refrat tb

16
BAB I PENDAHULUAN Tuberkulosis Paru (PTB) merupakan masalah kesehatan utama di negara berkembang, disebabkan oleh paparan terhadap Mycobacterium tuberculosis (Mtb). Ekstra paru tuberkulosis (TBEP) telah membuat kontribusi yang besar bagi beban TB, terutama sejak munculnya human immunodeficiency virus (HIV), dan TB limfadenitis (TBL) adalah bentuk yang paling umum dari suatu Ekstra paru tuberkulosis (TBEP). Studi menunjukkan bahwa infeksi dengan Mycobacterium bovis (Mb) terutama menyebabkan TBEP, terutama TBL, sementara konsumsi susu mentah memainkan peran utama dalam Mb infeksi pada manusia. Menurut laporan WHO, Ethiopia berada di peringkat 7 di antara 22 negara di seluruh dunia dengan beban TB yang tinggi, dan 3 dalam hal jumlah kasus TBEP. 1 Di indonesisa tuberkulosis (TB) merupakan masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia. Jumlah penderita TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak setelah negara India dan Cina dengan jumlah sekitar 10% dari total jumlah penderita Tb di dunia. Diperkirakan setiap tahun terdapat 539.000 kasus baru dengan jumlah kematian sekitar 100.000. insiden kasus TB basil tahan asam (BTA) positif sekitar 110 dari 100.000 penduduk. Munculnya pandemi Human Immunodeficiency Virus (HIV) / Acquired Immunodeficiency Virus (AIDS) didunia menambah permasalahan TB. Koinfeksi HIV dengan TB akan meningkatkan resiko kejadian TB secara signifikan. 2 Limfadenitis TB dikenal juga sebagai skrofula merupakan manifestasi klinis yang paling umum dari TB. Limfadenitis memberi tantangan tersendiri baik dalam segi untuk didiagnosa maupun dalam pemberian terapi karena mempunyai bentuk klinis yang menyerupai penyakit lain dan selain itu memberi hasil yang tidak konsisten pada pemeriksaan fisik dan laboratrium. Limfadenitis yang sulit untuk didiagnosa seringkali membutuhkan pemeriksaan biopsi.Anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan BTA, FNAB (Fine needle Aspiration Biopsy) dan PCR membantu dalam menentukan diagnosa awal dari limfadenitis tersebut. Penting untuk membedakan antara limfadenitis servikal yang disebabkan oleh TB dengan non TB karena perbedaan terhadap tatalaksana yang diberikan. 3

Upload: lia-priscilia

Post on 11-Jul-2015

3.463 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Refrat tb

BAB I

PENDAHULUAN

Tuberkulosis Paru (PTB) merupakan masalah kesehatan utama di negara berkembang,

disebabkan oleh paparan terhadap Mycobacterium tuberculosis (Mtb). Ekstra paru

tuberkulosis (TBEP) telah membuat kontribusi yang besar bagi beban TB, terutama sejak

munculnya human immunodeficiency virus (HIV), dan TB limfadenitis (TBL) adalah bentuk

yang paling umum dari suatu Ekstra paru

tuberkulosis (TBEP). Studi menunjukkan bahwa infeksi dengan Mycobacterium bovis (Mb)

terutama menyebabkan TBEP, terutama TBL, sementara konsumsi susu mentah memainkan

peran utama dalam Mb infeksi pada manusia. Menurut laporan WHO, Ethiopia berada di

peringkat 7 di antara 22 negara di seluruh dunia dengan beban TB yang tinggi, dan 3 dalam

hal jumlah kasus TBEP. 1

Di indonesisa tuberkulosis (TB) merupakan masalah utama kesehatan masyarakat di

Indonesia. Jumlah penderita TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak setelah negara India

dan Cina dengan jumlah sekitar 10% dari total jumlah penderita Tb di dunia. Diperkirakan

setiap tahun terdapat 539.000 kasus baru dengan jumlah kematian sekitar 100.000. insiden

kasus TB basil tahan asam (BTA) positif sekitar 110 dari 100.000 penduduk. Munculnya

pandemi Human Immunodeficiency Virus (HIV) / Acquired Immunodeficiency Virus

(AIDS) didunia menambah permasalahan TB. Koinfeksi HIV dengan TB akan meningkatkan

resiko kejadian TB secara signifikan.2

Limfadenitis TB dikenal juga sebagai skrofula merupakan manifestasi klinis yang

paling umum dari TB. Limfadenitis memberi tantangan tersendiri baik dalam segi untuk

didiagnosa maupun dalam pemberian terapi karena mempunyai bentuk klinis yang

menyerupai penyakit lain dan selain itu memberi hasil yang tidak konsisten pada pemeriksaan

fisik dan laboratrium. Limfadenitis yang sulit untuk didiagnosa seringkali membutuhkan

pemeriksaan biopsi.Anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan BTA, FNAB (Fine needle

