referat diazepam edit

55
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Istilah forensik belakang ini sering muncul melalui berbagai berita kriminal. Biasanya menyangkut penyidikan tindak pidana seperti mencari sebab-sebab kematian korban, dan usaha pencarian pelaku kejahatan. Secara garis besar yang dimaksud dengan ilmu forensik adalah aplikasi atau pemanfatan ilmu pengetahuan untuk penegakan hukum dan peradilan. Tosikologi forensik adalah salah satu cabang ilmu forensik, yang menekunkan diri pada aplikasi atau pemanfaatan ilmu toksikologi dan kimia analisis untuk kepentingan peradilan. Kerja utama dari toksikologi forensik adalah melakukan analisis kualitatif maupun kuantitatif dari racun dari bukti fisik dan menerjemahkan temuan analisisnya ke dalam ungkapan apakah ada atau tidaknya racun yang terlibat dalam tindak kriminal, yang dituduhkan, sebagai bukti dalam tindak kriminal (forensik) di pengadilan. Hasil analisis dan interpretasi temuan analisisnya ini akan dimuat ke dalam suatu laporan yang sesuai dengan hukum dan perundangan-undangan. Menurut Hukum Acara Pidana (KUHAP), laporan ini dapat disebut dengan ”Surat Keterangan Ahli” atau ”Surat Keterangan”. 1

Upload: chairunnisa-kusumawardhani

Post on 16-Nov-2015

170 views

Category:

Documents


14 download

DESCRIPTION

diazepam

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUANLatar BelakangIstilah forensik belakang ini sering muncul melalui berbagai berita kriminal. Biasanya menyangkut penyidikan tindak pidana seperti mencari sebab-sebab kematian korban, dan usaha pencarian pelaku kejahatan. Secara garis besar yang dimaksud dengan ilmu forensik adalah aplikasi atau pemanfatan ilmu pengetahuan untuk penegakan hukum dan peradilan.Tosikologi forensik adalah salah satu cabang ilmu forensik, yang menekunkan diri pada aplikasi atau pemanfaatan ilmu toksikologi dan kimia analisis untuk kepentingan peradilan. Kerja utama dari toksikologi forensik adalah melakukan analisis kualitatif maupun kuantitatif dari racun dari bukti fisik dan menerjemahkan temuan analisisnya ke dalam ungkapan apakah ada atau tidaknya racun yang terlibat dalam tindak kriminal, yang dituduhkan, sebagai bukti dalam tindak kriminal (forensik) di pengadilan. Hasil analisis dan interpretasi temuan analisisnya ini akan dimuat ke dalam suatu laporan yang sesuai dengan hukum dan perundangan-undangan. Menurut Hukum Acara Pidana (KUHAP), laporan ini dapat disebut denganSurat Keterangan AhliatauSurat Keterangan.Dalam dunia kedokteran, pengobatan yang dilakukan juga dianggap sebagai sumber racun, misalnya penggunaan hipnotika, sedatif, analgetika, obat-obat penenang, antidepresi, dan antibiotika. Adapun benzodiazepine adalah sedatif yang berhubungan erat dengan depresi sistem saraf pusat. Salah satu derivat yang merupakan standar golongan benzodiazepine, yakni diazepam. Penggunaan medis diazepam sangat beragam, diantaranya sebagai antiansietas, antikonvulsan, sedatif, dan relaksan otot. Pemberian benzodiazepine pada praktiknya menghasilkan penekanan pada zat endogen mirip benzodiazepine sehingga zat-zat ini berkurang kadarnya saat pemberian benzodiazepine dan menyebabkan ketergantungan. Penggunaan diazepam yang beragam pada dunia kedokteran serta efek ketergantungan yang diakibatkan menjadi faktor risiko terjadinya intoksikasi akibat penggunaan benzodiazepine, khususnya diazepam. Oleh sebab itu, pembahasan toksikologi diazepam diperlukan agar dokter dapat lebih waspada dalam pemberian terapi obat ini.

Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada makalah ini :

a. Bagaimana aspek klinis diazepam?

b. Bagaimana penanganan intoksikasi diazepam?

c. Bagaimana aspek medikolegal penggunaan diazepam?

Tujuan Penulisan

1. Tujuan umum : tenaga medis dapat mengetahui dan memahami tentang toksikologi diazepam

2. Tujuan khusus :

a. Mengetahui dan memahami aspek klinis penggunaan diazepam

b. Mengetahui dan memahami sign and symptoms intoksikasi diazepam

c. Mengetahui dan memahami penanganan intoksikasi diazepam

Manfaat Penulisan

1. Bagi Mahasiswa

a. Melatih kemampuan mahasiswa dalam penyusunan referat.

b. Menambah pengetahuan mengenai toksikologi diazepam

2. Bagi Instansi Terkait

Menambah bahan referensi bagi dokter dan calon dokter dalam pemahaman toksikologi diazepam3. Bagi Masyarakat

Memberikan informasi dan pengetahuan terhadap masyarakat mengenai risiko keracunan pada penggunaan diazepam.BAB IITINJAUAN PUSTAKAPENGERTIAN NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKNarkoba atau NAPZA adalah bahan/zat yang dapat mempengaruhi kondisi kejiwaan/ psikologi seseorang (pikiran, perasaan, dan perilaku) serta dapat menimbulkan ketergantungan fisik dan psikologi. Yang termasuk dalam NAPZA adalah: Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya.

NARKOTIKA

Menurut UU RI No 22/1997, Narkotika adalah: zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

Narkotika terdiri dari 3 golongan:

1. Golongan I : Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh: Heroin, Kokain, Ganja.

2. Golongan II : Narkotika yang berkhasiat pengobatan, digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh: Morfin, Petidin.

3. Golongan III : Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh: Codein.

PSIKOTROPIKA

Menurut UU RI No 5/1997, Psikotropika adalah: zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.3

Psikotropika terdiri dari 4 golongan:

1. Golongan I : Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh: Ekstasi.

2. Golongan II : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh: Amphetamine.

3. Golongan III : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh: Phenobarbital.

4. Golongan IV : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh: Diazepam, Nitrazepam.Hipnotik sedatif adalah istilah untuk obat-obatan yang mampu mendeprsi sistem saraf pusat. Sedatif adalah substansi yang memiliki aktivitas moderate yang memberikan efek menenangkan, sementara hipnotik adalah substansi yang dapat memberikan efek mengantuk dan yang dapat memberikan onset serta memertahankan tidur. Beberapa macam obat dalam dunia kedokteran, seperti pil bk dan magadom digunakan sebagai zat penenang (sedativa-hipnotika). Pemakaian sedative-hipnotika dalam dosis kecil dapat menenangkan, dan dalam dosis besar dapat membuat orang yang memakainya tertidur. Gejala akibat pemakaiannya adalah mula-mula gelisah, mengamuk lalu mengantuk, malas, daya pikir menurun, bicara dan tindakan lambat. Jika sudah kecanduan, kemudian diputus pemakaiannya maka akan menimbulkan gejala gelisah, sukar tidur, gemetar, muntah, berkeringat, denyut nadi cepat, tekanan darah naik, dan kejang-kejang. Jika pemakainya overdosis maka akan timbul gejala gelisah, kendali diri turun, banyak bicara tetapi tidak jelas, sempoyongan, suka bertengkar, nafas lambat, kesadaran menurun, pingsan, dan jika pemakaiannya melebihi dosis tertentu dapat menimbulkan kematian.

