latihan usus dan bladder training

28
Langkah-Langkah Program Latihan Usus Tujuan : untuk mempertahankan dan mencapai inkontinensia usus 1. Tentukan kebiasaan buang air besar sebelum cidera jika mungkin. 2. Ikuti program buang air besar yang dibuat. Contoh dari program buang air besar adalah : Untuk pasien yang di bantu dalam makan ( makanan per selang atau makanan reguler): a. Colase 100 mg per oral atau melalui selang NG tiga kali sekali. b. Dulcolax supositoria setiap malam kecuali pasien telah buang air besar siang harinya. c. Susu magnesium 30 ml per oral atau melalui selang NG setiap dua malam atau pada tanggal tertentu kecuali pasien telah buang air besar siang harinya. d. Pada pasien yang sedang dalam keadaan puasa. e. Dulcolax supositoria setiap dua malam pada tanggal tertentu. 3. Enema dapat diberikan setiap hari sampai timbul peristaltik. Ini terdiri dari pemberian kira-kira satu liter air hangat enema dan kemudian pegang wadah di bawah ketinggian tempat tidur yang memungkinkan air mengalir kembali dan ulang prosedur ini beberapa kali.

Upload: rahmad

Post on 13-Jul-2016

10 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ee

TRANSCRIPT

Page 1: Latihan Usus Dan Bladder Training

Langkah-Langkah Program Latihan Usus

Tujuan : untuk mempertahankan dan mencapai inkontinensia usus

1. Tentukan kebiasaan buang air besar sebelum cidera jika mungkin.

2. Ikuti program buang air besar yang dibuat. Contoh dari program buang air

besar adalah :

Untuk pasien yang di bantu dalam makan ( makanan per selang atau makanan

reguler):

a. Colase 100 mg per oral atau melalui selang NG tiga kali sekali.

b. Dulcolax supositoria setiap malam kecuali pasien telah buang air besar

siang harinya.

c. Susu magnesium 30 ml per oral atau melalui selang NG setiap dua malam

atau pada tanggal tertentu kecuali pasien telah buang air besar siang harinya.

d. Pada pasien yang sedang dalam keadaan puasa.

e. Dulcolax supositoria setiap dua malam pada tanggal tertentu.

3. Enema dapat diberikan setiap hari sampai timbul peristaltik. Ini terdiri dari

pemberian kira-kira satu liter air hangat enema dan kemudian pegang wadah

di bawah ketinggian tempat tidur yang memungkinkan air mengalir kembali

dan ulang prosedur ini beberapa kali.

4. Gunakan program defekasi dalam hubungannya dengan rangsangan jari.

Rangsangan jari dari pemasukan jari dengan sarung tangan yang diberi

pelumas ke dalam ssfingter anal, dengan gerakan rotasi jari tangan sekitar

sfingter. Sfingter akan secara perlahan dilatasi saat rangsangan terjadi. Jadi

dimasukkan kira-kira setengah penjangnya, dan rotasi memutar diberikan

terus menerus selama 15-20 menit sampai feses melalui rektum dan kemudian

dievalusai dari rektum.

5. Bila pola evakuasi dibuat, gunakan hanya rangsangan jari bila mungkin,

keluarkan supositoria. Gunakan hanya program defekasi pada individu yang

tak mampu mentoleransi rangsang jari.

6. Gunakan rangsang jari setelah setiap gerakan usus involunter sementara pola

defekasi dibuat.

Page 2: Latihan Usus Dan Bladder Training

7. Ubah program defekasi sesuai kebutuhan individu yang ditentukan oleh

konsistensi feses.

8. Gunakan setiap Nupercainal atau jeli Xylocaine untuk memasukkan

supositoria atau untuk melakukan rangsangan jari jika pasien cenderung

terhadap periode disrefleksia otonumik. Jeli atau salep dapat digunakan pada

rektum dan sekitar sfingter anal sebelum memasukkan supositoria atau

memasukkan jari

9. Pertahankan masukkan tinggi cairan jika tidak dikontraindikasikan sebagai

contoh : pada kasus pembatasan cairan atau peningkatan tekanan intrakranial.

10. Gunakan bantalan inkontinen daripada bedpan bila memberi perawatan

defekasi rutin. Bedpan tidak bekerja baik untuk alasan ini : alat ini keras dan

dapat menyebabkan tekanan area di atas koksigis; ini tidak memungkinkan

akses terhadap anus untuk rangsangan jari; dan ini dapat mengganggu

kesejajaran spinal yang perlu untuk pemulihan tepat pada pasien cedera

madulla spinalis.

11. Beri tahu dokter tentang diare berat dan lama, impaksi, perdarahan rektal, atau

hemoroid.

