refkas rsk

16
LAPORAN KASUS RHINOSINUSITIS KRONIS DENGAN POLIP NASI Disusun Oleh: Muhammad Fikru Rizal 10/299331/KU/13926 Pembimbing: dr. Arif Budiwan, M.Si.Med., Sp.THT-KL PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER PROFESI 1

Upload: irfanharis

Post on 16-Nov-2015

225 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

RSK

TRANSCRIPT

LAPORAN KASUS

RHINOSINUSITIS KRONIS DENGAN POLIP NASI

Disusun Oleh:

Muhammad Fikru Rizal

10/299331/KU/13926

Pembimbing:

dr. Arif Budiwan, M.Si.Med., Sp.THT-KL

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER PROFESI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

2014

BAB I

PENDAHULUAN

Rinosinusitis kronis diderita oleh sekitar 14 % populasi secara global1. Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya rhinosinusitis kronis. Faktor tersebut meliputi faktor lokal (variasi anatomi), faktor individu dan faktor non individu. Banyak variasi anatomi meyebabkan penyakit sinus kronis dengan menimbulkan obstruksi pada kompleks osteomeatal (KOM) dan mempengaruhi pola transport mukosilier. Variasi anatomis tersebut bisa berupa deviasi septum dam double conchae.2,3BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. RHINOSINUSITIS KRONISA. DEFINISI

Rinosinusitis kronis adalah inflamasi mukosa hidung dan sinus paranasal yang dapat ditegakkan berdasarkan riwayat gejala yang diderita sudah lebih dari 12 minggu, dan sesuai dengan 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor ditambah 2 kriteria minor. Gejala Mayor: nyeri sinus, hidung buntu, ingus purulen, post nasal drip, gangguan penghidu, sedangkan Gejala Minor: nyeri kepala, nyeri geraham, nyeri telinga, batuk, demam, halitosis. Sesuai anatomi sinus yang terkena, sinusitis dapat dibagi menjadi sinusitis maksila, sinusitis etmoid, sinusitis frontal dan sinusitis sfenoid. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis Sinusitis yang paling sering ditemukan ialah sinusitis maksila dan sinusitis etmoid, sinusitis frontal dan sinusitis sfenoid lebih jarang. 4B. ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI

Rinosinusitis dapat disebabkan oleh alergi (musiman, perenial atau karena pekerjaan tertentu), Infeksi seperti beberapa bakteri patogen yang sering ditemukan pada kasus kronis adalah Stafilokokus 28%, Pseudomonas aerugenosa 17% dan S. aureus 30%. Ketiganya ini mempunyai resistensi yang tinggi terhadap antibiotik, misalnya Pseudomonas aerugenosa resisten terhadap jenis kuinolon. Jenis kuman gram negatif juga meningkat pada sinusitis kronis demikian juga bakteri aerobik termasuk pada sinusitis dentogenik. Bakteri rinosinusitis kronis paling sering adalah Peptococci, Peptostreptococci, Bacteriodes dan Fusobacteria. Rinosinusitis kronis juga dapat disebabkan oleh kelainan (struktur anatomi, seperti variasi KOM, deviasi septum, hipertrofi konka) atau penyebab lain (idiopatik, faktor hidung, hormonal, obat-obatan, zat iritan, jamur, emosi, atrofi). ISPA akibat virus, bermacam rinitis terutama rinitis hormonal pada wanita hamil, polip hidung, infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik, diskinesia silia seperti pada sindrom kartagener dan penyakit fibrosis kistik bias menyebabkan Rinosinusitis. C. PATOFISIOLOGI Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens mukosiliar didalam KOM. Mukus juga mengandung substansi antimikroba dan zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan.

Organ-organ yang membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema, mukosa yang berdekatan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negatif didalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula serous. Kondisi ini bisa dianggap sebagai rinositis non-bakterial dan biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan.

Bila kondisi ini menetap, sekret yang terkumpul dalam sinus merupakan media yang baik untuk tumbuhnya dan multipikasi bakteri. Sekret menjadi purulen. Keadaan ini disebut sebagai rinosinusitis akut bakterial dan memerlukan terapi antibiotik.

