refrat rsal

Upload: munirah-malek

Post on 15-Jul-2015

123 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

REFERAT DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN HEPATITIS C

Disusun oleh : Nama : Munirah Binti Abdul Malek NIM : 030.07.305

Pembimbing : dr. James Towoliu Sp.PD

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Mintohardjo Fakultas Kedokteran Umum Universitas Trisakti 2011

LEMBAR PENGESAHAN REFRAT

Nama NIM Judul Case

: : :

Munirah Binti Abdul Malek 030.07.305 Diagnosis dan Penatalaksanaan Hepatitis C

Telah Diterima Dan Disetujui Oleh dr. James Towoliu Sp.PD Selaku Pembimbing Hari Tanggal : :

Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Mengikuti Dan Menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RS Angkatan Laut Dr. Mintohardjo

Jakarta, Disember 2011

dr. James Towoliu Sp.PD

Kata PengantarPuji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah presentasi ini dengan baik. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Adapun judul refrat adalah Diagosis dan Terapi Hepatitis C. Dalam penyusunan makalah ini, penulis telah mencurahkan segala pikiran dan kemampuan yang dimiliki. Namun tetap ada hambatan dan kendala yang harus dilewati. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. James Towoliu Sp.PD selaku pembimbing makalah presentasi kasus dan seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan referat ini.

Jakarta, Disember 2011

Penulis

Pendahuluan

Sejak berhasil ditemukannya virus Hepatitis C dengan teknik kloning molekuler di tahun 1989, sejumlah perkembangan yang bermakna telah terjadi dalam pemahaman mengenai perjalanan alamiah, diagnosis dan terapi infeksi virus hepatitis C. Dahulu kita hanya mengenal infeksi ini sebagai infeksi virus hepatitis non-A, non-B, namun saat ini telah diketahui bahwa infeksi yang hanya memiliki tanda-tanda subklinis ringan ini ternyata memiliki tingkat kronisitas dan progesifitas ke arah sirosis yang tinggi. Di dalam makalah ini menulis membahas tentang virus Hepatitis C, cara-cara mendiagnosis infeksi Hepatitis C, penatalaksanaan infeksi Hepatitis C serta komplikasi dari infeksi kronis. Insiden Hepatitis C semakin meningkat sebagai infeksi oportunistik pada pasien yang mengidap penyakit AIDS dan TBC, serta menjadi hambatan utama karena replikasi virus hepatitis C lebih cepat pada pasien tersebut. Selain itu kemampuan virus untuk bermutasi spontan menyebabkan timbulnya kekhawatiran baru tentang efektifitas obat Ribavirin dan Interferon Pegilasi. Dengan adanya Hepatitis C sebagai koinfeksi pada penyakit AIDS dan TBC meningkatkan morbiditas dan mortalitas pasien. Deteksi dini pada penyakit Hepatitis C menjadi modalitas utama dalam menentukan penatalaksanaan sehingga dapat mengurangi mortalitas dan morbiditas pasien.

Hepatitis C

EpidemiologiInfeksi virus hepatitis C (HCV) adalah suatu masalah kesehatan global. Menurut data WHO angka prevalensi ini amat bervariasi dalam distribusi secara geografi. Angka seroprevalensi di Asia Tenggara sekitar 2,2% dengan jumlah penderita sekitar 32,3 juta orang. Hasil pemeriksaan pendahuluan anti-HCV pada donor darah di beberapa tempat di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensinya adalah diantara 3,1-4% (Sulaiman dkk, 1993).1

Virus Hepatitis CChoo dkk. berhasil membuat penemuan pentig dalam pemahaman akan molekuler virus hepatitis C di tahun 1989. Di tahun inilah para ahli berhasil mengkloning genome HCV dan mempublikasikan pemeriksaan HCV dengan suatu test antibodi (generasi pertama).2

Siklus Hidup Virus Hepatitis CJika masuk ke dalam darah maka HCV akan segera mencari hepatosit (sel hati) dan kemungkinan sel limfosit B. Hanya dalam sel hati HCV bisa berkembang biak.3

1.

