rsk radiologi.doc

41
REFERAT RHINOSINUSITIS KRONIS DENGAN POLIP NASI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan Stase Radiologi FK UGM/RSUP Dr. Sardjito Diajukan oleh: dr. Dika Amelinda 13/371593/PKU /14654 Pembimbing: dr. Yana Supriyana, PhD., Sp.Rad BAGIAN ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK – BEDAH KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN UGM / RSUP DR. SARDJITO

Upload: dika-amelinda

Post on 07-Nov-2015

46 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

REFERATRHINOSINUSITIS KRONIS DENGAN POLIP NASIDiajukan untuk memenuhi sebagian persyaratanStase Radiologi FK UGM/RSUP Dr. Sardjito

Diajukan oleh: dr. Dika Amelinda

13/371593/PKU/14654Pembimbing:dr. Yana Supriyana, PhD., Sp.RadBAGIAN ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHERFAKULTAS KEDOKTERAN UGM / RSUP DR. SARDJITOYOGYAKARTA2015iLEMBAR PERSETUJUANReferatRHINOSINUSITIS KRONIS DENGAN POLIP NASIDiajukan oleh : dr. Dika amelinda

13/371593/PKU/14654Dipresentasikan pada:Hari/Tanggal:..

Menyetujui,Pembimbingdr. Yana Supriyana, PhD., Sp.RadTanggal:..Mengetahui,Ketua Program Studi Radiologidr. Bambang Purwanto Utomo, Sp.RadTanggal:..iiDAFTAR ISIHalaman JuduliLembar PersetujuaniiDaftar IsiiiiBAB I. Pendahuluan1BAB II. Uraian3A. Anatomi Esofagus3B. Fisiologi Esofagus5C. Benda Asing Esofagus61. Definisi62. Epidemiologi63. Etiologi74. Gejala Klinis75. Diagnosis86. Penatalaksanaan9BAB III. Ringkasan11Lampiran12Daftar Pustaka14iiiBAB IPENDAHULUANRhinosinusitis adalah suatu proses inflamasi yang melibatkan mukosa hidung dan sinus paranasal dan merupakan salah satu masalah kesehatan yang mengalami peningkatan secara nyata dan memberikan dampak bagi pengeluaran finansial masyarakat. Rhinosinusitis sering terjadi pada usia antara 30-69 tahun. Prevalensi penyakit ini ditemukan lebih tinggi pada jenis kelamin wanita dibandingkan laki-laki. Etiologi rinosinusitis kronis bersifat multifaktorial meliputi faktor penjamu (host) baik sistemik maupun lokal, faktor mikrobial dan faktor lingkungan. 1,2,3

Rinitis dan sinusitis umumnya terjadi bersamaan, sehingga terminologi saat ini yang lebih diterima adalah Rhinosinusitis. Rinosinusitis dibagi menjadi kelompok akut dan kronik. Rhinosinusitis Kronik dibedakan lagi menjadi Rhinosinusitis Kronik dengan Nasal Polip dan tanpa Nasal Polip.1,2,3

Di Indonesia, prevalensi rinosinusitis kronis pada tahun 2004 dilaporkan sebesar 12,6% dengan perkiraan sebanyak 30 juta penduduk menderita rinosinusitis kronis.4

Polip nasi adalah kelainan mukosa hidung dan sinus paranasal berupa massa lunak yang bertangkai, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih keabuan dengan permukaan licin dan agak bening. Polip disebabkan oleh inflamasi kronik hidung dan membran mukosa sinus. Inflamasi kronik menyebabkan hiperplasia reaktif membran mukosa intranasal, sehingga terbentuk polip. Sampai sekarang mekanisme pembentukan polip yang sebenarnya belum diketahui secara pasti.5,6

Prevalensi nasal polip dilaporkan bervariasi antara 1% - 4% pada populasi. Manifestasi dari nasal polip biasanya sering usia > 20 tahun sampai pada usia 60 tahun. Nasal polip jarang terjadi pada anak-anak.5,

