Anda bisa meningkatkan karir dan hubungan kerja dengan perilaku yang Anda perlihatkan sehari-hari di kantor. Terlepas dari latar belakang pendidikan Anda, pengalaman maupun jabatan, jika Anda tidak bisa bergaul dengan baik dengan karyawan lain, Anda tidak akan pernah berhasil mencapai tujuan kerja Anda.

Hubungan kerja yang efektif merupakan titik awal bagi tercapainya sukses dan kepuasaan atas pekerjaan dan karir Anda. Di samping itu, hubungan kerja yang efektif juga bisa menjadi pijakan bagi atasan untuk mempromosikan dan menaikkan gaji Anda.

Sebuah studi membuktikan bahwa "memiliki teman baik di tempat kerja" merupakan satu dari 11 alasan utama yang mendasari seseorang merasa puas dengan pekerjaannya.

Mengingat pentingnya hubungan yang efektif di tempat kerja, berikut 7 tips yang bisa membantu Anda mewujudkan terjalinnya hubungan yang baik dengan teman sekantor.

1. Bring suggested solutions with the problems to the meeting table. Banyak karyawan menghabiskan sebagian besar waktu mereka untuk mengindetifikasi masalah-masalah. Anda bisa datang dengan solusi-solusi yang cemerlang untuk mendapatkan perhatian dan penghargaan dari teman dan atasan.

2. Don't ever play the blame game. Hindari sejauh mungkin kecenderungan untuk terlalu mudah menudingkan jari ke arah orang lain, ketika tim kerja dihadapkan pada suatu masalah atau gagal mencapai tujuan. Menyalahkan orang lain hanya akan menciptakan musuh. Anda perlu sekutu untuk menyelesaikan pekerjaan Anda.

3. Your verbal and nonverbal communication matters. Bicara keras, berteriak atau bahkan membentak mungkin memang cukup efektif membuat suara Anda menggema ke seluruh ruangan, sehingga semua teman sekantor Anda mendengar. Tapi, pertanyaannya, pantaskah berteriak-teriak di tempat kerja? Jawabnya tentu saja 'tidak', jika menghargai orang lain merupakan nilai yang dijunjung tinggi organisasi Anda.

4. Never blind side a coworker, boss, or reporting staff person. Selalu diskusikan masalah, pertama kali, dengan orang yang bersangkutan. Membicarakan masalah seseorang dengan orang lain akan membuat Anda tidak dipercaya oleh teman Anda.

5. Keep your commitments. Dalam sebuah organisasi, setiap pekerjaan saling berkaitan. Kegagalan Anda memenuhi deadline dan komitmen pekerjaan Anda, akan berpengaruh pada (pekerjaan) orang lain. Jika Anda gagal memenuhi komitmen terhadap pekerjaan Anda, pastikan karyawan lain tahu apa yang terjadi.

6. Share credit for accomplishments, ideas, and contributions. Seberapa sering Anda berhasil menyelesaikan proyek tertentu tanpa bantuan orang lain? Atau, jika Anda manajer, berapa banyak ide brilian yang Anda promosikan merupakan sumbangan dari bawahan? Luangkan waktu dan perhatian khusus untuk mengucapkan terimakasih, bersikap menghargai dan mengakui orang-orang yang membantu Anda mencapai tujuan.

7. Help other employees find their greatness. Setiap karyawan memiliki bakat, keterampilan dan pengalaman. Jika Anda bisa membantu orang lain menemukan apa yang terbaik dari dirinya, dan satu sama lain melakukan hal yang sama, bayangkan betapa besar dampaknya bagi kemajuan perusahaan. Dan, Anda tidak harus menjadi manajer untuk membantu menciptakan lingkungan yang memotivasi karyawan.

Dengan mempraktikkan tips di atas, semoga hubungan kerja yang efektif akan tercipta di lingkungan kantor Anda: karyawan lain menghargai Anda sebagai kolega dan bos percaya, Anda telah bermain secara benar dalam tim. Target dan tujuan kerja Anda tercapai, dan pada saat yang bersamaan Anda mendapatkan kesenangan, pengakuan dan motivasi diri.

Tren Penuaan Karyawan: Tips bagi Pimpinan HR

Senin, 09 April 2007 - 15:15 WIB

Seiring dengan makin menuanya angkatan tenaga kerja dari generasi baby boomer, kalangan pengusaha mulai khawatir akan terjadinya gelombang pensiun secara besar-besaran. Para pemimpin perusahaan memang pantas khawatir, karena mundurnya baby boomer berarti juga hilangnya beragam keahlian, pengetahuan dan pengalaman. Inilah tantangan yang harus dihadapi organisasi dalam waktu dekat.

Menurut analisis para pakar masalah kerja dan penuaan, perusahaan-perusahaan utilitas, pabrik dan bisnis-bisnis "old economy" lainnya akan paling cepat tersentuh masa yang mencemaskan itu. Sedangkan sektor teknologi, di mana masa jabatan karyawannya lebih pendek dan rata-rata mereka berusia muda, bisa lebih bernafas lega.

Bagaimana pun, pekerja yang berusia mendekati 65 tahun sekarang ini jumlahnya sangat besar. Sudah seharusnya jika kaum pengusaha lebih mencermati masalah-masalah demografi dan, jika perlu, melakukan langkah-langkah penyesuaian. Sayangnya, hanya sedikit yang menyadari hal itu.

Memang, menurut penilaian para ahli, populasi tenaga kerja yang menua dewasa ini belum sampai pada tingkat krisis. Kenyataannya, seperti diperlihatkan oleh hasil sebuah penelitian, satu dari 5 organisasi mengatakan bahwa karyawan mereka masih tetap bertahan dalam usia di atas 65 tahun.

Dari survei yang sama disebutkan, karyawan usia tua masih tetap bekerja karena dua alasan. Pertama, takut kehilangan penghasilan setelah pensiun; kedua, mereka memang senang bekerja. Namun, pada sisi lain, ditemukan pula tren yang berlawanan, yang secara statistik signifikan. Yakni, mereka yang lebih memilih pensiun dini.

Kalangan eksekutif HR harus mampu mengambil langkah-langkah untuk menghadapi tren yang saling berkompetisi tersebut. Peringatan dini untuk mereka: jumlah orang yang pensiun dalam lima tahun ke depan akan membengkak. Dengan kata lain, akan terjadi gelombang massal pensiun dalam waktu dekat. Untuk memastikan diri tetap mencermati isu tersebut, para pimpinan, praktisi dan profesional HR seharusnya:

1. Take a look around

Lakukan "inventarisasi usia" --bisa secara informal saja-- terhadap karyawan di semua lini dalam perusahaan Anda. Tahukah Anda bahwa seorang karyawan umumnya merencanakan pensiun di atas usia 50 tahun? Anda perlu mendeteksi, siapa di antara mereka yang bisa didorong untuk memilih pensiun lebih cepat dari itu. Pilihan pensiun dini kepada karyawan akan membantu program-program HR Anda dalam 5 tahun mendatang atau lebih.

2. Forecast future training needs

Perusahaan akan mengalami kehilangan memori kolektif besar-besaran jika karyawan pensiun dalam jumlah banyak. Oleh karenanya, organisasi yang dihadapkan pada gelombang pensiun sebaiknya mempertimbangkan kestabilan program-program

mentoring mereka, baik yang formal maupun informal, untuk mentransfer pengetahuan dari karyawan generasi tua ke yang lebih muda.

3.� Perform a "skills assessment."

Dengan adanya sistem outsourcing dan jasa teknologi, sejumlah keahlian akan menjadi kurang penting bagi organisasi. Perusahaan yang memiliki kepekaan bagus akan kebutuhan masa depan bisa mulai mempersiapkan karyawan muda untuk menggantikan yang tua. Atau, membuat rencana rekrutmen yang sesuai dengan perubahan permintaan di tempat kerja.

Intinya, apakah karyawan usia tua di perusahaan Anda berencana untuk pensiun (dini) atau tidak, mendudukkan mereka berdampingan dengan karyawan muda merupakan langkah yang bagus. Ketika karyawan senior berbagi cerita tentang perkembangan karir mereka, itu merupakan mekanisme pengajaran yang powerful.

9 Hal tentang Karir Masa Depan

Senin, 16 April 2007 - 15:17 WIB

Jika Anda baru lulus --atau masih calon-- dari pendidikan tinggi, maka Anda sebenarnya tidak tahu banyak, seperti apa hari-hari yang akan Anda lewati di kantor --jika nanti Anda mendapatkan pekerjaan. Akan seperti apa pekerjaan Anda? Apa yang akan diharapkan oleh bos dan kolega terhadap diri Anda? Dunia kerja sedang mengalami perubahan dengan sangat drastis. Tipikal tempat kerja pada 2007 tampak sangat berbeda dari tipikal kantor pada 20 tahun yang lalu. Teknologi baru dan perubahan gaya hidup menuntut Anda untuk bekerja dengan cara yang berbeda dari orangtua Anda dulu.

Inilah kecenderungan utama yang perlu Anda cermati

1. Lingkungan kerja telah berubah. Dengan teknologi baru, orang bisa bekerja dengan lebih cerdas, dan menggunakan waktu lebih sedikit untuk hal-hal yang tidak produktif. Secara global, pekerja menghabiskan rata-rata satu jam untuk pergi ke kantor. Tapi, makin luas dan cepatnya koneksi internet memungkinkan mereka bekerja sedikitnya sekali dalam seminggu dari rumah, dan itu menghemat dua jam perjalanan ke kantor per hari.

Sebuah survei baru di Inggris memperlihatkan bahwa hampir separo dari perusahaan terbaik mengizinkan karyawan untuk mengerjakan tugas mereka di rumah. Tentu saja bekerja dari rumah menimbulkan pertanyaan, seperti bagaimana yang bersangkutan bisa fokus dan produktif. Tapi, teknologi juga mengatasi masalah itu dengan solusi-solusi seperti workstreaming, di mana orang bisa dipantau oleh atasan dengan perangkat online.

Seiring makin banyaknya karyawan yang bekerja dari rumah dan melahirkan apa yang disebut kantor virtual, banyak perusahaan mengurangi ruangan untuk karyawan. Bahkan, banyak karyawan kini tak punya meja di kantor. Mereka membawa laptop ke mana-

mana, dari rumah ke kantor dan ketika bertemu klien. Di kantor, mereka bisa memakai meja mana saja yang tersedia. Bagi perusahaan, ini mengurangi biaya untuk listrik dan sewa ruang.

Pada sisi lain, ketika banyak perusahaan "mempersempit" kantor mereka, sejumlah perusahaan lain memperbanyak fasilitas untuk menarik talent terbaik mereka. Google misalnya, menyediakan kafetaria, salon, bengkel mobil, kelas bahasa, kelas senam dan voli pantai. Perusahaan lain berusaha menyediakan fasilitas-fasilitas khusus.

2. Selain lingkungan kerja, waktu untuk bekerja pun berubah. Rumus lama jam kerja, dari 9 hingga 5, kini ditantang untuk lebih fleksibel. Pada hari-hari tertentu, Anda harus menyelesaikan laporan sehingga pulang agak malam. Pada hari lain, Anda bisa pulang cepat untuk pergi ke tempat fitnes atau nonton pekan pemutaran film bersama teman-teman. Fleksibilitas menjadi aturan main baru yang dituntut di mana-mana. Jam kerja yang fleksibel tidak hanya memungkinkan Anda bekerja sesuai permintaan, tapi juga ketika suatu hari Anda bekerja lebih lama, Anda bisa mengambil libur sebagai gantinya pada hari lain.

Masih berkaitan dengan fleksibilitas kerja, kini makin banyak perusahaan yang memberikan cuti panjang bagi karyawan. Ini fasilitas yang menarik terutama bagi generasi muda --generasi Anda-- yang ingin punya kesempatan sekali dalam setahun untuk bepergian jauh.

3. Sekarang, bagaimana dengan pekerjaan itu sendiri? Teknologi menjadi faktor terpenting. Makna "bekerja" berubah secara dramatis seiring dengan perubahan pada penggunaan teknologi. Sejumlah pekerjaan menjadi kuno, dan pekerjaan baru, muncul. Kini, kita menggunakan email, mengirim pesan instan, melakukan riset secara online dan memanfaatkan program-program komputer otomatis untuk menyelesaikan pekerjaan.

Anda akan memasuki dunia kerja yang telah diwarnai dengan pertumbuhan komputer game, dan sambil bekerja Anda berkirim SMS dan pesan instan kepada teman-teman. Anda diperhitungkan sebagai generasi yang memiliki perangkat skill yang menuntut bos Anda untuk mengelolanya --generasi serba bisa, dan memiliki sedikit kesabaran untuk meeting panjang.

4. Jadi, Anda diharapkan lebih berdaya dan lebih bagus dalam memecahkan persoalan --dibandingkan generasi pendahulu Anda. Tentu saja, jika teknologi dengan sangat efektif bisa meningkatkan efisiensi kerja, dia juga bisa mengganggu produktivitas. Teknologi membawa dampak (buruk) di kantor. Pekerja kini punya jaringan email yang harus selalu dicek, ada video-video dari YouTube yang bisa dilihat setiap saat, dan game realitas virtual yang bisa dimainkan sambil bekerja. Semua itu menuntut perusahaan untuk melakukan pengawasan, dan bila perlu tindakan pencegahan.

5. Bagaimana dengan gaji? Penting untuk diketahui sejak dini, meskipun harapan terhadap diri Anda terus meningkat, tapi gaji rupanya belum mengikuti. Berbagai riset menunjukkan, kesenjangan (gaji) antara top management dengan karyawan "biasa" masih

akan lebar. Jadi, Anda harus tetap kerja keras dan mencapai puncak untuk mendapatkan gaji tinggi.

6. Yang jelas, kini Anda tahu bahwa kaum pengusaha telah dan semakin peka untuk membahagiakan karyawan dengan berbagai bentuk fasilitas. Namun, Anda juga perlu tahu bahwa kini mulai muncul kader baru karyawan yang bekerja pada bidang-bidang pekerjaan yang ekstrem. Extreme job. Harvard Business Review mendefinisikannya sebagai pekerjaan yang dilakukan oleh para profesional bergaji tinggi yang bekerja dengan gila: cepat, dibawah deadline ketat, bekerja sampai di luar jam kerja reguler, siap sedia untuk klien 24 jam sehari 7 hari seminggu, berada di kantor sedikitnya 10 jam sehari, sering bepergian, pekerjaan mengandung banyak hal tak terduga, dan memiliki tanggung jawab yang luas.

7. Fakta-fakta: The Hidden Brain Drain Task Force, sebuah kelompok pemantau tren dunia kerja di AS mensurvei 6% individu bergaji paling tinggi secara global. Hampir 10% dari para super worker itu menghabiskan lebih dari 100 jam setiap minggu untuk pekerjaan mereka. Empatpuluh dua persen mengambil 10 hari libur setiap tahun, dan beberapa dari mereka mengaku selalu menunda rencana liburan mereka.

8. Apakah Anda terobsesi menjadi pekerja ekstrem seperti itu? Sejumlah pengusaha yang smart, bagaimana pun, akan mencermati efek-efek jangka panjang dari pekerjaan-pekerjaan ekstrem dan mendorong para pekerja-super itu untuk lebih memperhatikan keseimbangan hidup dan kerja.

9. Ngomong-ngomong, apa karir masa depan yang tengah atau akan Anda incar? Mungkin akuntan, manajer, tenaga pemasaran, atau peneliti? Atau, mungkin Anda baru saja merasa bahwa Anda punya energi besar untuk mencoba pekerjaan ekstrem? Permintaan terhadap pekerjaan ekstrem memang akan terus meningkat, tapi jika kita melihat lebih jauh ke depan, pekerjaan-pekerjaan baru yang eksotik akan lebih terbuka.

Meningkatkan Kualitas Ketenagakerjaan

Senin, 23 April 2007 - 16:35 WIB

Jika Anda seorang profesional pada departemen HR, maka Anda dituntut untuk terus-menerus meningkatkan fungsi-fungsi ketenagakerjaan di perusahaan. Ini tuntutan yang tak bisa ditawar dalam era dunia yang semakin datar dan persaingan bisnis yang semakin ketat.

Berikut hal-hal yang bisa Anda lakukan untuk mendukung upaya tersebut.

1. Lakukan survei yang mempertanyakan alasan karyawan menerima pekerjaan mereka sekarang (berikut, apa concern mereka terhadap pekerjaan itu).

2. Jadikan customer Anda sebagai sumber rekrutmen perusahaan. Yakni, mereka yang peduli --dan mungkin memperlihatkan gelagat ingin bergabung-- dengan perusahaan

Anda.

3. Tentukan pekerjaan-pekerjaan kunci dan manajer-manajer kunci. Berhentilah memperlakukan semua pekerjaan seolah memiliki tingkat kepentingan yang sama.

4. Jangan lagi terlalu mempersoalkan biaya ketika meng-hire orang, dan mulailah fokus pada kualitas dan potensi bisnis dari sang calon.

5. Tinggalkan praktik-praktik dalam kepegawaian yang tidak memberikan perbedaan signifikan.

6. Tingkatkan level bonus dan mulai memberi bonus yang lebih besar untuk orang-orang yang berkinerja tinggi.

7. Kembangkan sistem pre-kualifikasi kandidat internal untuk meningkatkan jumlah trnasfer internal dan juga untuk mempertinggi tingkat retensi.

8. Wujudkan salah satu fungsi utama rekrutmen untuk membangun dan menguatkan citra dan budaya perusahaan, di samping untuk meningkatkan kemampuan-kemampuan dan produktivitas perusahaan.

9. Mulailah memetakan masa depan (tingkat pengangguran, sumber-sumber kandidat bermutu, lingkaran-lingkaran bisnis, perubahan kebutuhan customer), dan jangan hanya bereaksi sesaat ketika terjadi gejala yang mengejutkan.

10. Lakukan survei kepuasan pelanggan internal (karyawan).

11. Usahakan praktik-praktik ketenagakerjaan di perusahaan Anda berbeda dari kompetitor-kompetitor langsung Anda. Anda tidak dapat mengalahkan mereka jika melakukan hal-hal yang sama.

12. Lupakan selamanya ide bahwa rekrutmen harus tatap muka langsung. Kembangkan rekrutmen jarak jauh dan praktik-praktik hiring yang lebih unggul.

13. Mulailah berusaha untuk menjadi "Perusahaan Pilihan" dalam industri Anda. Cari informasi apa yang diperlukan untuk mencapai itu, dan "jual" ke top management.

14. Kembangkan sistem pengukuran untuk mengetahui dan membuktikan pengaruh bisnis dari karyawan yang bagus dan biaya yang harus ditanggung untuk karyawan yang buruk.

15. Kembangkan program rotasi yang memungkinkan karyawan tertentu belajar bisnis.

16. Jadikan manajer-manajer lini untuk mensponsori perubahan dan revisi dalam sistem kepegawaian.

17. Pertimbangkan untuk menciptakan saluran penghubung ke universitas untuk mencari talent.

18. Buang aturan-aturan ketenagakerjaan yang paling lemah.

19. Kalkulasikan rata-rata tingkat kinerja, pembayaran bonus, penghargaan, promosi, produktivitas dari karyawan tahun ini, dan bandingkan dengan tahun lalu. Tersenyumlah jika terjadi peningkatan.

20. Mintalah CEO untuk menelpon kandidat yang akan diterima.

Strategi Meminta Kenaikan Gaji

Senin, 30 April 2007 - 15:07 WIB

Baiklah, jadi sekarang Anda merasa sudah selayaknya meminta kenaikan gaji pada bos Anda. Sebelum Anda mengetuk pintu ruangan bos atau mengirim email kepadanya, lakukan dulu langkah-langkah persiapan.

Ada dua tahap persiapan sebelum mengajukan permohonan kenaikan gaji.

Pertama: cari informasi mengenai hasil-hasil penelitian tentang kenaikan gaji. Usaha ini perlu untuk membandingkan praktik pembayaran yang dilakukan perusahaan Anda dengan tingkat gaji untuk pekerjaan Anda di pasaran. Kenali praktik penggajian di perusahaan Anda, apakah misalnya menerapkan standar kenaikan gaji setahun sekali setelah review tahunan, atau lebih sering daripada itu.

Cari tahu survei tingkat gaji di pasaran sesuai jenis atau bidang pekerjaan Anda. Informasi tentang hal itu tidak terlalu mudah didapat. Hati-hati dengan informasi online karena kemungkinan besar tidak sesuai dengan kondisi lokal di mana Anda berada. Jika ternyata Anda telah digaji di atas angka pasar, akan sulit bagi Anda untuk bernegosiasi meminta kenaikan gaji kepada atasan Anda.

Kedua: persiapkan diri untuk "meeting meminta kenaikan gaji".

Kalau Anda selesai dengan langkah pertama, maka sebaiknya Anda yakin bahwa Anda cukup kompetitif untuk meminta kenaikan gaji. Berikutnya, Anda perlu melihat kontribusi Anda untuk menentukan bagaimana Anda akan merepresentasikan permintaan kenaikan gaji pada bos Anda.

Atau, jika Anda merasa bahwa sebenarnya gaji Anda sudah cukup kompetitif, tanya kembali diri Anda mengapa perlu meminta kenaikan gaji --Anda butuh data yang kuat untuk mendukung permintaan Anda itu. Buatlah daftar proyek-proyek yang berhasil Anda kerjakan, serta kalau ada, tanggung jawab tambahan lain yang telah Anda selesaikan dengan baik. Pelajarilah buku-buku dan sumber-sumber lain tentang negosiasi, dan bicara dengan teman-teman yang memiliki pengalaman sukses meminta kenaikan

gaji.

Sekarang, saatnya mengatur jadwal meeting dengan bos untuk membicarakan permintaan Anda itu. Meeting ini sebaiknya juga melibatkan supervisor yang tepat membawahi Anda, dan pihak HRD.

Sukses dan tidaknya negosiasi Anda untuk meminta kenaikan gaji pada akhirnya tergantung pada "jasa" dan prestasi Anda. Maka simak tips berikut:

--Langsung arahkan pembicaraan mengenai permintaan Anda. Katakan Anda meminta kenaikan gaji saat ini karena prestasi dan kontribusi yang telah Anda berikan. --Bersiaplah dengan dokumentasi Anda.

--Lakukan presentasi riset untk mendukung dan menguatkan permintaan Anda.

--Jika bos (akhirnya) mengatakan tidak bisa memenuhi permintaan tersebut, tanyakan apa yang perlu Anda persiapkan agar Anda diprioritaskan jika sewaktu-waktu ada kenaikan gaji.

--Jangan bernegosiasi dengan menggunakan cara/strategi yang pernah Anda terapkan pada bos lain (jika sebelumnya Anda pernah bekerja di tempat lain).

Mengelola Emosi di Tempat Kerja

Senin, 07 Mei 2007 - 16:31 WIB

Barangkali gambaran sosok seperti ini cukup akrab bagi Anda: rekan kerja yang tak pernah punya kata-kata yang menyenangkan, baik itu dalam rapat intern rutin mingguan maupun dalam obrolan makan siang di kantin. Orang-orang seperti ini biasanya menyita energi pada sesi brainstorming karena komentar-komentarnya yang "nggak penting". Kecenderungan mereka yang mudah "bete" juga mengganggu. Pendek kata, negativitas mereka bisa mengkontaminasi kehidupan kantor.

Seperti ditegaskan oleh Profesor Manajemen dari Sekolah Wharton Sigal Barsade yang mempelajari pengaruh emosi-emosi di tempat kerja, emosi itu menular. "Berbagai emosi menjalar dari satu orang ke orang lain seperti virus," kata dia.

Barsade ikut dalam tim penulis paper "Why Does Affect Matter in Organizations?" Dalam studi perilaku organisasional, "affect" merupakan kata lain dari "emotion". Dan, jawaban atas pertanyaan yang tersurat dari judul paper itu: mood, emosi dan semua sikap dari karyawan memiliki pengaruh terhadap kinerja, pengambilan keputusan, kreativitas, turnover, tim kerja, negosiasi dan kepemimpinan.

"Semua orang membawa emosi-emosi mereka ke tempat kerja," ujar Barsade. "Anda membawa otak Anda ke kantor. Anda juga membawa emosi-emosi Anda ketika bekerja. Berbagai perasaan itu menggerakkan kinerja."

Dalam paper tersebut, Barsade dan timnya merinci adanya tiga tipe perasaan yang berbeda:

1. Discrete, alias emosi-emosi sesaat, seperti senang, marah, takut dan muak

2. Mood, yakni perasaan-perasaan jangka panjang dan tidak berkaitan dengan penyebab khusus, misalnya seseorang yang periang, atau minder.

3. Dispositional, atau sifat-sifat personal yang melekat pada seseorang yang 'mendefinisikan' yang bersangkutan secara keseluruhan. Kita sering mendengar orang berkomentar, "Dia selalu gembira", atau, "Dia selalu berprasangka buruk."

Menurut Barsade, beberapa orang memang memiliki kontrol yang lebih baik terhadap emosinya dibandingkan yang lain. Namun, tidak berarti bahwa orang-orang di sekitarnya tidak terpengaruh oleh mood mereka.

"Anda mungkin tidak menyadari bahwa Anda sedang memperlihatkan emosi Anda, tapi itu tercermin dari ekspresi wajah atau bahasa tubuh Anda. Emosi-emosi yang tidak kita sadari itu bisa mempengaruhi pemikiran dan perilaku kita," ujar dia.

Kepada para manajer Barsade menyarankan agar menstrasfer emosi yang positif, misalnya dengan mengatakan, "Aku tahu kau khawatir. Segala sesuatunya tidak tampak baik, tapi kau tahu kita punya cara untuk mengatasinya dan kita bisa menyelesaikannya bersama-sama."

Karyawan akan mengapresiasi kejujuran seperti itu dan bisa mendapatkan rasa nyaman untuk bersikap optimis.

Data yang Berharga

Kecerdasan Emosional --frasa yang makin akrab dalam khasanah psikologi dan pendidikan-- kini mulai banyak dibicarakan juga dalam lingkaran bisnis. Sekolah-sekolah bisnis kini getol mengajari para eksekutif untuk menjadi cerdas secara emosional dan bagaimana mengelola emosi-emosi karyawan mereka.

"Ide di balik kecerdasan emosional di tempat kerja tak lain keyakinan akan adanya skill untuk memperlakukan emosi karyawan sebagai data berharga dalam mengarahkan situasi," jelas Barsade seraya menegaskan bahwa menurut riset, orang-orang yang memiliki emosi positif cenderung tampil lebih baik di tempat kerja.

Dikatakan, orang-orang yang positif secara kognitif berproses lebih efektif. Ketika berada dalam mood positif, orang akan lebih terbuka untuk menyerap informasi dan meng-handle-nya secara efektif. Kita tidak perlu mengubah rekan-rekan sekantor yang negatif, tapi cukup dengan menolak untuk "menangkap" mood negatif mereka.