HCV masuk ke dalam hepatosit dengan mengikat reseptor sel

permukaan sel yang spesifik. Reseptor ini belum teridentifikasi secara jelas namun protein permukaan sel CD81 adalah suatu HCV binding-protein yang memainkan peranan dalam masuknya virus. Salah satu protein khusus virus yang dikenal sebagai protein E2 menempel pada reseptor site dibagian luar hepatosit.2. Kemudian protein inti dari virus menembus dinding sel denga suatu proeses kimiawi,

dimana selaput lemak bergabung dengan dinding sel dan selanjutnya dinding sel akan melingkupi dan menelan virus serta membawanya ke dalam hepatosit. Di dalam hepatosit selaput virus (nucleokapsid) melarut dalam sitoplasma dan keluarlah RNA virus (virus uncoating) yang melanjutkan mengambil alih peran dari ribosom hepatosit dalam membuat bahan-bahan untuk proses reproduksi. 3. Virus dapat membuat sel hati memperlakukan RNA virus seperti miliknya sendiri. Selama proses ini virus menutup fungsi normal hepatosit atau membuat lebih banyak lagi sel hepatosit yang terinfeksi. Virus selalu membajak mekanisme sintesis protein hepatosit dalam memproduksi protein yang dibutuhkannya dalam fungsi dan berkembang biak. 4. RNA virus dipergunakan sebagai cetak (template) untuk produksi massal poliprotein (proses translasi). 5. Poliprotein dipecah dalam unit-unit protein yang lebih kecil. Protein ini ada 2 jenis yaitu protein structural dan regulator. Protein regulatori memulai sintesis kopi virus RNA asli.6. RNA virus mengkopi dirinya sendiri dalam jumlah besar (miliaran kali) untuk

menghasilkan bahan dalam membentuk virus baru. Hasil kopi ini adalah bayangan cermin RNA orisinil dan dinamakan RNA negative. RNA negative lalu bertindak sebagai cetakan (template) untuk memproduksi serta RNA positif yang sangat banyak yang merupakan kopi identic materi genetic virus. 7. Proses ini berlangsung terus dan memberikan kesempatan untuk terjadi mutasi genetic yang menghasilkan RNA untuk strain baru virus dan subtipe virus hepatitis C. Setiap kopi virus baru akan berinteraksi dengan protein structural yang kemudian akan membentuk nukleokapsid dan kemudian inti virus baru. Amplop protein kemudian akan melapisi inti virus baru.

8. Virus dewasa kemudian dikeluarkan dari dalam hepatosit menuju ke pembuluh darah menembus membran sel. Replikasi HCV dalam sehari sangatlah melimpah dan diperkirakan bahwa seorang penderita dapat menghasilkan hingga 10 triiliun virion per hari (bahkan dalam fase infeksi kronik sekalipun).

Genotip Virus Hepatitis C

Berdasarkan keterkaitan (relatedness) molekuler, HCV dapat diidentifikasikan menjadi 6 group atau genotipe utama yang mempergunakan angka 1-6 dan berbagai subtipe. Genotipe 1a dan 1b adalah genotipe yang paling sering ditemukan di Amerika Serikat dan Eropa Barat, diikuti oleh genotip 2 dan 3. Genotip lain tampaknya tidak pernah ditemukan di negara-negara dikedua kawasan tersebut, tetapi banyak ditemukan di negara atau kawasan lain. Misalnya genotip 4 banyak ditemukan di Mesir, genotip 5 di Afrika Selatan dan genotip 6 di Asia Tenggara. Pengetahuan tentang genotip ini sangat penting karena dapat dipakai untuk memprediksi respon terhadap terapi antivirus (sustained virological response) SVR dan menetukan durasi terapi.4

Faktor-faktor Resiko Terinfeksi Virus Hepatitis C

Faktor-faktor

yang terkait erat dengan

terjadinya infeksi HCV adalah penggunaan narkoba suntik (injection drug use, IDU) dan menerima transfusi darah sebelum tahun 1990. Tingkat ekonomi yag redah (poverty), perilaku seksual resiko tinggi, tingkat edukasi yang rendah. Transmisi nosocomial berupa penularan dari pasien ke pasien telah dilaporkan terjadi pada pasien yang menjalani kolonoskopi, hemodialysis dan selama pembedahan.5 Meski prevalensi infeksi HCV di antara para pekerja kesehatan tidaklah tinggi dibanding keseluruhan populasi, luka akibat tertusuk jarum di rumah sakit tetap menghasilkan transmisi nosocomial virus. Perkiraan kasar untuk membandingkan risiko transmisi melalui luka tertusuk jarum dapat diingat melalui rule of threes: HBV ditransmisikan pada 30% paparan, HCV pada 3% paparan dan HIV-1 PADA 0,3%.6

