referat siphilis

Upload: ayudyah-annisha

Post on 08-Jan-2016

31 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

referat siphilis

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUANLatar belakangSifilis merupakan penyakit infeksious yang disebabkan oleh Treponema pallidum. Sifilis ditularkan melalui kontak seksual dengan lesi yang terinfeksi dari ibu ke janin dalam uterus, melalui transfuse darah dan jarang melalui kontak kulit dengan kulit yang terdapat infectious lesi (Diaz, 2010).Insiden sifilis di berbagai Negara di seluruh dunia pada tahun 1996 berkisar antara 0,04-0,52%. Insiden yang terendah di China, sedangkan yang tertinggi di Amerika Selatan. Di Indonesia insidennya 0,61% (Natahusada, 2007). Di AS yang paling sering terkena infeksi adalah golongan usia muda berusia antara 20 29 tahun, yang aktif secara seksual. Adanya perbedaan prevalensi penyakit pada ras yang berbeda lebih disebabkan oleh faktor sosial daripada faktor biologis. Sifilis juga lebih tinggi prevalensinya didaerah perkotaan dibandingkan dengan didaerah pedesaan dan juga pada ras dan kultur tertentu. Laki-laki lebih sering terinfeksi daripada wanita. Pada tahun 1970-an dan awal tahun 1980-an, prevalensi tinggi dijumpai pada kelompok homoseksual laki-laki dan pada tahun 1983 menurun secara drastis (Ditjen PP dan PL, 2005).Dibanyak wilayah di AS, terutama di daerah perkotaan dan di daerah pedesaan bagian selatan kejadian sifilis dan sifilis kongenital yang dilaporkan meningkat sejak tahun 1986 dan berlanjut sampai dengan tahun 1990 dan kemudian menurun sesudah itu. Peningkatan ini terjadi terutama dikalangan masyarakat dengan status sosial ekonomi rendah dan dikalangan anak-anak muda. Faktor risiko yang melatar belakangi peningkatan prevalensi sifilis pada kelompok ini antara lain pemakaian obat obat terlarang, prostitusi, AIDS dan hubungan seks pertama kali pada usia muda. Tahun 1991, sejak tahun 1985 merupakan tahun pertama kali kasus sifilis yang dilaporkan menurun drastis, penyebabnya tidak diketahui dengan jelas. Penyakit kelamin pada usia muda dan sifilis kongenital meningkat secara bermakna hampir diseluruh dunia sejak tahun 1957 (Ditjen PP dan PL, 2005).BAB II

PEMBAHASAN

Definisi

Sifilis ialah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema Pallidum, sangat kronik dan bersifat sistemik. Pada perjalanannya dapat menyebabkan hampir semua alat tubuh, dapat menyerupai banyak penyakit, mempunyai masa laten, dan dapat ditularkan dari ibu ke janin (Natahusada, 2007).

Sifilis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi treponema yang bersifat akut dan kronis ditandai dengan lesi primer diikuti dengan erupsi sekunder pada kulit dan selaput lendir kemudian masuk kedalam periode laten diikuti dengan lesi pada kulit, lesi pada tulang, saluran pencernaan, sistem syaraf pusat dan sistem kardiovaskuler (Ditjen PP dan PL, 2005).Etiologi

Pada tahun 1905 penyebab sifilis ditemukan oleh Schaudinn dan Hoffman ialah Treponema Pallidum, yang termasuk ordo Spirochaetales, familia Spirochaetaceae, dan genus Treponema (Natahusada, 2007).

Klasifikasi

Secara epidemiologik menurut WHO dibagi menjadi:

1. Stadium dini menular (dalam 1 tahun sejak infeksi), terdiri atas S I, S II, stadium rekuren, dan stadium laten dini.

2. Stadium lanjut tak menular (seteah 1 tahun sejak infeksi), terdiri atas stadium laten lanjut dan S III.

bentuk lain ialah sifilis kardivaskular dan neurosifilis. Ada yang memasukkannya kedalam S III atau S IV (Natahusada, 2007)

