osmoregulasi rev

28
OSMOREGULASI Oleh : Nama : Rafta Firmana Adhiem NIM : B0A014014 Rombongan : 1 Kelompok : 1 LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI DASAR II KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Upload: rafta-firmana-adhiem

Post on 08-Nov-2015

31 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

laprak

TRANSCRIPT

OSMOREGULASI

Oleh :Nama: Rafta Firmana AdhiemNIM: B0A014014Rombongan: 1Kelompok : 1

LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI DASAR II

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANFAKULTAS BIOLOGIPROGRAM STUDI DIII PENGELOLAAN SUMBERDAYAPERIKANAN DAN KELAUTANPURWOKERTO2015I. PENDAHULUAN1.1. Latar BelakangKehidupan suatu organisme sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan baik faktor fisika, kimia, dan faktor biologi. Salah satu faktor yang mendukung kehidupan organisme di perairan adalah kadar salinitas pada perairan. Tinggi rendahnya salinitas disuatu perairan baik itu tawar, air payau, air laut akan mempengaruhi keberadaan organisme yang berada di perairan tersebut, hal ini sangat terkait erat dengan tekanan osmotik dari ikan untuk melangsungkan kehidupannya. Ikan sebagai organisme perairan akan mengalami stress bahkan akan mengalami kematian akibat osmoregulasi yang tidak seimbang (Hartono, 1993)Secara umum, habitat ikan terdiri dari biotik dan abiotik, yang semuanya saling berinteraksi satu sama lain membentuk suatu ekosistem yang seimbang. Ketika salah satu factor diganggu, maka factor yang lain juga mengalami gangguan. Salah satu factor abiotik yang mempengaruhi kelangsungan hidup organism akuatik adalah salinitas. Setiap organism akuatik memiliki kemampuan adaptasi terhadap salinitas yang berbeda-beda. Adaptasi organisme akuatik dalam bentuk system pengaturan keseimbangan tekanan osmotic yang ada didalam tubuh organisme dengan lingkungannya tentu membutuhkaan energy. Meningkatnya pembelanjaan energy untuk osmoregulasi akan menurunkan porsi energy yang seharusnya digunakan organisme untuk pertumbuhan sehubungan dengan hal ini, maka pertumbuhan akan maksimal pada kondisi salinitas yang optimal. Oleh karena itu, upaya salinitas optimal akan sangat penting untuk memaksimalkan pertumbuhan organisme (Isnaeni, 2006)Fluktuasi salinitas juga dapat membawa dampak yang buruk pada bagi organisme yang hidup di perairan tersebut yang senatiasa untuk beradaptasi terhadap ion-ion yang terkandung disuatu media tersebut sehingga dapat mengakibatkan organisme mengalami stress dan bahkan mengalami kematian jika ikan tak mampu lagi menjaga keseimbangan osmotiknya. (Sukamto, 1992)Hewan jika dilihat dari kemampuan dalam menyesuikan diri dengan saliniitas lingkungan eksternalnya dibagi menjadi dua yaitu osmoregulator dan osmokonformer. Hewan yang dikatakan osmoregulator adalah organisme yang menjaga osmolaritasnya tanpa tergantung lingkungan sekitar, sedangkan osmokonformer adalah hewan yang tidak mampu mempertahankan tekanan osmotik di dalam tubuhnya, oleh karena itu hewan harus melakukan berbagai adaptasi agar dapat bertahan di dalam tempat hidupnya. Perubahan salinitas juga dapat mempengaruhi permeabilitas dinding sel ketika salinitas mengalami perubahan. Pada saat tersebut ikan akan mengalami kecenderungan untuk mampu atau tidaknya ikan untuk melakukan keseimbangan osmotiknya dalam rangka mengatur dan berfungsi dengan normal sesuai dengan kebutuhannya, salinitas dalam suatu perairan pada media yang berbeda juga akan mempengaruhi proses metabolisme untuk pertumbuhannya (Effendi,1979)

1.2. TujuanPercobaan ini bertujuan untuk mengetahui toleransi salinitas dan konsenterasi osmotic hewan eurihalin (hewan yang mampu hidup dalam salinitas yang cukup luas), ikan nila (Oreochromis niloticus) dan hewan stenohalin, ikan nilem (Osteochilus hasseti) serta kepiting bakau (Scylla serrrata).

