referat neuropathic pain (andriany chairunnisa - 03011026)

48
REFERAT Neuropathic Pain PEMBIMBING: dr. Ananda Setiabudi Sp.S DISUSUN OLEH: Andriany Chairunnisa NIM: 030.11.026 KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

Upload: sasya-andriansyah

Post on 02-Feb-2016

240 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

k

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Neuropathic Pain (Andriany Chairunnisa - 03011026)

REFERAT

Neuropathic Pain

PEMBIMBING:

dr. Ananda Setiabudi Sp.S

DISUSUN OLEH:

Andriany Chairunnisa

NIM: 030.11.026

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

PERIODE 14 SEPTEMBER – 17 OKTOBER 2015

Page 2: Referat Neuropathic Pain (Andriany Chairunnisa - 03011026)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas

rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan referat ini. Referat ini

disusun guna memenuhi tugas kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Saraf di RSUD

Budhi Asih.

Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada dr.

Ananda Setiabudi Sp.S, yang telah membimbing penulis dalam mengerjakan

referat ini. Tak lupa juga ucapan terima kasih penulis haturkan kepada rekan-

rekan seperjuangan di kepaniteraan ini, serta kepada semua pihak yang telah

memberi dukungan dan bantuan kepada penulis.

Dengan penuh kesadaran dari penulis, meskipun telah berupaya

semaksimal mungkin untuk menyelesaikan referat ini, namun masih terdapat

kelemahan dan kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun

sangat penulis harapkan. Akhir kata, penulis mengharapkan semoga referat ini

dapat berguna dan memberikan manfaat bagi kita semua.

Jakarta, September 2015

Penulis

2

Page 3: Referat Neuropathic Pain (Andriany Chairunnisa - 03011026)

LEMBAR PERSETUJUAN REFERAT

Referat dibawah ini :

Judul : Neuropathic Pain

Penyusun : Andriany Chairunnisa, S.Ked

NIM : 030.11.026

Universitas : Fakultas Kedokteran Trisakti

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat menyelesaikan kepaniteraan

klinik Ilmu Penyakit Syaraf Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih.

Jakarta, 29 September 2015

Dr. Ananda Setiabudi, Sp.S Andriany Chairunnisa, S.Ked

3

Page 4: Referat Neuropathic Pain (Andriany Chairunnisa - 03011026)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………... 2

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING…………………………………... 3

DAFTAR ISI……………………………………………………………...……..4

BAB I PENDAHULUAN……………………….………………………………5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...……….……………………………….……. 7

BAB III KESIMPULAN……...…………………………………..................... 30

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….….31

4

Page 5: Referat Neuropathic Pain (Andriany Chairunnisa - 03011026)

BAB I

PENDAHULUAN

Nyeri adalah mekanisme protektif untuk menimbulkan kesadaran akan

kenyataan bahwa sedang atau akan terjadi kerusakan jaringan. Sedangkan

rangsangan atau stimulus adalah seluruh perubahan yang terdeteksi oleh tubuh,

yang terdapat dalam berbagai bentuk modalitas, misalnya seperti panas, cahaya,

suara, tekanan, dan perubahan kimiawi. Neuron-neuron aferen memiliki reseptor

di ujung saraf perifer yang berespons terhadap rangsangan baik dari dunia luar

maupun dalam tubuh. Karena satu-satunya jalan bagi neuron aferen untuk

menyalurkan informasi ke SSP tentang rangsangan ini adalah melalui perambatan

potensial aksi, maka reseptor harus mengubah bentuk-bentuk energi lain menjadi

sinyal listrik (potensial aksi). Reseptor dari rasa nyeri dikenal dengan nosiseptor,

yang peka terhadap kerusakan jaringan misalnya cubitan, atau luka bakar, atau

distorsi jaringan. Selain itu, stimulasi intens terhadap setiap reseptor lain juga

dirasakan sebagai nyeri.(1)

Nyeri sering menjadi salah satu keluhan utama pada pasien neurologi.

Nyeri yang dikeluhkan pasien bermacam-macam sifatnya, seperti rasa tertusuk,

panas, terbakar, dan lain-lain. Penanganan nyeri yang sempurna merupakan suatu

hal penting karena dampak dari nyeri akan menimbulkan respon stres metabolik

(MSR) yang akan mempengaruhi sistem tubuh dan memperberat kondisi pasien.

Hal ini akan merugikan pasien akibat timbulnya perubahan fisiologis dan

psikologis pasien seperti perubahan kognitif (kecemasan, ketakutan, gangguan

tidur), peningkatan kepekaan luka, pelepasan hormon (kortisol, renin,

angiotensin), peningkatan glukosa di darah, dan peningkatan nadi dan tekanan

darah.(2)

Nyeri neuropatik berasal dari saraf perifer di sepanjang perjalanannya atau

dari SSP karena gangguan fungsi, tanpa melibatkan eksitasi reseptor nyeri spesifik

5

Page 6: Referat Neuropathic Pain (Andriany Chairunnisa - 03011026)

(nosiseptor). Gangguan ini dapat disebabkan oleh kompresi, transeksi, infiltrasi,

iskemik, dan gangguan metabolik pada badan sel neuron. (3)

Epidemiologi nyeri neuropatik belum cukup banyak dipelajari, sebagian

besar karena keragaman dari kondisi nyeri ini. Estimasi saat ini, nyeri neuropatik

mungkin menyerang 3% dari populasi umum. Dari 6000 sampel keluarga yang

tinggal di tiga kota di Inggris, didapatkan prevalensi nyeri kronis adalah 48% dan

prevalensi nyeri neuropatik adalah 8%. Responden dengan nyeri neuropatik kronis

lebih banyak perempuan, dengan usia yang cukup tua, belum menikah, tidak

memiliki kualifikasi pendidikan, dan merupakan perokok. (4)

6

Page 7: Referat Neuropathic Pain (Andriany Chairunnisa - 03011026)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Nyeri merupakan gangguan sensorik positif yang dianggap sebagai

ungkapan suatu proses patologik di tubuh. Perangsangan nyeri menghasilkan

nyeri bersifat destruktif terhadap jaringan yang dilengkapi dengan serabut saraf

penghantar impuls nyeri. Jaringan itu dinamakan secara singkat dengan jaringan

peka nyeri. Contoh dari jaringan peka nyeri adalah jaringan subkutan, otot,

tendon, dan lain-lain. Jaringan atau bangunan yang tidak dilengkapi dengan

serabut nyeri tidak menghasilkan nyeri bilamana dirangsang, disebut dengan

jaringan tak peka nyeri. Misalnya diskus intervertebralis dan kartilago persendian.(5)

Nyeri neuropatik juga disebut sebagai nyer kronik berbeda dengan nyeri

akut atau nosiseptif dalam hal etiologi, patofisiologi, diagnosis dan terapi. Nyeri

akut adalah nyeri yang sifatnya self-limitting dan dianggap sebagai proteksi

biologik melalui signal nyeri pada proses kerusakan jaringan. Nyeri pada tipe akut

merupkan simptom akibat kerusakan jaringan itu sendiri dan berlokasi di sekitar

kerusakan jaringan dan mempunyai efek psikologis saat minimal dibanding

dengan nyeri kronik. Nyeri ini dipicu oleh keberadaan neurotrasmiter sebagai

reaksi stimulasi terhadap reseptor serabut Alfa-delta dn C polimodal yang

berlokasi di kulit, tulang, jaringan ikat otot dan organ visera. Stimulus ini bisa

berupa mekanik, kimia, termis, demikian juga infeksidan tumor. Reaksi stimulus

ini berkibat pada sekresi neurotransmiter seperti prostaglandin, histamin,

serotonin, somatostatin, cholecystokinin, vasoaktif interstinal peptida,

calcitoningenen-related peptide dan sebagainya.

