referat skizoren

57
Skizofrenia A. Definisi Skizofrenia: berasal dari bahasa yunani, “schizein/skizo” yang berarti “terpisah/ terpecah” dan “Phren/frenia” yang berarti “jiwa”. Oleh karena itu, penderita skizofrenia adalah orang yang mengalami keretakan jiwa atau kepribadian. Pada skizofrenia terjadi ketidakserasian antara afek, kognitif dan perilaku (Hawari, 2006). B. Etiologi (Kaplan, 2010) A. Faktor Biologis 1) Neuropatologi Daerah otak utama yang terlibat adalah struktur limbik, lobus frontalis, ganglia basalis, otah tengah, talamus, dan batang otak. a. Sistem limbik Sistem limbik yang berperan dalam pengendalian emosi. Pada sampel otak skizofrenia postmortem telah ditemukan suatu penurunan ukuran daerah termasuk

Upload: litta-hervitasari

Post on 08-Aug-2015

99 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: REFERAT sKIZOREN

Skizofrenia

A. Definisi

Skizofrenia: berasal dari bahasa yunani, “schizein/skizo” yang berarti “terpisah/ terpecah”

dan “Phren/frenia” yang berarti “jiwa”. Oleh karena itu, penderita skizofrenia adalah orang

yang mengalami keretakan jiwa atau kepribadian. Pada skizofrenia terjadi ketidakserasian

antara afek, kognitif dan perilaku (Hawari, 2006).

B. Etiologi (Kaplan, 2010)

A. Faktor Biologis

1) Neuropatologi

Daerah otak utama yang terlibat adalah struktur limbik, lobus frontalis, ganglia

basalis, otah tengah, talamus, dan batang otak.

a. Sistem limbik

Sistem limbik yang berperan dalam pengendalian emosi. Pada sampel otak

skizofrenia postmortem telah ditemukan suatu penurunan ukuran daerah

termasuk amigdala, hipokampus, dan girus para hipokampus. Karena

penurunan ukuran tersebut, emosi yang timbul sulit untuk di kendalikan.

b. Ganglia basalis

Ganglia basalis terlibat dalam mengendalikan pergerakan. Pasien skizofrenia

mempunyai pergerakan yang aneh (gaya berjalan kaku, menyeringaikan

wajah dan sterotipik) bahkan tanpa adanya gangguan pergerakan akibat

medikasi. Hal ini dapat terjadi karena sedikitnya neuron-neuron akibat

Page 2: REFERAT sKIZOREN

berkurangnya volume otak terutama didaerah globus pallidus dan substansia

nigra. Selain itu, reseptor dopamine tipe 2 (D2) meningkat jumlahnya di

daerah caudatus, putamen, dan nucleus accumbens.

c. Lobus frontalis

1) Ganglia basalis berhubungan timbal balik dengan lobus frontalis, dengan

demikian meningkatkan kemungkinan bahwa kelainan pada fungsi lobus

frontalis yang terlihat pada beberapa pemeriksaan pencitraan otak

mungkin disebabkan oleh patologi di dalam ganglia basalis, bukan di

dalam lobus frontalis itu sendiri.

2) Peningkatan aliran darah yang lebih kecil ke korteks frontalis dorsolateral

saat melakukan prosedur aktivasi psikologis.

3) Penurunan metabolisme glukosa di lobus frontal.

4) Atropi lobus frontalis, berhubungan dengan gejala negatif skizofrenia.

5) Penurunan volume korteks prefrontal dorsolateral, sehingga

menyebabkan deficit fungsi yang menimbulkan gejala mimik.

d. Atropi lobus temporal medial bilateral, yaitu girus parahipokampus, girus

hipokampus, dan amigdala

e. Pelebaran ventrikel ketiga dan ventrikel lateral yang stabil dan kadang terlihat

sebelum onset penyakit, sehingga mengurangi volume otak.

f. Gangguan transmisi neuronal (sirkuit) akibat aliran darah yang sedikit atau

disfungsi traktus thalamocortical, dan penurunan ukuran corpus callosum

yang menimbukan gejala positif dan negatif, serta gangguan kognitif.

2) Herediter

Page 3: REFERAT sKIZOREN

Seseorang kemungkinan menderita skizofrenia jika anggota keluarga lainnya juga

menderita skizofrenia dan kemungkinan seseorang menderita skizofrenia adalah

berhubungan dengan dekatnya hubungan persaudaraan tersebut. Beberapa gen

yang dijumpai pada penderita skizofrenia, antara lain 1q, 5q, 6p, 6q, 8p, 10p, 13q,

15q, dan 22q. Adanya mutasi gen dystrobrevin DTNBP 1 dan Neureglin 1

berhubungan dengan munculnya gejala negatif pada penderita skizofrenia. Selain

itu, kepribadian schizoid, skizotipal, dan paranoid memiliki kemungkinan besar

dalam timbulnya skizofrenia.

3) Gangguan anatomik

Dicurigai ada beberapa bangunan anatomis di otak berperan terhadap kejadian

skizofren yaitu lobus temporal, sistem limbik dan reticular activating sistem.

Ventrikel penderita skizofrenia juga lebih besar daripada populasi normal.

4) Teori Biokimia

a. Hipotesis dopamin

Rumusan paling sederhana dari hipotesis dopamin menyatakan bahwa

skizofrenia disebabkan dari terlalu banyaknya aktivitas dopaminergik,

sehingga menimbulkan gejal positif. Teori ini timbul dari pengamatan :

1) Aktivitas antipsikotik dari obat-obat neuroleptik misalnya fenotiazin

bekerja dengan memblokade reseptor dopamin pasca sinaps (tipe D2).

2) Obat-obat yang meningkatkan aktifitas dopaminergik misalnya

amfetamin akan memperburuk skizofrenia karena amfetamin melepaskan

dopamin sentral.

Page 4: REFERAT sKIZOREN

Teori ini tidak memperinci apakah hiperaktivitas dopaminergik disebabkan

oleh :

1) Terlalu banyak pelepasan dopamin.

2) Terlalu banyak reseptor dopamin.

3) Kombinasi kedua hal di atas.