Jika terapi tidak berhasil (misalnya karena ada faktor predisposisi), inflamasi berlanjut, terjadi hipoksia dan bakteri anaerob berkembang. Mukosa makin membengkak dan ini merupakan rantai siklus yang terus berputar sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi kronik yaitu hipertrofi, polipoid atau pembengkakan polip dan kista. D. KLASIFIKASI

Menurut Cauwenberg berdasarkan perjalanan penyakitnya terbagi kepda Sinusitis akut, bila infeksi berlangsung dari beberapa hari sampai 4 minggu, sinusitis subakut, bila infeksi berlangsung dari 4 minggu sampai 3 bulan dan sinusitis kronik, bila infeksi berlangsung lebih dari 3 bulan. Berdasarkan gejalanya disebut akut bila terdapat tanda-tanda radang akut, subakut bila tanda akut sudah reda dan perubahan histologik mukosa sinus masih reversibel, dan kronik bila perubahan tersebut sudah irreversibel, misalnya menjadi jaringan granulasi atau polipoidE. TANDA DAN GEJALA

Keluhan utama rhinosinusitis akut ialah hidung tersumbat disertai nyeri atau rasa tekanan pada muka dan ingus purulen, yang seringkali turun ke tenggorok( Post nasal drip). Gejala rinosinusitis akut sering didahului oleh infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) oleh karena firus dengan rinore yang jernih. Gejala ISPA pada umumnya membaik sendiri dalam 5 7 hari. Jika gejala tidak membaik setelah 7 hari diagnosis rhinosinusitis akut hendaknya dipertimbangkan. Gejala klinis rhinosinusitis akut dapat digolongkan menjadi gejala mayor dan gejala minor.Gejala mayor: buntu hidung, ingus purulen, sakit pada daerah muka (pipi, dahi, hidung), gangguan penciuman.Gejala minor yakni: batuk, febris, tenggorok berlendir, nyeri kepala, nyeri geraham, mulut berbau.

Rhinosinusitis kronis didefinisikan sebagai infeksi yang menetap dalam sinus paranasalis selama 90 hari atau lebih. Kerapkali hal ini menjadi tantangan bagi para dokter untuk membuat diagnosis rinosinusitis oleh karena gejala bervariasidan sering kali tidak spesifik. Gejala sinusitis kronis antara lain:

Lendir yang tebal, berwarna kuning atau kehijauan yang keluar dari hidung atau ada di bagian bawah dari belakang tenggorokan

Gangguan pernapasan atau hidung tersumbat, menyebabkan sulit bernapas menggunakan hidung

Gatal pada langit-langit rahang dan gigi

Berkurangnya kemampuan mencium dan mengecap

Batuk, yang mungkin memburuk pada malam hariTanda dan gejala lain dapat termasuk:

Sakit telinga

Sakit tenggorokan

Napas bau (halitosis)

Kelelahan atau cepat marah

Mual

Tanda dan gejala sinusitis kronis sama dengan sinusitis akut, kecuali sinusitis kronis akan terjadi lebih lama dan sering menyebabkan kelelahan yang lebih signifikan. Sinusitis kronis adalah sinusitis yang menyerang lebih dari delapan minggu atau akan kembali lagi setelah hilang. Tidak seperti sinusitis akut, demam bukanlah tanda umum dari sinusitis kronis.F. DIAGNOSIS Diagnosis rinosinusitis kronis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis yang bagus, pemeriksaan fizik dan pemerksaan penunjang yang sesuai.

Riwayat gejala yang diderita sudah lebih dari 12 minggu, dan sesuai dengan 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor ditambah 2 kriteria minor dari kumpulan gejala dan tanda menurut International Consensus on Sinus Disease, 1993. dan 200414,15. Kriteria mayor terdiri dari: sumbatan atau kongesti hidung, sekret hidung purulen, sakit kepala, nyeri atau rasa tertekan pada wajah dan gangguan penghidu. Kriteria minornya adalah demam dan halitosis. Keluhan rinosinusitis kronik seringkali tidak khas dan ringan bahkan kadangkala tanpa keluhan dan baru diketahui karena mengalami beberapa episode serangan akut.