Nyeri neuropatik adalah non self-limiting dan nyeri yang dialami bukan

bersifat sebagai protektif biologis namun adalah nyeri yang berlangsung dalam

7

Page 8: Referat Neuropathic Pain (Andriany Chairunnisa - 03011026)

proses patologi penyakit itu sendiri. Nyeri bisa bertahan beberapa lama yakni

bulan sampai tahun sesudah cedera sembuh sehingga berdampak luas dalam

strategi pengobatan termasuk terapi gangguan psikologis.(2)

2.2 Klasifikasi Nyeri

Klasifikasi nyeri dapat dibagi berdasarkan durasi, lokasi nyeri, ataupun

penyebabnya, yaitu:

a. Berdasarkan durasi, nyeri dapat dibagi menjadi

- Nyeri akut yaitu nyeri yang mereda setelah intervensi atau

penyembuhan.

- Nyeri kronik adalah nyeri yang masih berlanjut walaupun pasien diberi

pengobatan atau penyakit tampak sembuh dan nyeri tidak memiliki

makna biologik.

b. Berdasakan lokasi nyeri, nyeri dapat dibagi menjadi:

- Nyeri somatik superfisial adalah nyeri kulit yang berasal dari struktur

struktur superfisial kulit dan jaringan subkutis

- Nyeri somatik adalah dalam adalah nyeri yang berasal dari otot, tendon,

ligamentum, tulang, sendi, dan arteri.

- Nyeri viscera adalah nyeri yang berasal dari organ-organ tubuh seperi

hepar, dan pankreas.(6)

c. Berdasarkan penyebabnya, nyeri dapat dibagi menjadi:

- Nyeri nosiseptif atau nyeri inflamasi, yaitu nyeri yang timbul akibat

adanya stimulus mekanis terhadap nosiseptor. Contoh nyeri nosiseptif

adalah nyeri otot, nyeri akibat fraktur, luka bakar, luka terbuka pada kulit.

Selain itu, nyeri somatik dan nyeri viseral juga termasuk dalam nyeri

nosiseptif. Nosiseptor merupakan reseptor yang akan mendeteksi adanya

kerusakan pada jaringan, dan selanjutnya akan memberikan respon dengan

cara mengirimkan sinyal ke otak. Nyeri nosiseptif biasanya bersifat

sementara yang akan hilang seiring dengan penyembuhan pada jaringan

8

Page 9: Referat Neuropathic Pain (Andriany Chairunnisa - 03011026)

yang mengalami kerusakan. Selain itu, karakter nyeri nosiseptif juga akan

membaik dengan pemberian obat-obatan analgesik.

- Nyeri neuropatik yaitu nyeri yang timbul akibat disfungsi primer pada

sistem saraf yang dapat bersifat sentral maupun perifer. Disebabkan oleh

karena lesi disepanjang jaras sistem syaraf sensorik. Lesi dapat disebabkan

oleh karena kerusakan langsun dari sistem syaraf, atau penyebab sekunder

seperti kompresi dari tumor, jaringan parut, atau peradangan oleh karena

infeksi.(6)

Nyeri neuropatik dapat bersifat spontan atau dibangkitkan. Gejala

nyeri neuropatik dapat bersifat positif ( misalnya : paraesthesi atau

disesthesi), dapat pula negatif (hipoesthesi). Dokter harus mencurigai

suatu konsisi nyeri neuropati bila menjumpai penderita dengan keluhan

nyeri seperti dibakar, kejutan listrik, ditusuk-tusuk dan kesemutan.(7)

Terminologi Definisi

Paraestesia Sensasi abnormal, baik spontan atau dibangkitkan

Disestesia Sensasi abnormal tidak menyenangkan, baik spontan atau

dibangkitkan

Hipestesia Berkurangnya sensitivitas terhadap rangsang sensorik (taktil

maupun termal)

Hiperetesia Meningkatnya sensitivitas terhadap rangsang sensorik (taktil

maupun termal)

Hipoalgesia Berkurangnya respon nyeri pada rangsang sensorik nyeri

Hiperalgesia Meningkatnya respon nyeri pada rangsang sensorik nyeri

Allodinia Nyeri muncul pada rangsang sensorik yang seharusnya tidak

menimbulkan nyeri.

Nyeri neuropatik dapat bertahan selama berbulan-bulan atau bertahun-

tahun dan tidak dipengaruhi oleh penyembuhan dari jaringan yang rusak. Nyeri

bersifat kronik dan tidak respon dengan pemberian analgetik.(7)

- Nyeri psikologik bersumber dari emosi/psikis dan biasanya tidak disadari

9

Page 10: Referat Neuropathic Pain (Andriany Chairunnisa - 03011026)

2.3 Mekanisme Nyeri(8,9,10)

Nyeri dihantarkan melalui tiga jalur saraf yang menghantarkan nyeri dari

bagian perifer menuju korteks. Saraf aferen pertama terletak pada ganglia radiks

dorsalis yang terdapat dalam formina vertebralis. Setiap neuron mempunyai akson

tunggal yang bercabang dua,

salah satu ujung menuju

jaringan perifer untuk untuk

menginervasinya dan cabang

lainnya menuju kornu dorsalis

medula spinalis. Dalam kornu

dorsalis, neuron aferen pertama

akan bersinaps dengan neuron

kedua yang aksonnya

menyilang garis tengah dan naik

ke atas melalui traktus

spinotalamikus kontralateral

yang akhirnya akan mencapai

talamus. Neuron kedua akan

bersinaps pada nukleus talami

dengan neuron tersier,

berikutnya sinyal akan

diproyeksikan melalui kapsula

interna dan korona radiata untuk

mencapai girus pascasentralis

korteks serebri.

Traktus Spinotalamikus

Akson dari kebanyakan neuron

kedua menyilang garis tengah

10

Gambar 1. Mekanisme Nyeri

Page 11: Referat Neuropathic Pain (Andriany Chairunnisa - 03011026)

dekat dengan bagian asalnya (komisura anterior) menuju sisi kontralateral dari

medula spinalis sebelum membentuk traktus spinotalamikus dan mengirimkan

seratnya ke talamus, formasio retikularis, nukleus raphe magnus, dan

periaquaductal gray. Traktus spinotalamikus yang berperan sebagai jalur nyeri

yang utama, terletak anterolateral dari bagian area putih medula spinalis. Traktus

asenden ini dapat dibagi menjadi traktus lateral dan medial. Traktus

spinotalamikus lateralis (neospinotalamik) terutama terproyeksi pada nukleus

ventral posterolateral talamus dan membawa aspek diskriminatif dari nyeri,

seperti lokasi, intensitas dan durasi. Traktus spinotalamikus medialis

(paleospinotalamik) terproyeksi pada bagian medial talamus dan bertanggung

jawab atas respon otonom dan persepsi emosional tidak menyenangkan dari nyeri.

