referat rev

22

Click here to load reader

Upload: ega-prasetya

Post on 10-Aug-2015

27 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Rev

BAB I

PENDAHULUAN

Disentri merupakan tipe diare yang berbahaya dan seringkali

menyebabkan kematian dibandingkan dengan tipe diare akut yang lain.

Di Amerika Serikat, insiden disentri basiler dilaporkan kurang dari

500.000 kasus tiap tahunnya. Angka kejadian disentri basiler

dilaporkan 5% dari 3.848 orang penderita diare berat menderita disentri

basiler (Sya’roni, 2007).

Disentri basiler endemik di seluruh dunia dimana bertanggung

jawab pada sekitar 120 juta kasus disentri yang parah dengan darah dan

lendir dalam tinja, mayoritas terjadi di negara berkembang dan

melibatkan anak-anak kurang dari lima tahun. Sekitar 1,1 juta orang

diperkirakan meninggal akibat infeksi Shigella setiap tahun, dengan

60% dari kematian yang terjadi pada anak di bawah usia 5 tahun (Selvi

Nafianti, Atan B Sinuhaji, 2005)

Dengan tidak adanya vaksin yang efektif yang tersedia,

peningkatan frekuensi antimikroba-tahan strain Shigella di seluruh

dunia telah menjadi sumber utama keprihatinan. Selama survei dari

600.000 orang dari segala usia di Bangladesh, Cina, Pakistan,

Indonesia, Vietnam dan Thailand, Shigellas terisolasi di 5% dari

episode diare 60.000 terdeteksi antara 2000 dan 2004 dan sebagian

besar isolat bakteri resisten terhadap amoksisilin dan kotrimoksazol.

Demikian pula, selama penelitian surveilans 36-bulan di sebuah distrik

pedesaan di Thailand, di mana kejadian Shigellosis diukur untuk

4/1000/year dalam waktu kurang dari 5 tahun usia, 95% dari S sonnei

dan flexneri S isolat resisten terhadap tetrasiklin dan kotrimoksazol,

dan 90% dari isolat S flexneri juga resisten terhadap ampisilin dan

kloramfenikol (WHO, 2009).

1

Page 2: Referat Rev

Temuan serupa dibuat di Jakarta Utara, Indonesia, dimana sebuah

penelitian surveilans yang dilakukan antara Agustus 2001 dan Juli 2003

menemukan bahwa anak usia 1 sampai 2 tahun memiliki insiden tinggi

Shigellosis (32/1000/year) dengan 73% sampai 95% dari isolat resisten

terhadap ampisilin, trimetoprim-sulfametoksazol, kloramfenikol dan

tetrasiklin (WHO, 2009).

Tujuan penulisan referat ini untuk dapat mengetahui definisi,

etiologi, epidemiologi, patofisiologi dan gejala klinis sehingga dapat

menegakkan diagnosis disentri serta penatalaksanaannya secara tepat.

Manfaat dari penulisan referat ini adalah pembaca diharapkan

mengetahui definisi, etiologi, epidemiologi, patofisiologi dan gejala

klinis sehingga dapat menegakkan diagnosis disentri serta

penatalaksanaannya secara tepat pada disentri basiler.

2

Page 3: Referat Rev

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian

Disentri berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys (gangguan) dan

enteron (usus), yang berarti radang usus yang menimbulkan gejala

meluas dengan gejala buang air besar dengan tinja berdarah, diare

encer dengan volume sedikit, buang air besar dengan tinja bercampur

lender (mucus) dan nyeri saat buang air besar (tenesmus) (Sya’roni,

2007).

Disentri basiler merupakan peradangan pada usus besar yang

ditandai dengan sakit perut dan buang air besar yang encer secara terus

menerus (diare) yang bercampur lendir dan darah yang disebabkan

oleh kuman genus Shigella (Nathania, 2007).