Kita bisa mulai dari diri kita masing-masing, misalnya, sebelum menghadiri rapat bertekad untuk tidak melayani orang-orang yang tak pernah punya ide, tapi selalu menganggap ide orang lain buruk.

Mengatasi Gangguan-gangguan "Kecil"

Senin, 14 Mei 2007 - 16:22 WIB

Mengabarkan berita gembira tidak hanya menyenangkan, tapi juga mudah dilakukan. Seorang manajer tak perlu mencari cara khusus untuk memuji anak buahnya yang telah menyelesaikan pekerjaan dengan baik. Kalau Anda merasa puas bekerja sama dengan rekan sekantor dalam sebuah proyek, Anda tak perlu susah-susah merangkai kalimat untuk menyatakan kepuasan itu.

Tapi, tidak semua kabar yang perlu disampaikan merupakan berita baik. Bayangkan kalau di kantor Anda ada karyawan yang gemar memakai baju yang terlalu ketat sehingga "mengganggu pemandangan". Atau, rekan sebelah bangku Anda tak henti-hentinya mengajak bicara tentang masalah pribadi yang penuh keluh-kesah tak menyenangkan. Juga, bagaimana jika di antara penghuni kantor ada yang menebar BB alias bau badan?

Situasi-situasi yang mengganggu seperti itu sering menciptakan keadaan yang serba salah. Menegur mereka secara langsung bukanlah hal yang mudah dilakukan, karena salah-salah bisa menyinggung perasaan. Namun, membiarkan gangguan-gangguan kecil itu begitu saja, tak urung membuat suasana kerja menjadi tidak nyaman, dan ujung-ujungnya sudah barang tentu mengganggu produktivitas.

Jadi, bagaimana mengemas pemberitahuan itu secara positif sehingga bisa diterima dan tidak menyinggung perasaan yang bersangkutan?

Kolumnis masalah-masalah Manajemen Karyawan dan pakar psikologi organisasi sekaligus Presiden Javith Associates, Massachusetts David G. Javitch menyarankan; pertama, tempuh dulu jalan memutar: membicarakan isu tersebut tanpa menyentuh langsung pelakunya. Misalnya, dalam kasus karyawan yang suka berbusana "mengundang", Anda bisa mem-posting sebuah artikel tentang --katakanlah-- "dampak negatif tampil berlebihan di tempat kerja" di jaringan email kantor. Sehingga, semua karyawan bisa membacanya.

Dalam kasus karyawan yang menebar bau tak sedap, Anda bisa mengirim email ke semua orang yang isinya, "Kita punya beberapa karyawan yang menderita alergi tertentu. Mohon perhatikan penggunaan parfum atau lotion dan usahakan untuk menjaga bau badan senetral mungkin."

Bagaimana jika langkah pertama tersebut tidak mempan? Javith menyarankan cara kedua, yakni dengan pendekatan personal secara langsung. Langkah ini bisa dimulai dengan feedback yang positif sebelum melangkah lebih jauh ke dalam komentar-

komentar negatif dan meminta untuk berubah. Metode ini harus jelas dan to the point.

Sebagai contoh, misalnya di kantor Anda ada karyawan yang tak pernah siap dengan materi setiap kali meeting tim. Dan, Anda mulai merasa terganggu dengan situasi itu. Anda bisa memulai dengan pernyataan yang positif, "Saya sangat menghargai pekerjaan yang telah Anda selesaikan dalam tim ini."

Baru, setelah itu masuk ke pernyataan yang negatif, "Pekan ini saya merasa Anda tidak siap sebagaimana biasanya." Lalu, lanjutkan dengan pernyataan "permintaan untuk berubah", "Saya ingin memastikan Anda benar-benar siap dengan data untuk meeting berikutnya." Jangan lupa, tutup dengan pernyataan dukungan untuk membantu memberikan jalan keluar, "Apakah ada kesulitan? Ada yang bisa saya bantu untuk menyiapkan meeting berikutnya nanti?

Dalam situasi-situasi yang lebih sensitif --seperti yang melibatkan karyawan berbau badan tadi-- pastikan untuk menekankan bahwa Anda "mempermasalahkan" hal itu semata karena rasa perhatian. Mulailah dengan mengatakan bahwa Anda menyadari, kadang-kadang orang memang bermasalah dengan bau badan. Jelaskan, bahwa Anda mengatakan hal itu karena ingin membantu mencarikan solusi dan sekaligus membantu kelanjutan karir dia. Tanyakan, apakah segalanya baik-baik saja dan apakah ada yang perlu dibantu.

Memberi saran konkret untuk berubah diharapkan menjadi cara yang efektif untuk membuat orang yang bersangkuran --sumber gangguan-gangguan kecil itu-- berpikir dan mulai mengambil langkah untuk berubah dari situasi negatif ke positif. Dalam beberapa situasi tertentu, memang hampir mustalil untuk mengindari menyinggung perasaan orang. Tapi, sekali Anda berhasil membuat orang menyadari bahwa ada yang tidak beres pada dirinya dan itu menganggu orang-orang di sekitarnya, orang tersebut akan menghargai dan respek dengan kepedulian, kejujuran dan cara Anda.

Menggunakan Pengaruh yang Efektif di Tempat Kerja

Senin, 21 Mei 2007 - 14:44 WIB

Anda pasti cukup familiar dengan nama Al Gore. Mantan wakil presiden Amerika tersebut belum lama ini mencuat (kembali) dalam peran yang sama sekali berbeda. Coba tebak! Ya, benar, dia memenangkan Piala Oscar! Yakni, lewat kemunculannya dalam film dokumenter tentang pemanasan global, An Inconvenient Truth. Bagaimana seorang yang sebelumnya (hanya) berkiprah di panggung politik, tiba-tiba meraih prestasi dan popularitas yang sejajar dengan selebritas Hollywood? Dengan kata lain, bagaimana seseorang bisa sukses dalam area yang sama sekali berbeda dan belum pernah dia tekuni sebelumnya?

Kolumnis sekaligus pemberi pelatihan manajemen HR asal Amerika Cathy Bolger membaca fenomena Al Gore itu dalam konteks bagaimana seseorang bisa meraih penerimaan yang besar dari orang lain. Untuk bisa "diterima siapa saja dan di mana-

mana", kata kuncinya adalah pengaruh dan menurut dia, siapa pun bisa menggunakan alat yang sama dengan Al Gore untuk mengelola dan menyelesaikan berbagai pekerjaan dalam organisasi.

Dalam pengalaman Bolger, para manajer selama ini --umumnya-- menerapkan pendekatan tradisional "memerintah dan mengawasi" sebagai metode manajemen dalam menyelesaikan berbagai pekerjaan. "Tapi, tidak mulai saat ini," tegas dia. Seorang manajer yang efektif, saran Bolger, haruslah seorang master yang memiliki keahlian memengaruhi orang lain untuk melakukan sesuatu. Penggunaan keahlian memengaruhi orang lain secara efektif dipercaya akan lebih menghasilkan komitmen ketimbang protes, atau lebih buruk lagi penolakan.

Komitmen - Pihak yang menerima (yakni, orang yang dipengaruhi) setuju dengan keputusan atau permintaan dari pihak agen (orang yang memengaruhi). Pihak penerima selalu mendukung penuh untuk mewujudkan permintaan agen.

Protes - Penerima setuju, tapi "malas" atau berbeda pendapat, dan memperlihatkan dukungan yang minimal untuk sesuatu yang diharapkan.

Penolakan - Penerima secara aktif menolak melakukan aksi apapun. Bahkan, kadang dia meminta pihak yang lebih berkuasa untuk mengubah aturannya.

Sekarang, bagaimana Anda bisa mendapatkan komitmen, mengubah protes menjadi komitmen dan meniadakan penolakan? "Gunakan pengaruh secara proporsional," jawab Bolger untuk ketiga pertanyaan tersebut.

Mengutip Profesor Sekolah Bisnis pada University of Albany Gary Yukl, Bolger merinci adanya dua kategori taktik memengaruhi, yakni primer dan sekunder.

Taktik primer dalam memengaruhi cenderung menghasilkan komitmen. Taktik kategori ini mencakup tiga elemen utama yakni daya tarik inspirasional, persuasi rasional dan konsultasi.

Daya Tarik Inspirasional adalah membangunkan antusiasme penerima dengan memperhatikan nilai-nilai, ideal-ideal dan aspirasi-aspirasi mereka. Caranya:

-Perhatikan ideal-ideal dan nilai-nilai seseorang

-Hubungkan permintaan dengan visi yang menarik dan jelas

-Gunakan gaya bicara yang ekspresif, dramatik

-Gunakan bahasa yang optimistik, positif

Persuasi Rasional adalah penggunaan logika dan fakta-fakta untuk mencapai hasil yang diharapkan. Caranya:

-Jelaskan alasan dari permintaan/proposal Anda

-Jelaskan bagaimana seseorang mendapatkan keuntungan dari proposal itu

-Berikan bukti-bukti bahwa proposal Anda bisa dikerjakan dengan mudah

-Jelaskan mengapa proposal Anda lebih baik dari yang lain

-Jelaskan bagaimana masalah-masalah akan bisa diatasi

Konsultasi adalah menemukan partisipasi penerima dalam perencanaan strategi, aktivitas atau perubahan. Caranya:

-Mintalah saran tentang bagaimana memperbaiki proposal tersebut

-Ungkapkan tujuan Anda dan tanyakan apa yang bisa dilakukan si penerima untuk membantu mencapai itu

-Libatkan orang lain dalam perencanaan bagaimana mencapai tujuan

-Tanggapi setiap kepedulian dan saran dari orang lain.

Mantan Wapres AS Al Gore menggunakan ketiga taktik memengaruhi tersebut dalam film An Inconvenient Truth. Dia menyentuh nilai-nilai idealisme kita akan sebuah dunia sebagai tempat yang aman bagi generasi mendatang. Dia menggunakan persuasi rasional dengan mengutip hasil-hasil riset yang akurat mengenai pemanasan global. Lalu, ia menggunakan konsultasi ketika meminta kita untuk bergabung dengannya dalam upaya mengurangi pemanasan global.

Dengan mempraktikkan taktik-taktik itu, Anda memang tak lantas akan memenangkan Piala Oscar di tempat kerja, tapi Anda terbantu untuk mewujudkan apa yang Anda inginkan.

Menghindari Kesalahan dalam Kerja Ke-HR-an

Senin, 28 Mei 2007 - 15:33 WIB

Dalam membuat keputusan-keputusan ke-HR-an, apakah Anda yakin telah mempertimbangkan faktor-faktor kunci?

Pekerjaan-pekerjaan yang berkaitan dengan pengelolaan SDM dalam sebuah perusahaan, agaknya sudah dianggap sebagai sesuatu yang rutin dan biasa. Sehingga, semuanya seolah-olah telah berjalan dengan sendirinya, dan memang harus demikianlah adanya.

Namun, pandangan yang menyederhanakan seperti itu bisa berakibat pada munculnya

masalah-masalah yang tak terantisipasi, misalnya masalah hukum yang rumit.

The Power of the Checklist

Anda tentu tidak akan punya waktu untuk melakukan, katakanlah, investigasi setiap hari. Oleh karenanya, manfaatkan apa yang disebut sebagai "the power of the checklist". Ini upaya yang sederhana, tapi inilah sarana yang akan menghubungkan apa yang Anda pikirkan dengan kebutuhan-kebutuhan.

'Checklist' juga membantu menjaga konsistensi; prosedur yang sama berlaku untuk semua keperluan. Ini vital dalam kerja ke-HR-an, di mana bahkan tuduhan diskriminatif bisa mengantarkan Anda ke pengadilan.

Kini, cek program-program HR Anda, dan buatlah daftar.

Untuk itu, diperlukan sejumlah staf HR untuk menangani program-program tipe-checklist, untuk keperluan Anda sendiri dan untuk digunakan oleh manajer-manajer Anda, untuk melaksanakan aksi-aksi HR seperti hiring, merancang kompensasi, disiplin hingga pemecatan.

Program tersebut mencakup sejumlah paket 'checklist' yang luas, yang masing-masing meliputi salah satu dari area-area berikut ini:

--HR Administration (communications, handbook content, recordkeeping)

--Health and Safety (responsibilities)

--Benefits and Leave (health cost containment, workers’ compensation, several areas of leave)

--Compensation (payroll and the Fair Labor Standards Act)

--Staffing and Training (Equal Employment Opportunity in recruiting and hiring)

--Performance and Termination (appraisals, discipline, termination)

Anatomy of a Checklist Packet

Karena item-item dalam 'checklist' harus disesuaikan dengan konteksnya, maka setiap paket itu harus memuat ringkasan background tentang hukum-hukum dan isu-isu seputar topik yang bersangkutan.

Kata kuncinya: jangan sekedar "just do it", tapi "do it right".

Sebelum membuat 'checklist', perlu diperhatikan tentang bagaimana sebuah handbook --secara aktual misalnya form kontrak dengan karyawan-- yang ditulis secara sembrono,

bisa membuat Anda dituntut di muka hukum. Sebuah naskah yang buruk bahkan bisa membatalkan pasal-pasal kunci tentang ketenagakerjaan.

Berikut tiga pertanyaan yang harus Anda pastikan jawabannya "ya" untuk menghindari kemungkinan-kemungkinan buruk itu terjadi:

* Have you requested your attorney to review your handbook?

* Do you reserve the right to unilaterally alter your handbook?

* Do you require employees to [acknowledge] that employment is at will?

Jawaban "ya" Anda memberi kepastian bahwa Anda akan terhindar dari area-area paling berbahaya dalam hubungan karyawan-perusahaan.

Bullying di Tempat Kerja: Apa Tindakan HR?

Senin, 04 Juni 2007 - 15:36 WIB

Apakah Anda pernah digosipkan "macam-macam" di tempat kerja? Dituduh melakukan suatu kesalahan yang tidak Anda lakukan? Dipelototi oleh rekan kerja atau atasan sedemikian rupa sehingga merasa terintimidasi meskipun tanpa kata-kata? Atau, dipermalukan di ruang rapat dengan cara, pendapat Anda dibilang "itu ide bodoh"?

Masih banyak lagi perlakuan tidak menyenangkan yang bisa diketegorikan sebagai bullying.

Secara tepat, memang agak susah mencari padanan kata tersebut. Namun, secara sederhana, "bullying" bisa disejajarkan dengan "kasar", "perkataan menyakitkan", "serangan psikologis".

Per definisi, kita bisa menyimak antara lain pendapat Direktur Workplace Bullying and Trauma Institute (WBI) di Bellingham, Washington Gary Namie yang mengatakan, bullying adalah perilaku berulang yang melukai dan mengancam kesehatan satu/lebih karyawan, yang terjadi melalui banyak cara. Misalnya, kata-kata melukai, ancaman dan perilaku intimidasi baik verbal, non-verbal maupun fisik yang berhubungan dengan pekerjaan dan melemahkan kepentingan bisnis.

Satu lagi, profesor manajemen HR di University of Portsmouth, Inggris Charlotte Rayner mengatakan, bullying termasuk hal-hal yang semestinya tidak dilakukan seperti berteriak, menulis kata-kata ancaman, mempertanyakan hal-hal terlalu detail dan merendahkan reputasi seseorang. Charlotte juga menegaskan, tujuan bukanlah alasan karena umumnya bullies tidak menyadari bahwa mereka adalah bullies meskipun perilaku mereka dapat melukai orang lain.

Studi terhadap 5000 orang di Inggris yang disponsori oleh British Occupational Health

Research Foundation pada 2000 menunjukkan, meskipun para korban bullying tidak menyadari bahwa mereka telah diperlakukan bullying, kesehatan mental mereka sangat terpengaruh.

Kesimpulannya, bullying adalah perilaku negatif yang mengontrol orang lain sehingga tak berdaya untuk bertahan atau melawan.

HR sebagai Penengah

“Banyak biaya tersembunyi yang disebabkan bullying”, kata Namie seraya menegaskan bahwa bullying adalah bentuk penganiayaan di tempat kerja. “Ini adalah masalah kesehatan dan keamanan”.

Keluar masuknya karyawan, tingginya absen, rendahnya produktifitas, menjulangnya biaya kesehatan dan naiknya kompensasi karyawan adalah harga yang harus dibayar akibat mempertahankan bullies tetap tinggal di perusahaan.

Begitu pula harga yang harus dibayar oleh korban. Bullying telah menyebabkan korban teraniaya secara psikis maupun fisik. “Terlalu mahal harga yang harus dibayar untuk mempertahankan seorang bully di perusahaan. Jika anda harus menganiaya orang lain untuk memastikan keberhasilan bisnis Anda, seharusnya Anda tidak berada dalam bisnis tersebut,” kata Namie. “Dan, HR harus menjadi penengah internal.”

Umumnya, bullying di tempat kerja tidak dilaporkan karena karyawan takut melangkah. Tapi, HR dapat mengamati tanda-tandanya. Jika Anda memiliki angka keluar-masuk karyawan yang cukup tinggi di suatu departemen atau Anda secara konsisten sulit mengisi satu posisi secara internal, mungkin ada bully di antara Anda.

Dalam kasus lainnya, karyawan HR bisa saja menyadari adanya bully di perusahaan, tapi merasa tidak berdaya untuk melakukan sesuatu karena bully adalah manajemen eksekutif atau orang dekat dari pemimpin perusahaan.

Semua bullies memiliki sponsor eksekutif perusahaan, karena mereka membutuhkan eksekutif ini untuk bertindak. Umumnya, bully sangat lihai mendekatkan diri dengan manajemen puncak. Oleh karena itu, bila ada keluhan mengenai perilaku bully, sering dipandang hanya konflik pribadi biasa oleh HR atau manajemen puncak.

Seorang asosiasi profesor dari University of New Mexico Pamela Lutgen-Sandvik, yang telah mempelajari kasus bullying di tempat kerja selama 6 tahun

mengatakan, bila Anda profesional HR dan seseorang datang pada Anda mengeluh tentang bullying, ada beberapa hal untuk dipertimbangkan:

1. Jika seseorang melaporkan keluhan, anggaplah ini "puncak gunung es". Jika satu orang mengeluh, mungkin saja ada yang lainnya. HR bisa melakukan survei di tempat kerja yang dapat membantu menentukan luasnya masalah.

2. Orang yang melaporkan keluhan akan memberi informasi yang tidak beraturan. Hal ini bukan berarti orang tersebut tidak menyampaikan kebenaran atau tidak waras. Bisa saja orang ini terguncang oleh bullying dan memiliki masalah dalam mengkomunikasikan keluhannya.

3. Jangan menyarankan orang tersebut mengkonfrontasi si bully. Dalam banyak kasus, bully menyerang balik korban jika mereka tahu ada yang melaporkan mereka.

Tips Lebih Lanjut

Sering, bully adalah orang pertama yang menghubungi HR, biasanya Direktur HR. Terkadang, tanpa disadari, HR telah menjadi “partner dalam mendukung si bully” bila seorang pimpinan puncak datang kepada mereka melaporkan keluhan tentang seorang karyawan yang dianggap menjadi ancaman bagi si bully.

Tanpa menyadari situasinya secara utuh, terkadang HR malah akan memberi saran kepada si bully untuk menggunakan sistem evaluasi kinerja untuk membuat perencanaan kinerja si karyawan, yang dapat mengarah kepada rencana mengeluarkan korban dengan alasan menolong korban.

Anda akan tertipu oleh bully yang lebih pintar dari Anda.

Profesional HR juga perlu memastikan adanya peraturan perusahaan yang mengatur tentang perilaku yang tidak dapat diterima dan konsekuensinya. Jika HR tidak mendapat dukungan untuk sebuah peraturan khusus mengenai perilaku menghargai sesama karyawan, peraturan dapat ditambahkan sebagai bagian dari peraturan yang mengatur pelanggaran di tempat kerja.

Profesional HR mungkin perlu mempertimbangkan untuk membuat satu peraturan yang mengangkat tentang pelanggaran, pelecehan dan bullying. Peraturan tersebut juga perlu menggariskan tentang prosedur disiplin, penalti terhadap pelanggaran, siapa yang berhak menyelidiki laporan keluhan, dan mengatur tenggat waktu penyelidikan dan pengambilan keputusan.

Kurangi Komunikasi, Tingkatkan Produktivitas

Senin, 11 Juni 2007 - 16:06 WIB

Ingin melewatkan hari-hari yang ekstra produktif dalam setiap pekan kerja tanpa menambah jam di kantor? Anda dapat melakukannya --dan meningkatkan kepuasan kerja baik untuk diri Anda sendiri maupun teman sekerja-- dengan memangkas tim yang tak perlu, mengurangi komunikasi dan mengendorkan pengawasan. Terdengar radikal?

Sepintas mungkin begitulah kesannya. Namun, itulah kunci-kunci untuk bisa lebih cepat dan lebih sederhana dalam mengelola orang, proyek-proyek dan tim. Anda perlu ingat bahwa salah satu tanda sukses sebuah perusahaan adalah pertumbuhan yang tiada henti. Seiring dengan pertumbuhan itu, organisasi menjadi semakin kompleks dan dengan demikian memerlukan lebih banyak waktu dan usaha untuk menyelesaikan berbagai pekerjaan.

Sejatinya, kompleksitas itulah yang kemudian merintangi jalan perusahaan menuju sukses dan menjadi nomor satu. Semangat entrepreneurial luntur, birokrasi bertambah dan progress menjadi lambat. Diperlukan terobosan untuk mendobrak berbagai mitos --terutama 4 yang utama-- dalam manajemen yang menghambat kerja dan menjadi sumber ketidakpuasan.

Mitos 1. It's all about teamwork

Bahkan, perusahaan-perusahaan besar pun harus berjuang melawan "penyakit-kooperasi". Gejala-gejalanya adalah tim kerja yang tidak perlu dan berbagai rapat yang membosankan.

Tim kerja bukan lagi sekedar teknik melainkan telah menjadi "nilai perusahaan" di banyak organisasi. Umumnya, setiap orang terlibat dalam semua hal. Namun, kini dalam era yang serba kompleks --multi-site, multi-cultural dan organisasi-organisasi virtual-- tim menjadi sesuatu yang mahal. Dan, ketika semuanya telah bisa dilakukan melalui teknologi, bekerja secara kolektif sulit dijalankan.

Sebuah versi survei mengatakan, sepertiga waktu karyawan habis untuk meeting --di mana dari separonya merupakan meeting yang tidak benar-perlu untuk mereka hadiri. Oleh karenanya, di era sekarang ini, kerja yang lebih individual dan tim yang ramping lebih direkomendasikan. Sebab, kebanyakan aktivitas dalam organisasi sebenarnya tidak memerlukan tim.

Mitos 2. Communication is the answer

Apa yang selama ini kita dengar atau katakan sebagai "kurangnya komunikasi" sejatinya adalah problem masa lalu. Di saat semua orang telah terhubung dengan alat komunikasi dan internet, tantangan hari ini justru bagaimana melindungi diri dari komunikasi yang tidak perlu dan memilih pesan-pesan yang benar-benar penting.

Coba, ingat kembali, berapa email Anda terima setiap hari dan berapa darinya yang benar-benar relevan dengan pekerjaan?

Tips ini merekomendasikan adanya sebuah proses terstruktur untuk menghindarkan karyawan dari komunikasi yang tidak perlu, dan perlunya perusahaan menempatkan tenaga khusus untuk mengelola penggunaan email.

Mitos 3. We need to be in control

Setiap perusahaan memiliki mekanisme atau sistem pengawasan yang terpusat. Dalam perusahaan yang berskala besar, kekuatan-kekuatan pengawas tersebut bisa merusak kepercayaan. Kolega-kolega mungkin berada pada lokasi yang berbeda, atau bahkan datang dari budaya yang berbeda pula. Mereka mungkin tidak merespon secepat atau dalam cara yang sesuai dengan harapan Anda.

Oleh karenanya, yang lebih baik adalah: kontrol lokal sebagai kontrol yang sesungguhnya. Sebab, kontrol terpusat sering menyebabkan proses-proses pengambilan keputusan menjadi lambat dan hasilnya juga keputusan yang buruk.

Tips: bangunlah kapasitas lokal secara sistematis untuk memungkinkan pengawasan yang terkelola.

Mitos 4. Corporate values hold the company together

Basis komunitas di tempat kerja telah berubah, menjadi lebih beragam. Kunci-kunci komunikasi (misalnya membangun hubungan, berbagi budaya dan pengalaman, tatap muka) juga telah berubah. Kita perlu menyadari bahwa beberapa dari kunci-kunci tersebut kini tak tersedia lagi bagi kita, dan beberapa yang lain terlalu mahal untuk dipraktikkan.

Kita harus fokus pada kunci-kunci yang memang bisa kita gunakan dan bisa mengubah harapan-harapan kita akan komunitas (di tempat) kerja.

Banyak perusahaan menghabiskan jutaan uang untuk menegakkan nilai-nilai perusahaan, tapi nilai-nilai itu di-set pada masa lampau dan sangat resisten terhadap perubahan. Sementara, pada sisi lain, jelas bahwa dalam upaya mencari kooperasi yang lebih cepat dan praktik-praktik kerja yang lebih efektif, diperlukan sikap yang lebih inklusif.

Kesimpulan: dalam situasi yang berubah, jawabannya bukan bekerja lebih keras dengan keahlian lama, tapi mengimplementasikan cara-cara bekerja yang lebih cepat dan lebih sederhana.

Merancang Outing untuk Perusahaan Kecil

Senin, 18 Juni 2007 - 14:26 WIB

Jangan percaya kalau ada yang bilang, karyawan di perusahaan kecil tidak perlu outing. Justru sebaliknya, outing bagi karyawan perusahaan kecil bisa dirancang dengan seefisien dan seefektif mungkin, sehingga hasilnya pun (terhadap peningkatan kinerja) bisa dirasakan optimal.

Mempersiapkan Outing

Lupakan perusahaan-perusahaan penyedia jasa penyelenggara outing. Anda tidak

memerlukannya, sebab Anda bisa merancang sendiri outing yang sesuai dengan keinginan seluruh karyawan. Yang pertama perlu dilakukan hanyalah membentuk semacam panitia kecil --atau, kalau kata panitia terlalu menyeramkan, bentuklah tim yang terdiri atas 2-3 orang. Tugas tim ini meyakinkan atasan untuk menyetujui diadakannya outing bagi karyawan.

Biasanya, bos akan segera meminta proposal anggaran yang reasonable. Bila hal itu terjadi, tim kecil segera menindaklanjuti dengan mengajak bicara seluruh karyawan untuk menentukan lokasi tujuan outing. Lakukan polling kecil-kecilan, bisa lewat email atau mendatangi satu per satu karyawan untuk dimintai pendapatnya. Suara terbanyak berhak mendapat prioritas pertimbangan. Bila pilihan jatuh pada lokasi di luar kota, hendaknya jangan terlalu jauh untuk menghemat biaya dan tenaga. Pilihlah lokasi dengan jarak tempuh tak lebih dari 3 jam perjalanan.

