refrat kita

45
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan dengan gangguan system kardiovaskuler termasuk didalammya Congestive heart Failure (CHF) masih menduduki peringkat yang tinggi, menurut data WHO dilaporkan bahwa sekitar 3000 penduduk Amerika menderita CHF. American Heart Association (AHA) tahun 2004 melaporkan 5,2 juta penduduk Amerika menderita gagal jantung, asuransi kesehatan Medicare USA paling banyak mengeluarkan biaya untuk diagnosis dan pengobatan gagal jantung dan diperkirakan lebih dari 15 juta kasus baru gagal jantung setiap tahunnya di seluruh dunia. Walaupun angka yang pasti belum ada untuk seluruh Indonesia, tetapi dengan bertambah majunya fasilitas kesehatan dan pengobatan dapat diperkirakan jumlah penderita gagal jantung akan bertambah setiap tahunnya. Saat ini CHF merupakan satu-satunya penyakit kardiovaskuler yang terus meningkat insiden dan prevalensinya. Risiko kematian akibat gagal jantung berkisar antara 5-10% pertahun pada gagal jantung ringan yang akan meningkat menjadi 30-40% pada gagal

Upload: budiana-bae

Post on 24-Jul-2015

186 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Refrat Kita

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah kesehatan dengan gangguan system kardiovaskuler termasuk

didalammya Congestive heart Failure (CHF) masih menduduki peringkat

yang tinggi, menurut data WHO dilaporkan bahwa sekitar 3000 penduduk

Amerika menderita CHF. American Heart Association (AHA) tahun 2004

melaporkan 5,2 juta penduduk Amerika menderita gagal jantung, asuransi

kesehatan Medicare USA paling banyak mengeluarkan biaya untuk diagnosis

dan pengobatan gagal jantung dan diperkirakan lebih dari 15 juta kasus baru

gagal jantung setiap tahunnya di seluruh dunia.

Walaupun angka yang pasti belum ada untuk seluruh Indonesia, tetapi

dengan bertambah majunya fasilitas kesehatan dan pengobatan dapat

diperkirakan jumlah penderita gagal jantung akan bertambah setiap tahunnya.

Saat ini CHF merupakan satu-satunya penyakit kardiovaskuler yang

terus meningkat insiden dan prevalensinya. Risiko kematian akibat gagal

jantung berkisar antara 5-10% pertahun pada gagal jantung ringan yang akan

meningkat menjadi 30-40% pada gagal jantung berat. Selain itu, CHF

merupakan penyakit yang paling sering memerlukan pengobatan ulang di

rumah sakit, meskipun pengobatan rawat jalan telah diberikan secara optimal.

Dari hasil pencatatan dan pelaporan rumah sakit (SIRS, Sistem Informasi

Rumah Sakit) menunjukkan Case Fatality Rate (CFR) tertinggi terjadi pada

gagal jantung yaitu sebesar 13,42%.

Menurut ahli jantung Lukman Hakim Makmun dari Divisi Kardiologi

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-RS Cipto Mangunkusumo (FKUI-

RSCM), di Indonesia data prevalensi gagal jantung secara nasional memang

belum ada. Namun, sebagai gambaran, di ruang rawat jalan dan inap Rumah

Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta pada 2006 lalu didapati 3,23% kasus

Page 2: Refrat Kita

2

gagal jantung dari total 11.711 pasien. Sedangkan pada tahun 2005 di Jawa

Tengah terdapat 520 penderita CHF yang pada umumnya adalah

lansia.Sebagian besar lansia yang didiagnosis CHF ini tidak dapat hidup lebih

dari 5 tahun.

Selain itu di RS. Roemani Semarang, kasus penderita jantung

mencapai angka 79 penderita dengan kematian 15 orang pada tahun 2006.

Jumlah tersebut menunjukkan kematian pada penderita gagal jantung

mencapai 18,9% dari penderita yang dirawat. Kemudian pada awal hingga

pertengahan tahun 2007, penderita gagal jantung berjumlah 28 orang,

penderita meninggal berjumlah 7 orang, dengan kata lain mencapai angka

kematian sebesar 25% pada pertengahan tahun, sehingga menunjukkan angka

yang lebih besar jika dibandingkan dengan angka kematian pada tahun 2006.

Berdasarkan data rekam medis RSUP. Dr.Wahidin Sudirohusodo,

jumlah pasien baru rawat inap CHF mengalami peningkatan selama tiga tahun

terakhir , yaitu sebanyak 238 pasien pada tahun 2008, 248 pasien pada tahun

2009 dan sebanyak 295 pasien pada tahun 2010. Sedangkan di RS. Stella

Maris pasien baru rawat inap CHF juga cukup banyak selama tahun 2010

yaitu sebanyak 114 pasien.

Penyebab CHF secara pasti belum diketahui, meskipun demikian

secara umum dikenal berbagai faktor yang berperan penting terhadap

timbulnya Gagal Jantung. Kajian epidemiologi menunjukkan bahwa ada

berbagai kondisi yang mendahului dan menyertai gagal jantung. Berdasarkan

penelitian epidemiologis prospektif, misalnya penelitian Framingham

memberikan gambaran yang jelas tentang gagal jantung. Pada studinya

disebutkan bahwa kejadian gagal jantung per tahun pada orang berusia lebih

dari 45 tahun adalah 7,2 kasus setiap 1000 orang laki-laki dan 4,7 kasus setiap

1000 orang perempuan, dan ditemukan mortalitas pada gagal jantung selama

lima tahun sebesar 62% pada laki-laki dan 42% pada perempuan. (Sani, 2007

dalam Ihdaniyati , 2008). Faktor risiko jantung koroner seperti diabetes dan

merokok juga merupakan faktor yang dapat berpengaruh pada perkembangan

Page 3: Refrat Kita

3

dari gagal jantung. Selain itu faktor kolesterol total dengan kolesterol HDL

juga dikatakan sebagai faktor risiko independen perkembangan gagal jantung.

Pada Study CARDIA yang dimulai pada tahun 1985-1986, ditemukan

19% kasus dengan tekanan darah yang tidak terkontrol dan menderita gagal 

jantung. Selain itu ditemukan beberapa variabel yang berhubungan dengan

gagal jantung yaitu tekanan diastole yang lebih tinggi, tekanan darah sistolik

yang lebih tinggi, indeks masa tubuh yang lebih tinggi, dan adanya diabetes.