Penggunaan klinis kedua golongan obat-obatan ini telah digunakan secara luas seperti untuk tatalaksana nyeri akut dan kronik, tindakan anesthesia, penatalaksanaan kejang, serta insomnia. Pentingnya penggunaan obat-obatan ini dalam tindakan anestesi memerlukan pemahaman mengenai farmakologi obat-obatan kedua obat. Hal tersebut yang mendasari penulisan mengenai farmakologi obat-obat hipnotik sedatif.Definisi BenzodiazepinBenzodiazepin adalah obat psikoaktif yang struktur kimia intinya perpaduan dari cincin benzene dan cincin diazepine. Obat yang pertama, chlordiazepoxide (Librium), ditemukan secara tidak sengaja oleh Leo Sternbach pada tahun 1955, dan tersedia pada tahun 1960 oleh Hoffmann-La Roche, yang juga telah dipasarkan diazepam benzodiazepine (valium) sejak 1963.

Secara umum, benzodiazepine aman dan efektif dalam jangka pendek, meskipun gangguan kognitif dan efek paradoks seperti agresi atau perubahan tingkah laku kadang-kadang terjadi. Penggunaan jangka panjang merupakan hal yang kontroversial karena kekhawatiran tentang efek psikologis dan fisik yang merugikan, efektivitas yang menurun dan karena benzodiazepin cenderung menyebabkan toleransi, ketergantungan, dan setelah penghentian mendadak dalam penggunaan jangka panjang, menyebabkan sindrom withdrawal. Karena efek samping yang berkaitan dengan penggunaan jangka panjang benzodiazepine, maka dalam penghentian penggunaan benzodiazepin, pada umumnya mengarah pada peningkatan kesehatan fisik dan mental. Orang tua memiliki risiko efek samping jangka pendek dan jangka panjang yang lebih besar.

Diazepam adalah turunan dari benzodiazepine dengan rumus molekul 7-kloro-1,3-dihidro-1-metil-5-fenil-2H-1,4-benzodiazepin-2-on. Merupakan senyawa Kristal tidak berwarna atau agak kekuningan yang tidak larut dalam air. Secara umum, senyawa aktif benzodiazepine dibagi kedalam empat kategori berdasarkan waktu paruh eliminasinya, yaitu :

1. Long acting.

Obat obat ini dirombak dengan jalan demetiasi dan hidroksilasi menjadi metabolit aktif (sehingga memperpanjang waktu kerja) yang kemudian dirombak kembali menjadi oksazepam yang dikonjugasi menjadi glukoroida tak aktif. Metabolit aktif desmetil biasanya bersifat anxiolitas. Sehingga biasanya, zat long acting lebih banyak digunakan sebagai obat tidur walaupun efek induknya yang paling menonjol adalah sedative-hipnotik. Contohnya diazepam, flurazepam.2. Short acting

Obat obat ini dimetabolisme tanpa menghasilkan zat aktif. Sehingga waktu kerjanya tidak diperpanjang. Obat obat ini jarang menghasilkan efek sisa karena tidak terakumulasi pada penggunaan berulang. Contohnya lorazepam, estazolam.3. Ultra short acting

Lama kerjanya sangat kurang dari short acting. Hanya kurang dari 5,5 jam. Efek abstinensia lebih besar terjadi pada obat obatan jenis ini. Selalin sisa metabolit aktif menentukan untuk perpanjangna waktu kerja, afinitas terhadap reseptor juga sangan menentukan lamanya efek yang terjadi saat penggunaan. Semakin kuat zat berikatan pada reseptornya, semakin lama juga waktu kerjanya. Contohnya midazolam, triazolam.Di pasaran, diazepam tersedia dalam bentuk tablet, injeksi dan gel rectal, dalam berbagai dosis sediaan. Beberapa nama dagang diazepam dipasaran yaitu Stesolid, Valium, Validex dan Valisanbe, untuk sediaan tunggal dan Neurodial, Metaneuron dan Danalgin, untuk sediaan kombinasi dengan metampiron dalam bentuk sediaan tablet.Mekanisme KerjaBenzodiazepin bertindak dengan meningkatkan aksi GABA (Gamma-Aminobutyric Acid) yang merupakan neurotransmitter inhibisi utama dalam sistem saraf pusat. Benzodiazepin berikatan dengan reseptor tertentu pada kompleks reseptor GABA dan demikian memfasilitasi pengikatan GABA ke situs reseptor spesifik. Ikatan dengan reseptor ini menyebabkan peningkatan frekuensi pembukaan saluran klorida menyebabkan hiperpolarisasi membrane, yang menghambat eksitasi seluler.

Peningkatan neurotransmisi GABA menyebabkan efek sedasi, relaksasi otot lurik, anxiolysis dan antikonvulsan. Stimulasi reseptor GABA sistem saraf tepi dapat menyebabkan penurunan kontraktilitas jantung dan vasodilatasi.Perubahan ini memiliki potensi untuk mengubah perfusi jaringan.

Tingkat onset aksi benzodiazepin ditentukan oleh kemampuannya untuk melintasi sawar darah otak. Benzodiazepin yang lipofilik (misalnya diazepam) biasanya memiliki efek onset yang cepat daripada benzodiazepine yang larut dalam air (misalnya lorazepam). Efek benzodiazepine dapat diperkuat ketika digunakan bersamaan dengan etanol. Konsentrasi puncak dalam darah terjadi dalam 1-3 jam.Pada dosis tunggal, agen lipofilik memiliki durasi aksi yang lebih singkat daripada agen yang larut dalam air karena redistribusi cepat dari sistem saraf pusat (SSP) ke situs perifer (misalnya jaringan adiposa). Dengan demikian, lorazepam memiliki durasi aksi pada SSP yang lebih lama daripada diazepam. Namun, diazepam memiliki waktu paruh yang lebih panjang sehingga menyababkan efek terapeutik yang lebih lama.

Benzodiazepin dimetabolisme terutama di hati dengan oksidasi dan/ atau konjugasi. Kebanyakan benzodiazepine dipecah menjadi metabolit aktif secara farmakologi, yang mungkin memiliki waktu paruh yang panjang daripada senyawa induk.Bekerja pada sistem GABA, yaitu dengan memperkuat fungsi hambatan neuron GABA. Reseptor Benzodiazepin dalam seluruh sistem saraf pusat, terdapat dengan kerapatan yang tinggi terutama dalam korteks otak frontal dan oksipital, di hipokampus dan dalam otak kecil. Pada reseptor ini, benzodiazepin akan bekerja sebagai agonis. Terdapat korelasi tinggi antara aktivitas farmakologi berbagai benzodiazepin dengan afinitasnya pada tempat ikatan. Dengan adanya interaksi benzodiazepin, afinitas GABA terhadap reseptornya akan meningkat, dan dengan ini kerja GABA akan meningkat. Dengan aktifnya reseptor GABA, saluran ion klorida akan terbuka sehingga ion klorida akan lebih banyak yang mengalir masuk ke dalam sel. Meningkatnya jumlah ion klorida menyebabkan hiperpolarisasi sel bersangkutan dan sebagai akibatnya, kemampuan sel untuk dirangsang berkurang.Klasifikasi

Berdasarkan lama kerjanya, benzodiazepin dapat digolongkan ke dalam 3 kelompok :1. Long acting.

Obat obat ini dirombak dengan jalan demetiasi dan hidroksilasi menjadi metabolit aktif (sehingga memperpanjang waktu kerja) yang kemudian dirombak kembali menjadi oksazepam yang dikonjugasi menjadi glukoroida tak aktif. Metabolit aktif desmetil biasanya bersifat anxiolitas. Sehingga biasanya, zat long acting lebih banyak digunakan sebagai obat tidur walaupun efek induknya yang paling menonjol adalah sedative-hipnotik. Contohnya diazepam, flurazepam.