Patogenesis

Stadium dini

Pada sifilis yang didapat, T. Pallidum masuk kedalam kulit melalui mikrolesi atau selaput lendir, biasanya melalui senggama. Kuman tersebut membiak, jaringan bereaksi dengan membentuk infiltrate yang terdiri atas sel-sel limfosit dan sel-sel plasma, terutama di perivaskular, pembuluh-pembuluh darah kecil berproliferasi dikelilingi oleh T. Pallidum dan sel-sel radang. Treponema tersebut terletak diantara endothelium kapiler dan jaringan perivaskular disekitarnya. Enarteritis pembuluh darah kecil menyebabkan perubahan hipertrofik endothelium yang menimbulkan obliterasi lumen (enarteritis obliterans). Kehilangan perdarahan akan menyebabkan erosi, pada pemeriksaan klinis tampak sebagai S I (Natahusada, 2007).

Sebelum S I terlihat, kuman telah mencapai kelenjar getah bening regional secara limfogen dan membiak. Pada saat itu terjadi pula penjalaran hematogen dan menyebar kesemua jaringan di badan, tetapi manifestasinya akan tampak kemudian. Multiplikasi ini diikuti oleh reaksi jaringan sebagai SII, yang terjadi 6-8 minggu sesudah S I. S I akan sembuh perlahan-lahan karena kuman di tempat tersebut jumlahnya berkurang, kemudian terbentuklah fibroblast-fibroblas dan akhirya sembuhberupa sikatriks. S II juga mengalami regresi perlahan-lahan dan lalu menghilang (Natahusada, 2007).

Tibalah stadium laten yang tidak disertai gejala, meskipun infeksi yang aktif masih terdapat. Sebagai contoh pada stadium ini seorang ibu dapat melahirkan bayi dengan sifilis congenital (Natahusada, 2007).

Kadang-kadang proses imunitas gagal mengontrol infeksi sehingga T. Pallidum membiak lagi pada tempat S I dan menimbulkan lesi rekuren atau kuman tersebut menyebar melalui jaringan menyebabkan reaksi serupa dengan lesi rekuren S II, yang terakhir ini lebih sering terjadi daripada yang terdahulu. Lesi menular tersebut dapat timbul berulang-ulang, tetapi pada umumnya tidak meebihi 2 tahun (Natahusada, 2007).

Stadium lanjut

Stadium laten dapat berlangsung bertahun-tahun, rupanya treponema dalam keadaan dorman. Meskipun demikian antibody tetap ada dalam serum penderita. Keseimbangan antara treponema dan jaringan dapat seketika berubah, sebabnya belum jelas., mungkin trauma merupakan salah satu faktor presipitasi. Pada saa III berbentuk guma. Meskipun pada guma tersebut tidak dapat ditemukan T. Pallidum, reaksinya hebat karena bersifat destruktif dan berlangsung bertahun-tahun. Setelah mengalami masa laten yang bervariasi timbul di tempat-tempat lain (Natahusada, 2007).

Treponema mencapai system kardiovaskular dan system saraf pada waktu dini, tetapi kerusakan terjadi perlahan-lahan sehingga memerlukan waktu bertahun-tahun untuk menimbulkan gejala klinis. Penderita dengan guma biasanya tidak mendapat gangguan saraf dan kardiovaskular, demikian pula sebaliknya. Kira-kira dua pertiga kasus dengan stadium laten tidak member gejala (Natahusada, 2007).

Gejala klinis

Sifilis akuisita

A. Sifilis dini

1. Sifilis primer (S I)

Kelainan kulit dimulai papul lentikular, permukaannya erosi, kemudian menjadi ulkus. Ulkus tersebut bulat, soliter, dasarnya jaringan granulasi berwarna merah dan bersih, diatasnya tampak serum. Dindingnya tak bergaung, kulit disekitarnya tidak menunjukkan tanda-tanda radang akut. Yang khas ialah ulkus tersebut indolen dan teraba indurasi karena itu disebut ulkus durum. Pada pria tempat yang sering dikenai ialah sulkus koronarius, sedangkan pada wanita di labia minor dan mayor (Natahusada, 2007).