Adapun penelitian lain mengenai CHF adalah NHANES I

Epidemiologic Follow-up Study, yaitu penelitian kohort prospektif yang

dilakukan di Amerika selama kurang lebih 19 tahun, dimana pada 1.382 kasus

CHF, ditemukan insiden CHF adalah positif dan signifikan terkait dengan

seks laki-laki, merokok,kelebihan berat badan, hipertensi , diabetes, dan

penyakit jantung koroner.

Seperti halnya penyakit kardiovaskuler yang lain, CHF tidak lepas dari

gaya hidup yang kurang sehat yang bayak dilakukan seiring berubahnya pola

hidup, seperti konsumsi lemak tinggi, kurang aktivitas, merokok, dan

konsumsi alkohol. Hasil survei di Amerika menemukan bahwa hampir 40%

kebutuhan kalori mereka berasal dari lemak. Kondisi ini sangat beresiko

terhadap kejadian penyakit jantung. Terutama bila konsumsi lemak ini tidak

diiringi dengan konsumsi serat dari buah-buahan dan sayuran yang cukup.

Selain itu, beberapa studi menemukan bahwa alkohol dapat mengurangi risiko

penyakit jantung dan juga dapat meningkatkan molekul tertentu yang dapat

meningkatkan penyakit jantung. Alkohol dapat berefek secara langsung pada

jantung, menimbulkan gagal jantung akut maupun gagal jantung aritmia.

Alkohol ditemukan menyebabkan gagal jantung pada 2-3% dari kasus. (Santi

Caroline. 2010)

Page 4: Refrat Kita

4

1.2 Tujuan dan Manfaat

1.2.1 Tujuan

a) Tujuan dari pembuatan ini adalah untuk mengetahui tentang gagal

jantung kiri (definisi, patofisiologi, etiologi, gejala klinik, dan

pengobatannnya)

b) Untuk memenuhi tugas belajar mandiri

1.2.2 Manfaat

a) Mengetahui definisi, patofisiologi, etiologi, gejala klinik, dan

pengobatan gagal jantung kiri

b) Menambah ilmu pebgetahuan tentang gagal jantung secara umum

Page 5: Refrat Kita

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Gagal jantung adalah keadaan patofisiologis ketika jantung sebagai

pomppa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme

jaringan. Ciri penting dari definisi ini adalah gagal didefinisikan relatif

terhadap kebutuhan metabolic tubuh, dan penekanan arti gagal ditujukan

pada fungsi pompa jantung secara keseluruhan. Istilah gagal miokardium

ditujukan spesifik pada kelainan fungsi miokardium.Gagal miokardium

umumnya mengakibatkan gagal jantung, tetapi mekanisme kompensorik

sirkulasi dapat menunda atau bahkan mencegah berkembang menjadi

kegagalan jantung sebagai suatu pompa. (Sylvia & Lorraine. 2006)

Istilah gagal sirkulasi lebih bersifat umum dibandingkan dengan gagal

jantung.Gagal sirkulasi menunjukan ketidakmampuan system kardiovaskular

untuk melakukan perfusi jaringan dengan memadai.Definisi ini mencakup

segala kelainan sirkulasi yang mengakibatkan tidak memadainya perfusi

jaringan, termasuk perubahan volume darah, tonus vascular, dan

jantung.Gagal jantung. (Sylvia & Lorraine. 2006)

Gagal jantung adalah keadaan patifisiologik di mana jantung sebagai

pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme

jaringan. Ciri-ciri yang penting dari definisi ini adalah pertama, definisi

gagal adalah relatif terhadap kebutuhan metabolisme tubuh, dan kedua,

penekanan arti gagal ditujukan pada fungsi pompa jantung secara

keseluruhan. Istilah gagal  miokardium  ditujukan spesifik pada fungsi

miokardium; gagal miokardium  umumnya mengakibatkan gagal jantung,

tetapi mekanisme kompensatorik sirkulasi dapat menunda atau bahkan

mencegah perkembangan menjadi gagal jantung dalam fungsi pompanya.

Page 6: Refrat Kita

6

2.2 Etiologi

Penyebab reversible dari gagal jantung antara lain: aritmia (misalnya:

atrial fibrillation), emboli paru-paru (pulmonary embolism), hipertensi

maligna atau accelerated, penyakit tiroid (hipotiroidisme atau

hipertiroidisme), valvular heart disease, unstable angina, high output failure,

gagal ginjal, permasalahan yang ditimbulkan oleh pengobatan (medication-

induced problems), intake (asupan) garam yang tinggi, dan anemia

berat. (Sitompul, Barita., Sugeng, JI. 2003)

Menurut Cowie MR, Dar O (2008), penyebab gagal jantung dapat

diklasifikasikan dalam enam kategori utama: 

a. Kegagalan yang berhubungan dengan abnormalitas miokard, dapat

disebabkan oleh hilangnya miosit (infark miokard), kontraksi yang

tidak terkoordinasi (left bundle branch block), berkurangnya

kontraktilitas (kardiomiopati). 

b. Kegagalan yang berhubungan dengan overload (hipertensi). 

c. Kegagalan yang berhubungan dengan abnormalitas katup. 

d. Kegagalan yang disebabkan abnormalitas ritme jantung (takikardi). 

e. Kegagalan yang disebabkan abnormalitas perikard atau efusi perikard

(tamponade). 

f. Kelainan kongenital jantung. 

Faktor Predisposisi dan Faktor Pencetus :

a. Faktor Predisposisi 

Yang merupakan faktor predisposisi gagal jantung antara lain:

hipertensi, penyakit arteri koroner, kardiomiopati, penyakit pembuluh

darah, penyakit jantung kongenital, stenosis mitral, dan penyakit

perikardial. 

