refrat - neurogenic bladder - santi l

35
BAB I PENDAHULUAN Istilah neurogenic bladder tidak mengacu pada suatu diagnosis spesifik ataupun menunjukkan etiologinya, melainkan lebih menunjukkan suatu gangguan fungsi urologi akibat kelainan neurologis. Fungsi bladder normal memerlukan aktivitas yang terintegrasi antara sistem saraf otonomi dan somatik. Jaras neural yang terdiri dari berbagai refleks fungsi destrusor dan sfingter meluas dari lobus frontalis ke medula spinalis bagian sakral, sehingga penyebab neurogenik dari gangguan bladder dapat diakibatkan oleh lesi pada berbagai derajat. 1 Salah satu penelitian pertama prevalensi Neurogenic Bladder di Asia adalah sebuah survai oleh APCAB (Asia Pacific Continence Advisory Board) pada tahun 1998 yang mencakup 7875 laki-laki dan perempuan (sekitar 70% perempuan) dari 11 negara (termasuk 499 dari Indonesia) ; didapatkan bahwa prevalensi Neurogenic Bladder secara umum pada orang Asia adalah sekitar 50,6%. Banyak penyebab dapat mendasari timbulnya Neurogenic Bladder sehingga mutlak dilakukan pemeriksaan yang teliti sebelum diagnosis ditegakkan. Penyebab tersering adalah gangguan medulla spinalis; trauma merupakan penyebab akut serta memberikan manifestasi klasik. 1

Upload: santi-lestari

Post on 26-Dec-2015

105 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

persarafan kandung kemih

TRANSCRIPT

Page 1: Refrat - Neurogenic Bladder - Santi l

BAB I

PENDAHULUAN

Istilah neurogenic bladder tidak mengacu pada suatu diagnosis spesifik ataupun

menunjukkan etiologinya, melainkan lebih menunjukkan suatu gangguan fungsi urologi

akibat kelainan neurologis. Fungsi bladder normal memerlukan aktivitas yang terintegrasi

antara sistem saraf otonomi dan somatik. Jaras neural yang terdiri dari berbagai refleks

fungsi destrusor dan sfingter meluas dari lobus frontalis ke medula spinalis bagian sakral,

sehingga penyebab neurogenik dari gangguan bladder dapat diakibatkan oleh lesi pada

berbagai derajat.1

Salah satu penelitian pertama prevalensi Neurogenic Bladder di Asia adalah

sebuah survai oleh APCAB (Asia Pacific Continence Advisory Board) pada tahun 1998

yang mencakup 7875 laki-laki dan perempuan (sekitar 70% perempuan) dari 11 negara

(termasuk 499 dari Indonesia) ; didapatkan bahwa prevalensi Neurogenic Bladder secara

umum pada orang Asia adalah sekitar 50,6%. Banyak penyebab dapat mendasari

timbulnya Neurogenic Bladder sehingga mutlak dilakukan pemeriksaan yang teliti

sebelum diagnosis ditegakkan. Penyebab tersering adalah gangguan medulla spinalis;

trauma merupakan penyebab akut serta memberikan manifestasi klasik. Dalam

kesempatan ini dibahas Neurogenic Bladder akibat cedera spinal.2,3

1

Page 2: Refrat - Neurogenic Bladder - Santi l

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Struktur otot detrusor dan sfingter

Susunan sebagian besar otot polos bladder apabila berkontraksi akan

menyebabkan pengosongan pada bladder. Pengaturan serabut detrusor pada daerah leher

bladder berbeda antara pria dan wanita dimana pria mempunyai distribusi yang sirkuler

dan serabut-serabut tersebut membentuk suatu sfingter leher bladder yang efektif untuk

mencegah terjadinya ejakulasi retrograd sfingter interna yang ekivalen. Sfingter uretra

(rhabdosfingter) terdiri dari serabut otot lurik berbentuk sirkuler. Pada pria,

rhabdosfingter terletak tepat di distal dari prostat sementara pada wanita mengelilingi

hampir seluruh uretra. Rhabdosfingter secara anatomis berbeda dari otot-otot yang

membentuk dasar pelvis. Pada pemeriksaan elektromiografi otot ini menunjukkan suatu

discharge tonik konstan yang akan menurun bila terjadi relaksasi sfingter pada awal

proses miksi.1,2,3

B. Persyarafan bladder dan sfingter

1. Persyarafan parasimpatis (N.pelvikus)

Pengaturan fungsi motorik dari otot detrusor utama berasal dari serabut

preganglion parasimpatis dengan badan sel terletak pada kolumna intermediolateral

medula spinalis antara S2 dan S4. Serabut preganglioner keluar dari medula spinalis

bersama radiks spinal anterior dan mengirim akson melalui N.pelvikus ke pleksus

parasimpatis di pelvis. Serabut postganglioner pendek berjalan dari pleksus untuk

menginervasi organ-organ pelvis. Tidak terdapat perbedaan khusus postjunctional antara

serabut postganglioner dan otot polos musculus detrusor. Sebaliknya, serabut

postganglioner mempunyai jaringan difus sepanjang serabutnya yang mengandung

vesikel dimana asetilkolin dilepaskan. Meskipun pada beberapa spesies transmitter

nonkolinergik-nonadrenergik juga ditemukan, namun keberadaannya pada manusia

diragukan.1,2

2. Persyarafan simpatis (N.hipogastrik dan rantai simpatis sakral)

2

Page 3: Refrat - Neurogenic Bladder - Santi l

Bladder menerima inervasi simpatis dari rantai simpatis thorakolumbal melalui

n.hipogastrik. Leher bladder menerima persarafan yang banyak dari sistem saraf simpatis

dan pada kucing dapat dilihat pengaturan parasimpatis oleh simpatis, sedangkan peran

sistim simpatis pada proses miksi manusia tidak jelas. Simpatektomi lumbal saja tidak

berpengaruh pada miksi meskipun pada umumnya akan menimbulkan ejakulasi retrograd.