(Diaz, 2010).Gambar 2.12. Sifilis sekunder (S II)

Biasanya S II timbul setelah 6-8 minggu sejak S I. Pada S II disertai gejala konstitusi yang terjadi sebelum atau selama S II. Gejala umumnya tidak berat, berupa anoreksia, turunnya berat badan, malaise, nyeri kepala, demam yang tidak tinggi, dan atralgia. Keluhan lain dapat menyerupai berbagai penyakit kulit sehingga disebut the great imitator, Kelainan kulit pada S II umumnya tidak gatal, sering disertai limfadenitis generalisata, pada S II dini kelainan kulit juga terjadi pada telapak tangan dan kaki (Natahusada, 2007). Bentuk lesi

1. Roseola

(Diaz, 2010).Gambar 2.2

2. Papul

3. pustule

4. bentuk lain (sifilis impetiginosa, ektima sifilitikum, sifilis ostrasea)5. (Natahusada, 2007).

S II pada mukosa

Biasanya timbul bersama-sama dengan eksantema pada kulit; kelainan pada mukosa ini disebut enantem, terutama terdapat pada mulut dan tenggorok.. Keluhannya nyeri pada tenggorok, terutama waktu menelan. Sering faring juga diserang, sehingga memberi keluhan suara parau (Natahusada, 2007).

Kelaianan lain ialah plaque muqueuses (mucous patch), berupa papul eritematosa, permukaannya datar, biasanya miliar atau lentikular, timbulnya bersama-sama dengan S II (Natahusada, 2007).

S II pada rambut

Pada S II yang masih dini sering terjadi kerontokan rambut, umumnya bersifat difus dan tidak khas, disebu alopesia difusa. Pada S II yang lanjut dapat terjadi kerontokan setempat-setempat. Kerusakan tersebut dapat juga terjadi pada alis mata bagian lateral dan janggut (Natahusada, 2007).

S II pada kuku

Kelainan pada kuku jarang dibandingkan dengan rambut. Warna kuku berubah menjadi putih, kabur. Selain itu juga berubah menjadi rapuh, terdapat pada alur transversal dan longitudinal. Bagian distal lempeng kuku menjadi hiperkeratotik sehingga kuku terangkat. Kelainan tersebut dinamakan onikia sifilitika (Natahusada, 2007).

S II pada alat lain

a. Kelenjar getah bening, Pada S II seluruh kelenjar getah bening superficial membesar, sifatnya seperti pada S I

b. Mata, Pada S II lanjut terjadi uveitis anterior.

c. Hepar, kadang-kadang terjadi hepatitisd. Tulang, Sendi dan bursa jarang dikenai, kadang-kadang terbentuk efusi. Kelainan berupa pembengkakan, biasanya tidak nyeri dan pergerakan tidak terganggu. Periostitis atau kerusakan korteks akan menyebabkan nyeri.

e. Saraf. Tekanan intracranial dapat meninggi dan member gejala nyeri kepala, muntah dan odem papil (Natahusada, 2007).

3. Sifilis laten dini

Laten berarti tidak ada gejala kinis dan kelainan, termasuk alat-alat dalam, tetapi infeksi masih ada dan aktif. Tes serologic darah positif, sedangkan tes liquor serebrospinalis negative. Tes yang dinajurkan ialah VDRL dan TPHA (Natahusada, 2007).

4. Stadium rekuren

Relaps dapat terjadi baik secara klinis berupa kelainan kulit mirip S II, maupun serologic yang telah negative menjadi positif. Hal ini terjadi pada sifilis yang tidak diobati atau yang mendapat pengobatan tidak cukup. Kadang relaps dapat terjadi pada tempat afek primer disebut monorecidive (Natahusada, 2007).B. Sifilis Lanjut (Natahusada, 2007)

1. Sifilis laten lanjut

Biasanya tidak menular, lamanya dapat beberapa tahun hingga bertahun-tahun bahkan dapat seumur hidup.

2. Sifilis tersier (S III)

Lesi pertama terlihat antara 3-10 tahun setelah S I. Kelainan yang khas ialah guma, yakni infiltrate sirkumskrip, kronis, biasanya melunak, dan destruktif.. Biasanya guma soliter, dapat pula multiple, asimetrik. Gejala umum biasanya tidak terdapat, tetapi jika guma multiple dan perlunakannya cepat, dapat disertai demam.

(Diaz, 2010).