2. Short acting

Obat obat ini dimetabolisme tanpa menghasilkan zat aktif. Sehingga waktu kerjanya tidak diperpanjang. Obat obat ini jarang menghasilkan efek sisa karena tidak terakumulasi pada penggunaan berulang. Contohnya lorazepam, estazolam.3. Ultra short acting

Lama kerjanya sangat kurang dari short acting. Hanya kurang dari 5,5 jam. Efek abstinensia lebih besar terjadi pada obat obatan jenis ini. Selain sisa metabolit aktif menentukan untuk perpanjangan waktu kerja, afinitas terhadap reseptor juga sangan menentukan lamanya efek yang terjadi saat penggunaan. Semakin kuat zat berikatan pada reseptornya, semakin lama juga waktu kerjanya. Contohnya midazolam, triazolam.Selain sisa metabolit aktif menentukan untuk perpanjangan waktu kerja, afinitas terhadap reseptor juga sangat menentukan lamanya efek yang terjadi saat penggunaan. Semakin kuat zat berikatan pada reseptornya, semakin lama juga waktu kerjanya.Farmakodinamik

1. Sedasi

Sedasi dapat didefinisikan sebagai menurunnya tingkat respon stimulus yang tetap dengan penurunan dalam aktivitas dan ide spontan. Perubahan ini terjadi pada dosis yang rendah.2. Hipnotik

Zat-zat benzodiazepin dapat menimbulkan efek hipnotik jika diberikan dalam dosis besar. Efeknya pada pola tidur normal adalah dengan menurunkan masa laten mulainya tidur, peningkatan lamanya tidur NREM tahap 2, penurunan lamanya tidur REM, dan penurunan lamanya tidur gelombang lambat.3. Anestesi

Efek dalam dosis tinggi dapat menekan susunan saraf pusat ke titik yang dikenal sebagai stadium III anastesi umum. Efek ini tergantung pada sifat fisikokimia yang menentukan kecepatan mulai dan lama efek zat tersebut. Dalam penggunaannya selain efek anastesi juga dimanfaatkan efek amnesia retrogard. Sehingga pasien bedah operatif tidak mengingat kejadian menyeramkan selama proses bedah.4. Efek antikonvulsi

Kebanyakan zat hipnotik sedatif sanggup menghambat perkembangan dan penyebaran aktivitas epileptiformis dalam susunan saraf pusat.5. Relaksan otot

Beberapa zat hipnotik sedatif dalam golongan benzodiazepin mempunyai efek inhibisi datas refleks polisinaptik dan transmisi internunsius dan pada dosis tinggi bisa menekan transmisi pada neuromuskular junction.6. Efek pada respirasi dan kardiovaskular

Beberapa zat hipnotik sedatif dapat menimbulkan depresi pernafasan pada pasien dengan penyakit paru obstruktif dan melemahkan sistem kardiovaskular. Pada dosis tinggi, kontraktilitas miokardium dan tonus vaskular mungkin akan tertekan dan akan menyebabkan kolaps sirkulasi.

Pemberian benzodiazepin menghasilkan penekanan pada zat endogen mirip benzodiazepin sehingga zat-zat ini berkurang kadarnya saat pemberian benzodiazepin. Efek ini yang akan mempengaruhi ketergantungan tubuh terhadap benzodiazepin.Farmakokinetik

a. Absorbsi

Apabila digunakan untuk mengobati kecemasan atau gangguan tidur, sedative-hipnotik biasanya diberikan secara oral. Kecepatan absorbsi oral diazepam lebih cepat dibanding benzodiazepin pada umumnya. Berdasarkan lama kerja, diazepam termasuk golongan benzodiazepin dengan cara kerja waktu paruh lebih lama dari 24 jam. Diazepam diabsorbsi dengan baik di saluran cerna. Secara oral onsetnya 30 menit, dengan waktu puncak 1-2 jam dan durasi 2-3 jam. Secara Intra Vena onsetnya 1-5 menit, waktu puncaknya 15 menit dan durasi 15-60 menit. Pada pemberian intramuskular onsetnya 15 menit, waktu puncaknya 30-90 menit dengan durasi yang sama 30-90 menit. Plasma konsentrasi dari diazepam adalah 0,02-1,01 microgram/ml. Pada pemberian oral atau per rectal, konsentrasi plasma rata-rata 76% dan 81%. Bioavailibilitas lebih rendah pada pemberian suppositoria.b. Distribusi

Transpor sedative-hipnotika di dalam darah merupakan proses dinamis dimana molekul-molekul obat masuk dan keluar jaringan pada kecepatan yang bergantung pada aliran darah, perbedaan konsentrasi, dan permeabilitas. Kelarutan dalam lipid memegang peranan penting dalam menentukan sedative-hipnotika tertentu. Kecepatan transformasi metabolis dan eliminasi diazepam sangat lambat. Diazepam dan sebagian besar sedative-hipnotika lainnya berikatan kuat dengan protein plasma. Kekuatan ikatannya berhubungan erat dengan sifat lipofiliknya, pada diazepam adalah 99%. Kadarnya pada cairan serebrospinal kira-kira sama dengan kadar obat bebas di dalam plasma. Diazepam akan mengalami akumulasi pada penggunaan dosis berulang.c. Metabolisme

Obat golongan benzodiazepin dimetabolisme secara ekstensif oleh kelompok enzim sitokrom P450 di hati, terutama CYP3A4 dan CYP2C19. Beberapa benzodiazepin seperti oksazepam dikonjugasi langsung dan tidak dimetabolisme oleh enzim tersebut.Transformasi metabolis menjadi metabolit yang lebih mudah larut di dalam air diperlukan untuk klirens obat dalam tubuh. Diazepam mengalami oksidasi mikrosomal (reaksi fase I), metabolit selanjutnya dikonjugasi (reaksi fase II) oleh glucuronosyltransferase membentuk glucoronide yang diekskresi urine. Banyak metabolit benzodiazepin fase I aktif dengan waktu paruh yang lebih panjang dari obat induknya. Desmetyldiazepam merupakan metabolit aktif dari diazepam dengan waktu paruh eliminasi lebih dari 40 jam. Desmetyldiazepam kemudian mengalami biotransformasi menjadi senyawa aktif oxazepam, selain itu juga diubah menjadi temazepam.d. Eksresi

Diazepam diekskresi melalui urine, baik dalam bentuk bebas maupun terkonjugasi. Diazepam di eksresi dalam urine sebagai glucoronides atau oxidized metabolit. Waktu eliminasi plasma akan memanjang pada neonatus, geriatrik, dan pasien dengan gangguan liver. Pada sebagian besar kasus, perubahan fungsi ginjal tidak memiliki efek yang kuat terhadap eliminasi obat induk.Ketergantungan Benzodiazepine

Gejala penyalahgunaan Napza sangat bergantung dari tahapan pemakaiannnya dan untuk sampai pada konsisi ketergantungan seseorang akan mengalami beberapa tahap : 1. Experimental Use adalah periode dimana seseorang mulai mencoba-coba mengunakan narkoba dan zat adiktif untuk tujuan memenuhi rasa ingin tahu.

2. Social Use adalah periode dimana individu mulai mencoba mengunakan narkoba untuk tujuan rekreasional, namun sama sekali tidak mengalami problem yang berkitan dengan aspek sosial, financial, media dan sebagainya. Umumnya individu masih dapat mengontrol pengunaannya.