B. Epidemiologi

Di Amerika Serikat, insidensi penyakit ini rendah. Setiap

tahunnya kurang dari 500.000 kasus yang dilaporkan ke Centers for

Disease Control (CDC). Di dunia, sekurangnya 200 juta kasus dan

650.000 kematian terjadi akibat disentri basiler pada anak-anak di

bawah umur 5 tahun. Angka kejadian disentri sangat bervariasi di

beberapa negara. Di Bangladesh dilaporkan selama sepuluh tahun

(1974-1984 ) angka kejadian disentri berkisar antara 19,3%-42 % . Di

Thailand dilaporkan disentri merupakan 20 dari pasien rawat jalan

rumah sakit anak di Bangkok, di Indonesia dilaporkan dari hasil survei

evaluasi tahun 1989-1990 diperoleh angka kejadian disentri sebesar

15%. Kebanyakan kuman penyebab disentri basiler ditemukan di negara

berkembang dengan kesehatan lingkungan yang masih kurang. Hal ini

dikarenakan faktor kepadatan penduduk, higiene individu, sanitasi

3

Page 4: Referat Rev

lingkungan dan kondisi sosial ekonomi serta kultural yang menunjang.

Penyakit ini biasanya menyerang anak dengan usia lebih dari 5 tahun

(Sya’roni, 2007)

C. Etiologi

Disentri basiler, disebabkan oleh Shigella,sp. Shigella adalah basil

non motil, gram negatif, family enterobacteriaceae. Ada 4 spesies

Shigella, yaitu S.dysentriae, S.flexneri, S.bondii dan S.sonnei. Terdapat

43 serotipe O dari shigella. S.sonnei adalah satu-satunya yang

mempunyai serotipe tunggal. Karena kekebalan tubuh yang didapat

bersifat serotipe spesifik, maka seseorang dapat terinfeksi beberapa kali

oleh tipe yang berbeda. Genus ini memiliki kemampuan menginvasi sel

epitel intestinal dan menyebabkan infeksi dalam jumlah 102-103

organisme. Penyakit ini kadang-kadang bersifat ringan dan kadang-

kadang berat. Suatu keadaan lingkungan yang jelek akan menyebabkan

mudahnya penularan penyakit. Secara klinis mempunyai tanda-tanda

berupa diare, adanya lendir dan darah dalam tinja, perut terasa sakit dan

tenesmus (Sya’roni, 2007).

D. Patofisiologi

Disentri basiler merupakan salah satu dari berbagai gangguan yang

ditandai dengan peradangan usus, terutama kolon dan disertai nyeri

perut, tenesmus dan buang air besar yang sering mengandung darah dan

lendir. Habitat alamiah kuman disentri adalah usus besar manusia,

dimana kuman tersebut dapat menyebabkan disentri basiler. Infeksi

Shigella terbatas pada saluran pencernaan, invasi dalam darah sangat

jarang. Shigella menimbulkan penyakit yang sangat menular. Dosis

infektif kurang dari 103 organisme (Nathania, 2007).

Shigella memasuki host melalui mulut. Karena secara genetik

bertahan terhadap PH yang rendah, mereka dapat melewati barier asam

4

Page 5: Referat Rev

lambung. Ditularkan secara oral melalui air, makanan, lalat yang

tercemar oleh lalat, dan pembawa hama (carrier). Adapun Patofisiologis

disentri basiler adalah sebagai berikut :

1. Masa Inkubasi dan Klinis

Setelah masa inkubasi yang pendek (1-3 hari) secara mendadak

timbul nyeri perut, demam, dan tinja encer. Tinja yang encer

tersebut berhubungan dengan kerja eksotoksin dalam usus halus.

Secara klasik, Shigellosis timbul dengan gejala adanya nyeri

abdomen, demam, BAB berdarah, dan feses berlendir. Gejala awal

terdiri dari demam, nyeri abdomen, dan diare cair tanpa darah,

kemudian feses berdarah setelah 3–5 hari kemudian. Lamanya gejala

rata-rata pada orang dewasa adalah 7 hari, pada kasus yang lebih

parah menetap selama 3–4 minggu. Shigellosis kronis dapat

menyerupai kolitis ulseratif, dan status karier kronis dapat terjadi.