Page 7: Refrat Kita

7

b. Faktor Pencetus 

Yang merupakan faktor pencetus gagal jantung antara lain:

meningkatnya asupan (intake) garam, ketidakpatuhan menjalani

pengobatan anti gagal jantung, infak miokard akut, hipertensi, aritmia

akut, infeksi, demam, emboli paru, anemia, tirotoksikosis, kehamilan,

dan endokarditis infektif. (Sitompul, Barita., Sugeng, JI. 2003)

Seperti yang telah dibahas, gagal jantung sisi kiri paling sering

disebabkan oleh penyakit jantung sistemik, hipertensi, penyakit katup

aorta dan mitral, dan penyakit miokardium noniskemik. (Robbins &

Contran. 2009)

2.3 Patofisiologi

Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada

gagal jantung akibat penyakit sistemik, mengganggu kemampuan

pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang

menurun mengurangi volume sekuncup, dan meningkatkan volume residu

ventrikel. Dengan meningkatnya EDV (volume akhir diastolik) ventrikel,

terjadi peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri (LVEDP). Derajat

peningkatan tekanan bergantung pada kelenturan ventrikel. Dengan

meningkatnya LVEDP, terjadi pula peningkatan tekanan atrium kiri (LAP)

karena atrium dan ventrikel berhubungan langsung selama diastol.

Peningkatan LAP diteruskan kebelakang ke dalam pembuluh darah paru-

paru, meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru-paru. Apabila tekanan

hidrostatik anaman kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik pembuluh

darah, akan terjadi transudasi cairan melebihi kecepatan drainase limfatik,

akan terjadi edema intertisial. Peningkatan tekanan lebih lanjut dapat

meningkatkan cairan merembes ke dalam alveoli dan terjadilah edema paru.

(Sylvia & Lorraine. 2006)

Page 8: Refrat Kita

8

Tekanan arteri paru-paru dapat meningkatkan akibat peningkatan

kronis tekanan vena paru. Hipertensi pulmonalis meningkatkan tahapan

terhadap ejeksi ventrikel kanan. Serangkaian kejadian seperti yang terjadi

pada gagal jantung kiri, juga terjadi pada jantung kanan yang akhirnya akan

menyebabkan edema dan ongestif sistemik. (Price & Wilson. 2006)

(BMJ.2010)

Berbagai faktor etiologi dapat berperan menimbulkan gagal jantung

yang kemudian merangsang timbulnya mekanisme kompensasi dan jika

mekanisme kompensasi ini berlebihan, maka dapat menimbulkan gejala-

gejala gagal jantung. Mekanisme kompensasi jantung tersebut

berupa: (Sitompul, Barita., Sugeng, JI. 2003)

1. Mekanisme Frank-Starling 

Mekanisme Frank-Starling berarti makin besar otot jantung

diregangkan selama pengisian, makin besar kekuatan kontraksi dan

Page 9: Refrat Kita

9

makin besar pula jumlah darah yang dipompa ke dalam aorta atau

arteri pulmonalis. (Sitompul, Barita., Sugeng, JI. 2003)

Kontraksi ventrikel yang menurun akan mengakibatkan

pengosongan ruang yang tidak sempurna sehingga volume darah yang

menumpuk dlm ventrikel saat diastol (volume akhir diastolik) lebih

besar dari normal. Berdasarkan hukum Frank-Starling, peningkatan

volume ini akan meningkatkan pula daya kontraksi ventrikel sehingga

dapat menghasilkan curah jantung yang lebih besar. (Sitompul, Barita.,

Sugeng, JI. 2003)

2. Hipertrofi Ventrikel 

Peningkatan volume akhir diastolik juga akan meningkatkan

tekanan di dinding ventrikel yang jika terjadi terus-menerus, maka

akan merangsang pertumbuhan hipertrofi ventrikel. Terjadinya

hipertrofi ventrikel berfungsi untuk mengurangi tekanan dinding dan

meningkatkan massa serabut otot sehingga memelihara kekuatan

kontraksi ventrikel. Dinding ventrikel yang mengalami hipertrofi akan

meningkat kekakuannya (elastisitas berkurang) sehingga mekanisme

kompensasi ini selalu diikuti dengan peningkatan tekanan diastolik

ventrikel yang selanjutnya juga menyebabkan peningkatan tekanan

atrium kiri. (Sitompul, Barita., Sugeng, JI. 2003)

Page 10: Refrat Kita

10

3. Aktivasi Neurohormonal 

Perangsangan neurohormonal mencakup sistem saraf simpatik,

sistem renin-angiotensin, peningkatan produksi hormon antidiuretik

dan peptida natriuretik.  (Sitompul, Barita., Sugeng, JI. 2003)

Penurunan curah jantung dapat merangsang baroreseptor di sinus

carotis dan arkus aorta sehingga terjadi perangsangan simpatis dan

penghambatan parasimpatis yang mengakibatkan peningkatan denyut

jantung, kontraktilitas ventrikel, dan vasokonstriksi vena dan arteri sistemik

sehingga terjadilah peningkatan curah jantung, peningkatan aliran balik vena

ke jantung dan peningkatan tahanan perifer. (Sitompul, Barita., Sugeng, JI.

2003)

Penurunan curah jantung menyebabkan penurunan perfusi arteri

renalis sehingga merangsang reseptor sel juxtaglomerulus yang kemudian

menyintesis renin dan terjadilah hidrolisis angiotensinogen menjadi

angiotensin I, angiotensin I dikonversi menjadi angiotensin II oleh ACE

yang kemudian menginduksi vasokonstriksi dan sekresi aldosteron sehingga

terjadi peningkatan tahanan perifer, retensi natrium dan air yang

mengakibatkan peningkatan alir balik vena ke jantung hingga terjadilah

peningkatan curah jantung melalui mekanisme Frank-Starling. (Sitompul,

Barita., Sugeng, JI. 2003)

Gagal jantung paling sering merupakan manifestasi dari kelainan

fungsi kontraktilitas ventrikel (disfungsi sistolik) atau gangguan relaksasi

ventrikel (disfungsi diastolik).Pada disfungsi sistolik, kontraktilitas miokard

mengalami gangguan sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan

kelemahan, fatigue, menurunnya kemampuan aktivitas fisik, dan gejala

hipoperfusi lainnya. (Sitompul, Barita., Sugeng, JI. 2003)