3. Early Problem Use adalah periode dimana individu sudah menyalahgunakan narkoba dan perilaku penyalahgunaan in mulai berpengaruh pada kehidupan sosial individu tersebut, seperti timbulnya malas bersekolah, keinginan bergaul dengan orang orang tertentu, dan sebagainya.

4. Early Addiction adalah periode dimana individu sampai pada perilaku ketergantugan baik fisik, maupun psikologis, dan perilaku ketergantungan ini sangat mengganggu kehidupan individu tersebut.

5. Severe Addiction adalah periode dimana individu hanya hidup dan berlaku untuk mempertahankan ketergantungannya, sama sekali tidak memperhatikan lingkunga sosial dan diri sendiri. pada biasanya sudah terlibat pada tindakan criminal.

Ketergantungan pada obat tidur dan anti-cemas menyebabkan berkurangnya kewaspadaan disertai pembicaraan yang melantur, koordinasi buruk, kebingungan dan melambatnya pernafasan. Obat ini dapat menyebabkan penderita mengalami depresi dan cemas secara bergantian.Penghentian obat secara tiba- tiba bisa menyebabkan reaksi seperti pada gejala putus alcohol (DTs, delirium). Gejala putus obat yang serius lebis sering terjadi pada pemakaian bariturat atau glutetimid.Terjadinya depresi SSP dapat diamati dalam 30-120 menit untuk konsumsi secara oral, tergantung pada senyawanya. Letargi, berbicara cadel, ataksia, koma, dan gangguan pernapasan dapat terjadi. Umumnya, pasien dengan koma benzodiazepin mengalami hyporeflexia dan pupil mata mengecil. Kemungkinan dapat terjadi hipotermia. Komplikasi yang lebih serius mungkin terjadi ketika terlibatnya short-acting agen yang baru atau ketika telah mengonsumsi obat depresan lainnya. Komplikasi jarang terjadi, tapi apabila terjadi, komplikasi terhadap kasus ini meliputi Aspirasi pneumonia, Rhabdomyolysis, dan Kematian (jarang terjadi). Penggunaan TerapiIndikasiDiazepam digunakan untuk memperpendek mengatasi gejala yang timbul seperti gelisah yang berlebihan, diazepam juga dapat diinginkan untuk gemeteran, kegilaan dan dapat menyerang secara tiba-tiba. Halusinasi sebagai akibat mengkonsumsi alkohol. diazepam juga dapat digunakan untuk kejang otot, kejang otot merupakan penyakit neurologi. dizepam digunakan sebagai obat penenang dan dapat juga dikombinasikan dengan obat lain. Kontraindikasi1. Hipersensitivitas

2. Sensitivitas silang dengan benzodiazepin lain

3. Pasien koma

4. Depresi SSP yang sudah ada sebelumnya

5. Nyeri berat tak terkendali

6. Glaukoma sudut sempit

7. Kehamilan atau laktasi

8. Diketahui intoleran terhadap alkohol atau glikol propilena (hanya injeksi)Gejala-gejala pada intoksikasi benzodiazepine : - Gejala neurologis : pembicaraan cadel, gangguan koordinasi motorik, cara jalan yang tidak stabil (sempoyongan), nistagmus, stupor atau koma dapat pula terjadi.

- Gejala psikologis : afek labil, hilangnya hambatan impuls seksual dan agresif, iritabel, banyak bicara, gangguan dalam memusatkan perhatian, gangguan daya ingat dan daya nilai, fungsi sosial atau okupasional terganggu.

- Gejala overdosis : pernafasan lambat atau cepat tetapi dangkal, tekanan darah turun, nadi teraba lemah dan cepat, kulit berkeringat dan teraba dingin, hematokrit meningkat.Gejala pada keadaan putus benzodiazepine Putus zat benzodiazepine adalah penghentian (pengurangan) penggunaan benzodiazepine yang telah berlangsug lama dan memanjang. Keparahan sindrom putus zat yang disebabkan oleh benzodiazepine bervariasi secara signifikan tergantung dosis rata-rata dan dosis penggunaan, tapi sindrom putus zat ringan bahkan dapat terjadi setelah penggunaan jangka pendek benzodiazepine dosis relatif rendah. Sindrom putus zat yang signifikan mungkin terjadi pada penghentian dosis, contohnya dalam kisaran 40 mg sehari untuk diazepam, meski 10 sampai 20 mg sehari, bila dikonsumsi selama sebulan, juga dapat mengakibatkan sindrom putus zat bila pemberian obat dihentikan. Awitan gejala putus zat biasanya terjadi 2 sampai 3 hari setelah penghentian penggunaan, tapi dengan obat kerja lama, seperti diazepam, latensi sebelum awitan mungkin 5 sampai 6 hari. Gejala putus zat benzodiazepine : insomnia, mual dan muntah, tampak lemah, letih dan dizzines, takikardi, tekanan darah meningkat, ansietas, depresi, iritabel, tremor kasar pada tangan, lidah dan kelopak mata, kadang terjadi, agitasi. Gejala lainnya meliputi disforia, intoleransi terhadap cahaya terang dan suara keras, gangguan persepsi singkat (ilusi atau halusinasi visual, taktil atau auditorik), tinnitus, fatigue, depersonalisasi dan derealisasi, pandangan kabur, kedutan otot (biasanya pada dosis diazepam 50 mg per hari atau lebih). Gejala yang jarang terjadi tetapi membutuhkan perhatian khusus setelah putus zat seperti hipotensi ortostatik, kejang (biasanya terjadi pada penggunaan benzodiazepine bersama dengan alkohol) dan timbulnya delirium. Efek SampingPenggunaan obat diazepam memiliki beberapa efek samping, efek samping yang terjadi dikategorikan menjadi efek samping yang jarang terjadi, efek samping tersering dan efek samping serius . Berikut efek samping yang diakibatkan oleh obat diazepam:1. Efek samping jarang (1-10%)

Ataksia (3%), euphoria (3%), gangguan koordinasi (3%), mengantuk (>1%), kemerahan (3%), diare (4%)

2. Efek samping tersering

Hipotensi, nyeri kepala, kelemahan otot, depresi pernafasan, retensi urin, depresi, gangguan pengelihatan (pengelihatan kabur), disatria, fatigue, reaksi kulit, perubahan pada saliva.3. Efek samping yang serius berupa neutropenia, jaundice (peningkatan enzim hati), reaksi lokal berupa : nyeri, bengkak dan tromboemboli pada injeksi intravena, carpal turner syndrome, nekrosis jaringan.PerhatianPeringatan peringatan yang perlu diperhatikan bagi pengguna diazepam sebagai berikut :

1. Pada ibu hamil diazepam sangat tidak dianjurkan karena dapat sangat berpengaruh pada janin. Kemampuan diazepam untuk melalui plasenta tergantung pada derajat relativitas dari ikatan protein pada ibu dan janin. Hal ini juga berpengaruh pada tiap tingkatan kehamilan dan konsentrasi asam lemak bebas plasenta pada ibu dan janin. Efek samping yang dapat timbul pada bayi neonatus selama beberapa hari setelah kelahiran disebabkan oleh enzim metabolism obat yang belum lengakp. Kompetisi antara diazepam dan bilirubin pada sisi ikatan protein dapat menyebabkan hiperbilirubinemia pada bayi neonatus.

2. Sebelum menggunakan diazepam harap kontrol pada dokter terlebih dahulu.

3. Jika berusia diatas 65 tahun dosis yang diberikan tidak boleh terlalu tinggi karena dapat membahayakan jiwa pasien tersebut. Usia lanjut dapat mempengaruhi distribusi, eliminasi dan klirens dari benzodiazepine.