Aspiration Biopsy) dan PCR membantu dalam menentukan diagnosa awal dari limfadenitis

tersebut. Penting untuk membedakan antara limfadenitis servikal yang disebabkan oleh TB

dengan non TB karena perbedaan terhadap tatalaksana yang diberikan.3

Page 2: Refrat tb

Satu dari lima pasien TB yang terdaftarmempunyai TB luar paru. Bentuk palingumum

termasuk TB kelenjar getah bening(terutama pada leher dan ketiak), pleural (biasanyaefusi

pleural satu sisi) dan diseminata (penyakityang tidak terbatas pada satu tempat di tubuh).

TBperikardial dan meningeal adalah bentuk TB luarparu yang kurang lazim. Kurang lebih

sepertiga kematian padaorang Afrika yang HIV-positif disebabkan oleh TBdiseminata tetapi

hanya separuh pasienHIV-positif yang meninggal karena TB diseminatadidiagnosis sebelum

meninggal.Kecuali TB kelenjar, yang biasanya dapatdipastikan melalui aspirasi kelenjar

yangdipengaruhi, kebanyakan pasien dengan TB luarparu ditangani tanpa konfirmasi secara

bateriologisatau histologis. Oleh karena itu, adalahpenting untuk petugas layanan kesehatan

untukdiberikan pedoman yang disederhanakan dandibakukan untuk diagnosis dini

danpenatalaksanaan TB luar paru.4

Page 3: Refrat tb

BAB II

TINJUAN PUSTAKA

2.1. Definisi5

Limfadenitis merupakan suatu peradangan pada kelenjar getah bening yang terjadi

akibat adanya infeksi pada suatu bagian tubuh sehingga menyebabkan peradangan pada

kelenjar getah bening regional pada lesi primer. Limfadenitis TB merupakan salah

salah satu TB diluar paru atau ekstra paru tuberkulosis.

2.2. Etiologi6,7

Limfadenitis TB disebabkan diantaranya oleh Mycobacterim tuberculosis yang

penularannya melalui manusia dan Mycobacterium bovisyang merupakan kasus yang

umumnya terjadi melalui penularan melalui sapi pada anak-anak, yang umumnya

disebabkan dari meminum susu sapi mentah.Saat ini limfadenitis TB berkaitan erat

dengan pasien yang memiliki HIV positif, karena umumnya pasien dengan HIV positif

mudah mengalami limfadenitis TB.

2.3. Epidemiologi3

limfadenitis mikobakteri telah meningkat secara sehubungan dengan peningkatan

kejadian infeksi mikobakteri di seluruh dunia. Terdapat sekitar 35 persen limfadenitis

TB dari keseluruhan kasus TB. Pada pasien HIV-positif, TB diluar paru mempunyai

insiden yang tinggi dengan jumlah hingga sekitar 53-62 persen dari kasus TB

dibandingkan dengan pasien dengan HIV-negatif.

Kelenjar getah bening di leher merupakan lokasi yang paling umum terlibat dan

dilaporkan pada 60% sampai 90% pasien dengan atau tanpa keterlibatan jaringan

limfoid lainnya. Kejadian limfadenitis mikobaterium sangat tergantung pada

endemisitas dari Mycobacterium TBC.

Limfadenitis yang disebakan mikobakterium tuberkulosa termasuk kasus yang paling

sering dilaporkan di India dibandingkan non-TB Limfadenopati mikobakteri (NTM)

yang merupakan kasus yang tidak umum terjadi di India diikuti dengan limfadenitis

yang disebabkan mikobakterium tuberkulosa. limfadenitis TB paling sering mengenai

pasien yang berusia di atas dua puluh tahun, namun tidak menutup kemungkinan untuk

Page 4: Refrat tb

terjadinya limfadenitis Tb pada berbagai usia. Umumnya timbulnya limfadenitis Tb

didominasi (sekitar 2:1) oleh perempuan dibandingkan laki-laki di sebagian besar studi.

Ras dan etnis minoritas, orang berkulit hitam dan ras Asia dibandingakan dengan non-

Hispanik atau orang berkulit putih merupakan insiden yang lebih cenderung untuk

terjadinya perkembangan limfadenitis TB. Ditemukan juga peningkatan frekuensi

mikobakteri limfadenitis pada populasi Asia.