2

BAB IIURAIANA. Anatomi Sinus ParanasalSinus paranasal adalah ruangan udara yang terletak disekitar hidung. Ada 4 (empat) sinus paranasal sesuai dengan tempat keberadaannya pada tulang kepala yaitu frontal (frontalis), ethmoid (ethmoidalis), maksila (maksilaris), dan sphenoid (sphenoidalis).7,8,9 Sinus paranasal dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu kelompok anterior yang terdiri dari sinus frontal, sinus maksila dan sinus etmoid anterior yang bermuara pada meatus media, dan kelompok posterior yang terdiri dari sinus ethmoid posterior bermuara pada meatus superior dan sinus sfenoid yang bermuara pada resesus sfenoethmoidalis.Sinus frontalis merupakan sepasang ruangan berongga berbentuk segitiga dan terletak pada tulang frontal. Dasar dari bangunan segitiga sinus frontalis terletak diatas nasal bridge secara vertikal sejajar linea mediana sepanjang sekitar 3 cm. Apex bangunan segitiga sinus frontalis terletak pada sekitar 2/3 batas supraorbita. Drainase sinus frontalis terletak pada dinding lateral meatus media melalui duktus frontonasal yang melewati labyrinth ethmoidalis dan berlanjut menjadi infundibulum ethmoidalis pada hiatus semilunaris. Sinus frontalis mulai terbentuk saat usia 7 atau 8 tahun dan akan mencapai ukuran maksimal setelah memasuki masa pubertas. Pasokan darah pada sinus frontalis oleh arteri supraorbita dan ethmoidalis anterior. Drainase vena sinus frontalis melalui vena supraorbita dan ophtalmica superior. Drainase limfatik pada sinus frontalis adalah melalui limfonodi submandibula. Inervasi sinus frontalis diperankan oleh cabang supraorbita dari nervus ophtalmica.7,8Sinus ethmoidalis merupakan kavitas kecil berdinding tipis pada labyrinth ethmoidalis.7,8 Sinus ethmoidalis terdiri atas beberapa rongga air yang terbagi menjadi 3 (tiga) bagian yaitu anterior, media, dan posterior sesuai dengan lokasi aperturanya pada dinding lateral cavum nasi. Bagian anterior dari sinus ethmoidalis bermuara pada infundibulum ethmoidalis atau duktus frontonasalis. Bagian media dari sinus ethmoidalis bermuara pada bulla ethmoid atau dinding lateral diatasnya. Bagian posterior dari sinus ethmoidalis bermuara pada dinding lateral dari meatus nasi superior. Sinus ethmoidalis menerima pasokan darah dari arteri sphenopalatina cabang nasal, arteri ethmoidalis anterior dan posterior cabang dari arteri ophtalmica. Inervasi pada sinus ethmoidalis diperankan oleh nervus nasociliaris cabang ethmoidalis anterior dan posterior yang berasal dari nervus ophtalmica yang merupakan saraf sensoris. Nervus maksilaris juga menginervasi sinus ethmoidalis melalui cabang orbital dari ganglion pterygopalatina yang merupakan saraf parasympathetic secretomotor. Drainae limfatik pada sinus ethmoidalis melalui limfonodi submandibula dan retrofaringeal.7,8,9Sinus maksilaris merupakan sinus paranasal yang terbesar dan terletak pada os maksila.7,8 Sinus maksilaris merupakan rongga udara dengan dinding yang berhubungan dengan orbita di bagian atap, alveolar di bagian dasar, fasial di bagian anterior and sisi infratemporal dari maksila di bagian posterior. Pada sisi lateral, apex sinus maksiaris berhubungan dengan prosesus zygomaticus dan pada beberapa kasus dapat meluas ke tulang zygomaticus membentus resesus zygomaticus. Pintu dari sinus maksilaris terletak pada bagian atas dari dinding medialnya yang berhubungan dengan cavum nasi melalui bagian tengah dari hiatus semilunaris dan bermuara pada meatus nasi medial.7 Pasokan darah pada sinus maksilaris dari arteri maksilaris melalui cabang alveolar anterior, media, dan posterior, serta arteri palatine mayor. Vena beriringan dengan arteri yaitu melalui vena fasialis atau plexus vena pterygoid. Drainase limfatik melalui limfonodi submandibula. Persarafan pada sinus maksilaris diperankan oleh nervus maksilaris melalui infraorbita dan nervus alveolaris anterior, media, dan posterior.7,8,9 Sinus sphenoidalis merupakan rongga udara yang terletak pada superoposterior dari cavum nasi. Sinus sphenoidalis mempunyai muara pada atap cavum nasi melalui apertura pada dinding posterior dari resesus sphenoidalis. Sinus sphenoidalis pada sisi superior berhubungan dengan cavum craniales, terutama kelenjar hipofisis dan chiasma opticus. Pada sisi lateral, berhubungan dengan sinus cavernosus pada cavum craniales. Sisi anterior dan inferior, berhubungan dengan cavum nasi. Pasokan darah pada sinus sphenoidalis melalui arteri ophtalmica cabang etmoidalis posterior dan arteri sphenopalatina cabang nasal. Drainase vena melalui vena ethmoidalis posterior yang kemudian belanjut ke vena ophtalmica superior. Drainase limfatik melalui limfonodi retrofaringeal. Inervasi diperankan oleh cabang ethmoidalis posterior dari nervus ophtalmica yang merupakan saraf sensoris dan cabang orbital nervus maksilaris deri ganglion pterygopalatina yang merupakan parasympathetic secretomotor.7,8,9