2. Masa Laten dan Periode Infeksi

Setelah timbul gejala, sehari atau beberapa hari kemudian, karena

infeksi meliputi ileum dan kolon, maka jumlah tinja meningkat, tinja

kurang encer tapi sering mengandung lendir dan darah. Tiap gerakan

usus disertai dengan “mengedan” dan tenesmus (spasmus rektum),

yang menyebabkan nyeri perut bagian bawah. Demam dan diare

sembuh secara spontan dalam 2-5 hari pada lebih dari setengah

kasus dewasa. Namun, pada anak-anak dan orang tua, kehilangan air

dan elektrolit dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis, dan bahkan

kematian. Kebanyakan orang pada penyembuhan mengeluarkan

kuman disentri untuk waktu yang singkat, tetapi beberapa

diantaranya tetap menjadi pembawa kuman usus menahun dan dapat

mengalami serangan penyakit berulang-ulang. Pada penyembuhan

infeksi, kebanyakan orang membentuk antibody terhadap Shigella

dalam darahnya, tetappi antibody ini tidak melindungi terhadap

infeksi.

5

Page 6: Referat Rev

Proses patologik yang penting adalah invasi epitel selaput lendir,

mikroabses pada dinding usus besar dan ileum terminal yang cenderung

mengakibatkan nekrosis selaput lendir, ulserasi superfisial, perdarahan,

pembentukan “pseudomembran” pada daerah ulkus. Ini terdiri dari

fibrin, lekosit, sisa sel, selaput lendir yang nekrotik, dan kuman. Waktu

proses berkurang, jaringan granulasi mengisi ulkus dan terbentuk

jaringan parut (Sya’roni, 2007).

Semua Shigella mengeluarkan lipopolisakarida yang toksik.

Endotoksin ini mungkin menambah iritasi dinding usus. Selain itu

Shigella dysentriae tipe 1 menghasilkan eksotoksin yang tidak tahan

panas yang dapat menambah gambaran klinik neurotoksik dan

enterotoksik yang nyata (Kroser, 2007).

E. Gejala

Masa tunas berkisar antara 7 jam sampai 7 hari. Lama gejala rerata 7

hari sampai 4 minggu. Setelah masa inkubasi yang pendek (1-3 hari)

secara mendadak timbul nyeri perut, demam yang mencapai 400C, dan

tinja encer. Tinja yang encer tersebut berhubungan dengan kerja

eksotoksin dalam usus halus. Sehari atau beberapa hari kemudian,

karena infeksi meliputi ileum dan kolon, maka jumlah tinja meningkat,

tinja kurang encer tetapi sering mengandung lendir dan darah. Tiap

gerakan usus disertai dengan “mengedan” dan tenesmus (spasmus

rektum), yang menyebabkan nyeri perut bagian bawah. Demam dan

diare sembuh secara spontan dalam 2-5 hari pada lebih dari setengah

kasus dewasa. Namun, pada anak-anak dan orang tua, kehilangan air

dan elektrolit dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis, dan bahkan

kematian (Kroser, 2007).

Selanjutnya diare berkurang tetapi tinja masih mengandung darah

dan lendir, tenesmus, dan nafsu makan menurun. Bentuk klinis dapat

bermacam-macam dari yang ringan, sedang sampai yang berat. Sakit

6

Page 7: Referat Rev

perut terutama di bagian sebelah kiri, terasa melilit diikuti pengeluaran

tinja sehingga mengakibatkan perut menjadi cekung.

Bentuk yang berat (fulminating cases) biasanya disebabkan oleh S.

dysentriae. Gejalanya timbul mendadak dan berat, berjangkitnya cepat,

berak-berak seperti air dengan lendir dan darah, muntah-muntah, suhu

badan subnormal, cepat terjadi dehidrasi, renjatan septik dan dapat

meninggal bila tidak cepat ditolong. Akibatnya timbul rasa haus, kulit

kering dan dingin, turgor kulit berkurang karena dehidrasi. Muka

menjadi berwarna kebiruan, ekstremitas dingin dan viskositas darah

meningkat (hemokonsentrasi). Kadang-kadang gejalanya tidak khas,

dapat berupa seperti gejala kolera atau keracunan makanan.

Kematian biasanya terjadi karena gangguan sirkulasi perifer, anuria

dan koma uremik. Angka kematian tergantung pada keadaan dan

tindakan pengobatan. Angka ini bertambah pada keadaan malnutrisi dan

keadaan darurat, misalnya kelaparan. Perkembangan penyakit ini

selanjutnya dapat membaik secara perlahan-lahan tetapi memerlukan

waktu penyembuhan yang lama. Pada kasus yang sedang keluhan dan

gejalanya bervariasi, tinja biasanya lebih berbentuk, mungkin dapat

mengandung sedikit darah/lendir. Sedangkan pada kasus yang ringan,

keluhan/gejala tersebut di atas lebih ringan. Berbeda dengan kasus yang

menahun, terdapat serangan seperti kasus akut secara menahun.