4) Keterlibatan jalur dopamin di otak yaitu jalur mesokortikal, jalur

tubuloinfundibular, jalur mesolimbik.

b. Hipotesis serotonin

Serotonin telah telah mendapat banyak perhatian dalam penelitian skizofrenia

sejak pengamatan bahwa antipsikotik atipikal mempunyai aktifitas

berhubungan dengan serotonin yang kuat misalnya clozapine, risperidone,

ritanserin). Secara spesifik, antagonis pada reseptor serotonin (5-

hidroksitriptamin) tipe 2 (5-HT2) telah disadari penting untuk menurunkan

gejala psikotik dalam menurunkan perkembangan gangguan pergerakan

berhubungan dengan antagonisme-D2. Seperti yang telah dinyatakan dalam

penelitian mengenai gangguan mood, aktifitas serotonin telah berperan dalam

perilaku bunuh diri dan impulsif yang juga dapat ditemukan pada pasien

skizofrenia.

c. Hipotesis norepinefrin

Beberapa peneliti telah melaporkan bahwa pemberian antipsikotik jangka

panjang menurunkan aktifitas neuron noradrenergik di lokus cereleus dan

bahwa efek terapeutik dari beberapa antipsikotik mungkin melibatkan

aktifitas pada reseptor adrenergik-1 dan adrenergik-2. Walaupun hubungan

Page 5: REFERAT sKIZOREN

antara aktifitas dopaminergik dan noradrenergik masih belum jelas, semakin

banyak data yang menyatakan bahwa sistem noradrenergik memodulasi

sistem dopaminergik dalam cara tertentu sehingga kelainan sistem

noradrenegik mempredisposisikan pasien untuk sering relaps.

d. Hipotesis asam amino

Neurotransmiter asam amino inhibitor gamma-aminobutyric acid (GABA)

juga telah terlibat dalam patofisiologi skizofrenia. Data yang tersedia adalah

konsisten dengan hipotesis bahwa beberapa pasien dengan skizofrenia

mengalami kehilangan neuron GABA-ergik di dalam hipokampus. Hilangnya

neuron inhibitor GABA-ergik secara teoritik dapat menyebabkan

hiperaktifitas neuron dopaminergik dan noradrenergik. Neurotransmiter asam

amino eksitasi glutamat telah juga dilaporkan terlibat dalam dasar biologis

untuk skizofrenia.

e. Teori Neuropeptide

Dua zat neuropeptide, cholecystokinin dan neurotensin ditemukan di berbagai

daerah otak penderita skizofrenia. Konsentrasi zat ini berubah pada keadaan

psikosis.

f. Teori Glutamat

Pada pasien skizofrenia terdapat inhibisi pelepasan neurotransmitter

glutamate, hal ini penting perannya dalam menimbulkan gejala akut

skizofrenia.

g. Asetilkolin dan Nikotin

Page 6: REFERAT sKIZOREN

Penurunan jumlah reseptor muskarinik dan nikotinik di daerah caudatus-

putamen, hipokampus, korteks prefrontal menyebabkan kekacauan regulasi

sistem neurotransmitter, sehingga timbul disfungsi kognitif pada pasien

skizofrenia.

5) Psikoneuroimunologi

Penurunan produksi interleukin-2 sel T, penurunan jumlah dan responsivitas

limfosit perifer, kelainan pada reaktivitas selular dan humoral terhadap neuron,

dan adanya antibodi yang diarahkan ke otak (antibrain antibodies) paling banyak

dikaitkannya dengan terjadi skizofrenia

6) Psikoneuroendokrinologi

Banyak laporan menggambarkan perbedaan neuroendokrin antara kelompok

pasien skizofrenia dan kelompok subyek kontrol normal. Beberapa data

menunjukkan penurunan konsentrasi luteinizing hormone-follicle stimulating

hormone (LH/ FSH), kemungkinan dihubungkan dengan onset usia dan lamanya

penyakit. Dua kelainan tambahan yang dilaporkan adalah penumpulan pelepasan

prolaktin dan hormon pertumbuhan terhadap stimulasi gonadotropin releasing

hormone (GnRH) atau thyrotropin-releasing hormone (TRH) dan suatu

penumpulan pelepasan hormon pertumbuhan terhadap stimulasi apomorphine

yang mungkin dikorelasikan dengan adanya gejala negatif.

B. Faktor Psikososial

1. Teori Psikoanalitik

Page 7: REFERAT sKIZOREN

Sigmund Freud mendalilkan bahwa skizofrenia disebabkan oleh fiksasi dalam

perkembangan yang terjadi lebih awal yang menyebabkan perkembangan

neurosis. Freud juga mendalilkan bahwa adanya defek ego juga berperan dalam

gejala skizofrenia. Jadi, konflik intrapsikis yang disebabkan dari fiksasi awal dan

defek ego, yang mungkin disebabkan oleh hubungan objek awal yang buruk,

merupakan awal mula timbulnya gejala psikotik.

2. Teori Psikodinamika

Penelitian pada kembar monozigotik secara berulang menunjukkan bahwa faktor

lingkungan dan psikologis mempunyai kepentingan dalam perkembangan

skizofrenia.

3. Teori Belajar

Menurut ahli teori belajar, anak-anak yang kemudian menderita skizofrenia

mempelajari reaksi dan cara berpikir yang irasional dengan meniru orangtuanya

yang mungkin memiliki masalah emosionalnya sendiri yang bermakna. Hubungan

interpersonal yang buruk dari orang skizofrenia, menurut teori belajar, juga

berkembang karena dipelajarinya model yang buruk selama masa anak-anak.

C. Faktor Risiko (Kaplan, 2010)

1. Faktor genetik

2. Faktor psikososial

a. Teori tentang pasien individual : adanya defek ego dan regresi dalam respon

terhadap frustasi dan konflik dengan orang lain menyebabkan seseorang rentan

terhadap stres (teori psikoanalisis).

Page 8: REFERAT sKIZOREN

b. Teori Psikodinamika : defek stimulus lingkungan mempengaruhi hubungan

interpersonal sehingga menimbulkan stres.

c. Teori Belajar : Reaksi dan cara berfikir irasional orang tua yang mempunyai

masalah emosional bermakna juga dapat ditiru oleh anak-anak mereka

d. Teori tentang keluarga : keluarga patologis memberikan stres emosional sehingga

rentan menderita skizofrenia. Kurangnya perhatian yang hangat dan penuh kasih

sayang di tahun-tahun awal kehidupan berperan dalam menyebabkan kurangnya

identitas diri, salah interpretasi terhadap realitas dan menarik diri dari hubungan

sosial pada penderita skizofrenia.

e. Teori-teori sosial : Pengaruh industrialisasi dan urbanisasi menyebabkan stres.