Perjalanan AlamiahSama seperti virus hepatitis yang lain, HCV dapat menyebabkan suatu penyakit hepatitis akut yang kemungkinannya, sulit dibedakan dengan hepatitis virus akut lain. Akan tetapi gejalagejalanya hanya dilaporkan terjadi pada 15% kasus, sehingga diagnosisnya harus tergantung padapositifnya hasil pemeriksaan anti-HCV atau pemeriksaan HCV RNA yang biasanya terdeteksi lebih awal sebelum munculnya antibody anti-HCV (serokonversi).7 Masa inkubasi hepatitis C umumnya sekitar 6-8 minggu (berkisar antara 2-26 minggu) pada beberapa pasien yang menunjukkan gejala malaise dan jaundice dialami oleh sekitar 2040% pasien. Peningkatan kadar enzim hati (SGPT > 5-15 kali rentang normal) terjadi pada hamper semua pasien. Selama masa inkubasi ini, HCV RNA pasien bisa positif dan meningkat hingga munculnya jaundice. Selain itu,bisa juga muncul gejala-gejala fatigue, tidak napsu makan, mual dan nyeri abdomen kuadran kanan atas.1 Dari semua individu dengan hepatitis C akut, 75-80% akan berkembang menjadi infeksi kronik. Diagnosis banding dari hepatitis virus C akut adalah : Hepatitis virus : A, B atau E Epstein-Barr Cytomegalovirus (CMV)

Hepatitis alkoholik Hepatitis kronik aktif autoimun Hepatitis drug-induced Penyakit Wilson

Infeksi HCV sangat jarang terdiagnosis pada saat infeksi fase akut. Manifestasi klinis bisa saja muncul dalam wakt 7-8 minggu (dengan kisaran 2-26 minggu) setelah terpapar dengan HCV. Pada kasus-kasus infeksi akut akut HCV yang ditemukan, gejala-gejala yang dialami biasanya jaundice, malaise dan nausea. Infeksi akut dapat berkembang menjadi infeksi kronis pada mayoritas pasien. Jangka waktu dimana berbagai tahap penyakit hati berkembang sangat bervariasi, namun median waktu dari awal infeksi sampai timbulnya sirosis adalah sekitar 30 tahun.2 Beberapa faktor telah diketahui dapat mempercepat progresi klinis dari fibrosis, meliputi kinsumsi alcohol, ko-infeksi dengan HIV-1 atau HBV, jenis kelamin laki-laki, usia yang lebih tua saat terinfeksi, konsumsi alcohol dan kadar CD4 yang rendah. Sekali sirosis telah terjadi, maka resiko terjadinya karsinoma hepatoseluler adalah sekitar 1-4% per tahun. Karsinoma hepatoseluler dapat terjadi tanpa diawali dengan sirosis, tetapi jarang.3 Selain memiliki manifestasi hepatic ada beberapa manifestasi extrahepatik HCV dapat bereplikasidalam sel-sel limfoid. Kasus-kasus yang paling berat biasanya terkait dengan membrane proliferative glomerulonephritis, selain mengikut sertakan persarafan dan otak. Sindroma lain yang penting secara klinis termasuk ko-infeksi dengan virus lain, terutama HIV-1 dan virus hepatitis lain.6

Pemeriksaan Anti-HCVAntibodi terhadap HCV biasanya dideteksi dengan matode enzyme immunoassay yang sangat sensitid dan spesifik. Enzyme immunoassay generasi ke-3 yang banyak dipergunakan saat ini mengandung protein core dan protein-protein structural yang dapat mendeteksi keberadaan antibody dalam waktu 4-10 minggu infeksi.9