B. Fisiologi Sinus ParanasalFungsi sinus paranasal antara lain fungsi ventilasi, penghangatan, humidifikasi, filtrasi, dan pertahanan tubuh. Faktor yang berperan dalam memelihara fungsi sinus paranasal adalah patensi Kompleks Osteomeatal (KOM), fungsi transport mukosiliar dan produksi mukus yang normal. Patensi KOM memiliki peranan yang penting sebagai tempat drainase mukus dan debris serta memelihara tekanan oksigen dalam keadaan normal sehingga mencegah tumbuhnya bakteri. Faktor transpor mukosiliar sangat bergantung kepada karakteristik silia yaitu struktur, jumlah dan koordinasi gerakan silia. Produksi mukus juga bergantung kepada volume dan visko-elastisitas mucus yang dapat mempengaruhi transpor mukosiliar.7,8Secara fungsional, KOM berperan sebagai jalur drainase dan ventilasi untuk sinus frontal, maksila dan etmoid anterior. Istilah "kompleks ostiomeatal" menggambarkan area di lateral hidung dinding tempat ostium sinus paranasal dari (kecuali untuk sinus sphenoid) terbuka ke rongga hidung dengan bentuk saluran-saluran. Perubahan kecil pada unit ini (misalnya, varian anatomi, mukosa pembengkakan) dapat menghambat ventilasi di daerah ini, sehingga menyebabkan sekuela patologis di sinus paranasal. Struktur anatomi dari KOM meliputi prosesus uncinatus, hiatus semilunar, resesus frontalis, bula ethmoid, infundibulum ethmoid, dan ostium sinus maksilaris. Sinus frontalis terhubung ke KOM melalui resesus frontalis, yang memiliki gambaran seperti jam pasir. Prosesus uncinatus adalah fibrosa tipis atau tulang di dinding hidung lateral yang muncul sedikit di belakang bagian anterior concha media, dan dapat mempersempit saluran dari rongga hidung ke kompleks ostiomeatal, tergantung pada tingkat perkembangannya. Terletak diantara batas posterior prosesus uncinatus dan sel ethmoid pertama, yang disebut bula ethmoid, adalah bagian lain dalam ostiomeatal kompleks, yang dikenal sebagai hiatus semilunar.7,8Ruang antara prosesus uncinatus, ethmoid bulla, dan lamina papiracea tulang ethmoid disebut infundibulum ethmoid. KOM dibatasi sisi medial, ke arah rongga hidung oleh concha media dan sisi lateral oleh lamina papyracea. Signifikansi klinis utama dari daerah ini berhubungan dengan penyempitan di KOM . Sebagai contoh adalnya hiperemia dan pembengkakan mukosa pada kasus common cold dapat menyebabkan penyempitan rongga-rongga di KOM yang kemudian dapat menghambat ventilasi yang memadai dari sinus paranasal. Kondisi ini adalah proses awal untuk peradangan dari sinus paranasal yang berasal dari faktor rhinogenik.7,8C. Rhinosinusitis Kronik1. Definisi