Pada disfungsi diastolik, terjadi gangguan relaksasi miokard akibat

peningkatan kekakuan dinding ventrikel dan penurunan compliance sehingga

Page 11: Refrat Kita

11

pengisian ventrikel saat fase diastol terganggu.Gagal jantung diastolik

didefinisikan sebagai gagal jantung dengan fraksi ejeksi lebih dari

50%.Disfungsi sistolik dan diastolik seringkali dijumpai bersamaan dan

timbulnya gagal jantung sistolik bisa mempengaruhi fungsi

diastolik.Diagnosis gagal jantung sistolik atau diastolik tidak dapat

ditentukan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik saja.Diagnosis dibuat

dengan pemeriksaan Doppler-ekokardiografi aliran darah mitral dan aliran

vena pulmonalis.Gagal jantung dapat memengaruhi jantung kiri, jantung

kanan, atau keduanya (biventrikel), namun dalam praktik jantung kiri yang

sedang terkena.Manifestasi tersering dari gagal jantung kiri adalah dispnea,

atau perasaan kehabisan napas. Hal ini terutama disebabkan oleh penurunan

compliance paru akibat edema dan kongesti paru dan oleh peningkatan

aktivitas reseptor regang otonom di dalam paru. Dispnea paling jelas

sewaktu aktivitas fisik (dyspneu d’effort).Dispnea juga jelas saat pasien

berbaring (ortopnea) karena meningkatnya jumlah darah vena yang kembali

ke toraks dari ekstremitas bawah dan karena pada posisi ini diafragma

terangkat.Dispnea nokturnal paroksismal adalah bentuk dispnea yang

dramatik; pada keadaan tersebut pasien terbangun dengan sesak napas hebat

mendadak disertai batuk, sensasi tercekik, dan mengi. Manifestasi lain gagal

jantung kiri adalah kelelahan otot, pembesaran jantung, takikardia, bunyi

jantung ketiga (S3) gallop, ronki basah halus di basal paru, karena aliran

udara yang melewati alveolus yang edematosa. Terjadi krepitasi paru karena

edema alveolar dan edema dinding bronkus dapat menyebabkan mengi.

Seiring dengan bertambahnya dilatasi ventrikel, otot papilaris bergeser ke

lateral sehingga terjadi regurgitasi mitral dan murmur sistolik bernada tinggi.

Dilatasi kronis atrium kiri juga dapat terjadi dan menyebabkan fibrilasi

atrium yang bermanifestasi sebagai denyut jantung “irregularly

irregular”(tidak teratur secara tidak teratur). (Sitompul, Barita., Sugeng, JI.

2003)

Page 12: Refrat Kita

12

Manifestasi utama dari gagal jantung kanan adalah bendungan vena

sistemik dan edema jaringan lunak.Kongesti vena sistemik secara klinis

tampak sebagai distensi vena leher dan pembesaran hati yang kadang-kadang

nyeri tekan.Bendungan ini juga menyebabkan peningkatan frekuensi

trombosis vena dalam dan embolus paru.Edema menyebabkan penambahan

berat dan biasanya lebih jelas di bagian dependen tubuh, seperti kaki dan

tungkai bawah.Pada gagal ventrikel yang lebih parah, edema dapat menjadi

generalista.Efusi pleura sering terjadi, terutama di sisi kanan, dan mungkin

disertai efusi perikardium dan asites.Pada gagal jantung kanan ditemukan

dispneu, namun bukan ortopneu atau PND.Pada palpasi mungkin didapatkan

gerakan bergelombang yang menandakan hipertrofi ventrikel kanan dan/atau

dilatasi, serta pada auskultasi didapatkan bunyi jantung S3 atau S4 ventrikel

kanan. (Sitompul, Barita., Sugeng, JI. 2003)

b.4 Gambaran Klinis

2.4.1 Kerangka Konsep

Tiga metode gagal jantung yang dipakai dalam menggambarkan

manifestasi klinis adalah perbandingan gagal depan dan gagal

belakang, perbandingan gagal sistolik dan diastolic, dan perbandingan

gagal jantung kanan dan gagal jantung kiri. Gagal ke depan (gagal

curah-tinggi) dicirikan dengan curah jantung melebihi nilai normal

menurut usia, jenis kelamin, dan ukuran tetapincurah jantung ini masih

tidak mencukupi kebutuhan tubuh akan darah teroksigenasi. Gagal

jantung belakang (gagal curah-rendah) dicirikan dengan curah jantung

yang sangat menurun di bawah nilai normal menurut usia, jenis

kelamin, dan ukuran. Tanda khas gagal ke depan adalah mudah lelah,

lemah, dan gangguan mental akibat curah jantung yang sangat

menurun, sedangkan tanda khas gagal jantung ke belakang adalah

kongesti paru dan edema yang menunjukkan aliran balik darah akibat

gagal vetrikel. (Sylvia & Lorraine. 2006)

Page 13: Refrat Kita

13

Istilah gagal jantung kanan dan gagal jantung kiri menyiratkan

fungsi pemompaan ventrikel yang terpisah satu dengan yang

lainnya.Meskipun pembedaan ini bermanfaat dalang penggolongan

gejala, tetapi harus diingat bahwa terdapat saling ketergantungan antar

ventrikel tersebut. Secara anatomis, saling ketergantungan antar

ventrikel dapat terlihat dari dingding pemisah, yaitu septum

intraventrikularis, dan serabut-serabut otot yang membentuk dinding

vetrike

2.4.2 Efek Morfologi Gagal Jantung kiri

Efek morfologik dan klinis dari gagal jantung kongestif sisi kiri

terutama terjadi karena pembendungan progresif darah di dalam

sirkulasi paru dan akibat berkurangnya tekanan dan aliran darah perifer

(Robbins & Contran. 2009)

Pada gagal jantung kiri padat di temukan beberapa morfologi

diantaranya :

1. Jantung

Temuan di jantung bervariasi bergantung pada kuasa

proses penyakit, mungkin dijumpai kelainan seperti infrak

miokardium atau deformitas katup. Ruang jantung ini

biasanya mengalami hipertrofi dan sering kali dilatasi, kadang

kadang cukup massif, kecuali pada obstruksi di katup mitral

atau proses lain yang membatasi ukuran ventrikel kiri.