Persiapan Selanjutnya

Untuk memudahkan perencanaan anggaran, perlu dirancang secara detail alur outing setelah menentukan lokasi

1. Tentukan lamanya waktu outing. Sebaiknya jangan sampai lebih dari sehari semalam. Pilih Jumat sore sebagai hari keberangkatan, sehingga Sabtu sore sudah kembali. Dengan jadwal semacam itu, hari Minggu masih bisa istirahat di rumah untuk memulihkan kelelahan, sehingga Senin-nya kembali ke kantor dengan energi yang segar dan semangat baru.

2. Buatlah urut-urutan acara. Misalnya, makan malam bersama, malam api unggun, olahraga pagi dan belanja. Hindari acara-acara yang bersifat terlalu teknis, yang justru membuat peserta bosan. Hindari pula acara yang terkesan serius dan formal.

3. Carilah penginapan yang murah. Dalam hal ini, vila atau bungalow lebih dipertimbangkan ketimbang hotel. Agar outing lebih meriah dan mengesankan, rancang secara khusus acara makan malam di tempat lain di luar penginapan.

4. Pesan sarana transportasi sejak jauh hari. Sesuaikan dengan jumlah peserta untuk memilih antara bus atau minibus sebagai angkutan.

Selama Outing

1. Ciptakan sebanyak mungkin suasana yang bisa mempertinggi keakraban dan kebersamaan. Misalnya, karaoke selama di perjalanan dalam bus. Atau, buatlah kuis santai untuk dijawab para peserta, dengan pertanyaan-pertanyaan seputar karyawan dan lingkungan perusahaan. Seperti, "Siapa karyawan yang selalu datang paling pagi?"; "Siapa karyawan yang sering mencari tumpangan ketika pulang?" yang sifatnya lucu-lucuan saja.

2. Bagi pihak perusahaan, ada baiknya memberi kejutan-kejutan kecil di tengah outing,

misalnya mengumumkan kenaikan jabatan karyawan tertentu, atau mengabarkan bahwa keuntungan perusahaan dalam semester terakhir meningkat. Jika mampu dan memungkinkan, bahkan perusahaan bisa membagi-bagikan uang tunai ("Jangan dilihat jumlahnya, tapi semangatnya!") untuk belanja oleh-oleh.

3. Jangan membicarakan masalah pekerjaan, urusan proyek yang belum selesai, prospek klien baru dan semacamnya.

Hal-hal lain yang perlu diperhatikan:

1. Utamakan selalu kebersamaan selama outing. Peserta harus selalu diabsen dan jika ada yang mau memisahkan dari rombongan wajib lapor terlebih dahulu pada tim atau orang yang telah dipilih sebagai "ketua panitia" atau kepala rombongan.

2. Setiap ada sesuatu yang di luar jadwal atau rencana, hendaknya dimusyawarahkan. Setiap keputusan sejauh mungkin diambil dengan melibatkan semua peserta.

3. Usahakan setiap tahap acara yang telah dirancang berjalan sesuai waktu yang telah ditentukan, sehingga seluruh rangkaian outing bisa selesai sesuai jadwal.

4. Buatlah keseluruhan acara outing sebagai kesempatan untuk bersenang-senang.

Inilah yang Anda Cari Ketika Meng-hire Orang

Senin, 25 Juni 2007 - 15:39 WIB

Para pimpinan perusahaan selalu melihat kualitas-kualitas dalam diri calon karyawan yang akan mereka hire. Hal itu tercermin pada saat mereka mewawancarai kandidat.

Apa sih sebenarnya yang perlu dilihat dan dicari ketika melakukan wawancara dengan calon-calon karyawan?

Tips berikut mencoba memberikan ide-ide tentang hal-hal yang paling penting untuk dipertimbangkan ketika Anda meng-hire orang untuk posisi apapun:

1. Work ethic

Kerja keras sering bisa mengatasi masalah minimnya pengalaman seseorang. Oleh karenanya, Anda perlu meng-hire orang yang, ibaratnya, "bersedia melakukan apapun demi pekerjaan".

Tak ada ilmu khusus yang bisa mendongkrak kurangnya inisiatif atau etika kerja pada seseorang. Pertanyaan yang hati-hati akan memberi Anda gambaran, apakah orang yang sedang Anda wawancarai memiliki work ethic --atau, setidaknya apa yang Anda percaya akan menjadi work ethic mereka.

2. Attitude

Sesuatu yang dianggap sebagai sikap yang baik, berbeda dalam pandangan tiap-tiap individu. Tapi, unsur-unsur seperti positif, ramah, ringan tangan alias suka membantu akan membuat kehidupan di tempat kerja jauh lebih menyenangkan dan mempermudah kerja setiap orang.

3. Experience

Sesi wawancara dalam proses hiring memberi Anda kesempatan untuk bertanya secara lebih mendalam, yang memungkinkan kandidat menunjukkan kepada Anda bahwa mereka memiliki pengalaman atas suatu pekerjaan.

4. Smarts

Orang-orang yang smart mampu menemukan solusi-solusi lebih baik dan lebih cepat atas masalah-masalah yang menghadang mereka. Dalam dunia bisnis, bekerja secara smart lebih penting ketimbang buku-buku yang smart.

5. Responsibility

Anda harus meng-hireorang yang bersedia mengambil tanggung jawab-tanggung jawab atas posisi mereka. Tanyakan tentang proyek-proyek apa saja yang pernah menjadi tanggung jawabnya, dan peran dia di dalamnya, untuk mengetahui kulitas penting yang satu ini ada atau tidak dalam diri kandidat.

Di luar lima hal tersebut, hal-hal "kecil" seperti datang tepat waktu saat wawancara dan keserasian penampilan, juga merupakan indikator yang menggambarkan kepekaan tanggung jawab sang kandidat.

Meng-hire orang yang tepat adalah tugas terpenting para manajer. Sayangnya, mereka sering tak memiliki cukup waktu untuk mempersiapkan dan menyelenggarakan proses wawancara. Padahal, hasil-hasil yang Anda dapat dari proses hiring tergantung pada waktu yang Anda sediakan untuk itu.

Jika Anda menyediakan diri untuk menemukan kandidat yang tepat untuk sebuah posisi, Anda lebih berpeluang menemukan yang Anda cari. Jika Anda hanya menggantungkan diri pada kesempatan (akan datangnya karyawan baru), bersiap-siaplah untuk kecewa dengan apa --atau siapa-- yang Anda temukan.

Kiat Networking bagi Si Introver

Senin, 02 Juli 2007 - 15:07 WIB

Networking merupakan salah satu elemen kunci untuk mencapai sukses dalam pergaulan dunia kerja. Lebih-lebih di era persaingan tinggi seperti sekarang, keterampilan networking tidak lagi sekedar sesuatu

yang "penting", melainkan "wajib". Masalahnya, banyak orang merasa dirinya terlalu introver untuk melakukan hal itu.

Bagi para introver, "kewajiban" networking bagaikan momok. Bertemu klien, harus berbasa-basi dan mengimbangi pembicaraan orang lain, beramah-tamah dengan orang-orang yang dijumpai di acara seminar, bukanlah sesuatu yang menyenangkan. Sebaliknya, justru membuat stres.

Apakah dengan begitu, orang-orang yang introver tidak memiliki kesempatan untuk sukses?

Memang, kecenderungan selama ini, banyak orang menganggap bahwa networking adalah dominasi orang dengan tipe kepribadian ekstrover. Yakni, mereka yang mendapatkan gairah hidup dari interaksi dengan banyak orang di sekitarnya. Mereka luwes dalam bergaul, senang berada di tengah pesta, dan bertemu dengan orang-orang baru, yang berpotensi untuk mendukung keberhasilan pekerjaan mereka. Bagi orang-orang seperti itu, networking tampaknya sudah menjadi hal yang alami.

Sementara, orang dengan tipe introver mendapatkan energi dari dalam dirinya sendiri. Mereka tidak suka dengan pesta atau pertemuan sosial yang mengharuskan mereka bertemu dan berbicara dengan banyak orang. Bila pun menghadiri suatu pertemuan, mereka berinteraksi dengan beberapa orang orang saja, itu pun lebih banyak mengambil peran sebagai pendengar. Bagi mereka yang tidak terlalu menikmati pertemuan dengan banyak orang, membangun jejaring memang membutuhkan usaha ekstra. Lalu, apakah orang-orang dengan karakteristik introver harus tenggelam di bawah dominasi mereka yang ekstrover?

Direktur Experd Eileen Rachman dalam artikelnya yang berjudul "Mission Not Impossible: Introver Jago Networking" yang dihimpun dalam buku Jadi Nomor Satu: Terdepan di Era Persaingan (Gramedia Pustaka Utama, 2007) menegaskan, pada dasarnya networking tidak selalu mudah, bahkan untuk ekstrover sekali pun.

Dijelaskan, sebagai usaha untuk mengembangkan hubungan dengan orang-orang yang ada di sekitar, networking bisa berupa interaksi dengan orang lain atau pun pertukaran informasi. Menurut Eileen, setiap orang bisa mengembangkan ‘gaya’ atau pendekatan networking yang khas dan manjur bagi diri mereka masing-masing, disesuaikan dengan karakteristik kepribadian.

Bagi si introver, menjadi pendengar yang baik dan menunjukkan kesediaan untuk membantu orang lain, bisa jadi merupakan modal utama. Membangun kepercayaan diri untuk melakukan networking dapat dilakukan dengan mendefinisikan ulang esensi dari networking, yaitu tidak hanya sekedar ‘gaul’ saja atau ‘luwes’ saja, tapi membangun kepercayaan dan hubungan yang bermakna dan mendukung kesuksesan pekerjaannya.

Berikut beberapa tips yang diberikan Eileen Rachman agar introver dapat mengembangkan ‘gaya’ dan pendekatan khas untuk menjadi jago networking:

1. Eksplorasi kelebihan, temukan keunggulan

Gali kelebihan yang dapat digunakan untuk mengembangkan hubungan dengan orang lain. Beberapa di antaranya yang khas bagi introver adalah senang mendengarkan orang lain, bisa mengingat hal kecil, senang membantu, tidak sungkan memberikan pujian.

2. Miliki alternatif yang sesuai gaya dan kelebihan Anda:

-- Perkuat hubungan non-tatap muka, misalnya dengan mengirim email/SMS berisi cerita, anekdot atau humor untuk menyegarkan hubungan.

-- Memanfaatkan kegiatan seminar atau training daripada pergi ke pesta.

-- Kirimkan kartu ucapan selamat, sebagai tindak lanjut dari informasi yang dimiliki atas diri target networking.

3. Tetapkan target spesifik dan realistik

-- Berapa jumlah kontak atau "say hello" dalam waktu seminggu.

-- Berapa kali melakukan kegiatan bersama dengan klien atau rekan kerja dalam sebulan, bisa berupa makan siang, olah raga atau belanja bareng.

-- Berapa orang yang akan Anda dekati dalam suatu ajang networking.

4. Miliki skenario

Tak jarang orang tipe introvet merasa tidak nyaman bila harus menelepon seseorang yang belum dikenalnya. Adanya panduan dan skenario akan membantu untuk mengembangkan pembicaraan.

5. Pertolongan: komoditi seorang "networker".

Sepanjang kita menyadari bahwa setiap orang mempunyai kebutuhan akan referensi, kita masih bisa melakukan networking. Banyak sekali orang tidak kenal restoran yang paling asyik. Banyak sekali orang merasa beruntung bila diperkenalkan pada rekanan bisnis baru. Nomor-nomor telepon penting sering tidak dipunyai orang lain. Semua itu bisa kita jadikan materi "sharing" yang menarik sekaligus menguntungkan semua pihak. Dengan membiasakan hal ini hubungan tolong menolong terjadi secara wajar dan otomatis.

Networking merupakan salah satu alat untuk membangun hubungan yang berjangka panjang. Siapa pun dapat melakukannya, dan banyak alternatif untuk mewujudkannya, sesuai denqan karakteristik pribadi masing-masing. "Jika Anda seorang manajer, kiat ini dapat Anda gunakan untuk melatih dan memberi dukungan pada anak buah yang introver, sehingga dapat membantu yang bersangkutan memanfaatkan hubungan baik dengan orang lain untuk keberhasilan dalam pekerjaannya," saran Eileen.

Jurus Lanjutan Meretensi Karyawan

Selasa, 10 Juli 2007 - 14:29 WIB

Membuat karyawan kerasan tinggal di perusahaan, itulah salah satu concern terbesar para pemimpin perusahaan. Istilahnya retensi, dan semua tahu hal itu dimulai sejak proses rektrutmen. Nasihat yang sering diberikan: start by hiring smart. Tapi, setelah itu apa?

Generasi pekerja saat ini merupakan generasi yang "mudah bosan". Dalam obrolan sehari-hari, hal itu terungkap lewat kata-kata "bete deh". Sedikit-sedikit bete, sebentar-sebentar bete. Ini merupakan tantangan besar bagi segenap pimpinan perusahaan, yakni bagaimana mengelola dengan "benar" generasi yang sulit diterka apa maunya ini.

Salah satu kuncinya, tak lain retensi. Berikut 8 tips lanjutan untuk mempertinggi retensi karyawan Anda:

Clarify expectations

Beri karyawan pemahaman yang jelas atas pekerjaan mereka, dan apa standar-standar

yang mereka harapkan untuk mencapai baik "percepatan waktu dan penghindaran konflik. Sedikit konflik berarti bekerja dengan lebih bahagia, sehingga karyawan akan cenderung kerasan di perusahaan.

Know your workers

Pelajari hobi-hobi dan minat-minat karyawan, dan terutama tujuan-tujuan jangka panjang mereka. Hal itu akan membantu Anda memahami kebutuhan mereka, sekaligus memperlihatkan bahwa Anda peduli.

Give feedback

Selalu komentari apa yang sedang dikerjakan oleh karyawan, dan katakan bahwa Anda ingin mereka tetap bekerja di perusahaan Anda. Tanamkan bahwa mencintai pekerjaan itu penting, tapi juga tak kalah penting untuk memastikan bahwa pekerjaan juga mencintai kita.

Create a team culture

Ciptakan budaya kerja sama di mana semua anggota tim mendukung satu sama lain.

Educate and train

Karyawan yang melihat bahwa Anda sedang melakukan investasi pada diri mereka, akan merasa lebih dihargai dan diapresiasi.

Offer incentives and rewards

Berbagai bentuk insentif dan reward bisa menciptakan lingkungan kerja yang menyenangkan dan penuh tanggung jawab, serta memperlihatkan kepekaan apresiasi yang lebih besar.

Empower employees

Biarkan karyawan mengambil keputusan sebanyak mungkin. Pemberdayaan merupakan sinyal yang akan dibaca oleh karyawan bahwa Anda percaya kepada mereka.

Evaluate regularly

Mulai dengan pujian, lalu diskusikan tantangan-tantangannya dan bergabunglah untuk mengembangkan rencana untuk membantu mereka. Alhirnya, tutup dengan catatan yang positif.

Manajer atau kalangan pimpinan perusahaan yang baik mestinya mampu mengembang peran-peran tersebut. Karyawan akan cenderung kerasan tinggal di perusahaan jika mereka senang dan hormat terhadap pimpinannya.

Meningkatkan Kinerja dengan Berinvestasi pada Diri Sendiri

Senin, 16 Juli 2007 - 16:54 WIB

Bosan dengan rutinitas, merasa tak berkembang di perusahaan tempat bekerja, dan ujung-ujungnya merasa mentok dengan karier. Itulah "lagu lama" yang diulang-ulang. Anda sendiri mungkin merasakannya, atau setidaknya mendengar teman mengeluh seperti itu. Siapa yang harus disalahkan?

Paling baik, tentu saja, instrospeksi dan koreksi diri: mungkin semua karena kekurangan kita, yang tidak mampu mengembangkan (potensi dan kompetensi) diri sesuai tuntutan perusahaan. Sebab, kalau dipikir-pikir, pastilah tidak ada perusahaan yang berniat menghambat karier karyawannya.

Namun, di sisi lain, tak ada juga seorang karyawan atau profesional yang mau "dituduh" tidak maksimal, atau kinerjanya tidak bagus. Semua orang pasti merasa bahwa dirinya telah bekerja dengan baik dan melakukan yang terbaik untuk perusahaan.

Terlepas dari siapa yang salah siapa yang benar --kalau mau saling menyalahkan tak akan ada habisnya-- sebenarnya sudah "nggak zaman" bagi seorang profesional untuk mengharapkan pihak lain atau perusahaan bertanggung jawab atas pengembangan dirinya.

Menurut direktur dan pendiri Experd Eileen Rachman, yang menulis buku Jadi Nomor Satu: Terdepan di Era Persaingan, profesional yang berhasil adalah mereka yang meyakini bahwa tanggung jawab untuk masa depan dan pengembangan karier ada di tangan dirinya sendiri.

Kuncinya adalah investasi. Yakni, investasi pada diri sendiri. Dan, itu harus dilakukan terus-menerus. Investasi pada diri sendiri setidaknya meliputi:

1. Investasi pada wawasan dan keterampilan

Jangan menampilkan diri sebagai orang yang lamban, sulit diajak kompromi, keras kepala dan merasa sudah --atau, bahkan paling-- mumpuni. Melainkan, tampilkan diri sebagai orang yang terbuka, mau belajar dan bisa menyerap setiap isu dengan cepat.

Bangun kebiasaan membaca dan optimalkan penggunaan internet untuk mencari tahu hal-hal baru.

Pelajari cara-cara berkomunikasi, bernegosiasi dan berpersuasi secara langsung dari orang yang ahli yang ada di sekitar, jangan sekedar dari buku-buku panduan.

Ambil setiap kesempatan untuk belajar memimpin kelompok, mempraktikkan teknik-teknik manajerial dan menggunakan alat-alat manajemen --perencanaan, laporan, kontrol-- dengan disiplin ketat sehingga cara kerja manajerial menjadi kebiasaan baru.

2. Investasi pada portfolio sosial

Bayangkan Anda punya ratusan relasi, yang bukan hanya dari kalangan yang selevel dengan Anda, tapi juga dari kalangan manajemen top. Segala gerak Anda akan dipermudah karenanya.

Ingat, portfolio sosial Anda bukan hanya terdiri dari orang-orang yang Anda kenal, kerabat dekat sendiri, tapi juga orang-orang yang kenal dan mengingat Anda.

3. Investasi pada perangkat kerja

Contoh yang bagus untuk bagian ini adalah seorang wartawan yang kesulitan mewawancarai narasumber karena alat perekam yang dibawanya ternyata low batt. Ibaratnya, kalau mengelola baterai satu alat perekam saja tidak bisa, bagaimana mengelola hal-hal lain yang lebih kompleks.

Ponsel, laptop...merupakan perangkat kerja kaum profesional zaman sekarang --mengoptimalkan fungsi-fungsinya merupakan suatu keharusan.

4. Investasi pada kebugaran diri

Sediakan waktu yang cukup untuk berolahraga, menjaga asupan makanan, menjalani pola hidup sehat. Luangkan waktu untuk berkontemplasi, merenung dan menjalankan ibadah sehingga badan bugar dan jiwa bagaikan baterai yang habis di-charge.

Berhentilah mengeluh dan menyalahkan keadaan, dan mulailah berinvestasi pada diri sendiri sehingga orang lain pun tidak ragu untuk berinvestasi pada diri Anda.

Kapan Sebaiknya Menggunakan Assessment Center?

Senin, 30 Juli 2007 - 11:08 WIB

Dewasa ini, assessment center telah diterima secara luas oleh kalangan HR sebagai salah satu metode untuk mengelola SDM sekaligus mengembangkan dan meningkatkan kualitasnya. Dalam aplikasinya, metode tersebut dapat dimanfaatkan dalam berbagai sistem pengeloaan SDM, dari rekrutmen dan seleksi, penempatan, pelatihan dan pengembangan, promosi dan transfer, fit & proper test, talent management hingga pengurangan karyawan.

Secara sederhana, assessment center bisa didefiniskan sebagai proses evaluasi perilaku yang menggunakan standar berdasarkan beberapa masukan, dengan teknik dan observasi yang dilakukan oleh beberapa asesor terlatih. Keputusan akhir penilaian dilakukan berdasarkan integrasi dari beberapa asesor atas perilaku peserta/kandidat yang muncul dalam sejumlah simulasi, serta mempertimbangkan seberapa sering perilaku tersebut muncul.

Dari definisi tersebut, bisa ditarik elemen-elemen penting yang harus ada dalam proses assessment center, yakni:

1. analisis jabatan

2. klasifikasi perilaku

3. teknik assessment

4. penggunaan satu teknik assessment

5. simulasi

6. asesor

7. pelatihan asesor

8. rekaman perilaku

9. laporan

10. integrasi data

Oleh karenannya, hati-hati jika ada lembaga yang mengaku menerapkan assessment center, namun tidak memenuhi 10 kriteria di atas. Hal-hal lain yang tidak dapat dikategorikan sebagai assessment center adalah

1. prosedur assessment yang tidak mengharuskan peserta/kandidat mendemosntrasikan perilaku nyata

2. panel interview atau beberapa kali wawancara sebagai satu-satunya alat atau proses dalam menilai seseorang

3. ketergantungan pada satu teknik saja, sebagai standar dalam mengevaluasi atau menilai seseorang

4. hanya menggunakan battery test yang merupakan kumpulan beberapa tes tertulis

5. evaluasi yang hanya dilakukan oleh satu asesor

6. penggunaan beberapa simulasi dengan melibatkan lebih dari satu orang asesor namun tidak ada proses pengintegarian data

7. lokasi fisik, gedung atau tempat yang diberi nama assessment center

Kapan sebaiknya menggunakan assessment center?

1. jika pengembangan yang spesifik menjadi sasaran utama

2. jika perilaku dianggap memberi dampak yang sangat besar

3. jika fairness menjadi isu yang penting di antara peserta/kandidat

4. pada saat seseorang dalam titik transisi yang kritis dalam perjalanan karirnya

5. jika posisi yang baru sangat berbeda dengan posisi sebelumnya.

Nah, sekarang, jika perusahaan Anda akan atau telah memutuskan untuk menggunakan jasa assessment center, inilah hal-hal yang perlu dipertimbangkan:

1. waktu dan anggaran yang tersedia

2. kemungkinan tidak memperoleh kandidat yang paling sesuai (untuk rekrutmen dan seleksi)

3. perlunya data pendukung yang objektif selain hasil assessment center untuk membuat keputusan yang lebih solid (terutama dalam penempatan, promosi dan transfer)

4. ada kemungkinan untuk mengarahkan kandidat ke posisi lain (rekrutmen dan seleksi, penempatan, promosi dan transfer)

5. hasil assessment center bisa digunakan sebagai identifikasi awal untuk kebutuhan pengembangan.

6. diperlukan program tindak lanjut setelah assessment center untuk menjawab kebutuhan masa depan organisasi (untuk talent management)

7. komunikasi yang tepat pada peserta mengenai tujuan dan pemanfaatan hasil assessment center.

Kesan Terbaik, Kunci Sukses Wawancara Kerja

Senin, 06 Agustus 2007 - 15:51 WIB

Banyak hal telah berubah dalam dunia pencarian kerja. Namun, ada satu yang tetap sama, yakni tentang bagaimana Anda harus menampilkan diri pada saat wawancara. Anda bisa saja mengirimkan lamaran via email, atau direkomendasikan oleh teman yang sudah lebih dulu bekerja di perusahaan yang Anda inginkan. Namun, Anda belum akan di-hire sampai pimpinan perusahaan bertemu langsung dan berbicara dengan Anda. Wawancara. Sejauh ini, itulah momok bagi para pencari kerja.

Dalam proses rekrutmen dan seleksi, wawancara merupakan tahapan yang penting ketika perusahaan dihadapkan pada lebih dari seorang kandidat yang memiliki kriteria dan latar belakang yang kurang-lebih sama. Atau, tahapan ini menjadi demikian menentukan ketika posisi yang lowong membutuhkan calon yang memiliki keterampilan-keterampilan interpersonal dan komunikasi, dengan kualifikasi teknis tertentu.

Chairman dan CEO Robert Half International, perusahaan spesialis penempatan tenaga kerja pertama dan terbesa di dunia, Max Messmer yang menulis buku laris Job Hunting for Dummies menegaskan, kunci sukses wawancara terletak pada kesan pertama yang Anda tinggalkan kepada pihak perusahaan.

Messmer mencontohkan, banyak kandidat yang melakukan "kesalahan" dengan memperlihatkan aksi yang lebih menarik perhatian ketimbang jawaban-jawaban yang diberikannya selama wawancara. "Ada kandidat yang ketika menunggu di lobi sambil makan, ada yang memain-mainkan pupennya selama wawancara dan ada yang mengenakan pakaian dan tas dalam warna dan ukuran yang mencolok," rinci dia.

Menurut Messmer, persiapan mutlak diperlukan jika Anda hendak menjalani wawancara kerja.

1. Do the researchPastikan Anda memiliki pengetahuan yang memadai tentang calon perusahaan Anda, sejarahnya, industrinya dan sebagainya. Jika memungkinkan, cari tahu juga tentang orang yang akan mewawancarai Anda. Dengan bekal itu, Anda akan memberikan kesan yang lebik baik dalam wawancara nanti.

2. Clarify your objectivesSebelum melamar sebuah posisi yang ditawarkan, pastikan terlebih dahulu minat dan tujuan karir Anda. Bersiaplah untuk menjelaskan mengapa Anda menginginkan posisi itu, dan Andalah orang yang cocok.

3. Get your questions readyJadilah partisipan yang aktif selama wawancara dengan mengajukan pertanyaan yang relevan, berdasarkan hasil riset yang telah Anda lakukan.

4. Don't forget the "small" thingsPerhatikan posisi duduk, membuat kontak mata, tidak berbicara terlalu cepat...kedengarannya sepele, tapi bukankah Anda ingin pewawancara fokus pada apa yang Anda katakan, dan bukan apa yang Anda lakukan?

5. Dress smartJangan anggap remeh kekuatan dari penampilan profesional. Ini adalah saat pertama pihak perusahaan melihat Anda, suka atau tidak, apa yang Anda kenakan bisa mempengaruhi proses berikutnya.

Mendongkrak Nilai dengan Ide

Selasa, 28 Agustus 2007 - 11:14 WIB

"Ada ide?" ujar seorang bos kepada anak buahnya dalam sebuah rapat. Sejenak ruangan senyap. Ada yang menunduk, ada yang saling pandang. Hingga akhirnya, seperti tampak pada sebuah tayangan iklan produk vitamin, seorang karyawan dengan mantap dan penuh percaya diri bangkit dari duduknya seraya mengatakan, "Ada, Pak!"

"Ada (ide)" tentu hanyalah jawaban pertama. Selanjutnya, bagaimana cara yang baik untuk menyampaikan ide tersebut, agar apa yang telah tersusun di benak kita dipahami oleh orang lain, terutama dalam hal ini, bos kita?

Kita tentu tidak mau, hanya karena salah menyampaikan, ide kita terdengar acak-adul sehingga bukannya menambah poin plus kita di mata bos dan teman-teman sekantor. Melainkan, sebaliknya, mempermalukan kita dan ujung-ujungnya mengganggu perkembangan laju karir kita!