V. PRINSIP MELAKUKAN IMOBILISASI TULANG BELAKANG DAN LOG

ROLL

A. Penderita dewasa

Empat orang dibutuhkan untuk melakukan prosedur modifikasi log

roll dan imobilisasi penderita, seperti pada long spine board: (1)

satu untuk mempertahankan imobilisasi segaris kepala dan leher

penderita; (2) satu untuk badan (termasuk pelvis dan panggul); (3)

satu untuk pelvis dan tungkai; dan (4) satu mengatur prosedur ini

dan mencabut spine board. Prosedur ini mempertahankan seluruh

tubuh penderita dalam kesegarisan, tetapi masih terdapat gerakan

Page 3: Latihan Usus Dan Bladder Training

minimal pada tulang belakang. Saat melakukan prosedur ini,

imobilisasi sudah dilakukan pada ekstremitas yang diduga

mengalami fraktur.

1. Long spine board dengan tali pengikat dipasang pada sisi pen-

derita. Tali pengikat ini dipasang pada bagian toraks, diatas

krista iliaka, paha, dan diatas pergelangan kaki. Tali pengikat

atau plester dipergunakan untuk memfiksir kepala dan leher

penderita ke long spine board.

2. Dilakukan in line imobilisasi kepala dan leher secara manual, ke-

mudian dipasang kolar servikal semirigid.

3. Lengan penderita diluruskan dan diletakkan di samping badan.

4. Tungkai bawah penderita diluruskan secara hati-hati dan dile-

takkan dalam posisi kesegarisan netral sesuai dengan tulang be-

lakang. Kedua pergelangan kaki diikat satu sama lain dengan

plester.

5. Pertahankan kesegarisan kepala dan leher penderita sewaktu

orang kedua memegang penderita pada daerah bahu dan perge-

langan tangan. Orang ke tiga memasukkan tangan dan

memegang panggul penderita dengan satu tangan dan dengan

tangan yang lain memegang plester yang mengikat ke dua

pergelangan kaki.

6. Dengan komando dari penolong yang mempertahankan kepala

Page 4: Latihan Usus Dan Bladder Training

dan leher, dilakukan log roll sebagai satu unit ke arah ke dua

penolong yang berada pada sisi penderita, hanya diperlukan pe-

mutaran minimal untuk meletakkan spine board di bawah pen-

derita. Kesegarisan badan penderita harus dipertahankan se-

waktu menjalankan prosedur ini.

7. Spine board diletakkan dibawah penderita, dan dilakukan log roll

ke arah spine board. Harap diingat, spine board hanya digunakan

untuk transfer penderita dan jangan dipakai untuk waktu lama.

8. Untuk mencegah terjadinya hiperekstensi leher dan kenyamanan

penderita, maka diperlukan bantalan yang diletakkan dibawah

kepala penderita.

9. Bantalan, selimut yang dibulatkan atau alat penyangga lain

ditempatkan di kiri dan kanan kepala dan leher penderita, dan

kepala penderita diikat ke long spine board. Juga dipasang

plester di atas kolar servikal untuk menjamin tidak adanya ger-

akan pada kepala dan leher.

B. Penderita Anak-anak

1. Untuk imobilisasi anak diperlukan long spine board pediatrik. Bila

tidak ada, maka dapat menggunakan long spine board untuk de-

wasa dengan gulungan selimut diletakkan di seluruh sisi tubuh

untuk mencegah pergerakan ke arah lateral.

Page 5: Latihan Usus Dan Bladder Training

2. Proporsi kepala anak jauh lebih besar dibandingkan dengan

orang dewasa, oleh karena itu harus dipasang bantalan dibawah

bahu untuk menaikkan badan, sehingga kepala yang besar pada

anak tidak menyebabkan fleksi tulang leher, sehingga dapat

mempertahankan kesegarisan tulang belakang anak. Bantalan

dipasang dari tulang lumbal sampai ujung bahu dan kearah lat-

eral sampai di ujung board.

C. Komplikasi

Bila penderita dalam waktu lama (kurang lebih 2 jam atau lebih

lama lagi) diimobilisasi dalam long spine board, penderita dapat

mengalami dekubitus pada oksiput, skapula, sakrum, dan tumit.

Oleh karena itu, secepatnya bantalan harus dipasang dibawah

daerah ini, dan apabila keadaan penderita mengizinkan secepatnya

long spine board dilepas.

D. Melepas Long Spine board

Pergerakan penderita yang mengalami cedera tulang belakang yang

tidak stabil akan menyebabkan atau memperberat cedera medula

spinalisnya. Untuk mengurangi resiko kerusakan medula spinalis,

maka diperlukan pencegahan secara mekanis untuk seluruh

penderita yang mempunyai resiko. Proteksi harus dipertahankan

sampai adanya cedera tulang belakang yang tidak stabil di

Page 6: Latihan Usus Dan Bladder Training

singkirkan.