Benda asing esofagus adalah semua benda, baik berupa bolus makanan atau agen korosif yang tertelan dengan sengaja atau tidak yang dapat menyebabkan perlukaan esofagus. Benda asing esofagus juga bisa diartikan benda yang tajam maupun yang tumpul atau makanan yang tersangkut dan terjepit di esofagus karena tertelan baik disengaja maupun tidak disengaja.4,5Tiga tempat tersempit alami di esofagus adalah tempat yang paling umum untuk benda asing untuk menjadi sumbatan: krikofaringeus (paling umum), kompresi dari arkus aorta, dan sfingter distal esofagus. Baterai jam tangan berbentuk koin adalah benda asing yang berbahaya, menyebabkan cedera alkali kaustik dengan kemungkinan perforasi. Ketika riwayat atau dicurigai menelan baterai terjadi, penatalaksanaan endoskopi harus segera dilakukan.12. EpidemiologiPada tahun 1999, Asosiasi Kontrol Racun Amerika mencatat setidaknya ada 182.105 insiden tertelan benda asing pada pasien berusia kurang dari 20 tahun.8 Di RSUP Dr. Sardjito sendiri pada periode tahun 2011 sampai September 2014 tercatat6kasus tertelan benda asing di bronkus dan esofagus sebanyak 140 kasus, dengan 99 kasus di esofagus dan 41 kasus di bronkus. Dengan hampir setengah kasus benda asing di esofagus adalah gigi palsu, kemudian koin dan tulang. Pasien lebih banyak orang dewasa dibandingkan anak-anak.3. EtiologiBenda asing dapat berupa makanan maupun benda asing yang sesungguhnya yang dapat masuk ke dalam esofagus. Faktor yang mempengaruhi kejadian masuknya benda asing adalah : 1) umur, jenis kelamin. 2) kegagalan mekanisme protektif : mabuk, epilepsi, kehilangan kesadaran. 3) faktor fisik : gerakan aktivitas, 4) gigi: gigi yang belum tumbuh sempurna. 5) sifat benda asing. 6) kurang hati-hati atau kecerobohan : memasukkan benda ke dalam mulut, makan sambil tertawa atau bermain, pemberian makanan pada anak yang belum waktunya, saat tidur lupa melepas gigi palsu.3,44. Gejala klinisSekitar 40% kasus tertelan benda asing pada anak-anak tidak tidak diketahui/disaksikan oleh orangtua atau pengasuhnya, dan pada banyak kasus anak tidak menunjukkan gejala.8 Keluarnya air liur dan disfagia merupakan gejala yang paling umum dari benda asing di esofagus. Kompresi trakea dengan distres pernapasan juga dapat terjadi.1 Gejala sumbatan benda asing di dalam saluran napas tergantung pada lokasi benda asing, derajat sumbatan, sifat, bentuk dan ukuran benda asing. Pada anak gejala yang timbul mungkin berupa ketidakmampuan menelan makanan secara nomal. Anak menjadi rewel, menolak makan atau memuntahkan makanan setelah beberapa saat ditelan. Orang yang lebih dewasa hampir selalu tahu ketika mereka menelan benda asing karena segera merasakan sumbatan parsial atau total, sering kali mereka dapat menunjukan tempat yang sakit. Gejala permulaan adalah rasa nyeri di daerah leher bila benda asing tersangkut didaerah servikal. Bila tersangkut di esofagus bagian distal timbul rasa tidak nyaman di daerah substernal.37Gejala disfagia bervariasi tergantung pada ukuran benda asing. Disfagia lebih berat bila telah terjadi edema mukosa yang memperberat sumbatan, sehingga timbul rasa sumbatan esofagus yang persisten. Gejala lain yaitu odinofagia yaitu rasa nyeri ketika menelan makanan atau ludah, muntah, hipersalivasi, dan kadang-kadang ludah berdarah. Benda asing di esofagus sering tersangkut setinggi m. krikofaringeus. Ini merupakan pintu esofagus tepat di bawah dan di belakang laring.4,6,95. DiagnosisDiagnosis dapat ditegakan dari anamnesis, baik alloanamnesis maupun autoanamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik yang sederhana bisa dilakukan dengan menggunakan lampu kepala dan kaca laring. Pemeriksaan penunjang dengan melakukan pemeriksaan radiologis foto polos servikal dan torakal posisi posteroanterior