II. MATERI DAN CARA KERJA2.1 MateriAlat-alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu akuarium, handrefaktometer, baskom , saringan, mikropipet, hp, dan gelas air mineral.Bahan-bahan yang diguunakan dalam praktikum ini yaitu ikan nila (Oreochromis niloticus), ikan nilem (Osteochillus hasseti), kepiting bakau (Scylla serrata), air dengan berbagai salinitas 0, 10, 20, 30 ppt2.2 Cara Kerja2.2.1 Pengamatan Toleransi Salinitas1. Medium air dibuat dengan salintas 0 ppt, 10 ppt, 20 ppt, 30 ppt masing-masing sebanyak 4 liter2. Medium dibagi kedalam 16 wadah percobaan, masing-masing terdiri dari 4 wadah percobaan. Masing-masing wadah diberi label sesuai dengan salinnitasnya3. Masing-masing 10 ekor benih ikan nila dimasukan kedalam 4 wadah percobaan dengan salinitas berbeda.4. Pengamatan dilakukan dengan dicatat pada kematian tiap ekor dengan masing-masing wadah percobaan setelah 10, 20, 30 menit.5. Masing-masing 10 benih ekor ikann nila dimasukan kedalam 4 wadah percobaan lain dengan salinitas berbeda (secara gradual transfer dan direct transfer).6. Pengamatan dilakukan dan waktu dicatat pada kematian tiap ekor masing-masing wadah percobaan setelah 24, 48, 72, dan 96 jam.7. Di hitung sintasannya dengan cara :SR = x 100%Keterangan :SR : Derajat sintasan ikanNt : Jumlah ikan hidup pada akhir penelitianNo : Jumlah ikan hidup pada awal penelitian2.2.2 Pengukuran Osmolalitas plasma dan medium1. Ambil sampel darah ikan nila diambil (dengan kapiler hematokrit) yang telah diaklimasi pada salinitas medium selama 24 jam.2. Darah disentrifugasi untuk memperoleh plasma darahnya3. Ukur osmolalitas plasma dan medium dengan vapour pressure osmometer4. Hitung rasio antara osmolalitas plasma dengan osmolalitas medium (kapasitas osmoregulasi).5. Catat semua data yang diperoleh.2.2.3 Pengukuran Osmolitas Hemolimfe pada Kepiting1. Sampel darah kepiting diambil menggunakan spuit injeksi berukuran 1 ml yanga telah dilapisi EDTA.2. Sampel darah kepiting diambil dari bagian ruas-ruas kepiting yang paling dekat dengan tubuh kepiting.3. Osmolitas homolimfe diukur menggunakan vapour pressure osmometer (WESCOR, USA)4. Rasio antara osmolalitas hemolimfe dengan osmomalitas medium dihitung (kapasitas osmoregulasi). Semua data yang diperoleh dicatat.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN3.1 HasilTabel 3.1.1. Hasil sintasan ikan nila pada perlakuan Direct transferNoSalinitas (ppt)Waktu pengamatan (menit)

10203040

1080%80%80%80%

21090%90%90%80%

32020%10%10%10%

4300%0%0%0%

Tabel 3.1.2. Hasil sintasan ikan nila pada perlakuan Direct transferNoSalinitas (ppt)Waktu Pengamatan (Jam)

24487296

1080%70%30%10%

21050%40%10%10%

3200%0%0%0%

4300%0%0%0%

Table 3.1.3. Hasil Sintasan Ikan Nila Pada Perlakuan Gradual TransferNoSalinitas (ppt)Waktu Pengamatan (Jam)

24487296

10100%

21060%

320-

430-

Tabel 3.1.4 Hasil Sintasam Ikan Nilem pada Perlakuan Direct Tranfer NoSalinitas (ppt)Waktu Pengamatan (Jam)

10203040

1080%80%80%80%

21090%90%90%80%

32020%10%10%10%

4300%0%0%0%

Tabel 3.1.5 Hasil Sintasan Ikan Nilem pada Perlakuan Direct Transfer NoSalinitas (ppt)Waktu Pengamatan (Jam)

