referat kepatuhan edit

27
1 BAB I PENDAHULUAN Menurut organisasi kesehatan dunia WHO (World Health Organitation), masalah gangguan kesehatan jiwa di seluruh dunia sudah menjadi masalah yang sangat serius. Berdasarkan data statistik, angka penderita gangguan kesehatan jiwa memang mengkhawatirkan. Secara global, dari sekitar 450 juta orang yang mengalami gangguan mental, sekitar satu juta orang diantaranya meninggal karena bunuh diri setiap tahunnya. Angka ini cukup kecil jika dibandingkan dengan upaya bunuh diri para penderita gangguan jiwa yang mencapai 20 juta jiwa setiap tahunnya 1 Masalah gangguan jiwa bukan hanya terbatas pada peningkatan jumlah penderita dan kejadian bunuh diri tetapi jauh lebih luas. Masalah yang utama adalah bagaimana mengobati penderita gangguan jiwa karena mereka juga punya hak untuk sembuh. Gangguan jiwa bisa disembuhkan akan tetapi harus diakui proses penyembuhan tersebut cukup sulit. Pengobatan penderita gangguan jiwa membutuhkan waktu yang cukup lama. Penderita gangguan jiwa terkadang harus minum obat bertahun- tahun. Dalam proses pengobatan sangat diperlukan peran penderita sendiri, keluarga, lingkungan, dan penyedia jasa kesehatan. 1

Upload: nurul-aflah-syukriah

Post on 24-Nov-2015

23 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Referat

1

BAB I

PENDAHULUAN

Menurut organisasi kesehatan dunia WHO (World Health Organitation), masalah gangguan kesehatan jiwa di seluruh dunia sudah menjadi masalah yang sangat serius. Berdasarkan data statistik, angka penderita gangguan kesehatan jiwa memang mengkhawatirkan. Secara global, dari sekitar 450 juta orang yang mengalami gangguan mental, sekitar satu juta orang diantaranya meninggal karena bunuh diri setiap tahunnya. Angka ini cukup kecil jika dibandingkan dengan upaya bunuh diri para penderita gangguan jiwa yang mencapai 20 juta jiwa setiap tahunnya1Masalah gangguan jiwa bukan hanya terbatas pada peningkatan jumlah penderita dan kejadian bunuh diri tetapi jauh lebih luas. Masalah yang utama adalah bagaimana mengobati penderita gangguan jiwa karena mereka juga punya hak untuk sembuh. Gangguan jiwa bisa disembuhkan akan tetapi harus diakui proses penyembuhan tersebut cukup sulit. Pengobatan penderita gangguan jiwa membutuhkan waktu yang cukup lama. Penderita gangguan jiwa terkadang harus minum obat bertahun-tahun. Dalam proses pengobatan sangat diperlukan peran penderita sendiri, keluarga, lingkungan, dan penyedia jasa kesehatan.Dalam pengobatan dikenal istilah kepatuhan minum obat pada penderita gangguan jiwa. Kepatuhan ini sangat penting supaya keberhasilan pengobatan tercapai. Peran penderita, keluarga, lingkungan, serta penyedia jasa kesehatan sangat berpengaruh terhadap kepatuhan minum obat. Jadi, dalam upaya penganan penderita gangguan jiwa melibatkan peran serta berbagai pihak yang lebih kompleks.2Berbagai masalah juga dapat ditimbulkan pada penderita yang tidak patuh minum obat. Masalah yang ditimbulkan berupa kekambuhan kembali sehingga penderita harus dirawat. Hal ini akan meningkatkan biaya pengeluaran negara untuk masalah kesehatan. Kekambuhan juga bisa membahayakan penderita sendiri dan orang lain. Selain itu, ketidakpatuhan minum obat memperburuk prognosis gangguan jiwa.2Tujuan penulisan referat ini adalah untuk memberikan wawasan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum obat pada penderita gangguan jiwa. Dengan memahami faktor-faktor tersebut diharapkan kebijakan yang diambil akan meningkatkan kepatuhan minum obat pada penderita gangguan jiwa.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Kepatuhan Minum Obat1.1.1 Definisi Kepatuhan