Gambar 2.3

S III pada mukosa

Guma juga dapat ditemukan di selaput lender, dapat setempat atau menyebar. Yang setempat biasanya pada mulut dan tenggorok atau septum nasi

S III pada tulang

Palin sering menyerang tibia, tengkorak, bahu, femur, fibula dan humerus. gejala nyeri biasanya pada malam hari. terdapat dua bentuk yaitu periostitis gumatosa dan ostitis gumatosa.

S III pada alat dalam

hepar organ yang paling sering diserang, guma multiple jika sembuh menyebabkan fibrosis, hingga hepar mengalami retraksi , membentuk lobus-lobus tidak teratur disebut hepar lobatum. Esofagus dan lambung dapat dikenai, guma dapat menyebabkan fibrosis. Pada paru dapat menyebabkan bronkiektasis, selain itu guma dapat menyerang ginjal, vesika urinaria, prostat, ovarium, dan testis.

Sifilis kardiovaskular

Sifilis kardiovaskular bermanifestasi pada S III, dengan masa laten 15-30 tahun. Umumnya mengenai usia 40-50 tahun, Insiden pada pria 3 kali lebih besar dibanding wanita. Angina pectoris merupakan gejala umum aortitis karena sifilis, yaitu disebabkan oleh stenosis muara a. koronaria, karena jaringan granulasi dan deformitas, serta dapat menyebabkan kematian mendadak (Natahusada, 2007).

Neurosifilis

Menurut Natahusada, 2007 Infeksi ini terjadi pada stadium dini. Sebagian kasus tidak memberi gejala, setelah bertahun-tahun baru member gejala. Neurosifilis dibagi menjadi 4 macam yaitu:

1. Neurosifilis asimtomatik

Diagnosis berdasarkan kelainan pada likuor serebrospinalis

2. Sifilis meningovaskular

Bentuk ini terjadi beberapa bulan hingga 5 tahun sejak S I, gejalanya beracam-macam bergantung pada letak lesi. Gejala yang sering terdapat ialah: nyeri kepala, konvulsi fokal atau umum, papil N.optikus sembab, gangguan mental, gejala-gejala meningitis basalis dengan kelumpuhan saraf-saraf otak, atrofi N.optikus, gangguan hipotalamus, ganggun pyramidal, gangguan miksi dan defekasi, stupor, koma. Bentuk yang sering dijumpai adalah endarteritis sifilitika dengan hemiparesis karena penyumbatan arteri otak.

3. Sifilis parenkim, meliputi:

Tabes dorsalis

Gejala klinis diantaranya gangguan sensibilitas berupa ataksia, arefleksia, gangguan visus, gangguan rasa nyeri pada kulit, dan jaringan dalam. Gejala lain ialah retensi dan inkotinensia urin.

Dementia paralatika

Gejala klinis yang utama ialah demensia yang terjadi berangsur-angsur dan progresif. Mula-mula terjadi kemunduran intelektual, kemudian kehilangan decorum, bersikap apatis, euphoria, waham megaloman, dan dapat terjadi depresif atau maniacal

4. Guma

Keluhannya nyeri kepala, mual,muntah, dan dapat terjadi konvulsi dan gangguan visus. Gejalanya berupa odem papil akibat peningkatan TIK, paralisi N.kranial atau hemiplagia.

Sifilis Kongenital

Sifilis Kongenital pada bayi terjadi, jika ibu terkena sifilis, terutama sifilis dini sebab banyak T.pallidum beredar dalam darah. Treponema masuk secara hematogen ke janin melalui plasenta yang sudah dapat terjadi pada saat masa kehamilan 10 minggu. Pada tahun I setelah infeksi yang tidak diobati terdapat kemungkinan penularan sampai 90%. Jika ibu menderita sifilis laten dini,kemungkinan bayi sakit 80% , bila sifilis lanjut 30%. Pada kehamilan yang berulang, infeksi janin pada kehamilan yang kemudian menjadi berkurang. Misalnya pada hamil pertama akan terjadi abortus paa bulan ke5, berikutnya lahir mati pada bulan ke 8, berikutnya janin dengan sifilis congenital yang akan meninggal dalam beberapa minggu, diikuti 2-3 bayi yang hidup dengan sifilis congenital. Akhirnya akan lahir seorang atau lebih bayi yang sehat. keadaan ini disebut hokum Kossowitz.