Biasanya terdapat perubahan nonspesifik berupa hipertrofi

dan fibrosis miokardium.Pembesaran sekunder atrium kiri

yang menyebabkan fibrasi atrium (yi.Kontraksi atrium yang

tidak-terkoordinasi dan kacau) mungkin menyebabkan

berkurangnya isi sekuncup atau menyebabkan stasis darah

dan mungkin pembentukan thrombus (terutama di apendiks

atrium).Fibrilasi atrium kiri menimbulkan resiko terjadinya

Page 14: Refrat Kita

14

stroke embolik.Efek gagal jantung sisi kiri di luar jantung

paling jelas ditemukan di paru meskipun ginjal dan otak juga

mungkin terkena. (Robbins & Contran. 2009)

2. Paru

Tekanan di vena-vena paru meningkat dan akhirnya

disalurkan balik (retrograd) ke kapiler dan arteri. Hasilnya

adalah kongesti dan edema paru, dengan paru yang berat

basah. Bahwa perubahan secara berurutan mencakup hal-hal

berikut. Yaitu (1) transudate perivascular dan interstisium,

terutama di septum antar lobules, yang merupakan penyebab

terbentuknya garis kerley B pada pemeriksaan sinar-X, (2)

pelebaran edematosa septum alveolus yang progresif, dan (3)

akumulasi cairan edema di ruang alveolus. Selain itu, protein-

protein yang mengandung besi di cairan edem dan

hemoglobin dari eritrosit, yang bocor dari kapiler yang

terbendung hemosiderin. Adanya makrofag yang mengandung

hemosiderin di alveolus(disebut siderofag atau sel gagal

jantung) menandakan bahwa pernah terjadi serangan edema

paru. (Robbins & Contran. 2009)

Perubahan-perubahan anatomic ini menyababkan gejala

klinis yang mencolok.Dispnea (sesak nafas), biasanya

merupakan keluhan paling dini dan utama dari pasien dengan

gagal jantung sisi kiri, adalah rasa sesak nafas (seperti habis

berolahraga) yang berlebihan. Jika keadaan memburuk,

timbul ortopnea, yaitu dyspnea ketika pasien berbaring dan

mereda apabila ia duduk atau berdiri. Oleh karena itu, pasien

ortopnea harus tidur dalam posisi duduk tegak. Dispnea

nokturmal paroksismal merupakan kelanjutan ortopenea yang

berupa serangan dispnea berat hamper seperti tercekik,

Page 15: Refrat Kita

15

biasanya terjadi pada malam hari. Batuk adalah keluhan gagal

jantung kiri yang sering dijumpai (Robbins & Contran. 2009)

(Sylvia & Lorraine. 2006)

3. Ginjal

Berkurangnya curah jantung menyebabkan penurunan

perfusi ginjal, yang mengaktifkan sistem renin-angiotensin-

aldosteron, yang menginduksi retensi garam dan air serta

menyebabkan ekspansi cairan intertisium dan volume darah.

Reaksi kompensasi ini dapat ikut berperan menyebabkan

edema paru pada gagal jantung sisi kiri dan akan di atasi oleh

pelepasan ANP melalui dilatasi atrium, yang bekerja dengan

mengurangi volume darah yang berlebihan. Jika defisit

perfusi ginjal cukup parah, terjadi gangguan ekskresi produk

nitrogen yang menyebabkan azotemia, yang dalam hal

tersebut azotemia prarenal. (Robbins & Contran. 2009)

Page 16: Refrat Kita

16

4. Otak

Pada gagal jantung kongestif tahap lanjut, hipoksia

serebelum dapat menyebabkan ensefalopati hipoksik, disertai

dengan iritabilitas, berkurangnya konsentrasi, dan kegelisahan

yang bahkan dapat berlanjut menjadi stupor dan koma.

(Robbins & Contran. 2009)

2.5 Diagnosis

Selain dari gejala-gejala yang timbul dapat juga kita tegakkan dengan

pemeriksaat fisik yang antara lain kita bisa dapatkan.

Penegakan diagnosis gagal jantung dibuat berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik, EKG, foto thorax, ekokardigrafi-doppler dan kateterisasi. 

Klasifikasi fungsional dari The New York Heart Association (NYHA),

umum dipakai untuk menyatakan hubungan antara awitan gejala dan derajat

latihan fisik : 

Klas I : Tidak timbul gejala pada aktivitas sehari-hari, gejala akan

timbul pada aktivitas yang lebih berat dari aktivitas sehari

hari. 

Klas II : Gejala timbul pada aktivitas sehari-hari. 

Klas III : Gejala timbul pada aktivitas lebih ringan dari aktivitas sehari

hari. 

Klas IV : Gejala timbul pada saat istirahat. 

Kriteria Framingham dapat pula dipakai untuk menegakkan diagnosis

gagal jantung kongestif. 

Page 17: Refrat Kita

17

Kriteria mayor: 

1. Paroxismal Nocturnal Dispneu 

2. distensi vena leher 

3. ronkhi paru 

4. kardiomegali 

5. edema paru akut 

6. gallop S3 

7. peninggian tekanan vena jugularis 

8. refluks hepatojugular 

Kriteria minor: 

1. edema ekstremitas 

2. batuk malam hari 

3. dispneu de effort 

4. hepatomegali 

5. efusi pleura 

6. takikardi 

7. penurunan kapasitas vital sepertiga dari normal 

Diagnosis ditegakkan dari 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 1

kriteria minor harus ada pada saat yang bersamaan. Penyakit jantung koroner

merupakan etiologi gagal jantung akut pada 60-70% pasien, terutama pada

usia lanjut. Contoh klasik gagal jantung akut adalah robekan daun katup

secara tiba-tiba akibat endokarditis, trauma atau infark miocard luas.Curah

jantung yang menurun tiba-tiba menyebabkan penurunan tekanan darah

disertai edema perifer. (Mansjoer.1999))

2.6 Pemeriksaan Penunjang

2.6.1 Radiografi toraks

Foto thoraks harus diperiksakan secepat mungkin saat masuk

pada semua pasien yang diduga gagal jantung, untuk menilai derajat

Page 18: Refrat Kita

18

kongesti paru, dan untuk mengetahui adanya kelainan paru dan jantung

yang lain seperti efusi pleura, infiltrat atau kardiomegali.

Pada pasien gagal jantung, foto toraks seringkali menunjukkan

kardiomegali (rasio kardiotorasik/ CTR >50%), terutama bila gagal

jantung sudah kronis). Ukuran jantung yang normal tidak

menyingkirkan diagnosis dan bisa didapatkan pada gagal jantung akut.

2.6.2 Elektrokardiografi (EKG)

Pemeriksaan EKG dapat memberikan informasi yang sangat

penting, meliputi frekuensi debar jantung, irama jantung, sistem

konduksi dan kadang etiologi dari gagal jantung itu sendiri.