Kejadian ini jarang sekali bila mendapat pengobatan yang baik

(Sya’roni, 2007).

Kebanyakan penderita pada penyembuhan mengeluarkan kuman

disentri untuk waktu yang singkat, tetapi beberapa diantaranya tetap

menjadi pembawa kuman usus menahun dan dapat mengalami serangan

penyakit berulang-ulang. Pada penyembuhan infeksi, kebanyakan orang

membentuk antibodi terhadap Shigella dalam darahnya, tetapi antibodi

ini tidak melindungi terhadap reinfeksi (Nathania, 2007).

7

Page 8: Referat Rev

F. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada disentri basiler meliputi :

1. Pemeriksaan tinja

Pemeriksaan tinja secara langsung terhadap kuman penyebab serta

biakan hapusan (rectal swab). Untuk menemukan carrier diperlukan

pemeriksaan biakan tinja yang seksama dan teliti karena basil

shigella mudah mati . Untuk itu diperlukan tinja yang baru.

2. Polymerase Chain Reaction (PCR)

Pemeriksaan ini spesifik dan sensitif, tetapi belum dipakai secara

luas.

3. Enzim immunoassay

Hal ini dapat mendeteksi toksin di tinja pada sebagian besar

penderita yang terinfeksi S.dysentriae tipe 1 atau toksin yang

dihasilkan E.coli.

4. Sigmoidoskopi

Sebelum pemeriksaan sitologi ini, dilakukan pengerokan daerah

sigmoid. Pemeriksaan ini biasanya dilakukan pada stadium lanjut.

5. Aglutinasi

Hal ini terjadi karena aglutinin terbentuk pada hari kedua,

maksimum pada hari keenam. Pada S.dysentriae aglutinasi

dinyatakan positif pada pengenceran 1/50 dan pada S.flexneri

aglutinasi antibody sangat kompleks, dan oleh karena adanya banyak

strain maka jarang dipakai.

6. Gambaran endoskopi memperlihatkan mukosa hemoragik yang

terlepas dan ulserasi. Kadang-kadang tertutup dengan eksudat.

Sebagian besar lesi berada di bagian distal kolon dan secara

progresif berkurang di segmen proksimal usus besar (Sya’roni,

2007).

8

Page 9: Referat Rev

G. Komplikasi

Beberapa komplikasi ekstra intestinal disentri basiler terjadi pada

pasien yang berada di negara yang masih berkembang dan seringnya

kejadian ini dihubungkan dengan infeksi S.dysentriae tipe 1 dan

S.flexneri pada pasien dengan status gizi buruk. Komplikasi lain akibat

infeksi S.dysentriae tipe 1 adalah Haemolytic Uremic Syndrome (HUS).

Haemolytic Uremic Syndrome (HUS) diduga akibat adanya penyerapan

enterotoksin yang diproduksi oleh Shigella. Biasanya HUS ini timbul

pada akhir minggu pertama disentri basiler, yaitu pada saat disentri

basiler mulai membaik. Tanda-tanda HUS dapat berupa oliguria,

penurunan hematokrit (sampai 10% dalam 24 jam) dan secara progresif

timbul anuria dan gagal ginjal atau anemia berat dengan gagal jantung.

Dapat pula terjadi reaksi leukemoid (leukosit lebih dari 50.000/mikro

liter), trombositopenia (30.000-100.000/mikro liter), hiponatremia,

hipoglikemia berat bahkan gejala susunan saraf pusat seperti

ensefalopati, perubahan kesadaran dan sikap yang aneh.

Artritis juga dapat terjadi akibat infeksi S.flexneri yang biasanya

muncul pada masa penyembuhan dan mengenai sendi-sendi besar

terutama lutut. Hal ini dapat terjadi pada kasus yang ringan dimana

cairan sinovial sendi mengandung leukosit polimorfonuklear.