Gambaran klinisnya dibagi menjadi:

1. sifilis congenital dini

Kelainan kulit yang pertama kali terlihat pada waktu lahir ialah bula bergerombol, simetris pada telapak tangan dan kaki. Cairan bula mengandung banyak T.pallidum, bayi tampak sakit. Kelainan lain ialah: ragades, onikia sifilitika, syphilitic snuffles, hepar dn lien membesar, osteokondrotis dan lain sebagainya.

2. sifilis congenital lanjut

umumnya terjadi antara umur 7-15 tahun. Guma dapat menyerang kulit, tulang, selaput lendir, dan alat dalam. yang khas ialah guma pada hidung dan mulu. Periostitis sifilitika pada tibia menyebabkan penebalan disebut sabre tibia. Osteoperiostitis setempat pada tengkorak berupa tumor bulat disebut parrot nodus. Keratitis interstitial terjadi antara umur 3-30 tahun, dapat menyebabkan kebutaan. Cluttons joints terjadi antara umur 10-20 tahun, bersifat kronis.

3. stigmata

a. stigmata pada lesi dini, meliputi:

fasies: akibat rhinitis yang parah dan terus menerus pada bayi, akan menyebabkan gangguan pertumbuhan septum nasi dan tulang lain pada kavum nasi kemudian terjadi depresi pada jembatan hidung disebut saddle nose.

Gigi: gigi Hutchinson

(Diaz, 2010).Gambar 2.4 Ragades

Jaringan parut koroid

Onikia

b. stigmata pada lesi lajut

Kekeruhan kornea

sikatriks gumatosa

tulang: sabre tibia dan frontal bossing

atrofi optikus

trias Hutchinson: keratitis interstitialis, gigi Hutchinson, ketulian N.oktavus.

Diagnosis

1. Pemeriksaan T. Pallidum, cara pemeriksaannya dengan mengambil serum dari lesi kulit dan dilihat bentuk dan pergerakannya dengan mikroskop lapangan gelap. Pemeriksaan dilakukan 3 hari berturut-turut jika hasil pada hari I dan II negative.

2. Tes serologic sifilis (TSS)

a. tes nontreponemal

tes fiksasi komplemen: Wasserman (WR), Kolmer

tes flokulasi: VDRL (Veneral Disease Research Leboratories), Kahn, RPR (Rapid Plasma Reagin), ART (Automated Reagin Test) dan RST (Reagin Sreen Test).

Diantara tes-tes tersebut yang dianjurkan ialah VDRL dan RPR karena teknis lebih mudah dan lebig cepat.

b. tes treponemal

Tes imobilisasi: TPI (Treponemal Pallidum Immobilization Test)

tes fiksasi komplemen: RPCF (Reiter Protein Complement Fixation Test)

Tes imunofluoresen: FTA-Abs (Fluorescent Treponemal Antibody Asorption Test, ada 2 yaitu: IgM, IgG: FTA-Abs DS (Fluorescent Treponemal Antibody-Absorption Double Staining).

Tes hemoglutinasi: TPHA (Treponemal Pallidum Haemoglutination Assay), 19S IgM SPHA (Soli-phase Hemasorption Assay), HATTS (Haemoglutination Treponemal Test for Syphilis), MHA-TP(Microhaemoglutination Assay for Antibodies to Treponemal Pallidum)Tabel 2.1 Pola tes serologic sifilis dan interpretasinya

Serological pattern

Pattern numberVDRLTPHAFTA-Abs

IgG IgM

1--++Untreated (or recently treated) early primary syphilis

2++++Untreated (or recently treated) early syphilis, except early primary, and including reinfections

Untreated symptomatic late syphilis (not usually tabes dorsalis, where pattern 3 and 4 are commoner)

Symptomatic late syphilis treated within the preceding 5 years latent syphilis (some cases)

3+ (low titre)++-Treated late syphilis

Old yaws (some cases)

Latent syphilis (some cases)

Tabes dorsalis (some cases)

Pattern numberVDRLTPHAFTA-Abs

IgG IgMConditions in which this serological pattern is typical

4-++-Treated early syphilis

Old yaws

Tabes dorsalis (some cases)

Latent syphilis (some cases)

