pembahasan osmoregulasi

23
OSMOREGULASI Oleh : Nama : M Ilham Iskandar NIM : B1J013142 Rombongan : II Kelompok : 3 Asisten : Bunga Khalida Puri LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN II

Upload: muhammad-ilham-iskandar

Post on 22-Dec-2015

73 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

FISHEW 2

TRANSCRIPT

Page 1: PEMBAHASAN OSMOREGULASI

OSMOREGULASI

Oleh :

Nama : M Ilham IskandarNIM : B1J013142Rombongan : IIKelompok : 3Asisten : Bunga Khalida Puri

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN II

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS BIOLOGIPURWOKERTO

2015

Page 2: PEMBAHASAN OSMOREGULASI

I. PENDAHULUAN

I.1Latar Belakang

Osmoregulasi adalah kemampuan organisme untuk mempertahankan

keseimbangan kadar dalam tubuh, didalam zat yang kadar garamnya berbeda.

Evans (1988) menyatakan, osmoregulasi adalah mekanisme pengaturan air dan

ion dalam tubuh dengan sejumlah mekanisme yang dilakukan untuk mengatasi

problem osmotik dan mengatur perbedaan diantara intra sel dan ekstra sel dan

diantara ekstra sel dengan lingkungan secara kolektif, Soetarto (1986)

menambahkan mekanisme osmoregulasi meliputi volume air, kandungan zat

terlarut dan distribusi zat terlarut. Dimana makhluk hidup mempertahankan

kekonstanan volume air dalam tubuhnya melalui mekanisme dimana jumlah air

yang masuk harus sama dengan jumlah air yang keluar. Fujaya (2004)

menambahkan ikan mempunyai tekanan osmotik yang berbeda dengan

lingkungannya, oleh karena itu ikan harus mencegah kelebihan air atau

kekurangan air, agar proses-proses fisiologis di dalam tubuhnya dapat

berlangsung dengan normal.Pengaturan tekanan osmotik cairan tubuh pada ikan

ini disebut osmoregulasi.

Berdasarkan kemampuan adaptasi terhadap tingkat salinitas maka hewan air

dapat diklasifikasikan dalam stenohalin dan eurihalin.Stenohalin merupakan

hewan yang hanya mampu bertahan pada lingkungan salinitas yang sempit,

sedangkan eurihalin merupakan hewan yang mampu bertahan pada tingkat

salinitas yang beragam.Sintasan adalah istilah ilmiah yang menunjukkan tingkat

kelulushidupan (survival rate) dari suatu populasi dalam jangka waktu tertentu.

Istilah ini biasanya dipakai dalam konteks populasi individu muda yang harus

bertahan hidup hingga siap berkembang biak(Yuwono, 2006). Percobaan sintasan

ikan nila dan nilemdilakukan dengan perlakuan direct transfer dan gradual

transfer. Perlakuan direct transfer maksudnya adalah pengukuran ikan nila dan

nilem secara langsung, yaitu dimasukkan pada salinitas yang diinginkan,

sedangkan gradual transfersecara tidak langsung atau bertahap dari salinitas

rendah ke salinitas tinggi.Perubahan salinitas lingkungan akan memicu

mekanisme osmoregulasi pada ikan yang berfungsi untuk menjaga osmolalitas

Page 3: PEMBAHASAN OSMOREGULASI

plasma dan media sesuai dengan keadaan lingkungan. Insang dan ginjal adalah

organ yang paling berperan dalam osmoregulasi. Insang berfungsi mengambil

garam dari lingkungan sekitar untuk menjaga agar tidak dehidrasi dan ginjal

menyerap garam–garam, serta mengeluarkannya ketika kondisi garam pada tubuh

sudah terlalu banyak dalam bentuk urin (Tang, 2009).

1.2 Tujuan

Tujuan praktikum ini adalah untuk mempelajari osmoregulasi pada hewan

eurihalin (hewan yang mampu hidup dalam perairan dengan salinitas yang cukup

luas), ikan nila (Oreochromis sp.) dan hewan stenohalin ikan nilem (Osteochilus

hasselti) dan kepiting (Scylla serrata).

Page 4: PEMBAHASAN OSMOREGULASI

II. MATERI DAN CARA KERJA

2.1. Materi

Alat yang digunakan adalah gelas plastik, pinset, stopwatch, saringan,

baskom, spuit, kertas cakram, tabung efendorf, sentrifuge, wadah plasma, wadah

pendingin, mikropipet dan osmometer.