Pemeriksaan HCV RNADalam beberapa tahun terakhir, pemeriksaan baru yang berdasarkan pada deteksi molekuler HCV RNA telah diperkenalkan. Pemeriksaan ini dapat memeriksan kadar HCV RNA secara kualitatif maupun kuantitatif. Pemeriksaan untuk mengukur jumlah HCV RNA merupakan suatu cara yang dapat dipercaya untuk menunjukkan adanya infeksi HCV dan merupakan pemeriksaan yang paling spesifik.10

Biopsi Hati

Biopsy hati secara umum direkomendasikan untuk penilaian awal seorang pasien dengan infeksi HCV kronis. Biopsy berguna untuk menentukan derajat beratnya penyakit (tingkat fibrosis) dan menentukan derajat nekrosis dan inflamasi. Pemeriksaan ini juga bermanfaat untuk menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab penyakit hati yang lain.1

PenangananSehingga ke hari ini masih belum ada vaksin untuk hepatitis C. Berpijak pada perjalanan alamiah hepatitis C, maka terdapat 3 sasaran dari terapi yaitu : 1. Mencegah terjadinya sirosis dan komplikasinya 2. Mengurangi manifestasi ekstrahepatik 3. Mencegah kontaminasi (penularan) kepada orang lain

Perkembangan Terapi Infeksi Virus Hepatitis CPada pertengahan tahun 90-an, terapi interferon alfa konvensional pada penderita hepatitis C merupakan satu-satunya piihan terapi yang tersedia, namun monoterapi dengan interferon konvensional jarang mengeradikasi HCV. Respon rata-rata interferon monoterapi biasanya hanya 2 log dari nilai baseline tetapi HCV RNA tetap terdeteksi di minggu ke-24 terapi. Sedangkan virologic breakthrough didefinisikan sebagai terdeteksinya kembali HCV RNA pada pasien yang kadar HCV RNA nya telah negatif setelah selesai terapi.1

Respon non-virologiTurunnya kadar SGPT hingga rentang normal di akhir masa terapi atau seterusnya hingga 6 bulan pasca terapi (sustained biochemical Response / Reponse biokimia menetap) terus dievaluasi dalam berbagai penelitian klinis skala besar, namun hanya ada beberapa studi menunjukkan adanya benefit jangka panjang dari respon biokimia menetap pada pasien-pasien yang tidak berhasil mencapai SVR. Respons histologi secara konvensional diartikan sebagai turunnya nilai inflamasi atau nilai total sebesar 2 poin atau lebih dibanding hasil biopsi sebelum terapi.2

Terapi Hepatitis C AkutTerapi IFN (a dan b) dengan dosis yang lebih-tinggi (6-10 juta unit) selama 6 bulan dapat memicu normalisasi SGPT dan hilangnya (clearance) HCV RNA pada sekitar 50% pasien.

Pada tahun 2002, Alberti dkk. melakukan analisis pada 17 studi yang meneliti pemberian terapi pada pasien dengan hepatitis C akut dan melibatkan 369 pasien. Hasil pooling data ke-17 studi menunjukkan hasil respon biokimia end-of-treatment 76 % (rentang 15 -100%) pada kelompok yang diterapi dibanding 24% (rentang 10 44%) pada kelompok yang tidak diterapi, dan respon biokimia menetap (sustained) teriadi pada 61% (rentang 25 100%) pasien yang diterapi disbanding 26% (rentang 16 50 %) pasien yang tidak diterapi. Yang lebih penting lagi, respons virologi . end-of-treatment dilaporkan terjadi pada 80% (rentang 37 100 %) pasien yang diterapi dibanding 10 % (0 20% ) pasien yang tidak diterapi, dan respons virologi menetap SVR (sustained virologic response) dialami oleh 62 % (rentang 37 100 %) pasien yang diterapi dengan interferon dibanding hanya l2 % (rentang 0 20%) pada pasien yang tidak diterapi.3 Lebih laniut, penelitian prospektif oleh Delwaide dkk. di tahun 2004 pada 28 pasien yang diterapi dengan interferon alfa 5 juta unit dan 16 pasien yang tidak diterapi menemukan bahwa terapi sejak dini (early treatment) pada pasien dengan hepatitis C akut dengan Interferon alfa dapat mencegah terjadinya kronisitas.9