5--+-Treated primarry syphilis

Some cases of old treated or burn out treponemal infections

6+-- or -Biological fase positive reactors

3. Pemeriksaan yang lain: Sinar Rontgen untuk melihat kelainan khas pada tulang, sifilis kardiovaskular, pemeriksaan jumlah sel dan protein total pada likuor serebrospinalis hanya menunjukkan adanya tanda inflamasi pada susunan saraf pusat dan tidak selalu berarti tedapat neurosifilis.Differential Diagnosis1. S I: Herpes simpleks, Ulkus piogenik, Skabies, Balanitis, Limfogranuloma venereum (L.G.V), Karsinoma sel skuamosa, Penyakit Behcet, Ulkus mole

2. S II: Erupsi obat alergik, Morbili, Pitiriasis rosea, Psoriasis, Dermatitis seboroika, Kondiloma akuminatum, Alopesia areata

3. S III:Tuberkulosis, Frambusia, Mikosis profunda, Sporotikosis dan aktinomikosisTerapi sifilisMenurut Depkes RI Dirjen PPM dan PL, 2004Sifilis stadium dini (early syphilis)

(misalnya: primer, sekunder atau sifilis laten yang perjalanan penyakitnya tidak melebihi 2 tahun).

Cara pengobatan yang dianjurkan

1. Benzatin penisilin 0,6 juta IU perhari, diberikan secara intramuskuler, dosiss tunggal (karena volumenya yang cukup besar, maka dosis ini agar dibagi pada kedua bokong).

pilihan pengobatan lain

1. prokain benzilpenisilin 0,6 juta IU perhari, intramuskuler, selama 10 hari berturut-turut.Alternatif pengobatan bagi yang alergi terhadap penisilin, dan tidak hamil

1. doksisilin 100 mg, peroral 2 kali perhari selama 30 hari, atau

2. tetrasiklin 500 mg, peroral 4 kali perhari, selama 30 hari

Sifilis stadium lanjut/laten

Cara pengobatan yang dianjurkan

1. benzatin penisilin 0,6 juta IU, diberikan secara intramuskuler, sekali setiap minggu, selama 3 minggu berturut-turut.

pilihan pengobatan lain

1. prokain benzilpenisilin 0,6 juta IU, intramuskuler 1 kali pemberian perhari, selama 3 minggu.

Alternative pengobatan bagi yang alergi terhadap penisilin, dan tidak hamil

1. doksisilin 100 mg, peroral 2 kali perhari selama 30 hari, atau

2. tetrasiklin 500 mg, peroral 4 kali perhari, selama 30 hari (pada beberapa keadaan perlu waktu pengobatan lebih lama)/

Sifilis dengan kelainan system saraf (neurosifilis)

cara pengobatan yang dianjurkan

1. Aqueous benzylpenicilin 12-24 juta IU, diberikan secara IV, diberikan sebanyak 2-4 juta IU setiap 4 jam dalam sehari, selama 14 hari.

Pilihan pengobatan lain

1. prokain benzilpenisilin 1,2 juta IU, intramuskuler 1 kali pemberian perhari, dan disertai probenecid 500 mg, peroral 4 kali sehari, keduanya diberikan selama 10-14 hari.

Alternative pengobatan bagi yang alergi terhadap penisilin, dan tidak hamil

1. doksisilin 200 mg, peroral 2 kali perhari selama 30 hari, atau

2. tetrasiklin 500 mg, peroral 4 kali perhari, selama 30 hari

Sifilis dan infeksi HIV

Semua pasien dengan sifilis sebaiknya dianjurkan untuk melakukan testing HIV sebab pada kenyataannya telah tejadi banyak infeksi ganda, dan hal ini akan bermanfaat terhadap penatalaksaan dan penilaian secara klinis selanjutnya. Neurosifilis perlu dipertimbangkan dalam diagnosis banding pada setiap individu yang terinfeksi HIV dengan kelainan neurologis. Pada kasus sifilis congenital, ibu juga dianjurkan untuk melakukan testing HIV; dan bila hasil tes ibu positif maka anaknya perlu dirujuk untuk penatalaksanaan selanjutya.