Menurut CEO AchieveGlobal, sebuah lembaga pelatihan dan konsultasi internasional, Sharon Daniels, feedback yang insightful dan ide-ide tidak hanya meningkatkan nilai seseorang bagi organisasi, tapi juga membuka pintu bagi perkembangan karir bagi yang bersangkutan.

"Tentu saja, berdiri di depan orang yang memiliki kontrol terhadap masa depan perusahaan bukanlah sesuatu yang mudah, tapi bagi yang bisa melakukannya, imbalannya sangat berarti," ujar Daniels.

Dalam iklim bisnis yang berubah cepat dan hiper-kompetitif, ide-ide kreatif, cemerlang dan inovatif dari karyawan maupun manajer selalu ditunggu oleh top leader. "Manajer dan karyawan yang baik adalah mereka yang mengetahui nilai yang bisa mereka berikan untuk organisasi, dan tahu cara-cara yang benar untuk menyampaikan ide-ide mereka," tambah dia.

Daniels memberikan 6 tips untuk membantu kita bagaimana sebaiknya menyampaikan ide kepada atasan:

1. Know your role

Anda harus tahu di mana posisi Anda. Perlihatkan rasa hormat dan penghargaan baik pada orang yang levelnya di bawah Anda maupun di atas. Sebaliknya, dapatkan juga sikap yang sama dari orang lain dengan cara menghargai dan mendukung ide mereka.

2. Get results

Mantapkan kredibilitas dengan pencapaian hasil-hasil melalui kinerja Anda. Bangunlah komitmen dalam tim kerja Anda, beri rasa percaya diri pada tim Anda.

3. Manage up

Semua karyawan, manajer, supervisor harus belajar bagaimana berkomunikasi secara efektif kepada manajemen senior. Pelajari gaya bos Anda dan pastikan pendekatan seperti apa yang dia suka.

4. Provide your rationale

Pikirkan isu besarnya, siapkan diri untuk mempertahankan pemikiran Anda, tapi harus tetap fleksibel dengan masukan dan saran dari orang lain.

5. Follow the chain of command

Dalam organisasi besar dengan hierarki yang bertingkat-tingkat, sampaikan terlebih dahulu ide Anda kepada manajer/supervisor yang berada tepat di atas Anda, untuk mendapatkan masukan awal. Selebihnya, Anda bisa datang bersama manajer/supervisor tersebut untuk mendiskusikan ide Anda dengan bos.

6. Keep your eye on the goal

Ingat bahwa tujuan Anda tak lain meningkatkan kinerja organisasi, dan bukan sekedar ide Anda diterima.

Bermain Cantik di Tempat Kerja: Membangun Hubungan yang Efektif

Senin, 03 September 2007 - 17:04 WIB

Anda bisa meningkatkan karir dan hubungan kerja dengan perilaku yang Anda perlihatkan sehari-hari di kantor. Terlepas dari latar belakang pendidikan Anda, pengalaman maupun jabatan, jika Anda tidak bisa bergaul dengan baik dengan karyawan lain, Anda tidak akan pernah berhasil mencapai tujuan kerja Anda.

Hubungan kerja yang efektif merupakan titik awal bagi tercapainya sukses dan kepuasaan atas pekerjaan dan karir Anda. Di samping itu, hubungan kerja yang efektif juga bisa menjadi pijakan bagi atasan untuk mempromosikan dan menaikkan gaji Anda.

Sebuah studi membuktikan bahwa "memiliki teman baik di tempat kerja" merupakan satu dari 11 alasan utama yang mendasari seseorang merasa puas dengan pekerjaannya.

Mengingat pentingnya hubungan yang efektif di tempat kerja, berikut 7 tips yang bisa membantu Anda mewujudkan terjalinnya hubungan yang baik dengan teman sekantor.

1. Bring suggested solutions with the problems to the meeting table. Banyak karyawan menghabiskan sebagian besar waktu mereka untuk mengindetifikasi masalah-masalah. Anda bisa datang dengan solusi-solusi yang cemerlang untuk mendapatkan perhatian dan penghargaan dari teman dan atasan.

2. Don't ever play the blame game. Hindari sejauh mungkin kecenderungan untuk terlalu mudah menudingkan jari ke arah orang lain, ketika tim kerja dihadapkan pada suatu masalah atau gagal mencapai tujuan. Menyalahkan orang lain hanya akan menciptakan musuh. Anda perlu sekutu untuk menyelesaikan pekerjaan Anda.

3. Your verbal and nonverbal communication matters. Bicara keras, berteriak atau bahkan membentak mungkin memang cukup efektif membuat suara Anda menggema ke seluruh ruangan, sehingga semua teman sekantor Anda mendengar. Tapi, pertanyaannya, pantaskah berteriak-teriak di tempat kerja? Jawabnya tentu saja 'tidak', jika menghargai orang lain merupakan nilai yang dijunjung tinggi organisasi Anda.

4. Never blind side a coworker, boss, or reporting staff person. Selalu diskusikan masalah, pertama kali, dengan orang yang bersangkutan. Membicarakan masalah seseorang dengan orang lain akan membuat Anda tidak dipercaya oleh teman Anda.

5. Keep your commitments. Dalam sebuah organisasi, setiap pekerjaan saling berkaitan. Kegagalan Anda memenuhi deadline dan komitmen pekerjaan Anda, akan berpengaruh pada (pekerjaan) orang lain. Jika Anda gagal memenuhi komitmen terhadap pekerjaan Anda, pastikan karyawan lain tahu apa yang terjadi.

6. Share credit for accomplishments, ideas, and contributions. Seberapa sering Anda berhasil menyelesaikan proyek tertentu tanpa bantuan orang lain? Atau, jika Anda manajer, berapa banyak ide brilian yang Anda promosikan merupakan sumbangan dari bawahan? Luangkan waktu dan perhatian khusus untuk mengucapkan terimakasih, bersikap menghargai dan mengakui orang-orang yang membantu Anda mencapai tujuan.

7. Help other employees find their greatness. Setiap karyawan memiliki bakat, keterampilan dan pengalaman. Jika Anda bisa membantu orang lain menemukan apa yang terbaik dari dirinya, dan satu sama lain melakukan hal yang sama, bayangkan betapa besar dampaknya bagi kemajuan perusahaan. Dan, Anda tidak harus menjadi manajer untuk membantu menciptakan lingkungan yang memotivasi karyawan.

Dengan mempraktikkan tips di atas, semoga hubungan kerja yang efektif akan tercipta di lingkungan kantor Anda: karyawan lain menghargai Anda sebagai kolega dan bos percaya, Anda telah bermain secara benar dalam tim. Target dan tujuan kerja Anda tercapai, dan pada saat yang bersamaan Anda mendapatkan kesenangan, pengakuan dan motivasi diri.

Cetak Artikel Kirim ke Teman

Puasa di Tempat Kerja: Kebijakan dan Fleksibilitas

Senin, 17 September 2007 - 15:21 WIB

Seorang karyawan di Jakarta mengeluhkan perusahaan tempatnya bekerja yang menurut dia tidak cukup mengakomodasi kepentingan karyawan yang berkaitan dengan ekspresi keagamaan. "Masak, bulan puasa sama sekali nggak ada tawar-menawar soal jam kerja," protes dia.

Karyawan tersebut merasakan hal itu sebagai sebuah keberatan, karena ia tahu di banyak perusahaan lain tidak seperti itu. Beberapa teman dekatnya menceritakan pengalamannya di tempat kerja masing-masing, di mana setiap bulan puasa perusahaan menerapkan jam kerja khusus.

Ada perusahaan yang menggeser jam kerjanya selama bulan puasa ini menjadi 08.00 - 16.30 termasuk satu jam untuk istirahat yang tidak dihilangkan. Ada juga yang sejak hari pertama puasa mengumumkan perubahan jam kerja, menjadi 08.00 - 16.00 tanpa waktu istirahat.

Selain ingin maksimal dalam menjalankan ibadah wajib tahunan sebulan penuh tersebut, si karyawan tadi tentu juga ingin bisa melewatkan saat berbuka puasa di rumah bersama keluarganya. Sehingga ketiadaan perubahan jam kerja mengikuti "irama" puasa membuatnya tak nyaman.

Sebenarnya memang tidak salah bagi perusahaan yang tetap menjalankan jam kerja normal sebagaimana biasanya pada bulan puasa. Tidak ada aturan khusus dari undang-undang ketenagakerjaan mengenai jam kerja di bulan puasa. Yang jelas, tak satu pun perusahaan yang melarang karyawannya untuk berpuasa.

Jadi, selama tidak menghalangi atau mempersulit karyawan dalam menjalankan agamanya, secara hukum perusahaan yang bersangkutan telah menerapkan kebijakan dengan benar, dan tidak melanggar ketentuan apapun.

Namun, memenuhi kebijakan saja kadang tidak cukup. Pada momen-momen tertentu diperlukan fleksibilitas. Pihak perusahaan perlu memahami kebutuhan khusus karyawan berkaitan dengan ekspresi keagamaan, seperti umumnya terjadi pada bulan puasa.

Sebaliknya, pihak karyawan pun tidak lantas boleh memanfaatkan momen puasa sebagai alasan untuk tidak bekerja dengan baik seperti biasanya, tidak produktif dan malas-malasan.

Selain kombinasi antara kebijakan dengan fleksibilitas, berikut hal-hal mendasar yang perlu dipahami bersama baik oleh perusahaan maupun karyawan untuk menciptakan

lingkungan kerja yang bisa memenuhi keinginan dan kepentingan semua pihak, berkaitan dengan ekspresi keagamaan:

-- Keragaman. Apakah kebijakan tentang keberagaman di kantor Anda sudah secara spesifik dan jelas menyebut agama sebagai salah satu unsurnya? Perlu diingat pula bahwa agama tidak terbatas pada kepercayaan-kepercayaan yang secara tradisional dikenal umum --masih ada keyakinan-keyakinan lain yang mungkin hanya dianut oleh sedikit orang. Kebijakan perusahaan hendaknya mengakomodasi semuanya, bahkan ibaratnya ateisme pun punya hak yang sama.

-- Komunikasi. Kebijakan dalam mengakomodasi dan mengakui keragaman tersebut hendaknya dipublikasikan. Dan, pada waktu-waktu tertentu bertepatan dengan perayaan hari besar keagamaan, manajemen sebaiknya mengirimkan "reminder" kepada karyawan. Bisa juga disebutkan nama-nama yang sedang merayakan hari besar tersebut untuk secara khusus diberi ucapan selamat.

-- Aktivitas. Apakah Anda mengizinkan fasilitas kantor digunakan untuk pengajian atau kebaktian? Jika iya, sebaiknya didiskusikan dulu dengan karyawan dari semua agama yang ada.

-- Bagaimana dengan memasang simbol-simbol relijius di ruang atau meja kerja? Atau, bagaimana jika ada karyawan yang memakai kalung salib, mengenakan baju koko dan berpeci atau menato tangannya dengan lambang agama tertentu? Kembalilah pada prinsip kebebasan beragama yang bertanggung jawab: semua itu tidak dilarang selama tidak berlebihan sehingga sampai terasa mengitimidasi orang lain.

Selamat menunaikan ibadah puasa bagi yang menjalankannya, semoga tetap produktif dan bersemangat di tempat kerja.

One Day Seminar & Talkshow: Jaminan Pesangon Tenaga Kerja

One-Day Seminar & Talk-Show Jaminan Pesangon Tenaga Kerja:Analisa Manfaat Dan Tantangan Pelaksanaannya Rabu, 27 Juni 2007 di Hotel Bumikarsa Bidakara ,Pancoran, Jakarta(Pukul 09.00 - 15.00 WIB)

>> Pendaftaran Online

Deskripsi SingkatSalah satu perselisihan yang dikenal dalam hubungan industrial adalah perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja sebagaimana dijelaskan dalam UU No. 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.Dasar perselisihannya umumnya adalah mengenai besarnya nilai Pesangon yang harus dibayarkan oleh pengusaha/perusahaan.

Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja ini lebih sering menjadi pemicu munculnya demonstrasi buruh/tenaga kerja dibanding tiga jenis perselisihan yang lain, yaitu Perselisihan Hak, Perselisihan Kepentingan dan Perselisihan Antar Serikat Pekerja.

Amandemen UU No. 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang substansinya mengatur tentang Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi seluruh Tenaga Kerja di Indonesia serta mengatur reformasi PT. Jamsotek sebagai badan penyelenggara diharapkan mampu memberi warna baru dalam memastikan kesejahteraan buruh/tenaga kerja ketika bekerja dan setelah berakhir masa kerjanya. Hal ini tentu saja sedikit banyak akan menekan keinginan buruh/tenaga kerja untuk mengungkapkan ketidakpuasannya secara berlebihan termasuk akibat Pemutusan Hubungan Kerja.

Dikeluarkannya Peraturan Pemerintah tentang kewajiban pengusaha/perusahaan untuk mengikutsertakan buruh/tenaga kerjanya pada program Jaminan Pesangon juga merupakan langkah strategis yang melengkapi Amandemen UU No. 3 tahun 1992 guna meredam potensi konflik jika terjadi Pemutusan Hubungan Kerja, sehingga Industrial Peace akan dapat tercapai sebagaimana yang diharapkan bersama.

Pertanyaan yang muncul kemudian adalah bagaimana Peraturan Pemerintah tersebut diimplementasikan? Apakah premi yang ditanggung pengusaha/perusahaan cukup proporsional? Apakah nilai jaminan yang diberikan sebanding dengan yang diamanatkan dalam UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan? Apakah tantangan atau kendala yang akan dihadapi terkait dengan implementasi Peraturan Pemerintah tersebut?

Atas dasar itulah Corporate Human Resource (CHR) dengan dukungan berbagai pihak bermaksud mengadakan One Day Seminar & Talk-Show "Jaminan Pesangon Tenaga Kerja: Analisa Manfaat dan Tantangan Pelaksanaannya" dengan mengundang para pakarnya dan pihak-pihak terkait.

Maksud dan Tujuan

Mendapatkan input yang konstruktif dari para ahli dan pihak-pihak terkait dalam rangka pelaksanaan hubungan industrial yang harmonis (Industrial Peace).

Menambah wawasan para peserta dan memperoleh informasi lebih akurat tentang latar belakang berlakunya suatu regulasi di bidang ketenagakerjaan.

Sebagai sarana berbagi ilmu, pengetahuan dan wawasan mengenai dunia ketenagakerjaan serta perkembangan aspek regulasi hubungan industrial.

Nara Sumber/PembicaraKeynote Speaker:

1. Ir. Erman Suparno, MBA, MSi (Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI)

Seminar: 1. Ir. FX. Djoko Soedibjo, MBA ( Praktisi dan Konsultan SDM )

2. Prof.Dr.A.Uwiyono, SH, MH ( Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia)

Talkshow: 1. Sofyan Wanandi (Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia )2. Drs. Syukur Sarto, MS (Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh

Indonesia)3. Hotbonar Sinaga, SE, CIIB ( Direktur Utama Jamsostek )4. Sihar Lumban Gaol, SE, MS (Direktur Pengupahan dan Jaminan Sosial

Ketenagakerjaan, Depnakertrans RI)

Moderator : Kania Sutisnawinata (Metro TV)

Sasaran Peserta(Pengusaha, Serikat Pekerja, Praktisi HRD, Consultant HRD, Pemerhati Hubungan Industrial, dll)

Investasi:Rp. 500.000,- / orang, Rp. 800.000,- / 2 orang

>> Pendaftaran Online

Pembayaran ditransfer ke BCA Cabang Rawamangun Pemuda A/C.No.094.30.34.700 a.n. PT. Indo Human Resource.Fax bukti pembayaran ke PortalHR.com di 021-5221906

**Sudah termasuk Makan siang, Cofee Break, Seminar kit, Majalah Sponsor & Sertifikat**

Registrasi & Informasi:PortalHR.comTelp : (021) 5205803Email: [email protected]

portalhr.com

EventHR Sebelumnya

Improving Team Performance

A Team Performance Workshop for Your Team Players

Wednesday - Thursday, July 11th & 12th, 2007Grand Kemang Hotel, Jakarta

This 2 days intensive workshop will enable you managers to:

Set Clear Team Goals Lead The Team to Achieve Excellent Results Motivate The Group to be a High Performing Team Monitor Team Performance & Take Corrective Action in Time Relate to Other Teams & Groups Effectively & Cooperatively Continue Team Performance Improvement Activities

Is Yours a High Performing Team (HPT)?HPT is a result of:

Clarity of Team Purposes and Goals Sense of Team Identity A Spirit of Improvement that Watches Team Results & Makes Things Change

Program Language : Bahasa IndonesiaProgram Leaders : David Knowles, Ari Setyorini, S. Psi., M. Psi. T, & Winda Lubis S. SosProgram Fee : Rp. 2.850.000,- ,Early Bird Double Bonus!!! Reduced Price Plus!Early Bird : Rp. 2.450.000,- (Until June 22nd, 2007), Rp. 2.600.000,- (Until July 6th, 2007)

Early Registration Allows You to Access & Complete at No Cost:

A Team Performance Measure for Your Team A Team Roles Questionnaire That Describes How You Operate as a Team

Member

OPUS Team Performance Diagnostic Defines:

Purpose & Goals Position in Organisation People & Team Spirit Team Tasks & Activities

And Guides Your Focus On

Team Leadership Team Results Team Activities Team Decision Making Team Communications Team Abilities Team Confidence & Strength Team Member Co-Operation

Registration: Githa Phone/Fax: 021-7192105 or email to [email protected]

portalhr.com

EventHR Sebelumnya

One Day Seminar & Talkshow: Jaminan Pesangon Tenaga Kerja Transforming HR Into a Business Partner 2 Corporate Life Enrichment Strategic Planning: SOAR Framework Indonesia Career Conference

Psychology Expo 2007 - Woman & Nation

Sudahkah Anda memahami potensi besar yang dimiliki wanita Indonesia?

Jika Anda tertarik untuk menggali potensi dan mendukung upaya pemberdayaan wanita Indonesia, berikan kontribusi Anda dengan mengikuti PSYCHOLOGY EXPO 2007- WOMEN & NATION, Mengungkap Potensi Wanita Indonesia, sebuah event seminar tahunan yang diselenggarakan oleh Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Anda akan bertatap muka, berdiskusi, berbagi ilmu dan pengalaman dengan para pakar dan praktisi di bidang politik, social, ekonomi dan bisnis seperti SRI MULYANI, MARI PANGESTU, MARTHA TILAAR, TODUNG MULYA LUBIS, KARTINI MULYADI, BETTI ALISJAHBANA, ORIE ANDARI dan lain-lain, serta akan membahas dan menganalisa dari sudut pandang ilmu psikologi bersama psikolog-psikolog ternama di Indonesia seperti: YATI UTOYO LUBIS, DIENY TJOKRO, SARLITO W. SARWONO, NINIEK L. KARIM, EILEEN RAHMAN, HARRY SUSANTO, DLL.

Segera dapatkan undangan untuk menghadiri PSYCHOLOGY EXPO 2007 yang akan berlangsung pada tanggal 27-28 Juni 2007 di Hotel Mulia, Jakarta.

Informasi lebih lanjut hubungi: (021) 718 0345 /70007488 atau Kiki 08161368415 atau Diah Siswanto 08129358492

Pendaftaran:PortalHR.comTelepon: (021) 5205803Fax: (021) 5221906Email: [email protected]

portalhr.com

EventHR Sebelumnya

Improving Team Performance One Day Seminar & Talkshow: Jaminan Pesangon Tenaga Kerja Transforming HR Into a Business Partner 2 Corporate Life Enrichment Strategic Planning: SOAR Framework

Creating a Star at Work

>> Pendaftaran Online

Appreciative Inquiry In Practice

Bagaimana kalau setiap anggota organisasi dengan penuh semangat dan antusias membangun dan mengkongkritkan seluruh talenta dan kekuatan yang dimiliki demi kelangsungan dan kemajuan organisasi,jabatan, lingkungan dan diri sendiri?

“Coba kalau ada si Budi, pasti semua beres!”

Workshop : Creating a STAR at Work! merupakan program yang dirancang bagi para praktisi HR untuk menciptakan Budi, Budi, dan kelompok Budi yang lainnya, yaitu menjadikan setiap anggota organisasi sebagai STAR dalam dunia kerja. STAR at Work adalah setiap individu yang mampu menjadi sumber inspirasi bagi yang lain, yaitu atasan, rekan kerja, bawahan, lingkungan dan organisasi secara keseluruhan.

Secara khusus, dalam workshop ini akan dipelajari:

Menjadi pribadi yang apresiatif (being appreciative) Penerapan Appreciative Inquiry dalam pengembangan kapasitas terbaik personal Cara melejitkan kecerdasan apresiatif sebagai basis tindakan terbaik dalam

keseharian pekerjaan Menciptakan komunikasi dan relasi apresiatif untuk mengintegrasikan kekuatan

individu dan organisasi

Peserta akan mendapatkan :

Workshop hand-out dan sertifikat Lunch break dan snack break selama workshop – 2 hari Copy presentasi Pdf format ( CD) dan Panduan ringkas : “Boosting Appreciative

Intelligence” Buku : “MOUNTAIN PATH : a Guide to on the Journey toward Discovering our

Potential”

Target Peserta:Praktisi Human Resource, terutama yang memiliki perhatian dalam penyusunan dan pelaksanaan program-program ‘people development’ dalam perusahaan / organisasi.

Team Fasilitator:Ino Yuwono, MA: Staff Pengajar Fak. Psikologi Universitas Airlangga, Master Psikologi Industri & Organisasi, Dewan Pakar Asosiasi Psikologi Industri & Organisasi, Konsultan Organization Change dan fasilitator inhouse training diberbagai perusahaan nasional.

Budi Setiawan, M.Psi: Staff Pengajar Fak. Psikologi Universitas Airlangga, Master Appreciative Inquiry, Penyunting buku “The Power of Appreciative Inquiry (2007)” - edisi bahasa Indonesia, Pengembang Appreciative Inquiry di Indonesia, Konsultan Human Resources dan fasiltator inhouse training dibeberapa perusahaan nasional. Moderator milist http://groups.yahoo.com/group/Appreciativecommunity

Informasi dan Registrasi:PortalHR.comTelp : (021) 5205803 Fax: (021) 5221906email: [email protected]

Elizabeth M. Deltasari Indah AY 03, Waru – Sidoarjo 61256Telp: (031) 70688106; 0811372015 Fax: (031) 8556702email: [email protected]

Biaya Workshop: Rp. 2.600.000,- / peserta. Diskon 10% bagi pendaftaran sebelum 26 Juni 2007, dan bagi yang mendaftar minimal 3 (tiga) orang dari satu perusahaan yang sama.

Pembayaran:BCA – Pepelegi, Sidoarjo A/C : 465 0202 215, a.n. I Made Gunartha, DrsBukti pembayaran harap dikirimkan melalui fax ke (021) 5221906 dan (031) 8556702

>> Pendaftaran Online

Waktu dan Tempat: Tanggal 26 - 27 Juli 2007, Pukul 08.30 – 16.30 WIBHotel ATLET CENTURY PARKJl. Pintu Satu Senayan, Jakarta 10270

Agenda Workshop: Hari Pertama:1. Inner Journey2. Discovery Dialogue & Celebration the Strenght3. Tentang Appreciative Inquiry4. Recalling, Coloring and Designing the Future5. Formulating Grounded Rules6. Planning the Action7. Do It Now!

Hari Kedua:1. Becoming a STAR2. Prinsip-prinsip Appreciative Inquiry dalam dunia kerja3. Menciptakan bintang4. Pengelolaan SDM yang apresiatif5. Closing & Action Plan

portalhr.com

Executing Change: Lessons-Learned from Kelompok Kompas Gramedia

HRI Learning Forum is Back!

Teman, setelah sempat vakum pada Juni lalu, pada bulan Juli ini HRI kembali mengadakan Learning Forum. Berbeda dengan LF sebelumnya di mana hanya ada 1 penyaji, pada LF kali ini akan ada 3 penyaji terdiri dari 1 pembicara dan 2 pembahas – sehingga sudut pandang atas tema yang didiskusikan menjadi lebih kaya.

LF kali ini akan bicara mengenai kajian atas proses perubahan yang sedang dijalani Kelompok Kompas Gramedia (KKG) dalam menyikapi persaingan media yang semakin gencar saat ini, bagaimana skenarionya, apa saja tantangannya, dan apa lessons-learned yang dapat diambil dari proses yang telah berjalan.

Dengan menghadiri LF ini teman-teman bisa mendapatkan insight guna memperluas wawasan atas hal-hal krusial yang perlu dipertimbangkan dalam menghadapi inisiatif perubahan di tempat masing-masing.

Berikut adalah informasi detil dari kegiatan LF HRI bulan Juli:

Tema: Executing Change: Lessons-Learned from Kelompok Kompas Gramedia

Pembicara: Endah Lydia (HR Manager KKG)

Pembahas:

1. Budi Soetjipto dari LMUI (pengkaji dari sisi strategi perubahan)

2. Sahala Harahap dari Sahala Consulting (pengkaji dari sisi penyiapan manusia menjalani perubahan)

Waktu: Rabu, 25 Juli 2007 pukul 14:00 – 17:00

Tempat: Lembaga Management FEUI Jalan Salemba no. 4 Jakarta

Untuk pendaftaran, mohon hubungi sekretariat HRI dengan Ibu Ifa di 021-70346696. Kontribusi pengganti biaya teknis sebesar Rp. 150.000,00 diharapkan dari kehadiran Anda, dapat dibayarkan melalui transfer ke rekening operasional HRI di BCA 035-193-1425 a/n Sahala Harahap, ataupun tunai di lokasi.

Sampai jumpa pada Learning Forum HRI 25 Juli nanti!

Salam,

Tim Relawan HRI

Sekilas tentang HRI:

Human Resources Indonesia (HRI) adalah organisasi nirlaba berbentuk yayasan berbasis relawan dengan salah satu misinya melakukan kajian dan pengembangan konsep dan strategi pengelolaan SDM berbasis kondisi Indonesia. Relawan HRI terdiri dari para profesional yang telah membangun kesepakatan bahwa dalam berkiprah di HRI, nilai-nilai relawan, nirlaba dan independen akan selalu dijunjung

portalhr.com

EventHR Sebelumnya

One Day Seminar & Talkshow: Jaminan Pesangon Tenaga Kerja

One-Day Seminar & Talk-Show Jaminan Pesangon Tenaga Kerja:Analisa Manfaat Dan Tantangan Pelaksanaannya Rabu, 27 Juni 2007 di Hotel Bumikarsa Bidakara ,Pancoran, Jakarta(Pukul 09.00 - 15.00 WIB)

>> Pendaftaran Online

Deskripsi SingkatSalah satu perselisihan yang dikenal dalam hubungan industrial adalah perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja sebagaimana dijelaskan dalam UU No. 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.Dasar perselisihannya umumnya adalah mengenai besarnya nilai Pesangon yang harus dibayarkan oleh pengusaha/perusahaan. Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja ini lebih sering menjadi pemicu munculnya demonstrasi buruh/tenaga kerja dibanding tiga jenis perselisihan yang lain, yaitu Perselisihan Hak, Perselisihan Kepentingan dan Perselisihan Antar Serikat Pekerja.