dan lateral. Lokasi tersering sumbatan benda asing esofagus adalah setinggi m. cricofaringeus. Kebanyakan benda asing bersifat radioopak, tetapi kayu, plastik, dan benda kaca mungkin tidak dapat terlihat dengan rontgen. Bila benda asing tidak terlihat dengan pemeriksaan foto polos, dapat dilakukan pemeriksaan dengan menambahkan barium (barium swallow). Barium dapat menyelimuti benda asing tersebut dan hambatan alirannya dapat menunjukan tempat dimana benda asing tersebut. Akan tetapi, pemberian barium sebaiknya dihindari karena akan menyelimuti dinding esofagus, sehingga akan mempersulit esofagoskopi.5,6Benda asing radioopak seperti uang logam mudah diketahui lokasinya dan harus dilakukan foto ulang sesaat sebelum tindakan esofagoskopi untuk mengetahui kemungkinan benda asing sudah pindah bagian distal. Letak uang logam umumnya koronal, maka hasil foto rontgen servikal/torakal pada posisi PA akan dijumpai bayangan radioopak berbentuk bundar, sedangkan pada posisi lateral berupa garis radioopak yang sejajar dengan kolumna vertebralis. Tetapi ada sebuah penelitian yang mendapatkan posisi koin yang tertelan di esofagus dalam posisi sagital, tetapi ini sangat jarang terjadi.10 Benda asing seperti tulang, kulit telur, dan lain-lain cenderung berada8pada posisi koronal dalam esofagus, sehingga lebih mudah dilihat pada posisi lateral. Benda asing radiolusen, seperti daging memerlukan pemeriksaan esofagus dengankontras (esofagogram). Esofagogram pada benda asing radiolusen akan memperlihatkan filling defect. Esofagogram tidak dilakukan pada benda asingradioopak karena densitas benda asing sama dengan zat kontras, sehingga akan menyulitkan penilaian. Bahan kontras barium lebih baik daripada zat kontras yang larut air (water soluble contrast), seperti gastrografin, karena sifatnya yang kurang toksis terhadap saluran napas bila terjadi aspirasi kontras, sedangkan gastrografin sifatnya mengiritasi paru.36. PenatalaksanaanBenda asing atau sumbatan akibat makanan biasanya dikelola dengan anestesi umum dengan endoskopi rigid. Tindakan endoskopi dapat dilakukan dengan tujuan untuk diagnostik dan terapi.3 Metode ini membantu untuk menghilangkan risiko benda asing terjatuh ke dalam saluran napas selama ekstraksi dari faring. Tang optik sering digunakan untuk ekstraksi, memungkinkan untuk visualisasi dan mengambil objek. Seluruh esofagus perlu dievaluasi setelah benda asing diambil untuk menyingkirkan cedera esofagus, striktur, neoplasma, atau benda asing multipel.1Penanganan terhadap benda asing di esophagus harus segera dilakukan. Benda asing yang tajam harus hatihati dalam pengambilannya karena dikhawatirkan terjadi perforasi esofagus. Benda asing yang menyumbat total esofagus harus juga segera ditangani oleh karena bisa menekan saluran pernafasan sehingga menyebabkan sesak nafas.7,9 Benda asing baterai bundar (disk/button battery) di esofagus harus segera dikeluarkan karena risiko perforasi esofagus yang terjadi dengan cepat dalam waktu 4 jam setelah tertelan akibat nekrosis esofagus. Benda asing tajam yang tidak berhasil dikeluarkan dengan esofagoskopi, harus segera dikeluarkan dengan pembedahan, yaitu servikotomi, torakotomi, atau esofagotomi tergantung lokasi benda asing tersebut. Benda asing tajam yang telah masuk ke lambung dapat menyebabkan perforasi di pylorus. Oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi sebaik-baiknya untuk mendapatkan9tanda perforasi sedini mungkin dengan melakukan pemeriksaan radiologik untuk mengetahui perubahan posisi benda asing. Bila posisi benda asing menetap selama 2x24 jam maka pengambilan benda asing tersebut harus dilakukan secara pembedahan.3Beberapa cara evakuasi benda asing dalam esofagus dapat dilakukan dengan:7,81. Alat esofagoskopi rigid