24487296

1080%40%0%0%

21030%30%30%20%

3200%0%0%0%

4300%0%0%0%

Tabel 3.1.6 Hasil Sintasan Ikan Nilem pada Perlakuan Gradual TransferNoSaalinitas (ppt)Waktu Pengamatan (Jam)

24487296

1030%

2100%

3200%

43010%

Tabel 3.1.7 Data Pengamatan Osmolalitas Plasma dan Medium Ikan NilaNoSalinitas (ppt)OsmolalitasKapasitas Osmoregulasi

PlasmaMedium

10741 mmol/kg393 mmol/kg1,88 mmol/kg

25954 mmol/kg509 mmol/kg1,87 mmol/kg

310524 mmol/kg685 mmol/kg0,76 mmol/kg

415840 mmol/kg740 mmol/kg1,13 mmol/kg

520743 mmo/kg518 mmol/kg1,43 mmol/kg

625321 mmol/kg831 mmol/kg0,38 mmol/kg

730828 mmol/kg857 mmol/kg0,96 mmol/kg

Tabel 3.1.8 Data Pengamatan Osmolalitas Hemolimfe dan Medium KepitingNoSalinitas (ppt)OsmolalitasKapasitas Osmoregulasi

PlasmaMedium

10563 mmol/kg3931,43 mmol/kg

25773 mmol/kg5091,51 mmol/kg

310454 mmol/kg6850,66 mmol/kg

415725 mmol/kg7400,97 mmol/kg

520857 mmol/kg8061,06 mmol/kg

625901 mmol/kg8311,08 mmol/kg

730680 mmol/kg8570,79 mmol/kg

Tabel 3.1.9 Data Pengamatan Osmolalitas Plasma dan Medium Ikan NilemNoSalinitas (ppt)OsmolalitasKapasitas Osmoregulasi