3. Status sosial ekonomi

4. Stress

D. Penegakan Diagnosa (Kaplan, 2010)

a. Menurut PPDGJ III

1. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas dan biasanya dua gejala

atau lebih bila gejala-gejala itu kurang jelas :

(a) gangguan isi pikir:

“Thought echo” : isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema

dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya

sama, namun kulitasnya berbeda; atau

Page 9: REFERAT sKIZOREN

“Thought insertion or withdrawal”: isi pikiran yang asingdari luar masuk

kedalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh

sesuatu dari luar (withdrawal); dan

“Thought broadcasting”: isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain

atau umum mengetahuinya;

(b) Delusi

“delusion of control” : waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu

kekuatan tertentu dati luar; atau

“delusion of influence”: waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu

kekuatan tertentu dari luar; atau

“delusion of passivity”: waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah

terhadap suatu kekuatan dari luar;(tentang ‘dirinya”: secara jelas merujuk ke

pergerakan tubuh/anggota gerak atau ke pikiran, tindakan atau penginderaan

khusus);

“delusional perception”: pengalaman inderawi yang tak wajar, yang

bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat;

(c) Halusinasi auditorik :

Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku

pasien, atau

Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara berbagai

suara yang berbicara), ataau

Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.

Page 10: REFERAT sKIZOREN

(d) Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap

tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau

politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan diatas manusia biasa (misalnya

mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia

lain).

2. Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas :

a) Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik oleh

waham yang mengambang mauupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan

afektif yang jelas, ataupun disertai ole hide-ide berlebihan (over-valued ideas)

yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau

berbulan-bulan terus menerus;

b) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisispan (interpolation),

yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau

neologisme;

c) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisis tubuh

tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor;

d) Gejala-gejala “negative” seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan

respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang

mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan social dan menurunnya kinerja

social; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi

atau medikasi neuroleptika;

3. Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu

bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal).

Page 11: REFERAT sKIZOREN

4. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan

(overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadai (personal behaviour),

bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap

larut dalam diri sendiri (self absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.

b. Menurut DSM IV

Gejala karakteristik: Dua (atau lebih) berikut, masing-masing ditemukan untuk bagian

waktu yang bermakna selama periode 1 bulan (atau kurang jika diobati dengan berhasil):

1. waham

2. halusinasi

3. bicara terdisorganisasi (misalnya, sering menyimpang atau inkoheren)

4. perilaku terdisorganisasi atau katatonik yang jelas

5. gejala negatif, yaitu pendataran afektif, alogia, atau tidak ada kemauan (avolition)

Catatan: hanya satu gejala kriteria A yang diperlukan jika waham adalah kacau atau

halusinasi terdiri dari suara yang terus menerus mengkomentari perilaku atau pikiran

pasien, atau dua atau lebih suara yang saling bercakap satu sama lainnya.

Disfungsi sosial/pekerjaan: untuk bagian waktu yang bermakna sejak onset gangguan

satu atau lebih fungsi utama, seperti pekerjaan, hubungan interpersonal, atau perawatan

diri, adalah jelas dibawah tingkat yang dicapai sebelum onset (atau jika onset pada masa

anak-anak ata remaja, kegagalan untuk mencapai tingkat pencapaian interpersonal,

akademik, atau pekerjaan yang diharapkan).

Durasi : tanda gangguan terus menerus menetap selama sekurangnya 6 bulan. Periode 6

bulan ini harus termasuk sekurangnya 1 bulan gejala (kurang jika diobati dengan berhasil)

yang memenuhi kriteria A (yaitu, gejala fase aktif) dan mungkin termasuk periode gejala

Page 12: REFERAT sKIZOREN

prodromal atau residual. Selama periode prodromal atau residual, tanda gangguan

mungkin dimanifestasikan hanya oleh gejala negatif atau dua atau lebih gejala yang

dituliskan dalam kriteria A dalam bentuk yang diperlemah (misalnya, keyakinan yang

aneh, pengalaman persepsi yang tidak lazim).

Penyingkiran gangguan skizoafektif dan gangguan mood: gangguan skizoaefktif dan

gangguan mood dengan ciri psikotik telah disingkirkan karena: 1. Tidak ada episode

depresif berat, manik, atau campuran yang telah terjadi bersama-sama dengan gejala fase

aktif; 2. Jika episode mood telah terjadi selama gejala fase aktif, durasi totalnya adalah

relatif singkat dibandingkan durasi periode aktif dan residual.

Penyingkiran zat/kondisi medis umum: gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis

langsung dari suatu zat (misalnya, obat yang disalahgunakan, suatu medikasi) atau suatu

kondisi medis umum

Hubungan dengan gangguan perkembangan pervasif: jika terdapat riwayat adanya

gangguan autistik atau gangguan perkembangan pervasif lainnya, diagnosis tambahan

skizofrenia dibuat hanya jika waham atau halusinasi yang menonjol juga ditemukan untuk

sekurangnya satu bulan (atau kurang jika diobati secara berhasil).

E. Diagnosis Multiaxial (PPDGJ, )

Penilaian multiaksial

Aksis I

Aksis I mengandung gangguan klinis dan kondisi lain yang mungkin merupakan pusat perhatian

klinis.

Aksis II

Page 13: REFERAT sKIZOREN

Aksis II mengandung gangguan kepribadian dan retardasi mental. Penggunaan mekanisme

pertahanan yang menjadi kebiasaan dapat dituliskan dalam aksis II.

Aksis III

Aksis III menuliskan tiap gangguan fisik atau kondisi medis umum yang diketemukan disamping

gangguan mental. Jika suatu gangguan medis adalah sebagai penyebab atau secara penyebab

berhubungan dengan suatu gangguan mental, gangguan mental karena kondisi umum dituliskan

pada aksis I dan kondisi mental umum dituliskan pada aksis I maupun aksis III.

Aksis IV

Aksis IV digunakan untuk memberikan kode pada masalah psikologis dan lingkungan yang secara

bermakna berperan pada perkembangan atau eksaserbasi gangguan sekarang.

Aksis V

Aksis V adalah skala penilaian global terhadap fungsi (GAF, global assesment of functioning)

dimana dokter mempertimbangkan keseluruhan tingkat fungsional pasien selama periode waktu

tertentu.

Penegakan diagnosis skizofrenia berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik status mental

(Kaplan, 2010).

Page 14: REFERAT sKIZOREN

F. Patogenesis dan Patofisiologi Skizofrenia

Gambar. Patogenesis dan Patofisiologi Skizofrenia (Silbernagl, 2007)

Pada skizofrenia terdapat penurunan aliran darah dan ambilan glukosa, terutama di

korteks prefrontalis, dan pada pasien tipe II (negativisme) terdapat penurunan sejumlah

neuron (penurunan jumlah substansia grisea). Selain itu, migrasi neuron abnormal

selama perkembangan otak secara patofisologis sangat bermakna.