Beberapa serabut spinotalamikus juga terproyeksi pada periaquaductal gray dan

dengan demikian dapat merupakan hubungan penting antara jalur asenden dan

desenden. Serabut kolateral juga terproyeksi pada reticular activating system dan

hipotalamus, yang kemungkinan bertanggung jawab untuk respon

membangunkan terhadap nyeri.

Neuron Pertama

Pada umumnya, ujung proksimal dari akson neuron pertama akan memasuki

medula spinalis melalui bagian dorsal pada setiap segmen servikal, torakal,

lumbal, dan sakral. Beberapa serat yang tidak bermielin masuk melalui bagian

ventral dari medula spinalis, mengingat ditemukannya pasien yang masih tetap

merasa nyeri bahkan setelah transeksi dari radiks dorsalis. Setelah memasuki

kornu dorsalis, selain bersinaps dengan neuron kedua juga bersinap dengan

interneuron, saraf simpatis, dan kornu venralis medula spinalis.

Neuron kedua

Setelah serabut aferen memasuki kornu dorsalis, serabut-serabut tersebut akan

memisahkan diri sesuai ukuran dengan serat besar bermielin terletak pada bagian

medial dan serat kecil tidak bermielin terletak pada bagian lateral. Serat saraf

nyeri akan mengirimkan cabang satu sampai tiga segmen medula spinalis ke atas

11

Page 12: Referat Neuropathic Pain (Andriany Chairunnisa - 03011026)

dan ke bawah sebelum bersinap dengan neuron kedua pada bagian abu-abu dari

kornu dorsalis ipsilateral. Pada beberapa bagian serat-serat ini juga berhubungan

dengan neuron kedua melalui interneuron.

Area abu-abu dari medula spinalis oleh Rexed dibagi menjadi 10 lamina.

Dimana enam lamina pertama yang membentuk kornu dorsalis menerima seluruh

aktivitas serat aferen dan juga berperan sebagai tempat modulasi nyeri. Neuron

kedua terdiri atas neuron spesifik rasa nyeri dan neuron Wide Dynamic Range

(WDR). Neuron spesifik rasa nyeri hanya menerima stimulus noksius, sedangkan

neuron WDR juga menerima stimulus non-noksius dari serat aferen Aβ, Aδ, dan

C. Neuron spesifik nosiseptif tersusun secara somatotopik dalam lamina I dan

mempunyai lapangan reseptif yang spesfik. Serat-serat ini biasanya tidak

berfungsi dan hanya berespon terhadap stimulus noksius dengan ambang yang

tinggi. Neuron WDR neuron berjumlah paling banyak dalam kornu dorsalis.

Walaupun demikian, neuron WDR dapat ditemukan dalam jumlah besar pada

lamina V. Selama stimulus yang berulang, neuron WDR mempunyai sifat

meningkatkan intensitas stimulus secara eksponensial (”wind up”), bahkan

dengan intensitas stimulus yang sama. Serabut-serabut ini juga mempunyai

lapangan reseptif yang lebih luas dibandingkan dengan neuron spesifik nosiseptif.

Kebanyakan dari serabut nosiseptif C akan memberikan kolateral atau berakhir

pada neuron kedua pada lamina I dan II, atau dalam jumlah yang lebih kecil pada

lamina V. Sebaliknya, serabut nosiseptif Aδ terutama bersinap pada lamina I dan

V, serta dalam jumlah yang kecil pada lamina X. Lamina I terutama merespon

terhadap stimulus noksius yang berasal dari kulit dan jaringan somatik dalam.

Lamina II yang juga disebut substansia gelatinosa, mengandung banyak

interneuron dan dipercaya berperan penting dalam mengolah dan memodulasi

input nosiseptif yang berasal dari nosireseptor kulit. Selan itu bagian ini juga

dianggap sebagai tempat kerja opioid yang utama. Lamina III dan IV terutama

menerima input sensoris non-nosiseptif. Lamina VIII dan IX membentuk kornu

anterior. Lamina VII dinamakan sebagai kolumna intermediolateral dan

mengandung badan sel dari neuron simpatis preganglion.

12

Page 13: Referat Neuropathic Pain (Andriany Chairunnisa - 03011026)

Serabut aferen viseral terutama berakhir pada lamina V, selain itu juga

berakhir pada lamina I dalam jumlah yang lebih kecil. Kedua lamina ini

menunjukkan titik dimana terjadi konvergensi antara input somatik dan viseral.

Lamina V merespon baik input noksius dan non-noksius serta menerima baik

serabut aferen somatik dan viseral. Fenomena konvergensi antara input somatik

dan viseral mempunyai menifestasi klinis sebagai refered pain. Dibandingkan

dengan serabut somatik, serabut nosiseptif viseral berjumlah lebih sedikit,

terdistribusi lebih luas, secara proporsional mengaktifkan sejumlah besar neuron

spinal, dan tidak terorganisir secara somatotopik.

Neuron Ketiga

Neuron ketiga terletak pada talamus dan mengirimkan serabutnya ke area

somatosensoris I dan II pada girus pascasentralis korteks parietalis dan dinding

superior fisura silvii. Persepsi dan lokalisasi nyeri diolah pada area kortikal ini.

Walaupun kebanyakan neuron dari nukleus talamus lateralis terproyeksi ke

korteks somatosensoris primer, neuron yang berasal dari nukleus intralaminer dan

medial nuklus terproyeksi ke girus cingulate anterior dan kemungkinan

memperantarai komponen penderitaan dari nyeri.

2.4 Letak Lesi Pada Nyeri Neuropati

A. Lesi Sentral

Lesi medulla spinalis

1. Lesi pada sentral medula spinalis sering didapatkan ada penyakit

Syringomyelia, trauma medulla spinalis, dan tumor medulla spinalis. Lesi pada

daerah ini akan menyebabkan hilangnya sensasi nyeri dan suhu yang lebih

dominan dibandingkan dengan modalitas sensorik lainnya. Lesi biasanya bersifat

bilateral, dapat bersifat asimetris dan biasanya sering disertai dengan kelumpuhan

motorik.

2. Lesi pada anterolateral medulla spinalis akan merusak sensasi nyeri dan suhu

pada setengah sisi tubuh kontralateral.

13

Page 14: Referat Neuropathic Pain (Andriany Chairunnisa - 03011026)

3. Lesi Anterior medula spinalis akan menyebabkan semua modalitas

somatosensorik pada setengah sisi tubuh kontralateral terganggu, kecuali nyeri

dan suhu.

4. Lesi Kolumna Posterior akan menyebabkan hilangnya sensasi posisi dan getar,

diskriminasi, dan sebagainya. Dapat disertai dengan ataksia ipsilateral.