Pada elektrokardiografi 12 lead didapatkan gambaran

abnormal pada hampir seluruh penderita dengan gagal jantung

(90%), meskipun gambaran normal dapat dijumpai pada 10%

kasus. Gambaran yang sering didapatkan antara lain gelombang Q,

abnormalitas ST-T, hipertrofi ventrikel kiri, bundle branch block,

fibrilasi atrium, gangguan konduksi dan aritmia.

(BMJ.2010)

Page 19: Refrat Kita

19

2.6.3 Ekokardiografi

Ekokardiografi harus dilakukan pada semua pasien dengan

dugaan klinis gagal jantung. Ekokardiografi memegang peranan yang

sangat penting untuk evaluasi kelainan struktural dan fungsional dari

jantung berkaitan dengan gagal jantung. Dimensi ruang jantung, fungsi

ventrikel (sistolik dan diastolik), dan abnormalitas dinding jantung

dapat dinilai, dan penyakit katup jantung dapat disingkirkan.

Pencitraan echo/ dopler harus diperiksakan untuk evaluasi dan

memonitor fungsi sistolik ventrikel kiri dan kanan secara regional dan

global, fungsi diastolik, struktur dan fungsi valvular, kelainan

perikardium, komplikasi mekanis dari infark akut, adanya disinkroni,

juga dapat menilai semi kuantitatif, noon invasive, tekanan pengisian

dari ventrikel kanan dan kiri, stroke volume dan tekanan arteri

pulmonalis, yang dengan demikian bisa menentukan strategi

pengobatan. (Sudoyo A.W., dkk. 2006.)

2.7 Penatalaksanaan

2.7.1 Terapi Farmako

1. Diuretik 

Diuretik akan mengurangi kongestif pulmonal dan edema

perifer. Obat-obat ini bergunamengurangi gejala volume

berlebihan, termasuk ortopnea dan dispnea noktural

paroksimal.Diuretik menurunkan volume plasma dan selanjutnya

menurunkan preload jantung.Inimengurangi beban kerja jantung

dan kebutuhan oksigen. Diuretik juga

menurunkanafterload dengan mengurangi volume plasma

sehingga menurunkan tekanan darah. Obat-obat yangtermasuk

golongan ini adalah diuretik tiazid dan loop diuretik. (JW.

McGlynn, TJ. 1995)

Page 20: Refrat Kita

20

Diuretik merupakan cara paling efektif meredakan gejala

pada pasien-pasien dengan gagal jantung kongestif sedang sampai

berat.Sebagai terapi awal sebaiknya digunakan kombinasidengan

ACEI.Pada pasien dengan tanda-tanda retensi cairan hanya sedikit

pasien yang dapatditerapi secara optimal tanpa diuretik.

Tetapidiuresis berlebihan dapat menimbulkan ketidakseimbangan

elektrolit dan aktivasi neurohormonal(JW., McGlynn, TJ. 1995)

Kerja diuretik untuk mengurangi volume cairan ekstrasel dan

tekanan pengisian ventrikeltetapi biasanya tidak menyebabkan

pengurangan curah jantung yang penting secara klinis,terutama

pada pasien gagal jantung lanjut yang mengalami peningkatan

tekanan pengisianventrikel kiri, kecuali jika terjadi natriuresis

parah dan terus menerus yang menyebabkanturunnya volume

intravaskular yang cepat (JW., McGlynn, TJ. 1995)

Diuretik digunakan padarelieve pulmonary dan peripe heral

oedemaakibat masuknya natrium dan ekskresi kloridadengan cara

menghambat reabsorbsi natrium ditubula renal. Diuretik

menghilangkan retensinatrium pada CHF dengan menghambat

reabsorbsi natrium atau klorida pada sisi spesifik ditubulus

ginjal.Bumetamid, furosemid,dan torsemid bekerja pada tubulus

distal ginjal. Diuretik harus dikombinasikan dengan diet rendah

garam (kurang dari 3 gr/hari). Pasien tidak beresponterhadap

diuretik dosis tinggi karena diet natrium yang tinggi, atau minum

obat yang dapatmenghambat efek diuretik antara lain NSAID atau

penghambat siklooksigenase-2 ataumenurunya fungsi ginjal atau

perfusi (JW., McGlynn, TJ. 1995)

Pasien dengan gagal jantung yang lebih berat sebaiknya

diterapi dengan salah satu loopdiuretik, obat-obat ini onsetnya

cepat dan durasi aksinya cukup singkat.Pada pasien denganfungsi

cadangan ginjal yang masih baik, lebih disukai pemberian dosis

Page 21: Refrat Kita

21

tunggal dalam 2 dosisatau lebih. Pada keadaan akut atau jika

kondisi absorbs gastrointestinal diragukan, sebaiknyaobat-obat ini

diberikan intravena. Loop diuretik menghambat absorbsi klorida

asendenloop of henlemenyebabkan natriuresis, kaliuresis, dan

alkalosis metabolik. Obat ini aktif terutama padakeadaan

insufisiensi ginjal berat, tetapi mungkin perlu dosis yang lebih

besar (JW., McGlynn, TJ. 1995)

Manfaat terapi diuretik yaitu dapat mengurangi edema pulmo

dan perifer dalam beberapahari bahkan jam.Diuretik merupakan

satu-satunya obat yang dapat mengontrol retensi cairan pada gagal

jantung. Meskipun diuretik dapat mengendalikan gejala gagal

jantung dan retensicairan, namun diuretik saja belum cukup

menjaga kondisi pasien dalam kurun waktu yang lama.Resiko

dekompensasi klinik dapat diturunkan apabila pemberian diuretic

dikombinasikan denganACEI dan Bloker (JW., McGlynn, TJ.

1995)

Mekanisme aksinya dengan menurunkan retensi garamdan

air, yang karenanya menurunkanpreload ventrikuler (Katzung,

2004).

