referat antibiotik post sc

54
REFERAT EFEKTIFITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS SEBAGAI PENCEGAH INFEKSI POST SECTIO CAESAREA Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul Diajukan Kepada : dr. I Nyoman Tritia Widiantara, Sp.OG Disusun oleh : Fatma Maulida Abiya 20100310059

Upload: fatmaabiya

Post on 04-Sep-2015

86 views

Category:

Documents


40 download

DESCRIPTION

Antibiotik yang efektif diberikan pada pasien post sectio caesarea

TRANSCRIPT

REFERAT

EFEKTIFITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS SEBAGAI PENCEGAH INFEKSI POST SECTIO CAESAREA

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul

Diajukan Kepada :dr. I Nyoman Tritia Widiantara, Sp.OG

Disusun oleh :Fatma Maulida Abiya20100310059

OBSTETRI GINEKOLOGI RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL 2015

LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT

EFEKTIFITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS SEBAGAI PENCEGAH INFEKSI POST SECTIO CAESAREA

Disusun oleh :Fatma Maulida Abiya200600310048

Telah disetujui dan dipresentasikan Pada tanggal 25 Juni 2015

Pembimbing

dr I Nyoman Tritia Widiantara, Sp.OGDaftar Isi

LEMBAR PENGESAHANiDaftar IsiiiBAB I1A.Latar Belakang Masalah1B.TujuanPenulisan3BAB II4A.Definisi Sectio Caesarea4B.Indikasi Sectio Caesarea4C.Klasifikasi Jenis Luka Sectio Caesarea5D.Adaptasi Post Sectio Caesarea7E.Komplikasi Sectio Caesarea10F.Komplikasi Luka10G.Proses Penyembuhan Luka11H.Tipe Penyembuhan Luka12I.Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka Sectio Caesarea13J.Pengobatan dengan Non Antibiotik14K.Antibiotik Profilaksis dan Antibiotik Pasca Operasi15L.Prinsip Penggunaan Antibiotik17M.Prinsip Penggunaan Antibiotik Profilaksis Bedah21N.Penggunaan Antibiotik23O.Antibiotik Beta-Laktam24BAB III29Daftar Pustaka31

iii

BAB IPENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah1

Bedah sesar atau sectio caesarea (SC) adalah melahirkan janin melalui pembedahan di dinding perut (abdomen) dan dinding rahim (uterus). Seiring dengan kemajuan teknologi dan teknik-teknik operasi, penggunaan antibiotik dan anestesia yang semakin baik serta penemuan alat elektronik yang digunakan untuk pemantauan janin dalam kandungan yang semakin modern, maka terjadi peningkatan angka kejadian bedah sesar di seluruh dunia. WHO memperkirakan bahwa angka kejadian persalinan dengan bedah sesar sekitar 10-15% dari semua proses persalinan. Di negara maju seperti Amerika Serikat terjadi peningkatan persentase kejadian bedah sesar, pada tahun 1970 total persalinan bedah sesar mencapai 5,5%, tahun 1988 sebesar 24,7%, tahun 1996 sebesar 20,7% dan tahun 2006 sebesar 31,1%. Di Indonesia terjadi peningkatan persalinan bedah sesar dari tahun 2001 sampai 2006 yaitu sebesar 17% meningkat menjadi 27,3%. Kejadian bedah sesar disetiap daerah berbeda-beda, untuk daerah Solo kejadiannya mencapai 55% sedangkan di Denpasar 18,2%, hal ini dipengaruhi oleh faktor ekonomi pasien. Besarnya persentase kejadian bedah sesar tersebut dipengaruhi oleh beberapa hal seperti pemantauan janin dengan deteksi dini, peningkatan usia ibu saat melahirkan, faktor sosial ekonomi dan perubahan klinis tenaga kerja.

Bedah sesar dilakukan ketika perkembangan persalinan terlalu lambat atau ketika janin tampak berada dalam masalah, seperti ibu mengalami pendarahan vaginal, posisi melintang (tubuh janin membujur melintang), bentuk dan ukuran tubuh bayi yang besar atau persalinan dengan usia ibu yang tidak muda lagi atau sekitar usia 35-40 tahun. Wanita yang melakukan persalinan secara bedah sesar memiliki resiko infeksi lebih besar 5-20 kali lipat dibandingkan pesalinan normal. Infeksi bedah sesar yang biasanya terjadi yaitu demam, infeksi luka, endometritis, dan infeksi saluran kemih. Tanda infeksi pasca bedah berupa purulent (nanah), peningkatan drainase (adanya cairan luka), nyeri, kemerahan dan bengkak di sekeliling luka, peningkatan suhu, dan peningkatan jumlah sel darah putih.Antibiotik profilaksis dianjurkan pada persalinan bedah sesar karena dapat mencegah atau mengurangi kejadian infeksi yang disebabkan oleh kuman pada saat operasi. Agen antibiotik profilaksis yang sering digunakan dalam persalinan bedah sesar yaitu golongan penisilin (ampisilin) dan golongan sefalosporin Generasi I (sefazolin). Antibiotik tersebut telah terbukti efektif sebagai antibiotik profilaksis pada bedah sesar. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penggunaan antibiotik profilaksis terbukti efektif dalam menurunkan 3 kejadian infeksi dan juga dapat mengurangi biaya rumah sakit . Di Amerika, kejadian infeksi pasca bedah sesar cukup besar terjadi pada kelompok tanpa antibiotik profilaksis yaitu mencapai 50%, sedangkan dengan kelompok antibiotik profilaksis kejadian infeksi hanya sekitar 3%. Di Indonesia sendiri, penelitian tentang efektivitas profilaksis pada pasien bedah sesar di Rumah Sakit Sidoarjo menunjukkan bahwa kelompok antibiotik profilaksis terbukti efektif sebesar 89,18%, tidak efektif sebesar 4,05% yang menunjukkan adanya kejadian infeksi dan 6,75% tanpa keterangan.

