osmoregulasi kasri

26
OSMOREGULASI Oleh : Nama : Kasriati Heruningsih NIM : B1J011155 Rombongan : V Kelompok : 4 Asisten : Rio Rakhmanandika S. LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN II

Upload: kasriati-heruningsih

Post on 19-Jan-2016

66 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: OSMOREGULASI kasri

OSMOREGULASI

Oleh :

Nama : Kasriati HeruningsihNIM : B1J011155Rombongan : VKelompok : 4Asisten : Rio Rakhmanandika S.

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN II

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS BIOLOGIPURWOKERTO

2013

Page 2: OSMOREGULASI kasri

I. PENDAHULUAN

I.1Latar Belakang

Pengaturan air dan ion dalam tubuh dengan sejumlah mekanisme yang

dilakukan untuk mengatasi masalah osmotik dan mengatur perbedaan diantara

intra sel dan ekstrasel dan diantara ekstrasel dengan lingkungan secara kolektif

disebut mekanisme osmoregulasi (Evans, 1998). Mekanisme osmoregulasi

meliputi volume air, kandungan zat terlarut dan distribusi zat terlarut. Mahluk

hidup mempertahankan kekonstanan volume air dalam tubuhnya melalui

mekanisme dimana jumlah air yang masuk harus sama dengan jumlah air yang

keluar (Soetarto, 1986).

Proses pengaturan regulasi pada tubuh ikan adalah sebagai berikut. Ikan air

tawar karena tubuhnya hipertonik terhadap medium maka ia akan

mengekspresikan kelebihan air melalui mekanisme yang menyebabkan urinnya

menjadi encer. Kelebihan air ini disebabkan oleh adanya air lingkungan masuk

ke dalam tubuh melalui difusi. Ikan air tawar bila dipindahkan ke air laut maka

keadaan tubuhnya akan menjadi hipotonik terhadap lingkungan. Keadaan ini

menyebabkan air keluar dari tubuh sehingga kadar garam di dalam tubuh akan

meningkat. Seiring meningkatnya kadar garam dalam tubuh, ikan yang

melakukan mekanisme ini disebut euryhalin, sedangkan yang tidak melakukan

mekanisme ini disebut stenohalin. Hewan pada dasarnya memiliki toleransi

terbatas terhadap lingkungan artinya bila dipindahkan ke suatu habitat akan

beradaptasi dan bila tidak mampu beradaptasi akan mati (Schmidt-Nielsen,

1990).

I.2 Tujuan

Tujuan praktikum ini adalah untuk mempelajari osmuregulasi pada hewan

eurihalin (hewan yang mampu hidup dalam perairan dengan salinitas yang

cukup luas), ikan nila (Oreochromis sp.) dan hewan stenohalin, ikan nilem

(Osteochilus hasselti) atau kepiting.

Page 3: OSMOREGULASI kasri

II. MATERI DAN CARA KERJA

II.1 Materi

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah larva ikan nila dan ikan

nila (Oreochromis sp.), larva ikan nilem dan ikan nilem (Osteochilus hasselti),

kepiting Bakau (Scylla serrata), larutan EDTA, air dengan salinitas 0 ppt, 10

ppt, 20 ppt, dan 30 ppt, kertas cakram.

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah spuit, osmometer,

mikropipet dan tip, handrefractometer, dan mikrosentrifuge.

II.2 Cara Kerja

2.2.1 Pengamatan toleransi salinitas

1. Medium air dibuat dengan salinitas 0 ppt, 10 ppt, 20 dan 30 ppt.

2. Sepuluh ekor benih ikan nila dimasukkan ke dalam 4 wadah

percobaan dengan salinitas berbeda secara direct transfer. Masukkan

pula 10 ekor benih ikan nila ke dalam 1 wadah percobaan dengan

salinitas berbeda secara gradual transfer. Dan diberi label.

3. Sepuluh ekor benih ikan nilem dimasukkan ke dalam 4 wadah

percobaan dengan salinitas berbeda secara direct transfer. Masukkan

pula 10 ekor benih ikan nilem ke dalam 1 wadah percobaan dengan

salinitas berbeda secara gradual transfer. Dan diberi label.