Leher bladder pria banyak mengandung transmitter noradrenergik dan aktivitas simpatis

selama ejakulasi menyebabkan penutupan dari leher bladder untuk mencegah ejakulasi

retrograde.2,3

3. Persyarafan somantik (N.pudendus)

Otot lurik dari sfingter uretra merupakan satu-satunya bagian dari traktus urinarius

yang mendapat persarafan somatik. Onufrowicz menggambarkan suatu nukleus pada

kornu ventralis medula spinalis pada S2, S3, dan S4. Nukleus ini yang umumnya dikenal

sebagai nukleus Onuf, mengandung badan sel dari motor neuron yang menginnervasi

baik sfingter anal dan uretra. Nukleus ini mempunyai diameter yang lebih kecil daripada

sel kornu anterior lain, tetapi suatu penelitian mengenai sinaps motor neuron ini pada

kucing menunjukkan bahwa lebih bersifat skeletomotor dibandingkan persarafan perineal

parasimpatis preganglionik. Serabut motorik dari sel-sel ini berjalan dari radiks S2, S3

dan S4 ke dalam n.pudendus dimana ketika melewati pelvis memberi percabangan ke

sfingter anal dan cabang perineal ke otot lurik sfingter uretra. Secara elektromiografi,

motor unit dari otot lurik sfingter sama dengan serabut lurik otot tapi mempunyai

amplitudo yang sedikit lebih rendah.1,2,3

4. Persyarafan sensorik traktus urinarius bagian bawah

Sebagian besar saraf aferen adalah tidak bermyelin dan berakhir pada pleksus

suburotelial dimana tidak terdapat ujung sensorik khusus. Karena banyak dari serabut ini

mengandung substansi P, ATP atau calcitonin gene-related peptide dan pelepasannya

dapat mengubah eksitabilitas otot, serabut pleksus ini dapat digolongkan sebagai saraf

sensorik motorik daripada sensorik murni. Ketiga pasang saraf perifer (simpatis

torakolumbal, parasimpatis sacral dan pudendus) mengandung serabut saraf aferen.

Serabut aferen yang berjalan dalam n.pelvikus dan membawa sensasi dari distensi

bladder tampaknya merupakan hal yang terpenting pada fungsi bladder yang normal.

Akson aferen terdiri dari 2 tipe, serabut C yang tidak bermyelin dan serabut Aδ bermyelin

3

Page 4: Refrat - Neurogenic Bladder - Santi l

kecil. Peran aferen hipogastrik tidak jelas tetapi serabut ini menyampaikan beberapa

sensasi dari distensi bladder dan nyeri. Aferen somatik pudendal menyalurkan sensasi

dari aliran urine, nyeri dan suhu dari uretra dan memproyeksikan ke daerah yang serupa

dalam medula spinalis sakral sebagai aferen bladder. Hal ini menggambarkan

kemungkinan dari daerah-daerah penting pada medulla spinalis sakral untuk intergrasi

viserosomatik. Nathan dan Smith (1951) pada penelitian pasien yang telah mengalami

kordotomi anterolateral, menyimpulkan bahwa jaras ascending dari bladder dan uretra

berjalan di dalam traktus sphinothalamikus. Serabut spinobulber pada kolumna dorsalis

juga berperan pada transmisi dari informasi aferen. 1,2,3

Gambar 1 Persyarafan Bladder4

C. Hubungan dengan susunan saraf pusat

1. Pusat Miksi Pons

Pons merupakan pusat yang mengatur miksi melalui refleks spinal-bulbospinal

atau long loop refleks. Demyelinisasi Groat (1990) menyatakan bahwa pusat miksi pons

merupakan titik pengaturan (switch point) dimana refleks transpinal-bulber diatur

sedemikian rupa baik untuk pengaturan pengisian atau pengosongan bladder. Pusat miksi

pons berperan sebagai pusat pengaturan yang mengatur refleks spinal dan menerima input

dari daerah lain di otak.1,2

4

Page 5: Refrat - Neurogenic Bladder - Santi l

2. Daerah kortikal yang mempengaruhi pusat miksi pons

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa lesi pada bagian anteromedial dari lobus

frontal dapat menimbulkan gangguan miksi berupa urgensi, inkontinens, hilangnya

sensibilitas bladder atau retensi urine. Pemeriksaan urodinamis menunjukkan adanya

bladder yang hiperrefleksi. 1,2

D. Fisiologi berkemih

Proses normal dalam berkemih meliputi pengisian kandung kemih, penyimpanan,

dan pengosongan. Ginjal menerima hampir 25% dari cardiac output, penyaringan 180L

per hari meskipun hanya sekitar 1L/hari diekskresikan sebagai urin. Filtrat ini diangkut

melalui ureter ke kandung kemih. Ureter, yang kira-kira 25-30 cm, melalui dinding

kandung kemih pada persimpangan ureterovesicular untuk membentuk katup satu arah

yang berfungsi untuk mencegah refluks retrograde urin ke ginjal selama tahap pengisian

dan pengosongan kandung kemih. Kandung kemih menyimpan urin dalam sistem tekanan

rendah dengan kapasitas normal 400-500 cc. Secara anatomis, kandung kemih dibagi

menjadi detrusor (alias sebagai "tubuh" atau "kubah" dari kandung kemih), yang terdiri

dari otot polos, dan dasar, yang meliputi trigonum dan leher kandung kemih yang erat

dengan dasar panggul. Outlet kandung kemih memiliki dua sfingter uretra, yaitu sfingter

internal (otot polos) di leher kandung kemih dan uretra proksimal dan

sphincter eksternal (otot lurik) dari membrane uretra. Pada wanita memiliki mekanisme

sfingter urin kurang kompleks dengan uretra yang lebih pendek.

Pengaturan berkemih melibatkan kortikal, subcortikal, batang otak, sumsum

tulang belakang, dan mekanisme kandung kemih. Daerah kontrol kortikal di frontal dan

cingulated gyri serta daerah subkortikal memberikan pengaruh penghambatan pada

berkemih pada tingkat pons dan rangsang berpengaruh pada sfingter kemih eksternal. Hal

ini memungkinkan kontrol berkemih sehingga biasanya evakuasi kandung kemih dapat

ditunda.

Pusat berkemih pontine (PMC, juga dikenal sebagai Inti Barrington atau wilayah

M) sangat penting untuk koordinasi berkemih. Hal ini dicapai oleh PMC modulasi efek

yang berlawanan dari parasimpatis dan sistem saraf simpatik pada saluran kemih bawah.

5

Page 6: Refrat - Neurogenic Bladder - Santi l

Di kandung kemih mengosongkan panggung, PMC mengirimkan rangsangan ke sumsum

tulang belakang sacral yang menghasilkan kontraksi detrusor secara bersamaan sekaligus

mengirimkan pengaruh penghambatan terhadap kabel torakolumbalis (simpatis) yang

menghasilkan relaksasi sfingter internal. Efek keseluruhan adalah untuk memungkinkan

evakuasi isi kandung kemih. Sebaliknya, selama fase penyimpanan kandung kemih,

Penghambatan PMC menyebabkan penekanan sumsum tulang belakang sacral yang

menghasilkan detrusor relaksasi sekaligus mengirim rangsang pengaruh terhadap kabel

torakolumbalis (simpatis) yang menghasilkan sfingter uretra internal kontraksi. Efek

keseluruhan adalah untuk memungkinkan mengisi / penyimpanan urin di kandung kemih.

lebih detail dari mekanisme ini akan dibahas lebih lanjut di bawah ini.