TujuanPenulisan 1. Mengetahui efektifitas penggunaan antibiotik profilaksis sebagai pencegah infeksi post sectio caesarea2. Memenuhi sebagian syarat untuk ujian stase obstetric dan ginekologi di RSUD Panembahan Senopati Kabupaten Bantul

3

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi Sectio CaesareaSectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus. Persalinan dengan sectio caesarea berisiko kematan 25 kali lebh besar dan berisiko infeks 80 kal lebih tingg dbanding persalinan pervaginam. Menurut WHO angka kejadian sectio caesarea di sejumlah negara berkembang melonjak pesat setiap tahunnya.Indikasi Sectio CaesareaIndikasi untuk sectio caesarea, antara lain :a. Indikasi untuk ibu Plasenta previa, Distocia serviks, Ruptur uteri mengancam, Disproporsi cepalo pelviks, Pre eklamsi dan eklamsi, Tumor, Partus lama b. Indikasi untuk janin 1. Mal presentasi janina) Letak lintang 1) Bila ada kesempitan panggul sectio caesarea adalah cara terbaik dalam segala letak lintang dengan janin hidup.4

2) Semua primigravida dengan letak lintang harus ditolong dengan sectio caesarea. 3) Multipara letak lintang dapat lebih dulu dengan cara yang lain b) Letak bokong Dianjurkan sectio caesarea bila ada Panggul sempit, Primigravida, Janin besar, Presentasi dahi dan muka bila reposisi dan cara lain tidak berhasil, Presentasi rangkap, bila reposisi tidak berhasil, atau Gemeli 2. Gawat Janin Segera lakukan operasi agar tidak terjadi keracunan atau kematian janin, sesuai dengan indikasi sectio caesarea. Kontra indikasi a) Janin mati atau berada dalam keadaan kritis, kemungkinan janin hidup kecil. Dalam hal ini tidak ada alasan untuk melakukan operasi.b) Janin lahir ibu mengalami infeksi yang luas dan fasilitas untuk sectio caesarea ekstra peritoneal tidak ada. c) Kurangnya pengalaman dokter bedah dan tenaga medis yang kurang memadai.Klasifikasi Jenis Luka Sectio CaesareaLuka Sectio Caesaria dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis yaitu:

a. Sectio Caesaria Transperitonealis Profunda

Merupakan pembedahan yang paling banyak dilakukan dengan insisi di segmen bawah uterus. Keunggulan pembedahan ini adalah perdarahan luka insisi tidak seberapa banyak. Bahaya peritonitis tidak besar. Parut pada uterus umumnya kuat sehingga bahaya rupture uteri dikemudian hari tidak besar karena dalam masa nifas segmen bawah uterus tidak seberapa banyak mengalami kontraksi seperti korpus uteri, sehingga luka dapat sembuh lebih sempurna.b. Sectio Caesaria Klasik atau Sectio Caesaria Corporal

Merupakan pembuatan insisi pada bagian tengah korpus uteri sepanjang 10-12 cm dengan ujung bawah di atas batas plika vesiko uterine. Insisi ini dibuat hanya diselenggarakan apabila ada halangan untuk melakukan sectio caesaria transperitonealis profunda (misalnya melekat eratnya uterus pada dinding perut karena Sectio Caesaria yang dahulu, insisi di segmen bawah uterus mengandung bahaya perdarahan banyak berhubungan dengan letaknya plasenta pada plasenta previa). Kekurangan pembedahan ini disebabkan oleh lebih besarnya bahaya peritonitis, dan kira-kira 4 kali lebih bahaya rupture uteri pada kehamilan yang akan datang. Sesudah sectio caesaria klasik sebaiknya dilakukan sterilisasi atau histerektomi.

c. Sectio Caesaria Ekstraperitoneal

Sectio Caesaria ini dilakukan untuk mengurangi bahaya infeksi puerperal, akan tetapi dengan kemajuan pengobatan terhadap infeksi, pembedahan Sectio Caesaria ini sekarang tidak banyak lagi dilakukan. Pembedahan tersebut sulit dalam tehniknya.

Adaptasi Post Sectio CaesareaAdapun adaptasi post sectio caesaria meliputi :1. Adaptasi Fisiologi

Perubahan fisiologis pada masa post partum meliputi: a. InvolusiYaitu suatu proses fisiologi pulihnya kembali alat kandungan ke keadaan sebelum hamil, terjadi karena masing-masing sel menjadi lebih kecil karena cytoplasmanya yang berlebihan dibuang.

1) Involusi uterus

Terjadi setelah placenta lahir, uterus akan mengeras karena kontraksi dan reaksi pada otot-ototnya, dapat diamati dengan pemeriksaan Tinggi Fundus Uteri :

a) Setelah placenta lahir hingga 12 jam pertama Tinggi Fundus Uteri 1-2 jari dibawah pusat. b) Pada hari ke-6 tinggi Fundus Uteri normalnya berada di pertengahan simphisis pubis dan pusat. c) Pada hari ke-9 / 12 tinggi Fundus Uteri sudah tidak teraba.