4. Lakuakan pengamatan dan catat kematian tiap ekor ikan pada masing-

masing wadah percobaan setelah 10, 20, 30, dan 40 menit. Diamati

dan dicatat waktu kematian tiap ekor ikan pada masing-masing wadah

percobaan setelah 24, 48, 72, dan 96 jam.

5. Pengambilan data sintasan dilakukan dengan cara menghitung jumlah

larva ikan yang hidup pada awal dan akhir penelitian. Perhitungan

sintasan adalah sebagai berikut :

SR = NtNo

x 100%

Keterangan :

SR : Derajat sintasan ikan

Page 4: OSMOREGULASI kasri

Nt : Jumlah ikan hidup pada akhir penelitian

No : Jumlah ikan hidup pada awal penelitian

2.2.2 Pengukuran osmolalitas plasma dan medium

1. Ikan nila (Oreochromis sp.) diambil darahnya menggunakan spuit

lewat jantung.

2. Darah dipindahkan ke tabung ependorf dan disentrifuge selama 15

menit pada kecepatan 3500 rpm untuk memperoleh plasma darah.

3. Plasma darah diambil sebanyak 10 μl. Kemudian osmolalitas plasma

diukur dengan menggunakan osmometer.

4. Hitung rasio antara osmolalitas plasma dengan osmolalitas medium

(kapasitas osmoregulasi).

5. Hasil dicatat dan dimasukkan ke dalam tabel pengamatan.

2.2.3 Pengukuran osmolalitas hemolimfe pada kepiting

1. Sampel hemolimfe kepiting diambil dari bagian ruas-ruas kaki yang

paling dekat dengan tubuh kepiting dengan menggunakan spuit

injeksi ukuran 1 mL.

2. Injeksi yang digunakan untuk mengambil hemolimfe sebelumnya

dibasahi dengan larutan EDTA agar sampel hemolimfe tidak

membeku.

3. Osmolalitas diukur dengan menggunakan osmometer.

4. Rasio antara osmolalitas plasma dengan osmolalitas medium

dihitung (kapasitas osmoregulasi). Rumusnya yaitu :

Ko = OpOm

Keterangan :

Ko : Kapasitas osmoregulasi

OP : Osmolalitas plasma

OM : Osmolalitas medium

5. Semua data yang diperoleh dicatat.

Page 5: OSMOREGULASI kasri

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Tabel 1. Pengamatan Sintasan pada Ikan Nila pada Perlakuan Direct Transfer

No Salinitas (ppt)Waktu Pengamatan (menit)

10 20 30 401 0 100% 100% 100% 100%2 10 100% 100% 100% 100%3 20 100% 100% 100% 100%4 30 100% 40% 10% 0%

Tabel 2. Pengamatan Sintasan pada Ikan Nila pada Perlakuan Direct Transfer

NoSalinitas

(ppt)Waktu Pengamatan (jam)

24 48 72 961 0 100% 100% 100% 100%2 10 100% 80% 70% 40%3 20 90% 60% 40% 0%4 30 0% 0% 0% 0%

Tabel 3. Pengamatan Sintasan pada Ikan Nila pada Perlakuan Gradual

Transfer

NoSalinitas

(ppt)Waktu Pengamatan (jam)

24 48 72 961 02 10 100%3 20 80%4 30 0% 0%

Tabel 4. Pengamatan Sintasan pada Ikan Nilem pada Perlakuan Direct

Transfer

No Salinitas (ppt)Waktu Pengamatan (menit)

10 20 30 401 0 100% 100% 100% 100%2 10 100% 100% 100% 100%3 20 50% 0% 0% 0%

4 30 0% 0% 0% 0%

Page 6: OSMOREGULASI kasri

Tabel 5. Pengamatan Sintasan pada Ikan Nilem pada Perlakuan Direct

Transfer

NoSalinitas

(ppt)Waktu Pengamatan (jam)