Bahan yang digunakan adalah larva ikan nila (Oreochromis sp.), larva ikan

nilem (Osteochilus hasselti), ikan nila (Oreochromis sp.), kepiting bakau (Scylla

serrata), air laut dengan salinitas 10 ppt, 20 ppt, dan 30 ppt, air tawar, dan EDTA.

2.2. Cara Kerja

2.2.1 Pengamatan Toleransi Salinitas

1. Dibuat medium air dengan salinitas 0 ppt, 10 ppt, 20 ppt, masing-masing

sebanyak ± 1 liter.

2. Medium dibagi kedalam 6 wadah percobaan, masing-masing terdiri atas

dua wadah percobaan. Masing-masing wadah diberi label sesuai dengan

salinitasnya.

3. Dimasukkan kedalam tiga wadah percobaan dengan salinitas berbeda

yaitu 10 ppt, 20 ppt, dan 30 ppt masing-masing 10 ekor benih ikan nila.

4. Untuk direct transfer dilakukan pengamatan dan catat waktu kematian tiap

ekor pada masing-masing wadah percobaan setiap 10 menit hingga menit

ke- 40.

5. Untuk gradual transfer ikan dimasukkan kedalam wadah dengan salinitas

rendah kemudian pindahkan ke wadah dengan salinitas yang lebih tinggi

setiap 24 jam selama 4 hari pengamatan.

6. Dihitung sintasannya dengan cara : S=NtNo

x 100 %

2.2.2 Pengukuran Osmolalitas plasma dan medium pada ikan nila

1. Diambil sampel darah ikan nila yang telah diaklimasi pada salinitas

medium selama 24 jam dengan menggunakan spuit yang sebelumnya telah

dibasahi dengan EDTA. Darah ikan diambil dengan cara memotong

Page 5: PEMBAHASAN OSMOREGULASI

bagian ekornya atau dengan menyuntikkan spuit ke bagian vena caudalis

atau jantungnya.

2. Darah ditampung pada cawan petri kemudian dimasukkan ke dalam

tabung efendorf.

3. Dilakukan sentrifugasi darah untuk memperoleh plasma darah.

4. Diukur osmolalitas plasma dan medium dengan osmometer.

5. Dihitung rasio antara osmolalitas plasma dengan osmolalitas medium

(kapasitas osmoregulasi) dengan rumus : Ko= OpOm

6. Dicatat semua data yang diperoleh.

2.2.3. Pengukuran Osmolalitas plasma dan medium pada hemolimfa

kepiting

1. Diambil hemolimfa kepiting bakau yang telah diaklimasi pada salinitas

medium selama 24 jam dengan menggunakan spuit yang sebelumnya telah

dibasahi dengan EDTA. Hemolimfa diambil dari ruas-ruas kaki yang

paling dekat dengan tubuh.

4. Diukur osmolalitas plasma dan medium dengan osmometer.

5. Dihitung rasio antara osmolalitas plasma dengan osmolalitas medium

(kapasitas osmoregulasi) dengan rumus : Ko= OpOm

7. Dicatat semua data yang diperoleh

Page 6: PEMBAHASAN OSMOREGULASI

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Tabel 3.1.1. Pengamatan Sintasan Ikan Nila pada Perlakuan direct transferNo.

Salinitas (ppt)Waktu Pengamatan (menit)

10 20 30 401 0 100% 100% 100% 100%2 10 100% 100% 100% 100%3 20 100% 100% 90% 80%4 30 80% 60% 50% 20%

Tabel 3.1.2. Pengamatan Sintasan Ikan Nila pada Perlakuan direct transferNo.

Salinitas (ppt)Waktu Pengamatan (jam)

24 48 72 961 0 100% 60% 30% 0%2 10 100% 100% 60% 0%3 20 0% 0% 0% 0%4 30 0% 0% 0% 0%

Tabel 3.1.3. Pengamatan Sintasan Ikan Nila pada Perlakuan gradual transferNo.

Salinitas (ppt)Waktu Pengamatan (jam)

24 48 72 961 0 50% - - -2 10 - 0% - -3 20 - - 0% -4 30 - - - 0%

Tabel 3.1.4. Pengamatan Sintasan Ikan Nilem pada Perlakuan direct transferNo.