2.4. Patogenesis3,6

Infeksi dengan human immunodeficiency virus (HIV) umumnya dikaitkan dengan

frekuensi peningkatan terjadinya TB baik di kedua paru maupun diluar paru terutama

limfadenitis tuberkulosis paru.

limfadenitis TB adalah manifestasi lokal dari penyakit sistemik. Ini mungkin terjadi

selama terjadinya infeksi dari TB primer atau sebagai akibat dari reaktivasi fokus aktif

atau penyabaran langsung dari fokus yang berdekatan. Infeksi primer terjadi pada

paparan awal dari basil tuberkel. Inhalasi droplet nuklei yang cukup kecil untuk lolos

dari pertahanan mukosiliaris yang merupakan pertahanan saluran pernapasan dan

bersarang di bagian terminal dari alveoli paru-paru akan menyebabkan basil tersebut

berkembang biak di paru-paru dan disebut fokus Ghon. limfatik mengalirkan basil ke

kelenjar hilus getah bening. fokus Ghon dan hilus limfadenopati yang terkait keudian

akan membentuk kompleks primer. infeksi nantinya dapat menyebar dari fokus primer

ke kelenjar getah bening regional.

Dari kelenjar regional, organisme dapat terus menyebar melalui sistem limfatik ke

kelenjar lain atau mungkin lewat melalui kelenjar getah bening terssbut untuk akhirnya

mencapai aliran darah, yang dimana ia dapat menyebar ke hampir semua organ tubuh.

Hilus, mediastinum dan kelenjar getah bening paratrakeal adalah situs pertama dari

penyebaran infeksi dari parenkim paru-paru. Keterlibatan dari kelenjar getah bening

supraklavikula mungkin mencerminkan rute dari drainase limfatik ke daerah prenkim

paru dan menunjukkan keterlibatan dari parenkim paru pada infeksi TB.

Limfadenitis TB servikal menunjukkan kemungkinan penyebaran dari infeksi fokus

primer yang berasal dari amandel, kelenjar adenoid sinonasal atau osteomielitis pada

tulang ethmoid. Pada tuberkulosis primer yang timbul pada anak-anak yang tidak

diobati, pembesaran kelenjar getah bening hilus dan paratrakeal (atau keduanya)

tampak jelas pada roentgen dada.

Page 5: Refrat tb

Pada tahap awal dari keterlibatan kelenjar getah bening yang superfisisal,

perkembangan progresif dari M. tuberculosis terjadi, timbulnya hipersensitivitas yang

tertunda atau disebit juga delayed hipersensitivity disertai dengan tanda-tanda

diantaranya hiperemia, bengkak, nekrosis dan kaseasi dari bagian tengah kelenjar getah

bening. Hal ini dapat diikuti oleh peradangan, pembengkakan yang progresif dan

penyebaran dengan getahbening lain dalam suatu kelompok. Adhesi pada kulit yang

berdekatan dapat menyebabkan indurasi dan perubahan warna menjadi keunguan.

Bagian tengah kelenjar menjadi membesar dan teraba lunak dan bahan caseous dapat

pecah ke jaringan sekitarnya atau melalui kulit dengan terbentuknya sinus. Limfadenitis

TB mediastinum mungkin dapat membesar dan menyebabkan kompresi dari pembuluh

darah besar, nervus frenikus laring atau nervus laringeal rekuren atau menyebabkan

erosi dari bronkus. TBC usus atau hati yang bersifat Asimtomatik dapat menyebar

melalui drainase sistem limfatik ke kelenjar getah bening daerah hati, mesenterika atau

peripankreatik.

Menurut studi didapatkan adanya hubungan antara infeksi TB dengan aktivasi dari

limfosit CD4+ dan CD8+ yang mempengaruhi pengeluaran faktor-faktor seperti

sitokin-sitokin, TNF-α, IFN-γ, IL2,IL12, dan sebagainya sehingga menurunnya sistem

imun tubuh seperti pada pasien HIV/AIDS mempunyai pengaruh besar terhadap

perkembangan penyakit Tb tersebut.

Pada pasien dengan defisiensi imun yang disebabkan oleh HIV, penyakit paru atipik

umumnya menyerupai penyakit TB paru primer, maupun TB diluar paru dan

diseminata.

2.5. Gejala Klinis3,7,8

Pada pasien dengan infeksi TB, dapat timbul gejala klinis baik intrapulmonar maupun

ekstra pulmonar. Berikut adalah bentuk infeksi TB yang umumnya terjadi yaitu:

Table 3. classification of tuberculosis cases.