24 48 72 961 0 0% 0% 0% 0%

2 10 80% 0% 0% 0%

3 20 0% 0% 0% 0%

4 30 0% 0% 0% 0%

Tabel 6. Pengamatan Sintasan pada Ikan Nilem pada Perlakuan Gradual

Transfer

No Salinitas (ppt)Waktu Pengamatan (jam)

24 48 72 961 02 10 80%3 20 0%4 30 0% 0%

Tabel 7. Pengamatan Osmolalitas Plasma dan Medium Ikan Nila

No SalinitasOsmolalitas Kapasitas

OsmoregulasiPlasma Medium1 0 327 189 1,972 10 372 383 0,973 20 341 600 0,564 30 295 822 0,358

Tabel 8. Pengamatan Osmolalitas Plasma dan Medium Kepiting

No SalinitasOsmolalitas Kapasitas

OsmoregulasiPlasma Medium1 0 591 189 3,132 10 687 383 1,793 20 612 600 1,024 30 331 822 0,4

Page 7: OSMOREGULASI kasri

Perhitungan:

1. Pengamatan Toleransi Salinitas Ikan Nilem (Osteochilus hasselti) pada

Perlakuan Direct Transfer

a. 0 ppt pada 10, 20, 30 dan 40 menit.

SR (Sintasan) = ∑ larva hidup di akhir x 100%

∑ larva awal

N0 = 10 ekor

Nt = 10 ekor

SR = Nt x 100 %N0

= 10 x 100 % = 100 %10

b. 10 ppt pada 10, 20, 30 dan 40 menit.

SR (Sintasan) = ∑ larva hidup di akhir x 100%

∑ larva awal

N0 = 10 ekor

Nt = 10 ekor

SR = Nt x 100 %N0

= 10 x 100 % = 100 %10

c. 20 ppt pada 10 menit

SR (Sintasan) = ∑ larva hidup di akhir x 100%

∑ larva awal

N0 = 10 ekor

Nt = 5 ekor

SR = Nt x 100 %N0

= 5 x 100 % = 50 %10

d. 20 ppt pada 20 menit

SR (Sintasan) = ∑ larva hidup di akhir x 100%

∑ larva awal

N0 = 10 ekor

Nt = 0 ekor

SR = Nt x 100 %

Page 8: OSMOREGULASI kasri

N0

= 0 x 100 % = 0 %10

e. 10 ppt pada 24 jam

SR (Sintasan) = ∑ larva hidup di akhir x 100%

∑ larva awal

N0 = 10 ekor

Nt = 8 ekor

SR = Nt x 100 %N0

= 8 x 100 % = 80 %10

f. 10 ppt pada 48 jam

SR (Sintasan) = ∑ larva hidup di akhir x 100%

∑ larva awal

N0 = 8 ekor

Nt = 0 ekor

SR = Nt x 100 %N0

= 0 x 100 % = 0 % 8

2. Pengamatan Toleransi Salinitas Ikan Nilem (Osteochilus hasselti) pada

Perlakuan Gradual Transfer

a. 10 ppt pada 24 jam

SR (Sintasan) = ∑ larva hidup di akhir x 100%

∑ larva awal

N0 = 10 ekor

Nt = 8 ekor

SR = Nt x 100 %N0

= 8 x 100 % = 80 %10

b. 10 ppt pada 48 jam

SR (Sintasan) = ∑ larva hidup di akhir x 100%

∑ larva awal

N0 = 8 ekor

Page 9: OSMOREGULASI kasri

Nt = 0 ekor

SR = Nt x 100 %N0

= 0 x 100 % = 0 % 8

3. Pengukuran Osmolalitas Plasma dan Media

a. Ikan Nilem (Osteochilus hasselti)

Kapasitas osmoregulasi = osmolalitas plasma osmolalitas media

= 295 822

= 0,358

b. Kepiting Bakau (Scylla serrata)

Kapasitas osmoregulasi = osmolalitas plasma osmolalitas media

= 331 822

= 0,4

Keterangan :