1. Seperti sebelumnya dibicarakan, melakukan imobilisasi pen-

derita dengan long spine board adalah teknik dasar membidai

(splinting) tulang belakang. Secara umum hal ini dilaksanakan

pada saat penanggulangan prehospital dan penderita datang ke

rumah sakit sudah dalam sarana transfer yang aman. Spine

board tanpa bantalan akan menyebabkan rasa tidak nyaman

pada penderita yang sadar dan mempunyai resiko terhadap ter-

jadinya dekubitus pada daerah dengan penonjolan tulang (ok-

siput, skapula, sakrum, tumit ). Oleh karena itu penderita harus

dipindahkan dari long spine board ke tempat dengan bantalan

yang baik dan permukaan yang nyaman secepatnya bisa di-

lakukan secara aman. Sebelum dipindahkan dari spine board,

pada penderita dilakukan pemeriksaan foto servikal, toraks,

pelvis sesuai dengan indikasinya, karena penderita akan mudah

diangkat beserta dengan spine boardnya. Sewaktu penderita di

imobilisasi dengan spine board, sangat penting untuk memperta-

hankan imobilisasi kepala dan leher dan badan secara

berkesinambungan sebagai satu unit. Tali pengikat yang diper-

gunakan untuk imobilisasi penderita ke spine board janganlah

dilepas dari badan penderita sewaktu kepala masih terfiksir ke

bagian atas spine board.

Page 7: Latihan Usus Dan Bladder Training

2. Spine board harus dilepaskan secepatnya, waktu yang tepat un-

tuk melepas long spine board adalah sewaktu dilakukan tindakan

log roll untuk memeriksa bagian belakang penderita.

3. Pergerakan yang aman bagi penderita dengan cedera yang tidak

stabil atau potensial tidak stabil membutuhkan kesegarisan

anatomik kolumna vertebralis yang dipertahankan secara kon-

tinyu. Rotasi, fleksi, ekstensi, bending lateral, pergerakan tipe

shearing ke berbagai arah harus dihindarkan. Yang terbaik untuk

mengontrol kepala dan leher adalah dengan imobilisasi inline

manual. Tidak ada bagian tubuh penderita yang boleh melekuk

sewaktu penderita dilepaskan dari spine board.

4. Modifikasi teknik log roll,

Modifikasi tehnik log roll, dipergunakan untuk melepas long spine

board. Diperlukan empat asisten: (1) satu untuk

mempertahankan imobilisasi in line kepala dan leher; (2) satu

untuk badan penderita ( termasuk pelvis dan panggul ); (3) satu

untuk pelvis dan tungkai bawah; dan (4) satu untuk menentukan

arah prosedur ini dan melepas long spine board.

5. Tandu Sekop (Scoop Stretcher)

Alternatif melakukan modifikasi teknik log roll adalah dalam

penggunaan scoop stretcher untuk transfer penderita.

Penggunaan yang tepat alat ini akan mempercepat transfer

Page 8: Latihan Usus Dan Bladder Training

secara aman dari long spine board ke tempat tidur. Sebagai

contoh alat ini dapat digunakan untuk transfer penderita dari

satu alat traspor ke alat lain atau ke tempat khusus misalnya

meja ronsen.

Harap diingat, penderita harus tetap dalam imobilisasi sampai

cedera tulang belakang disingkirkan. Setelah penderita ditransfer

dari backboard ke tempat tidur dan scoop stretcher dilepas,

penderita harus di reimobilisasi secara baik ke ranjang/tandu. Scoop

stretcher bukanlah alat untuk imobilisasi penderita. Scoop stretcher

bukanlah alat transport, dan jangan mengangkat scoop stretcher

hanya pada ujung-ujungnya saja, karena akan melekuk di bagian

tengah dengan akibat kehilangan kesegarisan dari tulang belakang.

Langkah-langkah protocol kateterisasi intermittenTujuan: menghilangkan kebutuhan terhadap kateter uretral indwelling atau suprapubik, sebagai akibatnya menurunkan insiden komplikasi saluran perkemihan, sebagai contoh, infeksi, abses periuretral, dan epididimitis, dan untuk menciptakan dan mempertahankan keamanan, kondisi bebas kateter pada pasien dengan kandung kemih neurogenik.

