refka - kejang demam kompleks

20
PENDAHULUAN Kejang demam merupakan jenis kejang yang banyak terjadi pada anak-anak. Sebagian besar kejang demam memiliki prognosis yang baik namun beberapa jenis kejang demam, khususnya yang terkait dengan infeksi akut seperti sepsis maupun meningitis bakterial memiliki prognosis yang buruk. Oleh karena itu penting untuk dicari tahu penyebab demam untuk kemudian dilakukan terapi secara kausatif, terutama pada episode pertama kejang. [1] Kejang demam terjadi pada 2 – 5% anak-anak serta merupakan jenis kejang yang paling umum terjadi pada kejang pada anak. Sekitar 30% pasien kejang demam hanya mengalami 1 kali episode kejang, sementara sisanya mengalami lebih dari 1 kali episode kejang. Onset usia penderita kejang demam adalah dari usia 3 bulan hingga 5 tahun dengan puncak insidensi terjadi pada usia 18 sampai 24 bulan. [2] Berdasarkan Consensus Statement on Febrile Seizures , kejang demam didefinisikan sebagai suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan sampai 5 tahun, berhubungan dengan demam tapi tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu, tidak termasuk anak yang pernah kejang tanpa demam serta bayi berusia kurang dari 4 minggu. [3,4] Adanya riwayat kejang demam keluarga biasanya merupakan faktor pencetus utama kejadian kejang demam. [5] 1

Upload: catherine-shinta-tandigala

Post on 20-Sep-2015

22 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

shinta tandigalakejang demam

TRANSCRIPT

PENDAHULUANKejang demam merupakan jenis kejang yang banyak terjadi pada anak-anak. Sebagian besar kejang demam memiliki prognosis yang baik namun beberapa jenis kejang demam, khususnya yang terkait dengan infeksi akut seperti sepsis maupun meningitis bakterial memiliki prognosis yang buruk. Oleh karena itu penting untuk dicari tahu penyebab demam untuk kemudian dilakukan terapi secara kausatif, terutama pada episode pertama kejang. [1]

Kejang demam terjadi pada 2 5% anak-anak serta merupakan jenis kejang yang paling umum terjadi pada kejang pada anak. Sekitar 30% pasien kejang demam hanya mengalami 1 kali episode kejang, sementara sisanya mengalami lebih dari 1 kali episode kejang. Onset usia penderita kejang demam adalah dari usia 3 bulan hingga 5 tahun dengan puncak insidensi terjadi pada usia 18 sampai 24 bulan. [2]Berdasarkan Consensus Statement on Febrile Seizures, kejang demam didefinisikan sebagai suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan sampai 5 tahun, berhubungan dengan demam tapi tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu, tidak termasuk anak yang pernah kejang tanpa demam serta bayi berusia kurang dari 4 minggu. [3,4] Adanya riwayat kejang demam keluarga biasanya merupakan faktor pencetus utama kejadian kejang demam. [5] Secara umum berdasarkan manifestasi kejang, kejang demam dibagi atas kejang demam sederhana (simple febrile convulsion) dan kejang demam kompleks (complicated / complex febrile seizure). Kejang demam sederhana merupakan kejang yang berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh > 38C (suhu rektal), kejang terjadi secara umum dan tonik-klonik, berdurasi 15 menit, frekuensi kejang 1 kali dalam 24 jam, diiringi dengan mengantuk pada periode postiktal singkat. Kejang demam kompleks merupakan kejang demam yang berdurasi > 15 menit, terjadi secara fokal maupun multipel. Kejang yang terjadi lebih dari 1 kali pada satu episode demam juga diklasifikasikan sebagai kejang demam kompleks. [1,2,4]Selain kejang demam sederhana dan kompleks, kejang demam dapat pula dibagi berdasarkan prognosisnya. Livingston membagi kejang demam menjadi 2 golongan, yaitu kejang demam sederhana (simple febrile convulsion) dan epilepsi yang diprovokasi oleh demam (epilepsy triggered off by fever). Prichard dan Mc Greal membagi kejang demam menjadi kejang demam sederhana dan kejang demam atipik. Sub-bagian Saraf Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI membagi kejang demam pada anak menjadi pasien yang memerlukan terapi rumat dan yang tidak memerlukan terapi rumat. [4]

Berikut ini akan dibahas refleksi kasus tentang kejang demam kompleks pada anak usia 1 tahun 10 bulan. STATUS PASIENIDENTITAS1. Identitas penderita