SR = derajat sintasan

N0 = jumlah ikan hidup pada awal penelitian

Nt = jumlah ikan hidup pada akhir penelitian

Page 10: OSMOREGULASI kasri

3.2 Pembahasan

Pengamatan toleransi salinitas yaitu untuk sintasan kelompok 3

menggunakan ikan nilem (Osteochilus hasselti). Perlakuan yang diberikan

adalah direct transfer dengan salinitas 0 dan 10 ppt pada waktu 10, 20, 30 dan 40

jam, hasilnya adalah 100% ikan hidup semua. Sedangkan pada salinitas 20

dengan waktu 10 menit, jumlah ikan yang hidup adalah 50%. Kemudian pada

waktu 20 menit, ikan nilemnya mati semua sama halnya dengan larva ikan yang

dimasukkan ke dalam salinitas 30 ppt pada waktu 10 menit. Setelah diaklimasi

selama 24 jam pada salinitas 10 ppt, jumlah larva ikan yang hidup adalah 80%.

Kemudian diaklimasi lagi menjadi 48 jam dan larva ikan tersebut mati semua.

Hasil pada perlakuan gradual transfer selama 24 jam dengan salinitas 10 ppt

adalah 80% larva ikan yang masih hidup. Sedangkan pada salinitas 20 ppt

selama 48 jam, hasilnya larva ikan nilem mati semua. Hal ini disebabkan ikan

nilem adalah ikan air tawar yang bersifat osmoregulator (memiliki konsentrasi

osmotik yang tetap atau konstan meskipun berada di lingkungan dengan

konsentrasi osmotik yang berubah-ubah) sehingga ikan nilem tidak mampu

mempertahankan kesetimbangan osmoregulasinya hingga akhirnya ikan tersebut

mati. Isnaeni (2006) menyatakan, hewan air tawar mempunyai cairan tubuh

dengan tekanan osmotik yang lebih tinggi dari lingkungannya

(hiperosmotik/hipertonis).

Hasil pengukuran osmolalitas plasma dan media pada ikan nila menunjukan

bahwa pada salinitas 0 ppt, 10 ppt, 20 ppt dan 30 ppt, osmolalitas medianya

berturut-turut adalah 189 mmol/kg, 383 mmol/kg, 600 mmol/kg, dan 822

mmol/kg. Sedangkan osmolalitas plasma darahnya berturut-turut adalah 327

mmol/kg, 372 mmol/kg, 341 mmol/kg, dan 295 mmol/kg. Sehingga kapasitas

osmoregulasinya berturut turut adalah 1,97 mmol/kg, 0,97 mmol/kg, 0,56

mmol/kg, dan 0,358 mmol/kg. Hasil pengukuran osmolalitas plasma dan media

pada kepiting bakau menunjukan bahwa pada salinitas 0 ppt, 10 ppt, 20 ppt dan

30 ppt, osmolalitas medianya berturut-turut adalah 189 mmol/kg, 383 mmol/kg,

600 mmol/kg, dan 822 mmol/kg. Sedangkan osmolalitas plasma darahnya

berturut-turut adalah 591 mmol/kg, 687 mmol/kg, 612 mmol/kg, dan 331

mmol/kg. Sehingga kapasitas osmoregulasinya berturut turut adalah 3,13

mmol/kg, 1,79 mmol/kg, 1,02 mmol/kg, dan 0,4 mmol/kg.

Page 11: OSMOREGULASI kasri

Semakin tinggi perlakuan salinitas yang diberikan, maka akan semakin

tinggi osmolalitas plasma dan osmolalitas medianya. Hal ini tidak sesuai dengan

Hurkat and Martur (1976) yang menyatakan bahwa ikan Nila mempunyai

tingkat osmolalitas yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan lingkungannya

dan dapat menyesuaikan diri sampai salinitas yang cukup tinggi, sedangkan ikan

nilem tidak mampu hidup pada salinitas yang cukup tinggi. Semakin tinggi

salinitasnya maka akan semakin tinggi nilai osmolalitas plasma dan medianya.