Lesi batang otak

Pada lesi batang otak, gangguan persepsi sensorik biasanya diikuti dengan defisit

motorik, tanda-tanda lesi sereberal, dan parese saraf kranialis. Bila lesi mengenai

traktus spinotalamikus di dorsolateral medulla dan pons, maka persepsi nyeri dan

suhu akan hilang pada sisi tubuh kontralateral. Bila lesi terkena pada medulla,

maka akan mengenai nukleus nervus trigeminus yang akan mengakibatkan

hilangnya persepsi nyeri dan suhu pada daerah wajah ipsilateral. Bila lesi

mengenai jaras medial lemniskus maka akan hilang persepsi raba dan

proprioseptif pada sisi kontralateral tubuh. Bila lesi terdapat di bagian atas batang

otak, dimana dibagian ini jaras spinotalamikus dan medial lemniskus berjalan

bersamaan, sehingga bila terdapat lesi akan mengakibatkan hilangnya seluruh

modalitas sensorik pada sisi tubuh kontralateral.

Lesi di Thalamus

Pada lesi di thalamus akan menyebabkan hilangnya seluruh modalitas sensorik

pada sisi kontralateral tubuh. Pasien biasa mengeluhkan seperti rasa terbakar,

tertusuk, atau terkadang sifat nyeri sulit dideskripsikan.

Lesi subkortikal atau kortikal

Lesi di area somatosensorik yang sesuai pada lengan dan tungkai akan

menyebabkan parestesia dan kebas pada ekstremitas kontralateral, yang lebih jelas

di bagian distaldaripada bagian proksimal. Lesi iritatif pada lokasi ini dapat

menimbulkan kejang fokal sensorik, karena korteks motorik terletak tepat di

sebelahnya, umumnya sering didapatkan cetusan motorik juga (kejang

jacksonian). (11)

14

Page 15: Referat Neuropathic Pain (Andriany Chairunnisa - 03011026)

B. Lesi Perifer

a. Lesi pada radiks posterior

Lesi radiks akan menyebabkan nyeri radikular dan parastesia, serta kerusakan atau

hilangnya semua modalitas sensorik di area tubuh yang terkena, selain itu

didapatkan hipotonia atau atonia, arefleksia dan ataksia jika radiks tersebut

mempersarafi ekstremitas atas atau bawah. Arefleksia dapat terjadi tergantung

dari letak lesi. Lesi pada C5-6 akan menghilangkan refleks tendon biceps, C7-8

pada triceps, L3-4 menghilangkan refleks patella, dan lesi pada S1 akan

menghilangkan refleks tendon achilles. Sedangkan penurunan tonus dan atrofi

otot dapat terjadi bila lesi juga mengenai radiks anterior.(12)

Nyeri radikular yang disebabkan oleh karena iritasi di radiks posterior.

Baik iritasi pada serabut sensorik di bagian radiks posterior maupun di bagian

saraf spinal itu akan menyebabkan nyeri radikular. Segala sesuatu yang

merangsang serabut sensorik di tingkat radiks dan foramen intervertebrale dapat

menimbulkan nyeri radikular, yaitu nyeri yang terasa berpangkal pada tingkat

tulang belakang tertentu dan menjalar sepanjang kawasan dermatomal radiks

posterior yang bersangkutan. Contohnya ialah nyeri radikular pada hernia

nukleus pulposus. Hernia Nukleus Pulposus (HNP) ialah keluarnya nukleus

pulposus ke kanalis vertebralis akibat degenerasi anulus fibrosus intervertebral.

Penyebab HNP pada tingkat lumbosakral ialah tekanan pada diskus

intervertebralis, biasanya terjadi ketika mengangkat benda berat dalam posisi

membungkuk. Tempat penjebolan nukleus pulposus bervariasi. Radiks posterior

dapat tertekan dari samping, medial, atau posterior dengan manifestasi klinis

dapat berupa nyeri radikular serta parestesia dan nyeri radikular serta hipestesia.(5)

b. Inflamasi Idiopatik Neuropati

Inflamasi Idiopatik neuropati terbagi akut dan kronik. Akut Idiopatik

Polineuropati (Guillain-Barre Syndrome) adalah suatu polineuropati yang bersifat

ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah infeksi

akut. GBS merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai adanya paralisis flasid

15

Page 16: Referat Neuropathic Pain (Andriany Chairunnisa - 03011026)

yang terjadi secara akut berhubungan dengan proses autoimun dimana targetnya

adalah saraf perifer, radiks, dan nervus kranialis.(12)

Sedangkan yang kronik dikenal dengan Chronic Inflammatory

Demyelinating Polyneuropathy (CIPD). CIPD merupakan suatu penyakit

autoimun dengan gangguan neurologis yang dikarakteristikkan oleh kelemahan

progresif dan gangguan fungsi sensorik pada lengan dan tungkai, yang disebabkan

oleh kerusakan selubung myelin (selubung lemak yang membungkus dan

melindungi sekeliling serat saraf) saraf perifer.

c. Metabolik Neuropati, contohnya pada Diabetes Mellitus.

Pada diabetes mellitus, kerusakan sel saraf merupakan dampak dari stres

metabolik yang menyebabkan anoksia. Keadaan anoksia bermula dari pengaruh

gangguan pembentukan ATP didalam sel yang terjadi akibat stress metabolik

yang berkelanjutan, yang dipicu gangguan metabolisme glukosa. Jalur

metabolisme alternatif berupa glikolisis anaerob, berdampak menurunnya kadar

glikogen serta meningkatnya asam laktat. pada penderita diabetes. Pada mulanya

timbul kelainan yang bersifat reversible pada saraf, ditandai proses edema dan

terhambatnya sintesis protein dalam sel. Bila stress berlanjut, kelainan bersifat

irreversible dimana terlihat kerusakan pada membranesel serta disintegrasi DNA. (13)

d. Infektif dan Neuropati granulomatosa pada Neuralgia post-herpetic, penyakit

AIDS, Leprosy, Difteri dan Sarcoidosis. Pada Neuralgia post-herpetik timbul

nyeri yang menetap untuk jangka waktu yang lama setelah muncul ruam pada

penyakit herpes zoster. Meskipun definisi yang ada bervariasi, American

Academy of Neurology memberikan definisi PHN adalah rasa nyeri yang

menetap lebih dari 3 bulan setelah penyembuhan ruam pada penyakit herpes

zoster. Etiologi dari PHN belum diketahui secara pasti, akan tetapi, pada

pasien dengan PHN telah mengalami kerusakan dari saraf sensori, dorsal root

ganglia (DRG), dan kornu posterior spinalis. Diperkirakan telah terjadi

penyebaran partikel-partikel dari virus di tempat-tempat ini setelah

16

Page 17: Referat Neuropathic Pain (Andriany Chairunnisa - 03011026)

tereaktivasi dan ini disertai oleh inflamasi, repon imun, perdarahan, dan

kerusakan pada saraf sensori perifer dan prosesnya. Diketahui juga bahwa

infeksi VZV ini dapat menyerang korda spinalis dan SSP disertai pembuluh

darah menyebabkan gejala neurologik yang meluas. (2)

e. Vaskulitis Neuropati pada Polyarteritis nodosa, Rheumatoid arthritis, Systemic

lupus erythematosus

f. Neoplastik dan paraproteinemik neuropati pada kompresi dan infiltrasi tumor,

amiloidosis

g. Drug-induced and toxic Neuropathies dapat disebabkan oleh konsumsi alkohol,

obat-obatan tertentu dan pada kasus keracunan hexacarbon, arsen dan lain-lain.

h. Neuropati herediter seperti pada penyakit Friedreich Atacia, dan amiloidosis.

i. Entrapment Neuropathies seperti contohnya pada Carpal Tunnel Syndrome.

