refrat neuro deby.doc
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuberkuloma intracranial adalah suatu massa seperti tumor yang berasal
dari penyebaran secara hematogen lesi tuberkulosa pada bagian tubuh yang lain
terutama dari paru. Tuberkuloma berkembang didalam otak saat Rich Focus tidak
rupture kedalam meningen tetapi meluas ke jaringan parenkim otak. Tuberkuloma
dapat berasal dari meningen dan dapat ditemukan di superficial korteks.
Pasien dengan tuberkuloma intracranial dapat mempunyai gejala klinis
seperti kejang (60-100%), peningkatan tekanan intracranial (56-93%), deficit
neurologic (33-68%). Tuberkuloma juga dapat didiagnostik dengan CT Scan atau
MRI.
Diagnostik yang cepat pada kasus tuberkuloma serebri dan tatalaksana yang
tepat berpengaruh pada prognosis pasien tersebut. Tentunya dengan diagnose
yang lebih cepat dan penanganan yang lebih tepat dan cepat akan memperbaiki
prognosa pasien baik secara fungsional dan juga keadaan umumnya.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Fisiologi Otak
Otak manusia mempunyai berat 2% dari berat badan orang dewasa (3 pon),
menerima 20% curah jantung dan memerlukan 20% pemakaian oksigen tubuh dan
sekitar 400 kilokalori energi setiap harinya. Otak merupakan jaringan yang paling
banyak memakai energi dalam seluruh tubuh manusia dan terutama berasal dari
proses metabolisme oksidasi glukosa. Jaringan otak sangat rentan terhadap
perubahan oksigen dan glukosa darah, aliran darah berhenti 10 detik saja sudah
dapat menghilangkan kesadaran manusia. Berhenti dalam beberapa menit,
merusak permanen otak. Hipoglikemia yang berlangsung berkepanjangan juga
merusak jaringan otak.
Ketika lahir seorang bayi telah mempunyai 100 miliar sel otak yang aktif
dan 900 miliar sel otak pendukung, setiap neuron mempunyai cabang hingga
10.000 cabang dendrit yang dapat membangun sejumlah satu kuadrilion. Koneksi,
komunikasi, perkembangan otak pada minggu-minggu pertama lahir diproduksi
250.000 neuroblast (sel saraf yang belum matang), kecerdasan mulai berkembang
dengan terjadinya koneksi antar sel otak, tempat sel saraf bertemu disebut sinaps,
makin banyak percabangan yang muncul, makin berkembanglah kecerdasan anak
tersebut, dan kecerdasan ini harus dilatih dan distimulasi.
Otak manusia adalah organ yang unik dan dasyat, tempat diaturnya proses
berpikir, berbahasa, kesadaran, emosi dan kepribadian. Secara garis besar, otak
terbagi dalam 3 bagian besar, yaitu neokortek atau kortex serebri, system limbic
dan batang otak, yang bekerja secara simbiosis. Bila neokortex berfungsi untuk
berfikir, berhitung, memori, bahasa, maka system limbic berfungsi dalam
mengatur emosi dan memori emosional, dan batang otak mengatur fungsi vegetasi
tubuh antara lain denyut jantung, aliran darah, kemampuan gerak atau motorik,
ketiganya bekerja bersama saling mendukung dalam waktu yang bersamaan, tapi
juga dapat bekerja secara terpisah.
2
Otak manusia mengatur dan mengkoordinir gerakan, perilaku dan fungsi
tubuh, homeostasis seperti tekanan darah, detak jantung, suhu tubuh,
keseimbangan cairan, keseimbangan hormonal, mengatur emosi, ingatan, aktivitas
motorik dan lain-lain. Otak terbentuk dari dua jenis sel : yaitu glia dan neuron.
Glia berfungsi untuk menunjang dan melindungi neuron, sedangkan neuron
membawa informasi dalam bentuk pulsa listrik yang di kenal sebagai potensial
aksi. Mereka berkomunikasi dengan neuron yang lain dan keseluruh tubuh dengan
mengirimkan berbagai macam bahan kimia yang disebut neurotransmitter.
Neurotransmitter ini dikirimkan pada celah yang dikenal sebagai sinapsis.
Neurotransmitter paling mempengaruhi sikap, emosi, dan perilaku seseorang yang
ada antara lain asetilkolin, dopamine, serotonin, epinefrin, norepinefrin.