Kepatuhan (compliance) atau juga dikenal sebagai ketaatan (adherence) adalah perilaku seseorang untuk mematuhi anjuran medis yang diterimanya. Contoh dari kepatuhan adalah mematuhi dan menyelesaikan program pengobatan, diet yang baik, dan merubah gaya hidup2. Kepatuhan dalam pengobatan (medication compliance) adalah mengkonsumsi obat-obatan yang di resepkan dokter pada waktu dan dosis yang tepat dan pengobatan hanya akan efektif apabila anda mematuhi peraturan dalam penggunaan obat.2Menurut Siregar (2005) yang dimaksud dengan kepatuhan dalam pengobatan adalah mengkonsumsi obat-obatan yang di resepkan pada waktu dan dosis yang tepat. Kepatuhan dapat didefenisikan sebagai tingkat ketepatan perilaku seorang individu dengan nasihat media atau kesehatan, pasien yang berpengetahuan tentang obatnya menunjukkan ketaatan yang meningkat terhadap regimen obat yang ditulis sehingga menghasilkan hasil terapi yang meningkat.31.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Minum Obat

Kepatuhan terjadi bila aturan pakai obat yang diresepkan diikuti dengan benar. Jika terapi akan dilanjutkan setelah pasien pulang, penting agar pasien mengerti dan dapat meneruskan terapi itu dengan benar. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum obat pada pasien jiwa adalah faktor penyakit, faktor pasien, faktor obat-obatan, dan faktor lingkungan4. Faktor PenyakitBeberapa gejala pada gangguan jiwa seperti skizofrenia dapat menghambat kepatuhan minum obat. Gejala yang berat dan insight yang buruk bisa mempengaruhi kepatuhan.Ada dua penelitian prospektif yang menyatakan bahwa gejala-gejala yang berat pada gangguan jiwa dapat menghambat kepatuhan minum obat5,6. Pada penelitian Cramer dan Rosenheck menunjukkan tingkat kepatuhan pada pasien psikosis sebesar 58 persen (interval 24-90 persen) dan pada pasien depresi sebesar 65 persen (interval 58-90 persen)7.Kebanyakan pasien skizofrenia memiliki insight yang buruk terhadap penyakitnya sendiri. Insight yang buruk memicu ketidakpatuhan pasien minum obat5,8. Pada penelitian lain mengatakan bahwa insight yang buruk merupakan faktor yang paling berperan pada ketidakpatuhan pasien minum obat9. Faktor PasienBeberapa faktor yang berkaitan dengan pasien adalah kepercayaan terhadap pengobatan, obesitas, dan faktor agama.Kepercayaan pasien terhadap pengobatan sangat berpengaruh terhadap kepatuhan. Pasien yang yakin dan percaya berpengaruh pada efektifitas pengobatan dan meningkatkan kepatuhan minum obat.

Obesitas juga berpengaruh terhadap kepatuhan. Salah satu efek samping obat antipsikotik adalah bertambahnya berat badan. Terdapat hubungan antara obesitas dengan ketidakpatuhan minum obat. Ketidakpatuhan disebabkan oleh stress terhadap kenaikan berat badan yang berlebih.Suatu penelitian cross-sectional menyatakan bahwa agama/kehidupan spiritual yang baik meningkatkan kepatuhan minum obat10. Faktor Obat-obatan

Faktor obat-obatan juga mempengaruhi kepatuhan minum obat seperti efek samping obat dan regimen obat.