Salinitas (ppt)Waktu Pengamatan (jam)

24 48 72 961 0 100% 20% 0% 0%2 10 100% 40% 10% 0%3 20 0% 0% 0% 0%4 30 0% 0% 0% 0%

Tabel 3.1.5. Pengamatan Sintasan Ikan Nilem pada Perlakuan direct transferNo.

Salinitas (ppt)Waktu Pengamatan (menit)

10 20 30 4o1 0 100% 100% 100% 100%2 10 100% 100% 100% 100%3 20 0% 0% 0% 0%4 30 0% 0% 0% 0%

Page 7: PEMBAHASAN OSMOREGULASI

Tabel 3.1.6. Pengamatan Sintasan Ikan Nilem pada Perlakuan gradual transfer

No.

Salinitas (ppt)Waktu Pengamatan (jam)

24 48 72 961 0 100% - - -2 10 - 40% - -3 20 - - 0% -4 30 - - - 0%

Tabel 3.1.7. Pengamatan Osmolalitas Plasma dan Medium Ikan NilaNo.

SalinitasOsmolalitas(mmol/kg) Kapasitas

OsmoregulasiPlasma Medium1 0 864 393 2,19 mM/kg2 5 Lisis 509 -3 10 521 685 0,76 mM/kg4 15 424 740 0,57 mM/kg5 20 774 806 0,96 mM/kg6 25 811 831 0.97 mM/kg7 30 Ikan mati 857 -

Tabel 3.1.8. Pengamatan Osmolalitas Hemolimfe dan Medium Kepiting Rombongan II

No.

SalinitasOsmolalitas(mmol/kg) Kapasitas

OsmoregulasiHemolimfe Medium1 0 563 393 1,43 mM/kg2 5 1016 509 1,99 mM/kg3 10 618 685 0,90 mM/kg4 15 990 740 1,33 mM/kg5 20 868 806 1,07 mM/kg6 25 857 831 1,03 mM/kg7 30 680 857 0,79 mM/kg

Grafik 3.1.1. Hubungan Salinitas dengan Osmolalitas Plasma Ikan Nila dan Hemolimfe Kepiting

Kel. 1 (0 ppt)

Kel. 2 (10 ppt)

Kel. 3 (20 ppt)

Kel. 4 (30 ppt)

Kel. 5 (0 ppt)

0

200

400

600

800

1000

820 827

556 506

771

597

940

622523 537

Hubungan Salinitas dengan Osmolalitas Plasma Ikan Nila dan Hemolimfe Kepiting

PlasmaHemolimfe

Page 8: PEMBAHASAN OSMOREGULASI

3.2. Pembahasan

Osmoregulasi adalah proses untuk menjaga keseimbangan antara jumlah air

dan zat terlarut yang ada di dalam tubuh. Proses ini dilakukan untuk

mempertahankan keseimbangan antara jumlah air dan zat terlarut pada tingkatan

yang tepat karena adanya perbedaan konsentrasi. Jika sebuah sel menerima terlalu

banyak air maka ia akan meletus, sedangkan jika menerima terlalu sedikit air

maka sel akan mengerut serta mati. Proses inti dalam osmoregulasi yaitu osmosis

atau pergerakan air dari cairan yang mempunyai kandungan air lebih tinggi

menuju ke yang lebih rendah. Berdasarkan konsentrasi osmotik, suatu cairan

dapat dibedakan menjadi hipoosmotik, isoosmotik dan hiperosmotik.Hipoosmotik

adalah cairan yang konsentrasi osmotiknya lebih rendah dibandingkan

lingkungannya. Isoosmotik adalah cairan yang konsentrasi osmotiknya sama

dengan lingkungannya. Hiperosmotik adalah cairan yang konsentrasi osmotiknya

lebih tinggi dibandingkan lingkungannya (Susilo, 2010).

Osmoregulasi dibagi menjadi dua yaitu osmoregulator dan

osmokonformer.Osmoregulator merupakan hewan yang menjaga osmolaritas

tanpa tergantung lingkungan.Kemampuan meregulasi membuat hewan

osmoregulator dapat hidup di lingkungan dengan osmolaritas yang cukup rendah

seperti air tawar, contohnya udang air tawar dan Teleostei air tawar.Seekor hewan

osmoregulator jika dalam lingkungan hipoosmotik harus membuang kelebihan air,

sedangkan jika dalam lingkungan hiperosmotik akan secara terus-menerus

mengambil air untuk mengatasi kehilangan osmotik. Osmokonformer merupakan

hewan yang memiliki osmolaritas internal yang sama dengan lingkungannya

sehingga tidak ada tendensi untuk memperoleh atau kehilangan air. Hewan

osmokonformer kebanyakan hidup di lingkungan yang memiliki komposisi kimia

yang sangat stabil seperti di laut sehingga memiliki osmolaritas yang cenderung

konstan.Hewan osmokonformer kebanyakan hewan invertebrata laut seperti ubur-

ubur, rajungan dan kerang-kerangan (Susilo, 2010).