Penyembuhan dapat sempurna, akan tetapi keluhan artriitis dapat

berlangsung selama berbulan-bulan. Bersamaan dengan artritis dapat

pula terjadi iritis atau iridosiklitis. Sedangkan stenosis terjadi bila ulkus

sirkular pada usus menyembuh, bahkan dapat pula terjadi obstruksi

usus, walaupun hal ini jarang terjadi. Neuritis perifer dapat terjadi

setelah serangan S.dysentriae yang toksik namun hal ini jarang sekali

terjadi.

Komplikasi intestinal seperti toksik megakolon, prolaps rectal dan

perforasi juga dapat muncul. Akan tetapi peritonitis karena perforasi

9

Page 10: Referat Rev

jarang terjadi. Kalaupun terjadi biasanya pada stadium akhir atau setelah

serangan berat. Peritonitis dengan perlekatan yang terbatas mungkin

pula terjadi pada beberapa tempat yang mempunyai angka kematian

tinggi. Komplikasi lain yang dapat timbul adalah bisul dan hemoroid

(Sya’roni, 2007).

H. Diagnosis Banding

Diagnosis banding pada disentri basiler adalah radang kolon yang

disebabkan oleh kuman enterohemoragik dan enteroinvasif E.coli,

Complybacter jejuni, Salmonella entereditis serotype, Yersinia

enterocolitica, Clostridium difficile, dan protozoa Entamoeba

histolytica.

Diagnosis banding yang tidak berhubungan dengan infeksi yaitu

colitis ulseratif atau Chron’s colitis (Sya’roni, 2007).

I. Pengobatan

Prinsip dalam melakukan tindakan pengobatan adalah istirahat,

mencegah atau memperbaiki dehidrasi dan pada kasus yang berat

diberikan antibiotika (Sya’roni, 2007).

1. Cairan dan elektrolit

Dehidrasi ringan sampai sedang dapat dikoreksi dengan cairan

rehidrasi oral. Jika frekuensi buang air besar terlalu sering, dehidrasi

akan terjadi dan berat badan penderita turun. Dalam keadaan ini

perlu diberikan cairan melalui infus untuk menggantikan cairan yang

hilang. Akan tetapi jika penderita tidak muntah, cairan dapat

diberikan melalui minuman atau pemberian air kaldu atau oralit

(Sya’roni, 2007).

2. Diet

Diberikan makanan lunak sampai frekuensi berak kurang dari 5

kali/hari, kemudian diberikan makanan ringan biasa bila ada

kemajuan.

10

Page 11: Referat Rev

3. Pengobatan Spesifik

Dalam sebuah studi baru-baru ini (Diniz-Santos et al. 2005)

spesies Shigella memiliki tingkat resistensi yang sangat tinggi untuk

trimetoprim-sulfametoksazol (90,1%), ampisilin (22%) atau dalam

kombinasi dengan sulbaktam, dan piperasilin (Peirano, Gisele,

Flávia dos Santos Souza, Dalia dos Prazeres Rodrigues., 2006).

Menurut pedoman WHO, bila telah terdiagnosis shigellosis

pasien diobati dengan antibiotika. Jika setelah 2 hari pengobatan

menunjukkan perbaikan, terapi diteruskan selama 5 hari. Bila tidak

ada perbaikan, antibiotika diganti dengan jenis yang lain. Resistensi

terhadap sulfonamid, streptomisin, kloramfenikol dan tetrasiklin

hampir universal terjadi. Kuman Shigella biasanya resisten terhadap

ampisilin, namun apabila ternyata dalam uji resistensi kuman

terhadap ampisilin masih peka, maka masih dapat digunakan dengan

dosis 4x500 mg/hari selama 5 hari. Begitu pula dengan trimethoprim

sulfametoksazol, dosis yang diberikan 2x960 mg/hari selama 3-5

hari. Amoksisilin tidak dianjurkan dalam pengobatan disentri basiler

karena tidak efektif.

Pemakaian jangka pendek dengan dosis tunggal fluorokuinolon

seperti siprofloksasin atau makrolide azithromisin berhasil pada

pengobatan disentri basiler. Dosis siprofloksasin yang dipakai

adalah 2x500 mg/hari selama 3 hari sedangkan azithromisin

diberikan 1 gram dosis tunggal dan sefiksim 400 mg/hari selama 5

hari (Niyogi, 2005).