Grafik hubungan antara salinitas dengan kapasitas osmoregulasi menyatakan

korelasi negatif karena kurvanya naik dan turun. Spuit untuk mengambil darah

ikan. Osmometer berfungsi untuk mengukur osmolalitas baik plasma maupun

media. Mikrosentrifuge berfungsi untuk memisahkan plasma darah dengan

korpuskula. Handrefractometer berfungsi untuk mengukur salinitas. Larutan

EDTA berfungsi untuk mencegah penggumpalan darah.

Ikan Nila jika dilihat dari toleransinya terhadap perubahan kadar garam

termasuk ke dalam ikan yang eurihalin. Ikan eurihalin yaitu ikan yang toleransi

terhadap perubahan salinitasnya luas. Menurut Ville et al. (1988), organisme

eurihalin mempunyai mekanisme pengaturan renal dan ekstrarenal dalam

merespon perubahan salinitas yang terjadi dalam lingkungannya. Kebalikan dari

eurihalin adalah kelompok hewan stenohalin. Hewan stenohalin adalah hewan

yang toleransi terhadap perubahan salinitasnya sempit, contohnya ikan nilem.

Semakin tinggi konsentrasi maka semakin kecil nilai sintasannya atau semakin

banyak ikan yang mati. Ikan Nila jika dilihat dari toleransinya terhadap

perubahan kadar garam termasuk ke dalam ikan yang eurihalin. Ikan eurihalin

yaitu ikan yang toleransi terhadap perubahan salinitasnya luas. Menurut Weng et

al. (2002), organisme eurihalin mempunyai mekanisme pengaturan renal dan

ekstrarenal dalam merespon perubahan salinitas yang terjadi dalam

lingkungannya. Kebalikan dari eurihalin adalah kelompok hewan stenohalin.

Hewan stenohalin adalah hewan yang toleransi terhadap perubahan salinitasnya

sempit.

Sintasan adalah istilah ilmiah yang menunjukkan tingkat kelulushidupan

(survival rate) dari suatu populasi dalam jangka waktu tertentu. Istilah ini

biasanya dipakai dalam konteks populasi individu muda yang harus bertahan

hidup hingga siap berkembangatau dengan kata lain adalah kemampuan hewan

air dalam mempertahankan hidup. Berdasarkan kemampuan dalam bertahan

Page 12: OSMOREGULASI kasri

terhadap kondisi salinitas yang berbeda dibagimenjadi dua, yaitu hewan

eurihalin dan stenohalin. Hewab eurihalin adalah hewan yang mampubertahan

hidup dalam lingkungan dalam kondisi salinitas yang cukup luas, sedangkan

stenohalin adalah hewan yang hanya mampu bertahan hidup dengan kondisi

salinitas yang cukup sempit. Hewan euryhalin diantaranya yaitu ikan

bandeng,salmon, udang windu dan ikan nila, sedangkan yang termasuk hewan

stenohalin yaitu ikan mas, ikan tawes dan ikan nilem (Fujaya, 2004).

Hubungan antara plasma darah, media dan konsentrasi media atau salinitas

dapat dituliskan bahwa semakin tinggi konsentrasi media, maka semakin tinggi

pula media dan konsentrasi plasma darahnya. Besarnya osmolalitas pada plasma

darah lebih besar jika dibandingkan dengan osmolalitas media. Hal ini

disebabkan karena hewan-hewan air tawar harus menyimpan kadar garam pada

cairan tubuhnya lebih tinggi daripada yang terdapat dalam media (air). Oleh

karena itu, air akan masuk ke dalam tubuh secara osmosis dan garam keluar

secara difusi (Hickman, 1972).

Osmoregulasi adalah kemampuan organisme untuk mempertahankan

keseimbangan kadar dalam tubuh, didalam zat yang kadar garamnya berbeda.

Untuk organisme akuatik, proses tersebut digunakan sebagai langkah untuk

menyeimbangkan tekanan osmosis antara substansi dalam tubuhnya dengan

lingkungan melalui sel yang semi permeable. Dengan demikian, semakin jauh

perbedaan tekanan osmotik antara tubuh dan lingkungan, maka semakin banyak

energi metabolisme yang dibutuhkan untuk melakukan osmoregulasi sebagai

upaya adaptasi hingga batas toleransi yang dimilikinya. Osmoregulasi juga

berfungsi ganda sebagai sarana untuk membuang zat-zat yang tidak diperlukan

oleh sel atau organisme hidup (Nawangsari, 1988).