Hewan dengan keterbatasan toleransi terhadap bermacam-macam

lingkungan disebut stenohalin.Sedangkan hewan dengan kemampuan toleransi

yang besar terhadap berbagai macam keadaan lingkungan disebut eurihalin.Selain

stenohalin dan eurihalin, hewan juga dapat dibagi menjadi kelompok berdasarkan

Page 9: PEMBAHASAN OSMOREGULASI

pola perubahan yang terjadi pada internal tubuhnya terhadap konsentrasi osmosis

cairan tubuh sebagai respon terhadap variasi eksternalnya. Contoh ikan euryhalin

adalah Cyprinodon variegates, Mozambique tilapia, Morone saxatillis, dan

Oreochromis niloticus (Prosser, 1961). Menurut Djarijah (1995), menyebutkan

ikan yang termasuk stenohalin yaitu mempunyai toleransi terhadap salinitas yang

sempit yaitu mencapai 35 ppt, sedangkan pertumbuhan optimalnya berkisar antara

0-10 ppt, untuk ikan eurihalin yaitu yang mempunyai toleransi terhadap salinitas

yang luas toleransi salinitasnya mencapai 60 ppt.

Ikan memerlukan osmoregulasi karena harus terjadi keseimbangan antara

subtansi tubuh dan lingkungan, membran selnya yang permeabel merupakan

tempat lewatnya beberapa substansi yang bergerak cepat dan adanya perbedaan

tekanan osmotik yang berbeda.Konsep tekanan osmotik dapat menimbulkan

kebingungan sehingga lebih sering menggunakan istilah konsentrasi osmotik.Jika

suatu larutan memiliki konsentrasi osmotik lebih tinggi tekanan osmotiknya juga

tinggi. Larutan yang mempunyai konsentrasi yang lebih tinggi dibanding larutan

yang lain disebut hiperosmotik. Larutan yang memiliki konsentrasi osmotik lebih

rendah daripada larutan lainnya disebut hipoosmotik. Apabila konsentrasi

osmotiknya sama dengan larutan lainnya disebut isotonik atau isoosmotik( Fujaya,

2004).

Ikan Nila (Oreochromis sp.) dan ikan Nilem (Osteochilus hasselti)

merupakan hewan yang termasuk osmoregulator. Ikan Nila termasuk ke dalam

golongan eurihalin (mampu hidup dalam perairan dengan salinitas yang cukup

luas) sementara ikan Nilem termasuk ke dalam golongan hewan stenohalin

(mampu hidup dalam perairan dengan salinitas yang sempit) (Isnaeni, 2006).

Adaptasi yang dilakukan oleh ikan bertulang sejati (teleostei) yang eurihalin

terhadap salinitas medium merupakan proses yang komplek yang melibatkan

respon fisiologi oleh organ osmoregulasi. Insang dan ginjal merupakan organ

yang merespon hal tersebut bagi ikan teleostei. Insang merupakan organ yang

langsung berhubungan dengan lingkungan eksternalnya dan ginjal sebagai

pengatur pada lingkungan internal ikan tersebut (Tang, et al., 2009).

Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan kelompok kami

menggunakan hewan uji larva ikan Nilem (Osteochillus hasselti) yang diuji

Page 10: PEMBAHASAN OSMOREGULASI

toleransi salinitas.Uji toleransi salinitas yang digunakan adalah 0 – 30 ppt secara