Amandemen UU No. 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang substansinya mengatur tentang Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi seluruh Tenaga Kerja di Indonesia serta mengatur reformasi PT. Jamsotek sebagai badan penyelenggara diharapkan mampu memberi warna baru dalam memastikan kesejahteraan buruh/tenaga kerja ketika bekerja dan setelah berakhir masa kerjanya. Hal ini tentu saja sedikit banyak akan menekan keinginan buruh/tenaga kerja untuk mengungkapkan ketidakpuasannya secara berlebihan termasuk akibat Pemutusan Hubungan Kerja.

Dikeluarkannya Peraturan Pemerintah tentang kewajiban pengusaha/perusahaan untuk mengikutsertakan buruh/tenaga kerjanya pada program Jaminan Pesangon juga merupakan langkah strategis yang melengkapi Amandemen UU No. 3 tahun 1992 guna meredam potensi konflik jika terjadi Pemutusan Hubungan Kerja, sehingga Industrial Peace akan dapat tercapai sebagaimana yang diharapkan bersama.

Pertanyaan yang muncul kemudian adalah bagaimana Peraturan Pemerintah tersebut diimplementasikan? Apakah premi yang ditanggung pengusaha/perusahaan cukup proporsional? Apakah nilai jaminan yang diberikan sebanding dengan yang diamanatkan dalam UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan? Apakah tantangan atau kendala yang akan dihadapi terkait dengan implementasi Peraturan Pemerintah tersebut?

Atas dasar itulah Corporate Human Resource (CHR) dengan dukungan berbagai pihak bermaksud mengadakan One Day Seminar & Talk-Show "Jaminan Pesangon Tenaga Kerja: Analisa Manfaat dan Tantangan Pelaksanaannya" dengan mengundang para pakarnya dan pihak-pihak terkait.

Maksud dan Tujuan

Mendapatkan input yang konstruktif dari para ahli dan pihak-pihak terkait dalam rangka pelaksanaan hubungan industrial yang harmonis (Industrial Peace).

Menambah wawasan para peserta dan memperoleh informasi lebih akurat tentang latar belakang berlakunya suatu regulasi di bidang ketenagakerjaan.

Sebagai sarana berbagi ilmu, pengetahuan dan wawasan mengenai dunia ketenagakerjaan serta perkembangan aspek regulasi hubungan industrial.

Nara Sumber/PembicaraKeynote Speaker:

1. Ir. Erman Suparno, MBA, MSi (Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI)

Seminar: 1. Ir. FX. Djoko Soedibjo, MBA ( Praktisi dan Konsultan SDM )2. Prof.Dr.A.Uwiyono, SH, MH ( Guru Besar Fakultas Hukum Universitas

Indonesia)

Talkshow: 1. Sofyan Wanandi (Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia )2. Drs. Syukur Sarto, MS (Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh

Indonesia)3. Hotbonar Sinaga, SE, CIIB ( Direktur Utama Jamsostek )4. Sihar Lumban Gaol, SE, MS (Direktur Pengupahan dan Jaminan Sosial

Ketenagakerjaan, Depnakertrans RI)

Moderator : Kania Sutisnawinata (Metro TV)

Sasaran Peserta(Pengusaha, Serikat Pekerja, Praktisi HRD, Consultant HRD, Pemerhati Hubungan Industrial, dll)

Investasi:Rp. 500.000,- / orang, Rp. 800.000,- / 2 orang

>> Pendaftaran Online

Pembayaran ditransfer ke BCA Cabang Rawamangun Pemuda A/C.No.094.30.34.700 a.n. PT. Indo Human Resource.Fax bukti pembayaran ke PortalHR.com di 021-5221906

**Sudah termasuk Makan siang, Cofee Break, Seminar kit, Majalah Sponsor & Sertifikat**

Registrasi & Informasi:PortalHR.comTelp : (021) 5205803Email: [email protected]

portalhr.com

EventHR Sebelumnya

Transforming HR Into a Business Partner 2 Corporate Life Enrichment

Strategic Planning: SOAR Framework Indonesia Career Conference Workshop On: Better Ways to See the Stars

Transforming HR Into a Business Partner 2

Great People. Great Organization.Ikuti Event HR terbesar tahun ini dengan pembicara para pakar dan praktisi HR dari dalam dan luar negeri.

>> Online Registration

In the current fast-moving and knowledge-based environment, people becomes a critical source of the company's competitive advantage.

Learn how you can attract, retain, and motivate your people so that it can help your organization survive, grow, and win the competition.

Learn how you can transform your organization through people so that it can adapt to the competitive environment.

Learn how you, as an HR professionals, become a business partner in the organization.

Continuing last year seminar of "Transforming HR into a Business Partner", we are now presenting you:

Transforming HR into a Business Partner 2Great People. Great Organization.

The one day seminar will focus on developing practical and integrated people management practices as well as managing organization change.

Combining local experiences with global best practices, speakers from industries and consulting will share their experiences in developing and implementing sound HR systems and practices, as well as managing change in the organization.

By attending this event, participants will be able to learn how they can improve and transform their organization performance through people.

The EventTransforming HR Into a Business Partner 2Great people. Great Organization.HR Seminar & ExhibitionsMutiara I, Gran Melia Hotel JakartaThursday, August 2, 200708.00 - 16.30

The Agenda

08.00 – 09.00 : Registration09.00 – 10.30 : Winning The War for Talent

Joris De Fretes, Director of Human Capital Development, Exelcomindo PratamaAmit Somaiya, Country Director, IMS Empresaria - Advanced Career - India

10.45 – 12.15 : Realizing the Promise of Assessment CenterFatima Shigemi Isa, Talent Management Manager, Holcim IndonesiaMeitriani Dian Utami, Consultant, Daya Dimensi Indonesia

13.15 – 14.45 : Optimizing Your Workforce Excellence Lies Purwani, Vice President of Human Resources, Bank BNITim Darton, Director of HCM Solutions APAC, Oracle Asia Pacific

14.45 – 16.15 : Building a Performance-Driven OrganizationCaecilia Adinoto, HR Director, Pfizer IndonesiaIrwan Rei, Managing Director, Multi Talent Indonesia

16.15 – 16.30 : Closing

InvestmentHR Seminar & ExhibitionRp. 1.500.000,- Regular PriceRp. 1.000.000,- for first 100 paid participants (up to July 15, 2007)Rp. 1.250.000,- Discount price for 3 Participants from the same company.

>> Online Registration

For more Information & registration please contact:PortalHR.comPhone: 021 - 5205803, 5205801Fax: 021 - 5221906Email: [email protected], [email protected]

portalhr.com

EventHR Sebelumnya

Leatris Room, M Floor Mulia Hotel JakartaTuesday, April 24, 200707.00 - 10.00 AM

Agenda07.00-08.00 Registration and Breakfast

08.00-08.10 Opening & Welcome Remarks08.10-08.45 Selection & Assessment, by Novi Laurina Senior Consultant DDI08.45-09.00 Make your job Easy: Oracle Technology Enabler, by Diski Naim Senior Consultant Oracle09.00-09.30 Q&A09.30-10.00 Summary & Closing

Please register now for this free event, via email: [email protected] or phone: 021-5205803.Space is limited.

portalhr.com

Strategic Planning: SOAR Framework

APPRECIATIVE INQUIRY IN PRACTICE

Workshop STRATEGIC PLANNING : SOAR Framework dirancang bagi yang ingin memahami key concept SOAR dalam pembuatan Strategic Planning dan pelaksanaannya. SOAR adalah suatu pendekatan untuk menyusun strategic planning berbasiskan positive image perusahaan secara cepat untuk mencapai living company.

Secara khusus, dalam workshop ini akan dipelajari :

Penerapan SOAR framework (Strenght, Opportunity, Aspiration, Result) untuk menciptakan Organizational Values, Pernyataan Visi dan Misi, Inisiasi Strategi, dan Rencana Taktis.

Penerapan Appreciative Inquiry dalam penyusunan Corporate Strategic Planning Bagaimana mengoptimalkan apa yang terbaik dan aspirasi dari stakeholder

organisasi, sistem, dan budaya organisasi dalam suatu relasi yang dinamis Keterkaitan proses penyusunan Strategic Planning berbasiskan AI dengan

strategic tools yang sudah ada, seperti Balanced Score Card (BSC) Juga akan dibahas beberapa perusahaan yang sukses mengaplikasikan kerangka

kerja SOAR dalam penyusunan Strategic Planning.

Peserta akan mendapatkan :

Workshop hand-out dan sertifikat Copy presentasi dalam format PDF (CD) dan Brief Guideto SOAR Lunch break dan snack break selama workshop – 2 hari Buku baru : “The Power of APPRECIATIVE INQUIRY : A Practical Guide to

Positive Change”

FACILITATOR:DR. Seger Handoyo, Msi (40) : Dekan dan staff Pengajar Fak. Psikologi Universitas Airlangga, Doktor Psiklologi Industri & Organisasi, Anggota Pusat Peningkatan dan Pengembangan Pendidikan Universitas Airlangga, Konsultan Psikologi Terapan dan Senior Assesor di berbagai perusahaan nasional.

Drs. Chris. Ino Juwono, MA (53): Staff Pengajar Fak. Psikologi Universitas Airlangga, Master Psikologi Industri & Organisasi, Dewan Pakar Asosiasi Psikologi Industri & Organisasi, Konsultan Organization Change dan fasilitator inhouse training diberbagai perusahaan nasional.

Budi Setiawan, M.Psi (32) : Staff Pengajar Fak. Psikologi Universitas Airlangga, Master Appreciative Inquiry, Penyunting buku “The Power of Appreciative Inquiry (2007)” - edisi bahasa Indonesia, Pengembang Appreciative Inquiry di Indonesia, Konsultan Human Resources dan fasiltator inhouse training dibeberapa perusahaan nasional.Moderator milist http://groups.yahoo.com/group/Appreciativecommunity

INFORMASI dan REGISTRASI :Elizabeth M. - Deltasari Indah AY 03, Waru – Sidoarjo 61256Telp : 031 70688106 ; 081 1372015 Fax : 031 8556702email : [email protected] - Jl. Tebet Timur Dalam IX/21, Jakarta SelatanTelp : 021 71370307 Fax : 021 8294879

BIAYA WORKSHOP : Rp. 3.000.000,- / peserta. Diskon khusus untuk peserta yang mendaftar sebelum 5 Juni 2007, dan bagi yang mendaftar minimal 3 (tiga) orang dari satu perusahaan yang sama.Customized workshops are available for your company.

WAKTU DAN TEMPAT : Tanggal 5 – 6 Juli 2007, Pukul 08.30 – 16.30WIBHotel ATLET CENTURY PARKJl. Pintu Satu Senayan, Jakarta 10270

portalhr.com

Corporate Life Enrichment

Cost Saving, Healthy and Productive Working Life

>> Online Registration

>> Event Agenda

Nowadays, the life extension movement that focuses on the aspects of extending life and living well is starting to grow rapidly. This issue is not only realized by individual but also by corporate as well. Currently many corporate should become more aware of how to gain a new perspective and knowledge of living live well, especially for their employee. since high level of employee absence that deals with low of life quality is still being a stay-awake workplace issue, many companies should become aware that with corporate life enrichment, they may get benefit and value added because both company productivity level and cost saving could be improved.

Life enrichment can also be an investment for company future since it plans and builds positive habit to afford living well and prolong life. Many businesses should address the life enrichment necessities because it can reduce workplace absenteeism caused by illness to decrease the business process disruption.

We provide a new insight on life enrichment issue on this half day seminar. Speakers are drawn from medical and business background practitioners that will share their knowledge and experience. with high productivity and high employee performance, company will be ready to compete against competitors.

The EventCorporate Life EnrichmentCost Saving, Healthy and Productive Working LifeSeminar & ExhibitionJW Marriott Hotel, JakartaDua Mutiara 1 & 2 BallroomJuly 25, 2007 at 8.30 - 15.00

InvestmentRp. 750.000,- Regular PriceRp. 500.000,- Early Bird ( up to June 15, 2007)Rp. 500.000,- Discount Price for 3 participants or more from the same company

>> Event Agenda

>> Online Registration

For more Information & registration please contact:PortalHR.comPhone: 021 - 5205803Fax: 021 - 5221906Email: [email protected]

portalhr.com

EventHR Sebelumnya

Strategic Planning: SOAR Framework Indonesia Career Conference Workshop On: Better Ways to See the Stars HR Executive Breakfast Meeting Kongres Nasional II Assessment Center Indonesia

HR for Non HR Manager

One Day Workshop Basic Human Resource Management“HR for Non HR Manager” (With CD Application: Batch 4)Kamis 02 Agustus 2007 di Hotel Bumikarsa Bidakara, Pancoran - Jakarta

Deskripsi Singkat Setiap pimpinan departemen/divisi pada dasarnya dituntut untuk mampu memahami bagaimana pengelolaan SDM dalam area yang dipimpinnya dapat berjalan dengan baik. Jika pengelolaan SDM sudah ditangani dengan baik, maka tujuan atau target departemen/divisi akan relatif lebih mudah terealisasi. Penjelasan tentang proses pengelolaan SDM mulai dari tahap perencanaan sampai dengan tahap pemeliharaan yang dijabarkan melalui workshop ini dipastikan akan mampu mempermudah para peserta dalam memahami hakekat peran dan fungsi departemen HRD atau SDM.

Workshop ini sangat cocok diikuti oleh para talenta muda calon manajer atau pimpinan perusahaan dimasa depan, juga para staf Departemen HRD/Personalia yang memerlukan tambahan wawasan dan konsep tentang HRD itu sendiri. Dengan mengikuti workshop ini para peserta juga akan memperoleh CD yang berisi tentang file-file penunjang tugas pengelolaan SDM seperti contoh Application Form, contoh Job Description, contoh Orientation Form, contoh Job Evaluation Form, Contoh Performance Appraisal Form, aplikasi penghitungan PPh 21 otomatis, aplikasi penghitungan Jamsostek dan lain-lain.

Jadwal Pelatihan Dan Rencana Pelajaran

1. Peran Departemen HRD/Personalia 2. Pentingnya Job Analysis yang menghasilkan:

Job Description Job Specification Job Performance Standard

3. Proses Perencanaan & Pengadaan yang meliputi: Analisa permintaan dan persediaan tenaga kerja Prinsip dan mekanisme rekruitasi Perbandingan metode rekruitasi eksternal (on line, head hunter, advertising dll) Pemanfaatan Application Form, proses seleksi dan persiapan wawancara

4. Proses Pengembangan & Pemberdayaan yang meliputi: Orientasi karyawan baru (pemahaman PP/PKB, Code of Conduct, Corporate

Values, dll)

Penyusunan program pelatihan sesuai ISO 9000/14000 Dasar-dasar Job Evaluation dan Job Grading pembentuk Career Path Implementasi Performance Appraisal

5. Proses Pemeliharaan yang meliputi: Penyediaan sarana komunikasi dan konseling Proteksi standar tenaga kerja (Jamsostek dan Asuransi Kesehatan) Program Special Reward Proses pendisiplinan karyawan dan kiat Pimpinan yang ideal

Sasaran PesertaSupervisor/Asisten Manager semua departemen, Management Trainee, Staff Departemen HRD/Personalia, dll

Nara SumberMohammad Mustaqim, MM, AAAIJBeliau adalah salah satu pendiri PT. Indo Human Resource yang saat ini aktif sebagai konsultan Sumber Daya Manusia selain juga aktif sebagai staf pengajar di lingkungan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia baik program D3 maupun S1 Reguler & Ekstensi. Beliau berpengalaman sebagai praktisi di bidang penanganan SDM pada dua buah perusahaan multinasional dari Eropa selama periode tahun 2000-2005. Untuk jenjang pendidikan, beliau menyelesaikan program Sarjana Ekonomi dan program Magister Manajemen-nya di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Beberapa proyek yang pernah ditangani beliau antara lain: Penyusunan framework training penunjang kompetensi pada PT. PLN Persero (Pusat), Studi kelayakan program asuransi pendidikan bagi anak PNS (Proyek Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara), Pengembangan Job Evaluation & Salary System pada PT. Asuransi Heksa Eka Life, Narasumber pelatihan Job Evaluation bagi pejabat Depnakertrans Pusat, Narasumber program pendidikan Asosiasi Broker Asuransi & Reasuransi Indonesia untuk materi Manajemen Sumber Daya Manusia dan proyek-proyek lainnya.

Investasi :Special Price: Rp. 750.000,-/ orang (2 peserta lunas pertama), Rp. 1.000.000,- / orang (3 peserta lunas berikutnya)

Normal Price: Rp. 1.250.000,- / orang, Rp. 2.000.000/ 2 orang, transfer ke BCA Cabang Rawamangun Pemuda A/C.No.094.30.34.700 a.n. PT. Indo Human Resource, Harap pembayaran dilakukan sebelum hari H dan bukti transfer di fax ke 021-47882280/021-47882421).

**Sudah termasuk Coffee Break 2X, Makan siang, Seminar kit, Sertifikat & CD Aplikasi**

Registrasi & InformasiSHERRY/SUMARNO/TINA (PT. Indo Human Resource)

Telp: (021) 47882260, (021) 92716671, SMS: 0855 1162 831, 0856 1952095 Email: [email protected]

portalhr.com

EventHR Sebelumnya

Executing Change: Lessons-Learned from Kelompok Kompas Gramedia Creating a Star at Work Psychology Expo 2007 - Woman & Nation Improving Team Performance One Day Seminar & Talkshow: Jaminan Pesangon Tenaga Kerja

Pertanyaan

Sikap dan Gaya Komunikasi Senior Manager

Kami dari HR Department banyak mendapat keluhan dari beberapa karyawan pada level middle management. Keluhan terbanyak karena adanya sikap dan gaya komunikasi dari seorang Senior Manager. Pada kondisi terakhir beberapa sudah merasa "tidak betah" lagi untuk tetap bekerja. Bahkan sebagian sudah pernah manyampaikan kalau lebih baik resign secepatnya. Top Management, sampai saat ini memang memberikan kewenangan yang cukup besar pada karyawan tersebut. Termasuk beberapa reportnya secara otomatis bisa dipercaya.

Pertanyaan kami sbb :

1. Bagaimana sikap kami semestinya khususnya dari HR.

2. Mengurangi pandangan subyektifitas yang sudah menjadi ciri khas karyawan tersebut, adakah metode training atau seminar yg memiliki kans besar untuk merubah pola pikir subyektif ini.Saat ini melalui media meeting, milist/email internal sering HR mengirimkan materi manggugah yang berkaitan dengan program eliminasi masalah tersebut. Namun, belum berhasil signifikan.Terimakasih atas pencerahannya, semoga Portal HR semakin maju.....

Yanto Subiyanto , Jl Grompol Jambangan Kec Masaran

Jawaban

Halo Pak Subiyanto, memiliki atasan yang bermasalah memang tidak menyenangkan karena hal ini umumnya sangat mempengaruhi suasana kerja yang ada. Bahkan dengan makin tingginya jabatan seseorang di dalam organisasi, pengaruh negatif (maupun

positif) yang ditimbulkannya di dalam organisasi juga makin besar. Bagaimanakah sikap HR dalam menghadapi hal ini?

HR memiliki kewajiban dan hak untuk menyelesaikan masalah ini karena ini terkait dengan "mandat" utama mereka, yaitu mencari, mendapatkan, mempertahankan dan memotivasi karyawan di dalam organisasi sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. Beberapa hal yang dapat dilakukan HR Department untuk mengatasi hal ini:

Membicarakan masalah ini dengan karyawan terkait, yaitu senior manager tersebut. Tergantung dari budaya organisasi yang ada, pembicaraan dapat dilakukan baik secara formal maupun informal. Sering masalah-masalah hubungan antar karyawan dapat diselesaikan dengan pendekatan informal dan pribadi. Bila bagian terkait dari HR Department memiliki hubungan yang baik dengan senior manager tersebut, HR dapat membicarakan dan menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan dan informal dengan senior manager tersebut. Namun bila ini tidak berhasil, pendekatan formalpun dapat dilakukan.

HR Department juga perlu bersikap seobjektif dan senetral mungkin di dalam menyelesaikan masalah ini. Posisi HR adalah sebagai penasehat, fasilitator, atau konselor bagi seluruh karyawan yang terlibat. Pertimbangkan untuk melibatkan atasan dari senior manager tersebut untuk memecahkan masalah. Dukunglah pembicaraan yang ada dengan fakta-fakta, baik yang didapatkan dari hasil wawancara dari karyawan yang meninggalkan perusahaan (exit interview), hasil survei opini karyawan, maupun focus group discussions bila ada. Dinamika antar karyawan selalu ada di dalam setiap organisasi dan tidak mungkin setiap orang menyenangkan setiap orang, namun opini orang banyak perlu didengarkan, terutama ketika terjadi situasi yang tidak kondusif. Untuk itu, dapatkan fakta sebanyak dan seobjektif mungkin, termasuk dari si senior manager tersebut.

Sekaligus menjawab pertanyaan kedua, HR perlu membantu si senior manager untuk menjadi pemimpin yang lebih baik. Tantangannya adalah, merubah orang itu tidak mudah, terutama ketika itu menyangkut sikap, karakter atau watak, karena ini umumnya menyangkut kebiasaan, namun juga bukannya tidak mungkin. Ibarat ingin membentuk rotan, diperlukan waktu dan panas yang cukup untuk membentuk rotan sesuai keinginan. Bila panas terlalu tinggi, dimana tindakan "perbaikan" terlalu ekstrim dan keras, misalnya si senior manager bermasalah langsung diberikan sanksi penurunan pangkat atau mutasi, maka mungkin saja usaha ini malah membuat si senior manager "patah" atau "terbakar",

dan menurunkan prestasi kerjanya atau bahkan mengundurkan diri. Namun, bila "tindakan perbaikan" terlalu kecil energinya, maka si senior manager tidak akan berubah.

Seminar ataupun pelatihan seperti Emotional Intelligence (EI) memberikan pengetahuan mengenai emosi-emosi kita maupun orang lain dan bagaimana kita dapat mengelolanya sehingga tercipta hubungan antara manusia yang kondusif. Namun pengetahuan dan ketrampilan yang didapatkan dari seminar tersebut perlu terus menerus dilatih sampai menjadi suatu kebiasaan. Sering terjadi orang terlihat berubah ketika mengikuti seminar atau pelatihan, namun bila momentum perubahan yang ada tidak dijaga, maka orang akan kembali ke sikap dan pola yang lama setelah beberapa waktu kemudian. Dengan demikian, selain memberikan pelatihan, dapat dipertimbangkan juga untuk menjadikan target perubahan tersebut sebagai bagian dari sistem Penilaian Kinerja karyawan agar ada dorongan terus-menerus untuk berubah (karyawan dapat melihat "reward" yang akan didapatkan bila ia berhasil maupun tidak berhasil melakukan perubahan).

Usaha yang lain, seperti memberikan coaching dan mentoring melalui atasan si senior manager dapat juga diusahakan, tentu setelah HR Department mendiskusikan seluruh inisiatif perbaikan ini secara terbuka dengan seluruh pihak yang terkait. Sekian dulu dan semoga keadaan akan menjadi lebih baik.

Perusahaan Kecil juga Perlu Job Description

Oleh: Meisia Chandra

Bagi Anda yang bekerja di perusahaan besar, job description atau uraian jabatan adalah sesuatu yang sudah lazim. Tidak perlu dibantah lagi, job description sangat diperlukan. Job description yang lengkap akan sangat membantu dalam proses seleksi, training, penilaian kinerja dan perencanaan kompensasi. Tanpa job description, bagaimana Anda bisa melakukan penilaian yang akurat dan adil bagi karyawan? Berdasarkan kriteria apa Anda menilai karyawan Anda, bila apa yang diharapkan dari dia tidak jelas?

Namun, masih ada perusahaan, khususnya yang beskala kecil (dengan karyawan tak lebih dari 50 orang), yang tidak membuat job description untuk karyawannya dengan berbagai alasan.

Memang tidak mudah membuat job description yang baik, terutama untuk jenis-jenis pekerjaan yang sifatnya baru, yakni yang hanya ada di perusahaan tertentu. Atau, karena sedikitnya jumlah karyawan, maka karyawan dituntut untuk memegang berbagai tanggung jawab yang berbeda. Dengan berbagai alasan ini, maka perusahaan tersebut tidak membuat job description untuk posisi-posisi yang ada di dalam perusahaan.

Sesungguhnya, membuat job description mungkin tidak sesulit yang Anda bayangkan. Tulisan ini mencoba membantu Anda membuat job description. Meskipun uraian jabatan yang Anda buat tidak seratus persen akurat untuk posisi di perusahaan Anda, namun setidaknya Anda dan karyawan Anda mempunyai pegangan yang jelas dalam melaksanakan pekerjaan, dan melakukan penilaian.

Analisis Jabatan

Untuk membuat job description, pertama kali yang perlu dilakukan adalah analisis jabatan. Ini adalah proses menganalisis sebuah posisi/jabatan dan mengumpulkan informasi selengkap-lengkapnya untuk membuat job description.

Proses pengumpulan informasi itu biasanya melalui wawancara dengan karyawan, mengamati karyawan dalam mengerjakan suatu pekerjaan tertentu, meminta karyawan mengisi kuesioner dan lembar kerja, dan mengumpulkan informasi tentang posisi/jabatan tersebut dari sumber-sumber sekunder (buku, internet).

Setelah semua informasi terkumpul, si analis menuliskan hasil analisis tersebut dan melakukan review bersama karyawan pemegang posisi/jabatan tersebut. Dokumen itu kemudian dipresentasikan kepada supervisor si karyawan untuk review lebih lanjut (sering si supervisor ini sendiri adalah si analis). Supervisor bisa menambah, menghapus, atau mengubah tanggung jawab, pengetahuan dan skill yang diperlukan, dan juga karakteristik yang lain. Setelah mendapat persetujuan dari supervisor, maka dokumen itu pun diteruskan kepada level yang lebih tinggi untuk mendapat persetujuan terakhir.

Setelah itu maka perusahaan dapat mempersiapkan sebuah dokumen job description untuk posisi/jabatan tersebut yang ditandatangani secara resmi.

Peran Karyawan

Karyawan memegang peran yang sangat penting dalam proses ini. Beberapa saran di bawah ini bisa digunakan untuk membantu karyawan dalam proses analisis jabatan:

-Karyawan perlu menyisihkan waktu untuk memikirkan tugas dan tanggung jawab sehari-harinya. Buatlah catatan atau buku harian untuk merekam aktivitas yang berhubungan dengan pekerjaan Anda.

-Karyawan perlu menjelaskan persepsi dia sendiri mengenai konsep posisi yang dipegangnya.