Dilakukan pemeriksaan fizik hidung, iaitu Rinoskopi anterior. Rinoskopi anterior dengan cahaya lampu kepala yang adekuat dan kondisi rongga hidung yang lapang (sudah diberi topikal dekongestan sebelumnya) Dengan rinoskopi anterior dapat dilihat kelainan rongga hidung yang berkaitan dengan rinosinusitis kronik seperti udem konka, hiperemi, sekret (nasal drip), krusta, deviasi septum, tumor atau polip.Rinoskopi posterior bila diperlukan untuk melihat patologi di belakang rongga hidung. Pemeriksaan nasoendoskopi ini sangat dianjurkan karena dapat menunjukkan kelainan yang tidak dapat terlihat dengan rinoskopi anterior. Endoskopi nasal, dapat menilai kondisi rongga hidung, adanya sekret, patensi kompleks ostiomeatal, ukuran konka nasi, udem disekitar orifisium tuba, hipertrofi adenoid dan penampakan mukosa sinus. Indikasi endoskopi nasal yaitu evaluasi bila pengobatan konservatif mengalami kegagalan. Untuk rinosinusitis kronik, endoskopi nasal mempunyai tingkat sensitivitas sebesar 46 % dan spesifisitas 86 %.

Radiologi, merupakan pemeriksaan tambahan yang umum dilakukan, meliputi X-foto posisi Water, CT-scan, MRI dan USG. CT-scan merupakan modalitas pilihan dalam menilai proses patologi dan anatomi sinus, serta untuk evaluasi rinosinusitis lanjut bila pengobatan medikamentosa tidak memberikan respon. Untuk menghemat biaya, cukup potongan koronal tanpa kontras. Dengan potongan ini sudah dapat diketahui dengan jelas perluasan penyakit di dalam rongga sinus dan adanya kelainan di KOM (kompleks ostiomeatal). Sebaiknya pemeriksaan CT scan dilakukan setelah pemberian terapi antibiotik yang adekuat, agar proses inflamasi pada mukosa dieliminasi sehingga kelainan anatomis dapat terlihat denganjelas.Ini mutlak diperlukan pada rinosinusitis kronik yang akan dilakukan pembedahan.

Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan antara lain adalah sitologi nasal, biopsi, pungsi aspirasi dan bakteriologi, tes alergi, tes fungsi mukosiliar : kliren mukosiliar, frekuensi getar siliar, mikroskop elektron dan nitrit oksida, penilaian aliran udara nasal (nasal airflow): nasal inspiratory peakflow, rinomanometri, rinometri akustik , rinostereometri, dan tes fungsi olfaktori: threshold testing dan Laboratorium : pemeriksaan CRP ( C-reactive protein)II.2. POLYP NASIA. DEFINISIPolip nasi merupakan kondisi peradangan kronis pada mukosa hidung dan sinus paranasal yang ditandai dengan terbentuknya massa edematous dan infiltrasi sel inflamasi. 4B. KLASIFIKASI Berdasarkan tipenya, rhinosinusitis dengan polip nasi dibedakan menjadi Eosinophilic Chronic Rhinosinusitis (ECRS) dan Non Eosinophilic Chronic Rhinosinusitis (NECRS). Eosinophilic Chronic Rhinosinusitis terdapat pada sebagian besar kasus pada pasien yaitu mencapai 80% kasus.

Berdasarkan ukurannya, polip nasi diklasifikasikan dan disusun secara gradasi menjadi :

Grade 0 polip tidak terlihat.

Grade 1 polip nasi berada pada meatus media.

Grade 2 polip nasi keluar dari meatus media tetapi belum menimbulkan obstruksi.

Grade 3 polip nasi memenuhi seluruh cavum nasi sehingga dapat menimbulkan obstruksi aliran udara.C. TANDA DAN GEJALA Obstruksi hidung sensasi tersumbat sampai dengan adanya hambatan aliran udara,

Anosmia obstruksi celah olfaktorius atau inflamasi pada mukosa pars olfaktorius.

Rhinorea efek eksudasi karena peradangan. Pada pemeriksaan fisik, polip nasi digambarkan sebagai massa pucat yang berada di cavum nasi dan sinus paranasalis.