2. Antagonis Aldosteron

Penggunaan spironolakton sebagai antagonis aldosteron

menunjukkan penurunan mortalitas pada pasien dengan gagal

jantung sedang sampai berat.Aldosteron berhubungan dengan

retensiair dan natrium, aktivasi simpatetik, dan penghambatan

parasimpatetik.Hal tersebut merupakanefek yang merugikan pada

pasien dengan gagal jatung.Spironolakton meniadakan efek

tersebutdengan penghambatan langsung aktifitas aldosteron (JW.,

McGlynn, TJ. 1995)

Page 22: Refrat Kita

22

3. Obat-obat inotropik 

Obat-obat inotropik positif meningkatkan kontraksi otot

jantung dan meningkatkan curah jantung. Meskipun obat-obat ini

bekerja melalui mekanisme yang berbeda dalam tiap kasus

kerjainotropik adalah akibat peningkatan konsentrasi kalsium

sitoplasma yang memacu kontraksi otot jantung (JW., McGlynn,

TJ. 1995)

4. Digitalis

Obat-obat golongan digitalis ini memiliki berbagai

mekanisme kerja diantaranya pengaturankonsentrasi kalsium

sitosol.Hal ini menyebabkan terjadinya hambatan pada aktivasi

pompa proton yang dapat menimbulkan peningkatan konsentrasi

natrium intrasel, sehinggamenyebabkan terjadinya transport

kalsium kedalam sel melalui mekanisme pertukaran

kalsiumnatrium.Kadar kalsium intrasel yang meningkat itu

menyebabkan peningkatan kekuatankontraksi sistolik.Digoksin

merupakan prototipe glikosida jantung yang berasal dari Digitalis lanata.

Mekanismekerja digoksin melalui 2 cara, yaitu efek langsung dan tidak

langsung. Efek langsung yaitu meningkatkankekuatan kontraksi otot

jantung (efek inotropik positif).Hal ini terjadi berdasarkan penghambatan

enzim Na+, K+ -ATPase dan peningkatan arus masuk ion kalsium ke

intrasel.Efek tidak langsung yaitu pengaruh digoksin terhadap aktivitas

saraf otonom dan sensitivitas jantung terhadap neurotransmiter.Efek elektro

fisologi dapat memperlambat konduksi melalui nodus AV, dan pada dosis

toksik dapatmenyebabkan aritma atrium dan ventrikel.Indikasi untuk

payah jantung kongestif, fibrilasi atrium, takikardia atrium

proksimal dan flutter atrium.Mekanisme lainnya yaitu peningkatan

kontraktilitas otot jantung.Pemberian glikosidadigitalis

meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung menyebabkan

Page 23: Refrat Kita

23

penurunan volumedistribusi aksi, jadi meningkatkan efisiensi

kontraksi.(JW. McGlynn, TJ. 1995)

Terapi digoxin merupakan indikasi pada pasien dengan

disfungsi sistolik ventrikel kiri yanghebat setelah terapi diuretik

dan vasodilator.Obat yang termasuk dalam golongan

glikosida jantung adalah digoxin dan digitoxin.Glikosida jantung

mempengaruhi semua jaringan yangdapat dirangsang, termasuk

otot polos dan susunan saraf pusat.Mekanisme efek ini

belumdiselidiki secara menyeluruh tetapi mungkin melibatkan

hambatan Na+K +- ATPase didalam jaringan ini.(Katzung, 2001).

Hipokalemia dapat menyebabkan aritmia hebat. Penurunan

kadar kalium dalam serum seringditemukan pada pasien-pasien

yang mendapatkan thiazid atau loop diuretik dan biasanya

dapatdicegah dengan diuretik hemat kalium atau suplemen kalium

karbonat. Hiperkalsemia danhipomagnesemia juga menjadi

predisposisi terhadap toksisitas digitalis.(JW. McGlynn, TJ. 1995)

Tanda dan gejala toksisitas glikosida jantung yaitu anoreksia,

mual, muntah, sakit abdomen, penglihatan kabur, mengigau,

kelelahan, bingung, pusing, meningkatnya respons

ventilasiterhadap hipoksia, aritmia ektopik atrium dan ventrikel,

dan gangguan konduksi nodus sinoatrialdan atrioventrikel (JW.,

McGlynn, TJ. 1995)

5. Vasodilator

Gangguan fungsi kontraksi jantung pada gagal jantung

kongestif, diperberat oleh peningkatan kompensasi

padapreload (volume darah yang mengisi ventrikel selama

diastole)danafterload (tekanan yang harus diatasi jantung ketika

memompa darah ke sistem arteriol).Vasodilatasi berguna untuk

mengurangi preload  danafterload yang berlebihan,

dilatasi pembuluh darah vena menyebabkan

Page 24: Refrat Kita

24

berkurangnyapreload jantung dengan meningkatkankapasitas

vena, dilator arterial menurunkan resistensi arteriol sistemik dan

menurunkanafterload.Obat-obat yang berfungsi sebagai

vasodilator antara lain captopril, isosorbid dinitrat,hidralazin(JW.

McGlynn, TJ. 1995)

6. Inhibitor enzim pengkonversi angiotensin (Inhibitor ACE)

Obat-obat ini menghambat enzim yang berasal dari

angiotensin I membentuk vasokonstriktor kuat angiotensin II.

Inhibitor ACE mengurangi kadar angiotensin II dalam sirkulasi

dan jugamengurangi sekresi aldosteron, sehingga menyebabkan

penurunan sekresi natrium dan air.Inhibitor ACE dapat

menyebabkan penurunan retensi vaskuler vena dan tekanan

darah,menyebabkan peningkatan curah jantung. (JW. McGlynn,

TJ. 1995)

Pengobatan ini sangat menurunkan morbiditas dan

mortalitas.Penggunaan inhibitor ACEawal diutamakan untuk

mengobati pasien gagal ventrikel kiri untuk semua tingkatan,

denganatau tanpa gejala dan terapi harus dimulai segera setelah 10

infark miokard.Terapi dengan obatgolongan ini memerlukan

monitoring yang teliti karena berpotensi hipotensi

simptomatik.Inhibitor ACE ini tidak boleh digunakan pada wanita

hamil.Obat-obat yang termasuk dalamgolongan inhibitor enzim

pengkonversi angiotensin ini adalah kaptopril, enalapril, lisinopril,

danquinapril (JW. McGlynn, TJ. 1995)

2.7.2 Terapi non Farmako

Pada umumnya semua penderita gagal jantung dianjurkan untuk

membatasi aktivitas sesuai beratnya keluhan. Terapi nonfarmakologi

antara lain: diet rendah garam, mengurangi berat badan, mengurangi

lemak, mengurangi stress psikis, menghindari rokok, olahraga teratur.