Pengobatan sifilis stadium dini yang juga terinfeksi HIV tidak berbeda dengan pasien sifilis tanpa terinfeksi HIV. Namun beberapa ahli menganjurkan untuk melakukan pemeriksaan cairan serebrospinal dan atau memebrikan pengobatan yang lebih intensif terhadap infeksi ganda Treponema Pallidum dan HIV, tanpa mempertimbangkan stadium klinis dari sifilisnya. Pada semua kasustindak lanjut secara cermat perlu dilakukan, untuk menjamin pengobatan yang adekuat.

Sifilis pada masa kehamilan

Ibu hamil dengan sifilis agar ditangani sebagai kelompok tersendiri dengan pengamatan khusus akan kemungkinan terjadinya infeksi ulang sesudah diberikan pengobatan. Oleh karena itu penting sekali untuk memberikan pengobatan pula terhadap semua mitra seksualnya.

Cara pengobatan yang dianjurkan

Setiap pasien sifilis semua pada fase kehamilan yang tidak alergi terhadap penisilin agar diberi pengobatan dengan penisilin, dengan cara dan dosis pengobatan yang sama dengan pasien yang tidak hamil dan sesuai dengan stadium penyakitnya.Alternatif pengobatan pada wanita hamil yang alergi terhadap penisilin

a. sifilis stadium dini

Eritromisin 500 mg, peroral, 4 kali sehari, selama 15 harib. sifilis stadium lanjut

Eritromisin 500 mg, peroral, 4 kali sehari, selama 30 hariSifilis Kongenital

Semua bayi yang baru lahir dari ibu yang seropositif agar diberi pengobatan dengan benzatin penisilin 50.000 IU per kg bb, dosis tunggal secara IM, tanpa melihat apakah ibunya diberi pengobatan atau tidak selama kehamilan (dengan atau tanpa penisilin). dianjurkan untuk melakukan tindakan rawat inap bagi semua bayi yang baru lahir dengan gejaa atau tanda-tanda apapun yang lahir dari ibu seropositif. Baik bayi yang asimptomatik maupun simptomatik dan disertai dengan tanda-tanda cairan serebrospinal yang abnormal (bayi dengan usia sampai 2 tahun) agar diberikan pengobatan sebagai sifilis congenital stadium awal.

Cara pengobatan yang dianjurkan

a. stadium awal sifilis congenital (sampai usia 2 tahun) dan bayi dengan cairan serebrospinal yang abnormal

1. Aqueous benzylpenicilin 10.000-150.000 IU/kgbb perhari, diberikan dalam 50.000 IU/kgbb/perdosis, secara IV, setiap 12 jam, selama 7 hari pertama kelahiran dan setiap 8 jam sesudahnya sampai hari ke 10.

2. prokain benzilpenisilin 50.000 IU perkgbb, diberikan secara intramuskuler dalam dosis tunggal perhari, selama 10 hari.b. sifilis congenital (pada usia 2 tahun atau lebih)

1. Aqueous benzylpenicilin 200.000-300.000 IU/kgbb perhari, secara IV atau IM, diberikan dalam 50.000 IU/kgbb setiap 4-6 jam, selama 10-14 hari.Alternative pengobatan bagi yang alergi terhadap penisilin, sesudah 1 bulan kelahiran

1. Eritromisin 7,5-12,5 mg/kgbb, peroral, 4 kali sehari, selama 30 hari Tindak lanjut pada pengobatan sifilis

Tindak lanjut pasien sifilis congenital yang mendapat pengobatan pada stadium awal dilaksanakan berdasarkan pada ketersediaan sumber daya dan tingkat pelayanan kesehatan yang tersedia. Kondisi klinis pasien perlu dinilai kembali dan diupayakan untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya reinfeksi dalam periode tahun pertama sesudah pengobatan. Pasien sifilis stadium dini yang telah mendapat pengobatan benzatin benzilpenisilin dengan dosis dan cara yang adekuat, harus dievaluasi kembali secara klinis dan serologis, sesudah 3 bulan pengobatan dengan menggunakan tes VDRL. Evaluasi kedua dilakukan sesudah 6 bulan, dan bila ada indikasi berdasarkan hasil pemeriksaan pada bulan ke 6 tersebut, dapat dievaluasi kembali sesudah bulan ke 12, untuk dilakukan penilaian kembali kondisi pasien dan mendeteksi kemungkinan adanya reinfeksi.