4. Obat ini tidak diperbolehkan diminum pada saat membawa kendaraan karena obat ini menyebabkan mengantuk.

5. Pada pasien yang merokok harus konsultasi pada dokter lebih dahulu sebelum menggunakan diazepam, karena apabila digunakan secara bersamaan dapat menurunkan efektifitas diazepam.

6. Jangan menggunakan diazepam apabila menderita glukoma narrowangle karena dapat memperburuk penyakit

7. Katakan pada dokter jika memiliki alergi.

8. Hindarkan penggunaan pada pasien dengan depresi CNS atau koma, depresi pernafasan, insufisiensi pulmonari akut,, miastenia gravis, dan sleep apnoea

9. Hati-hati penggunaan pada pasien dengan kelemahan otot serta penderita gangguan hati atau ginjal, pasien lanjut usia dan lemah.

10. Diazepam tidak sesuai untuk pengobatan psikosis kronik atau obsesional states.

Diazepam tidak boleh digunakan dalam jangka waktu panjang (tidak boleh lebih dari 3 bulan) karena berakibat buruk bagi tubuh penderita. Hal ini mungkin dapat disebabkan karena waktu paruh diazepam yang cukup panjang, ditambah lagi waktu paruh N-Desmetildiazepam yang lebih panjang yaitu 2 kali waktu paruh Diazepam. Hal ini berarti setelah konsentrasi diazepam dalam tubuh habis untuk menghasilkan efek, masih dapat dihasilkan efek bahkan sebesar 2 klinya yang diperoleh dari N-Desmetildiazepam sebagai metabolit aktif diazepam. Oleh karena itu penggunaan diazepam dalam terapi pengobatan harus ekstra berhati-hati, yaitu perlu dipertimbangkan adanya efek yang ditimbulkan oleh metabolit aktif.Interaksi ObatObat-obat :1. Alkohol, antidepresan, antihistamin dan analgesik opioid pemberian bersama mengakibatkan depresi SSP tambahan.2. Simetidin, kontrasepsi oral, disulfiram, fluoksetin, isoniazid, ketokonazol, metoprolol, propoksifen, propranolol, atau asam valproat dapat menurunkan metabolisme diazepam, memperkuat kerja diazepam.3. Dapat menurunkan efisiensi levodopa.4. Rifampicin atau barbiturat dapat meningkatkan metabolisme dan mengurangi efektifitas diazepam.5. Efek sedatifnya dapat menurun karena teofilin.6. Ikatan plasma dari diazepam dan DMDZ akan direduksi dan konsentrasin obat yang bebas akan meningkat, segera setelah pemberian heparin secara intravena.7. Diazepam yang diberikan secara oral akan sangat cepat diabsorbsi stelah pamberian metoclorpropamida secara intravena. Perubahan motilitas dari gastrointestinal juga memberikan pengaruh terhadap proses absorbsi. 8. Benzodiazepin tidak digunakan bersamaan dengan intibitor protease-HIV, termasuk alprazolam, clorazepate, diazepam, estazolam, flurazepam, dan triazolam.Dosis

Dosis dan cara pemberian ditunjukan sesuai dengan terapi apa yang hendak diberikan, seperti:

Premedikasi

Per oral 2 jam, sebelum pembedahan, dewasa dan anak diatas 12 tahun 5-10 mg

Sedasi

Dengan infus intravena 1-2 jam sebelum pembedahan dengan dosis dewasa 5-10 mg

Status epileptikus atau kejang epilepsi berulang

Dengan injeksi intravena lambat (dengan kecepatan rata-rata 5mg/menit), dewasa 10-20 mg, diulang jika perlu setelah 30-60 menit dan dapat dikuti dengan infus intravena sampai maksimal 3mg/kg dalam 24jam

Dengan injeksi intravena lambat dosis anak 200-300 mikrogram/kg (atau 1 mg / tahun usia)Dengan larutan per rektal, dewasa dan anak lebih dari 10 kg, 500 mikrogram/kg, lansia 250 mikrogram/kg diulang jika perlu setiap 12 jam; jika kejang tidak terkontrol maka tindakan lain harus dilakukan

Kejang demam (tindakan yang diajurkan)

Per rectal, larutan (larutan injeksi dapat digunakan) untuk anak dengan berat badan lebih dari 10 kg dapat menggunakan dosis sebesar 500 mikrogram/kg (maksimal 10mg) dengan dosis dapat diulang jika perlu. Reaksi putus obat atau putus alkohol

Injeksi intravena lambat (rata-rata 5mg/menit), dewasa 10 mg; dosis lebih tinggi dapat dibutuhkan tergantung derajat beratnya gejala.

Kejang akibat keracunan

Injeksi intravena lambat (rata-rata 5mg/menit) dewasa 10-20 mg.

Anxietas

Per oral untuk dosis dewasa 2mg terbagi dalam 3 dosis per hari, dapat ditingkatkan jika perlu menjadi 15-30 mg sehari dengan dosis terbagi; lansia (atau kondisi berat) setengah dosis dewasa. Insomnia

Per oral dosis dewasa 5-15 mg saat tidur.

Overdosis Keracunan benzodiazepin dapat menyebabkan lemahnya kesadaran secara cepat. Koma yang mendalam atau manifestasi lain depresi berat pada fungsi batang otak yang terganggu, pada keadaan ini pasien seperti tidur dan dapat sadar sesaat dengan rangsangan yang cepat. Pada keadaan ini biasanya disertai sedikit atau tanpa depresi pernapasan, curah dan irama jantung tetap normal pada saat anoxia atau hipertensi berat. Toleransi benzodiazepin terjadi dengan cepat, keadaan sering kembali pada saat konsentrasi obat dalam darah tinggi kemudian dapat diikuti dengan terjadinya koma. Pada overdosis akut selama pemulihannya dapat terjadi ansietas dan insomnia, yang dapat berkembang menjadi withdrawal syndrome (gangguan mental akibat penghentian penggunaan zat psikoaktif), dapat pula diikuti dengan kejang yang hebat, ini dapat terjadi pada pasien yang sebelumnya menjadi pemakai kronik. Sejak tahun 1980-1989, 1576 keracunan fatal di Inggris dihubungkan dengan penggunaan benzodiazepin. 891 kasus dihubungkan dengan over dosis benzodiazepin sendiri dan 591 kasus lainnya over dosis terjadi karena dikombinasikan dengan alkohol. Perbandingan tingkat kematian dengan data penulisan resep pada periode yang sama, untuk menghitung indeks kematian karena keracunan per sejuta resep, pada individu yang overdosis benzodiazepin memberikan kesan keracunan yang relatif berbeda. sStudi terakhir dari 303 kasus keracunan benzodiazepin didukung oleh perbedaan penemuan dalam menilai keracunan akibat overdosis benzodiazepin yang relatif aman. Pada over dosis benzodiazepine, penanganan secara umum dengan monitoring pernaafasan dan tekanan darah. Reaksi muntah diinduksi (selama 1 jam) bila pasien tetap sadar. Mempertahankan keluar masuknya udara adalah hal yang penting apabila pasien dalam keadaan tidak sadar. Tidak ada keuntungan khusus dengan pengosongan lambung, pemberian arang aktif (carbo adsorben) untuk mereduksi absorbsi. Flumazenil, merupakan antagonis spesifik reseptor benzodiazepine, diindikasikan untuk penanganan parsial atau menyeluruh pada efek sedative benzodiazepine dan digunakan pada keadaan over dosis benzodiazepine. ToksisitasEfek toksis dapat terjadi bila konsentrasi dalam darah lebih besar dari 1,5 mg/L; kondisi fatal yang disebabkan oleh penggunaan tunggal diazepam jarang ditemukan, tetapi dapat terjadi bila konsentrasi dalam darah lebih besar dari 5 mg/L.LD50 oral dari diazepam adalah 720 mg/Kg pada mencit dan 1240 mg/Kg pada tikus. Pemberian intraperitoneal pada dosis 400 mg/Kg menyebabkan kematian pada hari keenam setelah pemberian pada hewan coba, monyet.Diagnosis

Biasanya didasarkan pada sejarah konsumsi obat oral atau injeksi terakhir. Perbedaan diagnosis harus mencakup agen penenang-hipnotik lainnya, antidepresan, antipsikotik, dan narkotika. Koma dan pupil yang mengecil tidak merespon dengan nalokson tetapi dapat diatasi dengan pemberian flumazenil.