Massa polip nasi dapat bervariasi berupa massa dengan konsistensi lunak ataupun kenyal. D. DIAGNOSIS

Untuk mendiagnosis polip nasi dapat dilakukan dengan menemukan gejala dan tanda pada pasien dan dapat didukung dengan pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang :

CT Scan sinus paranasal area yang terlibat (perluasan)

Histopatologi jenis E. TERAPI Pada pasien ini dilakukan tindakan operasi polipektomi dan Caldwell-Luc Antrostomy. Prinsip penatalaksanaan rinosinusitis meliputi pengobatan dan pencegahan infeksi, perbaikan patensi otium sinus, perbaikan mukosilia dan menkan keradangan mukosa saluran nafas. Penatalaksanaan medis rinosinusitis merupakan pendekatan bertahap. Sekali diagnosis rinosinuitis ditegakkan, terapi dengan antibiotika secara umum merupakan terapi lini pertama. Pembuntuan ostium inus perlu dihilangkan dengan dekongestan agar drainase sinus kembali normal. Terapi medikamentosa memegang peranan dalam penanganan rinosinusitis kronik yakni berguna dalam mengurangi gejala dan keluhan penderita, membantu dalam diagnosis rinosinusitis kronik (apabila terapi medikamentosa gagal maka cenderung digolongkan menjadi rinosinusitis kronik) dan membantu memperlancar kesuksesan operasi yang dilakukan. Jika ditemukan faktor predisposisinya, maka dilakukan tata laksana yang sesuai dan diberi terapi tambahan. Pilihan antibiotika harus mencakup -laktamase seperti pada terapi sinusitis akut lini ke II, yaitu amoksisillin klavulanat atau ampisillin sulbaktam, sefalosporin generasi kedua, makrolid, klindamisin. Jika ada perbaikan antibiotik diteruskan mencukupi 10 14 atau lebih jika diperlukan. Jika faktor predisposisi tidak ditemukan maka terapi sesuai pada episode akut lini II + terapi tambahan. Terapi medik tambahan adalah dekongestan oral,kortikosteroid oral, mukolytic, antihistamine, Diartemi, Proet dan irigasi sinus. Sambil menunggu ada atau tidaknya perbaikan, diberikan antibiotik alternative 7 hari atau buat kultur. Jika ada perbaikan teruskan antibiotik mencukupi 10-14 hari. BAB III

LAPORAN KASUSI. IDENTITAS PASIENNama : Bp. H

Umur : 69 thn

Jenis kelamin

: Laki-laki

Pekerjaan

: Pensium

Agama : Islam

II. ANAMNESISKeluhan Utama: Hidung tersumbat

Riwayat Penyakit Sekarang Sejak 4 bulan SMRS Os mengeluh dirasakan tersumbat pada hidung kanan, disertai dengan keluarrnya cairan encer dan jernih dari kedua lubang hidung, bercampur darah (-), cairan yang keluar berupa darah (-). Cairan keluar paling banyak terutama pagi dan malam hari. Cairan dari hidung juga keluar banyak saat cuaca panas dan wajahnya terasa panas. Keluhan dirasakan terus menerus dan tidak pernah sembuh secara total. Os mengaku sesak nafas akibat hidung tersumbat.

Os mengeluh nyeri pada pipi yang kanan. Nyeri yang dirasakan disertai dengan sakit kepala dan Os merasakan kepalanya menjadi berat dirasakan setiap saat. Os mengeluh hidung kanan sering tersumbat, penciuman berkurang. Os merasakan ada lendir mengalir ke tengorokkan sejak 4 bulan yang lalu. Os mengeluh sering menelan cairan dan merasakan sering basah di tenggorokannya. Nyeri pada dahi atau seluruh kepala disangkal, nyeri pada belakang bola mata disangkal, nyeri pada kepala belakang , sekitar ubun-ubn dan di belakang telinga disangkal. Os tidak merasakan demam, deman, batuk, bersin, hidung gatal, denging. Os mengeluh hidung meler meler tapi disangkal jika terkena debu atau yang lain. Sering imisan disangkal, gangguan di telinga disangkal. Os mengaku mempunyai riwayat operasi 40 tahun yang lalu di hidung.