gradual transfer dan direct transfer. Salinitas ke 10 ppt pada jam ke 24 setelah

perlakuan dari 10 ekor semuanya masih tetap hidup, dilanjut dengan penggunaan

20 dan 30 ppm, jumlah ikan uji semakin berkurang (mati). Hal ini karena ikan

tidak mampu menjaga keseimbangan cairan pada tubuhnya.Hasil yang diperoleh

dari data pengamatan sintasan pada ikan Nilem pada berbagai salinitas dan

lamanya waktu menunjukkan kesesuaian bahwa ikan nilem merupakan ikan

stenohalin yaitu ikan yang tidak dapat beradaptasi pada dua lingkungan berbeda

yang mampu berpindah dari perairan tawar ke perairan laut dan sebaliknya, ikan

nilem memiliki sifat hipertonik yakni kadar konsentrasi pada plasma darah lebih

tinggi daripada nilai konsentrasi medianya. Ikan Nilem tidak mampu beradaptasi

terhadap lingkungan dengan salinitas tinggi (Hurkat and Mathur, 1976). Berbeda

dengan pengujian ikan nila, Hasil yang diperoleh pada pengujian ikan nila dapat

diketahui bahwa kapasitas osmoregulasi ikan nila pada salinitas 30 ppt bersifat

hipoosmotik karena kapasitas osmoregulasinya kurang dari 1. Semakin tinggi

salinitas maka akan semakin tinggi osmolalitas plasma darahnya, oleh karena itu

ikan Nila termasuk hipoosmotik yaitu konsentrasi osmotik dalam tubuhnya lebih

rendah dari pada lingkungannya (Lagler, 1977).

Peningkatan salinitas pada beberapa ppt merupakan fase bagi hewan untuk

menyesuaikan diri, semakin singkat waktu penyesuaian maka semakin besar

kesempatan hidupnya. Teori yang ada menyatakan bahwa difusi substansi akan

keluar dari tubuh melalui insang. Rasio insang dengan permukaan tubuh sangat

mempengaruhi difusi tersebut. Ikan kecil dengan metabolisme tinggi mempunyai

permukaan insang luas dari pada ikan besar dalam satu spesies (Johnsonet

al.,1984). Ikan Nila digolongkan dalam hewan perairan eurihalin. Ikan ini

merupakan ikan air tawar yang bersifat hipertonik terhadap air tawar, sehingga

bila dimasukkan dalam air dengan salinitas tinggi maka ikan akan bersifat

hipotonik terhadap lingkungan barunya (Hurkat and Mathur, 1976).

Perbedaan dalam hasil sintasan menunjukkan adanya mekanisme berbeda

dalam osmoregulasi antar ikan air tawar dengan ikan air laut. Ikan air tawar

memiliki insang yang berbeda dengan ikan air laut sehingga berpengaruh terhadap

transport ion. Kadar salinitas berpengaruh terhadap asupan ion dalam tubuh bagi

Page 11: PEMBAHASAN OSMOREGULASI

hewan air laut kelebihan ini mampu diantisipasi dengan pengeluaran produk

buangan sedangkan pada ikan air tawar hampir semuanya memiliki sel klorida.

Selain itu, masuknya ion ini juga sangat berpengaruh pada timbulnya HCO3-

dalam plasma darah ini disebabkan kelebihanya asupan Na+ (Evans, 2010).

Tingkat osmollitas plasma pada hewan – hewan euryhalin dapat berubah –

ubah menyesuaikan habitatnya. Pada proses osmoregulasi, mekanisme transport

aktif dalam upaya menjaga konsentrasi osmotik internal homeostasis, ikan

memanfaatkan protein membran seperti Na+, K+ dan ATPase untuk melakukan

transport aktif ion yang terjadi di inang, eosofagus, dan intestine (Susilo, 2010).

Menurut Campbell et al,. (2004), terdapat dua penyelesaian dasar terhadap

permasalahan keseimbangan antara perolehan dan kehilangan air. Satu

penyelesaian untuk hewan laut adalah tetap bersifat isoosmotik dengan

lingkungan air asinnya. Hewan seperti itu yang tidak secara aktif menyesuaikan

osmolaritas internalnya, dikenal sebagai osmokonformer. Sebaliknya

osmoregulator merupakan hewan yang harus menyesuaikan osmolaritas

internalnya karena cairan tubuhnya tidak isoosmotik dengan lingkunga luarnya.

Sebagian besar hewan baik merupakan osmokonformer maupun osmoregulator

tidak dapat mentolerir perubahan yang sangat besar dalam osmolaritas eksternal.

Hewan seperti itu dikatakan sebagai hewan stenohalin. Akan tetapi, beberapa

hewan yang disebut euryhalin, dapat bertahan hidup dalam lingkungan dengan

fluktuasi osmolaritas eksternal yang sangat besar. Hewan-hewan itu bisa

menyesuaikan dengan perubahan suhu atau mengatur osmolaritas internalnya di

dalam kisaran yang sempit bahkan ketika lingkungan eksternalnya berubah.