Informasi Asending sensorik tentang keadaan kandung kemih yang terisi diyakini

mencapai periaqueductal abu-abu (PAG) di mana ia kemudian diteruskan melalui

hipotalamus dan thalamus ke korteks cingulate anterior, insula, dan korteks prefrontal.

Daerah otak ini menghambat PAG, yang sendiri memiliki masukan rangsang ke PMC.

Hipotalamus memiliki pengaruh rangsang di PAG. Ketika sadar keputusan untuk

membatalkan terjadi, korteks prefrontal penghambatan PAG terganggu sekaligus yang

hypothalamus merangsang PAG. Hasil keseluruhan adalah eksitasi PMC yang

memproduksi berkemih. Neuron spinal yang terlibat dalam regulasi berkemih terletak di

komisura dorsal, tanduk dorsal dangkal, dan parasimpatis inti. Interneuron mengirim

rostral proyeksi tetapi juga berfungsi untuk mengatur tulang belakang segmental refleks.

Glutamat berfungsi sebagai pemancar rangsang di tingkat tulang belakang sementara

glisin asam andγ-aminobutyric (GABA) adalah neurotransmitter penghambatan.

Tiga sensorik dan motorik saraf campuran (hipogastrikus, panggul, dan saraf

pudenda) innervasi saluran kemih bawah. Saraf simpatis hipogastrikus membawa otonom

sistem persarafan saraf, saraf panggul membawa parasimpatis otonom sistem persarafan

saraf, dan saraf pudenda mengusung sistem saraf somatik persarafan pada saluran kemih

bawah. Seperti ditunjukkan dalam, sistem saraf simpatik persarafan pada saluran kemih

bawah muncul dari tingkat kabel T11-L2 untuk sinapse di mesenterika inferior dan

pleksus hipogastrikus sebelum melanjutkan melalui hipogastrikus saraf reseptor

adrenergik-toα di leher kandung kemih dan uretra proksimal serta asβ-adrenergik reseptor

6

Page 7: Refrat - Neurogenic Bladder - Santi l

di kandung kemih fundus. Serabut saraf simpatis juga innervate ganglia parasimpatis di

dinding detrusor dan memiliki efek penghambatan pada ganglia tersebut. Aktivasi aliran

simpatis thoracolumbal menghasilkan norepinefrin rilis di saluran kemih bawah yang

menghasilkan detrusor relaksasi dan leher kandung kemih (sfingter internal) kontraksi.

Sistem saraf parasimpatis persarafan ke bawah saluran kemih muncul dari inti

detrusor di S2- Tingkat kabel S4 yang melewati panggul saraf neuron parasimpatis

kolinergik di ganglia di detrusor. Asetilkolin dilepaskan oleh aktivasi ini neuron

menghasilkan kontraksi detrusor melalui M2 dan M3 muscarinic reseptor aktivasi,

meskipun reseptor M1 adalah juga hadir terminal saraf inprejunctional. Persarafan

parasimpatik dalam uretra proksimal menyebabkan oksida nitrat

akan dirilis di sana yang menghasilkan relaksasi otot polos uretra. Aktivasi keluar

parasimpatis sakral memproduksi asetilkolin dan oksida nitrat dalam kemih bawah

saluran yang menghasilkan detrusor kontraksi dan relaksasi proksimal uretra.

Somatik saraf sistem persarafan ke eksternal sfingter uretra muncul dari kemaluan

(Onuf 's) inti di tingkat kabel S2-S4 yang kemudian melewati saraf pudenda ke

striatedmuscle sfingter. Supraspinal pusat, yang biasanya berada di bawah kontrol

sukarela, menghasilkan pengaruh rangsang pada inti pudenda selama kandung kemih

mengisi panggung untuk menghasilkan sfingter uretra eksterna dan dasar panggul

kontraksi untuk membantu menjaga nafsu, sementara selama tahap berkemih kandung

kemih ini turun pengaruh dihambat untuk menghasilkan lantai uretra dan relaksasi

panggul yang memfasilitasi pengosongan kandung kemih.

Informasi aferen pada keadaan kandung kemih mengisi ditransmisikan dari serat

sensorik padat suburothelial dan pleksus otot. Beberapa serat sensorik dapat

memperpanjang melalui urothelium ke dalam rongga kandung kemih untuk

mentransduksi rangsangan baik fisik dan kimia. Sebagian besar ini aferen sensorik

Aδfibers mielin kecil dan unmyelinated serat C. Para Aδfibers menanggapi dinding

kandung kemih distensi dan memicu berkemih, sedangkan serat C menanggapi stimulus

yang menyakitkan. Sebagian besar serat aferen kandung kemih berjalan di saraf panggul

ke sacral ganglia akar dorsal, dan setelah transduksi sinyal ini di tanduk dorsal sumsum

7

Page 8: Refrat - Neurogenic Bladder - Santi l

tulang belakang, informasi ini sensorik ditransmisikan rostrally ke wilayah PAG, seperti

yang dijelaskan sebelumnya. Selama tahap mengisi kandung kemih, pusat supraspinal

menghasilkan penghambatan pusat berkemih pontine, yang menghasilkan peningkatan

torakolumbalis simpatik out-flow dengan penekanan simultan sacral keluar parasimpatik

pada saluran kemih bawah. ini supraspinal Pusat juga memproduksi aliran rangsang

melalui saraf puden-dal untuk menghasilkan eksternal uretra sfingter kontraksi. Efek

keseluruhan dalam fisiologi kandung kemih normal adalah detrusor relaksasi otot polos,

leher kandung kemih otot polos kontraksi, dan saluran kencing sfingter otot rangka

eksternal kontraksi yang memungkinkan penyimpanan tekanan rendah dari urin dalam

kandung kemih tanpa kebocoran.

Selama fase pengosongan kandung kemih, yang supraspinal penghambatan aliran

pusat 'ke pusat berkemih pontine ditekan, mengakibatkan penurunan aliran simpatis

thoraks dengan peningkatan simultan sacral outflow parasimpatis pada saluran kemih

bawah. Itu outflow rangsang pusat supraspinal 'melalui pudenda saraf ditekan

memproduksi sfingter uretra eksterna relaksasi. Efek keseluruhan dalam fisiologi

kandung kemih normal adalah detrusor kontraksi otot polos, leher kandung kemih halus

relaksasi otot, dan saluran kencing eksternal sfingter skeletal relaksasi otot yang

memungkinkan evakuasi urin disimpan dalam kandung kemih.