Otak dibagi kedalam lima kelompok utama yaitu :
1. Telensefalon (endbrain)
Terdiri atas hemisfer serebri yang disusun oleh korteks serebri, system
limbic, basal ganglia dimana basal ganglia disusun oleh nucleus kaudatum,
nucleus lentikularis, klaustrum dan amigdala.
a. Korteks serebri berperan dalam : persepsi sensorik, control gerakan
volunteer, bahasa, sifat pribadi, proses mental misalnya : berpikir,
mengingat, membuat keputusan, kreativitas dan kesadaran diri.
b. Nucleus basal berperan dalam : inhibisi tonus otot, koordinasi gerakan yang
lambat dan menetap, penekanan pola-pola gerakan yang tidak berguna.
2. Diensefalon (interbrain)
Terbagi menjadi epithalamus, thalamus, subthalamus dan hypothalamus.
a. Thalamus berperan dalam : stasiun pemancar untuk semua masukan sinaps,
kesadaran kasar terhadap sensasi, beberapa tingkat kesadaran, berperan
dalam control motorik.
b. Hipothalamus berperan dalam : mengatur banyak fungsi homeostatic,
misalnya control suhu, rasa haus, pengeluaran urin, dan asupan makanan.
Penghubung penting antara system saraf dan endokrin, sangat terlibat dalam
emosi dan pola perilaku dasar.
3. Mesensefalon (midbrain) corpora quadrigemina
3
Memiliki dua kolikulus yaitu kolikulus superior dan kolikulus inferior dan
terdiri dari tegmentum yang terdiri dari nucleus rubra dan substansia nigra.
4. Metensefalon (afterbrain), pons dan medulla oblongata
Memiliki peran asal dari sebagian besar saraf cranialis perifer, pusat
pengaturan kardiovaskular, respirasi dan pencernaan. Pengaturan reflek otot yang
terlibat dalam keseimbangan dan postur. Penerimaan dan integrasi semua
masukan sinaps di korda spinalis, keadaan terjaga dan pengaktifan korteks
serebrum.
5. Serebellum
Memiliki peran dalam menjaga keseimbangan, peningkatan tonus otot,
koordinasi dan perencanaan aktivitas otot volunteer yang terlatih. Hemisfer
sendiri menurut pembagian fungsinya masih dibagi kedalam lobus-lobus yang
dibatasi oleh gyrus dan sulkus, seperti terlihat dalam gambar dibawah ini : fungsi
dari setiap lobus ada pada table berikut:
Gambar 1. Gambar Otak dari Lateral
4
Gambar 2. Fungsi Lobus Hemisfer
2.2 Defenisi
Tuberkuloma intracranial adalah suatu massa seperti tumor yang berasal
dari penyebaran secara hematogen lesi tuberkulosa pada bagian tubuh yang lain
terutama dari paru. Tuberkuloma sering multiple dan paling banyak berlokasi
pada fosa posterior pada anak dan orang dewasa tetapi dapat juga pada hemisfer
serebri.
Pada CT Scan terlihat gambaran granuloma tuberkulosa merupakan low
attenuation dengan kontras yang meningkat pada kapsulnya. Biasanya dikelilingi
edema dan lesi dapat multiple. Pada tuberkuloma kadang terdapat kalsifikasi.
Diagnose preoperative biasanya diapresiasikan hanya setelah pengenalan focus
tuberkulosa pada tempat lain ditubuh.
5
2.3 Etiologi
Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman
yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1 – 4 µm dan tebal 0,3 – 0,6 µm
dan digolongkan dalam basil tahan asam (BTA).
2.4 Epidemiologi
Pada awal abad 20, tuberkuloma pada Central Nervus System (CNS)
merupakan 34% dari semua lesi massa intracranial diidentifikasi pada otopsi.
Rasio ini ditemukan sekitar 0,2% di semua tumor otak yang dibiopsi antara tahun
1955 dan 1980 pada lembaga neurologis pada Negara maju. Frekuensi
keterlibatan CNS berdasarkan literature berkisar dari 0,5% – 5,0% dan banyak
ditemukan pada Negara berkembang. Manifestasi yang sering dari tuberculosis
CNS adalah tuberculosis meningitis, diikuti oleh tuberkuloma dan abses
tuberculosis.
Tuberkuloma ditemukan hanya 15-30% dari kasus tuberculosis CNS dan
kebanyakan terjadi pada hemisfer. Sejauh ini berdasarkan literature hanya empat
kasus yang dilaporkan terjadi pada sinus kavernosus. Lokasi yang jarang lainnya
adalah pada area sellar, sudut cerebellopontin, Merckel’s cave, sisterna
suprasellar, region gypothalamus. Tuberkuloma yang berlokasi pada sisterna
prepontin belum ada laporan berdasarkan literature. Walaupun tuberkuloma
biasanya lebih banyak pada Negara berkembang dapat juga meningkat pada
Negara maju dalam kaitan dengan efek infeksi HIV dari tampakan klinis TBC.