Penatalaksanaan

Dasar dari penatalaksanaan dari disfungsi kandung kemih adalah untuk

mempertahankan fungsi gunjal dan mengurangi gejala.

a. Penatalaksanaan gangguan pengosongan kandung kemih dapat dilakukan

dengan cara :

o Stimulasi kontraksi detrusor, suprapubic tapping atau stimulasi perianal

Page 9: Latihan Usus Dan Bladder Training

o Kompresi eksternal dan penekanan abdomen, crede’s manoeuvre

o Clean intermittent self-catheterisation

o Indwelling urethral catheter

b. Penatalaksanaan hiperrefleksia detrusor

o Bladder retraining (bladder drill)

o Pengobatan oral, Propantheline, imipramine, oxybutinin

c. Penatalaksanaa operatif

Tindakan operatif berguna pada penderita usia muda dengan kelainan neurologis

kongenital atau cedera medula spinalis.

Bladder training

Adalah salah satu upaya untuk mengembalikan fungsi kandung kencing yang

mengalami gangguan ke keadaan normal atau ke fungsi optimal neurogenik (UMN

atau LMN), dapat dilakukan dengan pemeriksaan refleks-refleks:

1. Refleks otomatik

Refleks melalui saraf parasimpatis S2-3 dansimpatis T12-L1,2, yang bergabung

menjadi n.pelvikus. Tes untuk mengetahui refleks ini adalah tes air es (ice water test).

Test positif menunjukkan tipe UMN sedangkan bila negatif (arefleksia) berarti tipe

LMN.

2. Refleks somatis

Refleks melalui n.pudendalis S2-4. Tesnya berupa tes sfingter ani eksternus dan tes

refleks bulbokarvernosus. Jika tes-tes tersebut positif berarti tipe UMN, sedangkan

bila negatif berarti LMN atau tipe UMN fase syok spinal

Langkah-langkah Bladder Training:

1. Tentukan dahulu tipe kandung kencing neurogeniknya apakah UMN atau LMN

2. Rangsangan setiap waktu miksi

3. Kateterisasi:

a. Pemasangan indwelling cathether (IDC)=dauer cathether

Kateterisasi kontinyu tidaklah fisiologis karena kandung kemih selalu kosong,

sehingga kehilangan potensi sensasi miksi; terjadi atrofi serta penurunan tonus otot

kandung kemih; ditambah lagi dengan sepsis dan bakteriuri. Oleh karena itu

Page 10: Latihan Usus Dan Bladder Training

dianjurkan program kateterisasi intermiten. Waktu yang diperlukan untuk mencapai

keadaan bebas kateter berkisar antara 3 - 278 hari atau sekitar

8-10 minggu, jika tidak ada obstruksi.

Paremeter keberhasilan

1) Penderita dapat mengeluarkan urine dengan baik dan lancar, baik secara spontan,

dengan bantuan stimulasi refleks atau- pun dengan crede/valsava manuever secara

mudah.

2) Residual urine kurang atau sama dengan l00 ml.

Tak didapat perubahan patologis pada saluran kemih.

3) Penderita bebas kateter.

IDC dapat dipasang dengan sistem kontinu ataupun penutupan berkala

(clamping). Dengan pemakaian kateter menetap ini, banyak terjadi infeksi atau sepsis.

Karena itu kateterisasi untuk bladder training adalah kateterisasi berkala. Bila dipilh

IDC, maka yang dipilih adalah penutupan berkala oleh karena IDC yang kontinu tidal

fisiologis dimana kandung kencing yang selalu kosong akan mengakibatkan

kehilangan potensi sensasi miksi serta terjadinya atrofi serta penurunan tonus otot kk

b. Kateterisasi berkala

Metoda ini dengan teknik non touch pertama kali diperkenalkan oleh Guttmann.

Karena hasilnya memuaskan, cara ini dengan cepat diikuti oleh klinik-klinik lain.

Pada saat ini hampir seluruh klinik di seluruh dunia menganggap kateterisasi inter-

miten merupakan method of choice. Sebagian kecil penulis meragukan perbedaannya

dibandingkan dengan metoda lain.

Keberatan atau kerugian tersebut antara lain adalah:

a) Bahaya distensi kandung kemih tetap ada.

b) Risiko trauma uretra akibat kateter yang keluar masuk secara berulang.

c) Risiko infeksi akibat masuknya kuman-kuman dari luar atau dari ujung distal ure-

tra (flora normal).

Terhadap bahaya-bahaya tersebut diajukan beberapa cara pencegahan :

Page 11: Latihan Usus Dan Bladder Training

a) Restriksi cairan. Bila penderita dirawat dalam ruangan ber-AC, maka jumlah cairan

total yang dapat diberikan ialah 1500 ml/hari, dibagi rata tiap 2 jam. Kateterisasi di-

lakukan tiap 6 jam.