2) Involusi tempat melekatnya placenta

Setelah placenta dilahirkan, tempat melekatnya placenta menjadi tidak beraturan dan ditutupi oleh vaskuler yang kontraksi serta trombosis pada endometrium terjadi pembentukan scar sebagai proses penyembuhan luka. Proses penyembuhan luka pada endometrium ini memungkinkan untuk implantasi dan pembentukan placenta pada kehamilan yang akan datang.b. Lochea

Yaitu kotoran yang keluar dari liang senggama dan terdiri dari jaringan-jaringan mati dan lendir berasal dari rahim dan liang senggama. Menurut pembagiannya sebagai berikut :

1) Lochea rubra

Berwarna merah, terdiri dari lendir dan darah, terdapat pada hari kesatu dan kedua.

2) Lochea sanguinolenta

Berwarna coklat, terdiri dari cairan bercampur darah dan pada hari ke-3 - 6 post partum.

3) Lochea serosa

Berwarna merah muda agak kekuningan, mengandung serum, selaput lendir, leucocyt dan jaringan yang telah mati, pada hari ke-7 - 10.

4) Lochea alba

Berwarna putih / jernih, berisi leucocyt, sel epitel, mukosa serviks dan bakteri atau kuman yang telah mati, pada hari ke-1 2 minggu setelah melahirkan.2. Adaptasi psikososial

Ada 3 fase perilaku pada ibu post partum yaitu :

a. Fase taking in (Fase Dependen)

1) Selama 1 - 2 hari pertama, dependensi sangat dominan pada ibu dan ibu lebih memfokuskan pada dirinya sendiri. 2) Beberapa hari setelah melahirkan akan menangguhkan keterlibatannya dalam tanggung jawab sebagai seorang ibu dan ia lebih mempercayakan kepada orang lain dan ibu akan lebih meningkatkan kebutuhan akan nutrisi dan istirahat. 3) Menunjukkan kegembiraan yang sangat, misalnya menceritakan tentang pengalaman kehamilan, melahirkan dan rasa ketidaknyamanan.

b. Fase taking hold (Fase Independen)

1) Ibu sudah mau menunjukkan perluasan fokus perhatiannya yaitu dengan memperlihatkan bayinya. 2) Ibu mulai tertarik melakukan pemeliharaan pada bayinya.

3) Ibu mulai terbuka untuk menerima pendidikan kesehatan bagi diri dan bayinya. c. Fase letting go (Fase Interdependen)

1) Fase ini merupakan suatu kemajuan menuju peran baru. 2) Ketidaktergantungan dalam merawat diri dan bayinya lebih meningkat. 3) Mengenal bahwa bayi terpisah dari dirinya

Komplikasi Sectio CaesareaKemungkinan komplikasi dilakukannya pembedahan SC antara lain : 1. Infeksi puerperal Komplikasi yang bersifat ringan seperti kenaikan suhu tubuh selama beberapa hari dalam masa nifas yang bersifat berat seperti peritonitis, sepsis. 2. Perdarahan Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang arteria uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri3. Komplikasi lain seperti luka kandung kemih, kurang kuatnya jaringan parut pada dinding uterus sehingga bisa terjadi ruptur uteri pada kehamilan berikutnyaKomplikasi Lukaa. Hematoma Balutan dilihat terhadap perdarahan (hemoragi) pada interval yang sering selama 24 jam setelah pembedahan. Setiap perdarahan dalam jumlah yang tidak semestinya dilaporkan. Pada waktunya, sedikit perdarahan terjadi pada bawah kulit. Hemoragi ini biasanya berhenti secara spontan tetapi mengakibatkan pembentukan bekuan didalam luka. Jika bekuan kecil, maka akan terserap dan tidak harus ditangani. Ketika lukanya besar dan luka biasanya menonjol dan penyembuhan akan terhambat kecuali bekuan ini dibuang. Proses penyembuhan biasanya dengan granulasi atau penutupan sekunder dapat dilakukan.b. Infeksi

Staphylococcuss Aureus menyebabkan banyak infeksi luka pasca operatif. Infeksi lainnya dapat terjadi akibat escherichia coli, proteus vulgaris. Bila terjadi proses inflamatori, hal ini biasanya menyebabkan gejala dalam 36 sampai 48 jam. Frekwensi nadi dan suhu tubuh meningkat, dan luka biasanya membengkak, hangat dan nyeri tekan, tanda-tanda lokal mungkin tidak terdapat ketika infeksi sudah mendalam.c. Dehiscene dan Eviserasi

Dehicence adalah gangguan insisi atau luka bedah dan eviserasi adalah penonjolan isi luka. Komplikasi ini sering terjadi pada jahitan yang lepas, infeksi dan yang lebih sering lagi karena batuk keras dan mengejan.Proses Penyembuhan Luka Proses fisiologis penyembuhan luka dapat dibagi ke dalam 3 fase utama, yaitu:

a. Fase Inflamasi (durasi 0-3 hari)

Jaringan yang rusak dan sel mati melepaskan histamine dan mediator lain, sehingga dapat menyebabkan vasodilatasi dari pembuluh darah sekeliling yang masih utuh serta meningkatnya penyediaan darah ke daerah tersebut, sehingga menyebabkan merah dan hangat. Permeabilitas kapiler darah meningkat dan cairan yang kaya akan protein mengalir ke interstitial menyebabkan oedema lokal.