2. Alat esofagoskopi fleksibel.

3. Alat foley kateter dan fluoroskopi.

Esofagoskopi rigid ini merupakan metode tradisional untuk mengambil benda asing di hipofaring dan esofagus.7,8,9,11,12 Tetapi ada keterbatasannya, yaitu pada pasien dengan kelainan pada vertebra servikalis, kelebihannya yaitu dapat melihat dengan jelas lumen esofagus, dapat untuk mengambil benda asing yang cukup besar karena dapat dilalui alat yang cukup besar (misal forcep peanut), pandangan tidak terhalang oleh sekret/bila ada perdarahan, evaluasi perlukaan lumen esofagus akibat benda asing.9 Esofagoskopi fleksibel, dikerjakan bila terdapat keterbatasan penggunaan esofagoskop kaku, alat ini dapat dikerjakan dengan pemberian sedasi, tetapi tidak dapat digunakan untuk mengambil benda asing yang cukup besar, dan pandangan akan terganggu bila ada perdarahan/sekret yang sedikit saja.7,8 Penggunaan kateter foley yaitu kateter foley dimasukkan melewati benda asing (e.g. koin), kemudian balon diisi dengan zat kontras, lalu kateter ditarik keluar dengan bantuan fluoroskopi. Teknik ini memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi jika dikerjakan oleh operator yang berpengalaman.8 Penggunaan foley kateter dan fluoroskopi perlu memperhatikan berbagai syarat sebagai berikut : a) pasien cukup kooperatif, b) benda asing tidak tajam dan tidak tembus oleh sinar-x, c) benda asing tidak lebih dari 3 hari dan jumlahnya tidak lebih dari satu, d) esofagus tidak obstruksi total, e) tersedia fasilitas fluoroskopi, f) terdapat ahli endoskopi karena resiko terjadinya perforasi dengan menggunakan alat ini lebih tinggi dibandingkan kedua alat tersebut di atas.7,810BAB IIIRINGKASANKasus tertelan benda asing merupakan kasus yang sering dijumpai di praktek sehari-hari. Penderitanya dapat anak-anak maupun dewasa. Benda asing yang tertelan dapat merupakan bolus makanan atau benda asing sesungguhnya (gigi palsu, koin, jarum, baterai). Anamnesis, autoanamnesis maupun alloanamnesis, adalah metode yang utama untuk mengetahui riwayat tertelan benda asing. Gejala seperti nyeri/rasa mengganjal di leher/dada, kesulitan/nyeri dalam menelan, hipersalivasi, muntah merupakan gejala yang umum dijumai pada penderita tertelan benda asing di saluran pencernaan. Pemeriksaan penunjang yang umum dilakukan adalah foto x-ray servikal dan thorakal posteroanterior dan lateral. Benda asing radioopak akan mudah dikenali, tetapi benda asing radiolusen sulit untuk diidentifikasi dan diperlukan kontras untuk dapat diketahui besar dan letak sumbatannya. Penanganan selanjutnya adalah dengan endoskopi (esofagoskopi) baik rigid maupun fleksibel atau penggunaan keteter foley, dan pembedahan, jika diperlukan. Prinsipnya pengeluaran benda asing adalah harus dilakukan secepat mungkin untuk menghindari komplikasi di esofagus dan di saluran napas.11LAMPIRANBENDA ASING DI ESOFAGUS1. Anamnesis Apa keluhan utama?