Nama penderita: An. CJenis kelamin

: PerempuanUmur

: 1 tahun 10 bulan (13 Juli 2013)2. Identitas orang tua/wali

Nama

: Ny. YPekerjaan

: IRT

Alamat

: Jl. H. Hayun No.203. Tanggal/Jam masuk: 1 Mei 2015 / 08.45 WITAANAMNESISKeluhan Utama

: KejangRiwayat Penyakit Sekarang : Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan kejang tadi malam. Kejang terlebih dahulu diawali demam sejak 3 hari yang lalu, demam turun jika diberikan obat penurun panas, tetapi naik kembali. Sehari sebelum masuk rumah sakit pukul 17.00, pasien kejang, durasi kejang sekitar 5 menit, saat kejang tangan pasien kaku kemudian seluruh tubuhnya kaku. Setelah kejang pasien langsung menangis dan tidur. Kemudian pukul 21.00 pasien bagun dan beberapa saat kemudian kejang lagi, durasi kejang sekitar 7 menit, saat kejang tangan pasien kaku kemudian seluruh tubuhnya kaku. Setelah kejang pasien langsung menangis. Durasi antara demam ke kejang tidak diketahui oleh orang tua pasien. Pasien juga mengalami batuk (+) sejak 5 hari yang lalu, berdahak (+), tidak ada darah, tidak ada sesak, dan tidak ada nyeri dada. Mual (+) dan muntah (+) 2 kali, isi muntahan adalah makanan yang dimakan oleh pasien dan disertai lendir (+). Buang air besar dan buang air kecil biasa.Riwayat Penyakit Sebelumnya :Pasien mengalami kejang sejak usia 10 bulan. Pasien mengalami kejang terakhirnya saat usia 1 tahun 4 bulan. Dalam 1 tahun terakhir, pasien mengalami kejang 8 kali.Riwayat Penyakit Keluarga:Ibu kandung pasien, saudara pertama, kedua, dan ketiga pasien juga pernah mengalami keluhan yang sama.Riwayat Sosial-Ekonomi :

Menengah.Riwayat Kehamilan dan Persalinan :Riwayat Antenatal: Kunjungan ANC rutin tiap bulan.Riwayat Natal

: Ibu melahirkan secara spontan ditolong bidan,

dengan berat badan lahir 3400 gram dan panjang

badan 45 cm.Riwayat Tumbuh Kembang :Pasien mulai duduk dan berdiri saat usia 11 bulan dan mulai bisa berjalan saat usia 1 tahun.Anamnesis Makanan :Diberikan ASI hingga usia 9 bulan, dan dibantu dengan susu formula sejak usia 6 bulan. Saat ini pasien sudah diberikan makanan sehari-hari dalam keluarga. Riwayat Imunisasi : Imunisasi dasar anak lengkap, baik Hepatitis B, Polio, BCG, DPT, dan terakhir imunisasi Campak.

PEMERIKSAAN FISIK1. Keadaan Umum

: Sakit SedangKesadaran

: Compos mentis 2. PengukuranTanda vital :Respirasi: 32 x/menitNadi

: 125 x/menitSuhu

: 38,1 oC

Berat Badan

: 10800 gram

Tinggi Badan

: 82 cm

Status Gizi

: Z-score (+1) SD s/d (0) SD = Gizi baik3. Kulit: Ruam (-), turgor kulit kurang dari 2 detikKepala: Bentuk: Normocephal Ubun-ubun: Menutup

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterikTelinga: Otorrhea (-)Hidung: Rhinorrhea (-)Mulut: Sianosis (-)Tonsil: T1.T14. Leher: Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.5. Thoraks

1. Dinding dada/ ParuInspeksi

: Ekspansi paru simetris bilateral, retraksi (-)Palpasi

: Vokal fremitus simetrisPerkusi

: Sonor kiri : kananAuskultasi: Suara napas dasar : Bronchovesicular (+/+) Suara napas tambahan : Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)2. Jantung

Inspeksi: Ictus cordis tidak terlihatPalpasi: Ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavicularis sinistraPerkusi: Batas jantung normalAuskultasi: Suara dasar : S1 dan S2 murni, regular

Bising : tidak ada6. Abdomen

Inspeksi : DatarAuskultasi: Bising usus (+) kesan normalPerkusi: TimpaniPalpasi:

Tidak ada nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba7. Anggota gerak