Extrapulmonary TB

lymphadenitis

osseous

urogenital

cns

22(62.9%)

10(28.6%)

6(17.1%)

2(5.7%)

2(5.7%)

Page 6: Refrat tb

Mediastinal

Pleural

1(2.9%)

(2.9%)

Pulmonary TB

Disseminated

lymphadenitis+pulmonary

lymphadenitis+abdominal+pulmonary

lymphadenitis+mediastinal+pulmonary

osseous+lymphadenitis+pleural-pulmonary

cns+pulmonary

cns+lymphadenitis+pulmonary

cns+osseous+pulmonary

abdominal+pleural+thymus+pulmonary

abdominal+pulmonary

scrotal+pulmonary

Restricted to the lungs

(37.1%)

10/13(76.9%)

7.69%

7.69%

7.69%

7.69%

7.69%

7.69%

7.69%

7.69%

7.69%

7.69%

3/13 (23.1%)

Gejala Limfadenitis TB adalah presentasi klinis yang paling umum dari infeksi TB luar

paru. Limfadenitis TB dapat menjadi manifestasi lokal dari penyakit sistemik.

Berkaitan dengan penyakit limfadenitis TB, yang paling sering dilibatkan adalah

kelenjar getah bening leher diikuti dengan mediastinum, aksilaris, mesenterika, portal

hepatik, perihepatik dan getah bening inguinal. Infeksi mikobakterium harus

dipertimbangkan pada pasien apapun dalam membangun diagnosis banding dari

benjolan daerah leher, terutama di daerah endemis. durasi dari timbulnya gejala

sebelum penegakkan diagnosis dapat berkisar dari beberapa minggu sampai beberapa

bulan. Penyakit ini paling umum mempengaruhi kelenjardi leher dan sulit dibedakan

secara klinis daripenyebab kelenjar bengkak yang lain, misalnyalimfadenopati reaktif

dan/atau terkait HIV, tumordan infeksi kelenjar lain, yang juga lazim. Olehkarena itu,

aspirasi jarum dengan memakai teknik yang disarankan harusdilakukan pada kunjungan

rawat jalan pertamauntuk semua pasien.

Pembesaran kelenjar bening umumnya bermanifestasi sebagai pembengkakan lambat

dari massa kelenjar sekitar beberapa minggu hingga bulan yang bersifat unilateral baik

tunggal ataupun yang umumnya multipel, kenyal (firm), asimetris, lingkar lebih dari

Page 7: Refrat tb

2cm, atau bisadidapatkan bersifat fluktuan (reaksi seperti gelombang saat ditekan) dan

dapat berkembang menjadi fistula selama beberapa bulan, tidak nyeri, yang umumnya

terdapat didaerah servikal, dan pada umumnya sekitar 21.8% terdapat riwayat kontak

dengan penderita TB. Pada daerah segitiga jugulodigastrik umumnya merupakan suatu

limfadenitis non TB.

Umumnya terdapat gejala sistemik pada limfadenitis TB, seperti halnya demam ringan,

berkeringat pada malam hari, penurunan berat badan. Batuk merupakan suatu petunjiuk

yang pasti dari infeksi mikobakteri. Sekitar 57% pasien dengan TB umumnya tidak

mempunyai gejala sistemik.

Jones dan Campbell mengklasifikasikan tuberkulosis kelenjar getah bening kedalam 5

stadium, yaitu:

1. Stadium 1

bengkak, tegas, mobile, nodus yang terpisah yang menunjukkan hiperplasia reaktif

non spesifik

2. Stadium 2

Rubbery nodes yang berukuran besar yang terfiksasi ke jaringan sekitarnya

3. Stadium 3

Perlunakan sentral akibat pembentukan abses

4. Stadium 4

Formasi abses collar stud

5. Stadium 5

Formasi traktus sinus.

Berikut merupakan ciri klinis yang diusulkan untuk membantu diagnosa TB pada luar

paru, yaitu diantaranya sebagai berikut:

Curigai TB luar paru pada pasien

dengan

Batuk selama dua minggu atau

lebih atau

Kehilangan berat badan tanpa

sengaja

Keringat malam dan

Suhu badan > 37,5°C atau merasa

demam

Pemeriksaan

Kelenjar getah bening

yangbengkak di leher atau

ketiak(bila ada dengan jenis TB

luarparu lain, tanda ini

mungkinadalah satu-satunya cara

untukmemastikan diagnosis)

TB limfadenitis mungkin

Tanda ada cairan di dada

Page 8: Refrat tb

Sesak napas (efusi/perikarditis)

atau

Kelenjar bengkak pada

leher/ketiak atau

Rontgen dada yang abnormal

- Bayangan miliar atau difus

- Jantung besar (terutama bila

simetris dan dibulatkan)