E. Definisi Neurogenic bladder

Neurogenic bladder adalah suatu disfungsi bladder akibat kerusakan sistem saraf

pusat atau saraf tepi yang terlibat dalam pengendalian berkemih. Keadaan ini bisa berupa

bladder tidak mampu berkontraksi dengan baik untuk miksi (underactive bladder)

maupun bladder terlalu aktif dan melakukan pengosongan bladder berdasar refleks yang

tak terkendali (overactive bladder) 3,7 Disfungsi kandung kemih neurogenik dapat

mempersulit berbagai kondisi neurologis.

Di Amerika serikat, neurogenik bladder mempengaruhi 40-90% dari orang dengan

multiple sclerosis, 37-72% dari mereka dengan Parkinsonisme, dan 15% dari

merekadengan stroke. Detrusor hyperreflexia terlihat dalam 50 - 90% dari orang dengan

8

Page 9: Refrat - Neurogenic Bladder - Santi l

multiple sclerosis, sementara yang lain 20 - 30% memiliki detrusor areflexia. Ada lebih

dari 200.000 orang dengan cedera tulang belakang, dan 70-84% dari individu memiliki

setidaknya beberapa derajat disfungsi kandung kemih. Disfungsi kandung kemih juga

sering terjadi pada spina bifida, yang mempengaruhi sekitar 1 per 1.000 kelahiran hidup.

Vesicoureteralreflux mungkin terjadi pada 40% anak dengan spina bifida pada usia 5, dan

sampai 61% dari muda orang dewasa dengan spina bifida pengalaman inkontinensia.

Penyebab umum lainnya yaitu kandung kemih neurogenik termasuk diabetes mellitus

dengan neuropati otonom, gejala sisa operasi panggul, dan cauda equina sindrom karena

tulang belakang lumbal yang patologi.

F. Etiologi

A. Kelainan pada sistem saraf pusat :8

1. Alzheimer’s disease

2. Meningomielocele

3. Tumor otak atau medulla spinalis

4. Multiple sclerosis

5. Parkinson disease

6. Cedera medulla spinalis

7. Pemulihan stroke

B. Kelainan pada sistem saraf tepi : 8

1. Neuropati alkoholik

2. Diabetes neuropati

3. Kerusakan saraf akibat operasi pelvis

4. Kerusakan saraf dari herniasi diskus

5. Defisiensi vitamin B12

G. Patologi

Gangguan bladder dapat terjadi pada bagian tingkatan lesi. Tergantung jaras yang

terkena, secara garis besar terdapat tiga jenis utama gangguan :2,3,9

9

Page 10: Refrat - Neurogenic Bladder - Santi l

A. Lesi supra pons

Pusat miksi pons merupakan pusat pengaturan refleks-refleks miksi dan seluruh

aktivitasnya diatur kebanyakan oleh input inhibisi dari lobus frontal bagian medial,

ganglia basalis dan tempat lain. Kerusakan pada umumnya akan berakibat hilangnya

inhibisi dan menimbulkan keadaan hiperrefleksi. Pada kerusakan lobus depan, tumor,

demyelinisasi periventrikuler, dilatasi kornu anterior ventrikel lateral pada hidrosefalus

atau kelainan ganglia basalis, dapat menimbulkan kontraksi bladder yang hiperrefleksi.

Retensi urine dapat ditemukan secara jarang yaitu bila terdapat kegagalan dalam memulai

proses miksi secara volunteer.

B. Lesi antara pusat miksi pons dan sakral medula spinalis

Lesi medula spinalis yang terletak antara pusat miksi pons dan bagian sacral

medula spinalis akan mengganggu jaras yang menginhibisi kontraksi detrusor dan

pengaturan fungsi sfingter detrusor. Beberapa keadaan yang mungkin terjadi antara lain

adalah:

1. Bladder yang hiperrefleksi

Seperti halnya lesi supra pons, hilangnya mekanisme inhibisi normal akan

menimbulkan suatu keadaan bladder yang hiperrefleksi yang akan menyebabkan

kenaikan tekanan pada penambahan yang kecil dari volume bladder.

2. Disinergia detrusor-sfingter (DDS)

Pada keadaan normal, relaksasi sfingter akan mendahului kontraksi detrusor. Pada

keadaan DDS, terdapat kontraksi sfingter dan otot detrusor secara bersamaan. Kegagalan

sfingter untuk berelaksasi akan menghambat miksi sehingga dapat terjadi tekanan

intravesikal yang tinggi yang kadang-kadang menyebabkan dilatasi saluran kencing

bagian atas.Urine dapat keluar dari bladder hanya bila kontraksi detrusor berlangsung

lebih lama dari kontraksi sfingter sehingga aliran urine terputus-putus.

3. Kontraksi detrusor yang lemah

Kontraksi hiperrefleksi yang timbul seringkali lemah sehingga pengosongan

bladder yang terjadi tidak sempurna. Keadaan ini bila dikombinasikan dengan disinergia

akan menimbulkan peningkatan volume residu pasca miksi.

4. Peningkatan volume residu paska miksi

10

Page 11: Refrat - Neurogenic Bladder - Santi l

Volume residu paska miksi yang banyak pada keadaan bladder yang hiperrefleksi

menyebabkan diperlukannya sedikit volume tambahan untuk terjadinya kontraksi

bladder. Penderita mengeluh mengenai seringnya miksi dalam jumlah yang sedikit.

C. Lesi Lower Motor Neuron (LMN)

Kerusakan pada radiks S2-S4 baik dalam canalis spinalis maupun ekstradural

akan menimbulkan gangguan LMN dari fungsi bladder dan hilangnya sensibilitas

bladder. Proses pendahuluan miksi secara volunteer hilang dan karena mekanisme untuk

menimbulkan kontraksi detrusor hilang, bladder menjadi atonik atau hipotonik bila

kerusakan denervasinya adalah parsial. Compliance bladder juga hilang karena hal ini

merupakan suatu proses aktif yang tergantung pada utuhnya persyarafan. Sensibilitas dari

peregangan bladder terganggu namun sensasi nyeri masih didapatkan karena informasi

aferen yang dibawa oleh sistim saraf simpatis melalui n.hipogastrikus ke daerah

thorakolumbal. Denervasi otot sfingter mengganggu mekanisme penutupan namun

jaringan elastik dari leher bladder memungkinkan terjadinya miksi. Mekanisme untuk

mempertahankan miksi selama kenaikan tekanan intra abdominal yang mendadak hilang,

sehingga stress inkontinens sering timbul pada batuk atau bersin.