-Karyawan perlu fokus pada fakta saja --tidak melebih-lebihkan dan tidak merendahkan kemampuan dan pengetahuan yang diperlukan untuk pekerjaan, serta karakteristik yang lain.

-Jangan mencampurkan dengan hal lain. Analis hanya ingin mengetahui mengenai

pekerjaan si karyawan, sehingga berbicara mengenai kinerja, gaji, keluhan-keluhan, hubungan dengan karyawan lain, tidak relevan dalam hal ini.

-Perlu juga diingat bahwa masukan dari karyawan penting, tapi keputusan manajemen menentukan batasan-batasan dalam sebuah posisi.

-Ingatlah juga bahwa tidak ada konsekuensi yang buruk dari proses analisis jabatan. Misalnya, tidak akan ada pengurangan gaji atau posisi tertentu yang akan dihilangkan. Si analis bisa jadi mengusulkan perubahan dalam nama jabatan atau penyesuaian lain, tapi hal ini terpulang pada keputusan manajemen.

Penulisan Job Description

Job description harus ditulis dengan kalimat-kalimat yang singkat dan jelas. Disarankan menggunakan struktur kalimat yang sederhana yaitu: subyek/kata kerja/obyek/keterangan.

Hal-hal yang harus ada dalam job description:

1. Nama jabatan

2. Tingkat jabatan

3. Atasan langsung

4. Bawahan langsung

5. Ringkasan pekerjaan

6. Tugas dan tanggung jawab

7. Pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang diperlukan

8. Pengalaman yang diperlukan

9. Persyaratan khusus (bila ada). Contoh: bersedia bekerja lembur, pada hari libur dan akhir pekan seperti yang disyaratkan oleh pekerjaan tertentu.

Bisa juga ditambahkan Indikator Keberhasilan, Laporan yang harus dibuat, dan Wewenang dalam posisi tersebut.

Contoh job description bisa Anda lihat di PortalHR.com bagian Gudang Data/Job Description.

(Penulis adalah Pemimpin Redaksi PortalHR.com)

HR Berubah, Siapa Peduli?

Oleh: Is Mujiarso

"Selera orang HRD memang aneh," demikian komentar yang kerap terdengar setiap kali ada karyawan baru muncul di kantor. Tentu saja komentar semacam itu muncul dari bibir karyawan lama yang merasa bahwa si pendatang baru itu tidak meyakinkan, atau berpenampilan yang kurang sesuai dengan "budaya" perusahaan.

Bukan cerita baru kalau HRD merupakan bagian yang paling sering menjadi bahan olok-olokan di tempat kerja. Sinetron OB (Office Boy) yang sukses di RCTI bahkan telah membuat olok-olok itu keluar dari batas dinding perusahaan dan menjadi wacana publik. Dalam sinetron komedi itu, HRD sebuah stasiun TV menjadi setting cerita dengan tokoh-tokoh utama para penghuninya, dari direktur, staf hingga OB.

Kelucuan dibangun dari tingkah konyol mereka: Direktur HR Pak Taka yang dingin dan galak, dua staf utama yang selalu bermusuhan bagai anjing dan kucing --yang satu dicitrakan sebagai bujang lapuk sehingga sering diledek sebagai penyuka sesama jenis; sedangkan yang satunya lagi bertingkah playboy kecakepan dan tengil. Satu lagi: sekretaris yang centil, manja dan kerjaannya hanya mengecat kuku serta menelpon mantan-mantan pacarnya.

Pendek kata, sinetron itu telah menguatkan stereotip karikatural citra HR selama ini di mata karyawan atau unit lain dalam sebuah perusahaan. Kalau Anda direktur atau manajer HR, atau staf di departemen tersebut, pastilah sulit untuk tertawa melihat sinetron itu, karena akan sama artinya dengan menertawakan diri sendiri. Kecuali, maaf, Anda tidak sekritis itu, dan menganggap sinetron itu semata lelucon yang tidak berdiri di atas keterpurukan citra sebuah kelompok yang selama ini dianggap marginal dalam perusahaan.

Apa yang dilukiskan oleh sinetron itu, tentu saja kontraproduktif terhadap usaha sekelompok praktisi dan akademi HR di luar sana yang dengan keras meyakinkan dunia bahwa paradigma HR sudah berubah. Bahwa HR sudah tidak seperti dulu lagi: duduk di pinggir arena bisnis, memegang CV sampai tangan bengkak, memelototi lamaran sampai mata jereng. Atau, tukang semprit bagi karyawan yang telat datang ke kantor, tukang ngitung absen dan mengurusi cuti karyawan.

Cerita seperti itu sudah lewat. Lihat, kami sekarang adalah mitra bisnis yang sejajar dengan unit-unit lain dalam perusahaan. Kami juga ikut berperan aktif mendampingi CEO dan manajer-manajer lain dalam mencapai tujuan perusahaan. Bahkan, banyak di antara kami yang mulai menaggalkan nama human resource, dan berganti menjadi

human capital. Keren, bukan?

Masalahnya, sejauh mana perubahan itu bergema di luar sana? Apakah masyarakat luas peduli dengan perubahan itu? Di sinetron, orang hanya melihat direktur HR yang punya kegemaran menghukum push up stafnya, dan tak henti-henti merayu sekretarisnya dengan gaya seorang pecundang tua yang mesum. Siapa yang bertanggung jawab untuk menyiarkan kepada masyarakat bahwa HR sudah berubah? Kalau masyarakat memahami dunia HR lewat potret komikal dari sinetron, sehingga menganggap bahwa dari dulu HR yang memang begitu, siapa yang (harus di)salah(kan)?

Belum lama ini saya menghadiri Human Resources Expo 2006 di Hotel Borobudur Jakarta. Saya datang sebagai wartawan dan menjumpai kenyataan yang menyedihkan. Bahwa event sebesar itu, yang kalau dilihat dari pesertanya yang hadir dari berbagai pelosok Indonesia, tergolong berskala nasional, tidak mengundang pers untuk meliput. Saya jadi paham mengapa perubahan paradigma HR yang dibangga-banggakan oleh orang HR tak cukup bergema di kalangan non-HR. Sebab, orang HR ternyata tidak (belum) melek media. Sehingga perubahan yang mereka gembar-gemborkan itu tak terkabarkan ke masyarakat.

Human Resourses Expo 2006 merupakan serangkaian seminar dua hari yang terdiri atas 20 sesi. Sederet pembicara yang kompeten dihadirkan, dan tentu saja seminar itu menghasilkan kesimpulan-kesimpulan yang penting bagi kalangan HR, terkait dengan perkembangan praktik HR terkini di Tanah Air. Namun, apapun hasilnya, seberapa pun pentingnya, tak akan ada artinya kalau tidak tersiar ke masyarakat, dan itu sebenarnya sangat dimungkinkan melalui liputan pers.

Atau, jangan-jangan orang HR sendiri tak peduli bahwa perkembangan dunia mereka perlu dikomunikasikan kepada publik yang luas? Pasti tidak begitu. Pasti mereka sadar bahwa perubahan paradigma HR harus melibatkan perhatian semua pihak baik orang HR sendiri maupun masyarakat luas di luar HR. Barangkali selama ini orang HR hanya kurang sadar akan fungsi dan kekuatan media massa dalam mendukung dan terus mendorong perubahan yang telah dan sedang mereka upayakan.

Sinetron OB hanya satu tantangan kecil bagi orang HR untuk membuka mata dunia, dan mengatakan dengan lantang, bahwa "kami sudah berubah". Sudah saatnya orang HR berpikir dan beraksi dengan cara baru. Teruslah gelar seminar dan event-event serupa untuk mensosialisasikan perkembangan HR. Tapi, jangan lupa dekati dan akrabi pers. Libatkan mereka. Bicaralah pada mereka. Agar perubahan paradigma HR bukan hanya jargon yang menghibur diri, tapi menjadi bahan pemikiran dan kepedulian bersama, membuat masyarakat paham dan bersimpati pada isu-isu HR.

Sehingga, tak akan ada lagi gambaran HR sebagai kumpulan orang-orang tua yang kaku, dingin dan suka menghukum. Atau, "berselera aneh" seperti dibilang Emily dalam film Devil Wears Prada.

(Penulis adalah editor PortalHR.com)

Locus of Control dalam Menyikapi Sukses dan Gagal

Oleh: S. Brotosumarto

Locus of Control (LoC) adalah sikap seseorang dalam mengartikan sebab dari suatu peristiwa. Seseorang dengan Internal LoC adalah mereka yang merasa bertanggung jawab atas kejadian-kejadian tertentu. Hasil adalah dampak langsung dari tindakannya. Sedangkan, orang dengan External LoC adalah mereka yang sering menyalahkan (atau bersyukur) atas keberuntungan, petaka, nasib, keadaan dirinya, atau kekuatan-kekuatan lain di luar kekuasaannya.

Tiap orang menilai kekuatan-kekuatan yang menghasilkan keberhasilan (sukses) dan kegagalan dengan sikap berbeda-beda. Seorang pelamar kerja yang sudah berkali-kali mengikuti tes dan tidak pernah lolos seleksi, misalnya, bisa saja menyalahkan dirinya karena kekurangannya. Ia mungkin berpikir, ah saya sarjana payah. Pendek kata, ia menilai kegagalannya berasal dari dalam dirinya (Faktor Internal - FI).

Suatu hari, tesnya berhasil. Ia mungkin saja menilai bahwa keberhasilannya bukanlah disebabkan FI-nya, seperti kecerdasan atau kemampuan berbahasa. Tapi, karena keberuntungan. Ah, demikian pikirnya, barangkali karena tidak banyak yang melamar. Jadi, ia menyikapi kegagalan dan keberhasilan dirinya dengan cara berbeda. Ia menerima kegagalannya karena FI tapi keberhasilannya karena FE (Faktor Eksternal). Kesimpulannya, orang bisa punya LoC yang berbeda, baik untuk sukses maupun gagal.

Selain dikotomi internal dan eksternal, penting untuk memahami keadaan stabil dan labil. Sekali lagi contohnya orang yang menjalani tes. Alkisah, nilainya jatuh, karena pada saat tes ia kelelahan dan konsentrasinya buyar karena ibunya masuk UGD. Jika ia tes lagi dalam keadaan bugar dan ibunya baik-baik saja, ia akan bisa mencetak nilai tes yang bagus. Keadaan ia sedang lelah kita sebut FI sedang labil; dan fakta bahwa ibunya di UGD kita sebut sebagai keadaan (FE) sedang labil, yang sifatnya sementara.

Saat menghadapi kegagalan, kita dianjurkan untuk menyikapinya sebagai keadaan FI sedang labil. Juga FE yang kurang mendukung. Contoh, seorang atlet hari itu prestasinya memble karena sedang pilek dan kakinya keseleo (FI sedang labil), ditambah lagi cuaca habis hujan, becek dan licin (FE sedang labil). Dengan demikian harga diri dan rasa percaya dirinya terlindung dengan baik. Pada lain kesempatan, di mana FI stabil dan FE seperti biasanya, ia akan berprestasi.

Yang terjadi sering terbalik. Ada yang menganggap keberhasilannya karena dukungan FE, misalnya karena ekonomi bagus, dll. Dan, ketika ia menghadapi kegagalan, ia malahan menuduh FI sebagai biangnya, misalnya ia merasa ia goblok. Jika kegagalan itu terjadi beruntun, lama kelamaan harga diri dan rasa percaya dirinya akan ambyar sehingga ia terpuruk.

Sikap yang benar adalah menempatkan FI sebagai faktor yang membuat Anda meraih sukses. Jika Anda naik gaji atau dapat promosi, katakan pada diri sendiri bahwa Anda memperolehnya karena FI yang Anda miliki: kecerdasan, karisma, atau pun ketekunan. Bukan karena FE: anugerah dari bos. Anda layak mendapatkan keberhasilan itu karena jerih payah Anda sendiri, karena memang Anda punya kelebihan. Jika Anda tidak kena PHK, itu bukan karena Anda beruntung atau dikasihani bos, tapi memang Anda tahan banting. Jika Anda tiba-tiba mendapat peluang, itu bukan karena beruntung, tapi karena Anda sudah mejeng memposisikan diri untuk meng-embat peluang itu.

Saat menghadapi keberhasilan, sangat bijak untuk tidak membesar-besarkan FE, tapi jika Anda sedang dirundung kegagalan, lebih bijak menyimak FI dan FE lebih saksama. Yang disimak apa? Stabilitas. Bisa jadi FI kita sedang labil misalnya sakit. Atau, karena FE yang sedang labil, misalnya ada huru hara. Dengan demikian bagian FI kita yang rawan, yakni harga diri dan rasa percaya diri, akan terlindung.

Labil bermakna bahwa faktor-faktor itu bersifat sementara. Jika faktor-faktor itu sudah stabil, kita akan mudah bangkit lagi dan tidak gagal. Kita bisa mengerahkan FI yang lebih berdaya guna. Dengan demikian kita mampu menghadapi kegagalan bertubi-tubi tanpa menjadi terpuruk dalam lembah keputusasaan. Kita mampu memahami bahwa kegagalan yang kita derita sifatnya sementara. Dalam kata-kata puitis ‘mendung tak selalu kelabu’, ‘ badai pasti berlalu ‘, ‘esok penuh harapan’. Cengeng dan klise ? Mungkin. Tapi, percayalah ini pernyataan ilmiah yang didukung dengan riset.

Memahami Siklus Perubahan

Oleh: Meisia Chandra

Salah satu peran "baru" HRD yang belakangan ini banyak didengungkan adalah sebagai agen perubahan. Jelas ini sebuah tuntutan ideal yang tidak mudah. Salah satu kendalanya ialah asumsi bahwa karyawan akan menerima perubahan sebagaimana adanya, sebagai sesuatu yang akan terjadi, dan menjalankannya apa adanya.

Hal seperti itu jarang sekali terjadi. Sebaliknya, perubahan lebih sering dianggap sebagai sumber penyebab rasa takut, perasaan kehilangan atas suasana yang sudah familiar, dan kecemasan-kecemasan lain. Sehingga, perlu waktu bagi karyawan untuk memahami makna perubahan itu dan berkomitmen terhadap perubahan itu dengan baik.

Karena itu, penting bagi para manajer HR untuk mengerti bahwa setiap orang cenderung melalui tahapan-tahapan dalam mengatasi perubahan. Memahami adanya tahapan-tahapan yang wajar terjadi terhadap suatu perubahan akan membantu para change agent tersebut untuk mengantisipasi reaksi yang akan terjadi, dan juga tidak bereaksi berlebihan apabila terjadi perlawanan.

Tahapan yang terjadi dalam menghadapi perubahan, mirip dengan proses yang dialami

ketika seseorang kehilangan seorang yang disayanginya.

Tahap I: Menyangkal

Strategi awal yang biasa digunakan orang dalam menghadapi perubahan adalah menyangkal apa yang terjadi, atau menyangkal bahwa hal itu akan berlanjut terus. Respons-respons yang biasa terjadi dalam tahapan ini biasanya:

"Ah, aku sudah pernah mendengar hal beginian sebelumnya. Ingat nggak tahun lalu mereka mengumumkan inisiatif konsumen baru? Enggak ada yang terjadi tuh, dan yang ini juga akan segera berlalu."

"Alah, paling-paling cuma gagasan bos-bos yang gak berotak."

"Aku bertaruh ini akan jadi seperti yang lain-lain. Paling-paling hebohnya selama enam bulan saja dan setelah itu semuanya akan kembali normal. Lihat saja."

"Aku akan percaya kalau sudah melihat."

Orang-orang dalam tahapan Menyangkal ini mencoba menghindar untuk menghadapi ketakutan dan ketidakpastian karena perubahan yang akan terjadi. Mereka berharap mereka tidak perlu beradaptasi.

Menghadapi tahap menyangkal ini akan sulit karena tidak mudah melibatkan orang-orang untuk merencanakan masa depan, ketika mereka tidak mau menerima masa depan akan berubah dari saat ini.

Mereka akan keluar dari tahap menyangkal ketika mereka melihat indikasi-indikasi yang jelas bahwa perbedaan telah terjadi. Bahkan setelah melihat indikasi-indikasi itu beberapa orang tetap saja menyangkal.

Tahap II: Marah dan Menolak

Ketika seseorang tidak bisa lagi menyangkal, mereka cenderung pindah ke tahap marah, yang diikuti dengan penolakan secara langsung atau pun tersamar. Tahapan ini sangat kritis dalam keberhasilan implementasi perubahan. Kepemimpinan yang baik diperlukan dalam mengatasi tahapan ini, dan memindahkan individu tersebut ke tahapan berikutnya. Bila kepemimpinan tidak baik, maka kemarahan dalam tahap ini akan berlangsung terus, mungkin jauh lebih lama dari perubahan itu sendiri.

Orang yang berada dalam tahapan ini biasanya mengatakan hal-hal seperti:

"Emangnya mereka siapa sih? Ngatur-ngatur kita."

"Mengapa mereka menyudutkan kita?"

"Apa salahnya dengan kondisi saat ini?"

"Teganya bos membiarkan hal ini terjadi."

Seringkali malah yang dikatakan jauh lebih kasar dan kuat.

Tahap III: Eksplorasi dan Penerimaan

Pada tahapan ini orang-orang sudah mulai agak tenang. Mereka berhenti menyangkal, dan meski masih sedikit marah, kemarahan mereka sudah bisa dikesampingkan. Mereka sudah lebih mengerti makna perubahan itu dan lebih bersedia mencari tahu lebih jauh, dan akhirnya menerima perubahan itu. Mereka lebih terbuka, dan kini lebih tertarik untuk ikut merencanakan hal-hal sekitar perubahan itu dan ikut berpartisipasi dalam proses tersebut.

Dalam tahapan ini mereka biasa mengatakan:

"Well, kurasa memang kita harus melakukan yang terbaik."

"Mungkin kita akan bisa melalui ini dengan baik."

"Kita perlu meneruskan bisnis."

Tahap IV: Komitmen

Inilah tahapan terakhir, di mana orang sudah bisa berkomitmen pada perubahan, dan bersedia bekerja untuk menyukseskan perubahan itu. Mereka memahami kenyataannya, dan pada titik ini mereka sudah cukup beradaptasi untuk ikut menyukseskan perubahan. Meskipun ada perubahan-perubahan tertentu yang tidak mungkin mendapatkan penerimaan dari karyawan (contohnya: pengurangan jumlah karyawan), pada tahap ini karyawan akan berkomitmen untuk membuat organisasi berjalan dengan lebih efektif.

Perubahan adalah suatu proses yang memakan waktu. Jangan meremehkannya dengan berasumsi bahwa semua akan "berjalan dengan sendirinya". Jangan bereaksi secara berlebihan bila menghadapi penolakan. Malah, kita harus khawatir bila tidak ada penolakan. Pada perubahan yang cukup signifikan ada kemungkinan orang-orang menyembunyikan reaksi mereka. Ini harus diantisipasi untuk menghindari reaksi yang muncul belakangan dan tidak tertanggulangi, yang bisa mengganggu jalannya organisasi. Apalagi bila reaksi itu sudah berbentuk kemarahan.

(Penulis adalah pemimpin redaksi portalhr.com)

portalhr.com

Efek Pygmalion

Oleh: It Pin, MBA

Pygmalion adalah salah satu legenda terkenal Romawi yang awalnya ditulis oleh pujangga Ovid. Dalam kisah tersebut, Pygmalion adalah seorang pemahat kesepian yang mengaku tidak pernah tertarik dengan wanita. Suatu saat, dia memahat patung berbentuk seorang wanita dari gading. Patung tersebut sangat indah dan realistis sehingga Pygmalion akhirnya jatuh cinta pada patung tersebut. Karena cintanya, Pygmalion memohon pada sang dewi cinta Venus untuk menghidupkan patung tersebut untuk dinikahi. Berkat permohonannya yang sungguh-sungguh dan tulus, Venus akhirnya mengabulkan permintaan tersebut.

Ide cerita tersebut kemudian dipakai oleh George Bernard Shaw, dramawan Irlandia yang juga pemenang hadiah nobel kesusasteraan tahun 1925, untuk menghasilkan salah satu karyanya yang paling dikenal, Pygmalion. Karya Shaw tersebut menceritakan tentang seorang profesor fonetik yang berhasil merubah seorang gadis penjual bunga yang sederhana, Eliza Doolittle, menjadi seorang lady di kalangan elit di London.

Walau kisah asli Pygmalion jelas-jelas merupakan legenda yang tidak mungkin terjadi, namun adaptasi Shaw ternyata menggambarkan sesuatu yang cukup dekat dengan realitas yang jarang kita sadari: bahwa harapan kita terhadap seseorang akan merubah harapan orang tersebut terhadap dirinya sendiri dan akhirnya akan merubah harapan tersebut menjadi kenyataan.

Sekitar tahun 1960-an, Rosenthal dan Jacobson melakukan eksperimen di beberapa sekolah dasar di US. Dalam salah satu eksperimen tersebut, para guru diberitahu bahwa sekelompok murid-murid (sekitar seperlima dari kelas) memiliki IQ yang lebih tinggi. Secara berkala selama eksperimen tersebut dilakukan, dilakukan tes IQ. Dan memang benar, IQ kelompok murid-murid yang diharapkan memiliki IQ yang lebih tinggi tersebut memang memiliki IQ yang secara signifi kan lebih tinggi dibanding murid-murid lainnya.

Bagaimana sekolompok murid-murid yang diberitahu memiliki IQ tinggi akhirnya benar-benar menunjukkan IQ yang tinggi, menurut Rosenthal dan Jacobson, adalah hasil dari harapan guru-guru tersebut. Secara tidak sadar, harapan-harapan tersebut mempengaruhi citra diri murid-murid itu sendiri. Kesimpulannya: walau kisah Pygmalion merupakan dongeng, namun efek Pygmalion bukanlah dongeng!

Dalam konteks dunia kerja, efek ini juga pernah diteliti oleh J. Sterling Livingstone. Hasil penelitian tersebut dipublikasikan di Harvard Business Review pada edisi Sep/Okt 1988 di artikel yang berjudul “Pygmalion in Management“. Menurut Livingstone, bagaimana manajer memperlakukan anak buahnya dipengaruhi secara tidak sadar oleh harapan manajer tersebut. Manajer yang memiliki pengharapan positif terhadap anak buahnya akan cenderung mendapatkan hasil yang positif dan sebaliknya.

Harapan-harapan tersebut dikomunikasikan dengan halus, kadang tidak disadari oleh manajer tersebut. Misalnya saja manajer akan memberikan lebih banyak feedback konstruktif untuk anak buah yang diharapkan menunjukkan kinerja positif dan memberikan kritik bernada negatif terhadap anak buah yang diharapkan menunjukkan kinerja negatif. Atau manajer akan menghabiskan lebih banyak waktu untuk berdiskusi dengan anak buah yang diharapkan menunjukkan kinerja positif. Akumulasi dari hal-hal kecil seperti itu akan mempengaruhi citra diri para anak buah tersebut yang akhirnya berbuah pada kenyataan sesuai harapan manajer tersebut dari awal. Kesesuaian antara harapan dan kenyataan tersebut semakin memperkukuh kepercayaan manajer bersangkutan bahwa pendapatnya memang benar dari awal.

Pendapat tersebut ditunjang juga oleh dua peneliti dari Insead, Jean-Francois Manzoni dan Jean-Louis Barsoux. Penelitian tersebut dituangkan dalam buku “The Set-Up-to-Fail Syndrome“. Mereka berfokus pada bagaimana para bos secara tidak sadar menyusun perangkap untuk menggagalkan anak buahnya. Harapan negatif bos membuat sang boss mengontrol dengan ketat pekerjaan anak buahnya, yang menimbulkan krisis percaya diri si anak buah, yang menurunkan kinerjanya, yang memperkuat kepercayaan awal sang bos, dan seterusnya.

Lalu apa artinya efek Pygmalion bagi kita? Dalam dunia kerja, bila kita adalah manajer atau bos, berhati-hatilah terhadap harapan-harapan negatif terhadap bawahan kita. Bila ada karyawan yang menunjukkan kinerja rendah, atasan hendaknya berusaha seobjektif mungkin mencari akar penyebabnya. Bisa jadi penyebabnya ada pada sistem perusahaan, interaksi yang kurang baik dengan rekan kerjanya, masalah pribadi dan keluarga, atau karena ketidakcocokan dengan jenis pekerjaan.

Penarikan kesimpulan yang terlalu dini bukan saja akan merugikan karyawan bersangkutan, namun perusahaan juga. Pada kebanyakan kasus, karyawan yang pernah mengalami masalah namun merasa mendapat dukungan yang positif, mampu menghasilkan kinerja yang lebih baik.

Penulis adalah Konsultan inovasi dan holistic business thinking.

portalhr.com

Optimis vs Pesimis (2): Ke Mana Arah sang Optimistik?

Oleh: S. Brotosumarto

Di tulisan sebelumnya, saya memaparkan bahwa tipe pesimistik merangkak ke papan atas manajemen. Lantas, kemana si optimis bakal meraih posisi terbaiknya?

Where the heck are they doing?

Kita tahu, bahwa sang Optimis: expect the expected. Sebaliknya, modus operandi manajemen adalah pesimistik: expect the unexpected. Jangan diterjemahkan: mengharap bencana, melainkan SIAP menghadapi yang terburuk.

Eksportir misalnya cenderung pesimis bahwa barang yang dikirim tidak dibayar sehingga menuntut dibayar sebelum dikirim. Importir tidak mau membayar sebelum barang dikirim, takut jika barang tersebut ternyata tidak dikirim. Sang pemberi kontrak menuntut jaminan uang muka karena takut uang mukanya dibawa kabur kontraktor. Sang pemberi kontrak juga menuntut jaminan mutu, takut kalau rusak kontraktornya tidak mau memperbaiki. Itulah basis manajemen: expect the unexpected.

Manajemen terdiri atas planning, directing, controling dan excecuting. Pada planning umumnya dipakai pesimistic plan: the worst case scenario. Jika rencana A gagal, maka sudah disiapkan rencana B. Hal ini tersurat dalam kontrak-kontrak perusahaan: waktu pengerjaan sudah ditentukan dan kalau tidak selesai tepat waktu maka konsekuensinya sudah disepakati. Jika ada perubahan, juga telah diantisipasi di kontrak. Bahkan jika ada sengketa pun, pasal-pasal itu termuat di kontrak. Sangat pesimistik.

Birokrasi adalah sebentuk pesimisme yang sangat menjengkelkan. Bahkan kita menyerahkan suatu dokumen kepada sejawat seruang harus pakai tanda terima. What the heck! Banyak aturan! Nuansa yang demikian ini membuat beberapa optimis tidak nyaman. Beberapa di antaranya akhirnya hengkang. Itu salah satu penjelasan kenapa orang-orang yang berpembawaan optimis kurang betah duduk di manajemen. Mereka frustrasi dengan atmosfir pesimistik yang tidak sesuai dengan sifatnya.