Riwayat Penyakit DahuluMengaku mempunyai riwayat pernah sakit serupa, asma disangkal, riwayat alergi makanan disangkal, riwayat alergi obat disangkal, mempunyai penyakit tekanan darah tinggi, penyakit gula, penyakit HCV, sirhosis hepar dan penyakit paru obstruktif kronis.

Riwayat Penyakit Keluargaiwayat sakit serupa (-), riwayat asma(-), alergi (-), riwayat penyakit jantung (-), riwayat penyakit darah tinggi (+), penyakit gula (+)

Obat yang sering digunakanSpirolactone, propanolol, ambroxol, cefixime, lanzoprazole, ranitidine, ondansentron

Obat masih digunakan: Propanolol, spirolactone, ambroxol, cefixime

III. PEMERIKSAAN FISIK

1. Telinga Dextra Sinistra

Aurikuler Dbn Dbn

Kanalis aurikularis Dbn Dbn

Membran timpani Dbn ,utuh, cone of light (+), berwarna putih mutiara Dbn ,utuh, cone of light (+)

Berwarna putih mutiara

2. Hidung

Palpasi : Nyeri pada pipi kanan Rhinoskopi anterior Dextra Sinistra

Cavum nasi Kelihatan massa putih, menggilap, tidak berdarah hasil dari disonde, ada sekret encer Ada sekret encer

Septum deviasi TAK TAK

3. Orofaring

Tonsil palatina: dbn

Tidak di dapati tanda inflammasi di dinding posterior

Pemeriksaan penunjang: CT coronal kepala

IV. DIAGNOSIS

Rhinosinusitis dengan polyp nasi

V. MANAJEMEN

1. Amox-clav ( Amoxicilin 500mg, clavunalic acid 125mg) -- 625mg 3 x 1

2. Ambroxol (Tiap tablet mengandung ambroksol hidroklorida 30 mg, Dewasa: sehari 3 kali 1 tablet)

3. Nacl 0,92%

4. Spret 10cc 2 dd 20 cc

Edukasi : Jaga kondisi, patuhi mpengobatan , control 14 hari atau sesegera mungkin jika ada keluhan.

BAB IV

DISKUSI

Rhinosinusitis kronis merupakan penyakit yang multifaktorial yang meliputi faktor individu seperti kelainan anatomis dan usia serta faktor non individu seperti lingkungan. Pada geriatri, fisiologi dan fungsi hidung mengalami perubahan. Hidung memanjang dan ujung hidung menurun karena kelemahan kartilago. Terdaapat pula penyempitan nasal valve yang menyebabkan penyumbatan hidung.

Pengobatan yang diberikan harus bersifat individual karena pasien ini merupakan pasien geritari yang harus diperhatikan penurunan fungsi hepar maupun ginjal. Selain itu, pasien juga memiliki penyakit yang lain yang juga sedang mendapatkan pengobatan. Hal tersebut harus diperhatikan untuk mencegah terjadinya efek samping yang berbahaya akibat interaksi obat. Polypectomi dapat dilakukan jika pengobatan tidak memberikan dampak yang baik.BAB V

KESIMPULAN

Telah dilaporkan seorang laki-laki usia 69 tahun dengan diagnosis rhinosinusitis kronis dan polyp nasi. Disarankan untuk pemeriksaan penunjang MSCT coronal kepala dan telah diberikan terapi antibiotik, dekongestan dan edukasi.

DAFTAR PUSTAKA1. Peric. A, Gacesa D. Etiology and pathogenesis of chronic rinosinusitis. Vojnosanitetski pregled. 2008 ; 65: 688-702

2. Chao Ting-Kuang. Uncommon anatomic variation in patients with chronic paranasal sinusitis. American Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery.2004; 09:221-225

3. Dwivedi A, Singh KK. CT of the paranasal sinuses : normal anatomy, variants and pathology. Journal of Optoelectronics and Biomedical Materials. 2010 ; 2 : 281-2824. Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD. ,2006. Head & Neck Surgery - Otolaryngology, 4th Edition. Philadephia, Lippincott Williams & Wilkins.

5. Dhillon, R.S., East, C.A., 2000. Ear, Nose and Throat and Head and Neck Surgery. New York: Churcill Livingstone.6. Ludman, H., Bradley, P., 2007. ABC Ear, Nose and Throath, 5th edition. UK: Blackwell Publishing.11