Contoh hewan osmoregulator adalah ikan nila, sedangkan hewan osmoconformer

adalah ikan laut, ubur-ubur, dan rajungan. Salah satu contoh hewan euryhalin

yaitu ikan bertulang sejati yang disebut tilapia, ikan asli Afrika yang dapat

menyesuaikan diri dengan konsenterasi garam dengan kisaran antara konsentrasi

air tawar dan dua kali konsentrasi air laut.

Matinya ikan setelah melewati batasnya dapat disebabkan oleh tiga

kemungkinan antara lain karena gagalnya mekanisme pengaturan yang akhirnya

menyebabkan perubahan konsentrasi internal yang bersifat fatal, gangguan fungsi

respirasi insang sehingga menyebabkan asphysia yang fatal, dan kegagalan

Page 12: PEMBAHASAN OSMOREGULASI

jantung sehingga ikan tidak dapat melakukan fungsi metabolisme dengan baik

(Goenarso, 1989).Berdasar beberapa teori diatas dapat disimpulkan bahwa

semakin tinggi konsentrasi perlakuan yang diberikan, maka tingkat kelangsungan

ikan lebistes semakin rendah.Perubahan salinitas medium yang menyebabkan

perubahan osmolalitas plasma juga menghasilkan perubahan kapasitas

osmoregulasi.Kapasitas osmoregulasi adalah rasio antara nilai osmolalitas plasma

dengan nilai osmolalitas media.Jika nilai kapasitas osmoregulasi mendekati dua

maka ikan dikelompokkan ke dalam kondisi hiperosmotik, bila nilai kapasitas

osmoregulasi berkisar satu ikan dikatakan isoosmotik, dan bila nilai kapasitas

osmoregulasi dibawah satu maka ikan dikatakan dalam kondisi

hipoosmotik.Menurut Kay (1998), konsentrasi osmotik ikan nila lebih tinggi dari

lingkungannya (hiperosmotik).

Menurut Hitckman (1972) yang menyatakan bahwa hubungan antara plasma

darah, media dan konsentrasi media atau salinitas dapat dituliskan bahwa semakin

tinggi konsentrasi media, maka semakin tinggi pula media dan konsentrasi plasma

darahnya. Besarnya osmolalitas pada plasma darah lebih besar jika dibandingkan

dengan osmolalitas media. Hal ini disebabkan karena hewan-hewan air tawar

harus menyimpan kadar garam pada cairan tubuhnya lebih tinggi daripada yang

terdapat dalam media (air). Oleh karena itu, air akan masuk ke dalam tubuh secara

osmosis dan garam keluar secara difusi. Karena lingkungan yang hiperosmotik

maka ikan nila akan mengalami permasalahan kemasukan air melalui osmosis dan

kehilangan ion-ion tubuh melalui difusi. Berdasarkan hal tersebut ikan nila harus

mempertahankan ion tubuhnya dan mengeluarkan urin hipoosmotik untuk

mengeluarkan air dan mengganti ion tubuh atau garam yang hilang dengan

absorbsi melalui permukaan tubuh tertentu seperti insang (Kay, 1998). Ikan nila

pada umumnya memiliki toleransi salinitas sempit yaitu sebesar 0,1 sampai 10 ppt

(Gordon, 1982).

Berdasarkan sumber jurnal penelitian lain dengan menggunakan jenis ikan

bandeng yaitu, perubahan osmolaritas plasma dapat terjadi sebagai respon

terhadap perubahan salinitas media. Sintasan larva bandeng yang tinggi hanya

dapat dicapai apabila larva dipelihara pada media dengan salinitas optimum

dimana osmolaritas plasma mendekati osmolaritas media (isoosmotik).Guna

Page 13: PEMBAHASAN OSMOREGULASI

mendapatkan gambaran osmolaritas plasma larva bandeng maka dilakukan

penelitian(Karim, 2006).