Atrofi penonjolan dendrit dari sel piramidal telah ditemukan pda korteks

prefrontalis dan girus singulata. Penonjolan dedrit mengandung sinaps glutaminergik,

Page 15: REFERAT sKIZOREN

sehingga transmisi glutamineriknya terganggu. Selain itu, pada area yang terkena,

pembentukan GABA dan atau jumlah neuron GABAnergik tampaknya berkurang

sehingga penghambatan sel piramidal menjadi berkurang.

Makna patofisologis khusus dikaitkan dengan dopamin. Availabilitas dopamin atau

agonis dopamin yang berlebihan dapat menimbulkan gejala skizofrenia. Penghambatan

pada reseptor dopamin-D2 telak sukses digunakan dalam penatalaksanaan skizofrenia..

Di sisi lain, penurunan reseptor D2 yang ditemukan pada korteks prefrontalis dan

penurunan reseptor D1 dan D2 berkaitan dengan gejala negatif skizofrenia., seperti

kurangnya emosi. Penurunan reseptor dopamin mungkin terjadi akibat pelepasan

dopamin mungkin terjadi akibat pelepasan dopamin yang meningkat dan ini tidak

memiliki efek patogenetik.

Dopamin berperan sebagai transmiter melalui beberapa jalur (Silbernagl , 2007):

a. Jalur dopaminergik ke sistem limbik (mesolimbik)

b. Jalur dopaminergik ke korteks (sistem mesokorteks) mungkin penting dalam

perkembangan skizofrenia

c. Pada sistem tubuloinfundibular, dopamin mengatur pelepasan hormon hipofisis

(terutama pelepasan prolaktin)

d. Dopamin mengatur aktivitas motorik pada sitem nigrostriatum

Serotonin mungkin juga berperan dalam menimbulkan gejala skizofrenia. Kerja

serotonis yang berlebihan dapat menimbulkan halusinasi dan banyak obat antipsikotik

akan menghambat reseptor 5-HT2A.

G. Tipe – tipe skizofrenia berdasarkan PPDGJ III (Kaplan, 2010)

Page 16: REFERAT sKIZOREN

Gejala klinis skizofrenia secara umum dan menyeluruh telah diuraikan di muka, dalam

PPDGJ III skizofrenia dibagi lagi dalam 9 tipe atau kelompok yang mempunyai spesifikasi

masing-masing, yang kriterianya di dominasi dengan hal-hal sebagai berikut :

1. Skizofrenia Paranoid

Memenuhi kriteria diagnostik skizofrenia

Sebagai tambahan :

1. Halusinasi dan atau waham harus menonjol :

(a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau

halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit, mendengung, atau

bunyi tawa.

(b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-

lain perasaan tubuh halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.

(c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion

of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau “Passivity” (delusion of

passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang

paling khas.

2. Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik

secara relatif tidak nyata / menonjol.

Pasien skizofrenik paranoid biasanya berumur lebih tua daripada pasien

skizofrenik terdisorganisasi atau katatonik jika mereka mengalami episode

pertama penyakitnya. Pasien yang sehat sampai akhir usia 20 atau 30 tahunan

biasanya mencapai kehidupan social yang dapat membantu mereka melewati

penyakitnya. Juga, kekuatan ego paranoid cenderung lebih besar dari pasien

Page 17: REFERAT sKIZOREN

katatonik dan terdisorganisasi. Pasien skizofrenik paranoid menunjukkan regresi

yang lambat dari kemampuanmentalnya, respon emosional, dan perilakunya

dibandingkan tipe lain pasien skizofrenik.

Pasien skizofrenik paranoid tipikal adalah tegang, pencuriga, berhati-hati, dan tak

ramah. Mereka juga dapat bersifat bermusuhan atau agresif. Pasien skizofrenik

paranoid kadang-kadang dapat menempatkan diri mereka secara adekuat didalam

situasi social. Kecerdasan mereka tidak terpengaruhi oleh kecenderungan psikosis

mereka dan tetap intak.

2. Skizofrenia Hebefrenik

Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia

Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja atau

dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun).

Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas : pemalu dan senang menyendiri

(solitary), namun tidak harus demikian untuk menentukan diagnosis.

Untuk diagnosis hebefrenia yang menyakinkan umumnya diperlukan pengamatan

kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran yang

khas berikut ini memang benar bertahan :

a. Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta

mannerisme; ada kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary), dan perilaku

menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan;

b. Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate), sering disertai

oleh cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self-satisfied), senyum sendirir

(self-absorbed smiling), atau oleh sikap, tinggi hati (lofty manner), tertawa

Page 18: REFERAT sKIZOREN

menyeringai (grimaces), mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks),

keluhan hipokondrial, dan ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated

phrases);

c. Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu (rambling)

serta inkoheren.

d. Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir umumnya

menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya tidak menonjol

(fleeting and fragmentary delusions and hallucinations). Dorongan kehendak

(drive) dan yang bertujuan (determination) hilang serta sasaran ditinggalkan,

sehingga perilaku penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu perilaku tanpa

tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty of purpose). Adanya suatu preokupasi

yang dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap agama, filsafat dan tema abstrak

lainnya, makin mempersukar orang memahami jalan pikiran pasien.

Menurut DSM-IV skizofrenia ini disebut sebagai skizofrenia tipe terdisorganisasi.

3. Skizofrenia Katatonik

Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia.

Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya :

(a) stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan dalam

gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak berbicara):

(b) Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang tidak

dipengaruhi oleh stimuli eksternal)

(c) Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan

mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh);

Page 19: REFERAT sKIZOREN

(d) Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap semua

perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau pergerakkan kearah yang

berlawanan);

(e) Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya

menggerakkan dirinya);

(f) Fleksibilitas cerea / ”waxy flexibility” (mempertahankan anggota gerak dan

tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar); dan

(g) Gejala-gejala lain seperti “command automatism” (kepatuhan secara otomatis

terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimat-kalimat.

Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari gangguan

katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai diperoleh bukti yang

memadai tentang adanya gejala-gejala lain.

Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan petunjuk diagnostik

untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit otak, gangguan

metabolik, atau alkohol dan obat-obatan, serta dapat juga terjadi pada gangguan

afektif.

Selama stupor atau kegembiraan katatonik, pasien skizofrenik memerlukan

pengawasan yang ketat untuk menghindari pasien melukai dirinya sendiri atau orang

lain. Perawatan medis mungkin ddiperlukan karena adanya malnutrisi, kelelahan,

hiperpireksia, atau cedera yang disebabkan oleh dirinya sendiri.