Ekstremitas atas

: Akral hangat, edema tidak ada.Ekstremitas bawah: Akral hangat, edema tidak ada.8. Punggung : Dalam batas normal9. Genital : Dalam batas normalPEMERIKSAAN PENUNJANGHasil Laboratorium :

1. RBC= 5,13 x 106/mm3(4 5,4 x 106/mm3)2. HGB= 12,4 g/dL

(11,5 14,5 g/dL)3. HCT= 36,8 %

(37 45 %)4. WBC= 9,4 x 103/mm3(4,5 13,5 x 103/mm3)5. PLT= 294 x 103/mm3(200 400 x 103/mm3)6. MCV= 72 m3

(77 91 m3)7. MCH= 24,1 pg

(24 30 pg)RESUMEPasien masuk rumah sakit dengan keluhan kejang tadi malam. Kejang terlebih dahulu diawali demam sejak 3 hari yang lalu, demam turun jika diberikan obat penurun panas, tetapi naik kembali. Sehari sebelum masuk rumah sakit pukul 17.00, pasien kejang, durasi kejang sekitar 5 menit, saat kejang tangan pasien kaku kemudian seluruh tubuhnya kaku. Setelah kejang pasien langsung menangis dan tidur. Kemudian pukul 21.00 pasien bagun dan beberapa saat kemudian kejang lagi, durasi kejang sekitar 7 menit, saat kejang tangan pasien kaku kemudian seluruh tubuhnya kaku. Setelah kejang pasien langsung menangis. Durasi antara demam ke kejang tidak diketahui oleh orang tua pasien. Pasien juga mengalami batuk (+) sejak 5 hari yang lalu dan berdahak (+). Mual (+) dan muntah (+) 2 kali, isi muntahan adalah makanan yang dimakan oleh pasien dan disertai lendir (+).

Pasien mengalami kejang sejak usia 10 bulan. Pasien mengalami kejang terakhirnya saat usia 1 tahun 4 bulan. Dalam 1 tahun terakhir, pasien mengalami kejang 8 kali. Ibu kandung pasien, saudara pertama, kedua, dan ketiga pasien juga pernah mengalami keluhan yang sama.DIAGNOSISKejang demam kompleksTERAPI

Medikamentosa: IVFD RL 16 tetes/menit Cefadroxil syrup 2 x 1 cth Ambroxol syrup 3 x 1/3 cth Paracetamol 4 x 1 cth Domperidon syrup 3 x 1 cth Diazepam syrup 3 x cthFOLLOW UP1. Tanggal 2 Mei 2015S= Demam (+), kejang (-), batuk (-), mual (+)O= Tekanan darah: -/- mmHg

Nadi

: 138 x/menit

Respirasi

: 38 x/menit

Suhu

: 39,2CA= Kejang demam kompleks

P= IVFD RL 16 tetes/menit

Paracetamol 4 x 1 cth

Ondacentron 3 x ampul Diazepam syrup 3 x cth2. Tanggal 3 Mei 2015S= Demam (-)O= Tekanan darah: -/- mmHg

Nadi

: 110 x/menit

Respirasi

: 28 x/menit

Suhu

: 36C

A= Kejang demam kompleks

P= IVFD RL 16 tetes/menit

Ondacentron 3 x ampul Paracetamol 4 x 1 cth (bila demam)

Asam valproat syrup 2 x 1 cthDISKUSIDemam merupakan manifestasi yang harus ada pada pasien untuk menegakkan diagnosis kejang demam. Meskipun demikian, bukan berarti setiap pasien anak yang datang dengan kejang dan demam dapat didiagnosa sebagai kejang demam. Beberapa anak memiliki riwayat kejang kronis yang dapat diperparah dengan adanya demam. Kondisi ini bukanlah kejang demam, namun kejang yang disertai demam. Kejang merupakan hasil dari pelepasan aktivitas listrik yang abnormal oleh neuron otak. Kejang demam dapat diturunkan secara autosom dominan melalui kromosom 19p dan 8q 12 21, sehingga penting untuk dilakukan anamnesis riwayat kejang demam pada keluarga. [1] Kejang demam tidak menunjukkan adanya abnormalitas pada elektroensefalografi (EEG) serta biasanya dapat sembuh secara sempurna. Selain adanya faktor genetika, kejang demam jarang berkembang menjadi epilepsi. [6] Kejang demam yang disebabkan oleh keadaan ekstrakranial harus dipisahkan dari keadaan intrakranial, sehingga perlu dilakukan pungsi lumbar pada pasien yang mengalami demam, khususnya pada pasien berusia di bawah 18 bulan dengan kejang demam pertama kali meskipun tidak ada tanda spesifik meningitis. [7]

Berdasarkan kriteria Livingston, kejang demam dibagi atas kejang demam sederhana (simple febrile convulsion) dan epilepsi yang diprovokasi demam (epilepsy triggered off by fever). Pembagian ini dapat memprediksi prognosis dari pasien yang mengalami kejang demam. Menurut Livingston, kriteria kejang demam sederhana adalah sebagai berikut :

1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan 4 tahun.