b. Fase destruksi (1-6 hari)

Pembersihan terhadap jaringan mati atau yang mengalami devitalisasi dan bakteri oleh polimorf dan makrofag. Polimorf menelan dan menghancurkan bakteri. Tingkat aktivitas polimorf yang tinggi hidupnya singkat saja dan penyembuhan dapat berjalan terus tanpa keberadaan sel tersebut.

c. Fase Proliferasi (durasi 3-24 hari)

Fibroblas memperbanyak diri dan membentuk jaring-jaring untuk sel-sel yang bermigrasi. Fibroblas melakukan sintesis kolagen dan mukopolisakarida.d. Fase Maturasi (durasi 24-365 hari)

Dalam setiap cedera yang mengakibatkan hilangnya kulit, sel epitel pada pinggir luka dan sisa- sisa folikel membelah dan mulai berimigrasi di atas jaringan granulasi baru.Tipe Penyembuhan Luka Menurut Moya, Morison (2003) proses penyembuhan luka akan melalui beberapa intensi penyembuhan, antara lain:

a. Penyembuhan Melalui Intensi Pertama (Primary Intention)

Luka terjadi dengan pengrusakan jaringan yang minimum, dibuat secara aseptic, penutupan terjadi dengan baik, jaringan granulasi tidak tampak, dan pembentukan jaringan parut minimal.b. Penyembuhan Melalui Intensi Kedua (Granulasi )

Pada luka terjadi pembentukan pus atau tepi luka tidak saling merapat, proses penyembuhannya membutuhkan waktu yang lama.

c. Penyembuhan Melalui Intensi Ketiga (Secondary Suture)

Terjadi pada luka yang dalam yang belum dijahit atau terlepas dan kemudian dijahit kembali, dua permukaan granulasi yang berlawanan disambungkan sehingga akan membentuk jaringan parut yang lebih dalam dan luas.Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka Sectio Caesarea Faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka dapat digolongkan menjadi dua yaitu:

a. Faktor Luka

1) Kontaminasi Luka

Tehnik pembalutan yang tidak adekuat, bila terlalu kecil memungkinkan invasi dan kontaminasi bakteri, jika terlalu kencang dapat mengurangi suplay oksigen yang membawa nutrisi dan oksigen.

2) Edema

Penurunan suplay oksigen melalui gerakan meningkat tekanan intersisial pada pembuluh darah.

3) Hemoragi

Akumulasi darah menciptakan ruang rugi juga sel-sel mati yang harus disingkirkan.

b. Faktor Umum

1) Usia

Makin tua pasien, makin kurang lentur jaringan.

2) Nutrisi

Pada penyembuhan luka kebutuhan akan nutrisi meningkat seiring dengan stress fisiologis yang menyebabkan defisiensi protein, nutrisi yang kurang dapat menghambat sintesis kolagen dan terjadi penurunan fungsi leukosit.

3) Obesitas

Pada pasien obesitas jaringan adiposa biasanya mengalami avaskuler sehingga mekanisme pertahanan terhadap mikroba sangat lemah dan mengganggu suplay nutrisi kearah luka, akibatnya penyembuhan luka menjadi lambat.

4) Medikasi

Pada beberapa obat dapat mempengaruhi penyembuhan luka, seperti steroid, anti koagulan, anti biotik spektrum luas.

c. Faktor lokal

1) Sifat injuri

Kedalaman luka dan luas jaringan yang rusak mempengaruhi penyembuhan luka, bahkan bentuk luka. 2) Adanya infeksi

Jika pada luka terdapat kuman patogen penyebab infeksi, maka penyembuhan luka menjadi lambat.