Pada penelitian Hudson dkk., menemukan bahwa sebanyak 35% pasien dengan reaksi efek samping obat menurunkan kepatuhannya. Penelitian lainnya juga mengatakan bahwa sekitar 50% pasien menjadi tidak patuh karena stres dengan reaksi efek samping obat.Regimen obat juga berpengaruh terhadap kepatuhan. Pada studi di Jerman menyatakan bahwa 500 pasien skizofrenia yang obat antipsikotiknya diganti dari golongan tipikal ke golongan atipikal menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap kepatuhan11. Faktor lain yang berpengaruh adalah jumlah obat yang harus diminum, lamanya pemberian, dan rasa obat.Faktor LingkunganInteraksi Pasien dengan Profesional Kesehatan

Keadaan sekeliling kunjungan seorang pasien ke dokter dan/atau apoteker, serta mutu dan keberhasilan (keefektifan) interaksi profesional kesehatan dengan pasien adalah penentu utama untuk pengertian serta sikap pasien terhadap kesakitannya dan regimen terapi. Salah satu kebutuhan terbesar pasien adalah dukungan psikologis yang diberikan dengan rasa sayang. Selain itu, telah diamati bahwa pasien cenderung untuk lebih mematuhi instruksi seorang dokter yang merka kenal betul dan dihormati, serta dari siapa saja mereka menerima informasi

dan kepastian tentang kesakitan dan obat-obat mereka. Berbagai faktor berikut adalah di antara faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan secara merugikan, jika perhatian yang tidak memadai diberikan pada lingkup dan mutu interaksi dengan pasien.

Menunggu Dokter atau Apoteker

Apabila seorang pasien mengalami suatu waktu menunggu yang signifikan untuk bertemu dengan dokter atau untuk mengerjakan (mengisi) resepnya, kejengkelan dapat berkontribusi pada kepatuhan yang yang lebih buruk terhadap

instruksi yang diberikan. Dari suatu penelitian ditunjukkan bahwa hanya 31% dari

pasien yang biasanya menunggu lebih dari 60 menit untuk bertemu dengan dokternya yang benar-benar patuh, sedangkan yang menunggu dalam 30 menit, 67% dari pasien tersebut benar-benar patuh. Sikap dan Keterampilan Komunikasi Profesional Kesehatan

Berbagai studi menunjukkan ketidakpuasan pasien terhadap sikap pelaku pelayan kesehatan. Uraian yang umum tentang pelaku pelayan kesehatan di rumah sakit mencakup dingin, tidak tertarik, tidak sopan, agresif, kasar, dan otoriter. Walaupun uraian demikian tersebut tidak demikian bagi banyak praktisi yang mengabdi dan terampil, sikap yang tidak pantas terhadap pasien telah cukup terbukti menunjukkan suatu masalah yang signifikan. Pelaku pelayan kesehatan cenderung menggunakan terminologi sehingga pasien tidak dapat mengerti dengan mudah, mereka sering kurang pengetahuan tentang teori dan praktik perilaku, dan mereka mempunyai kesadaran yang terbatas pada tingkat, masalah, dan penyebabpasien tidak taat pada pengobatan. Ketaatan pada pengobatan, berhubungan dengan kejelasan penjelasan dokter penulis resep, pasien sering merasa bahwa instruksi dinyatakan kurang jelas atau sama sekali tidak jelas. Ketepatan waktu dan kejelasan suatu pesan sangat kuat mempengaruhi bagaimana itu diterima, dimengerti, dan diingat. Pasien mengingat dengan sangat baik instruksi pertama yang diberikan; instruksi yang perlu penekanan adalah lebih baik diingatkan kembali; makin sedikit instruksi diberikan, semakin besar bagian yang diingat. Jadi suatu pesan tidak saja harus jelas dinyatakan, tetapi juga harus diorganisasikan dan disampaikan sedemikian rupa sehingga memungkinkan pasien yang mengikuti dan memproses informasi secara sempurna.