Tuberkuloma central nervous system (CNS) berhubungan dengan
morbiditas dan mortilitas, meskipun terdapat metode dan deteksi serta pengobatan
modern.
2.5 Patogenesis
Cara penularan TB yang paling banyak ialah melalui saluran nafas,
meskipun cara lain masih mungkin. Kuman TB yang masuk alveoli akan
ditangkap dan dicerna oleh makrofag. Bila kuman virulen, ia akan berbiak dalam
makrofag dan merusak makrofag. Makrofag yang rusak mengeluarkan bahan
6
kemotaksik yang menarik monosit (makrofag) dari peredaran darah dan
membentuk tuberkel kecil. Aktivasi makrofag yang berasal dari darah dan
membentuk tuberkel ini dirangsang oleh limfokin yang dihasilkan dari sel T
limfosit. Kuman yang berada di alveoli membentuk focus Ghon, melalui saluran
getah bening kuman akan mencapai kelenjar getah bening di hilus dan membentuk
focus lain (limfadenopati). Focus Ghon bersama dengan limfadenopati hilus
disebut primer kompleks dan Ranke. Selanjutnya kuman menyebar melalui
saluran l;imfe dan pembuluh darah dan tersangkut di berbagai organ tubuh. Jadi
TB primer merupakan suatu infeksi sistemik. Pada saat terjadinya bakteremia
yang berasal dari focus infeksi, TB primer terbentuk beberapa tuberkel kecil pada
meningen atau medulla spinalis. Tuberkel dapat pecah dan memasuki cairan otak
dalam ruang subarachnoid dan system ventrikel, menimbulkan meningitis dengan
proses patologi berupa :
1) Keradangan cairan serebrospinal, meningen yang berlanjut menjadi
araknoiditis, hidrosefalus dan gangguan saraf pusat
2) Vaskulitis dengan berbagai kelainan serebral, antara lain infark dan
edema vasogenik.
3) Ensefalopati atau mielopati akibat proses alergi.
Gambaran klinis penderita dibagi menjadi 3 fase. Pada fase permulaan
gejalanya tidak khas, berupa malaise, apatis, anoreksia, demam, nyeri kepala.
Setelah minggu kedua, fase meningitis dengan nyeri kepala, mual, muntah dan
mengantuk (drowsiness). Kelumpuhan saraf cranial dan hidrosefalus terjadi
karena eksudat yang mengalami organisasi, dan vaskulitis yang menyebabkan
hemiparesis atau kejang-kejang yang juga dapat disebabkan oleh proses
tuberkuloma intracranial. Pada fase ketiga ditandai dengan mengantuk yang
progresif sampai koma dan kerusakan fokal yang makin berat.
Tuberculosis adalah penyakit airbone disebabkan oleh bakteri
“Mycobacterium tuberculosis” dua proses patogenik TB dan CNS adalah
meningoencephalitis dan formasi granuloma (tuberkel). Proses patologi dimulai
dengan formasi pada basil, berisi tuberkel kaseosa (focus kaya) dalam parenkim
otak.
7
Tuberkel bisa tumbuh, mendesak atau menginfiltrasi jaringan sekitarnya dan
menimbulkan gejala yang tergantung pada lokasi, kecepatan tuumbuh serta reaksi
radang di sekitarnya. Lesi ini bersifat lokal, tuberkel dapat membesar sampai ke
bentuk ukuran tuberkuloma, khususnya jika tersebut kaya focus didalamnya dan
kekuatan regangnya lebih baik daripada jaringan sekitarnya. Tuberkel juga dapat
tersebar, infiltrasi sebgai granulomata. Sebagai alternative focus kaya tersebut
dapat rupture dan menyebabkan perkembangan meningoencephalitis.
2.6 Gejala Klinis
Gejala klinisnya serupa dengan tumor intracranial, dengan adanya
peningkatan tekanan intracranial, tanda neurulogik fokal, dan kejang epileptic,
symptom sistemik dari tuberculosis seperti demam, lesu dan keringat berlebihan,
terjadi kurang dari 50% dari kasus.