Sudah berapa lama?

Apakah ada riwayat tertelan sesuatu?

Apakah sebelumnya ada tersedak?

Apakah ada rasa nyeri saat menelan?

Apakah ada rasa mengganjal saat menelan?

Apakah ada kesulitan menelan makanan?

Apakah ada batuk-batuk setelah menelan makanan?

Apakah ada muntah?

Apakah ada sesak?

Apakah ada rasa nyeri di daerah dada?

Apakah merasa banyak air liur di mulut?

2. Pemeriksaan Fisik Laringoskopi indirek

Endoskopi

3. Differential Diagnosis Benda asing di esofagus

Benda asing di trakeobronkial

4. Pemeriksaan Penunjang X-foto servikal dan thorax posisi PA/lateral

Esofagografi (Barium swallow)

5. Penatalaksanaan Evakuasi corpal dan esofagoskopi

12LAMPIRAN8

13DAFTAR PUSTAKA1. Lintzenich CR. Esophageal disorders. Dalam: Johnson JT, Rosen CA, editor. Baileys head and neck surgery - otolaryngology. Edisi ke-5. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2014. hal. 857.

2. Rybojad B, Niedzielska G, Niedzielski A, Rudnicka-Drozak E, Rybojad P. Esophageal foreign bodies in pediatric patients: a thirteen-year retrospective study. The Scientific World Journal. 2012.

3. Yunizaf M. Benda asing di esofagus. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editor. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala dan leher. Edisi ke-6. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2012. hal: 266-9.

4. Asroel HA. Ekstraksi benda asing di bronkus dan esofagus. Majalah Kedokteran Nusantara. 2007; 40(2): 156-9.

5. Kolegium Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan Leher. Benda asing laring & traktus trakeobronkialis. Dalam: Modul esofagus, faring, kelenjar ludah, laring, leher, tonsil, dan trakea. Indonesia: Kolegium Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan Leher; 2008.

6. Lalwani AK. Foreign bodies. Dalam: Lalwani AK, editor. Current diagnosis and treatment in otolaryngology head and neck surgery. Edisi ke-2. New York: McGraw Hill Professional; 2007.

7. Yang JY, Deutsch ES, Reilly JS. Bronchoesophagology. Dalam: Snow Jr JB, Ballenger JJ, editor. Ballenger's otorhinolaringology head and neck surgery. Edisi ke-16. Ontario: BC Decker Inc; 2003. hal. 1549-73.

8. Uyemura MC. Foreign body ingestion in children. Am Fam Physician. 2005; 72: 287-91.

9. Ekim H. Management of esophageal foreign bodies: a report on 26 patients and literature review. East J Med. 2010; 15: 21-5.

10. Schlesinger AE, Crowe JE. Sagittal orientation of ingested coins in the esophagus in children. Am J Radiol. 2011; 196.

11. Little DC, Shah SR, St Peter SD, Calkins CM, Morrow SE, Murphy JP, et al. Esophageal foreign bodies in the pediatric population: our first 500 cases. J Pediatr Surg. 2006; 42: 914-8.

12. Ambe P, Weber SA, Schauer M, Knoefel WT. Swallowed foreign bodies in adults. Dtsch Arztebl Int. 2012; 109(50): 869-75.

14