4. Skizofrenia tak terinci (Undifferentiated).

Page 20: REFERAT sKIZOREN

Seringkali pasien yang jelas skizofrenik tidak dapat dengan mudah dimasukkan

kedalam salah satu tipe. PPDGJ mengklasifikasikan pasien tersebut sebagai tipe tidak

terinci. Kriteria diagnostic menurut PPDGJ III yaitu:

Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia

Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik, atau

katatonik.

Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca skizofrenia.

5. Depresi Pasca-Skizofrenia

Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau :

a. Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria diagnosis umum

skizzofrenia) selama 12 bulan terakhir ini;

b. Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi mendominasi

gambaran klinisnya); dan

c. Gejala-gejala depresif menonjol dan menganggu, memenuhi paling sedikit

kriteria untuk episode depresif, dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2

minggu.

Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia diagnosis menjadi episode

depresif. Bila gejala skizofrenia diagnosis masih jelas dan menonjol, diagnosis harus

tetap salah satu dari subtipe skizofrenia yang sesuai.

6. Skizofrenia Residual

Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus dipenuhi

semua :

Page 21: REFERAT sKIZOREN

a. Gejala “negative” dari skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatan

psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan

inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non-

verbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara,

dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk;

b. Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau yang

memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofenia;

c. Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan

frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang

(minimal) dan telah timbul sindrom “negative” dari skizofrenia;

d. Tidak terdapat dementia atau penyakit / gangguan otak organik lain, depresi

kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negative

tersebut.

Menurut DSM IV, tipe residual ditandai oleh bukti-bukti yang terus menerus adanya

gangguan skizofrenik, tanpa adanya kumpulan lengkap gejala aktif atau gejala yang

cukup untuk memenuhi tipe lain skizofrenia. Penumpulan emosional, penarikan

social, perilaku eksentrik, pikiran yang tidak logis, dan pengenduran asosiasi ringan

adalah sering ditemukan pada tipe residual. Jika waham atau halusinasi ditemukan

maka hal tersebut tidak menonjol dan tidak disertai afek yang kuat.

7. Skizofrenia Simpleks

Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung

pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan progresif dari :

Page 22: REFERAT sKIZOREN

- gejala “negative” yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat

halusinasi, waham, atau manifestasi lain dari episode psikotik, dan

- disertai dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi yang bermakna,

bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu,

tanpa tujuan hidup, dan penarikan diri secara sosial.

Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan subtipe skizofrenia

lainnya. Skizofrenia simpleks sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala

utama pada jenis simpleks adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan.

Gangguan proses berpikir biasanya sukar ditemukan. Waham dan halusinasi jarang

sekali terdapat. Jenis ini timbulnya perlahan-lahan sekali. Pada permulaan mungkin

penderita mulai kurang memperhatikan keluarganya atau mulai menarik diri dari

pergaulan. Makin lama ia makin mundur dalam pekerjaan atau pelajaran dan

akhirnya menjadi pengangguran, dan bila tidak ada orang yang menolongnya ia

mungkin akan menjadi pengemis, pelacur, atau penjahat.

8. Skizofrenia lainnya

Tipe – tipe skizofrenia berdasarkan Subtipe lain

Selain beberapa subtipe di atas, terdapat penggolongan skizofrenia lainnya (yang

tidak berdasarkan DSM IV TR), antara lain :

a. Bouffe delirante (psikosis delusional akut).

Konsep diagnostik Perancis dibedakan dari skizofrenia terutama atas dasar lama

gejala yang kurang dari tiga bulan. Diagnosis adalah mirip dengan diagnosis

gangguan skizofreniform didalam DSM-IV. Klinisi Perancis melaporkan bahwa

Page 23: REFERAT sKIZOREN

kira-kira empat puluh persen diagnosis delirante berkembang dalam penyakitnya

dan akhirnya diklasifikasikan sebagai media skizofrenia.

b. Skizofrenia laten.

Konsep skizofrenia laten dikembangkan selama suatu waktu saat terdapat

konseptualisasi diagnostic skizofrenia yang luas. Sekarang, pasien harus sangat

sakit mental untuk mendapatkan diagnosis skizofrenia; tetapi pada konseptualisasi

diagnostik skizofrenia yang luas, pasien yang sekarang ini tidak terlihat sakit berat

dapat mendapatkan diagnosis skizofrenia. Sebagai contohnya, skizofrenia laten

sering merupakan diagnosis yang digunakan gangguan kepribadian schizoid dan

skizotipal. Pasien tersebut mungkin kadang-kadang menunjukkan perilaku aneh

atau gangguan pikiran tetapi tidak terus menerus memanifestasikan gejala

psikotik. Sindroma juga dinamakan skizofrenia ambang (borderline skizofrenia) di

masa lalu.

c. Oneiroid.

Keadaan oneiroid adalah suatu keadaan mirip mimpi dimana pasien mungkin

pasien sangat kebingungan dan tidak sepenuhnya terorientasi terhadap waktu dan

tempat. Istilah “skizofrenik oneiroid” telah digunakan bagipasien skizofrenik yang

khususnya terlibat didalam pengalaman halusinasinya untuk mengeluarkan

keterlibatan didalam dunia nyata. Jika terdapat keadaan oneiroid, klinisi harus

berhati-hati dalam memeriksa pasien untuk adanya suatu penyebab medis atau

neurologist dari gejala tersebut.

d. Parafrenia.

Page 24: REFERAT sKIZOREN

Istilah ini seringkali digunakan sebagai sinonim untuk “skizofrenia paranoid”.

Dalam pemakaian lain istilah digunakan untuk perjalanan penyakit yang

memburuk secara progresif atau adanya system waham yang tersusun baik. Arti

ganda dari istilah ini menyebabkannya tidak sangat berguna dalam

mengkomunikasikan informasi.

e. Pseudoneurotik.

Kadang-kadang, pasien yang awalnya menunjukkan gejala tertentu seperti

kecemasan, fobia, obsesi, dan kompulsi selanjutnya menunjukkan gejala gangguan

pikiran dan psikosis. Pasien tersebut ditandai oleh gejala panansietas, panfobia,

panambivalensi dan kadang-kadang seksualitas yang kacau. Tidak seperti pasien

yang menderita gangguan kecemasan, mereka mengalami kecemasan yang

mengalir bebas (free-floating) dan yang sering sulit menghilang. Didalam

penjelasan klinis pasien, mereka jarang menjadi psikotik secara jelas dan parah.

Berdasarkan klasifikasi menurut T.J.Crow :

a. Skizofrenia Tipe I.