Pada tuberkuloma intracranial, selain terdapat gejala kenaikan tekanan
intracranial akibat proses desak ruang juga menimbulkan gejala meningitis, sering
disertai TB pada organ lain. Manifestasi klinis dari tuberkuloma intracranial
adalah proses desak ruang (20% dari proses desak ruang disebabkan oleh
tuberkuloma intracranial). Gejala yang terjadi akibat dari edema otak, dan ini
merupakan indikasi untuk pemberian kortikosteroid.
Kemoterapi anti tuberculosis harus segera diberikan pada penderita yang
diduga TB milier tanpa harus menunggu ditemukannya kuman (BTA).
Penggunaan kortikosteroid pada TB milier dapat menyebabkan tuberkel menjadi
kecil dan sangat efektif untuk mengurangi sesak nafas yang kadang-kadang
dijumpai TB milier, serta untuk mengontrol edema otak.
2.7 Diagnosis
Penemuan infeksi sitemik dan laboratorium umum yang berhubungan
dengan infeksi dapat tidak ditemukan, karena basil tuberculosis tidak selalu jelas
pada CSF dan bahkan pada massa yang diambil, maka dari itu hasil yang negative
dari pemeriksaan bakteri tidak menyingkirkan kemungkinan infeksi tuberculosis.
8
Neuroradiological imaging dengan CT dan MRI mempunyai sensitifitas
yang tinggi untuk tuberkuloma, tetapi spesifitas untuk diagnose defenifnya
rendah.
Pada CT Scan sesudah pemberian kontras, tuberkuloma member gambaran
sebagai :
1) Lesi berbentuk cincin dengan area hipodens/isodens di tengah dan
dinding yang menyerap kontras.
2) Lesi berbentuk nodul/plak yang menyerap kontras.
Tanpa kontras, lesi pada umumnya hipodens/isodens, pada beberapa
kasus didaptkan kalsifikasi. Gambaran tuberkuloma pada CT Scan sukar
dibedakan dengan tumor, abses atau granuloma kronik.
Gambar 3. CT Scan Otak; Gambar A, tanpa kontras menunjukkan
pergeseran dari ventrikel, Gambar B, dengan kontras tampak
sebagai lesi space-occupying lesions, dari cerebellum kiri
MRI mempunyai peranan penting dalam diagnose tuberkuloma intracranial.
Pada MRI, gambar TI-weighted MR dapat menunjukkan area hypo- or isointensity
dan T2-eighted images dapat menunjukkan hypointense, isointense atau cental
hyperintense zone dikelilingi hypointense rim. Maka biasanya diagnosis dengan
meningioma, neurinoma, even with metastasis. Saat ini dilaporkan bahwa
9
protonmagnetic resonance spectroscopy membedakan tuberkuloma dari kelainan
intracranial lainnya.
Gambar 4. Magnetic Resonance Imaging pada otak; (a,b) T2-weighted
images; and (c,d) post-gadolinium T1-weighted gambar menunjukkan 3 lapis
dari tuberkuloma otak, meliputi central, isodense, caseous, necrotic core
Meskipun demikian tumor metastase seperti malignant gliomas, mengiomas,
dan neurocysticercosis dapat menunjukkan gambaran yang mirip pada CT
maupun MRI.
Beberapa penulis berpendapat bahwa tuberkuloma dapat dipastikan bila
pada serial CT Scan atau serial MRI lesi menghilang sesudah mendapat terapi
obat antituberkulosis (OAT).
CNS tuberculosis umumnya adalah aktivasi inisial infeksi setelah beberapa
tahun. Maka lesi yang terlibat pada radiografi dada ditunjukkan untuk gejala sisa
tuberculosis dan hasil serologis diperlukan pada kecurigaan tuberkuloma dalam
periode preoperative. Jika kecurigaan kuat diagnosanya adalah tuberkuloma
pengobatan dengan agen tuberculosis dapat lebih dipakai untuk intervensi
pembedahan dan regresi pada lesi diikuti secara teratur dapat mengkonfirmasi
hasil diagnosis. Tetapi dalam beberapa kasus khusus, biopsy dapat mencegah
10
kesalahan diagnosis pada lesi (contoh : meningioma) dan menvegah pasien dari
efek berbahaya yang tidak diperlukan dari pengobatan (misalnya radioterapi),
sebagai akibat dari lokasi yang tidak biasa dari tuberkuloma dan kemampuan
untuk meniru lesi yang sering pada CNS, menyebabkan kesalahan diagnosis
preoperative.
Diagnosis pasti tuberkuloma ditegakkan dengan operasi. Pemeriksaan
histology akan mengungkapkan suatu tuberkuloma.