Pada Carpal Tunnel Syndrome terjadi kompresi nervus medianus ketika saraf ini

lewat di bawah retinakulum fleksor, di dalam terowongan karpal pada

pergelangan tangan. Gejalanya berupa mati rasa, nyeri, dan parasthesia. Area yang

terkena adalah sepanjang distribusi sensori nervus medianus, yaitu meliputi

telapak tangan dan aspek palmar jari-jari tangan yang tidak diinervasi oleh nervus

cubitalis.(12)

2.5 Patofisiologi Nyeri Neuropati

17

Page 18: Referat Neuropathic Pain (Andriany Chairunnisa - 03011026)

Gambar 2. Klasifikasi Nyeri

Sensitisasi Perifer

Sensitisasi dan aktivitas ektopik pada primary afferent nociceptor.

Sensasi nyeri normalnya diawali oleh aktivitas pada saraf afferent

unmyelinated (C-) dan thinly myelinated (Aδ-). Nosiseptor ini biasanya tidak akan

tereksitasi tanpa adanya stimulasi dari luar. Akan tetapi, ketika terjadi lesi pada

saraf perifer, neurons ini bisa menjadi sensitive yang abnormal dan

mengembangkan aktivitas neurologi spontan yang patologis.

Aktivitas ektopik spontan yang terjadi pada sel saraf yang rusak juga

menunjukkan adanya peningkatan ekspresi m-RNA untuk voltage-gated sodium

channels. Kelompok sodium channel ini pada situs ektopik ini bertanggung jawab

atas rendahnya ambang batas dari aksi potensial dan hiperaktivitas. Rendahnya

ambang batas dari potensial aksi ini dapat menyebabkan sensitivitas terhadap

rangsangan sehingga ketika ada rangsangan yang normalnya belum menyebabkan

nyeri, bisa langsung menyebabkan nyeri yang berlebihan.

Lesi pada sel saraf akan menyebabkan regenerasi sel saraf dan tumbuhnya

neuroma pada bagian proksimal sel saraf. Eksitasi abnormal dan discharge

abnormal bisa muncul pada neuroma ini. Hal ini dapat menyebabkan nyeri

abnormal yang spontan pada pasien neuropati.(14)

18

Page 19: Referat Neuropathic Pain (Andriany Chairunnisa - 03011026)

Inflamasi pada nyeri neuropati

Setelah terjadi lesi pada sel saraf, makrofag yang telah aktif akan masuk dari

endoneural blood vessel kedalam saraf dan DRG dan mengeluarkan sitokin.

Mediator inflamasi ini akan menginduksi aktivitas ektopik pada sel saraf yang

terluka dan juga sel saraf normal didekatnya. Pada pasien yang dengan

inflammatory neuropathies akan mengalami nyeri yang sangat dalam.(14)

Sentral sensitisasi

Sensititasi pada spinal cord

Sebagai konsekuensi terhadap hiperaktivitas nosiseptor perifer, perubahan

sekunder yang dramatis terjadi pada cornu dorsal dari medulla spinalis. Lesi pada

saraf perifer akan meningkatkan kemampuan eksitasi pada multiresepsi pada

neuron medulla spinalis (wide-dinamic-range neuron). Hipereksitasi ini

bermanifestasi oleh karena meningkatnya aktivitas sel saraf sebagai respon

terhadap stimulasi noxious, ekspansi lapangan neuronal receptive dan penyebaran

hipereksitasi spinal ke segmen yang lain.

Pada keadaan normal, neuron pada cornu dorsal akan menerima inhibisi

kuat yaitu GABA (gamma-aminobutyric acid). Pada hewan percobaan, partial

nerve injury akan menginisasi apoptosis dari GABA pada bagian superficial

neuron pada cornu dorsal. Hal ini menambah rangsangan nyeri yang akan diterima

oleh pasien neuropati.(14)

19

Page 20: Referat Neuropathic Pain (Andriany Chairunnisa - 03011026)

Gambar 3. Patomekanisme Nyeri Neuropati

Pada gambar A, jalur aferen primer dan koneksinya di tanduk dorsal

sumsum tulang belakang. Terlihat bahwa serabut C nosiseptif (merah) berakhir

pada neuron proyeksi spinotalamikus di lamina atas (neuron kuning). Non-

nociceptive serabut A ber-myelin ke lamina lebih dalam. Neuron proyeksi

berikutnya adalah tipe Wide Dynamic Range (WDR) neuron yang menerima

masukan langsung dari terminal sinaptik nociceptive dan juga masukan dari

20

Page 21: Referat Neuropathic Pain (Andriany Chairunnisa - 03011026)

multisynaptic serabut A ber-myelin (non-noxions informasi, biru neuron system).

Interaksi dengan mikroglia (sel abu-abu) memfasilitasi transmisi sinaptik.

Interneuron GABAnergic (neuron hijau) biasanya mengerahkan masukan sinaptik

penghambatan pada neuron WDR. Selanjutnya, descending modulatory systems

synaps di neuron WDR (hanya proyeksi hambat, terminal descending hijau).

Gambar B tampak perubahan periferal pada neuron aferen primer setelah

lesi saraf parsial, menyebabkan sensitisasi perifer. Terlihat bahwa beberapa akson

yang rusak dan merosot (akson 1 dan 3) dan beberapa masih utuh dan terhubung

ke organ akhir perifer (kulit, akson 2 dan 4).Ekspresi saluran natrium meningkat

pada neuron yang rusak (akson 3), dipicu sebagai konsekuensi dari lesi. Selain itu,

produk-produk seperti faktor pertumbuhan saraf, terkait dengan degenerasi

Wallerian dan dirilis di sekitar serat terhindar (panah), ekspresi memicu saluran

dan reseptor (misalnya, saluran natrium) pada serat terluka.

Gambar C, aktivitas spontan di nosiseptor C menyebabkan perubahan

sekunder dalam pengolahan sensorik pusat, menyebabkan hyperexcitability

sumsum tulang belakang (sensitisasi sentral orde kedua neuron nociceptive,

bintang di neuron kuning) yang menyebabkan masukan dari mechanoreceptive

serabut A (sistem neuron biru, sentuhan ringan dan rangsangan punctuate) yang

akan dirasakan sebagai rasa sakit (allodynia mekanik dinamis dan punctuate

“tanda +”, menunjukkan gating di sinaps). Beberapa presynaptic (reseptor opioid,

saluran kalsium) dan struktur molekul postsynaptic (reseptor glutamat, AMPA /

reseptor kainate, reseptor sodium/5HT, reseptor GABA, saluran natrium) yang

terlibat dalam sensitisasi sentral. Inhibitory interneurons dan descending

modulatory control systems (neuron hijau) yang disfungsional setelah lesi saraf,

menyebabkan disinhibisi atau fasilitasi neuron sumsum tulang belakang tanduk

dorsal dan lebih lanjut, sentral sensitisasi.