Gagal Mengerti Pentingnya Terapi

Alasan utama untuk tidak patuh adalah bahwa pentingnya terapi obat dan akibat yang mungkin, jika obat tidak digunakan sesuai dengan instruksi yang tidak mengesankan pasien. Pasien biasanya mengetahui relatif sedikit tentang kesakitan mereka, apalagi manfaat dan masalah terapi yang diakibatkan terapi obat. Oleh karena itu, mereka menyimpulkan pikiran sendiri berkenaan dengan kondisi dan pengharapan yang berkaitan dengan efek terapi obat. Jika terapi tidak memenuhi pengharapan, mereka lebih cenderung menjadi tidak patuh. Perhatian yang lebih besar diperlukan untuk memberi edukasi pada pasien tentang kondisinya, dan manfaat serta keterbatasan dari terapi obat, akan berkontribusi pada pengertian yang lebih baik dari pihak pasien tentang pentingnya menggunakan obat dengan cara yang dimaksudkan.

Pengertian yang Buruk Pada Instruksi

Berbagai investigasi telah menguraikan masalah dari jenis ini. Dari suatu studi pada sekitar 6000 resep, 4% dari resep itu terdapat instruksi pasien ditulis Sesuai Petunjuk. Akibat yang mungkin dari salah pengertian dapat serius. Misalnya, seorang pasien menggunakan tiga kali dua kapsul fenitoin (100mg) Universitas Sumatera Utarasehari, daripada seharusnya tiga kali satu kapsul sehari seperti instruksi dokter. Pada pasien skizofrenia yang menggunakan obat antipsikotik haloperidol 2,5 mg/hari dan fluphenazine Hydrochloride 2,5 mg/hari.

Alasan untuk penggunaan instruksi oleh beberapa dokter Gunakan sesuai petunjuk telah diteliti. Walaupun penggunaan penandaan ini diadakan dalam situasi yang terseleksi dipertahankan, kemungkinan untuk membingungkan dan mengakibatkan kesulitan, dibuktikan dalam penelitian serta menyimpulkan bahwa perlu membuat instruksi penggunaan obat sespesifik mungkin. Bahkan, apabila petunjuk kepada pasien sudah lebih spesifik dari sesuai petunjuk kebingungan masih dapat terjadi.

Pasien takut bertanya

Pasien sering ragu bertanya kepada tim pelaku pelayan kesehatan untuk menjelaskan kondisi kesehatan mereka atau pengobatan yang diajukan. Keragu-raguan ini dapat dihubungkan pada ketakutan dianggap bodoh, perbedaan status sosial, dan bahasa atau tidak didorong oleh pelaku pelayanan terserbut. Interaksi pasien dengan pelaku pelayan kesehatan yang lebih berhasil dapat didorong dengan meningkatkan kepekaan pada pihak pelaku pelayan kesehatan.

Ketidakcukupan waktu konsultasi

Profesional pelayan kesehatan kebanyakan bersifat kurang berinteraksi dengan pasien karena tekanan pekerjaan. Dalam beberapa bagian rumah sakit, waktu atau praktik sibuk, waktu konsultasi sangat terbatas dan ini jelas menjadi sautu masalah. Jika seorang pasien diberi hanya satu atau dua menit untuk waktu konsultasi, dapat terjadi hal yang lebih buruk. Biaya yang dikeluarkan pasien berkenaan dengan waktu, transport dan pengeluaran untuk obat. Hal ini dapat meningkatkan ketidakpatuhan pasien terhadap instruksi karena mereka merasa bahwa profesional pelayan kesehatan tidak ada perhatian pada penyembuhan penyakit mereka. Untuk itu pentingnya rumah sakit agar mempertimbangkan untuk memperpanjang waktu konsultasi bagi pasien. Profesional pelayan kesehatan harus didorong untuk mengerti bahwa komunikasi yang efektif dengan pasien bukanlah suatu ideal yang tidak realistik, tetapi merupakan suatu aspek inti dari keberhasilan praktik klinik.