Di sisi lain, orang-orang yang optimistik sangat menjengkelkan manajemen. Mereka selalu bilang bisa bisa bisa, nanti beres beres beres, sudah selesai selesai selesai, sambil cengengesan setor wajah optimis. Nyatanya, tidak beres, tidak selesai dan gagal! Berbeda dengan si pesimis, sesudah di-thuthuk biasanya selesai dan beres karena mereka takut di-PHK. Tidak demikian halnya dengan si optimis, mereka tidak gentar di-PHK dan tetap saja pasang muka optimis.

Di-thuthuk berkali-kali tetap saja optimis tidak di-PHK. Akirnya benar-benar di-PHK. Dari sinilah ejekan buat optimistik muncul: It doesn't hurt to be optimistic. You can always cry later.

Itu penjelasan lain mengapa orang-orang berpembawaan cenderung optimis jarang sampai ke tangga atas manajemen. Jadi, sebagian optimis SP ada yang keluar, tidak tahan kerja manajemen yang bagi mereka barangkali terasa muram, banyak aturan, monoton. Sebagian lagi kena tendang. Sebagian yang bisa merangkak ke papan atas adalah orang-orang dengan 'plus'. Entah berbakat, anak orang penting/kaya/berkuasa, punya koneksi bagus/luas, sangat pandai, pintar mengambil hati/menjilat, atau memiliki sesuatu yang sangat dibutuhkan korporasi tersebut.

Yang lain ke mana? Sebagian besar ada di papan bawah, sebagai tukang-tukang, teknisi-teknisi, sopir-sopir, dan di sektor-sektor informal. Mereka nyaman dalam ketidaktentuan.

Sebagian lagi sebagai artis, seniman, olahragawan, penghibur, dan bidang-bidang lain di mana optimisme dihargai. Mereka optimis, periang dan tidak gentar menghadapi esok.

Entrepreneur, mulai dari tukang sate sampai sekelas Rupert Murdoch, didominasi para optimis. Dalam kewirausahaan optimisme mutlak diperlukan. Optimisme mereka mampu menarik banyak pihak (kreditor, pemodal, karyawan, supplier) bergabung. Sifat positif para optimis adalah tidak gentar mengalami kegagalan.

Kalau gagal mereka bangkit dengan sangat mudahnya. Gagal, bangkit lagi; gagal lagi bangkit lagi. Optimis umumnya besar nyalinya, baik yang besifat fisik maupun finansial, berani duel dengan risiko.

Sifat buruk optimis adalah mengulang-ulang kesalahan yang sama. Sangat kontras dengan pesimis, yang takut gagal. Kalau gagal mereka akan mati-matian supaya tidak gagal lagi.

Seperti yang saya tulis sebelumnya, masing-masing karakter punya kelebihan dan kekurangan. Jika Anda bos sebaiknya mengisi beberapa orang yang optimistik dalam jajaran manajemen, biar pun kerjaannya tidak beres. Mereka membawa cuaca cerah. Kalau tidak, suasana akan kelabu: seeing doom and gloom. Kalau Anda entrepreneur, rekrut wajah-wajah muram pesimistik. Mereka akan membentengi Anda dari babak belur. Sudah pasti Anda akan frustrasi nuthak-nuthuk tapi mereka akan melindungi Anda.

Jika ada yang paham MBTI, di puncak tangga manajemen 80-90% terdiri dari 4 tipe: ESTJ (terbanyak), ISTJ, ENTJ, INTJ. Perhatikan 2 huruf terakhir: TJ.

Karakter khas mereka: andal dan pesimistik.

Yang dua terakir sedikit jumlahnya karena populasinya sedikit. Entrepreneur didominasi 3 tipe: ESTP, ISTP dan ENTP. Perhatikan 2 huruf terakir: TP.

Karakteristik mereka optimis, gesit dan tidak gentar.

Dunia seni didominasi ESFP dan ISFP. Karakteristik mereka: entertaining dan optimistik.

Dunia kemasyarakatan, kemanusiaan, sosial, spriritual, relijius, pendidikan, penyuluhan, perawatan didominasi eNFj, eNFp, iNFj, iNFp, esfj, isfj. Sifat khas: spiritual, relijius, moralistik dan…mistis.

portalhr.com

Optimis vs Pesimis: Ke Mana Arah Sang Pesimis?

Oleh: S. Brotosumarto

Orang yang pesimis seringkali diposisikan kurang baik dibanding mereka yang optimis. Itulah pandangan umum yang beredar di publik saat ini. Namun, dalam hal manajerial, pendapat itu kurang tepat. Kita tidak bisa menghakimi bahwa yang optimis lebih baik dari pesimis atau sebaliknya. Masing-masing sebenarnya memiliki kelebihan dan kekurangan.

Sang optimis seringkali memandang sebuah masalah dari sudut yang berbeda dengan sang pesimis. Sang optimis ketika disodori gelas berisi air separo misalnya, ia akan berpikiran bahwa "isi gelas separo PENUH". Sebaliknya, sang pesimis memandang "isi gelas separo KOSONG". Optimis melihat benefit, baru cost. Pesimis sebaliknya. Optimis melihat opportunity, baru risiko. Pesimis sebaliknya.

Tak heran bila masing-masing karakter ini melahirkan ejekan-ejekan khas.

Ini contoh ejekan-ejekan bagi orang-orang pesimis:

An optimist laughs to forget. A pessimist forgets to laugh.

Always borrow money from a pessimist, he doesn't expect to be paid back.

A pessimist is a man who looks both ways before crossing a one-way street.

Yang optimis pun tak luput dari ejekan-ejekan. Misalnya seperti ini:

It doesn't hurt to be optimistic, you can always cry later.

Optimists are nostalgic about the future.

An optimist is a guy who has never had much experience.

Orang-orang yang optimis adalah mereka yang kalau ditagih selalu menjawab dengan mantap, “Besok utangmu lunas.” Besoknya ditanya lagi, jawabannya sama. Maka banyak yang menyarankan: jangan memberi hutang kepada orang-orang optimis.

Saran kedua: jangan memberi kerjaan pada orang-orang optimis. Sebab, setiap kali ditanya apakah bisa mengerjakan, jawabannya: BISA. Ketika ternyata tidak bisa, ia akan bilang dengan optimis, “Besok bisa.”

Secara sederhana, ada orang-orang yang cenderung optimis -selanjutnya kita namakan SP, ada pula yang pesimistik -SJ. Selama saya berkarir di banyak perusahaan dan membaca banyak riset, saya menemukan komposisi yang seperti ini:

- level manajemen trainee merata: 40% SP, 40% SJ, 20% tipe lain

- level manajemen muda 30% SP, 52% SJ, 18% tipe lain

- level manajemen menengah 20% SP, 65% SJ, 15% tipe lain

- level manajemen senior 15% SP, 73% SJ, 12% tipe lain

- level eksekuti puncak 10% SP, 80% SJ, 10% tipe lain

Angka-angka di atas hanyalah perkiraan, sekedar gambaran. Semakin ke anak tangga atas manajemen, semakin didominasi orang-orang yang berpembawaan pesimis. Apakah lantas kita bisa menyimpulkan bahwa yang pesimis berbakat di manajemen? Bukan begitu. Saya mengartikan, 5-8 dari 10 opsir-opsir korporasi berpembawaan pesimistik. Nuansa manajemen adalah pesimistik. Nuansa pesimistik ini tidak begitu pekat pada level pekerja papan bawah. Di level ini tipe-tipe yang ada terdistribusi merata.

Manajemen memang bersifat pesimis seperti itu. Asumsi dasar perbankan misalnya, adalah pesimistik, yakni utang dikemplang. Maka, mereka memakai berbagai cara agar itu tidak terjadi, misalnya dengan agunan, notaris dan perangkat pengamanan lain. Perangkat-perangkat pesimistik sangat mendominasi manajemen. Semisal kontrak, perjanjian kerja, birokrasi, jaminan keselamatan dan berbagai upaya kontrol.

Optimisme yang umumnya dipersepsikan sebagai 'baik' sebenarnya bisa positif bisa negatif. Optimis yang negatif adalah bentuk-bentuk meremehkan, menyepelekan, sembrono, ugal-ugalan, menggampangkan, ceroboh, besar pasak daripada tiang, serampangan dan tidak serius.

Selaku atasan, baik sebagai eksekutif atau pemilik, saya tidak menyukai jenis optimis yang begini. Bukan hanya saya, rata-rata yang setara dengan saya, baik sejawat lokal maupun internasional, memiliki ketidaksukaan yang sama terhadap jenis pekerja yang optimistik negatif.

Contoh orang pesimis: sebenarnya bisa tapi bilang tidak bisa. Contoh orang optimis: sebenarnya tidak bisa tapi bilang bisa.

Dua-duanya kurang disukai. Yang pesimis perlu di-"tendang" baru jalan. Kalau tendangannya sekali dua kali memang tidak masalah, namun kalau terus-terusan pasti membuat frustrasi atasan. Optimis juga menjengkelken karena omongnya 'bisa, bisa, bisa', tapi gagal melulu. Sudah gagal tidak merasa kalau gagal, masih optimis 'bisa, bisa, bisa'. Di sini kita lihat, optimis maupun pesimis negatif sama-sama bikin bludreg.

Jika Anda menjadi atasan, Anda akan merasakan geramnya memiliki staf yang seperti itu. Ketika Anda masih pada level manajemen muda, Anda akan berhadapan dengan jenis optimis yang 'bisa, bisa melulu' tadi dan yang selalu bilang 'tidak bisa' hampir sama banyaknya. Semakin tinggi level manajemen Anda, yang pesimis semakin banyak. Jika Anda menjadi atasan, Anda perlu belajar seni 'nuthuk'. Terutama untuk mereka yang pesimistik.

"Tendangan" tidak selalu harus dengan hardikan dan bentakan tapi kadang dengan memotivasi, bujukan, insentif, dan sejenisnya. Tapi, kalau ada yang tanya, kapan harus membentak, kapan saat membujuk, saya kelimpungan menjawabnya. Sebagian dari ilmu nendang atau "nuthuk" harus dipelajari di lapangan.

Memang benar bahwa optimisme menumbuhkan semangat, motivasi, mendorong dan akhirnya menggerakkan. Tapi, keliru kalau menyimpulkan bahwa pesimisme selalu menghambat. Pesimisme pun bisa menjadi daya dorong yang tidak kalah kuatnya. Seseorang yang pesimis, yang senantiasa dirundung kekhawatiran di-PHK, bisa bereaksi positif dengan bekerja sebaik-baiknya.

Are you a pesimist? No worry, it could be a good news. Good luck.

Are you an optimist? It could be a good news, too. Good luck.

Either pesimist or optimist, it should be good news.

Dalam banyak hal mereka komplementer, saling mengisi. Yang satu 'gas' satunya 'rem'. Maka, sarannya sederhana. Jika Anda pesimistik, bergaulah dengan si optimis dan sebaliknya. Maka akan terjadi proses. Timbul pertanyaan, kalau tipe pesimistik merangkak ke papan atas manajemen, si optimis ke mana? Where the heck are they doing?

portalhr.com

Kolom Lainnya

Perbaikilah Kepribadian Anda, dan Anda Akan Sukses

Oleh: Tunggul Tranggono

"You are free to choose, but the choice you make today will determine what you will have, be and do in the tomorrows of your life" Zig Ziglar.

Hasil survey Stanford Research Institute, Harvard University & Carnegie Foundation menyimpulkan: Bahwa lima belas persen (15 %) dari alasan mengapa seseorang berhasil meraih keberhasilan dalam pekerjaan banyak ditentukan oleh penguasaan pengetahuan dan keterampilan mengenai profesi. Bagaimana yang 85 %? Delapan puluh lima persen dari mereka yang meraih sukses, banyak ditentukan oleh pengetahuan dan keterampilan mengenai manusia! Survey yang lain pada 16 (enam belas) jenis industri di Amerika menunjukkan bahwa ternyata prestasi seseorang tidak ditentukan oleh faktor pendidikan formal apakah seseorang tersebut sarjana atau bukan sarjana,bukan oleh faktor jenis kelamin apakah seseorang itu laki-laki atau perempuan, bukan oleh ras apakah mereka itu

kulit putih atau kulit hitam, dan juga bukan oleh umur apakah diatas 40 tahun atau dibawah 40 tahun.

Prestasi seseorang ditentukan oleh kepribadiannya. Bahkan disimpulkan juga bakat yang dibawa sejak lahir hanya berperan sebagai faktor imbuhan saja bagi prestasi seseorang. Kepribadian dan prestasi ibarat flight-attitude yang di-install pada cockpit pesawat terbang. Bila flight attitude menunjukkan kemiringan 45 derajat, maka berarti pesawat miring 45 derajat. Bila kepribadian seseorang tidak positif, maka prestasi yang bersangkutan tidak akan sukses, walau faktor pendukung kesuksesan yang lain dimilikinya. Oleh sebab itu apabila seseorang ingin sukses, tidak ada jalan lain kecuali menimba terus ilmu dan pengetahuan agar wawasannya luas, bekerja terus menerus agar memperoleh pengalaman dan mempertajam keterampilan, berpola pikir dan berpola tindak positif untuk makin menampilkan kepribadian yang positif. Tiga faktor ini yaitu "knowledge, skill and behaviour" oleh Dale Carnegie disebut sebagai faktor keberhasilan seseorang (The Triangle of Success).

KNOWLEDGE

Perjalanan jaman senantiasa diikuti dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Bagi manusia yang terlahir pada jamannya dituntut setidak-tidaknya mengetahui apa yang terjadi dan sedang berkembang, kemudian menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan tersebut dengan sikap yang adaptatif walau harus melakukan perubahan yang memerlukan pengorbanan. Dalam konteks bekerja dan pekerjaan misalnya, penerapan teknologi yang modern sebagai hasil perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat mau tidak mau harus diterima dengan baik, sebab kalau kita tidak melakukannya, bukan hanya ketinggalan dengan yang lain, tetapi bahkan mungkin kita akan terlindas dengan perubahan/kemajuan yang sedang berlangsung. "Make change an ally!" Jadikan perubahan itu sahabat anda. Sebab alergi dengan perubahan, kita akan mandeg.

Dalam pergerakannya, ada satu hal yang tidak pernah berubah, yaitu bahwa jaman akan menawarkan kepada kita berbagai kesempatan terus menerus. Tinggal terserahlah kepada kita akan menyambut kesempatan tersebut dan menangkap atau membiarkannya berlalu. Yang jelas kesempatan yang sama tidak akan datang lebih dari satu kali, hilang diambil oleh yang lain atau lenyap tertelan waktu. Siap atau tidak siap salah satu keberhasilannya tergantung penguasaan kita terhadap ilmu kita yang kita miliki. Sebab menangkap kesempatan harus berbekal ilmu pengetahuan. Semakin luas ilmu kita semakin cakap kita mengambil kesempatan. Hanya orang yang membekali dirinya dengan ilmu pengetahuan yang banyak mampu menangkap berbagai peluang dan kesempatan.

SKILL

Keterampilan pada akhirnya akan dicapai seseorang apabila mereka melakukannya dalam praktek. Penguasaan ilmu pengetahuan saja tidaklah cukup untuk bisa disebut sebagai terampil apalagi ahli. Dengan praktek seseorang akan menemui berbagai pengalaman yang sangat variatif, berbagai persoalan dan bagaimana menyelesaikan persoalan tersebut. Ini membuat penguasaan terhadap fungsi pekerjaan yang menjadi tanggung

jawabnya semakin tajam. Berbekal ilmu pengetahuan ditambah pengalaman, seseorang akan mudah menemukan esensi dari ilmu pengetahuan tersebut, yang akan berpengaruh kepada keberhasilan dalam pengeterapannya. Solusi-solusi terhadap masalah bisa dipermudah sebab esensinya dikuasai. Untuk rakyatnya yang diharapkan bisa mandiri dan tidak tergantung kepada negara lain / kapitalis, Mahatma Gandhi menghimbau agar rakyatnya mempraktekkan ilmu pengetahuan yang sudah dimilikinya untuk melakukan produksi untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya.. Beliau mengibaratkan betapa tinggi praktek itu dengan perumpamaan bahwa satu ons praktik nilainya sama dengan satu ton ilmu pengetahuan. Maksudnya adalah dengan praktik, seseorang akan mendapatkan banyak manfaat dan ilmu yang lebih detail dan mendalam, sebab betul-betul dirasakannya dan dipahaminya.

BEHAVIOUR

Dipengaruhi oleh karakter yang terbawa sejak lahir, serta lingkungan kehidupan sehari-hari, seseorang akan tampil dengan ciri khusus yang mengemuka sebagai behavior dalam bentuk pola pikir dan pola tindaknya. Tampilan ini secara umum disebut sebagai kepribadian atau personality yang dalam awal tulisan disebut mempengaruhi pencapaian prestasi seseorang dengan dominan. Ada yang beranggapan kepribadian adalah pembawaan yang merupakan keturunan dari orang tua, atau yang tak bisa dirobah. Seorang sarjana, James William, menyatakan bahwa kepribadian seseorang ibarat bawang merah, yang apabila dikupas kulitnya, akan diketemukan kulit yang lain, begitu berkali-kali. Artinya kepribadian sebagai potensi sesungguhnya sangat banyak dimiliki oleh seseorang. Namun tidak nampak. Yang nampak atau ditampilkan sekarang ini adalah sebagian saja dari kepribadian yang dimilikinya. Hakekat dari pengibaratan ini adalah bahwa kepribadian itu bisa dikembangkan. "Attitude is learned, not inherited." Bisa dipelajari, bukan bawaan keturunan.

SELF DEVELOPMENT

Dengan berbekal ilmu pengetahuan (Knowledge), keterampilan (Skill) dan kepribadian (attitude & behaviour) yang dimilikinya, seseorang akan berhasil dalam pekerjaannya dan berprestasi tinggi. Namun itu tentunya tidak cukup. Perjalanan zaman membuat pula "social environment" berkembang. Oleh sebab itu prestasi pun harus berkembang dari waktu ke waktu sehingga seseorang senantiasa dalam posisi "kini lebih baik". Ibarat perjalanan, prestasi berawal dengan pertanyaan untuk diri sendiri ; siapa saya, dimana saya, hendak kemana saya, bagaimana caranya agar sampai kesana.

SIAPA SAYA?

Alangkah sulitnya seseorang yang ingin berkembang tetapi tidak mengenal dirinya sendiri. Untuk itu jurnal kehidupan senantiasa harus diikuti, neraca kehidupan senantiasa harus dibuat. Dengan introspeksi, dengan retrospeksi. Seberapa luas ilmu pengetahuan kita miliki? Seberapa terampilkah kita bekerja? Sepositif apakah kepribadian kita? Pengenalan diri sendiri dan kesadaran akan kekuatan serta kelemahan sendiri merupakan modal utama seseorang untuk bisa melakukan pengembangan diri. Tidak pula bisa

dianggap sepele adalah pengenalan seseorang dari atau oleh orang lain yang harus dimanfaatkan sebagai 'feed-back' bagi koreksi akan hal-hal yang tidak baik pada diri kita.

DIMANA SAYA?

Seseorang hidup di tengah-tengah masyarakat, tidak terlepas dari interaksi antar berbagai aspek kepentingan baik manusia yang memiliki kepribadian berbeda-beda., dengan teman sekerja, lembaga / perusahaan dimana kita bekerja, masyarakat, bahkan sistem kerja yang saling interaksi secara global. Seseorang selalu berada di tengah-tengah berbagai faktor yang mempengaruhi keberhasilannya. Oleh sebab itu dimana letak posisi seseorang dalam interaksi organisasi, apa statusnya, harus disadari sebagai awal pijak perjalanan prestasi yang panjang.

HENDAK KEMANA SAYA?

Tujuan hidup hendaklah jelas. Clear Goal in Life kata sebagian orang. Bekerja sebagai usaha mewujudkan tujuan hidup haruslah jelas juga.Buat apa kita bekerja? Puaskah kita dengan kondisi sekarang? Atau kita ingin berkembang? Kemana kita akan menuju? Menentukan tujuan dengan jelas merupakan motivasi yang akan menggerakkan kita. Seberapa kuat (strength) kita, apa saja kelemahan (weakness) kita. Apabila sudah kita ketahui, dinamika interaksi sosial banyak menawarkan peluang (opportunities). Bahwa kita bisa menggapai kesempatan, adalah tergantung kesiapan kita. Adakah itu? Di samping itu harus diwaspadai pula bahwa di dalam berbagai kesempatan, ada juga ancaman -ancaman (threats) yang bisa membuat tujuan kita gagal.

BAGAIMANA CARANYA?

Dibumbuhi oleh semangat (enthusiasm), seseorang harus mencapai prestasinya. Untuk itu dalam pelaksanaannya haruslah berbahasa prestasi, bermotif prestasi (achievement motive orieented). Pada diri seseorang, motif prestasi bisa dikembangkan. Kebiasaan mengetahui apa yang dilakukan, senantiasa ingin mencapai hal yang lebih baik dari waktu sebelumnya, membandingkan antara hasil dan resiko-resiko, akan membawa seseorang kepada peningkatan motif prestasi yang semakin tinggi. Akhirnya secara naluriah pada diri seseorang akan terbentuk jiwa yang selalu ingin berprestasi. Seiring perjalanan hidupnya, tampillah suatu sosok jati diri yang mencerminkan kepribadian yang positif,yang bisa filling-nya mempercepat pemilihan antara kegiatan yang berguna bagi prestasinya dengan yang tidak. Dan kata tanya yang tepat untuk ini adalah di dalam kita berkegiatan atau bekerja, selalu ada pertanyaan kepada diri sendiri kenapa tidak yang terbaik yang aku lakukan?

PRESTASI, TERMINAL DARI TUJUAN

Individu adalah bagian dari institusi. Apabiia individu-individu berkembang, berkembang pulalah institusi, demikian sebaliknya. Dan apabila institusi berkembang, celah dan kesempatan semakin banyak, yang bisa kita tangkap semakin banyak pula kemungkinannya. Secara umum, "performance" kita akan saling terkait dengan

performance institusi dimana kita bekerja. Oleh sebab itu bagi yang memahami alur pemikiran ini tak ada pilihan kecuali mengejar prestasi dengan bekerja sebaik-baiknya, sebab jalan kearah pencapaian tujuan semakin terbuka.

Pada akhirnya seiring perjalanan umur, sampailah kita di terminal tujuan hidup kita, di puncak karir dan bolehlah kita menghela nafas panjang sambil berucap: "Alhamdulillah, aku menjadi sebaik-baik diriku. Alhamdulillah tidak sia-sia hidupku,".

Sumber: Majalah Human Capital No. 13 | April 2005

portalhr.com

Mempertahankan Karyawan Terbaik

Oleh: Johanes Papu

Keberhasilan perusahaan (manajemen) dalam mempertahankan karyawan terbaik yang dimiliki tidaklah dicapai dengan cara yang mudah. Hal tersebut hanya dapat terjadi berkat kepiawaian manajemen dalam memahami kebutuhan karyawan dan kemampuan mereka untuk menciptakan lingkungan kerja yang kondusif yang dapat membuat para karyawannya merasa termotivasi secara internal.

Kebutuhan Karyawan

Salah satu teori motivasi yang banyak mendapat sambutan yang amat positif di bidang manajemen organisasi adalah teori Hirarki Kebutuhan yang dikemukakan oleh Abraham Maslow. Menurut Maslow setiap individu memiliki kebutuhan – kebutuhan yang tersusun secara hirarki dari tingkat yang paling mendasar sampai pada tingkatan yang paling tinggi. Setiap kali kebutuhan pada tingkatan paling rendah telah terpenuhi maka akan muncul kebutuhan lain yang lebih tinggi. Pada tingkat yang paling bawah, dicantumkan berbagai kebutuhan dasar yang bersifat biologis, kemudian pada tingkatan yang lebih tinggi dicantumkan berbagai kebutuhan yang bersifat sosial. Pada tingkatan yang paling tinggi, dicantumkan kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri.

Dalam perusahaan kebutuhan-kebutuhan tersebut diatas diterjemahkan sebagai berikut:

Kebutuhan fisiologis dasar: gaji, makanan, pakaian, perumahan dan fasilitas-fasilitas dasar lainnya yang berguna untuk kelangsungan hidup pekerja.

Kebutuhan akan rasa aman: lingkungan kerja yang bebas dari segala bentuk ancaman, keamanan jabatan/posisi, status kerja yang jelas, keamanan alat yang dipergunakan.

Kebutuhan untuk dicintai dan disayangi: interaksi dengan rekan kerja, kebebasan melakukan aktivitas sosial. kesempatan yang diberikan untuk menjalin hubungan yang akrab dengan orang lain.

Kebutuhan untuk dihargai : pemberian penghargaan atau reward, mengakui hasil karya individu

Kebutuhan aktualisasi diri : kesempatan dan kebebasan untuk merealisasikan cita-cita atau harapan individu, kebebasan untuk mengembangkan bakat atau talenta yang dimiliki

Mengingat bahwa setiap individu dalam perusahaan berasal dari berbagai latar belakang yang berbeda-beda, maka akan sangat penting bagi perusahaan untuk melihat apa kebutuhan dan harapan karyawannya, apa bakat dan keterampilan yang dimilikinya serta bagaimana rencana karyawan tersebut pada masa mendatang. Jika perusahaan dapat mengetahi hal-hal tersebut, maka akan lebih mudah untuk menempatkan si karyawan pada posisi yang paling tepat, sehingga ia akan semakin termotivasi.

Tentu saja usaha-usaha memahami kebutuhan karyawan tersebut harus disertai dengan penyusunan kebijakan perusahaan dan prosedur kerja yang efektif. Untuk melakukan hal ini tentu bukan perkara yang gampang, tetapi memerlukan kerja keras dan komitmen yang sungguh-sungguh dari manajemen.

Lingkungan Kerja Kondusif

Semua karyawan memiliki kebutuhan untuk mengungkapkan diri, ingin diterima sebagai bagian dari “anggota keluarga/perusahaan”, ingin dipercaya dan didengar kata-katanya, dihargai oleh manajemen dan bangga terhadap apa yang dikerjakannya. Melalui komunikasi dua arah (termasuk rapat/meeting) pihak manajemen dapat mengidentifikasi hal-hal tersebut sekaligus menginformasikan tentang tujuan-tujuan perusahaan, target market dan rencana masa depan lalu mendorong karyawannya untuk memberikan feed back.

Pihak manajemen juga harus belajar bagaimana membentuk “budaya perusahaan” dan lingkungan kerja yang kondusif. Hal ini hanya dapat dicapai melalui praktek kemanusiaan, keadilan bagi semua, struktur karir yang jelas, program pelatihan dan pengembangan yang terpadu, dukungan peralatan kerja yang memadai, penilaian kinerja yang objektif, program “reward” yang tepat, gaji dan tunjangan yang memadai serta kegiatan-kegiatan lain yang diadakan oleh perusahaan.