Gambar D, cedera saraf perifer mengaktifkan sel-sel sumsum tulang

belakang glial (sel abu-abu) melalui kemokin pada reseptor kemokin.Activated-

mikroglia lebih meningkatkan rangsangan pada neuron WDR dengan melepaskan

sitokin dan faktor pertumbuhan (misalnya, tumor necrosis fator α, tulang-derived

factor saraf) dan meningkatkan konsentrasi glutamat.

21

Page 22: Referat Neuropathic Pain (Andriany Chairunnisa - 03011026)

Berikut ini adalah hipotesis kerja hiperalgesia neuropatik dan allodynia.

Model ini menggambarkan mekanisme kemungkinan nyeri neuropatik setelah

cedera saraf siatik parsial pada tikus dimana lysophosphatidic acid (LPA) terlibat

dalam penyebab nyeri neuropatik.(15)

Gambar 4. Patomekanisme Nyeri Neuropatik

Sejumlah studi farmakologi menunjukkan bahwa asam lysophosphatidic

(LPA) dapat menyebabkan nyeri neuropatik dan demielinasi menyusul cedera

saraf siatik parsial. LPA adalah salah satu dari metabolit lipid beberapa dirilis

setelah cedera jaringan, serta dari berbagai sel-sel kanker. Reseptor LPA

mengaktifkan jalur sinyal ganda dan beberapa G-protein. Stimulasi langsung

ujung nociceptor perifer oleh LPA, melalui LPA 1 reseptor, juga menunjukkan

peran dalam proses nociceptive. Dari catatan khusus, reseptor-dimediasi LPA

sinyal melalui Gα 12/13 akan mengaktifkan GTPase RhoA kecil. Dalam keadaan

aktif, Rho translokasi ke membran plasma dan dengan demikian relay sinyal

ekstraselular ke efektor hilir beberapa, termasuk Rho-kinase atau ROCK, yang

dapat dihambat oleh senyawa turunan piridin, Y-27632. Penghambatan jalur Rho

juga dapat dilakukan dengan selektif ADP-ribosylation dari RhoA, menggunakan

botulinum exoenzyme C3 Clostridium (BoTN/C3). Keterlibatan Rho-ROCK

22

Page 23: Referat Neuropathic Pain (Andriany Chairunnisa - 03011026)

sistem mekanisme nyeri neuropatik awalnya ditunjukkan olehnya suntikan

BoTN/C3 sebelum cedera saraf perifer pada tikus, yang diblokir pengembangan

hiperalgesia. LPA dan reseptor LPA ekspresi reseptor gen mengaktifkan Rho

dalam saraf perifer, yang menunjukkan bahwa patofisiologi reseptor LPA

mungkin mengaktifkan Rho di nyeri neuropatik cedera saraf perifer. Sebuah studi

yang menarik digambarkan bahwa LPA menghambat filopodia dari kerucut

pertumbuhan. LPA dapat terlibat dalam C-serat retraksi, yang merupakan

pendukung hipotesis perubahan fungsional disebabkan oleh nyeri neuropatik.

Bersama-sama, temuan ini menyajikan LPA sebagai molekul sinyal yang menarik

dalam pengembangan nyeri neuropatik.(15)

2.6 Pemeriksaan Fisik

a. Pemeriksaan penyebab kerusakan saraf, seperti: pemeriksaan kekuatan

otot, serta bukti adanya kram/ fasikulasi, mengidentifikasikan keterlibatan

serat motorik

b. Tindakan evaluasi kemampuan pasien untuk merasakan adanya

getaran, sentuhan ringan, posisi tubuh, suhu, dan nyeri akan mengungkapkan

adanya kerusakan saraf sensorik dan menentukan jenis saraf yang terlibat.

2.7 Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan darah

Mendeteksi adanya diabetes, defisiensi vitamin, disfungsi hati atau

ginjal, dan kelainan metabolic lainnya.

b. CT-Scan

Mendeteksi kerusakan tulang dan pembuluh darah, tumor otak

tertentu dan kista, hernia disk, ensefalitis, spinal stenosis (penyempitan

saluran tulang belakang), dan gangguan lainnya.

c. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

23

Page 24: Referat Neuropathic Pain (Andriany Chairunnisa - 03011026)

Dapat menunjukan kualitas dan ukuran otot, mendeteksi penggantian

lemak terhadap jaringan otot, mendeteksi penggantian lemak terhadap

jaringan otot, dan menentukan apakah suatu saraf telah mengalami kompresi.

d. Elektromiograf (EMG)

Dievaluasi dengan memasukan jarum halus ke dalam otot untuk

membandingkan jumlah aktivitas listrik yang ada pada saat otot mengalami

istirahat dengan terjadi kontraksi

e. Kecepatan Konduksi Saraf (NCV)

Berfungsi mengukur tingkat kerusakan pada serabut saraf yang lebih

besar dan membedakan apakah gejala tersebut disebabkan oleh degenerasi

selubung myelin atau akson.

2.8 Terapi

Nyeri neuropatik merupakan sindroma nyeri kronik yang sangat

mempengaruhi segala aspek dari kehidupan pasien. Pada kondisi nyeri neuropatik,

etiologi biasanya sudah berlalu, tetapi nyeri tetap mengganggu. Berdasarkan 2

fakta tersebut di atas, maka pengobatan terhadap fenomenologi dan mekanisme

lebih penting daripada pengobatan etiologi.

 

24

Page 25: Referat Neuropathic Pain (Andriany Chairunnisa - 03011026)

Tahap I

Nilai nyeri & tegakkan diagnosis.

Tetapkan & obati penyebab

Identifikasi kemungkinan eksaserbasi komorbid akibat pemberian terapi

Jelaskan diagnosa, rencana terapi & ekspektasi yang realistis.

Tahap II

Mulai terapi kausatif (jika memungkinkan)

Mulai terapi simtomatik, dengan 1 atau lebih terapi berikut:

TCA sekunder (nortriptilin, desipramin) atau SSNRI (duloksetin)

/selektif serotonin norandrenaline reuptake inhibitor

Ca++ channel α2δ ligand (Gabapentin, Pregabalin)

lidokain topikal, dengan/tanpa terapi lini pertama lainnya untuk

nyeri neuropatik perifer lokal

opioid atau tramadol, dengan/tanpa terapi lini pertama lain pada

nyeri neuropatik akut, kanker, eksaserbasi episodik nyeri berat

Evaluasi kemungkinan terapi non-farmakologis

Tahap III

Nilai kembali nyeri dan kualitas hidup terkait nyeri secara frekuen

Jika perbaikan nyeri terjadi substansial (rerata penurunan nyeri ≤ 3/10) dan

efek samping dapat ditolerir, teruskan terapi

Perbaikan nyeri parsial (rerata perbaikan nyeri ≥ 4/10) setelah pemberian

satu jenis obat adekuat, tambahkan salah satu dari obat lini pertama (lihat

tabel)

Jika tidak ada respon terapi setelah pemberian dosis adekuat, ganti dengan

obat lini pertama alternatif

Tahap IV

Bila terapi lini pertama gagal, meski dengan kombinasi atau penambahan

dengan obat alternatif, rujuk ke spesialis.