H. Gejala

Gejala-gejala disfungsi Neurogenik bladder terdiri dari urgensi, frekuensi, retensi

dan inkontinens. Hiperrefleksi detrusor merupakan keadaan yang mendasari timbulnya

frekuensi, urgensi dan inkontinens sehingga kurang dapat menilai lokasi kerusakan

(localising value) karena hiperrefleksia detrusor dapat timbul baik akibat kerusakan jaras

dari suprapons maupun suprasakral. Retensi urine dapat timbul sebagai akibat berbagai

keadaan patologis. Pada pria adalah penting untuk menyingkirkan kemungkinan kelainan

urologis seperti hipertrofi prostat atau striktur. Pada penderita dengan lesi neurologis

antara pons dan medulla spinalis bagian sakral, DDS dapat menimbulkan berbagai derajat

retensi meskipun pada umumnya hiperrefleksia detrusor yang lebih sering timbul. Retensi

dapat juga timbul akibat gangguan kontraksi detrusor seperti pada lesi LMN. Retensi juga

dapat timbul akibat kegagalan untuk memulai refleks niksi seperti pada lesi susunan saraf

pusat. Meskipun hanya sedikit kasus dari lesi frontal dapat menimbulkan retensi, lesi

pada pons juga dapat menimbulkan gejala serupa. Inkontenensia urine dapat timbul akibat

11

Page 12: Refrat - Neurogenic Bladder - Santi l

hiperrefleksia detrusor pada lesi suprapons dan suprasakral. Ini sering dihubungkan

dengan frekuensi dan bila jaras sensorik masih utuh, akan timbul sensasi urgensi. Lesi

LMN dihubungkan dengan kelemahan sfingter yang dapat bermanifestasi sebagai stress

inkontinens dan ketidakmampuan dari kontraksi detrusor yang mengakibatkan retensi

kronik dengan overflow.7,8,10

I. Evaluasi dan Penatalaksanaan

A. Evaluasi

Pendekatan sistematis untuk mengetahui masalah gangguan miksi selama

rehabilitasi pasien dengan cedera medula spinalis merupakan hal yang penting karena

penatalaksanaan yang baik sejak awal akan mencegah komplikasi urologis dan kerusakan

ginjal permanen. Pemeriksaan meliputi penilaian saluran kencing bagian atas, penilaian

pengosongan bladder dan deteksi hiperrefleksia detrusor.3,7,8,10

1. Penilaian saluran kencing bagian atas

Meskipun jarang didapatkan masalah pada saluran kencing bagian atas, gangguan

ginjal merupakan hal yang potensial mengancam penderita. Penilaian ditujukan untuk

menilai fungsi ginjal dan deteksi hidronefrosis. Pemeriksaan radiologis harus meliputi

urografi intravena dan voiding cystourethrogram untuk menilai saluran bagian atas dan

menyingkirkan kemungkinan adanya refluks vesikoureteral.

2. Penilaian pengosongan bladder

Penilaian sisa urine dapat dilakukan dengan katerisasi pada saat pertama

pemeriksaan meupun dengan menggunakan USG. Residu urine lebih dari 100 ml

dikatakan bermakna.

3. Deteksi hiperrefleksia detrusor

Pemeriksaan CMG dan EMG dari sfingter uretral eksterna akan membantu

menentukan disfungsi neurogenik dan adanya suatu DDS yang signifikan. Kontraksi

abnormal dari otot detrusor dapat dideteksi dengan baik denganmenggunakan filling

cystometrogram (CMG). Pada orang normal, kandung kencing dapat mengakomodasi

pengisian bladder bahkan pada kecepatan pengisian yang tinggi sedangkan pada

penderita dengan hiperrefleksia bladder, terjadi peningkatan tekanan yang spontan pada

pengisian.

4. Pemeriksaan neurologis

12

Page 13: Refrat - Neurogenic Bladder - Santi l

Pemeriksaan neurologis harus meliputi pemeriksaan sensibilitas perianal untuk

mengetahui ada tidaknya sacral sparing. Adanya tonus anal, reflex anal dan refleks

bulbokavernosus hanya menandakan utuhnya konus dan lengkung refleks lokal.

Didapatkannya kontraksi volunter sfingter anal menunjukkan uthunya kontrol volunter

dan pada kasus kuadriplegia, ini menandakan lesi medula spinalis yang inkomplit. Pada

lesi medulla spinalis, dalam hari pertama sampai 3 atau 4 minggu berikutnya seluruh

refleks dalam pada tingkat di bawah lesi akan hilang. Hal ini biasanya dihubungkan

dengan fase syok spinal. Dalam periode ini, bladder bersifat arefleksi dan memerlukan

drainase periodik atau kontinu yang cermat dan tes provokatif dengan menggunakan 40 C

air dingin steril suhu 40C tidak akan menimbulkan aktifitas refleks bladder. Tes air es

dikatakan positif bila pengisian dengan air dingin segera diikuti dengan pengeluaran air

kateter dari bladder. Drainase bladder yang adekuat selama fase syok spinal akan dapat

mencegah timbulnya distensi yang berlebih dan atoni dari bladder yang arefleksi.

B. Penatalaksanaan

Dasar dari penatalaksanaan dari disfungsi bladder adalah untuk mempertahankan

fungsi gunjal dan mengurangi gejala.

1. Penatalaksanaan gangguan pengosongan bladder dapat dilakukan dengan cara :

Stimulasi kontraksi detrusor, suprapubic tapping atau stimulasi perianal

Kompresi eksternal dan penekanan abdomen, crede’s manoeuvre

Clean intermittent self-catheterisation

Indwelling urethral catheter

2. Penatalaksanaan hiperrefleksia detrusor

Bladder training (bladder drill)

Pengobatan oral, Propantheline, imipramine, oxybutinin

3. Penatalaksanaa operatif

Tindakan operatif berguna pada penderita usia muda dengan kelainan neurologis

kongenital atau cedera medula spinalis.

J. Rehabilitasi Neurogenic Bladder

Bladder Training atau latihan bladder adalah salah satu upaya mengembalikan

fungsi bladder yang mengalami gangguan, ke keadaan normal atau ke fungsi optimalnya

13

Page 14: Refrat - Neurogenic Bladder - Santi l

sesuai dengan kondisi. Mencegah/mengurangi infeksi saluran kemih, mencegah

komplikasi saluran kemih lebih lanjut akan menurunkan angka kematian, terutama pada

penderita cedera medula spinalis. Gagal ginjal merupakan penyebab utama kematian pada

pasien cedera medula spinalis. Untuk mencegah komplikasi tersebut, diupayakan

mempertahankan fungsi pengosongan kandung kencing dengan residu urine seminimal

mungkin, mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam sistem saluran kemih, serta

eradiksi dini terhadap infeksi saluran kemih yang mungkin terjadi. Ketiga upaya tersebut

tercakup dalam penatalaksanaan neurogenic bladder yang akan dibahas, yang bertujuan

mempertahankan fungsi ginjal secara efektif sehingga penderita cedera medulla spinalis

dapat mandiri mengatur kandung kencingnya.