Berdasarkan ketentuan ini maka pada tiap kateterisasi akan diperoleh urin tidak lebih

dari 500 ml. Bila ternyata lebih, maka pemberian cairan dikurangi atau frekuensi

kateterisasi ditambah. Tentunya restriksi cairan ini harus disesuaikan bila ruang per-

awatan tanpa AC.

b) Risiko trauma uretra dapat dicegah, paling tidak dikurangi dengan menggunakan

kateter jenis lunak yang biasanya dibuat dari bahan polivinil. Sebaiknya dengan ujung

bulat (misalnya kateter Jacques polivinil no. 14 Fr).

c) Sebelum pemasangan, baik pada kateter maupun uretra diberi pelumas terlebih

dahulu. Jangan sekali-kali memasang kateter pada seorang penderita pria dalam

keadaan refleksi ereksi

d) Pencegahan infeksi dilakukan dengan teknik "non touch". Di samping itu berikan

cairan antibiotika/antiseptika ke dalam kandung kemih setiap habis kateterisasi; ba-

han yang dipergunakan bervariasi antara satu klinik dengan klinik lainnya

Keuntungan kateterisasi berkala antara lain:

o Mencegah terjadinya tekanan intravesikal yang tinggi/overdistensi yang

mengakibatkan aliran darah ke mukosa kandung kencing dipertahankan seoptimal

mungkin

o Kandung kencing dapat terisi dan dikosongkan secara berkala seakan-akan

berfungsi normal

o Bila dilakukan secara dini pada penderita cedera medula spinalis, maka penderita

dapat melewati masa syok spinal secara fisiologis sehingga fedback ke medula

spinalis tetap terpelihara

o Teknik yang mudah dan penderita tidak terganggu kegiatan sehari-harinya

Kandung Kemih UMN (Upper Motor Neuron)

Page 12: Latihan Usus Dan Bladder Training

Pada tahap akut pengosongan kandung kemih dilakukan dengan cara kateterisasi in-

termiten. Dua hari kemudian lakukan pemeriksaan refleks bulbokavernosus dan tes

air dingin. Bila belum ada respons, evaluasi diulang tiap 72 jam. Setelah percobaan-

percobaan tersebut positif, latihan kandung kemih

dimulai. Caranya adalah dengan ketokan pada dinding abdomen daerah suprapubis

setiap 2 jam. Tindakan yang dimaksudkan untuk merangsang refleks miksi ini harus

dilakukan oleh penderita di luar jam-jam tidur (kecuali penderita tetraplegi).

Pada jam-jam tidur pekerjaan diambil alih oleh perawat Bila jumlah urin yang dapat

dikeluarkan melalui cara ini kira-kira sebanyak jumlah urin yang didapat melalui

kateter, maka pada

jadual tersebut tak perlu kateterisasi. Jika kurang, kateterisasi tetap dilakukan. Mudah

dipahami bahwa makin efisien refleks miksi, makin kurang frekuensi kateterisasi.

Kateterisasi dapat dihentikan sama sekali bila keadaan ini sudah tercapai, restriksi

cairan dapat dilonggarkan. Kadang-kadang bladder training tak memberikan hasil

memuaskan: biasanya disebabkan oleh dua kemungkinan:

1. Kontraksi otot detrusor kurang efisien

2. Sfingter uretra kurang efisien

Kandung Kemih LMN (Lower Motor Neuroni)

Prosedur rehabilitasi kandung kemih LMN biasanya tidak sulit. Miksi spontan dilak-

sanakan dengan manipulasi Crede dengan hasil memuaskan. Hanya sedikit penulis

yang meragukan efektifitasnya. Di samping itu biasanya penderita masih mempunyai

kemampuan mengejan sehingga dapat membantu evakuasi urin.

Langkah-Langkah Pelaksanaan Program Kateterisasi Intermiten :

Menentukan tipe kandung kemih UMN, LMN atau campuran;

caranya:

- Lakukan pemeriksaan ACR/BCR

- Tentukan fase shock sudah terlewati atau belum (dribble)

- Bila telah dribble, lakukan pengukuran IBV (Initial Bladder Volume) yaitu men-

gukur jumlah urin spontan, residu urin dan dengan tapping/express.

Page 13: Latihan Usus Dan Bladder Training

- Lakukan pemeriksaan IWT (Ice Water Test) Bila hasil positif; berarti fungsi otot de-

trusor masih baik.

Dari hasil pemeriksaan di atas dapat ditentukan jenis/tipe bladder dan jumlah cairan

yang diminum.

Jika IBV > 400 ml, minum 125 ml/2 jam

Jika IBV < 400 ml, minum 150 ml/2 jam

Kateterisasi dilakukan setiap 6 jam. Sebelum menjalani program ini sebaiknya di-

lakukan pemeriksaan antara lain : urine, kultur dan sensitifitas, serum kreatin dan

serum urea nitrogen, bila perlu pemeriksaan radiologi maupun uretro sistografi.