Osmometer adalah alat yang digunakan pada percobaan ini untuk

mengukur osmolalitas media dan osmolalitas plasma sehingga didapatkan

kapasitas osmoregulasi. Osmometer memiliki beberapa jenis, contohnya adalah

osmometer membran dan vapour pressure osmometer, tetapi yang banyak

digunakan adalah vapour pressure osmometer. Osmometer jenis ini tidak langsung

secara sensitif mengukur osmolalitas, tetapi secara tidak langsung osmolalitas

akan terukur dengan menggunakan termistor yang dapat mendeteksi perubahan

voltase yang diakibatkan oleh perubahan temperatur(Campbell et al., 2004).

Page 14: PEMBAHASAN OSMOREGULASI

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pembahasan dan praktikum acara osmoregulasi dapat

ditarik kesimpulan:

1. Osmoregulasi dikelompokan kedalam dua kategori, yaitu :

osmoregulator dan osmokonfermer.

2. Kapasitas regulasi adalah rasio antara nilai osmolalitas plasma dan

osmolalitas media, nilai kapasita regulasi terbagi menjadi tiga

kelompok, yaitu: Hiperosmotik, Isoosmotik dan Hipoosmotik.

3. Berdasarkan keterbatasan toleransinya terhadap lingkungan, hewan

terbagi menjadi dua, yaitu : Euryhalin dan Stenohalin.

4. Osmoregulasi pada hewan uji Osteochilus hasselti dan Oreochromis

niloticus terdapat perbedaan, karena Osteochilus hasselti masuk dalam

kelompok hewan stenohalin, sedangkan Oreochromis niloticus masuk

dalam kelompok euryhalin.

Page 15: PEMBAHASAN OSMOREGULASI

DAFTAR PUSTAKA

Campbell, N.A., J.B Reece dan L.G. Mitchell. 2004. Biologi Edisi kelima Jilid III. erlangga. Jakarta.

Djarijah, A. S. 1995. Nila Merah; Pembenihan dan Pembesaran Secara Intensif.Kanisius, Yogyakrta.

Evans,D.H.1998.The Physiology of Fishes Second Edition.CRC Press, New York.

Evans, D.H. 2010. Freshwater Fish Gill Ion Transport: August Krogh to morpholinos and microprobes. Acta Physiologica 2010 Scandinavian Physiological Society, doi: 10.1111/j.1748-1716.2010.02186.x.

Fujaya, Y. 2004. Fisiologi Ikan “Dasar Pengembangan Teknik Perikanan”. Rineka Cipta, Jakarta.

Goenarso. 1989. Fisiologi Hewan. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat, ITB, Bandung.

Gordon, M S. 1977. Animal Physiology. McMillan Publishing co. ltd., New York

Gordon, M.S. 1982. Animal Physiology Principles and Adaptation. Mac Millan Publishing Co Inc, New York.

Hickman, C. F. 1972. Biology of Animals. The C. V. Mosby Company, Saint Louis.

Hurkat and Mathur, P. N. 1976.A Text Book of Animal Physiology. S. Chank and Co (P) Ltd, New Delhi.

Isnaeni, W. 2006. Fisiologi Hewan. Kanisius, Yogyakarta.

Johnson, K.D, D.C Rayle and H.L. Alberg. 1984. Biology on Introduction. S. Chand and Co, New Delhi.

Karim, M. Y. 2006. Perubahan Osmolaritas Plasma Larva Ikan Bandeng (Chanos Chanos) Sebagai Respon Adaptasi Salinitas. J. Sains & Teknologi,Vol. 6 (3): 143–148

Kay, I. 1998. Introduction to Animal Physiology. Glos Scientific Publisher United, New York.

Lagler, K. F. 1977. Ichtilogy. John Wiley and Sons, New York.

Prosser C. 1961. Comparative Animal PhysiologySecond Edition. W.B Saunders Compani, London.

Page 16: PEMBAHASAN OSMOREGULASI

Soetarto,1986. Biologi. Widya Duta, Surakarta.Ville, C.W., W.F. Barnes, R.D. Barnes. 1988. Zoologi Umum. Erlangga, Jakarta.

Susilo, U dan S. Sukmaningrum. 2010. Osmoregulasi Ikan Sidat Anguilla bicolor Mc Clelland Pada Media Dengan Salinitas Berbeda. Sains Akuatik 10 (2) : 111-119.

Tang, H,C. 2009. Journal of Constant Muscle Water Content and Renal HSP90 Expression Reflect Osmotic Homeostasis in Euryhaline Teleosts Acclimated to Different Environmental Salinities. Taiwan.

Yuwono, E. 2006. Fisiologi Hewan II. UNSOED Press, Purwokerto.