25

Page 26: Referat Neuropathic Pain (Andriany Chairunnisa - 03011026)

Banyak jenis obat obat yang telah digunakan dalam mengobati nyeri

neuropatik, termasuk diantaranya antiepilepsi spektrum luas (AEDs), misalnya

karbamazepin, fenitoin, okskarbazepin, gabapentin, pregabalin, lamotrigin,

penobarbital, fenitoin, topiramate, dan valproic bekerja dengan mengurangi

loncatan listrik pada neuron melalui blokade dari voltage dependent sodium dan

kalsium channel. Obat lainnya (mis, penobarbital, tiagabine, topiramate,

vigabatrine, valproat) bekerja dengan meningkatkan inhibisi neurotransmitter atau

secara langsung turut campur dalam transmisi eksitatorik.

Anti Depresan

Dari berbagai jenis anti depresan, yang paling sering digunakan untuk terapi

nyeri neuropati adalah golongan trisiklik, seperti amitriptilin, imipramin,

maprotilin, desipramin.Mekanisme kerja anti depresan trisiklik (TCA) terutama

mampu memodulasi transmisi dari serotonin dan norepinefrin (NE). Anti depresan

trisiklik menghambat pengambilan kembali serotonin (5-HT) dan noradrenalin

oleh reseptor presineptik. Disamping itu, anti depresan trisiklik juga menurunkan

jumlah reseptor 5-HT (autoreseptor), sehingga secara keseluruhan mampu

meningkatkan konsentrasi 5-HT dicelah sinaptik. Hambatan reuptake norepinefrin

juga meningkatkan konsentrasi norepinefrin dicelah sinaptik. Peningkatan

konsentrasi norepinefrin dicelah sinaptik menyebabkan penurunan jumlah

reseptor adrenalin beta yang akan mengurangi aktivitas adenilsiklasi. Penurunan

aktivitas adenilsiklasi ini akan mengurangi siklik adenosum monofosfat dan

mengurangi pembukaan Si-Na. Penurunan Si-Na yang membuka berarti

depolarisasi menurun dan nyeri berkurang.(17)

Anti Konvulsan

Anti konvulsan merupakan gabungan berbagai macam obat yang

dimasukkan kedalam satu golongan yang mempunyai kemampuan untuk menekan

kepekaan abnormal dari neuron-neuron di sistem saraf sentral.Seperti diketahui

nyeri neuropati timbul karena adanya aktifitas abnormal dari sistem saraf. Nyeri

neuropati dipicu oleh hipereksitabilitas sistem saraf sentral yang dapat

menyebabkan nyeri spontan dan paroksismal. Reseptor N-methyl D-aspartate

26

Page 27: Referat Neuropathic Pain (Andriany Chairunnisa - 03011026)

(NMDA) dalam influks Ca2+ sangat berperan dalam proses kejadian wind-up

pada nyeri neuropati. Prinsip pengobatan nyeri neuropati adalah penghentian

proses hiperaktivitas terutama dengan blok Si-Na atau pencegahan sensitisasi

sentral dan peningkatan inhibisi.(17)

Karbamasepin dan Okskarbasepin

Mekanisme kerja utama adalah memblok voltage-sensitive sodium channels

(VSSC). Efek ini mampu mengurangi cetusan dengan frekuensi tinggi dari

neuron. Okskarbasepin merupakan anti konvulsan yang struktur kimianya mirip

karbamasepin maupun amitriptilin. Dari berbagai uji coba klinik, pengobatan

dengan okskarbasepin pada berbagai jenis nyeri neuropati menunjukkan hasil

yang memuaskan, sama, atau sedikit diatas karbamazepin, hanya saja

okskarbasepin mempunyai efek samping yang minimal.

Lamotrigin

Merupakan anti konvulsan baru untuk stabilisasi membran melalui VSCC,

merubah atau mengurangi pelepasan glutamat maupun aspartat dari neuron

presinaptik, meningkatkan konsentrasi GABA di otak. Khusus untuk nyeri

neuropati penderita Human Immunodeficiency Virus (HIV), digunakan lamotrigin

sampai dosis 300 mg perhari. Hasilnya, efektivitas lamotrigin lebih baik dari

plasebo, tetapi 11 dari 20 penderita dilakukan penghentian obat karena efek

samping. Efek samping utama lamotrigin adalah skin rash, terutama bila dosis

ditingkatkan dengan cepat.

Duloxetine

Duloxetine diindikasikan untuk penanganan nyeri neuropatik yang

berhubungan dengan dpn, walaupun mekanisme kerjanya dalam mengurangi nyeri

belum sepenuhnya dipahami. Hal ini mungkin berhubungan dengan

kemampuannya untuk meningkatkan aktivitas norepinephrin dan 5-HT pada

sistem saraf pusat, duloxetine umumnya dapat ditoleransi dengan baik, dosis yang

dianjurkan yaitu duloxetine diberikan sekali sehari dengan dosis 60 mg, walaupun

27

Page 28: Referat Neuropathic Pain (Andriany Chairunnisa - 03011026)

pada dosis 120 mg/hari menunjukkan keamanan dan keefektifannya, tapi tidak ada

bukti yang nyata bahwa dosis yang lebih dari 60 mg/hari memiliki keuntungan

yang signifikan, dan pada dosis yang lebih tinggi  kurang dapat ditoleransi dengan

baik.

Gabapentin

 Gabapentine diindikasikan untuk penanganan Pasca Herpetic Neuralgia

(PHN) pada orang dewasa, molekulnya secara struktural berhubungan dengan

neurotransmitter gamma-amino butyric acid (GABA), namun gabapentin tidak

berinteraksi secara signifikan dengan neurotransmitter yang lainnya, walaupun

mekanisme kerja gabapentin dalam mengurangi nyeri PHN belum dipahami

dengan baik, namun salah satu sumber menyebutkan bahwa gabapentin mengikat

reseptor α2δ subunit dari voltage-activated calsium channels, pengikatan ini

menyebabkan pengurangan influks ca2+  ke dalam ujung saraf dan mengurangi

pelepasan neurotransmitter, termasuk glutamat dan norepinephrin.