Setelah menjalani program kateterisasi intermiten, bila residu urine < l00 ml,

frekuensi kateterisasi dikurangi dan jumlah urin ditambah. Ditunggu sampai 3 kali

berturut-turut. Demikian seterusnya sampai bebas kateter. Apabila terdapat kendala,

misalnya sampai 7 hari sisa urin masih lebih dari 200 ml atau bila dalam 2 hari pro-

gram tanda-tanda miksi spontan negatif, dapat diberi urocholin dengan dosis maksi-

mum 100 mg/hari. Dimulai dengan 15-60 mg/hari dibagi 3 dosis. Dosis awal : 5 mg

(3x5 mg) diobservasi tiap 2 hari. Bila respon kurang, dosis dapat ditingkatkan sampai

dosis efektif.

Pemberian dihentikan bila sisa urine menetap sampai 1 minggu. Untuk mengatasi

kendala-kendala tersebut, pemberian obat-obatan dapat dipertimbangkan.

Fisioterapi

Fisioterapi merupakan suatu metode latihan dengan menggunakan gerak tubuh

baik secara active maupun passive untuk pemeliharaan dan perbaikan kekuatan,

ketahanan dan kemampuan kardiovaskuler, mobilitas dan fleksibilitas, stabilitas,

rileksasi, koordinasi,  keseimbangan dan kemampuan fungsional (Kisner,1996).

Teknologi intervensi Fisioterapi yang dapat digunakan antara lain :

- Static Contraction

Terjadi kontraksi otot tanpa disertai perubahan panjang otot dan tanpa gerakan pada

sendi (Kisner,1996). Latihan ini dapat meningkatkan tahanan perifer pembuluh darah,

vena yang tertekan oleh otot yang berkontraksi menyebabkan darah di dalam vena

Page 14: Latihan Usus Dan Bladder Training

akan terdorong ke proksimal yang dapat mengurangi oedem, dengan oedem

berkurang, maka rasa nyeri juga dapat berkurang.

- Rileks passive movement

Merupakan gerakan yang murni berasal dari luar atau terapis tanpa disertai gerakan

dari anggota tubuh pasien. Gerakan ini bertujuan untuk melatih otot secara pasif, oleh

karena gerakan berasal dari luar atau terapis sehingga dengan gerak rileks passive

movement ini diharapkan otot yang dilatih menjadi rilek maka menyebabkan efek

pengurangan atau penurunan nyeri akibat incisi serta mencegah terjadinya

keterbatasan gerak serta menjaga elastisitas otot (Kisner, 1996). Mekanisme

penurunan nyeri oleh gerakan rileks passive movement sebagai berikut : adanya

stimulasi kinestetik berupa gerakan rileks pasif movement yang murni berasal dari

luar atau terapis tanpa disertai gerakan dari anggota tubuh pasien akan merangsang

muscle spindle dan organ tendo golgi dalam pengaturan motorik, fungsi dari muscle

spindle adalah (1) mendeteksi perubahan panjang serabut otot, (2) mendeteksi

kecepatan perubahan panjang otot, sedangkan fungsi dari organ tedo golgi adalah

mendeteksi ketegangan yang bekerja pada tendo golgi saat otot berkontraksi (Guyton,

1991). Dengan terstimulasinya muscle spindle dan organ tendo golgi lewat gerakan

rileks passive movement akan  mempengaruhi mekanisme kontraksi dan rileksasi

otot, yaitu bahwa ion-ion calsium secara normal berada dalam ruang reticulum

sarcoplasma. Potensial aksi menyebar lewat tubulus transversum dan melepaskan Ca

2+. Filamen-filamen actin (garis tipis) menyelip diantara filamen-filamen myosin,

dan garis-garis  bergerak saling mendekati. Ca 2+ kemudian dipompakan kedalam

reticulum sarcoplasma dan otot kemudian mengendor (Chusid, 1993). Dengan

kedaaan otot yang sudah mengendor maka penurunan nyeri dapat terjadi melalui

mekanisme-mekanisme sebagai berikut: (1) Tidak ada lagi perbedaan tekanan

intramuscular yang menekan nociceptor sehingga nociceptor tidak terangsang untuk

menimbulkan nyeri, (2) Dengan gerakan rileks passive movement yang berulang-

ulang maka nociceptor akan beradaptasi terhadap nyeri. Suatu sifat khusus dari semua

reseptor sensoris adalah bahwa mereka beradaptasi sebagian atau sama sekali

Page 15: Latihan Usus Dan Bladder Training

terhadap rangsang mereka setelah suatu periode waktu. Yaitu, bila suatu rangsang

sensoris kontinu bekerja untuk pertama kali, mula-mula reseptor tersebut bereaksi

dengan kecepatan impuls yang sangat tinggi, kemudian secara progresif makin

berkurang sampai akhirnya banyak diantaranya sama sekali tidak bereaksi lagi . Hal

ini dapat pula untuk menentukan dosis gerakan rileks passive movement agar dapat

menstimulasi muscle spindle.