1) Tingkat Spesifik.

Kadar obat pada serum sering tersedia pada laboratorium toksikologi komersial namun jarang dinilai dalam manajemen darurat. Urin dan skrining darah kualitatif dapat memberikan konfirmasi secara cepat. Immunoassay tertentu mungkin tidak mendeteksi benzodiazepin yang terbaru atau yang konsentrasinya rendah. Triazolam dan prazepam jarang terdeteksi.

2) Studi laboratorium lainnya

Penelitian laboratorium yang berguna termasuk glukosa, gas darah arteri, atau pulse ( denyut nadi ) oxymetryPemeriksaan Laboratorium

Skrining kualitatif urin atau darah dapat dilakukan tapi jarang mempengaruhi keputusan pengobatan dan tidak memiliki dampak pada perawatan klinis segera. Immunoassay yang paling sering dilakukan dan biasanya mendeteksi benzodiazepin (BZDs) yang dimetabolisme untuk desmethyldiazepam atau oxazepam, dengan demikian, hasil skrining negatif tidak menyingkirkan adanya agen BZD. Secara keseluruhan, deteksi laboratorium BZDs tergantung pada metode skrining yang digunakan.Uji Deteksi ValiumUntuk uji kecanduan obat terlarang, kini sudah beredar alat uji cepat narkoba (Rapid Test). Antara lain, Methamphetamin (uji mendeteksi shabu), Cocaine (uji kokain), THC (uji marijuana),Morphine (uji putauw), Barbiturate (untuk mendeteksi obat tidur), dan Benzodiazepine (uji deteksi valium). Metode pemeriksaan berupa reaksi warna, kromtografi, spektrofotmetriPeralatan : plat tetes, peralatan dasar KLT, spektrofotodensitometri,HPLC, GC, GC-MS, Spektrofotometer UV-Vis, FTIR.

Metode: immunokromatografi kompetitif

Prinsip:Rapid test benzodiazephine merupakan tes invitro satu langkah yang berdasarkan immuno- kromatografi kompetitif untuk mendeteksi secara kualitatif benzodiazephine dan metabolitnya pada urin manusia diatas cutt off 300 ng/ml.

Cara kerja:

- Keluarkan tes card dari bungkusnya dan letakkan pada permukaan datar.

- Diteteskan urin 3 tetes ( 90 l) ke lubang sampel.

- Dibaca hasil antara 5-30 menit setelah penetesan sampel.

Selain alat Uji Narkoba yang spesifik untuk menguji zat kimia obat terlarang tertentu, juga beredar produk Narkoba-test berbentuk Card yang bisa dipakai untuk mendeteksi 3 (Drug Test 3 Parameter : AMP-THC-MOP), 5 (Drug Test 5 Parameter : AMP-THC-MOP-COC-BZO) atau 6 ( Drug Test 6 Parameter : AMP-THC-COC-MOP-MET-BZO) macam Narkoba sekaligus.Untuk memudahkan penyidikan pada kasus keracunan benzodiazepin menggunakan pemeriksaan toksikologi forensik yang terdiri dari :1. Uji Penapisan Screening testUji penapisan untuk menapis dan mengenali golongan senyawa (analit) dalam sampel. Disini analit digolongkan berdasarkan baik sifat fisikokimia, sifat kimia maupun efek farmakologi yang ditimbulkan. Obat narkotika dan psikotropika secara umum dalam uji penapisan dikelompokkan menjadi golongan opiat, kokain, kannabinoid, turunan amfetamin, turunan benzodiazepin, golongan senyawa anti dipresan tri-siklik, turunan asam barbiturat, turunan metadon.Uji penapisan seharusnya dapat mengidentifikasi golongan analit dengan derajat reabilitas dan sensitifitas yang tinggi, relatif murah dan pelaksanaannya relatif cepat. Terdapat teknik uji penapisan yaitu kromatografi lapis tipis (KLT) yang dikombinasikan dengan reaksi warna dan teknik immunoassay. a. Teknik immunoassayTeknik immunoassay adalah teknik yang sangat umum digunakan dalam analisis obat terlarang dalam materi biologi. Teknik ini menggunakan anti-drug antibody untuk mengidentifikasi obat dan metabolitnya di dalam sampel (materi biologik). Jika di dalam matrik terdapat obat dan metabolitnya (antigen-target) maka dia akan berikatan dengan anti-drug antibody, namun jika tidak ada antigentarget maka anti-drug antibody akan berikatan dengan antigen-penanda. Terdapat berbagai metode / teknik untuk mendeteksi ikatan antigenantibodi ini, seperti enzyme linked immunoassay (ELISA), enzyme multiplied immunoassay technique (EMIT), fluorescence polarization immunoassay (FPIA), cloned enzyme-donor immunoassay (CEDIA), dan radio immunoassay (RIA). Untuk laboratorium toksikologi dengan beban kerja yang kecil pemilihan teknik single test immunoassay akan lebih tepat tertimbang teknik multi test, namun biaya analisa akan menjadi lebih mahal.Hasil dari immunoassay test ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan, bukan untuk menarik kesimpulan, karena kemungkinan antibodi yang digunakan dapat bereaksi dengan berbagai senyawa yang memiliki baik bentuk struktur molekul maupun bangun yang hampir sama. Reaksi silang ini tentunya memberikan hasil positif palsu. hasil reaksi immunoassay (screening test) harus dilakukan uji pemastian (confirmatori test). b. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

KLT adalah metode analitik yang relatif murah dan mudah pengerjaannya, namun KLT kurang sensitif jika dibandungkan dengan teknik immunoassay. Untuk meningkatkan sensitifitas KLT sangat disarankan dalam analisis toksikologi forensik, uji penapisan dengan KLT dilakukan paling sedikit lebih dari satu sistem pengembang dengan penampak noda yang berbeda. Dengan menggunakan spektrofotodensitometri analit yang telah terpisah dengan KLT dapat dideteksi spektrumnya (UV atau fluoresensi). Kombinasi ini tentunya akan meningkatkan derajat sensitifitas dan spesifisitas dari uji penapisan dengan metode KLT. Secara simultan kombinasi ini dapat digunakan untuk uji pemastian.