Pada orang dewasa, terapi gabapentin dimulai dengan dosis tunggal 300 mg

pada hari pertama, 600 mg pada hari kedua (dibagi dalam dua dosis), dan 900 mg

pada hari yang ketiga (dibagi dalam 3 dosis). Dosis ini dapat dititrasi sesuai

kebutuhan untuk mengurangi nyeri sampai dosis maksimum 1800 hingga 3600

mg (dibagi dalam 3 dosis). Pada penderita gangguan fungsi ginjal dan usia lanjut

dosisnya dikurangi.(17)

Pregabalin

 Pregabalin diindikasikan pada penanganan nyeri neuropatik untuk diabetic

peripheral neuropathy (DPN) dan juga postherpetic neuralgia (PHN). Mekanisme

kerja dari pregabalin sejauh ini belum dimengerti, namun diyakini sama dengan

gabapentin. Pregabalin mengikat reseptor α2δ subunits dari voltage activated

calsium channels, memblok ca2+ masuk pada ujung saraf dan mengurangi

pelepasan neurotransmitter. Pada penderita DPN yang nyeri, dosis maksimum

yang direkomendasikan dari pregabalin adalah 100 mg tiga kali sehari

(300mg/hari). Pada pasien dengan creatinin clearance ≥ 60 ml/min, dosis

28

Page 29: Referat Neuropathic Pain (Andriany Chairunnisa - 03011026)

seharusnya mulai pada 50 mg tiga kali sehari (150 mg/hari) dan dapat

ditingkatkan hingga 300 mg/hari dalam 1 minggu berdasarkan keampuhan dan

daya toleransi dari penderita. Dosis pregabalin sebaiknya diatur pada pasien

dengan gangguan fungsi ginjal. Pada penderita PHN, dosis yang

direkomendasikan dari pregabalin adalah 75 hingga 150 mg 2 kali sehari atau 50

hingga 100 mg 3 kali sehari (150-300 mg/hari). Pada pasien dengan creatinin

clearance ≥ 60 ml/min, dosis mulai pada 75 mg 2 kali sehari, atau 50 mg 3 kali

sehari (150 mg/hari) dan dapat ditingkatkan hingga 300 mg/hari dalam 1

minggu  berdasarkan keampuhan dan daya toleransi penderita, jika nyerinya tidak

berkurang pada dosis 300 mg/hari, pregabalin dapat ditingkatkan hingga 600

mg/hari.(17)

BAB III

KESIMPULAN

29

Page 30: Referat Neuropathic Pain (Andriany Chairunnisa - 03011026)

Nyeri neuropatik merupakan nyeri yang ditimbulkan akibat kerusakan

neural pada saraf perifer maupun pada sistem saraf pusat yang meliputi jalur saraf

aferen sentral dan perifer. Nyeri bersifat kronik dan dapat mengakibatkan

penurunan kualitas hidup penderita. Nyeri neuropati mengakibatkan melibatkan

gangguan neuronal fungsional dimana saraf perifer atau sentral terlibat dan

menimbulkan nyeri khas yang bersifat epikritik (tajam dan menyetrum) atau

protopatik (disestesia, rasa terbakar, parastesia). Kerusakan neural oleh karena

trauma atau lesi di serabut saraf di perifer atau sentral dapat memicu

hipereksibilitas membran sel, yang pada akhirnya akan menyebabkan kerusakan

pada serabut Alfa-Delta dan serabut C sehingga menimbulkan bangkitan ektopik

yang dapat menyebabkan timbulnya nyeri neuropatik.

Perjalanan penyakit neuropati sangat tergantung pada penyebabnya.

Neuropati perifer sangat bervariasi dari gangguan yang reversible sampai

komplikasi yang bersifat fatal. Pada kasus yang paling baik, saraf yang rusak akan

ber-regenerasi. Sel saraf tidak bisa digantikan jika mati namun mempunyai

kemampuan untuk pulih dari kerusakan. Kemampuan pemulihan tergantung

kerusakan dan umur seseorang dan keadaan kesehatan orang tersebut.

Pasien yang mengalami nyeri neuropatik sering memberi respon yang

kurang baik terhadap analgesik opioid. Hal ini menyebabkan beberapa neuropati

perifer membutuhkan waktu lama untuk sembuh. Pada kasus-kasus tersebut,

monitoring jangka panjang dan perawatan suportif perlu dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sherwood L. Fisiologi Manusia: Dari Sel Ke Sistem. 2nd edition. Jakarta: EGC; 2001. p156-159

30

Page 31: Referat Neuropathic Pain (Andriany Chairunnisa - 03011026)

2. Nicholson B. Differential Diagnosis: Nociceptive and Neuropathic Pain. The

American Journal of Managed Care. Juni 2006.p.256-61.

3. Galuzzi KE. Management of Neuropathic Pain. JAOA September 2005;

105: p.12-19.

4. Torrance N, Smith BH, Bannet MI, Lee AJ. The Epedimiology of Chronic

Pain of Predominantly Neuropathic Origin. J Pain April 2006; 7(4): 281-9.

5. Mardjono M, Sidharta P. Patofisiologi Somestesia: Neurologi Klinis

Dasar. Jakarta: Dian Rakyat: 2014.p.82-95

6. Meliala L, Pinzon R. Breakthrough in Management of Acute Pain.

Volume 20 Number 4:2007. Cited 2015 September 15th.

7. Pinzon, R. Diagnosis Nyeri Neuropatik dalam Praktek sehari – hari. 2012.

SMF Saraf, RS Bethesda. Yogyakarta; Indonesia.

8. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Tatalaksana Nyeri. In: Petunjuk

Praktis Anestesiologi. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2002; 74-83.

9. Morgan GE. Pain Management. In: Clinical Anesthesiology. 4th ed.

Stamford: Appleton and Lange. 2004; 274-316.

10. Avidan M, Harvey AM, Ponte J, Wendon J, Ginsburg R. Pain

Management. In: Perioperative Care, Anaesthesia, Pain Management and

Intensive Care. London: Churchill Livingstone. 2003; 78-102

11. Baehr M, Frotscher M. Diagnosis Topik Neurologi DUUS. 4th Ed.

Jakarta: EGC;2015. P.46

12. Aminoff M, Greenberg D, Simon R. Clinical Neurology. 6th Ed.

Lange:2015. P.206-25.

13. Brownlee M. The pathology of diabetic complication. A unifying

mechanism. Diabetes 54 : 1615-1625, 2005 Uremia, Penyakit Liver, dan

defisiensi vitamin B12,

14. Baron, Ralf, et al. Neuropathic Pain: diagnosis, pathophysiological

mechanism, and treatment. Lancelot Neural. 2010; 9: 807-19.

31

Page 32: Referat Neuropathic Pain (Andriany Chairunnisa - 03011026)

15. Ueda H. Peripheral mechanisms of neuropathic pain – involvement of

lysophosphatidic acid receptor-mediated demyelination. BioMedCentral.

2008, 1-13.

16. Beydoun, A., Kutluay, E. 2002. Oxcarbazepin, Expert Opinion in

Pharmacotherapy, 3(1):59-71

17. Dworkin, RHH., O’Connor, BB., Backonja, M., Farrar, JTT., Finnerup,

NBB., Jensen, TSS., Kalso, EAA., Loeser, JDD., Miaskowski, C.,

Nurmikko, TJJ., Portenov, RKK., Rice, ASCS., Stacey, BRR., Trede,

RDD., Turk, DCC., Wallace, MSS., 2007. Pharmacologic management of

neuropathic pain: Evidence-based recommendations., PAIN; 132(3):237-

51.

32