Semua pasien dengan sifilis kardiovaskuler dan neurosifilis agar diikuti terus perkembangannya selama beberapa tahun. Tindak lanjut yang dilaksanakan meliputi hasil penilaian klinis penyakitnya, serologis, cairan serebrospinal, dan bila memungkinkan dilakukan juga pemeriksaan radiologis.

Pengobatan ulang pasien pada semua stadium penyakit perlu dipertimbangkan bilamana:

a. tanda-tanda atau gejala klinis sifilis aktif tetap ada atau KAMBUHAN kembali;

b. Ada konfirmasi peningkatan titer non-treponemal/VDRL tes sampai 4 kali pengenceran.

c. Tites tes VDRL awal yang tinggi (VDRL 1:8 atau lebih) dan menetap dalam setahun.

Pemeriksaan cairan serebrospinal perlu dilakukan sebelum pengobatan ulang dilaksanakan, kecuali pada kasus reinfeksi dan diagnosis sifilis stadium awal dapat dipastikan.

Pengobatan ulang sifilis dilaksanakan sesuai dengan rejimen yang telah ditetapkan untuk sifilis yang telah berlangsung lebih dari 2 tahun. Umumnya, hanya satu pengobatan ulang diperlukan, karena pengobatan yang diberikan secara adekuat akan menunjukkan kemajuan bila dipantau dengan tes non-treponemal yang tetap menunjukkan nilai titer rendah.

Prognosis

Dengan ditemukannya penisilin, maka prognosis sifilis menjadi lebih baik. Jika sifilis tidak diobati, akan kambuh, 5% akan mendapat S III, 10% mengalami sifilis kardiovaskular, neurosifilis pada pria 9% dan pada wanita 5%, 23% akan meninggal. Pada sifilis dini yang diobati, angka penyembuhannya mencapai 95%. Kegagalan terapi sebanyak 5% pada S I dan S II. Pada sifilis laten lanjut prognosisnya baik, pada sifilis kardiovaskular prognosisnya sukar ditentukan. Prognosis neurosifilis bergantung pada tempat dan derajat kerusakan. Prognosis sifilis kengenital dini baik, pada yang lanjut bergantung pada kerusakan yang telah ada (Natahusada, 2007).BAB III

RANGKUMAN

Sifilis merupakan penyakit infeksious yang disebabkan pleh Treponema pallidum. Insiden sifilis di berbagai Negara di seluruh dunia pada tahun 1996 berkisar antara 0,04-0,52%. Insiden yang terendah di China, sedangkan yang tertinggi di Amerika Selatan. Di Indonesia insidennya 0,61%Klasifikasi menurut WHO dibagi menjadi:Stadium dini menular dan stadium lanjut tak menular. Bentuk lain ialah sifilis kardivaskular dan neurosifilis. Gejala klinisnya bermacam-macam sesuai dengan klasifikasinya yaitu sifilis akuisita, kardiovaskuler dan congenital.

Diagnosis ditegakkan melalui Pemeriksaan T. Pallidum, Tes serologic sifilis (TSS) dan pemriksaan yang lain yaitu foto rontgen,likuor serebrospinal dan lain-lain. Terapi sifilis juga tergantung dari stadiumnya. prognosinya baik setelah ditemukannya penisilin.DAFTAR PUSTAKA

Departemen kesehatan RI Direktorat jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (Depkes RI Dirjen PPM dan PL), 2004, Pedoman Penatalaksanaan Infeksi Menular Seksual, Jakarta, Bakti HusadaDiaz M, 2010, Syphilis, diakses 19 Maret 2010, http://emedicine.medscape.com/article/786191-diagnosisDirektorat jenderal Pengendalian Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Departemen kesehatan RI (Ditjen PP dan PL), 2005, Manual Pemberantasan Penyakit Menular diakses 19 Maret 2010, http://www.pppl.depkes.go.id/catalogcdc/Wc3d78282574e9.htmNatahusada et al, 2007, Ilmu Penyakit Kulit dan kelamin ed kelima (cetakan kedua, 2007 dengan perbaikan), Jakarta, Balai penerbit FKUI

Pictures: syphilis, diakses 19 Maret 2010, www.healthac.org24