J. Prognosis

Prognosis ditentukan dari berat ringannya penyakit, diagnosis dan

pengobatan dini yang tepat serta kepekaan terhadap obat yang diberikan.

Pada bentuk yang berat, angka kematian tinggi kecuali bila

11

Page 12: Referat Rev

mendapatkan pengobatan dini. Tetapi pada bentuk yang sedang,

biasanya angka kematian rendah; bentuk dysentriae biasanya berat dan

masa penyembuhan lama meskipun dalam bentuk yang ringan. Bentuk

S.flexneri mempunyai angka kematian yang rendah (Sya’roni, 2007).

K. Pencegahan

Penyakit disentri basiler ini dapat dicegah dengan cara :

1. Selalu menjaga kebersihan dengan cara mencuci tangan dengan

sabun secara teratur dan teliti.

2. Mencuci sayur dan buah yang dimakan mentah.

3. Orang yang sakit disentri basiler sebaiknya tidak menyiapkan

makanan.

4. Memasak makanan sampai matang.

5. Selalu menjaga sanitasi air, makanan, maupun udara.

6. Mengatur pembuangan sampah dengan baik.

7. Mengendalikan vector dan binatang pengerat.

(Nathania, 2007)

12

Page 13: Referat Rev

BAB III

KESIMPULAN

Disentri merupakan peradangan pada usus besar yang ditandai dengan

sakit perut dan buang air besar yang encer secara terus menerus (diare) yang

bercampur lendir dan darah. Disentri basiler, disebabkan oleh Shigella,sp.

Shigella adalah basil non motil, gram negatif, family enterobacteriaceae.

Masa tunas Shigella berkisar antara 7 jam sampai 7 hari. Lama gejala

rata-rata 7 hari sampai 4 minggu. Setelah masa inkubasi yang pendek (1-3

hari) secara mendadak timbul nyeri perut, demam yang mencapai 400C, dan

tinja encer.

Pemeriksaan penunjang pada disentri basiler meliputi :Pemeriksaan

tinja, Polymerase Chain Reaction (PCR), Enzim immunoassay,

Sigmoidoskopi, Aglutinasi, endoskopi.

Prinsip dalam melakukan tindakan pengobatan disentri basiler adalah

istirahat, mencegah atau memperbaiki dehidrasi dan pada kasus yang berat

diberikan antibiotika. Studi menggunakan cefixime, generasi ketiga

cephalosporin, pada orang dewasa dengan Shigellosis tidak mengesankan

dengan hanya memberikan tingkat keberhasilan sebesar 53%. Namun

percobaan klinis di Israel, menunjukkan bahwa sefiksim dan ceftriaxone,

tingkat kesembuhan memiliki baik pada bakteriologis dan klinis dan aman

untuk digunakan pada anak-anak

13

Page 14: Referat Rev

DAFTAR PUSTAKA

Cruz, O.I.M, Janeiro, R., 2006. Frequency of Serovars and Antimicrobial Resistance in Shigella spp.

Kroser A. J., 2007. Shigellosis. Diakses dari http:/ /www.emedicine.com/ med / topic2112. Htm diakses paa tanggal 5 Oktober 2012

Nathania, D., 2007. Shigella dysentriae. Diakses dari http :// mikrobia. files.wordpress .com/ 2008/ 05/devi-nathania-0781141271.pdf pada tanggal 5 Oktober 2012

Niyogi, S.K., 2005. Shigellosis. Diakses dari The Journal of Microbiology tanggal 5 Oktober 2012

Peirano, Gisele, Flávia dos Santos Souza, Dalia dos Prazeres Rodrigues., 2006. Frequency of serovars and antimicrobial resistance in Shigella spp. . Diakses dari http:/ /www.emedicine.com/ med / topic2112. Htm diakses paa tanggal 12 Oktober 2012

Sya’roni., 2007. Disentri Basiler. Sudoyo W. Aru, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K, Siti Setiati dalam Buku Ajar Penyakit Dalam. Edisi keempat. FKUI: Jakarta. Pp 1817-19

Nafianti, Selvi, Atan BS., 2005. Resisten Trimetoprim Sulfametoksazol terhadap Shigellosis. The Journal of Microbiology tanggal 12 Oktober 2012

14