PlasmaMedium

10Lisis393Lisis

25Lisis509Lisis

310Lisis685Lisis

415Lisis740Lisis

520Lisis806Lisis

625Lisis831Lisis

7309988571,16

Grafik 3.1.1. Hubungan Salinitas Dengan Osmolalitas Plasma Darah dan Hemolimfe

3.2 Pembahasan Osmoregulasi adalah proses untuk menjaga keseimbangan antara jumlah air dan zat terlarut yang ada di dalam tubuh. Proses ini dilakukan untuk mempertahankan keseimbangan antara jumlah air dan zat terlarut pada tingkatan yang tepat karena adanya perbedaan konsentrasi. Jika sebuah sel menerima terlalu banyak air maka ia akan meletus, sedangkan jika menerima terlalu sedikit air maka sel akan mengerut serta mati. Proses inti dalam osmoregulasi yaitu osmosis atau pergerakan air dari cairan yang mempunyai kandungan air lebih tinggi menuju ke yang lebih rendah. Berdasarkan konsentrasi osmotik, suatu cairan dapat dibedakan menjadi hipoosmotik, isoosmotik dan hiperosmotik. Hipoosmotik adalah cairan yang konsentrasi osmotiknya lebih rendah dibandingkan lingkungannya. Isoosmotik adalah cairan yang konsentrasi osmotiknya sama dengan lingkungannya. Hiperosmotik adalah cairan yang konsentrasi osmotiknya lebih tinggi dibandingkan lingkungannya(Susilo, 2010).Osmoregulasi dibagi menjadi dua yaitu osmoregulator dan osmokonformer. Osmoregulator merupakan hewan yang menjaga osmolaritas tanpa tergantung lingkungan. Kemampuan meregulasi membuat hewan osmoregulator dapat hidup di lingkungan dengan osmolaritas yang cukup rendah seperti air tawar, contohnya udang air tawar dan Teleostei air tawar.Seekor hewan osmoregulator jika dalam lingkungan hipoosmotik harus membuang kelebihan air, sedangkan jika dalam lingkungan hiperosmotik akan secara terus-menerus mengambil air untuk mengatasi kehilangan osmotik. Osmokonformer merupakan hewan yang memiliki osmolaritas internal yang sama dengan lingkungannya sehingga tidak ada tendensi untuk memperoleh atau kehilangan air. Hewan osmokonformer kebanyakan hidup di lingkungan yang memiliki komposisi kimia yang sangat stabil seperti di laut sehingga memiliki osmolaritas yang cenderung konstan. Hewan osmokonformer kebanyakan hewan invertebrata laut seperti ubur-ubur, rajungan dan kerang-kerangan(Susilo, 2010).Hewan dengan keterbatasan toleransi terhadap bermacam-macam lingkungan disebut stenohalin. Sedangkan hewan dengan kemampuan toleransi yang besar terhadap berbagai macam keadaan lingkungan disebut eurihalin. Selain stenohalin dan eurihalin, hewan juga dapat dibagi menjadi kelompok berdasarkan pola perubahan yang terjadi pada internal tubuhnya terhadap konsentrasi osmosis cairan tubuh sebagai respon terhadap variasi eksternalnya. Contoh ikan euryhalinadalahCyprinodon variegates, Mozambique tilapia, Morone saxatillis, danOreochromis niloticus(Prosser,1961). Menurut Djarijah (1995), menyebutkan ikan yang termasuk stenohalin yaitu mempunyai toleransi terhadap salinitas yang sempit yaitu mencapai 35 ppt, sedangkan pertumbuhan optimalnya berkisar antara 0-10 ppt, untuk ikan eurihalin yaitu yang mempunyai toleransi terhadap salinitas yang luas toleransi salinitasnya mencapai 60 ppt.Ikan memerlukan osmoregulasi karena harus terjadi keseimbangan antara subtansi tubuh dan lingkungan, membran selnya yang permeabel merupakan tempat lewatnya beberapa substansi yang bergerak cepat dan adanya perbedaan tekanan osmotikyang berbeda.Konsep tekanan osmotik dapat menimbulkan kebingungan sehingga lebih sering menggunakan istilah konsentrasi osmotik. Jika suatu larutan memiliki konsentrasi osmotik lebih tinggi tekanan osmotiknya juga tinggi. Larutan yang mempunyai konsentrasi yang lebih tinggi dibanding larutan yang lain disebut hiperosmotik. Larutan yang memiliki konsentrasi osmotik lebih rendah daripada larutan lainnya disebut hipoosmotik. Apabila konsentrasi osmotiknya sama dengan larutan lainnya disebut isotonik atau isoosmotik( Fujaya, 2004).Ikan Nila (Oreochromis niloticus)dan ikan Nilem (Osteochilus hasselti) merupakan hewan yang termasuk osmoregulator. Ikan Nila termasuk ke dalam golongan eurihalin (mampu hidup dalam perairan dengan salinitas yang cukup luas) sementara ikan Nilem termasuk ke dalam golongan hewan stenohalin (mampu hidup dalam perairan dengan salinitas yang sempit) (Isnaeni, 2006). Adaptasi yang dilakukan oleh ikan bertulang sejati (teleostei) yang eurihalin terhadap salinitas medium merupakan proses yang komplek yang melibatkan respon fisiologi oleh organ osmoregulasi. Insang dan ginjal merupakan organ yang merespon hal tersebut bagi ikan teleostei. Insang merupakan organ yang langsung berhubungan dengan lingkungan eksternalnya dan ginjal sebagai pengatur pada lingkungan internal ikan tersebut (Tanget al., 2009).Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan kelompok 1 menggunakan hewan uji larva ikan Nilem (Osteochillus hasselti) yang diuji toleransi salinitas. Uji toleransi salinitas yang digunakan adalah 0 30 ppt secaragradual transfer. Salinitas ke 10 ppt pada jam ke 24 setelah perlakuan dari 10 ekor semuanya masih tetap hidup,dilanjut dengan penggunaan 20 dan 30 ppm, jumlah ikan uji semakin berkurang (mati). Hal ini karena ikan tidak mampu menjaga keseimbangan cairan pada tubuhnya.Hasil yang diperoleh dari data pengamatan sintasan pada ikan Nilempada berbagai salinitas dan lamanya waktumenunjukkan kesesuaian bahwa ikan nilem merupakan ikanstenohalinyaitu ikan yang tidak dapat beradaptasi pada dua lingkungan berbeda yang mampu berpindah dari perairan tawar ke perairan laut dan sebaliknya, ikan nilem memiliki sifat hipertonik yakni kadar konsentrasi pada plasma darah lebih tinggi daripada nilai konsentrasi medianya. Ikan Nilem tidak mampu berdaptasi terhadap lingkungan dengan salinitas tinggi (Hurkat and Mathur, 1976).Berbeda dengan pengujian ikan nila,Hasil yang diperolehpada pengujian ikan niladapat diketahui bahwa kapasitas osmoregulasi ikannilapada salinitas 30 ppt bersifat hipoosmotik karena kapasitas osmoregulasinya kurang dari 1. Semakin tinggi salinitas maka akan semakin tinggi osmolalitas plasma darahnya, oleh karena itu ikan Nilatermasuk hipoosmotik yaitu konsentrasi osmotik dalam tubuhnya lebihrendahdari pada lingkungannya (Lagler, 1977). Menurut Sardella (2004) Ketika hibrida nila secara bertahap dipindahkan ke salinitas yang lebih tinggi, dengan antara transfer , mereka dapat bertahan hidup pada salinitas tersebut. Sebelum menunjukkan tanda-tanda mendapatkan tekanan osmoregulasi.Peningkatan salinitas pada beberapa ppt merupakan fase bagi hewan untuk menyesuaikan diri, semakin singkat waktu penyesuaian maka semakin besar kesempatan hidupnya. Teori yang ada menyatakan bahwa difusi substansi akan keluar dari tubuh melalui insang. Rasio insang dengan permukaan tubuh sangat mempengaruhi difusi tersebut. Ikan kecil dengan metabolisme tinggi mempunyai permukaan insang luas dari pada ikan besar dalam satu spesies (Johnsonet al.,1984). Ikan Nila digolongkan dalam hewan perairan eurihalin. Ikan ini merupakan ikan air tawar yang bersifat hipertonik terhadap air tawar, sehingga bila dimasukkan dalam air dengan salinitas tinggi maka ikan akan bersifat hipotonik terhadap lingkungan barunya (Hurkat and Mathur, 1976). Sedangkan pada kepiting bakau (Scylla serrata) tergolong dalam hewan perairan eurihalin. Kepiting yang tidak berlindung dari air yang konsentrasinya berbeda dari laut mengalami tekanan osmotik tinggi dan mengandung ion yang tinggi. Seperti pada kebanyakan kepiting laut yang tidak dapat berbuat apa-apa. Secara bertahap, mereka menurunkan berat badan agar garam dan air berdifusi keluar (Afrianto dan Liviawaty, 1992).Perbedaan dalam hasil sintasan menunjukkan adanya mekanisme berbeda dalam osmoregulasi antar ikan air tawar dengan ikan air laut. Ikan air tawar memiliki insang yang berbeda dengan ikan air laut sehingga berpengaruh terhadap transport ion. Kadar salinitas berpengaruh terhadap asupan ion dalam tubuh bagi hewan air laut kelebihan ini mampu diantisipasi dengan pengeluaran produk buangan sedangkan pada ikan air tawar hampir semuanya memiliki sel klorida. Selain itu, masuknya ion ini juga sangat berpengaruh pada timbulnya HCO3-dalam plasma darah ini disebabkan kelebihanya asupan Na+(Evans, 2010).Tingkat osmolitas plasma pada hewan hewan euryhalin dapat berubah-ubah menyesuaikan habitatnya. Pada proses osmoregulasi, mekanisme transport aktif dalam upaya menjaga konsentrasi osmotik internal homeostasis, ikan memanfaatkan protein membran seperti Na+, K+dan ATPase untuk melakukan transport aktif ion yang terjadi di inang, eosofagus, dan intestine (Susilo, 2010).Menurut Campbellet al,.