- Efusi pleural

- Kelenjar getah bening bengkak

dalam dada

Sakit kepala kronis atau perubahan

pada suasana jiwa

Curigai TB diseminata

padasemua orang yang hidup

denganHIV dan mengalami

kehilanganberat badan yang

cepat ataubermakna, demam dan

keringatmalam

Tidak ada suara napas

Kekurangan gerak tembokdada

Perkusinya dull (mati)

TB efusi pleural mungkin

Tanda cairan dikelilingi jantung

Suara jantung jauh

Kaki dan/atau lambungbengkak

Pembuluh darah di leher

dantangan tertahan sehinggga

gembung di lengan di atas bahu

Jika curiga adanya TB luar paru

perlu ditentukan status HIV pada

pasien tersebut

2.6. Pemeriksaan Penunjang3,6

Kecurigaan yang tinggi diperlukan untuk menentukan diagnosa limfadenitis TB

servikal. Anamnesis secara dan pemeriksaan fisik yang menyeluruh, uji tuberkulin,

pewarnaan untuk basil tahan asam, pemeriksaan radiologis, dan Fine Needle Aspiration

Cytology (FNAC) akan membantu dalam menentukan diagnosa awal dari limfadenitis

mikobakterium yang akan memungkinkan dalam memberikan pengobatan awal

sebelum diagnosis akhirnya dapat ditegakkan melalui biopsi dan kultur.

Limfadenitis TB servikalmemiliki diagnosis bandingyang luas dan mencakup infeksi

(virus, bakteri atau jamur), neoplasma (limfoma atau sarkoma, metastatik karsinoma),

hiperplasia reaktif non-spesifik, sarkoidosis, toksoplasmosis, dan penyakit sistem

retikuloendotelial. Karena itu terkadang diperlukan pemeriksaan penunjang yang dapat

Page 9: Refrat tb

membantu menegakkan diagnos pada pasien selain dari anamnesis maupun

pemeriksaan fisik yaitu:

1. Pewarnaan

pewarnaan dapat diperoleh baik dari drainase sinus ataupun melalui FNA.

Pewarnaan Ziehl Neelsen dapat mengungkapkan mikobakteri pada spesimen segar.

Peluang untuk menemukan basil tahan asam lebih tinggi pada pasien dengan abses

dingin. Sensitivitas dan spesifisitas sitologi FNA dalam menegakkan diagnosa

limfadenitis TB cukup tinggi masing-masing yaitu 88% dan 96%. Kombinasi dari

FNA dengan kultur ataupun tes Mantoux lebih lanjut dapat meningkatkan hasil

diagnostik dari limfadenitis TB servikal. FNAC adalah suatu pemeriksaan yang

sensitif, spesifik, dan dengan biaya yang relatif untuk mendiagnosa mikobakteri

serviks limfadenitis, terutama pada anak yang mengalami pembengkakan yang

mencurigakan di leher. Jika temuan sitologi ini berulang kali tidak meyakinkan,

pemeriksaan melalui jaringan biopsi dengan operasi disarankan.

2. Kultur

Kultur mycobacterium merupakan suatu cara untuk mendiagnostik limfadenitis TB

servikal. Meskipun pemeriksaan ini memiliki spesifitas yang tinggi namun

pemeriksaan ini memiliki sensitivitas yang rendah karenanya hasil negatif dari

kultur bukan berarti dapat menyingkirkan adanya diagnosis limfadenitis TB pada

pasien tersebut. adanya basil 10-100 per kubik milimeter spesimen cukup untuk

menyatakan hasil kultur positif. Media yang berbeda dapat digunakan untuk kultur

mikobakteri (LJ, Middlebrook, BACTEC tB). Namun, diperlukan waktu beberapa

minggu untuk memperoleh hasil kultur, sehingga dapat memperpanjang memulai

pengobatan. Hasil kutur positif didapatkan dalam 10-69% dari kasus.

3. Tes Tuberkulin

Tes intradermal (tes Mantoux) digunakan untuk menunjukkan reaksi

hipersensitivitas yang tertunda terhadap antigen dari mikobakterium, di mana

reagen ini kebanyakan merupakan suatu protein derivatif yang dimurnikan atau

disebut protein purified derivative(PPD). tes menjadi positif setelah 2-10 minggu

terjadinya infeksi mikobakteri. Reaksi positif (indurasi> 10 mm) dapat terjadi

infeksi M. tuberculosis. Reaksi menengah (indurasi 5sampai 9 mm) dapat terjadi

setelah vaksinasi BCG, infeksi M. Tuberculosis atau infeksi mikobakteri

nontuberculous. Reaksi negatif (<4-mm indurasi) merupakan kurangnya tuberkulin

sensitisasi. Reaksi negatif palsu dapat terjadi pada sekitar 20% dari semua orang