Kesediaan Informasi Tercetak

Ketaatan pada pengobatan mungkin meningkat, dengan tersedianya informasi tercetak dalam bahasa yang sederhana. Di beberapa negara maju, semua IFRS (Instalasi Farmasi Rumah Sakit) harus mempunyai lembaran informasi untuk pasien, tersedia untuk setiap obat. Instruksi sederhana untuk obat yang paling banyak digunakan dan obat yang paling banyak disalahgunakan dapat dicetak pada kertas murah.1.1.3 Jenis Ketidakpatuhan

Pengobatan akan efektif apabila mematuhi aturan dalam pengobatan, Menurut Siregar (2006) adapun beberapa jenis ketidakpatuhan yang terjadi adalah disebabkan oleh sebagai berikut.3

Ketidakpatuhan pada terapi obat, mencakup kegagalan menebus resep, melalaikan dosis, kesalahan dosis, kesalahan dalam waktu pemberian / konsumsi obat, dan penghentian obat sebelum waktunya.

Tidak menebus resep obatnya , yaitu karena pasien/keluarga pasientidak merasa memerlukan obat atau tidak menghendaki mengambilnya. Ada juga pasien tidak menebus resepnya karena tidak mampu membelinya.

Kesalahan pada waktu konsumsi obat, yaitu dapat mencakup situasi yang obatnya di konsumsi tidak tepat dikaitkan dengan waktu makan. contohnya : 1 jam sebelum makan dan 2 jam setelah makan

Penghentian pemberian obat sebelum waktunya,pasien harus di beritahu pentingnya penggunaan obat antibiotik yang di konsumsi sampai habis selama terapi

Pemberian obat kurang dari dosis yang tertulis dan penghentian obat sebelum waktunya, faktor lain yaitu ketidakpatuhan mencakup pengetiketan yang tidak benar dan penggunaan sendok teh yang mempunyai berbagai volume yang berbeda.

pasien rawat jalan yang tidak patuh karena tidak mengerti instruksi penggunaan dengan benar dan ada yang salah menginterpretasikan, Selain itu kemungkinan ketidakpatuhan pasien rawat jalan karena kurangnya pengawasan terapi.

1.1.4 Dampak Ketidakpatuhan Minum ObatKetidakpatuhan akan mengakibatkan penggunaan suatu obat yang kurang. Dengan cara demikian, pasien kehilangan manfaat terapi yang diantisipasi dan kemungkinan mengakibatkan kondisi yang diobati secara bertahap menjadi buruk. Hal ini menyebabkan kembali kekambuhan, penyakit kambuh lagi karena diakibatkan oleh ketidakpatuhan dari pada disebabkan timbulnya resisten terhadap obat. Ketidakpatuhan juga dapat berakibat dalam penggunaan suatu obat berlebih. Apabila dosis berlebih digunakan atau apabila obat diberikan lebih sering dari pada yang dimaksudkan, akan ada resiko reaksi merugikan yang meningkat. Masalah yang berkaitan dengan salah penggunaan dan penyalahgunaan obat, baik tidak disengaja maupun disengaja telah benar-benar diketahui. Walaupun biasanya tidak di anggap berkaitan dengan ketidakpatuhan, masalah penyalahgunaan obat kadang-kadang adalah akibat penggunaan obat yang berlebihan yang dituliskan untuk penyakit tertentu.12Implikasi lain berkenaan dengan penyimpanan obat yang tidak digunakan sepenuhnya selama periode pengobatan yang dimaksudkan. Menyimpan obat-obatan dapat mengakibatkan ketidaktepatan penggunaannya dikemudian hari.3

1.1.5 Upaya Peningkatan Kepatuhan Minum Obat

Dalam meningkatkan kepatuhan komunikasi merupakan cara antara tim medis dan pasien dalam berbicara mengenai obat yang di tulis. Keefektifan komunikasi akan menjadi penentu utama kepatuhan pasien. Dibawah ini merupakan peranan dalam menghadapi masalah ketidakpatuhan yaitu :

Mengidentifikasi faktor resiko yaitu mengenal individu yang mungkin tidak patuh, sebagaimana di duga oleh suatu pertimbangan berbagai faktor resiko yang perlu diperhitungkan dalam merencanakan terapi pasien, agar regimen sejauh mungkin kompatibel dengan kegiatan normal pasien.