3) Lingkungan setempat

Dengan adanya drainase pada luka. PH yang harusnya antara 7,0 sampai 7,6 menjadi berubah sehingga mempengaruhi penyembuhan luka. Selain itu, adanya tekanan pada area luka dapat mempengaruhi sirkulasi darah pada daerah luka. Pengobatan dengan Non AntibiotikObat yang digunakan untuk pasien bedah sesar tidak hanya dengan pengobatan antibiotik tetapi juga digunakan obat non antibiotik. Obat non antibiotik digunakan untuk mengobati gejala-gejala yang dialami pasien, sehingga akan mengurangi rasa kesakitan pasien dan keadaan pasien semakin membaik.Obat yang paling sering diberikan pada pasien bedah sesar yaitu obat golongan analgesik, urerotonik, dan vitamin. Golongan analgesik yang sering diberikan yaitu ketorolac, golongan urerotonik yaitu metergin, oxitosin dan sintosinon. Pemberian vitamin C bertujuan untuk mengembalikan kekuatan tubuh dalam masa penyembuhan setelah pembedahan. Antibiotik Profilaksis dan Antibiotik Pasca OperasiAntibiotik profilaksis adalah antibiotik yang digunakan sebelum, selama, atau setelah bedah untuk mencegah infeksi komplikasi. Pada kasus bedah sesar diperlukan penggunaan antibiotik profilakasis karena pembedahan ini merupakan pembedahan yang beresiko tinggi terjadinya infeksi.Antibiotik Seftriakson merupakan antibiotik golongan sefalosporin generasi III yang diberikan secara intravena. Penggunaan antibiotik seftriakson karena antibiotik tersebut mempunyai spektrum yang luas dan memiliki waktu paruh yang lebih panjang dibandingkan sefalosporin yang lain, sehingga cukup diberikan satu kali sehari. Seftriakson bersifat bakterisida terhadap bakteri yang rentan. Aktivitas terhadap stafilokokus lebih sedikit dibandingkan sefalosporin generasi kedua, sedangkan efeknya terhadap patogen gram negatif meningkat, sekalipun untuk organisme yang resisten terhadap agen generasi pertama dan kedua. Antibiotik pasca operasi merupakan antibiotik yang diberikan setelah bedah sesar karena adanya kontaminasi yang menyebabkan terjadinya infeksi. Antibiotik juga diberikan pada pasien yang mengalami tanda infeksi karena dengan pemberian antibiotik dapat menurunkan tanda infeksi yang dialami pasien yaitu nilai leukosit dan suhu tubuh pasien kembali normal. Pemberian antibiotik > 24 jam atau setelah insisi ditutup tidak memberikan manfaat dan dapat meningkatkan resiko terjadinya resistensi antibiotik pada pasien. Penggunaan antibiotik kombinasi terhadap pasien disebabkan oleh lebih dari satu jenis mikroba yang peka terhadap antibiotik yang berbeda. Keuntungan dari penggunaan antibiotik kombinasi antara lain dapat mengurangi resistensi antibiotik karena dengan penggunaan kombinasi yang sinergistik akan meningkatkan daya kemampuan untuk membunuh mikroorganisme, selain itu dengan menggunakan antibiotik kombinasi dapat mengurangi efek toksik yang berkaitan dengan dosis obat karena semakin rendahnya dosis antibiotik maka akan semakin rendah efek toksik obat. Penggunaan antibiotik kombinasi ampisilin-seftriakson secara iv didasarkan pada kemampuan antibiotik tersebut. Ampisilin mempunyai aktivitas terhadap Gram positif dan juga mikroorganisme Gram negatif. Sedangkan seftriakson merupakan antibiotik sefalosporin generasi ketiga yang berspektrum luas yang kurang aktif terhadap Gram positif, tapi lebih aktif terhadap enterobacteriaceae. Kemudian pengobatan dilanjutkan dengan pemberian sefadroxil secara peroral. Sefadroxil merupakan antibiotik yang efektif terhadap Gram positif dan memiliki aktivitas sedang terhadap Gram negatif. Penggantian rute pemberian antibiotik dari iv menjadi peroral karena kondisi pasien yang sudah membaik serta tanda dan gejala infeksi sudah berkurang yaitu sudah tidak ada demam disertai nilai leukosit yang kembali normal, sehingga pasien mampu menggunakan antibiotik secara peroral. Secara umum antibiotik pasca operasi digunakan selama 3 hari dengan ditandai hilangnya tanda infeksi. Penggunaan antibiotik lebih dari 3 hari pada pasien dikarenakan belum adanya perbaikan tanda- tanda infeksi pada pasien, seperti nilai leukosit dan suhu tubuh belum kembali normal, sehingga pada pasien perlu dilakukan penambahan antibiotik kembali. Evaluasi efektivitas antibiotik profilaksis dilihat dari kejadian infeksi pasca bedah sesar, tanda-tanda infeksi berupa Purulent (nanah), peningkatan drainase (adanya cairan luka), kemerahan dan bengkak di sekeliling luka, nyeri tekan, peningkatan suhu, dan peningkatan leukosit. Prinsip Penggunaan AntibiotikFaktor-Faktor yang harus dipertimbangkan pada penggunaan antibiotik antara lain : 1. Resistensi Mikroorganisme Terhadap Antibiotik a. Resistensi adalah kemampuan bakteri untuk menetralisir dan melemahkan daya kerja antibiotik. Hal ini dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu: 1) Merusak antibiotik dengan enzim yang diproduksi. 2) Mengubah reseptor titik tangkap antibiotik. 3) Mengubah fisiko-kimiawi target sasaran antibiotik pada sel bakteri. 4) Antibiotik tidak dapat menembus dinding sel, akibat perubahan sifat dinding sel bakteri. 5) Antibiotik masuk ke dalam sel bakteri, namun segera dikeluarkan dari dalam sel melalui mekanisme transport aktif ke luar sel. b. Satuan resistensi dinyatakan dalam satuan KHM (Kadar Hambat Minimal) atau Minimum Inhibitory Concentration (MIC) yaitu kadar terendah antibiotik (g/mL) yang mampu menghambat tumbuh dan berkembangnya bakteri. Peningkatan nilai KHM menggambarkan tahap awal menuju resisten. c. Enzim perusak antibiotik khusus terhadap golongan beta-laktam, pertama dikenal pada Tahun 1945 dengan nama penisilinase yang ditemukan pada Staphylococcus aureus dari pasien yang mendapat pengobatan penisilin. Masalah serupa juga ditemukan pada pasien terinfeksi Escherichia coli yang mendapat terapi ampisilin (Acar and Goldstein, 1998). Resistensi terhadap golongan beta-laktam antara lain terjadi karena perubahan atau mutasi gen penyandi protein (Penicillin Binding Protein, PBP). Ikatan obat golongan beta-laktam pada PBP akan menghambat sintesis dinding sel bakteri sehingga sel mengalami lisis. d. Peningkatan kejadian resistensi bakteri terhadap antibiotik bisa terjadi dengan 2 cara, yaitu: 1) Mekanisme Selection Pressure. Jika bakteri resisten tersebut berbiak secara duplikasi setiap 20-30 menit (untuk bakteri yang berbiak cepat), maka dalam 1-2 hari, seseorang tersebut dipenuhi oleh bakteri resisten. Jika seseorang terinfeksi oleh bakteri yang resisten maka upaya penanganan infeksi dengan antibiotik semakin sulit. 2) Penyebaran resistensi ke bakteri yang non-resisten melalui plasmid. Hal ini dapat disebarkan antar kuman sekelompok maupun dari satu orang ke orang lain. e. Ada dua strategi pencegahan peningkatan bakteri resisten: 1) Untuk selection pressure dapat diatasi melalui penggunaan antibiotik secara bijak (prudent use of antibiotics). 2) Untuk penyebaran bakteri resisten melalui plasmid dapat diatasi dengan meningkatkan ketaatan terhadap prinsi - prinsip kewaspadaan standar (universal precaution).