(2004), terdapat dua penyelesaian dasar terhadap permasalahan keseimbangan antara perolehan dan kehilangan air. Satu penyelesaian untuk hewan laut adalah tetap bersifat isoosmotik dengan lingkungan air asinnya. Hewan seperti itu yang tidak secara aktif menyesuaikan osmolaritas internalnya, dikenal sebagai osmokonformer. Sebaliknya osmoregulator merupakan hewan yang harus menyesuaikan osmolaritas internalnya karena cairan tubuhnya tidak isoosmotik dengan lingkunga luarnya. Sebagian besar hewan baik merupakan osmokonformer maupun osmoregulator tidak dapat mentolerir perubahan yang sangat besar dalam osmolaritas eksternal. Hewan seperti itu dikatakan sebagai hewan stenohalin. Akan tetapi, beberapa hewan yang disebut euryhalin, dapat bertahan hidup dalam lingkungan dengan fluktuasi osmolaritas eksternal yang sangat besar. Hewan-hewan itu bisa menyesuaikan dengan perubahan suhu atau mengatur osmolaritas internalnya di dalam kisaran yang sempit bahkan ketika lingkungan eksternalnya berubah. Contoh hewan osmoregulator adalah ikan nila, sedangkan hewan osmoconformer adalah ikan laut, ubur-ubur, dan rajungan. Salah satu contoh hewan euryhalin yaitu ikan bertulang sejati yang disebut tilapia, ikan asli Afrika yang dapat menyesuaikan diri dengan konsenterasi garam dengan kisaran antara konsentrasi air tawar dan dua kali konsentrasi air laut.Matinya ikan setelah melewati batasnya dapat disebabkan oleh tiga kemungkinan antara lain karena gagalnya mekanisme pengaturan yang akhirnya menyebabkan perubahan konsentrasi internal yang bersifat fatal, gangguan fungsi respirasi insang sehingga menyebabkan asphysia yang fatal, dan kegagalan jantussssng sehingga ikan tidak dapat melakukan fungsi metabolisme dengan baik (Goenarso, 1989). Berdasarkan jurnal penelitian lain dengan menggunakan pertumbuhan pada rotifera (Brachionus plikatilis) kematian dapat terjadi karena kekurangan oksigen, salah satu akibat dari osmoregulasi adalah luas permukaan insang untuk respirasi menjadi lebih kecil (Rukka, 2011). Beberapa teori diatas dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi konsentrasi perlakuan yang diberikan, maka tingkat kelangsungan ikan lebistes semakin rendah.Perubahan salinitas medium yang menyebabkan perubahan osmolalitas plasma juga menghasilkan perubahan kapasitas osmoregulasi. Kapasitas osmoregulasi adalah rasio antara nilai osmolalitas plasma dengan nilai osmolalitas media. Jika nilai kapasitas osmoregulasi mendekati dua maka ikan dikelompokkan ke dalam kondisi hiperosmotik, bila nilai kapasitas osmoregulasi berkisar satu ikan dikatakan isoosmotik, dan bila nilai kapasitas osmoregulasi dibawah satu maka ikan dikatakan dalam kondisi hipoosmotik.Menurut Kay (1998), konsentrasi osmotik ikan nila lebih tinggi dari lingkungannya (hiperosmotik).Menurut Hitckman (1972) yang menyatakan bahwa hubungan antara plasma darah, media dan konsentrasi media atau salinitas dapat dituliskan bahwa semakin tinggi konsentrasi media, maka semakin tinggi pula media dan konsentrasi plasma darahnya. Besarnya osmolalitas pada plasma darah lebih besar jika dibandingkan dengan osmolalitas media. Hal ini disebabkan karena hewan-hewan air tawar harus menyimpan kadar garam pada cairan tubuhnya lebih tinggi daripada yang terdapat dalam media (air). Oleh karena itu, air akan masuk ke dalam tubuh secara osmosis dan garam keluar secara difusi. Karena lingkungan yang hiperosmotik maka ikan nila akan mengalami permasalahan kemasukan air melalui osmosis dan kehilangan ion-ion tubuh melalui difusi. Berdasarkan hal tersebut ikan nila harus mempertahankan ion tubuhnya dan mengeluarkan urin hipoosmotik untuk mengeluarkan air dan mengganti ion tubuh atau garam yang hilang dengan absorbsi melalui permukaan tubuh tertentu seperti insang (Kay, 1998). Ikan nila pada umumnya memiliki toleransi salinitas sempit yaitu sebesar 0,1 sampai 10 ppt (Gordon, 1982).Osmometer adalah alat yang digunakan pada percobaan ini untuk mengukur osmolalitas media dan osmolalitas plasma sehingga didapatkan kapasitas osmoregulasi. Osmometer memiliki beberapa jenis, contohnya adalah osmometer membran dan vapour pressure osmometer, tetapi yang banyak digunakan adalah vapour pressure osmometer. Osmometer jenis ini tidak langsung secara sensitif mengukur osmolalitas, tetapi secara tidak langsung osmolalitas akan terukur dengan menggunakan termistor yang dapat mendeteksi perubahan voltase yang diakibatkan oleh perubahan temperatur(Campbellet al., 2004).