Pengembangan rencana pengobatan yaitu rencana pengobatan harus di dasarkan pada kebutuhan pasien, apabila mungkin pasien harus menjadi partisipan dalam keputusan pemberian regimen terapi. Untuk membantu ketidaknyamanan dan kelalaian, regimen harus disesuaikan agar dosis yang diberikan pada waktu yang sesuai dengan jadwal pasien.

Alat bantu kepatuhan yang meliputi pemberian label dan kalender pengobatan dan kartu pengingat obat sehingga pasien mengerti tentang penggunaan dalam membantu pasien mengerti obat yang digunakan, kapan digunakan, dan mengenai dosis obat yangdigunakan.

2.1 Keluarga

2.1.1 Definisi Keluarga

Keluarga didefenisikan dalam berbagai cara. Defenisi keluarga berbeda-beda, tergantung kepada orientasi teoritis pembuat defenisi yaitu dengan menggunakan penjelasan yang penulis cari untuk menghubungkan keluarga.14

Pengertian keluarga dapat ditinjau dari dimensi hubungan darah dan hubungan sosial. Keluarga dalam dimensi hubungan darah merupakan kesatuan sosial yang diikat oleh hubungan darah antara satu dengan lainnya. Berdasarkan dimensi hubungan darah ini, keluarga dapat dibedakan menjadi keluarga besar dan keluarga inti. Sedangkan dalam dimensi hubungan sosial, keluarga merupakan suatu kesatuan sosial yang diikat oleh adanya saling berhubungan atau interaksi dan saling mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya, walaupun diantara mereka tidak terdapat hubungan darah. Keluarga berdasarkan hubungan sosial ini dinamakan keluarga psikologis dan keluarga pedagogis.14

Menurut Candra dalam Septian (2011) menyatakan bahwa penderita skizofrenia remisi sempurna akan dikembalikan kepada keluarga, maka keluarga harus mengenal gejala-gejala skizofrenia. Selain itu penderita skizofrenia sangat memerlukan perhatian dan empati dari keluarga. Itu sebabnya keluarga harus menumbuhkan sikap mandiri dalam diri penderita, mereka harus sabar serta menghindari sikap Expressed Emotion (EE) atau reaksi berlebihan seperti sikap terlalu mengkritik, terlalu memanjakan dan terlalu mengontrol yang justru bisa menyulitkan penyembuhan dan menimbulkan kekambuhan.15

Pengetahuan dan keterampilan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang menderita skizofrenia bisa didapat dengan mengikuti program-program intervensi keluarga yang menjadi satu dengan pengobatan skizofrenia seperti family psycho education program, cognitive behavior therapy for family, multifamily group therapy dan lain-lain. Di Indonesia program penanganan keluarga ini belum mendapat perhatian yang lebih. Hal ini sebenarnya perlu dilakukan mengingat bahwa: pertama, karena hampir semua penderita tidak dalam perawatan, tetapi berada di tengah keluarga; kedua, minimnya fasilitas kesehatan mental membuat penanganan pengobatan penderita tidak optimal dan ketiga penanganan oleh keluarga jauh lebih murah. Program umumnya bisa meliputi pengetahuan dasar tentang skizofrenia, penanganan emosi dalam keluarga, keterampilan menghadapi gejala skizofrenia, serta keterampilan menjadi perawat yang baik bagi penderita .152.1.2 Fungsi Keluarga

Setiap anggota keluarga memiliki kebutuhan dasar fisik, pribadi dan sosial yang berbeda. Menurut Friedman dalam Nanda Saputra (2010) bahwa keluarga memiliki 5 fungsi dasar, yaitu.15

Fungsi Afektif Merupakan fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengna orang lain.