2. Faktor Farmakokinetik dan Farmakodinamik Pemahaman mengenai sifat farmakokinetik dan farmakodinamik antibiotik sangat diperlukan untuk menetapkan jenis dan dosis antibiotik secara tepat. Agar dapat menunjukkan aktivitasnya sebagai bakterisida ataupun bakteriostatik, antibiotik harus memiliki beberapa sifat berikut ini: a. Aktivitas mikrobiologi. Antibiotik harus terikat pada tempat ikatan spesifiknya (misalnya ribosom atau ikatan penisilin pada protein).b. Kadar antibiotik pada tempat infeksi harus cukup tinggi. Semakin tinggi kadar antibiotik semakin banyak tempat ikatannya pada sel bakteri. c. Antibiotik harus tetap berada pada tempat ikatannya untuk waktu yang cukup memadai agar diperoleh efek yang adekuat.d. Kadar hambat minimal. Kadar ini menggambarkan jumlah minimal obat yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan bakteri.

Secara umum terdapat dua kelompok antibiotik berdasarkan sifat farmakokinetikanya, yaitu; a. Time dependent killing. Lamanya antibiotik berada dalam darah dalam kadar di atas KHM sangat penting untuk memperkirakan outcome klinik ataupun kesembuhan. Pada kelompok ini kadar antibiotik dalam darah di atas KHM paling tidak selama 50% interval dosis. Contoh antibiotik yang tergolong time dependent killing antara lain penisilin, sefalosporin, dan makrolida). b. Concentration dependent. Semakin tinggi kadar antibiotika dalam darah melampaui KHM maka semakin tinggi pula daya bunuhnya terhadap bakteri. Untuk kelompok ini diperlukan rasio kadar/KHM sekitar 10. Ini mengandung arti bahwa rejimen dosis yang dipilih haruslah memiliki kadar dalam serum atau jaringan 10 kali lebih tinggi dari KHM. Jika gagal mencapai kadar ini di tempat infeksi atau jaringan akan mengakibatkan kegagalan terapi. Situasi inilah yang selanjutnya menjadi salah satu penyebab timbulnya resistensi.3. Faktor Interaksi dan Efek Samping Obat Pemberian antibiotik secara bersamaan dengan antibiotik lain, obat lain atau makanan dapat menimbulkan efek yang tidak diharapkan. Efek dari interaksi yang dapat terjadi cukup beragam mulai dari yang ringan seperti penurunan absorpsi obat atau penundaan absorpsi hingga meningkatkan efek toksik obat lainnya. Sebagai contoh pemberian siprofloksasin bersama dengan teofilin dapat meningkatkan kadar teofilin dan dapat berisiko terjadinya henti jantung atau kerusakan otak permanen. Demikian juga pemberian doksisiklin bersama dengan digoksin akan meningkatkan efek toksik dari digoksin yang bisa fatal bagi pasien.4. Faktor Biaya Antibiotik yang tersedia di Indonesia bisa dalam bentuk obat generik, obat merek dagang, obat originator atau obat yang masih dalam lindungan hak paten (obat paten). Harga antibiotik pun sangat beragam. Harga antibiotik dengan kandungan yang sama bisa berbeda hingga 100 kali lebih mahal dibanding generiknya. Apalagi untuk sediaan parenteral yang bisa 1000 kali lebih mahal dari sediaan oral dengan kandungan yang sama. Peresepan antibiotik yang mahal, dengan harga di luar batas kemampuan keuangan pasien akan berdampak pada tidak terbelinya antibiotik oleh pasien, sehingga mengakibatkan terjadinya kegagalan terapi. Setepat apa pun antibiotik yang diresepkan apabila jauh dari tingkat kemampuan keuangan pasien tentu tidak akan bermanfaat.