Tujuan rehabilitasi:

1. Kelancaran aliran urine mulai dari ginjal

bebas kateter bladder dan uretra

menghilangkan obstruksi uretra

2. Keadaan abakterial

sterile intermittent catherization

pengosongan bladder secara sering dan teratur

3. Pengosongan bladder secara tuntas pada setiap masa pengosongan dengan cara

mengembangkan/ meningkatkan kekuatan ekspulsi pada waktu yang cukup, sesuai

dengan yang dibutuhkan.

Hal-hal yang tercakup dalam pengertian bladder training :

1. Kateterisasi intermiten

2. Pengaturan dan pengontrolan masuknya cairan ke dalam tubuh

3. Refleks stimulasi terhadap bladder

4. Crede manuever

5. Bantuan medikamentosa yang dapat mempunyai efek terhadap bladder.

Hal tersebut dapat diatur kombinasinya sesuai kondisi neruogenic bladder.

Kontra indikasi bladder training:

- Sistitis berat

- Pielonefritis

- Gangguan/kelainan uretra

14

Page 15: Refrat - Neurogenic Bladder - Santi l

- Hidronefrosis

- Vesicourethral reflux

- Batu traktus urinarius

- Penderita tidak kooperatif

Program kateterisasi kontinyu

Kateterisasi kontinyu tidaklah fisiologis karena bladder selalu kosong, sehingga

kehilangan potensi sensasi miksi; terjadi atrofi serta penurunan tonus otot bladder;

ditambah lagi dengan sepsis dan bakteriuri. Oleh karena itu dianjurkan program

kateterisasi intermiten. Waktu yang diperlukan untuk mencapai keadaan bebas kateter

berkisar antara 3 - 278 hari atau sekitar 8-10 minggu, jika tidak ada obstruksi.

Paremeter keberhasilan

1) Penderita dapat mengeluarkan urine dengan baik dan lancar, baik secara spontan,

dengan bantuan stimulasi refleks ataupun dengan crede/valsava manuever secara mudah.

2) Residual urine kurang atau sama dengan l00 ml. Tak didapat perubahan patologis

pada saluran kemih.

3) Penderita bebas kateter.

Program Kateterisasi Intermiten

Metoda ini dengan teknik non touch pertama kali diperkenalkan oleh Guttmann.

Karena hasilnya memuaskan, cara ini dengan cepat diikuti oleh klinik-klinik lain. Pada

saat ini hampir seluruh klinik di seluruh dunia menganggap kateterisasi intermiten

merupakan method of choice. Sebagian kecil penulis meragukan perbedaannya

dibandingkan dengan metoda lain.

Keberatan atau kerugian tersebut antara lain adalah:

a) Bahaya distensi bladder tetap ada.

b) Risiko trauma uretra akibat kateter yang keluar masuk secara berulang.

c) Risiko infeksi akibat masuknya kuman-kuman dari luar atau dari ujung distal

uretra (flora normal).

Terhadap bahaya-bahaya tersebut diajukan beberapa cara pencegahan:

a) Restriksi cairan. Bila penderita dirawat dalam ruangan ber-AC, maka jumlah

cairan total yang dapat diberikan ialah 1500 ml/hari, dibagi rata tiap 2 jam. Kateterisasi

dilakukan tiap 6 jam. Berdasarkan ketentuan ini maka pada tiap kateterisasi akan

15

Page 16: Refrat - Neurogenic Bladder - Santi l

diperoleh urin tidak lebih dari 500 ml. Bila ternyata lebih, maka pemberian cairan

dikurangi atau frekuensi kateterisasi ditambah. Tentunya restriksi cairan ini harus

disesuaikan bila ruang perawatan tanpa AC.

b) Risiko trauma uretra dapat dicegah, paling tidak dikurangi dengan menggunakan

kateter jenis lunak yang biasanya dibuat dari bahan polivinil. Sebaiknya dengan ujung

bulat (misalnya kateter Jacques polivinil no. 14 Fr).

c) Sebelum pemasangan, baik pada kateter maupun uretra diberi pelumas terlebih

dahulu. Jangan sekali-kali memasang kateter pada seorang penderita pria dalam keadaan

refleksi ereksi.

d) Pencegahan infeksi dilakukan dengan teknik "non touch". Di samping itu berikan

cairan antibiotika/ antiseptika ke dalam bladder setiap habis kateterisasi; bahan yang

dipergunakan bervariasi antara satu klinik dengan klinik lainnya.

Bladder UMN (Upper Motor Neuron)

Pada tahap akut pengosongan bladder dilakukan dengan cara kateterisasi

intermiten. Dua hari kemudian lakukan pemeriksaan refleks bulbokavernosus dan tes air

dingin. Bila belum ada respons, evaluasi diulang tiap 72 jam. Setelah percobaan-

percobaan tersebut positif, latihan bladder dimulai. Caranya adalah dengan ketokan pada

dinding abdomen daerah suprapubis setiap 2 jam. Tindakan yang dimaksudkan untuk

merangsang refleks miksi ini harus dilakukan oleh penderita di luar jam-jam tidur

(kecuali penderita tetraplegi).

Pada jam-jam tidur pekerjaan diambil alih oleh perawat Bila jumlah urin yang

dapat dikeluarkan melalui cara ini kira-kira sebanyak jumlah urin yang didapat melalui

kateter, maka pada jadual tersebut tak perlu kateterisasi. Jika kurang, kateterisasi tetap

dilakukan. Mudah dipahami bahwa makin efisien refleks

miksi, makin kurang frekuensi kateterisasi. Kateterisasi dapat dihentikan sama sekali bila

keadaan ini sudah tercapai, restriksi cairan dapat dilonggarkan. Kadang-kadang bladder

training tak memberikan hasil memuaskan:biasanya disebabkan oleh dua kemungkinan:

1. Kontraksi otot detrusor kurang efisien

2. Sfingter uretra kurang efisien

Bladder LMN (Lower Motor Neuroni)

16

Page 17: Refrat - Neurogenic Bladder - Santi l

Prosedur rehabilitasi bladder LMN biasanya tidak sulit. Miksi spontan

dilaksanakan dengan manipulasi Crede dengan hasil memuaskan. Hanya sedikit penulis

yang meragukan efektifitasnya. Di samping itu biasanya penderita masih mempunyai

kemampuan mengejan sehingga dapat membantu evakuasi urin. Langkah-Langkah

Pelaksanaan Program Kateterisasi Intermiten :

Menentukan tipe bladder UMN, LMN atau campuran;

caranya:

- Lakukan pemeriksaan ACR/BCR

- Tentukan fase shock sudah terlewati atau belum (dribble)

- Bila telah dribble, lakukan pengukuran IBV (Initial Bladder Volume) yaitu

mengukur jumlah urin spontan, residu urin dan dengan tapping/express.