 Mekanisme umum dari adaptasi dibagi dua yaitu : (1) Sebagian adaptasi disebabkan

oleh penyesuaian didalam struktur reseptor itu sendiri, (2) Sebagian disebabkan oleh

penyesuaian didalam fibril saraf terminal. (Guyton, 1991)           (3) Dengan

mengendornya otot melalui gerakan rileks passive movement akan mempengaruhi

spasme otot dan iskemi jaringan sebagai penyebab nyeri.  Spasme otot sering

menimbulkan nyeri alasanya mungkin dua macam, yaitu : (1) Otot yang sedang

berkontraksi menekan pembuluh darah intramuscular dan mengurangi atau

menghentikan sama sekali aliran darah, (2) Kontraksi otot meningkatkan kecepatan

metabolisme otot tersebut. Oleh karena itu , spasme otot mungkin menyebabkan

iskemi otot relatif sehingga timbul nyeri iskemik yang khas. Penyebab nyeri pada

iskemik belum diketahui, salah satu penyebab nyeri pada iskemik yang diasumsikan

adalah pengumpulan sejumlah besar asam laktat didalam jaringan, yang terbentuk

sebagai akibat metabolisme anaerobic yang terjadi selama iskemik, tetapi, mungkin

pila zat kimia lain, seperti bradikinin dan poliopeptida, terbentuk didalam jaringan

karena kerusakan sel otot dan bahwa inilah, bukannya asam laktat yang merangsang

ujung saraf nyeri. (Guyton, 1991).                        

- Passive joint mobility                                                                                

Gerakan tubuh manusia terjadi pada persendian. Macam gerakan dan ROM

tergantung dari struktur anatomi sendi, juga posisi otot yang mengontrol gerakan tadi.

Kapsular ligament yang seluruhnya terdapat didalam kapsul sendi akan

memberikan penguat terhadap synovial membrane, dimana synovial membrane tadi

akan mengeluarkan cairan kedalam rongga sendi yang menjamin gerakan sendi tetap

licin, juga memberikan makan terhadap cartilago.

Page 16: Latihan Usus Dan Bladder Training

Pada kaki banyak terdapat persendian, sehingga memungkinkan kaki dapat

berjalan, menyesuaikan bermacam-macam permukaan dan tampak lentur atau

mengeper.

- Active exercise

Merupakan gerakan yang dilakukan oleh otot-otot anggota tubuh itu sendiri.

Gerak dalam mekanisme pengurangan nyeri dapat terjadi secara reflek dan disadari.

Gerak yang dilakukan secara sadar dengan perlahan dan berusaha hingga mencapai

lingkup gerak penuh dan diikuti rileksasi otot akan menghasilkan penurunan nyeri

(Kisner,1996). Mekanisme gerak yang disadari dalam penurunan nyeri adalah bahwa

perananan muscle spindle sangat penting dalam mekanisme ini, sama pentingnya

dalam penurunan nyeri dengan menggunakan gerakan pasif. Untuk menekankan

pentingnya system eferen gamma, eferen gamma adalah suatu serabut saraf kecil

yang bertugas merangsang ujung-ujung serabut intrafusal agar daerah sentral

berkontraksi. Orang perlu menyadari bahwa 31 persen dari semua serabut saraf

motorik ke otot merupakan serabut eferen gamma, bukannya serabut motorik besar

jenis A alfa. Bila sinyal dikirimkan dari korteks motorik atau dari daerah otak lain

apapun ke motoneuron gamma hampir selalu terangsang pada saat bersamaan. Ini

menyebabkan serabut otot ekstrafusal dan intrafusal berkontraksi pada saat yang

sama.

Tujuan mengkontraksikan serabut muscle spindle pada saat bersamaan dengan

kontraksi serabut otot rangka besar mungkin ada dua macam : (1) mencegah muscle

spindle menentang kontraksi otot, (2) mempertahankan sifat responsif muscle spindle

terhadap peredaman dan beban yang tepat dengan tidak menghiraukan perubahan

panjang otot. Dengan bekerjanya muscle spindle secara sadar dan optimal maka

dengan mekanisme adaptasi dan rileksasi akan menimbulkan penurunan nyeri.