Page 10: Refrat tb

dengan TB aktif. tes mungkin positif dalam kondisi yang tertentu, seperti infeksi

lain, penyakit metabolik, kekurangan gizi, vaksinasi virus hidup, keganasan, obat-

obatan imunosupresan, bayi baru lahir, orang tua, stres, sarkoidosis dan aplikasi

pengujian tidak memadai. tes tuberkulin dianggap sebagai pemeriksaan diagnostik

dalam infeksi mikobakteri, meskipun nilainya dalam mendiagnosis penyakit masih

diperdebatkan. Dalam mikobakteri kasus limfadenitis TB tes mungkin positif

(49,4%), menengah (35,6%) atau negatif (15%).

4. Uji molekuler

Polymerase chain reaction (PCR) adalah suatu pemeriksaan yang cepat dan

berguna teknik dalam memperlihatkanfragmen DNA mikobakterium pada pasien

dengan tanda klinis yang dicurigai limfadenitis TB. PCR dapat diterapkan pada

bahan yang diperoleh FNA atau biopsi, dan dapat mengurangi kebutuhan untuk

biopsi terbuka. sensitivitas pemeriksaan ini berkisar antara 43 dan 84%, dan

dengan spesifitas antara 75 dan 100%. PCR dapat diterapkan ketika pewarnaan dan

kultur memeberi hasil negatif. PCR adalah teknik konfirmatori dan sensitif untuk

diagnosis limfadenitis leher rahim mikobakteri. Hal ini dapat membedakan antara

limfadenitis yang disebabkan oleh Mycobacterium TBC dan yang disebabkan oleh

NTM. PCR digunakan sebagai tambahan dari teknik konvensional yang sudah ada

dalam diagnosis mikobakteri infeksi.

5. Pemeriksaaan Histopatologi

Pemeriksaan histopatologi merupakan pemeriksaan diagnostik limfadenitis TB

servikal. sel raksasa Langerhans, nekrosis dari kaseosa, peradangan granulomatosa

dan kalsifikasi dapat terlihat. kehadiran microabscesses, definisi penyakit

granuloma, granuloma noncaseating dan sejumlah kecil sel raksasa lebih menonjol

dalam adenitis nontuberculous bila dibandingkan dengan adenitis TB.

6. Radiologi

Foto thoraks, USG, CT scan, dan MRI leher dapat dilakukan dalam menegakkan

diagnosa limfadenitis mikobakteri. Terkait lesi di dada seperti yang terlihat pada

foto dinding dada sangat umum pada anak-anak tetapi kurang umum pada orang

dewasa, terbukti hampir 15% kasus.

Page 11: Refrat tb

2.7. Penatalaksanaan3,9

Penatalaksanaan Limfadenitiss TB secara umum dibagi menjadi dua bagian yaitu

farmakologis dan non farmakologis. Terapi farmakologis baik menurut prinsip dan

regimen obatnya sama dengan pengobatan Tuberkulosis paru ataupun disertai dengan

kombinasi pemberian obat anti retroviral pada pasien dengan HIV positif.

Ada dua kategori obat anti tuberkulosa (OAT), yaitu:

1. OAT utama (First Line Antitbuerculosis Drugs), dibagi menjadi dua berdasarkan

sifatnya, yaitu:

a. Bakterisidal, diantaranya Rifampisin, INH, Pirazinamid dan Streptomisin

b. Bakteriostatik yaitu Etambutol

2. OAT sekunder (First Line Antitbuerculosis Drugs), tediri dari Para-Amino Salycilic

Acid (PAS), Ethinamid, Sikloserin, Kanamisin, dan kapreomisin. OAT sekunder ini

selain kurang efektif juga lebih toksik jika dibandingkan dengan OAT utama

sehingga jarang dipakai.

Sesuai dengan sifat kuman TB, untuk memperoleh efektifitas obat, maka prinsip-

prinsip yang dipakai dalam pengobatan diantaranya adalah:

1. Menghindari penggunaan monoterapi. OAT diberikan dalam bentuk beberapa

kombinasi dari jenis OAT dengan jumlah dan dosis yang tepat sesuai dengan

kategori pengobatan. Hal ini ditujukan untuk mencegah timbulnya kekebalan

terhadap OAT.