Skizofrenia dengan sebagian besar simptom yang muncul adalah simptom positif

yaitu asosiasi longgar, halusinasi, perilaku aneh, dan bertambah banyaknya

pembicaraan. Disertai dengan struktur otak yang normal pada CT dan respon yang

relatif baik terhadap pengobatan.

b. Skizofrenia tipe II.

Skizofrenia dengan sebagian besar simptom yang muncul adalah simptom negative

yaitu pendataran atau penumpulan afek, kemiskinan pembicaraan atau isi

pembicaraan, penghambatan (blocking), dandanan yang buruk, tidak adanya

Page 25: REFERAT sKIZOREN

motivasi, anhedonia, penarikan sosial, defek kognitif, dan defisit perhatian. Disertai

dengan kelainan otak struktural pada pemeriksaan CT dan respon buruk terhadap

pengobatan.

H. Komplikasi (Kaplan, 2010)

1. Pikiran dan perilaku bunuh diri

2. Perilaku yang merusak diri

3. Malnutrisi

4. Kebersihan yang buruk

5. Depresi

6. Penyalahgunaan alkohol, obat-obatan atau resep obat

7. Kemiskinan

8. Gelandangan

9. Penahanan

10. Konflik keluarga

11. Ketidakmampuan untuk bekerja atau bersekolah

12. Menjadi korban atau pelaku kejahatan kekerasan

I. Penatalaksanaan

Non farmakologis

1. Terapi Psikososial

Terapi psikososial pada umumnya lebih efektif diberikan pada saat penderita

berada dalam fase perbaikan dibandingkan pada fase akut. Terapi ini meliputi

Page 26: REFERAT sKIZOREN

terapi perilaku, terapi berorientasi keluarga, terapi kelompok, dan psikoterapi

individual (Kaplan, 2010).

a. Terapi perilaku

Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan keterampilan

sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri

sendiri, latihan praktis, dan komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif

didorong dengan pujian atau hadiah yang dapat ditebus untuk hal-hal yang

diharapkan, seperti hak istimewa di rumah sakit, dengan demikian frekuensi

perilaku maladaptif atau menyimpang seperti berbicara lantang, berbicara

sendirian di masyarakat, dan postur tubuh aneh dapat diturunkan (Kaplan,

2010).

Terapi perilaku memiliki tiga model pelatihan keterampilan sosial pada

penderita skizofrenia, yaitu :

1) Model keterampilan dasar

Model keterampilan dasar sering juga disebut dengan istilah keterampilan

motorik, merupakan model pendekatan yang mengidentifikasi disfungsi

perilaku sosial, kemudian dipilah menjadi tugas-tugas yang lebih

sederhana, dipelajari melalui pengulangan, dan elemen-elemen terasebut

dikombinasikan menjadi perbendaharaan fungsional yang lebih lengkap.

2) Model pemecahan masalah sosial

Model pemecahan masalah sosial dilaksanakan melalui modul-modul

pembelajaran seperti manajemen medikasi, manajemen gejala, rekreasi,

percakapan dasar, dan pemeliharaan diri.

Page 27: REFERAT sKIZOREN

3) Cognitive remediation

Penatalaksaanaan gangguan kognitif pada penderita skizofrenia bertujuan

meningkatkan kapasitas individu untuk mempelajari berbagai variasi dari

keterampilan sosial dan dapat hidup mandiri. Strategi penatalaksanaan

meliputi langsung pada defisit kognitif yang mendasari dan terapi kognitif

perilaku terhadap gejala psikotik. Penatalaksanaan langsung terhadap

defisit kognitif yang mendasari meliputi pengulangan latihan, modifikasi

instruksi berupa instruksi lengkap dengan isyarat dan umpan balik segera

selama latihan. Sedangkan terapi kognitif perilaku terhadap gejala psikotik

bertujuan mengidentifikasikan gejala spesifik dan menggunakan strategi

coping kognitif untuk mengatasinya. Contohnya seperti strategi distraksi,

reframing, self reinforcement, test realita, atau tantangan secara verbal.

Penderita skizofrenia menggunakan strategi ini untuk menemukan dan

menguji kualitas disfungsi dari keyakinan yang irasional.

b. Terapi berorintasi keluarga

Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali dipulangkan

dalam keadaan remisi parsial. Keluarga tempat pasien skizofrenia kembali

seringkali mendapatkan manfaat dari terapi keluarga yang singkat namun

intensif (setiap hari). Setelah periode pemulangan segera, topik penting yang

dibahas didalam terapi keluarga adalah proses pemulihan, khususnya lama

dan kecepatannya. Seringkali, anggota keluarga mendorong sanak saudaranya

yang terkena skizofrenia untuk melakukan aktivitas teratur terlalu cepat.

Rencana yang terlalu optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan tentang

Page 28: REFERAT sKIZOREN

sifat skizofreniadan dari penyangkalan tentang keparahan penyakitnya

(Kaplan, 2010).

Terapi keluarga bertujuan untuk memberikan pengetahuan mengenai

skizofrenia. Materi yang diberikan berupa pengenalan tanda-tanda

kekambuhan secara dini, peranan dari pengobatan, dan antisipasi dari efek

samping pengobatan, dan peran keluarga terhadap penderita skizofrenia.

Ahli terapi harus membantu keluarga dan pasien mengerti skizofrenia tanpa

menjadi terlalu mengecilkan hati. Sejumlah penelitian telah menemukan

bahwa terapi keluarga adalah efektif dalam menurunkan relaps. Didalam

penelitian terkontrol, penurunan angka relaps adalah dramatik. Angka relaps

tahunan tanpa terapi keluarga sebesar 25-50 % dan 5-10 % dengan terapi

keluarga (Kaplan, 2010).

c. Terapi kelompok

Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan perhatian pada

rencana, masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin

terorientasi secara perilaku, terorientasi secara psikodinamika, tilikan, atau

suportif. Terapi kelompok efektif dalam menurunkan isolasi sosial,

meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes realitas bagi pasien

skizofrenia. Kelompok yang memimpin dengan cara suportif, bukannya

dalam cara interpretatif, tampaknya paling membantu bagi pasien skizofrenia

(Kaplan, 2010).