Fungsi SosialisasiMerupakan fungsi mengembangkan dan tempat melatih anak untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain di luar rumah.

Fungsi ReproduksiMerupakan fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga. Fungsi Ekonomi Merupakan fungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu dalam meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Fungsi Perawatan Merupakan fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas yang tinggi.162.1.3 Peran Keluarga

Berbagai peran yang terdapat dalam keluarga adalah sebagai berikut:

Peran Ayah : ayah sebagai suami dari istri dan anak-anak, berperan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman sebagai kepala keluarga, sebagai anggota kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya.

Peran Ibu : sebagi istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya. Di samping itu juga ibu dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarganya.

Peran Anak : anak-anaknya melaksanakan peranan psiko sosial sesuai dengan tingkat perkembangannya baik fisik, mental, sosial dan spiritual.82.1.4 Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga mengacu kepada dukungan-dukungan yang dipandang oleh anggota keluarga sebagai sesuatu yang dapat diadakan untuk keluarga dimana dukungan tersebut bisa atau tidak digunakan, tetapi anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Dukungan keluarga dapat berupa dukungan keluarga internal, seperti dukungan dari suami/istri, dukungan dari saudara kandung, dukungan dari anak dan dukungan keluarga eksternal, seperti dukungan dari sahabat, tetangga, sekolah, keluarga besar, tempat ibadah, praktisi kesehatan.14

Kane dalam Yoga (2011) mendefenisikan dukungan keluarga sebagai suatu proses hubungan antara keluarga dengan lingkungan sosialnya. Dukungan keluarga tersebut bersifat reprokasitas (timbal balik), umpan balik (kuantitas dan kualitas komunikasi), dan keterlibatan emosional (kedalaman intimasi dan kepercayaan) dalam hubungan sosial.14

Dukungan keluarga merupakan sebuah proses yang terjadi sepanjang kehidupan, dimana dalam semua tahap siklus kehidupan dukungan keluarga membuat keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal untuk meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga dalam kehidupan.14BAB III

KESIMPULAN DAN SARANKesimpulanKepatuhan (compliance) atau juga dikenal sebagai ketaatan (adherence) adalah perilaku seseorang untuk mematuhi anjuran medis yang diterimanya. Pasien dengan penyakit jiwa biasanya memiliki kesulitan besar untuk melaksanakan kepatuhan minum obat, tetapi mereka juga memiliki potensi terbesar untuk mendapatkan manfaat dari kepatuhan tersebut.

Ada beberapa factor yang mempengaruhi kepatuhan minum obat.Yaitu: Faktor penyakit. Beberapa gejala pada gangguan jiwa seperti skizofrenia dapat menghambat kepatuhan minum obat. Faktor PasienBeberapa faktor yang berkaitan dengan pasien adalah kepercayaan terhadap pengobatan, obesitas, dan faktor agama.

Faktor ObatFaktor obat-obatan juga mempengaruhi kepatuhan minum obat seperti efek samping obat dan regimen obat.