2. Untuk menjamin kepatuhan dari pasien, maka pengobatan dilakukan dengan

pengawasan langsung (DOT=Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas

Minum Obat (PMO)

3. Pengobatan diberikan dalam dua tahapan yaitu tahap intensif dan lanjutan.

Ditinjau dari Regimen pengobatan yang diberikan, regimen yang umumnya dipakai

yaitu diantaranya:

1. 2HRZE/4H3R3

Tahap intensif dari HRZE yaitu dengan pemberian selama dua bulan. Kemudian

diteruskan ke tahap lanjutan dengan pemberian HR tiga kali dalam seminggu

selama 4 bulan. Kategori ini diberikan pada pasien dengan:

- Penderita baru TB paru BTA positif

- Penderita baru TB paru BTA negatif dengan gambaran paru sakit berat

- Penderita TB ekstra paru berat

Page 12: Refrat tb

2. 2HRZ/4H3R3

Tahap intensif terdiri dari HRZ yang diberikan selama dua bulan kemudian

diteruskan ke tahap lanjutan dengan pemberian HR selam tiga kali seminggu selama

4 bulan. kategori ini diberikan untuk pasien dengan:

- Penderita baru TB paru BTA negatif dengan gambaran paru sakit ringan

- Penderita TB ekstra paru ringan

Terapi non farmakologis yang biasanya dilakukan yaitu melalui prosedur kemoterapi

ataupun pembedahan. Limfadenitis yang diakibatkan infeksi TB umumnya

memberikan respon yang baik terhadap pengobatan kemoterapi tuberkulosa yang

diberikan sedangkan prosedur pemebedahan yang dilakukan antara lain:

1. Biopsi eksisional

Tindakan eksisi bertujuan sebagai penanganan definitif sekaligus untuk

mengkonfirmasi kuman penyebab dari limfadenitis. Tindakan ini umumnya lebih

dianjurkan pada jenis mikobakterium non tuberkulosa.

2. Aspirasi

Aspirasi memberikan hasil sekitar 505 penyembuhan

3. Insisi dan drainage

4. Kuretase

Terapi kuretase memberikan hasil sekitar 70% kesembuhan.

5. Eksisi komplit

Dilakukan dengan mengangakat sluruh kelenjar getah bening yang terinfeksi

disertai jaringan sekitarnya.

Page 13: Refrat tb

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1. KESIMPULAN

Limfadenitis TB merupakan salah salah satu TB diluar paru atau ekstra paru

tuberkulosis yang disebabkan peradangan pada kelenjar getah bening regional

pada lesi primer. limfadenitis mikobakterium telah meningkat secara sehubungan

dengan peningkatan kejadian infeksi mikobakteri di seluruh dunia. Terdapat

sekitar 35 persen limfadenitis TB dari keseluruhan kasus TB. Pada pasien HIV-

positif, TB diluar paru mempunyai insiden yang tinggi dengan jumlah hingga

sekitar 53-62 persen dari kasus TB dibandingkan dengan pasien dengan HIV-

negatif.3

Kelenjar getah bening di leher merupakan lokasi yang paling umum terlibat dan

dilaporkan pada 60% sampai 90% pasien dengan atau tanpa keterlibatan jaringan

limfoid lainnya.3 Kejadian limfadenitis mikobaterium sangat tergantung pada

endemisitas dari Mycobacterium TBC. Limfadenitis TB disebabkan diantaranya

oleh Mycobacterim tuberculosis yang penularannya melalui manusia dan

Mycobacterium bovis yang merupakan kasus yang umumnya terjadi melalui

penularan melalui sapi pada anak-anak.6

limfadenitis TB paling sering mengenai pasien yang berusia di atas dua puluh

tahun, namun tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya limfadenitis Tb pada

berbagai usia. Umumnya timbulnya limfadenitis Tb didominasi (sekitar 2:1) oleh

perempuan dibandingkan laki-laki di sebagian besar studi.Ras dan etnis

minoritas, orang berkulit hitam dan ras Asia dibandingakan dengan non-Hispanik

atau orang berkulit putih merupakan insiden yang lebih cenderung untuk

terjadinya perkembangan limfadenitis TB.3

Pembesaran kelenjar bening umumnya bermanifestasi sebagai pembengkakan

lambat dari massa kelenjar sekitar beberapa minggu hingga bulan yang bersifat

unilateral baik tunggal ataupun yang umumnya multipel, kenyal (firm), asimetris,

lingkar lebih dari 2cm, atau bisa didapatkan bersifat fluktuan (reaksi seperti

gelombang saat ditekan) dan dapat berkembang menjadi fistula selama beberapa

bulan, tidak nyeri, dan pada umumnya sekitar 21.8% terdapat riwayat kontak

Page 14: Refrat tb

dengan penderita TB. Pada daerah segitiga jugulodigastrik umumnya merupakan

suatu limfadenitis non TB.6

Jones dan Campbell mengklasifikasikan tuberkulosis kelenjar getah bening

kedalam 5 stadium, yaitu:3

1. Stadium 1

bengkak, tegas, mobile, nodus yang terpisah yang menunjukkan hiperplasia

reaktif non spesifik

2. Stadium 2

Rubbery nodes yang berukuran besar yang terfiksasi ke jaringan sekitarnya

3. Stadium 3

Perlunakan sentral akibat pembentukan abses

4. Stadium 4

Formasi abses collar stud

5. Stadium 5

Formasi traktus sinus.