Page 25: Refrat Kita

25

2.8 Diagnosisi banding gagal jantung

Diagnosis gagal jantung kongestif mungkin dapat ditentukan

dengan mengamati beberapa kombinasi manifestasi klinis gagal jantung,

bersama dengan karakteristik yang ditemui dari satu bentuk etiologi penyakit

jantung. Gagal jantung sulit dibedakan dengan penyakit paru. Emboli paru

juga ada dalam manifestasi gagal jantung, tetapi hemoptisis,nyeri dada

pleuritik, angkatan ventrikel kiri dan karakteristik yang tidak

cocok antara ventilasi dan perfusi harus mengarah ke diagnosis ini. Edema

pergelangan kaki mungkin disebabkan oleh vena varikosa, edema

siklik atau efek gravitasi tetapi pada pasien ini tidak ada hipertensi vena

jugularis saat istirahat atau dengan penekanan di atas abdomen.

Edema sekunder terhadap penyakit ginjal biasa dapat dikenal

dengan tes fungsi ginjal yang sesuai dan urinalisis, serta jarang

berkaitan dengan peningkatan tekanan vena jugularis. Pembesaran

hati dan asites terjadi dalam pas i en dengan s i ro s i s hepa t i t i s

dan j uga dapa t d ibedakan da r i gaga l j an tung dengan tekanan

vena jugularis yang normal dan tidak adanya refluks

abdominojugularis yang pos i t i f . D i agnos i s band ing un tuk

gaga l j an tung d i r i nc ikan s ebaga i be r i ku t : ( BMJ. 2010)

1. Sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS)

2. Trauma Akut

3. Altitude sickness

4. Asma

5. Syok kardiogenik 

6. Chronic obstructive pulmonary disease (COPD)

7. Overdosis Obatan

8. Infark miokard

9. Pneumonia

10. Fibrosis Pulmonal

11. Respiratory failure

Page 26: Refrat Kita

26

12. Sepsis

2.9 Komplikasi

Pada bayi dan anak yang menderita gagal jantung yang lama biasanya

mengalami gangguan pertumbuhan. Umumya, berat badan akan mengalami

hambatan yang lebih berat dari pada tinggi badan. (emedicine.2010)

Pada gagal jantung kiri dengan gangguan pemompaan pada ventrikel

kiri dapat mengakibatkan bendungan paru dan selanjutnya dapat

menyebabkan hipertrofi ventrikel kanan akibat dari pada kompensasi jantung

dan selanjutnya menimbulkan dispnea. Pada gagal jantung kanan dapat

terjadinya hepatomegaly, asites, bendungan pada vena perifer dan gangguan

gastrointestinal. Menurut Brunner & Suddarth, potensial komplikasi

mencakup syok kardiogenik, episode tromboemboli, efusi pericardium dan

tamponade pericardium. (emedicine.2010)

BAB III

Page 27: Refrat Kita

27

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Penderita gagal jantung kiri akan mengalami sesak nafas, peningkatan

denyut nadi,dispnu atau takhipnea, kulit dingin dan pucat, distensi vena

jugularis, saat diauskultasisuara paru crackles. Mekanisme kompensasi

jantung dalam merespon keadaan yang menyebabkan kegagalan jantung

dengan mekanisme Frank-Starling, aktivasineurohomonal, dan dengan

hipertrofi otot jantung, untuk mempertahankancardiac output dan dalam

memenuhi suplai oksigen.

Penatalaksanaan perlu diberikan sedini mungkinagar tidak terjadi

komplikasi yang lebih parah seperti gagal jantung kongestif atau

syok kardiogenik.Intervensi dapat diberikan secara farmakologik maupun

non farmakologik.

3.2 Saran

Bagi penderita sebaiknya melakukan terapi nonfarmakologis seperti

diet rendah garam jika sensitif terhadap garam, mengurangi berat badan jika

mengalami obesitas, menghindari lemak berlebih, mengurangi stres psikis,

menghindari rokok, olahraga teratur. 

Terapi farmakologis yang bisa diberikan adalah β blocker golongan

kardioseletif seperti atenolol, diuretik untuk mengurangi timbunan cairan,

digitalis efek cepat (digoxin) untuk meningkatkan kontraktilitas, dan jika

perlu diberikan golongan Ca antagonis untuk mengurangi impuls saraf.

DAFTAR PUSTAKA

Page 28: Refrat Kita

28

Burndside, JW., McGlynn, TJ. 1995. Diagnosis Fisik. Alih Bahasa : Lumanto,

Henny. Jakarta : EGC.

Brosche Theresa Ann Middleton. 2011. Buku Saku EKG. Alih Bahasa : Leo Rendy.

Jakarta. EKG

Davis, M.K., 2010. ABC gagal jantung: gagal jantung kongestif di communitytrends

dalam insiden dan kelangsungan hidup dalam jangka waktu 10 tahun .

BMJ: 297-300. Di akses tanggal 20 Maret 2012

Emedicine.medscape.com/article/163062-overview. Di akses 20

Maret 2012

Katzung BG. Farmakologi Dasar Klinik. Salemba Medika. 2001

Mansjoer Arif, dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta. Media Aesculapius.

FKUI

Price Sylvia A & Wilson Loraine M. 2006.Patofisiologi. Konsep Klinis proses

proses Penyakit.Jakarta. EGC

Robiin & Contran. 2009. Dasar Patologi Penyakit. Edisi 3. Jakarta. EGC

Santi Caroline. 2010. Gagal Jantung Kongestif di Masyarakat kota Makasar. Skripsi.

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanudin, Makasar. Hal 1. (Tidak

dipublikasikan)

Sitompul, Barita., Sugeng, JI. 2003. Gagal Jantung. Dalam : Buku Ajar Kardiologi.

Editor : Rilanto, LI dkk. Jakarta : FK UI.

Sudoyo A.W., Setiyohadi B., Alwi Idrus, Simadibrata M., Setiati S. 2006. Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam Edisi keempat Jilid II. FKUI. Jakarta

Tagor, GM.H. 2003. Hipertensi Esesial. Dalam :Buku Ajar Kardiologi. Editor :

Rilanto, LI dkk. Jakarta : FK UI.