Pada penelitian Hudson dkk., menemukan bahwa sebanyak 35% pasien dengan reaksi efek samping obat menurunkan kepatuhannya Faktor LingkunganIni berhubungan dengan hubungan pasien dengan tenaga kesehatan. Keadaan sekeliling kunjungan seorang pasien ke dokter dan/atau apoteker, serta mutu dan keberhasilan (keefektifan) interaksi profesional kesehatan dengan pasien adalah penentu utama untuk pengertian serta sikap pasien terhadap kesakitannya dan regimen terapi.Dukungan dari keluarga juga sangat berperan dalam pelaksanaan kepatuhan minum obat seorang pasien. Menurut Candra dalam Septian (2011) menyatakan bahwa penderita skizofrenia remisi sempurna akan dikembalikan kepada keluarga, maka keluarga harus mengenal gejala-gejala skizofrenia. Selain itu penderita skizofrenia sangat memerlukan perhatian dan empati dari keluarga. Itu sebabnya keluarga harus menumbuhkan sikap mandiri dalam diri penderita, mereka harus sabar serta menghindari sikap Expressed Emotion (EE) atau reaksi berlebihan seperti sikap terlalu mengkritik, terlalu memanjakan dan terlalu mengontrol yang justru bisa menyulitkan penyembuhan dan menimbulkan kekambuhan.SaranMetode yang dapat digunakan untuk meningkatkan kepatuhan dapat dikelompokkan menjadi empat kategori umum: edukasi pasien; meningkatkan dosis; peningkatan jam pelayanan rumah sakit; dan meningkatkan kualitas komunikasi antara dokter dan pasien. Pendidikan intervensi yang melibatkan pasien, anggota keluarga mereka, atau keduanya dapat efektif dalam meningkatkan kepatuhan. Peran rumah sakit dalam upaya meningkatkan kepatuhan minum obat adalah dengan menambah jam pelayanan pasien atau menambah fasilitas pelayanan seperti puskesmas terutama di daerah-daerah terpencil, agar pasien yang berdomisili di daerah-daerah terpencil tidak harus menempuh jarak yang jauh untuk mendapatka obat. Akhirnya, meningkatkan komunikasi antara dokter dan pasien adalah strategi kunci dan efektif dalam meningkatkan kemampuan pasien untuk mengikuti rejimen obat.17DAFTAR PUSTAKA1. World Health Organization. 2011. Schizophrenia. Geneva: World Health Organization.2. Staring, Anton BP. 2010. Adherence to treatment in patient with psychosis. Erasmus Universiteit Rotterdam.3. Siregar,Charles J.P.(2005).Farmasi Klinik:teori dan penerapan.Jakarta : EGC4. Higashi, Kyoko dkk. 2013. Medication adherence in Schizophrenia: factors influencing adherence and consequences of nonadherence, a systematic literature revie. Therapeutic Advances in Psychopharmacology5. Acosta, F. dkk. 2009. Evaluation of noncompliance in schizophrenia patients using electronic monitoring (MEMS) and its relationship to sociodemographic, clinical and psychopathological variables. Schizophr Res.6. Hudson, T. dkk. 2004 A pilot study of barriers to medication adherence in schizophrenia. J Clin Psychiatry.7. Cramer JA, Rosenheck R. 1998. Compliance with medication regimens for mental and physical disorders. Psychiatr Serv

8. Loffler, W. dkk. 2003. Schizophrenic patients subjective reasons for compliance and noncompliance with neuroleptic treatment. Pharmacopsychiatry.9. Velligan, D. dkk. 2009. Expert Consensus Panel on Adherence Problems in Serious and Persistent Mental Illness. The expert consensus10. Borras, L. dkk. 2007. Religious beliefs in schizophrenia: their relevance for adherence to treatment. Schizophr Bull.11. Janssen, B. dkk. 2006. Evaluation of factors influencing medication compliance in inpatient treatment of psychotic disorders. Psychopharmacology.12. Niven,Neil.(2002). Psikologi Kesehatan : Pengantar Untuk Perawat &Profesional Kesehatan Lain. Jakarta : EGC

13. Tambayong, Jan. (2002). Farmakologi Untuk Keperawatan. Jakarta: Penerbit Widya Medika

14. Yoga, Muhammad Isa Syahputra. 2011. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Pasien Minum Obat di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan. Disertasi Skripsi. Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

15. Sebayang, Septian Mixrofa. 2011. Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dengan Frekuensi Kekambuhan Pasien Skizofrenia Paranoid di Poliklinik RS Jiwa Daerah Propsu Medan. Disertasi Skripsi. Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

16. Saputra, Nanda. 2010. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kekambuhan Pasien Skizofrenia di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara Medan. Disertasi Skripsi. Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara17. Oesterbergh L, Blaschke T. Adherence to Medication. In N Engl J Med 2005; 353:487-497 DOI 101