Prinsip Penggunaan Antibiotik Profilaksis BedahPemberian antibiotik sebelum, saat dan hingga 24 jam pasca operasi pada kasus yang secara klinis tidak didapatkan tanda-tanda infeksi dengan tujuan untuk mencegah terjadi infeksi luka operasi. Diharapkan pada saat operasi antibiotik di jaringan target operasi sudah mencapai kadar optimal yang efektif untuk menghambat pertumbuhan bakteri (Avenia, 2009). Prinsip penggunaan antibiotik profilaksis selain tepat dalam pemilihan jenis juga mempertimbangkan konsentrasi antibiotik dalam jaringan saat mulai dan selama operasi berlangsung.1. Tujuan pemberian antibiotik profilaksis pada kasus pembedahan: a. Penurunan dan pencegahan kejadian Infeksi Luka Operasi (ILO). b. Penurunan morbiditas dan mortalitas pasca operasi. c. Penghambatan muncul flora normal resisten. d. Meminimalkan biaya pelayanan kesehatan.2. Indikasi penggunaan antibiotik profilaksis didasarkan kelas operasi, yaitu operasi bersih dan bersih kontaminasi. 3. Dasar pemilihan jenis antibiotik untuk tujuan profilaksis: a. Sesuai dengan sensitivitas dan pola bakteri patogen terbanyak pada kasus bersangkutan. b. Spektrum sempit untuk mengurangi risiko resistensi bakteri. c. Toksisitas rendah. d. Tidak menimbulkan reaksi merugikan terhadap pemberian obat anestesi. e. Bersifat bakterisidal. f. Harga terjangkau.4. Rute pemberian a. Antibiotik profilaksis diberikan secara intravena. b. Untuk menghindari risiko yang tidak diharapkan dianjurkan pemberian antibiotik intravena drip. 5. Waktu pemberian Antibiotik profilaksis diberikan 30 menit sebelum insisi kulit. Idealnya diberikan pada saat induksi anestesi. 6. Dosis pemberian Untuk menjamin kadar puncak yang tinggi serta dapat berdifusi dalam jaringan dengan baik, maka diperlukan antibiotik dengan dosis yang cukup tinggi. Pada jaringan target operasi kadar antibiotik harus mencapai kadar hambat minimal hingga 2 kali lipat kadar terapi. 7. Lama pemberian Durasi pemberian adalah dosis tunggal.

Penggunaan AntibiotikInfeksi bakteri terjadi bila bakteri mampu melewati barrier mukosa atau kulit dan menembus jaringan tubuh. Pada umumnya, tubuh berhasil mengeliminasi bakteri tersebut dengan respon imun yang dimiliki, tetapi bila bakteri berkembang biak lebih cepat daripada aktivitas respon imun tersebut maka akan terjadi penyakit infeksi yang disertai dengan tanda-tanda inflamasi. Terapi yang tepat harus mampu mencegah berkembangbiaknya bakteri lebih lanjut tanpa membahayakan host. Antibiotik adalah obat yang digunakan untuk mengatasi infeksi bakteri. Antibiotik bisa bersifat bakterisid (membunuh bakteri) atau bakteriostatik (mencegah berkembangbiaknya bakteri). Pada kondisi immunocompromised (misalnya pada pasien neutropenia) atau infeksi di lokasi yang terlindung (misalnya pada cairan cerebrospinal), maka antibiotik bakterisid harus digunakan.Antibiotik bisa diklasifikasikan berdasarkan mekanisme kerjanya, yaitu: 1. menghambat sintesis atau merusak dinding sel bakteri, seperti beta-laktam (penisilin, sefalosporin, monobaktam, karbapenem, inhibitor beta-laktamase), basitrasin, dan vankomisin.2. memodifikasi atau menghambat sintesis protein, misalnya aminoglikosid, kloramfenikol, tetrasiklin, makrolida (eritromisin, azitromisin, klaritromisin), klindamisin, mupirosin, dan spektinomisin. 3. menghambat enzim-enzim esensial dalam metabolisme folat, misalnya trimetoprim dan sulfonamid. 4. mempengaruhi sintesis atau metabolisme asam nukleat, misalnya kuinolon, nitrofurantoin.

Antibiotik Beta-Laktam Antibiotik beta-laktam merupakan antibiotik yang menghambat sintesis atau merusak dinding sel bakteri. Antibiotik beta-laktam terdiri dari berbagai golongan obat yang mempunyai struktur cincin beta-laktam, yaitu penisilin, sefalosporin, monobaktam, karbapenem, dan inhibitor beta-laktamase. Obat-obat antibiotik beta-laktam umumnya bersifat bakterisid, dan sebagian besar efektif terhadap organisme Gram -positif dan negatif. Antibiotik betalaktam mengganggu sintesis dinding sel bakteri, dengan menghambat langkah terakhir dalam sintesis peptidoglikan, yaitu heteropolimer yang memberikan stabilitas mekanik pada dinding sel bakteri.1) Penisilin Golongan penisilin diklasifikasikan berdasarkan spektrum aktivitas antibiotiknya.

2) Sefalosporin Sefalosporin menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan mekanisme serupa dengan penisilin. Sefalosporin diklasifikasikan berdasarkan generasinya.