Faktor lain yang tidak kalah pentingnya adalah karyawan perlu mengetahui bahwa pihak manajemen mengakui kehadiran mereka, sadar akan arti penting karyawan bagi perusahaan, para manajer mampu mengingat nama-nama bawahannya, dan tidak segan menyapa mereka. Manajer yang gagal mengingat nama bawahannya atau tidak merespon ketika disapa oleh bawahan akan membuat karyawan kehilangan motivasi kerja, kurang loyal dan kurang kepercayaan pada manager tersebut. Para manager dapat memperoleh loyalitas dan kepercayaan dari bawahannya jika ia memperlakukan bawahannya sebagai

“mitra kerja”, menunjukkan kepedulian yang tinggi, mau mendengarkan saran dan keluhan dan mau saling berbagi pengalaman.

Akhirnya tinggal satu pertanyaan yang harus dijawab para manajer: mungkinkah untuk melakukan hal-hal tersebut di perusahaan Anda. Dengan perencanaan yang matang dan niat baik yang didasari kepedulian akan pentingnya kualitas hidup setiap orang dalam perusahaan, saya yakin para manajer akan dapat melakukannya.

Sumber: Majalah Human Capital No. 19 | Oktober 2005

portalhr.com

Transformasi Sumber Daya Manusia

Oleh: Marina Tusin

Dalam banyak paparan baik yang tertulis maupun dalam seminar-seminar, upaya untuk meningkatkan peran SDM di berbagai organisasi perusahaan semakin sering kita dengar. Dimulai dari hal-hal yang bersifat mendasar, penyebutan nama unit organisasi SDM misalnya, dan penggunaan nama personalia menjadi Sumber Daya Manusia. Akhir-akhir ini bahkan mulai banyak kita dengar penggunaan nama Human Capital.

Sesuai dengan namanya, peran manajemen SDM pun telah banyak melalui proses transformasi. Dari peran dan fokus pada kegiatan administrasi personalia semata-mata, menjadi mitra bisnis dari jajaran manajemen ini. Manifestasi peran strategis ini salah satunya dapat terlihat dari keterlibatan langsung para pimpinan puncak perusahaan dalam pengambilan keputusan-keputusan strategis SDM; keberadaan anggota direksi yang khusus mengelola aspek perencanaan dan pengembangan SDM.

Sebagaimana dikatakan oleh David Ulrich, seorang pakar dan penulis di bidang SDM : HR should not be defined by what it does but by what it delivers to the organization's customers, investors and employees. Peran dan fokus tidak lagi pada aspek standard staffing dan penyelesaian isu-isu kompensasi misalnya, tetapi lebih pada aspek-aspek yang berorientasi pada outcomes.

Dan berbagai survei dan pengamatan, isu-isu strategis SDM belakangan ini semakin sering kita dengar; semakin banyak menjadi topik bahasan menarik dalam forum-forum eksekutif. Pengembangan kepemimpinan, transformasi organisasi dan budaya perusahaan, identifikasi dan pengelolaan talenta, peningkatan produktivitas dan pembelajaran, perencanaan dan penyelenggaraan program-program pelatihan telah menjadi fokus perhatian para jajaran pimpinan perusahaan. Fenomena ini merupakan gambaran yang amat menggembirakan bagi kita para profesional SDM. Isu SDM tidak lagi semata-mata menjadi isu SDM, tetapi telah menjadi isu strategis para eksekutif pengelola bisnis dan organisasi.

Sekalipun banyak perusahaan yang telah melalui proses transformasi SDM sebagaimana disebutkan di atas, masih banyak perusahaan yang masih mencoba mengidentifikasi di mana sesungguhnya letak permasalahan yang dihadapi, khususnya yang terkait dengan aspek manajemen SDM. Keluhan-keluhan para jajaran eksekutif yang banyak kita dengar antara lain, bahwa manajemen SDM perusahaan tidak dapat merespon cepat kebutuhan-kebutuhan bisnis perusahaan seperti misalnya menurunnya kepuasan pelanggan, pertumbuhan revenue, dll.

Di sisi lain, data dan informasi SDM yang tersedia seringkali sulit dimanfaatkan untuk pengambilan keputusan-keputusan strategis SDM perusahaan. Kebijakan dan prosedur pengelolaan SDM tidak jelas, tidak konsisten penerapannya. Mengapa kita tidak dapat menarik, mempertahankan tenaga profesional yang handal.

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, assessment / kajian terhadap kondisi current state dari manajemen SDM akan sangat membantu. Sebagian perusahaan menggunakan istilah HR Audit; ada yang menggunakan istilah HR Diagnostic Review atau HR Organizational Assessment. Pada intinya semua adalah sama, yaitu mengukur efektivitas pengelolaan SDM perusahaan dalam memenuhi kebutuhan bisnis dan organisasi.

Sebagai suatu perangkat diagnostik awal, berikut kami sajikan suatu kerangka pendekatan yang dapat digunakan oleh perusahaan-perusahaan yang merasa perlu melaksanakan assessment sebagaimana dijabarkan di atas. Pertama-tama, analisa dan tetapkan fokus / alasan utama mengapa assessment perlu dilakukan. Kelompokkan kemudian informasi / pertanyaan ke dalam sejumlah topik :

• HR mission and vision, objectives and strategy

Adakah keterkaitan antara strategi bisnis dan strategi SDM (misal, di saat fokus bisnis perusahaan adalah pada aspek-aspek pertumbuhan revenue, kepuasan pelanggan, perbaikan kualitas, sejauh mana strategi SDM turut mempertimbangkan program-program seperti pengembangan kepemimpinan, transformasi budaya perusahaan, organisasi dll). Apa yang penting menjadi sasaran utama keberadaan organisasi SDM? Peran SDM?

• HR organizational structure

Berdasarkan sasaran dan strategi yang telah ditetapkan, sejauh mana pengelompokan fungsi-fungsi organisasi SDM menunjang pencapaian sasaran dan strategi? Apakah pengelolaan SDM akan menjadi lebih efisien bila sebagian kegiatan dilakukan di-shared service center / outsource? Berapa jumlah staf yang ada? Profil kompetensi? Sejauh mana profil kompetensi yang ada menunjang pencapaian sasaran dan strategi SDM? Apa yang diharapkan menjadi ukuran kinerja SDM?

• HR policies and practices

Sejauh mana kebijakan-kebijakan SDM yang ada menunjang sasaran dan strategi SDM? Sejauh mana keterkaitan terapan kebijakan dan praktek-praktek SDM dengan hasil (HR outcomes)? Apakah kinerja karyawan meningkat? Absentism menurun? Orientasi karyawan pada pelanggan meningkat? Pendelegasian wewenang pengambilan keputusan berjalan efektif?

• HR Information Technology.

Sejauh mana teknologi mendukung efektivitas dan efisiensi pengelolaan SDM?

• HR client / customer focus

Siapa yang menjadi client/customer (pelanggan) dari SDM? Sejauh mana kepuasan pelanggan SDM diukur? Sejauh mana ukuran kinerja SDM terutama yang terkait dengan aspek kepuasan pelanggan dirumuskan secara jelas? Sejauh mana isu-isu kepuasan pelanggan dikelola? Sejauh mana teknologi menunjang kelangsungan proses SDM dengan HR client ?

Mudah-mudahan pertanyaan-pertanyaan diatas dapat bermanfaat dalam menganalisa sejauh mana langkah-langkah untuk meningkatkan lebih jauh efektivitas manajemen SDM perusahaan diperlukan. Sebagaimana disampaikan oleh Ulrich, HR can del-ver excellence in four ways: becoming a Partner in Strategy Execution; becoming an Administrative Expert; becoming an Employee Champion; and, becoming a Change Agent.

Kesadaran, kesediaan para eksekutif perusahaan untuk melakukan investasi di SDM sebagaimana halnya investasi di bidang bisnis, ditunjang dengan apresiasi lebih terhadap nilai dan kapabilitas profesional SDM, memungkinkan suatu organisasi merealisasikan potensi dari karyawan yang dimiliki secara lebih optimal.�

Penulis adalah Managing Partner TASS Consulting, Chairman Human Capital Forum 2005-2006

Sumber: Majalah HC

Pertanyaan

Appraisal Management, Apa itu dan Bagaimana Idealnya?

Apakah sistem penilaian karyawan/appraisal management itu, dan bagaimana bentuk sistem yang ideal untuk itu?

Agung - PT Sri, Bogor

Jawaban

Pak Agung Yth,

Sistem Penilaian Karyawan atau Appraisal Management System itu adalah sistem yang membantu perusahaan mulai dari Perencaan (Plan), Pelaksanaan (Execute) sampai dengan Penyimpanan (History) data historis dari pelaksanaan appraisal itu sendiri. Di luar dari tahapan-tahapan itu, yang tidak kalah penting adalah laporan (Report) yang digunakan oleh HR operasional dan juga HR Management (Analytical).

Sebelum kita masuk ke tiga tahapan di atas, yang diperlukan oleh sistem adalah jenis proses Appraisal apa yang akan diimplementasikan; apakah akan menggunakan proses konvensional (Grandpa System), atau sampai menggunakan sistem 360 degree. Hal yang lain adalah, appraisal system ini akan dihubungkan dengan Company Objective dan turun sampai kepada Individual Objective atau tidak --tergantung keinginan perusahaan dalam pelaksanaanya.

Perencanaa (Plan)Dalam tahapan ini kita harus memilih komponen apa yang akan kita evaluasi dari karyawan kita. Biasanya yang dievaluasi adalah Kompetensi, Individual Objective dan juga hal-hal yang umum. Jika kita memilih untuk melakukan evaluasi terhadap Kompetensi, maka sistem yang baik adalah sistem yang memiliki Integrated Kompetensi Data. Karena data Kompetensi itu juga dipakai untuk hal-hal yang lain, seperti Individual Profile, Training, Career Succession Planning dan lain sebagainya.Setelah itu maka kita harus menentukan bisnis prosesnya. Apaka appraisal ini akan dilakukan oleh manajernya saja, atau menggunakan proses 2 arah: manajer dan karyawan, atau menggunakan sistem 360 yang melibatkan pihak lain.

Pelaksanaan (Execute)Dalam tahap ini kita harus menentukan jenis dan waktu pelaksanaan appraisal. Selain itu, kapan akan dilakukan review di tengah prosesnya. Hal lain yang cukup penting adalah proses Approval yang akan melibatkan beberapa pihak di perusahaan.

Penyimpanan (History)Sistem HR yang baik biasanya dapat langsung merekam semua aktifitas appraisal yang telah terjadi. Sehingga pihak manajemen dapat melihat dengan jelas proses appraisal yang masih berlangsung dan juga hasil yang didapat dari akhir proses appraisal yang ada. Selain merekam, sistem HR yang baik adalah yang dapat berintegrasi dengan sistem Payroll (penggajian). Banyak perusahaan yang melakukan perubahan gaji atau pendapatan pegawainya dari hasil Appraisal, selain faktor lain seperti Length of Service, Posisi di Grade-nya, Salary Survey dan lain-lain.

Pertanyaan

Penyakit Apa Saja yang Pengobatannya Ditanggung Perusahaan?

Perusahaan kami sedang memerlukan data detail, penyakit apa saja yang biasanya bisa di-cover biaya pengobatannya. Aturan yang selama ini ada di perusahaan kami, untuk penyakit yang berhubungan dengan gigi, mata, kulit dan kehamilan/kandungan tidak mendapatkan penggantian.

Hanya saja ada beberapa karyawan kami yang mengalami sakit yang berhubungan dengan kandungan seperti kista, namun yang bersangkutan tidak hamil bahkan belum menikah.

Sebelumnya terima kasih banyak.

Inneke - PT Bhinneka, Jakarta

Jawaban

Mbak Inneke,

Penggantian biaya pengobatan merupakan fasilitas yang diberikan perusahaan. Tidak ada panduan detail mengenai hal ini, semuanya tergantung dari kebijakan perusahaan dan kesepakatan antara perusahaan dan karyawan. Makin maju dan mapan sebuah perusahaan semestinya fasilitas pengobatan yang diberikan kepada karyawan semakin baik dan makin beragam, serta batas maksimal penggantian juga makin besar.

Pada umumnya perusahaan yang memberikan penggantian pengobatan, berlaku untuk semua jenis penyakit kecuali untuk keperluan kecantikan, misalnya ke dokter kulit bukan karena penyakit kulit tapi untuk facial atau menghilangkan jerawat.

Demikian yang dapat disampaikan, semoga jelas.

Pertanyaan

Ganti Rugi untuk Pemutusan Kontrak Kerja

Saya di-PHK oleh perusahaan tanpa alasan yang kuat, dan tanpa SP. Padahal, menurut kontrak kerja, masa kerja saya masih tersisa 18 bulan. Apakah saya bisa mendapatkan kompensasi dan ganti rugi? Kalau iya, kira-kira berapa nilai penggantian yang akan saya terima, dan bagaimana kalkulasinya. Gaji pokok saya Rp 1,3 juta.

Raymond - PT Asiarep, Balikpapan

Jawaban

Menurut UU 13/2003 pasal 62:

Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena :

-- Pekerja meninggal dunia;

-- Berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja;

-- Adanya keputusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau

-- Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.

Maka, pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja. Jadi sesuai UU di atas, Bapak berhak mendapatkan 18 x (Gaji pokok + tunjangan tetap). Semoga bapak cepat mendapat pekerjaan lain yang lebih baik. Selamat berjuang & tetap semangat! Salam hangat.

Pertanyaan

Referensi untuk Karyawan Kontrak, Perlukah?

Bila karyawan kontrak pada kontrak pertama akan diperpanjang, apakah diberi referensi pekerjaan pada awal kontrak kerja ke-2? Saya pernah menemukan orang yang selama 9 tahun di suatu perusahaan menjalani pekerjaan dengan sistem kontrak, apakah hal ini bisa diterima? Terima kasih

Ny. Emma - PT Wahana Sempurna

Jawaban

Pada dasarnya, referensi kerja diberikan kepada karyawan yang sudah tidak bekerja lagi di perusahaan. Namun, jika ibu hendak membuatkan referensi kerja untuk karyawan yang kontraknya diperpanjang, silakan saja.

Menurut UU yang berlaku, kontrak kerja maksimal 3 tahun, itu pun untuk jenis pekerjaan tertentu saja. Kontrak selama 9 tahun tentu saja menyalahi UU. Namun, dalam praktiknya hal ini banyak terjadi, dan karena butuh pekerjaan karyawan yang bersangkutan juga setuju saja. Pihak Menaker sendiri kurang ketat dalam pengawasan kontrak kerja sehingga pelanggaran seperti ini banyak terjadi.

Demikian disampaikan, semoga bermanfaat.

Salam Hangat

Pertanyaan

Adakah Prosedur Pembatalan Cuti Tahunan?

Dear Pak/Bu,

Sebenarnya bagaimana prosedur pembatalan cuti tahunan? Seperti yang saya alami, karyawan seenaknya menulis cuti untuk 'jaga-jaga', katanya dan tidak jadi cuti tanpa pemberitahuan kepada saya. Sehingga, selang beberapa bulan dia baru memberi tahu pada saat saya melaporkan sisa cuti tahunannya. Adakah prosedur khusus untuk pembatalan cuti? Terimakasih.

Syaiful

Jawaban

Prosedur pelaksanaan cuti diatur sendiri oleh masing-masing perusahaan, dan biasanya dicantumkan dalam peraturan perusahaan atau kesepakatan kerja bersama. Jika dalam peraturan perusahaan tersebut belum diatur secara detail, Bapak bisa membuat juklak (petunjuk pelaksanaan) cuti yang mengatur mengenai prosedur pembatalan cuti.

Agar efektif, hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan peraturan adalah perlunya sosialisasi kepada karyawan mengenai peraturan baru dan adanya sangsi jika peraturan tersebut dilanggar.

Demikian penjelasan saya, semoga dapat membantu. Selamat membuat juklak.

Salam hangat.

Pertanyaan

Menerapkan Competency Based HRM Mulai dari Rekrutmen

Sukses buat Anda selalu pak Irwan...

Pak saya ada pertanyaan ttg Competency Based HRM.

Bagaimana alurnya bila diterapkan dari mulai proses rekutmen. Mohon pencerahannya pak....

Thanks,

AAR

Ardiansyah , Jakarta

Jawaban

Halo Pak Ardiansyah,

Berikut ini adalah masukan dari saya.

Competency-based HRM pada dasarnya adalah menggunakan model kompetensi sebagai dasar dari sistem maupun program HR yang ada di dalam suatu organisasi.

Karena kompetensi menjadi dasarnya, maka yang diperlukan terlebih dahulu adalah memiliki model kompetensi untuk organisasi tersebut, yang tentunya dibangun berdasarkan kapabilitas organisasi yang ingin dibangun oleh organisasi tersebut.

Model ini menggambarkan kompetensi yang diperlukan, baik teknis maupun behavioral, oleh berbagai jabatan yang ada di dalam organisasi tersebut.Dengan demikian, model kompetensi di satu organisasi dengan yang lain dapat berbeda karena situasi dan kebutuhannya tidak selalu sama.

Setelah model kompetensi dibangun, maka proses berikutnya adalah menggunakan model ini sebagai dasar dari seluruh sistem maupun program SDM yang ada di dalam organisasi.

Sebagai contoh, dalam proses rekrutmen, pastikan bahwa evaluasi yang dilakukan atas kandidat yang ada dilakukan dengan melihat kompetensi yang diperlukan oleh jabatan yang akan ditempati oleh kandidat tersebut. Kalau kita sudah menetapkan kompetensi yang diperlukan untuk posisi Marketing Manager, misalnya, maka evaluasi, tes, pengujian yang dilakukan pada kandidat tentu perlu mengacu pada kompetensi.yang telah ditetapkan.

Contoh lain, dalam sistem penilaian kinerja, penilaian kinerja karyawanpun dapat menggunakan (profil) kompetensi yang telah ditetapkan untuk jabatan tersebut. Demikian juga dengan program pelatihan dan pengembangan di dalam organisasi. Program pelatihan yang diberikan tentunya perlu mengacu pada kompetensi apakah yang ingin dibangun. Ini untuk memastikan bahwa pada akhirnya kita membangun kompetensi dan kapabilitas organisasi yang memang diperlukan oleh organisasi untuk mencapai visi dan misinya.

Bila semua hal di atas dilakukan dengan konsisten, maka Bapak akan membangun suatu sistem SDM yang terintegrasi dan memiliki basis yang sama; yaitu kompetensi.

Model kompetensi yang digunakan untuk melakukan proses rekrutmen akan sama dengan model yang digunakan untuk penilaian kinerja maupun pelatihan dan pengembangan karir.

Dari mana mulainya? Pertama, definisikan dulu kompetensi yang diperlukan untuk masing-masing jabatan di perusahaan Bapak, baik kompetensi teknis maupun behavioral.

Kedua, gunakan model yang ada sebagai dasar dalam membangun dan menjalankan sistem dan program SDM di perusahaan Bapak, seperti contoh-contoh di atas tadi.

Penggunaannya di dalam sistem dan program SDM yang ada tentu perlu dilakukan berdasarkan prioritas, tingkat kepentingan maupun implikasinya terhadap organisasi.

Yang penting untuk dijaga adalah konsistensi di dalam menggunakannya.

Sekian dulu masukan dari saya. Semoga membantu.

Salam,IR

Pertanyaan

Tentang Cuti dan Audit Ketenagakerjaan

Dalam UU No. 13/ 2003 tentang ketenagakerjaan diatur tentang libur, izin dan cuti. Ada beberapa hal yang belum saya pahami.

Apabila kita telah mengambil salah satu cuti tersebut dalam 1 tahun, apakah dengan otomatis cuti yang lainnya akan hangus? Contohnya, bagi perempuan yang telah mengambil cuti melahirkan, apakah cuti tahunannya akan otomatis hangus? Begitu pula dengan cuti-cuti yang lain. Apa ada aturan yang mengatur tentang itu?

Cuti bersalin yang diberikan selama 3 bulan itu apakah ada aturan khusus yang mengatur bahwa cuti itu hanya untuk anak ke-1 & 2 saja?

Apabila seorang karyawan pernah meminta izin tidak masuk kerja atau sakit, apakah itu diperhitungkan ke dalam cuti tahunan?

Apakah benar tim audit ketenagakerjaan akan mulai masuk ke perusahaan-perusahaan untuk mengaudit aturan kepegawaian suatu perusahaan?

Vina, Bandung

Jawaban

Dalam UU no 13/2003 tidak disebutkan bahwa cuti melahirkan otomatis menggugurkan cuti tahunan. Jadi, karyawan yang cuti melahirkan tetap berhak atas cuti tahunannya karena peruntukannya memang berbeda. Cuti melahirkan diberikan agar ibu bisa mengurus bayi yang baru lahir, sedangkan cuti tahunan adalah waktu istirahat bagi karyawan agar tidak jenuh dan siap bekerja kembali dalam kondisi prima.

Tidak ada batasan bahwa cuti melahirkan hanya diberikan untuk anak ke-1& 2.

Tidak masuk karena sakit tidak mengurangi jatah cuti tahunan.

Mengenai pemeriksaan dari tim audit ketenagakerjaan, saya tidak tahu waktunya karena tiap-tiap dinas ketenagakerjaan memiliki jadwal masing-masing.

Demikian, semoga dapat membantu.

Pertanyaan

Kontrak Kerja di Luar Ketentuan

Bagaimana strategi yang objektif dalam melaksanakan kontrak kerja di perusahaan tempat saya bekerja saat ini. Kasusnya: beberapa karyawan kami sudah bekerja selama 4 tahun sebagai tenaga security yang kami tempatkan di perusahaan klien, tapi tidak memiliki kontrak kerja; sementara ini kami diminta untuk menjalankan kontrak kerja tersebut. Kira-kira langkah apa yang dapat kami tempuh agar perusahaan dan karyawan tetap dapat melanjutkan kerja sama. Terimakasih banyak atas bantuannya.

Febriyani, PT Gelema Group, Jaksel

Jawaban

Ibu Febriyani,

Sebelumnya saya minta maaf, saya tidak dapat memberikan saran/penjelasan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Menurut UU ketenagakerjaan, kontrak kerja harus memenuhi syarat tertentu dengan masa kontrak 2 tahun dan dapat diperpanjang selama 1 tahun dengan masa tenggang lebih dari 30 hari dari berakhirnya kontrak 1.

Jika kontrak kerja yang tidak memenuhi ketentuan UU ketenagakerjaan yang berlaku, maka demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu (menjadi karyawan tetap).

Demikian, semoga bermanfaat.

Salam Hangat

Pertanyaan

Perusahaan Padat Karya Perlu Talent Management?

Perusahaan saya padat karya. Bagaimana implementasi performance management di perusahaan dengan tipikal karyawan seperti itu? Bagaimana pula implementasi program multi skill yang sesuai? Apakah "Talent Management" dapat diterapkan di perusahaan saya? Apakah pola 'supervisor reinforcement' juga dapat diterapkan pada perusahaan dengan karyawan padat karya?

Irsad, Ecco Indonesia - Surabaya

Jawaban

Jawaban:

Halo Pak Irsad,

Mengenai Performance Management System:

Performance management pada dasarnya adalah proses untuk me-"manage performance" (PM), sehingga setiap organisasi yang memiliki manusia di dalamnya tentu memerlukan suatu proses untuk mengelola "performance" dari manusia tersebut. Dengan demikian, proses PM yang efektif (planning, reviewing/assessing, rewarding) dapat diterapkan pada berbagai jenis organisasi, termasuk di perusahaan padat karya. Perbedaan antara PM yang satu dengan yang lain umumnya terletak pada isi dari apa yang direncanakan maupun dinilai di dalam sistem PM yang digunakan. Juga, bagaimana hasil PM tersebut digunakan dalam me-"manage" SDM yang ada di dalam organisasi, misalnya dihubungkan dengan sistem pelatihan, bonus/insentif dll.

Mengenai Talent Management:

"Talent Management" dapat disederhanakan sebagai suatu proses untuk me-"manage talent" di dalam suatu organisasi, dengan demikian setiap organisasi akan memerlukannya, termasuk pada organisasi padat karya. Di industri memang ada 2 jenis definisi mengenai "talent management" (TM). Yang satu mengatakan, TM adalah proses managing talent dari "recruitment" sampai "employee separation", sementara yang lain lebih fokus pada "pengembangan karir talent" maupun "program suksesi" di dalam organisasi. Apapun definisi yang Bapak gunakan, proses-proses umum di dalam pengelolaan talent ini organisasi akan dapat digunakan dalam berbagai jenis organisasi.

Sekian dulu. Semoga membantu.

Salam,

IR

Pertanyaan

Indikator Pengelolaan SDM yang Efektif

Dear PortalHR, saya mau tanya tentang apa saja indikator pengelolaan SDM yang efektif?

Ahmad Riyanto , Perum Sagulung Permai Batu Aji.

Jawaban

Halo Pak Ahmad,

Mohon maaf untuk respon yang cukup lama dari saya karena banyaknya pertanyaan yang masuk. Berikut ini adalah masukan dari saya. �

Indikator (KPI) pengelolaan SDM sebaiknya dibangun dengan melihat apa yang perlu dan ingin dicapai oleh fungsi SDM tersebut ---– dengan melihat apa yang ingin dicapai oleh organisasi.

Secara umum, tujuan fungsi SDM di dalam organisasi adalah merekrut, mempertahankan, membangun dan memotivasi SDM pilihan sehingga tujuan organisasi dapat tercapai, namun tujuan (spesifik) yang ingin dicapai untuk fungsi SDM di berbagai organisasi bisa berbeda tergantung urgensi atau hal penting yang perlu dilakukan fungsi SDM tersebut untuk membantu organisasi mencapai tujuannya. Dengan demikian --- sambil melihat tujuan besar fungsi SDM --- penetapan indikator di dalam fungsi SDM di dalam suatu organisasi perlu melihat tujuan spesifik dari fungsi SDM di dalam organisasi tersebut -- mana yang memang penting untuk diukur.

Secara umum, indikator-indikator yang digunakan di dalam sistem SDM, a.l. untuk rekrutmen; “Rata-rata waktu yang diperlukan untuk melakukan proses rekrutmen” (dan KPI ini bisa dipecah untuk tingkatan pegawai yang berbeda di dalam organisasi) atau “Tingkat turnover (%) dari recruitee dalam periode 1 tahun”. Untuk pengembangan dan pelatihan, misalnya “Gap kompetensi”, “Jumlah rata-rata jam pelatihan per karyawan per tahun”, untuk retensi karyawan “Turnover (%) karyawan pilihan” dll. Beberapa organisasi juga menggunakan “Sales (Rp)/employee” atau “Profit/Employee” sebagai indikator. Apapun yang digunakan, pemilihan KPI ini perlu dibangun berdasarkan apa yang memang penting bagi organisasi.

Selain penilaian kuantitatif, organisasi pun dapat melakukan penilai kualitatif, dengan melakukan wawancara maupun focus group discussions untuk melihat *persepsi* karyawan terhadap berbagai aktivitas SDM di dalam organisasi.

Sekian dulu masukan dari saya. Semoga membantu.

Salam Sejahtera.

IR