Terapi kelompok meliputi terapi suportif, terstruktur, dan anggotanya terbatas,

umumnya 3-15 orang. Kelebihan terapi kelompok adalah kesempatan untuk

Page 29: REFERAT sKIZOREN

mendapatkan umpan balik segera dari teman kelompok, dan dapat mengamati

respon psikologis, emosional, dan perilaku penderita skizofrenia terhadap

berbagai sifat orang dan masalah yang timbul.

d. Psikoterapi individual

Psikoterapi individual yang diberikan pada penderita skizofrenia bertujuan

sebagai promosi terhadap kesembuhan penderita atau mengurangi penderitaan

pasien. Psikoterapi ini terdiri dari fase awal yang difokuskan pada hubungan

antara stres dengan gejala, fase menengah difokuskan pada relaksasi dan

kesadaran untuk mengatasi stres kemudian fase lanjut difokuskan pada

inisiatif umum dan keterampilan di masyarakat dengan mempraktekkan apa

yang telah dipelajari

2. Perawatan di Rumah Sakit (Hospitalization)

Indikasi utama perawatan di rumah sakit adalah untuk tujuan diagnostik,

menstabilkan medikasi, keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau

membunuh, perilaku yang sangat kacau termasuk ketidakmampuan memenuhi

kebutuhan dasar (Kaplan, 2010).

Tujuan utama perawatan di rumah sakit yang harus ditegakkan adalah ikatan

efektif antara pasien dan sistem pendukung masyarakat. Rehabilitasi dan

penyesuaian yang dilakukan pada perawatan rumah sakit harus direncanakan.

Dokter harus juga mengajarkan pasien dan pengasuh serta keluarga pasien tentang

skizofrenia. Selain anti psikosis, terapi psikososial ada juga terapi lainnya yang

dilakukan di rumah sakit yaitu Elektro Konvulsif Terapi (ECT).

Page 30: REFERAT sKIZOREN

Pada pelaksanaan Terapi ini dibutuhkan persiapan sebagai berikut (Maramis,

2009):

1) Pemeriksaan jantung, paru, dan tulang punggung

2) Penderita harus puasa

3) Kandung kemih dan rektum perlu dikosongkan

4) Gigi palsu, dan benda-benda metal perlu dilepaskan

5) Penderita berbaring telentang lurus di atas permukaan yang datar dan agak

keras

6) Bagian kepala yang akan dipasang elektroda (antara os. frontal dan os.

temporalis) dibersihkan

7) Diantara kedua rahang diberi bahan lunak dan disuruh agar pasien

menggigitnya

Frekuensi dilakukannya terapi ini tergantung dari keadaan penderita dapat diberi

(Maramis, 2009):

1) 2-4 hari berturut-turut 1-2 kali sehari

2) 2-3 kali seminggu pada keadaan yang lebih ringan

3) Maintenance tiap 2-4 minggu

Dahulu sebelum jaman psikotropik dilakukan 12-20 kali tetapi sekarang tidak

dianut lagi. Indikasi pemberian terapi ini adalah pasien skizofrenia katatonik dan

bagi pasien yang karena alasan tertentu karena tidak dapat menggunakan

antipsikotik atau tidak adanya perbaikan setelah pemberian antipsikotik. Kontra

indikasi terapi ECT adalah dekompensasio kordis, aneurisma aorta, penyakit

tulang dengan bahaya fraktur tetapi dengan pemberian obat pelemas otot pada

Page 31: REFERAT sKIZOREN

pasien dengan keadaan diatas boleh dilakukan. Kontra indikasi mutlak adalah

tumor otak. Sebagai komplikasi terapi ini dapat terjadi luksasio pada rahang,

fraktur pada vertebra, robekan otot-otot, dapat juga terjadi apnea, amnesia dan

terjadi degenerasi sel-sel otak.

a. Farmakologis

Antipsikosis atau neuroleptik bermanfaat pada terapi psikosis akut dan kronik.

Kegunaannya pada psikoneuresis dan penyakit psikosomatik belum jelas.

Prinsip-prinsip Terapetik

Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan pada pengobatan adalah sebagai berikut

(Kaplan, Sadock, dan Grebb, 2010):

1) Klinisi menentukan gejala sasaran yang akan diobati

2) Antipsikotik yang telah bekerja dengan baik (pada pengobatan sebelumnya)

harus digunakan lagi

3) Lama percobaan 4-6 minggu pada dosis yang adekuat

4) Antipsikotik lebih dari 1 dalam satu waktu jarang dilakukan

5) Pasien diberikan dosis efektif serendah mungkin

J. Prognosis

Gambaran yang menunjukkan prognosis baik dan buruk dalam skizofrenia (Kaplan dan

Saddock, 2010) digambarkan di bawah ini.

a. Skizofrenia prognosis baik

Berkaitan dengan onset lambat, faktor pencetus yang jelas, onset akut, riwayat sosial,

Page 32: REFERAT sKIZOREN

seksual dan pekerjaan pramorbid yang baik, gejala gangguan mood (terutama

gangguan depresif), menikah, riwayat keluarga gangguan mood, sistem pendukung

yang baik dan gejala positif.

b. Skizofrenia prognosis buruk

Berkaitan dengan onset muda, tidak ada faktor pencetus, onset tidak jelas, riwayat

sosial, seksual dan pekerjaan pramorbid yang buruk, perilaku menarik diri, austistik,

tidak menikah, bercerai, atau janda/duda, riwayat keluarga skizofrenia, sistem

pendukung yang buruk, gejala negatif, tanda dan gejala neurologist, riwayat trauma

prenatal, tidak ada remisi dalam tiga tahun, sering relaps dan riwayat penyerangan.

D. AFEK

a. Definisi Afek dan Jenis Afek

Afek merupakan respons emosional saat sekarang, yang dapat dinilai melalui

ekspresi wajah, pembicaraan, sikap dan gerak gerik tubuhnya (bahasa tubuh). Afek

mencerminkan situasi emosi sesaat. Afek juga dapat tidak konsisten dengan emosi yang

dikatakan penderita (American Psychiatric Association, 2000).

1. Afek yang sesuai (appropriate) merupakan kondisi dimana irama emosional adalah

harmonis dengan gagasan, pikiran atau pembicaraan yang meneyertai. Afek ini luas

atau penuh, dimana rentang emosional lengkap di ekspresikan secara sesuai.

2. Afek yang tidak sesuai (inappropriate) merupakan suatu kondisi

ketidakharmonisan antara irama perasaan emosional dengan gagasan, pikiran, atau

pembicaraan yang menyertainya.

Page 33: REFERAT sKIZOREN

3. Afek tumpul merupakan gangguan pada afek yang dimanifestasikan oleh penurunan

yang berat dengan intensitas irama perasaan yang diungkapkan keluar, ketika diberi

stimulasi untuk tertawa atau sedih hanya sedikit ekspresi wajah yang keluar.

4. Afek terbatas merupakan penurunan irama perasaan yang kurang berat dari afek

tumpul tetapi jelas menurun.

5. Afek datar merupakan tidak ada atau hampir tidak ada tanda ekspresi afek, suara

monoton dan wajah tidak bergerak.