3) Monobaktam (beta-laktam monosiklik) Contoh: aztreonam. Aktivitas: resisten terhadap beta-laktamase yang dibawa oleh bakteri Gram- negatif. Aktif terutama terhadap bakteri Gram-negatif. Aktivitasnya sangat baik terhadap Enterobacteriacease, P. aeruginosa, H. influenzae dan gonokokus. Pemberian: parenteral, terdistribusi baik ke seluruh tubuh, termasuk cairan serebrospinal. Waktu paruh: 1,7 jam. Ekskresi: sebagian besar obat diekskresi utuh melalui urin. 4) Karbapenem Karbapenem merupakan antibiotik lini ketiga yang mempunyai aktivitas antibiotik yang lebih luas daripada sebagian besar betalaktam lainnya. Yang termasuk karbapenem adalah imipenem, meropenem dan doripenem. Spektrum aktivitas: Menghambat sebagian besar Gram-positif, Gramnegatif, dan anaerob. Ketiganya sangat tahan terhadap betalaktamase. Efek samping: paling sering adalah mual dan muntah, dan kejang pada dosis tinggi yang diberi pada pasien dengan lesi SSP atau dengan insufisiensi ginjal. Meropenem dan doripenem mempunyai efikasi serupa imipenem, tetapi lebih jarang menyebabkan kejang.5) Inhibitor beta-laktamaseInhibitor beta-laktamase melindungi antibiotik beta-laktam dengan cara menginaktivasi beta-laktamase. Yang termasuk ke dalam golongan ini adalah asam klavulanat, sulbaktam, dan tazobaktam. Asam klavulanat merupakan suicide inhibitor yang mengikat betalaktamase dari bakteri Gram-positif dan Gram-negatif secara ireversibel. Obat ini dikombinasi dengan amoksisilin untuk pemberian oral dan dengan tikarsilin untuk pemberian parenteral. Sulbaktam dikombinasi dengan ampisilin untuk penggunaan parenteral, dan kombinasi ini aktif terhadap kokus Gram-positif, termasuk S. aureus penghasil beta-laktamase, aerob Gram-negatif (tapi tidak terhadap Pseudomonas) dan bakteri anaerob. Sulbaktam kurang poten dibanding klavulanat sebagai inhibitor beta-laktamase. Tazobaktam dikombinasi dengan piperasilin untuk penggunaan parenteral. Waktu paruhnya memanjang dengan kombinasi ini, dan ekskresinya melalui ginjal.

28

BAB IIIPEMBAHASAN

Bedah sesar atau sectio caesarea (SC) adalah melahirkan janin melalui pembedahan di dinding perut (abdomen) dan dinding rahim (uterus). Wanita yang melakukan persalinan secara bedah sesar memiliki resiko infeksi lebih besar 5-20 kali lipat dibandingkan pesalinan normal. Infeksi bedah sesar yang biasanya terjadi yaitu demam, infeksi luka, endometritis, dan infeksi saluran kemih. Antibiotik profilaksis dianjurkan pada persalinan bedah sesar karena dapat mencegah atau mengurangi kejadian infeksi yang disebabkan oleh kuman pada saat operasi. Agen antibiotik profilaksis yang sering digunakan dalam persalinan bedah sesar yaitu golongan penisilin (ampisilin) dan golongan sefalosporin Generasi I (sefazolin). Antibiotik tersebut telah terbukti efektif sebagai antibiotik profilaksis pada bedah sesar. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penggunaan antibiotik profilaksis terbukti efektif dalam menurunkan 3 kejadian infeksi dan juga dapat mengurangi biaya rumah sakit .29

Pada jurnal ini membandingkan keefektifan penggunaan antara antibiotik amoksisilin dan sefalosporin sebagai antibiotik profilksis pencegah infeksi pasca sectio caesarea. Hasil yang didapatkan pada penelitian ini adalah bahwa antara amoksisilin dan sefalosporin memiliki tingkat keefektifan yang sama sebagai pencegah infeksi pasca sectio caesarea, sehingga jurnal ini merekomendasikan

amoksisilin sebagai antibiotik profilaksis pencegah infeksi pasca sectio caesarea dengan pertimbangan amoksisilin lebih cost effective dibandingkan dengan sefalosporin.

Daftar Pustaka

Ayrshire. & Arran., 2012, How to help prevent and detect wound infection following a Caesarean section, www.nhsaaa.net. Janiwarty, B. & Pieter, H.Z., 2013, Pendidikan Psikologi untuk Bidan-Suatu teori dan Terapannya, Yogyakarta, Andi Yogyakarta, 262-263.Karahasan, H., Ljuca, D., Karahasan, N., Suko, A., Babovic, A. & Rahimic, H., 2011, Antibiotic prophylaxis and inflammatory complications after Cesarean section, Journal of Health Sciences, 1 (3).Lamont, R. F., Sobel, J., Kusanovic, J.P., Vaisbuch, E., Tovi, S.M., Kim, S. K., et al., 2011, Current Debate on the Use of Antibiotic Prophylaxis for Cesarean Section, National Institutes Health Public Access,118 (2), 193-201.MacDorman, M. F., Menacker, F. & Declercq, E., 2008, Cesarean Birth in the United States: Epidemiology, Trends, and Outcomes, Elsevier Saunders, 35, 293-307.Mugford, M., Kingston, J. & Chalmers, L., 1989, Reducing the incidence of infection after caesarean section: implications of prophylaxis with antibiotics for hospital resources, BMJ, 299, 1003-1006.PERMENKES RI, 2011, Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik, Kementrian Kesehatan RI, Jakarta, 874.Smaill F. & Hofmeyrs G. J., 2007, Antibiotic Prophylaxis for Cesarean Section (Review), Jhon Wiley & Sons, Ltd. Smaill G.M.L. & Gyte F.M., 2010, Antibiotic prophylaxis versus no prophylaxis for preventing infection after cesarean section (Review), Jhon Wiley & Sons, Ltd.Varjacic, M., Babic, G., Loncar, D. & Bicanin, M., 2010, The Increased Cesarean Section Incidence - Is There a Clinical Justification?, Maced J Med Sci, 1857-5773. WHO, 2003, Managing Complications in Pregnancy and Childbirth: a Guide31