- Lakukan pemeriksaan IWT (Ice Water Test)

Bila hasil positif; berarti fungsi otot detrusor masih baik. Dari hasil pemeriksaan

di atas dapat ditentukan jenis/tipe bladder dan jumlah cairan yang diminum.

Jika IBV > 400 ml, minum 125 ml/2 jam

Jika IBV < 400 ml, minum 150 ml/2 jam

Kateterisasi dilakukan setiap 6 jam. Sebelum menjalani program ini sebaiknya

dilakukan pemeriksaan antara lain : urine, kultur dan sensitifitas, serum kreatin dan serum

urea nitrogen, bila perlu pemeriksaan radiologi maupun uretro sistografi.

Setelah menjalani program kateterisasi intermiten, bila residu urine < l00 ml,

frekuensi kateterisasi dikurangi dan jumlah urin ditambah. Ditunggu sampai 3 kali

berturut-turut. Demikian seterusnya sampai bebas kateter. Apabila terdapat kendala,

misalnya sampai 7 hari sisa urin masih lebih dari 200 ml atau bila dalam 2 hari program

tanda-tanda miksi spontan negatif, dapat diberi urocholin dengan dosis maksimum 100

mg/hari. Dimulai dengan 15-60 mg/hari dibagi 3 dosis. Dosis awal : 5 mg (3x5 mg)

diobservasi tiap 2 hari. Bila respon kurang, dosis dapat ditingkatkan sampai dosis efektif.

Pemberian dihentikan bila sisa urine menetap sampai 1 minggu. Untuk mengatasi

kendala-kendala tersebut, pemberian obat-obatan dapat dipertimbangkan.

Obat Untuk Retensio Urine

A. Jenis Penyekat Alfa

Cara Kerja:

17

Page 18: Refrat - Neurogenic Bladder - Santi l

1) Merelaksasi otot polos

2) Meningkatkan urinary flow rate pada obstruksi akibat spasme

Efek samping: Sedasi, dizziness, hipotensi postural, depresi, nyeri kepala, mulut kering,

mual, takhkardi dan palpitasi

Obat yang dipakai:

1. Alfuzozin HCl 2,5 mg/tbl

Dosis 2,5 mg tiga kali sehari dengan max lOmg/hari

2. Indoramin 20 mg/tbl

Dosis 20 mg dua kali sehari, dapat ditingkatkan setiap 2 minggu 1 tbl. sampai 100

mg/hari

3. Prazosin HCl (Minipress® 1 mg/2 mg/tbl.)

Dosis 0,5 mg dua kali sehari dapat ditingkatkan setiap 3-7 hari sampai max 2x2 mg.

4. Terazosin HCl (Hytrin® 1 mg/2 mg/tbl)

Dosis awal 1 mg saat tidur dapat ditingkatkan 1 mg setiap minggu sampai max lOmg/hari

dosis tunggal. Jika pasien mengeluh pusing, suruh tetap tidur sampai pusingnya hilang.

B. Jenis Para Simpatomimetik

Cara kerja:

1) Meningkatkan efek muskarinik

2) Meningkatkan aktivitas m. detrusor

3) Pada keadaan tidak ada obstruksi jalan keluar bladder, peranannya untuk

mengatasi retensio urine terbatas.

Efek samping : Keringat, bradikardi, kolik intestinal

Obat yang dipakai:

1. Carbachol 2 mg/tbl

2. Bethanechol chloride Urecholin lOmg/tbl). Dosis 3-4 x 10-25mg _ jam sebelum

makan

3. Distigmine bromide 5 mg/tbl. Dosis 5 mg/hari atau 2 hari _ jam sebelum makan

TERAPI FARMAKOLOGIS INKONTINENSIA URINAE

Bersifat anti muskarinik untuk meningkatkan kapasitas bladder dengan mengurangi

kontraksi m. detrusor yang tidak stabil. Efek samping : mulut kering, pandangan kabur,

glaukoma. Obat yang dipakai:

18

Page 19: Refrat - Neurogenic Bladder - Santi l

1. Flavoxate HCl lOOmg/tbl

Indikasi: Inkontinensia, disuria, spasme bladder akibat kateterisasi. Dosis : 3 x 200

mg/hari

2. Oxybutynin HCl 2,5 mg/5 mg/tbl.

Indikasi: Inkontinensia, Neurogenic Bladder instability nocturnal enuresis. Dosis : 2-3 x

5 mg/hari maksimum. 4x5 mg/hari. Untuk orang tua dosis dimulai dari 2x2,5 mg perhari

dengan dosis maksimum 2x5 mg/hari; untuk anak di atas usia 5 tahun dimulai dari 2x2,5

mg/hari maksimum.3x5 mg/hari. Hati hati pada: gagal ginjal/hepar, hipertiroid, penyakit

jantung, hipertrofi prostat, kehamilan dan menyusui. Kontraindikasi: obstruksi/atoni

intestinal atau bladder glaucoma

3. Propantheline bromide

Dosis: 2-3 x 15-30 mg/hari satu jam sebelum makan.

4. Ani depresan trisiklik

Imipramine HCl (Tofranil 25 mg/tbl). Indikasi: Inkontinensia, noctural enuresis. Dosis :

1-3 x 25 mg/hari dapat ditingkatkan bertahap setiap minggu sampai maksimum 6-8

tbl/hari. Untuk enuresis pada anak-anak di atas 5 tahun diberikan dosis tunggal setelah

makan malam; usia 5-8 tahun: 1 tbl, usia 8-12 tahun: 1-2 tbl usia 12 tahun : sampai

maksimum 3 tbl. Jangan diberikan bersama obat MAO. Toleransi terhadap alkohol

berkurang, bila terjadi reaksi kulit, stop pemberian agranulositosis, hati-hati pada

kehamilan. Kontraindikasi tidak diketahui; relatif pada penyakit jantung, gangguan

bladder akibat obstruksi, glaucoma.

Jika bladder training dan obat-obatan masih belum berhasil baik,beberapa

prosedur konservatif non operatif, dapat dipertimbangkan.