Kemampuan hewan dalam melakukan osmoregulasi dikelompokkan ke

dalam dua golongan, yaitu :

1. Osmokonformer

Osmokonformer adalah suatu organisme yang memiliki konsentrasi zat

terlarut dalam cairan tubuhnya yang berubah-ubah sesuai dengan konsentrasi zat

terlarut media eksternal. Konsentrasi cairan tubuh organism osmokonformer

sesuai dengan media eksternalnya, organisme dikatakan isoosmotik.

Homeostasis dari konsentrasi zat terlarut dalam cairan tubuh organisme

Page 13: OSMOREGULASI kasri

tergantung pada konsentrasi zat terlarut dalam media eksternal dan relatif

konstan. Umumnya adalah golongan osmokonformer konstan.

2. Osmoregulator

Osmoregulator yaitu hewan yang dapat meregulasi atau menjaga zat terlarut

dalam cairan tubuhnya dalam kondisi konstan (konsentrasi osmotik cairan

tubuhnya tidak berubah-ubah) meskipun hewan tersebut berada dalam

lingkungan eksternal yang ekstrim. Jika zat terlarut dalam cairan tubuh

organisme disimpan pada konsentrasi yang lebih tinggi dari media eksternal

(misalnya di danau) cairan tubuh hewan ini dikatakan hiperosmotik dan hewan

ini disebut hiperosmotik osmoregulator. Jika zat terlarut dalam cairan tubuh

organisme disimpan pada konsentrasi lebih rendah dibandingkan dengan media

eksternal (misalnya air laut) cairan tubuh organisme ini dikatakan hipoosmotik

dan hewan ini disebut hipoosmotik osmoregulator.Sebagian besar vertebrata laut

merupakan contoh dari osmoregulator (Ville et al., 1988).

Mekanisme osmoregulasi ikan air tawar adalah mula-mula ikan air tawar

mengalami dehidrasi, kemudian diatasi dengan minum banyak air dan dengan

sekresi urine pekat. Hal ini perlu dilakukan untuk menjaga agar konsentrasi

osmotik dalam tubuhnya tetap stabil. Ikan air tawar selalu menderita kemasukan

air secara terus menerus dari lingkungannya yang hipertonik, ikan ini memiliki

sisik-sisik yang tidak tertembus oleh air, akan tetapi membran insang akan

memberikan kemudahan bagi masuknya air ke dalam tubuh. Ikan air tawar

mempertahankan keseimbangan osmotik dan ionik di lingkungan lemah dengan

pengaktifan absorbsi garam melewati insang dan memompa air melewati ginjal.

Selain itu, ikan air tawar mendapat sejumlah garam dari makanan yang

merupakan cara utama menambah dan memelihara konsentrasi garam cairan

tubuh. Ikan Nila dan ikan Nilem merupakan contoh ikan air tawar yang bersifat

osmoregulator, yaitu hewan yang mempunyai tekanan osmotik tetap, walaupun

pada lingkungan yang berbeda (Gordon, 1982).

Faktor yang mempengaruhi osmoregulasi adalah salinitas, yaitu kadar ion-

ion terlarut dalam air dan dinyatakan dalam g/lt (1/00) atau ppt. Semakin tinggi

salinitas maka semakin tinggi tekanan osmotiknya. Hal ini membuktikan bahwa

salinitas berhubungan dengan tekanan osmotik air. Tingkat osmotik yang

diperlukan berbeda-beda sesuai dengan jenisnya, sehingga toleransi terhadap

salinitas pun berbeda-beda. Ikan air tawar tidak mampu beradaptasi terhadap

Page 14: OSMOREGULASI kasri

lingkungan dengan salinitas tinggi, karena sifatnya yang hiperosmotik (Gordon,

1982).