(Guyton,1991).      

Active exercise terdiri dari assisted exercise, free active exercise dan resited

active exercise. Assisted exercise dapat mengurangi nyeri karena merangsang

rileksasi propioseptif. Resisted active exercise dapat meningkatkan tekanan otot,

dimana latihan ini akan meningkatkan rekruitment motor unit-motor unit sehingga

Page 17: Latihan Usus Dan Bladder Training

akan semakin banyak melibatkan komponen otot yang bekerja, dapat dilakukan

dengan peningkatan secara bertahap beban atau tahanan yang diberikan dengan

penurunan frekuensi pengulangan (Kisner, 1996). Mekanime peningkatan kekuatan

otot melalui gerakan resisted active execise adalah dengan adanya irradiasi atau over

flow reaction akan mempengaruhi rangsangan terhadap motor unit, motor unit

merupakan suatu neuron dan group otot yang disarafinya. Komponen-komponen

serabut otot akan berkontraksi bila motor unit tersebut diaktifir dengan memberikan

rangsangan pada cell (AHC)nya. Jadi kekuatan kontraksi otot ditentukan motor

unitnya, otot akan berkontraksi secara kuat bila otot tersebut semakin banyak

menerima rangsangan motor unitnya. Karena otot terdiri dari serabut-serabut dengan

motor unit yang mensyarafinya, maka kontraksi otot secara  keseluruhan tergantung

dari jumlah motor unit yang mengaktifir otot tersebut pada saat itu. Jumlah motor unit

yang besar akan menimbulkan kontraksi otot yang kuat, sedangkan kontraksi otot

yang lemah hanya membutuhkan keaktifan motor unit relatif lebih sedikit.(Heri

Priatna, 1983).         

- Mengintegrasikan latihan aktif ke dalam aktifitas sehari-hari

o Menganggukan kepala “ya” melatih leher (fleksi dan ektensi)

o Menggelengkan kepala “tidak” melatih leher (rotasi)

o Menggerakkan telinga kanan ke bahu kanan melatih leher (fleksi lat-eral)

o Menggerakkan telinga kiri ke bahu kiri melatih leher (fleksi lateral)

o Meraih untuk menghidupkan lampu di atas kepala melatih bahu (fleksi)

o Mengambil buku di samping tempat tidur melatih bahu (abduksi)

o Menggaruk punggung melatih bahu

o Memutar bahu kea rah dada melatih bahu

o Memutar bahu ke arah punggung melatih bahu

Page 18: Latihan Usus Dan Bladder Training

o Makan, mandi, mencukur, dan berpakaian melatih siku

o Semua aktifitas yang memerlukan koordinasi motorik baik, seperti menulis dan makan, melatih jari dan ibu jari

o Berjalan melatih pinggul

o Memutar ujung kaki kea rah dalam melatih pinggul

o Memutar ujung kaki kea rah luar melatih pinggul

o Berjalan melatih lutut

o Berjalan melatih pergelangan kaki

o Mengarahkan ujung kaki kea rah kepala tempat tidur melatih pergelan-gan kaki

o Mengarahkan ujung kaki ke arah kaki tempat tidur melatih pergelan-gan kaki

o Berjalan melatih jari kaki

o Mengayun jari melatih jari

- Latihan berjalan

Aspek terpenting pada penderita fraktur tungkai bawah adalah kemampuan

berjalan ,latihan yang yang dilaksanakan adalah ambulasi non weight bearing, dengan

menggunakan alat bantu berupa 2 buah kruk, caranya kedua kruk dilangkahkan

kemudian diikuti kaki yang sehat sementara kaki yang sakit menggantung (Cash,

1966). Syarat berjalan dengan alat Bantu (1) Otot-otot lengan harus kuat, (2) Harus

mempertahankan keseimbangan dalam posisi berdiri dengan alat bantu, (3) Bisa

berdiri lama minimal 15 menit.(Tidys, 1961).

program rehabilitasi:

menggunakan peralatan yang sesuai seperti penyangga badan dan kursi roda.

- terapi kerja ( occupational therapy ). Fokus terapi kerja adalah pada aktivitas

sehari – hari seperti makan dan mandi. Terapi kerja mengembangkan alat dan tehnik

khusus yang mengijinkan perawatan sendiri dan jalan memberi kesan untuk

Page 19: Latihan Usus Dan Bladder Training

memodifikasi rumah dan tempat kerja bahwa pasien dengan kelemahannya bisa hidup

normal.

- terapi khusus lainnya : pasien membutuhkan pelayanan terapi pernafasan, konselor

bagian rahabilitasi, pekerja sosial, nutrisi, berbicara, guru pengajar khusus, terapi

rekreasi atau klinik.