pemeriksaan penunjang yang dapat membantu menegakkan diagnos pada pasien

selain dari anamnesis maupun pemeriksaan fisik diantaranya:2

1. Pewarnaan

2. Kultur

3. Tes Tuberkulin

4. Uji molekuler

5. Pemeriksaaan Histopatologi

6. Radiologi

Penatalaksanaan Limfadenitiss TB secara umum dibagi menjadi dua bagian yaitu

farmakologis dan non farmakologis. Terapi farmakologis baik menurut prinsip dan

regimen obatnya sama dengan pengobatan Tuberkulosis paru ataupun disertai

dengan kombinasi pemberian obat anti retroviral pada pasien dengan HIV positif.

Sedangkan terapi nonfaramkologis berupa kemoterapi ataupun prosedur

pembedahan.9

3.2. SARAN

Pembesaran kelenjar getah bening yang pada umumnya terjaddi didaerah servikal

umumnya diakibatkan oleh infeksi Mycobacterium Tuberculosis dan memerlukan

Page 15: Refrat tb

penanganan yang cepat namun karena adanya kemungkinan-kemungkinan lain

yang dapat menyebabkan timbulnya benjolan didaerah leher maka perlu dilakukan

anamnesa lengkap, pemeriksaan fisik, dan kadangkala disertai dengan pemeriksaan

penunjang untuk menyingkirkan daignosa banding lain dan memastikan benjolan

didaerah leher tersebut merupakan suatu infeksi dan merupakan pembesaran

kelenjar getah bening.2,3

Pemeriksaan Penunjang yang dapat dilakukan dapat dimulai dengan memeriksa

akan ada atau tidaknya infeksi TB pada pasien yang kemudian dengan melakukan

pemeriksaan langsung terhadap benjolan tersebut dengan melakukan aspirasi untuk

pemeriksaan baik histologis ataupun jenis bakteri yang terdapat pada benjolan

tersebut.3,4

Terapi yang diberikan pada pasien dengan Limfadenitis TB ini dapat berupa terapi

farmakologis ataupun nonfarmakologis. Pada pasien yang telah dipastikan

terinfeksi TB maka terapi farmakologis dapat segera diberikan pada pasien, namun

pada pasien yang belum dapat dipastikan terinfeksi TB atau tidak maka dapat

dilakukan terapi nonfarmakologis seperti prosedur pembedahan.3,9

Page 16: Refrat tb

DAFTAR PUSTAKA

1. Legesse M, Ameni G, et al.Knowledge of cervical tuberculosis lymphadenitis and its

treatment in pastoral communities of the Afar region, Ethiopia. Aklilu Lemma Institute

of Pathobiology, Addis Ababa University, Addis Ababa, Ethiopia. BMC Public Health.

2011. 11:157.

2. Amin Z, Bahar A. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Tuberkulosis Paru. Ed 4. Jakarta:

Departemen Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia. 2007. h. 988-992

3. Mohapatra P, Janmeja A. Tuberculous Lymphadenitis. Department of Pulmonary

Medicine, Government Medical College and Hospital, Chandigarh, India. Journal

Association of Physician India. 2009. Vol 57

4. Improving the diagnosis and treatment of smear-negative pulmonary and

extrapulmonary tuberculosis among adults and adolescents. WHO. Diunduh dari:

http://www.spritia.co.id.

5. Clevenbergh K, Ludwig K. Lymph node tuberculosis in Patients From Regions From

Regions. Original Artcle Press Med. 2010. 223-230.

6. Christensen J, Koeppe J. Mycobacterium avium Complex Cervical Lymphadenitis in an

Immunocompetent Adult. Missoula. 2010;17:1488-1490.

7. Singh D, Vogel M. TB or Not TB? Difficulties In the Diagnosis Of Tuberculosis In HIV-

Negative Immigrants To Germany. Eur J Med Res. 2011;16:381-384.

8. Forget N,Challoner K. Scrofula: emergency department presentation and characteristics.

Int J Emerg Med. 2009;2:205–209

9. Amin Z, Bahar A. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Pengobatan Tuberkulosis Mutakhir.

Ed 4. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia. 2007.h. 995-999.