6. Afek labil merupakan perubahan iramam perasaan yang cepat dan tiba-tiba yang

tidak berhubungan dengan stimuli eksternal.

7. Afek luas merupakan afek pada rentang normal, yaitu ekspresi emosi yang luas

dengan sejumlah variasi yang beragam dalam ekspresi wajah, irama suara maupun

gerakan tubuh, serasi dengan suasana yang dihayatinya.

8. Afek menyempit merupakan nuansa ekspresi emosi yang terbatas. Intensitas dan

keluasan dari ekspresi emosinya berkurang, yang dapat dilihat dari ekspresi wajah dan

bahasa tubuh yang kurang bervariasi.

b. Psikopatologi Afek Inappropriate

Faktor-faktor pencetus skizofrenia faktor genetik, gangguan perkembangan,

penyalah gunaan obat-obatan, stress, serta permasalahan psikosial, dapat berpengaruh pada

otak. Faktor-faktor pencetus tersebut menyebabkan proses penyaluran impuls melalui

neurotransmitter di otak terganggu, salah satu neurotransmitter yang terganggu pada

penderita skizofren adalah neurotransmitter dopamin. Dopamin merupakan

neurotransmitter otak yang berperan dalam perasaan dan mood, dopamin juga berperan

Page 34: REFERAT sKIZOREN

penting pada area otak yang mengatur emosi dan tingkah laku seperti area tegmentum

ventral, bagian medial dan anterior sistem limbik, hipokampus, nukleus amígdala, nukleus

kaudatus anterior dan lobus prefrontalis. Penderita skizofren cenderung memiliki dopamin

yang berlebih, hiperdopaminergik pada sistem mesolimbik (jalur area tegmentum ke

sistem limbik) berperan pada gejala positif, sedangkan hipodapinergik akibat peningkatan

serotonergik pada mesocortical (jalur area tegmentum ke frontal cortex) dan nigrostriatal

(jalur substansia nigra ke ganglia basalis) berperan pada gejala negatif. Reseptor

dopaminergik yang ditemukan dengan densitas tinggi pada penderita skizofren adalah

receptor D2. Bila kadar dopamin tidak seimbang, maka akan menyebabkan gejala negatif

(gangguan emosi, gangguan afek, anhedon) dan gejala positif (halusinasi, delusi, gangguan

pemikiran) (Price, 2006 ; Sherwood, 2001).

Afek inappropriate merupakan suatu kondisi ketidakharmonisan antara irama

perasaan emosional dengan gagasan, pikiran, atau pembicaraan yang menyertainya, afek

ini merupakan akibat dari ketidakseimbangan dopamin tersebut, karena dopamin ternyata

berpengaruh langsung terhadap perasaan emosi dan mood. Afek inappropriate ini dapat

terlihat karena ide-ide penderita skizofren dengan afek yang muncul benar-benar terputus.

Afek inappropriate terjadi akibat adanya penyimpangan dari hubungan normal antara

perasaan emosi dengan ekspresi afek, seringkali afek ini tampak terlihat dibuat-buat, kaku

dan dibawah kendala yang aneh. Penderita terkadang terlihat gembira namun ekspresi

wajah terlihat rapuh dan lemah tidak ceria, ataupun penderita terlihat mengalami

kesedihan hingga meneteskan air mata, namun emosi tidak memiliki kedalaman seolah-

olah penderita sedang mengenakan topeng kesedihan yang dapat hilang setiap saat

(American Psychiatric Association, 2000).

Page 35: REFERAT sKIZOREN
Page 36: REFERAT sKIZOREN

DAFTAR PUSTAKA

American Psychiatric Association. 2000. Diagnostic and statistic manual ofmental disorders

(DSM-IV-TR). Washington DC : American Psychiatric Association

Ganong, William F. 2003. Buku ajar fisiologi kedokteran edisi 20, Jakarta: EGC

Price, Wilson. 2006. Patofisiologi. Jakarta: EGC

Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta : EGC

Maramis, W.F.1994. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press

Guyton, Arthur C. & John E. Hall, 1997, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 9, Editor:

Irawati Setiawan, EGC, Jakarta.

Ikawati, Zullies. 2009.  Lecture Notes : Skizophrenia. Yogyakarta : UGM

Page 37: REFERAT sKIZOREN

Kaplan, Harold I., Benjamin J. Sadock, Jack A. Grebb. 2010. Sinopsis Psikiatri. Jilid 1. Jakarta :

Binarupa Aksara.

Dadang Hawari. 2006. Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia. Jakarta : Gaya

Baru.

W.F., Maramis dan Maramis AA. 2009. Gangguan Mood Pada Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa.

Edisi 2. Surabaya: Airlangga University Press.

PPDGJ.

Silbernagl, Stefan dan Florian Lang. 2007. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta :

EGC.

Patofisiologi skizofrenia dihubungkan dengan genetik dan lingkungan. Faktor genetik dan

lingkungan saling berhubungan dalam patofisiologi terjadinya skizofrenia. Neurotransmitter yang

berperan dalam patofisiologinya adalah DA, 5HT, Glutamat, peptide,norepinefrin (Price, 2006).

Pada pasien skizofrenia terjadi hiperreaktivitas sistem dopaminergik (hiperdopaminergia

pada sistem mesolimbik →berkaitan dengan gejala positif, dan hipodopaminergia pada sistem

mesocortis dan nigrostriatal→berkaitan dengan gejala negatif dan gejala ekstrapiramidal)

Reseptor dopamin yang terlibat adalah reseptor dopamin-2 (D2) yang akan dijumpai peningkatan

densitas reseptor D2 pada jaringan otak pasien skizoprenia. Peningkatan aktivitas sistem

dopaminergik pada sistem mesolimbik yang bertanggungjawab terhadap gejala positif.

Page 38: REFERAT sKIZOREN

Sedangkan peningkatan aktivitas serotonergik akan menurunkan aktivitas dopaminergik pada

sistem mesocortis yang bertanggung-jawab terhadap gejala negatif (Ikawati, 2009; Maramis,

1994)

Adapun jalur dopaminergik saraf terdiri dari beberapa jalur :

a. Jalur nigrostriatal: dari substansia nigra ke basal ganglia: fungsi gerakan, EPS

b. Jalur mesolimbik: dari tegmental area menuju ke sistem limbik memori, sikap, kesadaran,

proses stimulus.

c. Jalur mesokortikal: dari tegmental area menuju ke frontal cortex kognisi, fungsi sosial,

komunikasi, respons terhadap stress.

d. Jalur tuberoinfendibular: dari hipotalamus ke kelenjar pituitary pelepasan prolaktin (Ikawati,

2009)