IV. KESIMPULANBerdasarkan hasil dan pembhasan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa:1. Ikan Nila (Oreochromis niloticus) termasuk hewan eurihalin karena mampu bertahan hidup pada salinitas yang luas, sedangkan Ikan Nilem (Ostechilus hasseti) termasuk hewan stenohalin karena hanya mampu bertahan hidup pada salinitas yang sempit. Kepiting Bakau (Scylla serrata) termasuk kedalam hewan hiperosmotik2. Ikan nila (Oreochromis niloticus) lebih mampu bertahan hidup dari pada ikan nilem (Osteochilus hasseti) pada suatu lingkungan dengan salinitas yang berubah-ubah.

DAFTAR REFERENSIAfrianto, E., dan Liviawaty, E. 1992. Pakan pada Kepiting dan Perkembangannya. Yogyakarta: Kanisius.

Campbell, N.A., J.B Reece dan L.G. Mitchell. 2004. Biologi Edisi kelima Jilid III. Jakarta: Erlangga.

Djarijah, A. S. 1995. Nila Merah; Pembenihan dan Pembesaran Secara Intensif.Yogyakarta: Kanisius.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Jakarta: Kanisius.

Evans,D.H.1998.The Physiology of Fishes Second Edition. CRC Press, New York.

Evans, D.H. 2010.Freshwater Fish Gill Ion Transport: August Krogh to morpholinos and microprobes.Acta Physiologica 2010 Scandinavian Physiological Society, doi: 10.1111/j.1748-1716.2010.02186.x.

Fujaya, Y. 2004. Fisiologi Ikan Dasar Pengembangan Teknik Perikanan. Jakarta: Rineka Cipta.

Goenarso. 1989. Fisiologi Hewan. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat, Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Gordon, M S. 1977.Animal Physiology. McMillan Publishing co. ltd., New York

Gordon, M.S. 1982.Animal Physiology Principles and Adaptation. Mac Millan Publishing Co Inc, New York.

Hartono. 1993. Fisiologi Ikan, Dasar Pengembangan Teknik Perikanan. Jakarta: Rineka Cipta.Hickman, C. F. 1972.Biology of Animals. The C. V. Mosby Company, Saint Louis.

Hurkat and Mathur, P. N. 1976. A Text Book of Animal Physiology. S. Chank and Co (P) Ltd, New Delhi.

Isnaeni, Wiwi. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta: Kanisius

Johnson, K.D, D.C Rayle and H.L. Alberg. 1984.Biology on Introduction. S. Chand and Co, New Delhi.

Karim,M.Y. 2006. Perubahan Osmolaritas Plasma Larva Ikan Bandeng (Chanos Chanos) Sebagai Respon Adaptasi Salinitas.J. Sains & Teknologi, 6 (3), pp.143148.

Kay, I. 1998.Introduction to Animal Physiology. Glos Scientific Publisher United, New York.

Lagler, K. F. 1977.Ichtilogy. John Wiley and Sons, New York.

Prosser C. 1961.Comparative Animal PhysiologySecond Edition. W.B Saunders Compani, London.

Rukka, Andi Heryanti. 2011. Pengaruh Salinitas Berbeda Terhadap Rotifera Brachionus plicatilis O.F MULLER. Media Litbang Sulteng IV (1)

Sardella, Brian A. 2004. Physiological, Biochemical, and Morphological indicator of Osmoregulatory Stress In California Mozambique Tilapia (Oreochromis mossambicus O. Urolepis hornorum) Exposed to Hypersaline Water. The Journal of Experimental Biologist. San Diego.

Sukamto. 1992. Fisilogi Hewan Air. Unri Press. Pekan Baru.Riau

Susilo, U dan S. Sukmaningrum. 2010. Osmoregulasi Ikan SidatAnguilla bicolorMc Clelland Pada Media Dengan Salinitas Berbeda. Sains Akuatik 10 (2), pp.111-119.

Tang, H,C. 2009. Journal ofConstant Muscle Water Content and Renal HSP90 Expression Reflect Osmotic Homeostasis in Euryhaline Teleosts Acclimated to Different Environmental Salinities. Taiwan.