Terapi Hepatitis C KronikMenetapnya HCV setelah hepatitis akut hingga menjadi hepatitis C kronik, dapat ditemukan pada lebih dari 85% pasien. Pada dasarnya semua pasien dengan infeksi hepatitis C kronik merupakan kandidat untuk terapi antivirus. Rekomendasi terapi saat ini, yang berdasarkan pada data penelitian klinis fase III, acak dan multinasional, menganjurkan penggunaan kombinasi interferon pegilasi dan ribavirin sebagai pilihan pertama terapi.10

Memprediksi respons terapiFaktor-faktor yang terkait atau berpengaruh terhadap lebih buruknya hasil terapi adalah HCV genotip 1, muatan virus tinggi (> 2 juta kopir/ml), usia > 40 tahun, jenis kelamin

pria,tgrdapatnya fibrosis lanjut atau sirosis pada pemeriksaan histologi. Selain itu, konsumsi alcohol temyata memiliki pengaruh terhadap laju progresi dari infeksi HCV.1

PencegahanTidak ada vaksin yang dapat melawan infeksi HCV. Penelitian untuk menemukan vaksin hepatitis C telah dilakukan, namun dikarenakan oleh tingginya tingkat mutasi dari HCV maka sangatlah sulit untuk mengembangkan vaksin yang efektif untuk HCV. Karenanya usaha-usaha berikut harus dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi 1,2,3,9,10 : 1. Melakukan skrining dan pemeriksaan terhadap darah dan organ donor. 2. Menginaktivasikan virus dari plasma dan produk-produk plasma. 3. Senantiasa mengimplementasikan tindaka-tindakan untuk mengontrol infeksi dalam setting pekerja kesehatan, termasuk prosedur sterilisasi yang bener terhadap alat-alat medis dan dentis. 4. Mempromosikan perubahan tingkah laku pada masyarakat umum dan pekerja kesehatan untuk mengurangi penggunaan berlebihan obat-obat suntik dan penggunaan cara penyuntikan yang aman, serta konseling untuk menurunkan risiko pada IDU dan praktek seksual.

Daftar Pustaka

1. Sulaiman H. A., Akbar H. N, Lesmana L. A, Noer H. M. S, eds, Buku Ajar Ilmu Penyakit

Hati, Edisi Pertama, 2002, 211-227. 2. Sudoyo A. W, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, eds, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi V, Interna Publishing 2009, 662-668.3. Boyer T D, Wright T L, Manns M P. Zakim and Boyers Hepatology, A Textbook of

Liver Disease. Pathogenesis and Replication of Hepatitis C Virus; Fifth Edition; Volume 1;Saunders Elsevier; 2006; 125-147.4. Kumar P, Clark M, Kumar & Clark Clinical Medicine, Sixth Edition, Elsevier Sauders,

2005, 367-374. 5. Moore K. L, Dalley A. F, Clinically Oriented Anatomy, Fifth Edition,Lippincott Williams & Wilkins, 2006, 289-300.6. McCance KL, Huether SE. Pathophysiology. The Biologic Basis for Disease in Adults

and Children. Mechanisms of Self Defense. Infection. 5th Edition; Elsevier Mosby; Canada; 2006; 293-307.

7. Katzung B G. AntiviralAgents. Basic and Clinical Pharmacology. 10th Edition; Lange;

780-819.8. Sherwood L, Human Physiology From Cells to Systems, 7th Edition, Brooks/Cole

Cengage Learning, 2010, 613-621.9. Rajaguru

S,

Nettleman

M

D.

Hepatitis

C

Infection.

Available

at

:

http://www.medicinenet.com/script/main/mobileart.asp?articlekey=915. Accessed on 25 Discember 2011.10. Moyer L A, Mast E E, Alter M J. Centers for Disease Control and Prevention. Hepatitis

C:

Part

1.

Routine

Serologic

Testing

and

Diagnosis.

Available

at:

http://www.aafp.org/afp/1999/0101/p79.html . Accessed on : 25 Dicember, 2011.