2. Kejang berlangsung sebentar, tidak melebihi 15 menit.

3. Kejang bersifat umum.

4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam.

5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.

6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu setelah suhu normal tidak menunjukkan kelainan.

7. Frekuensi bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.

Pasien yang tidak memiliki minimal salah satu dari kondisi di atas merupakan pasien yang menderita epilepsi yang diprovokasi demam (epilepsy triggered off by fever). Dengan menggunakan kriteria Livingston tersebut, ternyata sangat banyak pasien yang masuk dalam golongan epilepsi yang diprovokasi demam, sehingga konsekuensinya pasien-pasien yang memiliki kondisi tersebut harus menerima pengobatan rumat. Selain itu juga sulit sekali untuk melakukan anamnesis berapa lama demam sudah berlangsung sebelum pasien mengalami kejang. Oleh karena itu, pembagian kejang demam dibagi sebagai kejang demam yang membutuhkan terapi rumat maupun yang tidak membutuhkan terapi rumat. [4]

Klasifikasi kejang demam menurut Unit Kerja Koordinasi Neurologi (UKKN) Ikatan Dokter Anak Indonesia (2006) terbagi atas dua, yaitu :

1. Kejang demam sederhana

Kejang yang berlangsung singkat yaitu kurang dari 15 menit.

Kejang berbentuk umum tonik atau dan atau klonik, tanpa gerakan fokal.

Kejang tidak berulang dalam 24 jam.

2. Kejang demam kompleks

Kejang yang berlangsung lama yaitu lebih dari 15 menit.

Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial.

Kejang berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.Tujuan pengobatan kejang demam pada anak adalah : [8]1. Mencegah kejang demam berulang.

2. Mencegah status epilepsi.

3. Mencegah epilepsi dan / atau retardasi mental.

4. Normalisasi kehidupan anak dan keluarga.

5. Normalisasi kehidupan anak dan keluarga.

Ada tiga hal yang perlu dikerjakan pada proses tata laksana kejang demam, yaitu : [4,8]1. Pengobatan fase akut

Pada waktu pasien sedang mengalami kejang, semua pakaian yang ketat harus dibuka dan pasien dimiringkan apabila muntah untuk mencegah terjadinya aspirasi. Jalan napas harus bebas agar oksigen terjamin. Pengisapan lendir dilakukan secara teratur, diberikan oksigen, kalau perlu dilakukan intubasi. Awasi keadaan vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernapasan, dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan pemberian kompres dan antipiretik (asetaminofen oral 10 mg/kgBB 4 kali sehari atau ibuprofen 20 mg/kgBB 4 kali sehari). Diazepam (0,3 mg/kgBB/IV, BB < 10 kg dosis 5 mg rektal, BB > 10 kg dosis 10 mg rektal) adalah pilihan utama dengan pemberian secara intravena atau intrarektal karena memiliki masa kerja yang singkat.

2. Profilaksis intermitten

Pengobatan profilaksis intermitten dengan antikonvulsan segera diberikan pada waktu pasien demam dengan suhu rektal lebih dari 38C. Tetapi intermitten harus dapat masuk dan bekerja pada otak. Diazepam oral efektif mencegah timbulnya kejang demam berulang dan bila diberikan intermitten hasilnya lebih baik karena penyerapannya yang cepat. Diazepam intermitten dapat diberikan per-oral maupun rektal. Dosis rektal tiap 8 jam adalah 5 mg untuk pasien dengan berat badan kurang dari 10 kg, serta 10 mg untuk pasien dengan berat badan lebih dari 10 kg. Diazepam oral dapat diberikan dengan dosis 0,5 mg/kgBB perhari dibagi dalam 3 dosis, diberikan bila pasien menunjukkan suhu 38,5C atau lebih.3. Profilaksis terus-menerus