Suatu organisme dapat bertahan hidup jika konsentrasi garam dalam cairan

tubuh internal dipertahankan pada tingkat rendah sesuai dengan kebutuhan

metabolisme. Ikan air tawar akan mati jika berada pada larutan garam yang

berkonsentrasi tinggi karena ikan air tawar hanya mempunyai toleransi 0,1 %.

Konsentrasi garam yang semakin tinggi akan menyebabkan air yang terdapat

dalam tubuh ikan keluar, sehingga ikan akan mengalami dehidrasi dan dapat

mengalami kematian (Nawangsari, 1988).

Menurut Fujaya (2004), ada 3 pola regulasi ion dan air, yakni :

1. Regulasi hiperosmotik, yaitu pengaturan secara aktif konsentrasi cairan

tubuh yang lebih tinggi dari konsentrasi media.

2. Regulasi hipoosmotik, yaitu pengaturan secara aktif konsentrasi cairan

tubuh yang lebih rendah dari konsentrasi media.

3. Regulasi isoosmotik, yaitu bila konsentrasi cairan sama dengan konsentrasi

media.

Pada proses osmoregulasi, mekanisme transport aktif dalam menjaga

konsentrasi osmotik internal, homeostatis, ikan memanfaatkan protein

membrane untuk melakukan transport aktif ion yang terjadi di insang, esophagus

dan intestine (Susilo dan Sri, 2010). Ketika hewan euryhalin berpindah dari

kondisi hiperosmotik ke hipoosmotik tujuannya untuk memperoleh air yang

diikuti oleh hilangnya osmolilalitas dan air di dalam suatu volume menjadi

berkurang, oleh karena itu agar tidak terjadi maka lingkungannya harus stabil

dengan ion dan air yang seimbang. Organ yang berperan dalam osmoregulasi

meliputi selaput, insang, usus dan ginjal (Weng et al 2002).

Page 15: OSMOREGULASI kasri

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan sebelumnya dapat diambil kesimpulan

bahwa:

1. Ikan Nila bersifat eurihalin karena mampu bertahan hidup pada kisaran

salinitas yang luas dan disebut osmoregulator karena mampu

mempertahankan osmolaritas tubuhnya terhadap perubahan osmolaritas

lingkungan. Ikan nilem bersifat stenohalin karena mampu bertahan hidup

pada kisaran salinitas yang sempit dan jg termasuk golongan osmoregulator.

Page 16: OSMOREGULASI kasri

DAFTAR REFERENSI

Evans, D.H. 1998. The Physiology of Fishes Second Edition. CRC Press. New York.

Fujaya, Y. 2004. Fisiologi Ikan Dasar Pengembangan Teknik Perikanan. Rineka Cipta, Jakarta.

Gordon, M.S. 1982. Animal Physiology Principles. MacMillan Pub. Co., New York,

Hickman, C. F. 1972. Biology of Animals. The C. V. Mosby Company, Saint Louis.

Hurkat and Martur. 1976. A Text Book of Animal Physiology. Chank and Co. Ltd., New Delhi.

Isnaeni, Wiwi. 2006. Fisiologi Hewan. Penerbit Kanisu, Yogyakarta.

Nawangsari. 1988. Zoologi Umum. Erlangga, Jakarta.

Schmidt-Nielsen, K. 1990. Animal Phisiology Adaptation and Environment. Cambridge University Press, London.

Soetarto. 1986. Biologi. Widya Duta. Surakarta.

Susilo, U. dan Sri S. 2010. Osmoregulasi Ikan Sidat Anguilla bicolor McClellan Pada Media Dengan Salinitas Berbeda. Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.

Ville, C.W., W.F. Barnes, R.D. Barnes. 1988. Zoologi Umum. Erlangga, Jakarta.

Weng, Ching F., Chiang, C.C., Gong, H.Y., Chen, C.H., Huang W. T., and Wu, J. L. 2002. Bioenergetic of Adaptation to Salinity Transition in Euryhaline Teleost (Oreochromis mossambicus Brain. Institute of Biotechnology, National Dong Hwa University, Taiwan Vol. 227(1):45–50.