2.8 Penatalaksanaan
Pengobatan TB menurut WHO (1993), disesuaikan dengan kategori
penyakitnya. Untuk penderita baru TB paru dengan sputum BTA (+), TB
ekstrapulmonal yang berat seperti meningitis TB, disseminated tuberculosis, atau
TB paru yang luas dengan sputum BTA (-) dimasukkan ke dalam kategori I,
dianjurkan pemberian INH (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan Streptomisin
(S) atau Etambutol (E).
Fase awal diberikan 2HRZS (E). obat HRZS (E) diberikan tiap hari selama
2 bulan (8 minggu). Bila fase ini telah selesai dan hapusan sputum negative,
diteruskan dengan fase lanjutan, tetapi bila hapusan sputum positif, tetapi
ditambah 2-4 minggu, diteruskan dengan fase lanjutan.
Pada fase lanjutan diberikan 4HR atau 4H3R3. Obat HR diberikan tiap hari
atau 3 kali seminggu selama 4 bulan. Untuk penderita meningitis TB, TB milier
atau dengan kelainan neurologis HR harus diberikan setiap hari selama 6-7 bulan
(total 8-9 bulan). Tuberkuloma yang kecil (<2 cm) dapat sembuh dengan terapi
medicinal dalam 10 minggu, lesi yang besar memerlukan eksisi. Dengan CT Scan
dapat terdeteksi lesi kecil (2-3 mm) dan dapat diterapi medicinal sehingga
mengurangi morbiditas dan mortalitas akibat operasi.
Pengobatan optimal adalah excise tuberkuloma, jika tersebut merupakan
region yang dapat diakses dan kemoterapi antituberkulosa.
11
2.9 Komplikasi
Komplikasi gangguan pendengaran dan keseimbangan dapat muncul akibat
proses penyakit dan pengobatan streptomisin. Gejala sisa neurologis minor
termasuk kelumpuhan saraf cranial, nistagmus, ataksia, gangguan koordinasi
ringan. Cacat intelektual dapat ditemukan pada sekitar dua pertiga dari penderita.
2.10 Prognosis
Dalam studi pada 34 kasus tuberkuloma intracranial menunjukkan 53%
pasien sembuh sempurna, 37% membaik dengan gangguan neurologis ringan dan
10% meninggal.
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tuberculosis merupakan penyakit endemic di Negara berkembang dan 30%
dari space occupation lesi adalah tuberkuloma.
Tuberkuloma intracranial berasal dari penyebaran secara hematogen dari
lesi tuberkulosa pada bagian tubuh yang lain terutama dari paru.
Gejala klinisnya serupa dengan tumor intracranial, dengan adanya
peningkatan tekanan intracranial, tanda neurologic fokal, dan kejang epileptic,
symptom sistemik dari tuberculosis seperti demam, lesu dan keringat berlebihan,
terjadi kurang dari 50% kasus.
Diagnosis btuberkuloma intracranial meliputi penemuan infeksi sistemik
dan laboratorium umum neuroradiological imaging dengan CT Scan dan MRI
(mempunyai sensitifitas yang tinggi untuk tuberkuloma, tetapi spesifitas untuk
diagnose defenifnya rendah), radiografi dada, serologis, biopsy. Diagnosis pastio
tuberkuloma ditegakkan dengan operasi dan pemeriksaan histology akan
mengungkapkan suatu tuberkulooma.
Pengobatan optimal adalah excise tuberkuloma, jika tersebut merupakan
region yang dapat diakses dan kemoterapi antituberkulosa.
13
DAFTAR PUSTAKA
Lee WY, KY Pang, CK Wong. 2002. Case Report : Tuber Brain Tuberculoma in
Hongkong
HKMJ 2002; 8 : 52-6
Mulyono, Djoko, Djoko Imam Santoso, 1997. Tuberkulosis Milier dengan
Tuberkuloma Intrakranial Laporan Kasus. PPDS I Ilmu Penyakit Paru,
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Rumah Sakit Umum Daerah
Dr Sutomo, Surabaya.
Shams, Shahzad. 2011. Intracranial Tuberculoma. Omar Hospital, Jail Road,
Lahore, Pakistan. www Brain Tuberculomas.htm, diakses 28 november
2011 jam 20.00
Suslu, Hikmet Turan, Mustafa Bozbuha, Cicek Bayindir, 2010. Cerebral
Tuberculoma Mimicking High Grade Glial Tumor. JTN.: 21(3): 427-429
Yanardag, H s Uygun, V Yumuk, M Caner, B Canbaz, 2005. Cerebral
tuberculosis mimicking intracranial tumor. Singapore Med J 2005; 46(12) :
731
14