Pemberian fenobarbital 4 5 mg/kgBB/hari menunjukkan hasil yang bermakna untuk mencegah berulangnya kejang demam. Obat lain yang dapat digunakan untuk profilaksis kejang demam ialah asam valproat yang memiliki efek sama bahkan lebih baik dibandingkan dengan fenobarbital, meskipun memiliki efek samping hepatotoksik. Dosis asam valproat adalah 15 40 mg/kgBB. Profilaksis terus-menerus dapat berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat yang dapat berpotensi menyebabkan kerusakan otak di kemudian hari namun tidak dapat mencegah terjadinya epilepsi. Indikasi profilaksis terus-menerus adalah :a. Sebelum kejang demam pertama sudah ada kelainan neurologis atau perkembangan.

b. Ada riwayat kejang tanpa demam pada orang tua atau saudara kandung.

c. Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal atau diikuti kelainan neurologis sementara atau menetap.

d. Dapat dipertimbangkan pemberian profilaksis bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang multipel dalam satu episode demam.

Antikonvulsan profilaksis terus-menerus diberikan selama 1 2 tahun setelah kejang berakhir, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1 2 bulan. [4,8]

Pada kasus ini, pasien mengalami kejang demam kompleks. Hal ini tampak dari kejang pasien dengan gerakan fokal atau parsial satu sisi yaitu kedua tangan pasien kaku kemudian menjadi gerakan umum yaitu seluruh tubuh pasien menjadi kaku. Pasien juga mengalami kejang berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam yaitu sehari sebelum masuk rumah sakit pasien mengalami kejang pukul 17.00 dan pukul 21.00. [9] Pasien terlebih dahulu demam sebelum terjadinya kejang. Demam diakibatkan karena terjadinya infeksi pada saluran nafas pasien yang ditandai dengan adanya batuk sejak 5 hari yang lalu. Status epileptikus dapat disingkirkan karena pasien langsung menangis dan sadar setelah kejang. Kejang demam dapat diturunkan secara autosom dominan melalui kromosom 19p dan 8q 12 21, sehingga penting untuk dilakukan anamnesis riwayat kejang demam pada keluarga. [1] Faktor resiko kejang pada pasien ini adalah riwayat ibu kandung pasien, saudara pertama, kedua, dan ketiga pasien juga pernah mengalami keluhan yang sama.Pasien pada kasus ini menerima terapi profilaksis intermitten dan profilaksis terus-menerus. Pengobatan profilaksis intermitten dengan antikonvulsan segera diberikan pada waktu pasien demam dengan suhu rektal lebih dari 38C. Diazepam oral efektif mencegah timbulnya kejang demam berulang. Pengobatan profilaksis terus-menerus yang diberikan adalah asam valproat karena memiliki efek yang lebih baik dibandingkan dengan fenobarbital. Profilaksis terus-menerus dapat berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat yang dapat berpotensi menyebabkan kerusakan otak di kemudian hari. Profilaksis terus-menerus diberikan karena telah terjadi kejang multipel dalam satu episode demam, yaitu 2 kali kejang dalam satu episode demam. [4,8] Sebagian besar kejang demam memiliki prognosis yang baik, namun semuanya itu tergantung penanganan yang tepat dan cepat. [1] DAFTAR PUSTAKA1. Kliegman, R.M., Behrman, R.E., Jenson, H.B., Stanson, B.F. Kliegman : Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi 18. USA : Elsieve ; 2007.2. Goetz, C.G. Goetz : Textbook of Clinical Neurology. Edisi 3. USA : Elsieve ; 2007.3. Tejani, N.R., Bachur, R.G. Febrile Seizure. Medscape (online) (cited 29 Oktober 2013). URL : http://emedicine.medscape.com/article/801500-overview4. Soetomenggolo, T.S. Buku Ajar Neurologi Anak. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia ; 1999.5. Dorlands Medical Dictionary for Health Consumers version 3.0.80 (for Android). Philadelphia : Elsiever ; 2008.6. Ropper, A.H., Brown, R.H. Adams and Victors Principles of Neurology. Edisi 8. USA : The McGraw-Hill Companies.7. Bhakthavalsala, S., Pang, D. Crash Course Pediatrics. Edisi 3. USA : Elsiever.8. Deliana, M. Tata Laksana Kejang Demam pada Anak. Volume 4. Nomor 2. Sari Pediatri ; 2002 : 59 62.9. UKKN IDAI. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Jakarta : Badan Penerbit IDAI ; 2006.8