2. Uji pemastian confirmatory testUji ini bertujuan untuk memastikan identitas analit dan menetapkan kadarnya. Umumnya uji pemastian menggunakan teknik kromatografi yang dikombinasi dengan teknik detektor lainnya, seperti: kromatografi gas - spektrofotometri massa (GC-MS), kromatografi cair kenerja tinggi (HPLC) dengan diode-array detektor, kromatografi cair - spektrofotometri massa (LC-MS), KLT-Spektrofotodensitometri, dan teknik lainnya. Meningkatnya derajat spesifisitas pada uji ini akan sangat memungkinkan mengenali identitas analit, sehingga dapat menentukan secara spesifik toksikan yang ada. Prinsip dasar uji konfirmasi dengan menggunakan teknik CG-MS adalah analit dipisahkan menggunakan gas kromatografi kemudian selanjutnya dipastikan identitasnya menggunakan teknik spektrfotometrimassa. Sebelumnya analit diisolasi dari matrik biologik, kemudian jika perlu diderivatisasi. Isolat akan dilewatkan ke kolom CG, dengan perbedaan sifat fisikokima toksikan dan metabolitnya, maka dengan GC akan terjadi pemisahan toksikan dari senyawa segolongannya atau metabolitnya. Pada prisipnya pemisahan menggunakan GC, indeks retensi dari analit yang terpisah adalah sangat spesifik untuk senyawa tersebut, namun hal ini belum cukup untuk tujuan analisis toksikologi forensik. Analit yang terpisah akan memasuki spektrofotometri massa (MS), di sini bergantung dari metode fragmentasi pada MS, analitakan terfragmentasi menghasilkan pola spektrum massa yang sangat kharakteristik untuk setiap senyawa. Pola fragmentasi (spetrum massa) ini merupakan sidik jari molekular dari suatu senyawa. Dengan memadukan data indeks retensi dan spektrum massanya, maka identitas dari analit dapat dikenali dan dipastikan. Dengan teknik kombinasi HPLC-diode array detektor akan memungkinkan secara simultan mengukur spektrum UV-Vis dari analit yang telah dipisahkan oleh kolom HPLC. Seperti pada metode GC-MS, dengan memadukan data indeks retensi dan spektrum UV-Vis analit, maka dapat mengenali identitas analit. Disamping melakukan uji indentifikasi potensial positif analit (hasil uji penapisan), pada uji ini juga dilakukan penetapan kadar dari analit. pertanyaan-pertanyaan yang mungkin muncul pada kasus toksikologi forensik adalah:

- senyawa racun apa yang terlibat?

- berapa besar dosis yang digunakan?

- kapan paparan tersebut terjadi (kapan racun tersebut mulai kontak dengan korban)?

- melalui jalur apa paparan tersebut terjadi (jalur oral, injeksi, inhalasi)?

Gambaran Pemeriksaan

Lakukan x-ray pada dada jika terdapat bahaya dalam pernapasan Evaluasi untuk aspirasi. Evaluasi untuk sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS)Tes lainnya

Dengan elektrokardiogram (EKG) untuk mengevaluasi co-ingestants, terutama antidepresan siklik.UNDANG-UNDANG YANG MENGATUR PENGGUNAAN NARKOTIKA.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika : 1. Pasal 1 ayat 1

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini.2. Pasal 1 ayat 13

Pecandu narkotika adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan Narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada Narkotika, baik secara fisik maupun psikis3. Pasal 1 ayat 14

Ketergantungan Narkotika adalah kondisi yang ditandai oleh dorongan untuk menggunakan Narkotika secara terus menerus dengan takaran yang meningkat agar menghasilkan efek yang sama dan apabila penggunaannya dikurangi dan/atau dihentikan secara tiba-tiba, menimbulkan gejala fisik dan psikis yang khas4. Pasal 1 ayat 15

Penyalah Guna adalah orang yang menggunakan Narkotika tanpa hak atau melawan hukum5. Pasal 6 ayat 1

Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 digolongkan ke dalam :

a. Narkotika Golongan I

b. Narkotika Golongan II; dan

c. Narkotika Golongan III6. Pasal 7

Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi7. Pasal 8 ayat 1

Narkotika Golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan8. Pasal 8 ayat 2

Dalam jumlah terbatas, Narkotika Golongan 1 dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan untuk reagensia diagnostik, serta reagensia laboratorium setelah mendapatkan persetujuan Menteri atas rekomendasi Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan9. Pasal 39 ayat 1

Narkotika hanya dapat disalurkan oleh Industri Farmasi, pedagang besar farmasi, dansarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini10. Pasal 40 ayat 1

Industri Farmasi tertentu hanya dapat menyalurkan Narkotika kepada:

a. Pedagang besar farmasi tertentu

b. Apotek

c. Sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah terntentu; dan

d. Rumah sakit11. Pasal 40 ayat 2

Pedagang besar farmasi tertentu hanya dapat menyalurkan narkotika kepada:

a. Pedagang besar farmasi tertentu lainnya

b. Apotek

c. Sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu

d. Rumah sakit; dan

e. Lembaga ilmu pengetahuan12. Pasal 40 ayat 3

Sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu hanya dapat menyalurkan Narkotika kepada:

a. Rumah sakit pemerintah

b. Pusat kesehatan masyarakat

c. Balai pengobatan pemerintah tertentu13. Pasal 41

Narkotika Golongan 1 hanya dapat disalurkan oleh pedagang besar farmasi tertentu kepada lembaga ilmu pengetahuan tertentu untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi14. Pasal 43 ayat 3

Rumah sakit, apotek, pusat kesehatan masyarakat dan balai pengobatan hanya dapat menyerahkan Narkotika kepada pasien berdasarkan resep dokter15. Pasal 43 ayat 4

Penyerahan Narkotika oleh dokter hanya dapat dilaksanakan untuk:

a. Menjalankan praktik dokter dengan memberikan Narkotika melalui suntikan

b. Menolong orang sakit dalam keadaan darurat dengan memberikan Narkotika melalui suntikan; atau

c. Menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek.16. Pasal 111 ayat 1

Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan 1 dalam bentuk tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 8.000.000.000, 00 (delapan miliar rupiah).17. Pasal 112 ayat 1

Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan Narkotika Golongan 1 bukan tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah)18. Pasal 115 ayat 1

Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan 1, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah)19. Pasal 127 ayat 1

Setiap Penyalah Guna:

a. Narkotika Golongan 1 bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun

b. Narkotika Golongan 2 bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun

c. Narkotika Golongan 3 bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun

Gambaran Forensik

1. Pemeriksaan barang bukti hidup pada kasus benzodiazepine.

Kasus keracunan merupakan kasus yang cukup pelik, karena gejala pada umumnya sangat tersamar, sedangkan keterangan dari penyidik umumnya sangat minim. Hal ini, tentu saja akan menyulitkan dokter, apalagi untuk racun- racun yang sifat kerjanya mempengaruhi sistemik korban. Akibatnya pihak dokter/ laboratorium akan terpaksa melakukan pendeteksian yang sifatnya meraba- raba, sehingga harus melakukan banyak sekali percobaan yang mana akan menambah biaya pemeriksaan. Pengambil darah urin untuk pengujian lab : (KMK, 2009)

2. Pemeriksaan Barang Bukti Mati Pada Kasus Pemakai Benzodiazepine Penyelidikan pada kasus kematian akibat pemakaian narkoba memerlukan kerja sama dalam satu tim yang terdiri dari kepolisian (penyidik), ahli forensik, psikiater maupun ahli toksikologi. Pertanyaanpertanyaan yang sering muncul sehubungan dengan hal di atas meliputi :

Apakah kejadian tersebut merupakaan kesengajaan (bunuh diri), kecelakaan, ataupun kemungkianan pembunuhan?

Jenis obat apakah yang digunakan?

Melalui cara bagaimanakah pemakaian obat tersebut?

Adakah hubungan antara waktu pemakaian dengan saat kematian?