Tindakan-tindakan tersebut ialah:

a) Anestesi mukosa bladder

Berlawanan dengan bladder normal, pada neurogenic bladder, kontraksi otot detrusor

kadang-kadang justru mengakibatkan aktivasi impuls tonik pada sfingter uretra; akibatnya

sfingter uretra menjadi sulit terbuka. Di pihak lain keadaan tonik sfingter uretra secara

reflektoris akan mengakibatkan inhibisi kontraksi otot detrusor, sehingga kontraksi makin

lemah, jadi timbul keadaan kontraksi otot sulit terbuka. Pemberian anestesi lokal ke

19

Page 20: Refrat - Neurogenic Bladder - Santi l

dalam bladder diharapkan dapat mengurangi rangsangan, sehingga refleks miksi tidak

berlebihan. Dianjurkan mengulangi prosedur ini tiap hari untuk kira-kira dua minggu.

b) Blok n. pudendus

Prosedur ini diindikasikan pada keadaan sfingter uretra terlampau spastik. Dengan blok n.

pudendus bilateral diharapkan impuls tonik pada sfingter uretra berkurang.Secara

reflektoris kontraksi otot detrusor juga diharapkan lebih efisien, Bahan yang biasa

dipergunakan adalah larutan fenol atau lignokain.

Follow Up

Follow up harus teratur dan berkesinambungan. Pada tahun pertama dapat

dilakukan tiap 2-3 bulan. Pada tahun-tahun selanjutnya mungkin cukup tiap 4-6 bulan.

Patokan ini untuk penderita dengan bladder yang tergolong memuaskan (residu < 80 ml).

Untuk penderita dengan bladder yang tergolong tidak memuaskan (> 150 ml) ada

baiknya lebih sering memeriksakan diri, karena volume residual urine yang besar

mempunyai kecenderungan menyebabkan reinfeksi (potensi wash-out rendah).

Pada dasarnya hal-hal yang perlu dilakukan pada follow up ialah :

1. Urinalisis

2. Ada tidaknya hambatan arus miksi. Dinilai dari catatan titik terjauh pancaran urin.

3. Kultur urin

Biasanya spesimen diambil dari urin pancaran tengah midstream urine). Perlu ditekankan

bahwa ada tidaknya infeksi bladder yang membakat jangan didasarkan atas gejala klinis:

pada penderita paraplegi/tetraplegi biasanya secara subjektif terlambat ketimbang orang

normal. Pedoman berikut patut dipergunakan sebagai referensi:

a. Bila jumlah koloni < 104 per ml, dianggap tak ada infeksi

b. Bila jumlah koloni > 105 per ml, infeksi sudah membakat sehingga perlu

pemberian terapi adekuat.

c. Bila jumlah koloni antara 104-105 per ml, meragukan sehingga perlu kultur ulang.

4. Residual urine

Diharapkan volume residual urine berkurang, paling tidak menetap. Bila ternyata

bertambah, maka harus dilakukan evaluasi ulang, terutama untuk menilai efisiensi

kontraksi otot detrusor dan ada tidaknya resistensi outflow yang bertambah

20

Page 21: Refrat - Neurogenic Bladder - Santi l

5. Tes fungsi ginjal

6. IVP/sistouretrografi ada kalanya perlu dilakukan atas indikasi. Umumnya follow

up membutuhkan rawat inap selama 1-2 hari; suatu spinal unit yang baik selalu

menyediakan beberapa tempat tidur kosong untuk maksud tersebut.

21

Page 22: Refrat - Neurogenic Bladder - Santi l

BAB III

PENUTUP

Neurogenic bladder adalah suatu disfungsi bladder akibat kerusakan sistem saraf

pusat atau saraf tepi yang terlibat dalam pengendalian berkemih. Keadaan ini bisa berupa

bladder tidak mampu berkontraksi dengan baik untuk miksi (underactive bladder)

maupun bladder terlalu aktif dan melakukan pengosongan bladder berdasar refleks yang

tak terkendali (overactive bladder).

Gejala-gejala disfungsi Neurogenik bladder terdiri dari urgensi, frekuensi, retensi dan

inkontinens. Hiperrefleksi detrusor merupakan keadaan yang mendasari timbulnya

frekuensi, urgensi dan inkontinens sehingga kurang dapat menilai lokasi kerusakan

(localising value) karena hiperrefleksia detrusor dapat timbul baik akibat kerusakan jaras

dari suprapons maupun suprasakral. Retensi urine dapat timbul sebagai akibat berbagai

keadaan patologis. Retensi dapat juga timbul akibat gangguan kontraksi detrusor seperti

pada lesi LMN. Retensi juga dapat timbul akibat kegagalan untuk memulai refleks niksi

seperti pada lesi susunan saraf pusat. Inkontenensia urine dapat timbul akibat

hiperrefleksia detrusor pada lesi suprapons dan suprasakral.

Bladder Training atau latihan bladder adalah salah satu upaya mengembalikan

fungsi bladder yang mengalami gangguan, ke keadaan normal atau ke fungsi optimalnya

sesuai dengan kondisi.

22

Page 23: Refrat - Neurogenic Bladder - Santi l

Daftar Pustaka

1. Faiz and Moffat. At a Glance ANATOMI. Jakarta: Erlangga, 2004.

2. Snell, RS. Neuroanatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi 6. Jakarta :

EGC, 2006.

3. Waxman, Stephan G. A Lange Medical Book Clinical Neuroanatomi Twenty-Sixth

Edition. New York: McGraw-Hill, 2010.

4. Benevento B.T. and Marca L. Sipski..Neurogenic Bladder, Neurogenic Bowel,

and Sexual Dysfunction in People With Spinal Cord Injury. Phys Ther. 2002; 82 (6): 601-

612.

5. Guyton and Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC, 2007.

6. Sheerwood, L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 2. Jakarta: EGC, 2001.

7. Rackley R. Neurogenic Bladder. Medscape reference. In :

http://emedicine.medscape.com/article/453539-overview#a7 (Diakses 15 Agustus 2014).

8. Ropper, Allan H and Brown Robert H. Adams and Victor’s Principles of

Neurology Eighth Edition. New York: McGraw-Hill, 2005.

9. Fowler CJ. Neurogenic bladder dysfunction and its management, In Greenwood R

et al. Neurological rehabilitation. New York: Churchil Livingstone, 1993.

10. Greenfield, et al. Essentials of Surgery: Scientific Principles and Practice 2nd

Edition. New York: McGraw-Hill, 1997.

23

Page 24: Refrat - Neurogenic Bladder - Santi l

11. Luthfie S.H. Penatalaksanaan Rehabilitasi Neurogenic Bladder. CDK 2008; 65(6):

337-41.

24