Apakah korban baru pertama kali memakai, atau sudah beberapa kali memakai, ataupun sudah merupakan pecandu berat?

Adakah riwayat alergi terhadap obat tersebut?

Apakah jenis narkoba yang digunakan memprovokasi penyakit- penyakit yang mungkin sudah ada pada korban?

Apakah mungkin penyakit tersebut terlibat sehubungan dengan kematian korban?Ringkasnya, penyidikan terhadap kasus narkoba meliputi 4 aspek, yaitu :

i. TKP (Tempat Kejadian Perkara).

ii. Riwayat korban.

iii. Otopsi.

iv. Pemeriksaan Toksikologi.

Dalam kaitannya dengan TKP, dapat ditemukan bukti- bukti adanya pemakaian narkoba. Semua pakaian maupun perhiasan dan juga barang bukti narkoba yang ditemukan di TKP harus diperiksa dan dianalisa lebih lanjut. Riwayat dari korban yang perlu digali meliputi riwayat pemakaian narkoba yang bisa didapatkan melalui catatan kepolisian, informasi dari keluarga, teman, maupun saksi- saksi yang berkaitan dengan informasi penggunaan narkoba.

Otopsi dikonsentrasikan pada pemeriksaan luar dan dalam dan juga pada pengumpulan sampel yang adekuat untuk pemerikasaan toksikologi. Biasanya temuan yang paling sering didapatkan pada pemeriksaan luar adalah busa yang berasal dari hidung dan mulut. Hal ini merupakan karakteristik kematian yang disebabkan oleh pemakaian narkoba meskipun tidak bersifat diagnostik, karena pada kasus tenggelam, asfiksia, maupun gagal jantung dapat juga ditemukan tanda kematian di atas. Selain itu pada pemeriksaan luar dapat juga ditemukan bekas penyuntikan maupun sayatan- sayatan di kulit yang khas pada pemakaian narkoba. Pada pemeriksaan dalam, penyebab kematian harus digali dengan cara mencari tanda- tanda dari komplikasi akibat pemakaian narkoba. Pembukaan cavum pleura dan jantung dibarengi dengan mengguyur air untuk melihat adanya pneumothoraks, maupun emboli udara. Pada pemeriksaan paru, biasanya didapatkan paru membesar sebagai akibat adanya edema dan kongesti. Pada pemeriksaan getah lambung jarang didapatkan bahan bahan narkoba yang masih utuh tetapi warna dari cairan lambung dapat memberi petunjuk mengenai jenis narkoba yang dikonsumsi. Untuk peraturan yang mengatur psikotropika hingga sekarang masih mengacu pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, dimana disebutpengertian psikotropikaadalah: Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.1. Psikotropika Golongan I adalah psikotropika yang tidak digunakan untuk tujuan pengobatan dengan potensi ketergantungan yang sangat kuat. Contohnya ekstasi, shabu. LSD

2. Psikotropika Golongan II adalah psikitropika yang berkhasiat tetapi dapat menimbulkan ketergantungan. Contohnya amfetamin, metilfenidat3. Psikotropika Golongan III adalah psikotropika dengan efek ketergantungan sedang dari kelompok hipnotik sedative. Contohnya Pentobarbital, Flunitrazepam4. Psikotropika Golongan IV adalah psikotropika yang efek ketergantungannnya ringan. Contohnya diazepam, bromazepam, klonazepam, nitrazepam (Turunan benzodiazepine dan digolongkan ke dalam zat sedative dan hipnotika).BAB IIIKESIMPULANSARAN?Diazepam adalah turunan dari benzodiazepine dengan rumus molekul 7-kloro-1,3-dihidro-1-metil-5-fenil-2H-1,4-benzodiazepin-2-on. Merupakan senyawa Kristal tidak berwarna atau agak kekuningan yang tidak larut dalam air.

Keracunan benzodiazepin dapat menyebabkan lemahnya kesadaran secara cepat. Koma yang mendalam atau manifestasi lain depresi berat pada fungsi batang otak yang terganggu, pada keadaan ini pasien seperti tidur dan dapat sadar sesaat dengan rangsangan yang cepat. Pada keadaan ini biasanya disertai sedikit atau tanpa depresi pernapasan, curah dan irama jantung tetap normal pada saat anoxia atau hipertensi berat.Secara umum, toksik yaitu rasio terapi untuk benzodiazepin sangat tinggi. Misalnya, overdosis diazepam oral telah dilaporkan mencapai lebih dari 15-20 kali dosis terapi tanpa depresi yang serius. Di sisi lain, penahanan pernapasan telah dilaporkan setelah menelan 5 mg triazolam dan setelah injeksi intravena yang cepat dari diazepam, midazolam, dan banyak jenis lainnya dari benzodiazepin. Juga, konsumsi obat lain dengan agen SSP-depresan (misalnya, etanol, barbiturat, opioid, dll) kemungkinan akan menghasilkan efek aditif.

Pemeriksaan jenazah dilakukan dengan cara autopsi luar dan dalam, dimana pada kasus intoksikasi obat benzodiazepine diperlukan beberapa sampel untuk diperiksa lebih lanjut seperti pemeriksaan screening test dan confimatory test.BAB IVDAFTAR PUSTAKA1. Pranarka Kris. Toksikologi Forensik. In: Abraham, Rahman A, PN Bambang, Gatot, Salim HB, editors. Tanya Jawab Ilmu Kedokteran Forensik. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2010. p. 79.2. Budiawan. Peran Toksikologi Forensik dalam Mengungkap Kasus Keracunan dan Pencemaran Lingkungan. Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciences 2008; 1 (1): 35-9.

3. Laurent C. Galichet, 2005, Clarkes Analysis of Drugs and Poisons 3rd Edition (Electronic Version), Pharmaceutical Press, London.4. Sean C. Sweetman, et.all., 2007, Martindale : The Complete Drugs Reference 35th Edition (Electronic Version), Pharmaceutical Press, London.5. Barbara G. Wells, et.all., 2006, Pharmacotherapy Handbook 6th Edition (Electronic Version), Mc Graw-Hill Book Company, New York.6. Sweetman Sean. Martindale The Complete Drug Reference. Thirty-sixth ed. London-Chicago: Pharmaceutical Press.2006.105-7.

7. Ellsworth AJ, Witt DM, Dugdale DC. Medical Drug Reference. Washington: Elsevier Mosby.2006.97-8.

8. Ernst Mutschler, 1986, Dinamika Obat ; Farmakologi dan Toksikologi, ITB, Bandung.9. Alfred Goodman Gilman, 2006, Goodman & Gilmans The Pharmacological Basis of Therapeutics 11th Edition, Mc-Graw Hill Medical Publishing Division, New York.10. Tim Editor. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi Edisi 9. Jakarta : Bhuana Ilmu Popule. (2009), (Diazepam (Rx). Available at: http://reference.medscape.com/drug/valium-diastat-diazepam-34290023#0. Accesed on 9 December 2014 11. Tim Penyusun. Informatorium Obat Nasional Indonesia. Jakarta : Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM) Republik Indonesia.12. Sreenath TG, et al. Lorazepam versus Diazepam Phenytoin Combination In The Treatment Of Convulsive Status Epliepticus In Children: A randomized controlled trial. Eur J Paediatr Nurol. 2010 Mar; 14(2):162-8

13. Diazepam oral. Available at http:// www.MediciNet.com. Access on : December 8th, 2014.14. Diazepam. Available at http://www.mentalhealth.com. Access on : December 8th, 2014.15. Valium. Available at htp://www.rxlist.com. Access on : December 7th, 2014.36